Anda di halaman 1dari 7

VIKY NUR VAMBUDI

G000190222
PAI D
ISLAM DI INDONESIA
RESUME BUKU

Judul Buku
Nasionalisme Tulen Singa Podium Kasman Singodimedio: Pemikiran dan Pergerakan

Penulis
Zuli Qodir, dkk

Penerbit
Jusuf Kalla School of Government (JKSG)

Tahun Terbit
2020

Tebal Buku
290 halaman
Kasman Singodimedjo dilahirkan pada tanggal 25 Februari 1904 di Desa Clapar,
Kalirejo, Purworejo. Ia adalah anak dari H. Singodimedjo yang bekerja sebagai mudin.
Kasman Singodimedjo yang merupakan aktivis Muhammadiyah dan Masyumi menjadi
salah satu tokoh pendiri bangsa ini yang dikenal karena kontribusinya dalam
merumuskan dasar negara. Kasman Singodimedjo termasuk orang yang multi talent
sehingga menempati banyak posisi strategis. Kasman Singodimedjo berupaya
meyakinkan golongan Islam, termasuk Ki Bagus Hadikusumo, bahwa persatuan lebih
penting. Akhirnya, tercapailah mufakat untuk menghapus tujuh kata dalam Piagam
Jakarta dan menggantinya jadi berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pada tanggal 8
November 2018, Kasman Singodimedjo diberikan gelar pahlawan nasional karena telah
turut berjasa dan berkorban demi kepentingan bangsa dan negara.
Salah satu hal penting menjelang Indonesia merdeka adalah adanya persiapan
menuju kemerdekaan. Panitia Penyelidikan Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
adalah bukti tentang kemerdekaan bangsa ini. Pada tanggal 07 Agustus 1945, atas
persetujuan dari Jenderal Terauchi dibentuk PPKI (dokuritsu junbi inkai). Soekarno
diangkat sebagai ketua, sedangkan M. Hatta bertindak sebagai wakil ketua PPKI.
Tanggal 09 Agustus 1945, PPKI mulai bekerja yang tugasnya adalah menyelesaikan
soal-soal yang berhubungan dengan kemerdekaan, terutama mengenai UUD yang
rancangannya telah ada dan akan diserahkan kepada PPKI untuk diterima dan disahkan.
Setelah kemerdekaan 17 Agustus 1945, maka keesokan harinya PPKI mengadakan
sidang untuk pertama kalinya. Hasil sidang tersebut menetapkan Undang-Undang Dasar,
yang pada saat ini kita kenal dengan UUD 1945.
Kasman Singodimedjo bersama Ki Bagus Hadikusumo tergabung dalam PPKI. Ia
diberi tugas membujuk sikap politik Ki Bagus Hadikusumo yang hendak
mempertahankan pendapatnya terkait tujuh kata dalam Piagam Jakarta, usaha ini pun
berhasil. Kasman Singodimedjo yang sangat kuat pendirian pada prinsip keagamaan dan
kenegaraan menjadi sosok yang penting dalam perumusan dasar negara Indonesia.
Sebagai salah satu representasi umat Islam saat itu, Kasman Singodimedjo diberi
kesempatan untuk menyampaikan gagasan-gagasannya terkait dengan dasar negara. Ia
pun membawakan pidato dalam sidang BPUPKI-PPKI bersama kawan-kawannya. Ia
berkehendak bahwa negara yang akan diproklamirkan adalah negara berdasarkan agama
Islam, sebab inilah yang diyakini sebagai dasar negara sempurna bukan yang lainnya.
Nasionalisme Kasman Singodimedjo sangat jelas dalam membela Indonesia agar
menjadi bangsa yang mendunia. Dalam pandangannya, nasionalisme tidak bertentangan
dengan Islam, bahkan Islam menganjurkan nasionalisme karena ini adalah bagian dari
bagaimana menduniakan Islam sehingga banyak orang mengenal ajaran Islam yang
penuh dengan kebajikan.
Pada masa pendudukan Jepang, Kasman Singodimedjo memikul tanggung jawab
dan tugas kenegaraan yang besar. Ia bertugas sebagai komandan batalyon tentara
Pembela Tanah Air (PETA) Jakarta. Ia melaksanakan tugas kewajiban tersebut dengan
penuh amanah dan kesadaran sebagai anak bangsa. Penugasan sebagai komandan PETA
kepada Kasman Singodimedjo sangat tepat karena ia adalah sosok pemimpin yang
mempunyai karakter kuat, watak yang konsisten dan bersifat tegas. Kasman
Singodimedjo memaikan peran penting dan strategis dalam mengamankan pelaksanaan
upacara pembacaan teks proklamasi kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945.
Menjelang proklamasi kemerdekaan RI, Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dibentuk pada tanggal 24 April 1945
dengan agenda utamanya antara lain membahas tentang dasar negara Indonesia yang
kemerdekaannya segera diproklamasikan. Setelah melalui adu argumentasi dan
serangkaian perdebatan yang panjang di sidang-sidang BPUPKI, akhirnya menghasilkan
kompromi ideologis-politik yang sangat bersejarah yang oleh Mohammad Yamin disebut
Piagam Jakarta. Dalam Piagam Jakarta ini, susunan redaksional dan tata urut Pancasila
yang digagas dan diusulkan oleh Soekarno itu dirumuskan kembali sehingga
reformulasinya yang baru berbunyi sebagai berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Piagam Jakarta secara resmi ditandatangani pada tanggal 22 Juni 1945 oleh sembilan
pemimpin sebagai wakil dari kelompok Nasionalis Netral Agama dan faksi Nasionalis
Muslim. Rumusan redaksional dan tata urut Pancasila seperti tertera di atas dicantumkan
dalam draf Pembukaan UUD 1945.
Menghadapi persoalan krusial yang sangat pelik dan serius ini, Hatta berinisiatif
dan cepat bergerak mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh Nasionalis Muslim
dengan agenda utama membicarakan frasa Islam yang tidak disetujui itu. Peretmuan ini
digelar tidak lama sebelum sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 secara resmi dimulai.
Kasman Singodimedjo dan tokoh-tokoh nasional lainnya dalam pertemuan dengan Moh
Hatta itu setuju mencoret frasa Islam baik dalam draf Pembukaan UUD 1945 maupun
dalam rancangan batang tubuhnya. Kasman Singodimedjo dengan cara yang bijak
membujuk tokoh-tokoh nasionalis muslim agar frasa Islam dihilangkan untuk
menghormati komunitas Kristen dan komunitas-komunitas non muslim lainnya. Kasman
Singodimedjo berupaya meyakinkan tokoh-tokoh muslim, termasuk Ki Bagus
Hadikusumo bahwa persatuan dan kesatuan bangsa jauh lebih penting dan kepentingan
bangsa dan negara harus dikedepankan. Akhirnya, dengan penuh kesadaran para tokoh
nasionalis muslim sepakat menghapus tujuh kata (frasa Islam) dari Piagam Jakarta dan
menggantinya menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” seperti rumusan sila pertama
Pancasila yang dikenal pada saat ini.
Pada awalnya PPKI beranggotakan 21 orang. Kemudian keanggotaan PPKI
ditambah enam orang, salah satu di antara enam anggota tambahan ini adalah Kasman
Singodimedjo. Dengan penghapusan frasa Islam ini, semua komunitas agama di seluruh
Indonesia merasa diayomi dan dinaungi di bawah paying Pancasila. Semua kelompok di
seluruh Indonesia merasa memiliki Pancasila. Kasman Singodimedjo dan para tokoh
nasionalis muslim lainnya secara sadar dan penuh kebesaran jiwa menerima sepenuh hati
predikat “Yang Maha Esa” yang dicantumkan di belakang kata “Ketuhanan” karena
prinsip “Yang Maha Esa” itu mencerminkan akidah tauhid yang diajarkan Islam. Dengan
demikian, Pancasila dengan tata urut dan rumusan baku dan final seperti yang dikenal
saat ini resmi menjadi dasar negara Republik Indonesia.
Kasman Singodimedjo adalah sosok panutan bagi manusia sezamannya dan juga
bagi manusia milenial. Melalui transformasi karakter dan pengalaman hidup yang sangat
berharga di masa lampau dari seorang tokoh, sangat diperlukan. Transformasi ini masih
tetap relevan dan berguna bagi generasi saat ini. Kesadaran tinggi memimpin bangsa
yang masih dalam kondisi keterbelakangan ada pada pribadi Kasman Singodimedjo. Hal
ini terbukti pada kesediaannya bergabung hampir dalam organisasi masa setiap zaman
sejak JIB, Muhammadiyah, MIAI, Masyumi dan juga organisasi formal seperti PETA,
BKR, KNIP, kejaksaan dan lain-lain.
Selama bergabung dalam beberapa organisasi, Kasman Singodimedjo selalu
tampak sukses dalam menjalankan tugas-tugasnya demi kemaslahatan umat. Ketika
Kasman Singodimedjo masuk dan mewakili Masyumi di Dewan Konstituante pada tahun
1950an, ia harus mewakili suara Masyumi dalam politik yang sebenarnya, tanpa basa-
basi dan terus terang. Pada waktu itu, perkembangan politik di Indonesia sudah tampak
terjadinya skisme antar golongan politik. Wahana partai politik khususnya Masyumi
selalu berseberangan dengan sikap politik pemerintah yang di satu pihak memang ada
pihak lawan politik antagonistik yang ada di belakang pemerintah. Kondisi politik ini
terus berkelanjutan sehingga Masyumi dianggap lawan politik pemerintah, lebih-lebih
ketika gerakan PRRI pecah, Partai Masyumi dianggap sebagai partai politik yang
melawan kebijakan politik pemerintah pusat dan men back up gerakan separatisme.
Aktivis Masyumi pun dilarang oelh pemerintah dan para pemimpinnya diasingkan di
dalam teralis besi.
Jasa Kasman Singodimedjo tidak terhitung nilainya. Ia adalah manusia
multitalenta, pemecah batu granit persoalan kemerdekaan Indonesia dan tentunya
sebagai pencair kebuntuan, penghilang gala konflik, penemu gagasan luhur dan
pembangun persatuan. Kasman Singodimedjo benar-benar adalah seorang negarawan
yang memiliki dedikasi tinggi untuk nusa dan bangsa. Ia adalah seorang muslim yang
taat pada ajaran agama dan sebagai seorang nasionalis yang tidak diragukan keterpihakan
dan kecintaannya pada tanah air. Bagi generasi milenial yang menjadi penyambung
estafet kepemimpinan bangsa di masa yang akan datang, berkacalah dan ikutilah
keteladanannya sebagaimana yang tertulis dalam tinta emas biografi Kasman
Singodimedjo untuk membangun bangsa Indonesia ke masa depan yang gemilang.
Konsep “Perjuangan Islam Gaya Baru” merupakan bentuk perjuangan Kasman
Singodimedjo dalam menerapkan syariat Islam di Indonesia. Menurutnya, perjuangan
Islam harus masuk dan menjadi bagian penting dalam pembangunan di Indonesia.
Menurutnya, perjuangan Islam harus masuk dan menjadi bagian penting dalam
pembangunan di Indonesia pada segala bidang kehidupan. Dalam hal ini, agama
kemudian menjadi unsur mutlak dalam sebuah pembangunan nasional. Pendidikan
merupakan salah satu kunci untuk memupuk semangat beragama dan bernegara. Ia
menggunakan keputusan dalam MPRS mengenai pemberian pelajaran agama di seluruh
tingkatan pendidikan di Indonesia. Hal ini seharusnya dapat digunakan sebagai peluang
bagi para ahli agama untuk membantu pemerintah dalam memberikan pendidikan agama
ke sekolah-sekolah, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Kristen dan Katolik.
Sayangnya, para ahli agama menurutnya masih sangat kurang responsif dan cenderung
materialistis dalam melihat hal ini sebagai sebuah bagian perjuangan umat Islam dalam
bernegara.
Kasman Singodimedjo menilai bahwa sikap progresif-revolusioner seperti yang
dianjurkan oleh pemerintah tidak bertentangan dengan Islam karena telah ada dalam
perintah-perintah Al Quran. Salah satu bentuk sikap tersebut adalah dalam memilih
pemimpin. Ia menganjurkan untuk memilih pemimpin secara langsung. Orang yang
dipilih sebagai pemimpin pun harus amanah dan tidak bertentangan dengan perintah
Alloh. Selain itu, revolusi yang belum selesai harus diartikan dengan pemahaman bahwa
perjuangan Islam belum selesai, sehingga harus terus dilanjutkan dengan semangat dan
ajaran agama Islam.
Kasman Singodimedjo, seorang pejuang lima zaman sangat layak untuk
diteladani oleh bangsa Indonesia di era modern ini. Pada sosok Kasman Singodimedjo,
dapat dilihat tentang bagaimana perjuangannya yang gigih, khususnya dalam
menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kasman Singodimedjo
memberikan pesan “Seorang muslim harus berjuang terus, betapapun keadaannya lebih
sulit dari sebelumnya. Adanya kesulita-kesulitan itu tidak membebaskan seorang muslim
untuk berjuang terus, bahkan ia harus berjuang lebih gigih daripada waktu lampau,
dengan strategi tertentu dan taktik yang lebih tepat dan sesuai”.

Anda mungkin juga menyukai