Anda di halaman 1dari 6

Nama : ANANG ZAKARIA

NIM : 361993301086

Kelas : MBP 1D

TUGAS PANCASILA

1. Rumusan Pancasila 1 Juni 1945 terdapat dalam apa yang disebut Piagam
Jakarta. Pada 18 Agustus 1945 setelah Proklamasi 17 Agustus, Piagam
Jakarta dijadikan Pembukaan UUD 45 dan rumusan Pancasila berubah, yaitu
sila pertama. Dalam Piagam Jakarta sila pertama dari dasar negara berbunyi,
"Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya."
Namun, pada rumusan 18 Agustus 1945 berubah menjadi "Ketuhanan Yang
Maha Esa". Piagam Jakarta adalah nama yang diberikan Mr Muhammad Yamin
atas sebuah kesepakatan yang berisi tentang teks tertulis yang isinya memuat
rumusan dari hukum dasar negara Republik Indonesia. Piagam ini dirumuskan
oleh Panitia Sembilan (Panitia Kecil BPUPKI) pada tanggal 22 Juni 1945 di
rumah Bung Karno.

Piagam ini dibuat setelah melalui rapat maraton yang berlangsung


selama sepekan, mulai 10-16 Juli 1945. Untuk mencapai kesepakatan sidang
berlangsung alot dan penuh adu argumen yang melibatkan dua kelompok
kebangsaan yang saat itu sangat berpengaruh, yakni kelompok nasionalis dan
kelompok Islam. Dalam piagam ini tertuang arah dan tujuan bernegera serta
memuat pula lima rumusan dasar negara (Pancasila).Sedangkan,BPUPKI
dibentuk pada tanggal 29 April 1945 sebagai pelaksanaan janji pemerintah
pendudukan Jepang untuk memberi kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Dan
ketika ingin membahas dasar negara secara lebih serius, maka kemudian
BPUPKI membentuk tim kecil yang berisi sembilan tokoh yang dianggap
mewakili dua kelompok penting tersebut, yakni nasionalis sekuler dan
nasionalis agama.Mereka adalah Ir Sukarno, Mohammad Hatta, Mr AA
Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H Agus Salim, Mr
Achmad Subardjo, KH Wahid Hasyim, dan Mr Muhammad Yamin. Salah satu
hasilnya adalah berhasil membuat naskah pembukaan undang-undang dasar
dan rumusan dasar negara meski ada sedikit perbedaan, misalnya dengan apa
yangdipidatokan oleh Sukarno pada 1 Juni 1945.

Dalam Piagam Jakarta itu terdapat rumusan sila pertama Pancasila:


Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya. Rumusan ini pada tanggal 18 Agustus 1945
berubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. ini terjadi setelah adanya lobi dari
Bung Hatta kepada kelompok Islam yang digawangi Ki Bagus Hadikusumo
karena ada utusan kelompok dari tokoh di Indonesia timur yang
"mengancam" akan memisahkah diri dari Indonesia bila rumusan sila
pertama dalam Piagam Jakarta tetap menggunakan frasa "kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".

Pada lobi yang berlangsung di sore hari pada 17 Agustus 1945 sempat
terjadi kekhawatiran bila usaha itu akan mengalami kegagalan. Semua tahu
akan sikap keras Ki Bagus Hadikusumo yang menganggap rumusan di Piagam
Jakarta sudah final dan merupakan jalan kompromi terbaik. Namun,Hatta tak
putus asa. Dia kemudian memilih Kasman Singodimedjo untuk melunakkan hati
Ki Bagus Hadikusumo. Penunjukan kepada Kasman dianggap paing tepat
karena dia juga merupakan teman dekat dari Ki Bagus Hadikusumo. Memang
pada awalnya Ki Bagus Hadikusumo menolak, bahkan dia merasa dikhianati.
Namun, dia kemudian berhasil dibujuk dengan mengingatkan adanya ancaman
pemisahan diri dari beberapa tokoh wilayah Indonesia timur tersebut.

Akhirnya, dengan nada yang berat, kemudian Ki Bagus bisa


menerimanya dengan memberikan syarat dialah yang menentukan rumusan
sila pertama Pancasila setelah tujuh kalimat itu dihapus.Ki Bagus tidak memilih
kata "ketuhanan" saja, tetapi menambahkannya dengan "Yang Maha Esa" atau
menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Pada kemudian hari, yakni 70 tahun
kemudian, setelah melalui perjuangan yang alot dan berliku, pada tanggal 10
November 2015 kelapangan hati Ki Bagus Hadikusumo tersebut baru
mendapat pengakuan yang setimpal dari negara dengan pemberian gelar
sebagai pahlawan nasional kepadanya.Terkait mengenai perubahan rumusan
sila pertama itu, Guru Besar Kajian Islam Universitas Paramadina Prof DR
Abdul Hadi WM mengatakan,sarjana Belanda terkemuka yang pakar tentang
Indonesia,Nijwenhuijze, pernah mengatakan bahwa rumusan sila pertama
Pancasila itu berasal dari golongan nasionalis Islam. Pendapat yang sama juga
dikatakan pakar hukum tata negara, almarhum Dr Hazairin. Dia berpendapat
bahwa rumusan sila itu memang merupakan bukti kelapangan dada tokoh-
tokoh Islam seperi tertuang dalam bukunya, Demokrasi Pancasila (Jakarta
1970:58).

Menurut Hazairin, istilah tersebut hanya mungkin berasal


darikebijaksanaan dan iman orang Indonesia yang beragama Islam. Ini dapat
dikaitkan dengan pidato Mr Soepomo dalam sidang BPUPKI pada tanggal 31
Mei 1945. Soepomo mengatakan bahwa "Indonesia tidak perlu menjadi negara
Islam, tetapi cukup menjadi negara yang memakai dasar moral yang luhur yang
dianjurkan oleh agama Islam. Dengan demikian menurut Sopeomo dan juga
Mohammad Hatta,Pancasila tidak bertentangan ajaran Islam,khususnya
berkenaan dengan way of life (pandangan hidup) dan nilai-nilai. Tokoh
nasionalis Islam sendiri yang menandatangani Piagam Jakarta--yaitu
Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul KaharMuzakir, H Agus Salim, dan
Wahid Hasyim tidak pernah memprotes perubahan tersebut.

"Terkait soal rumusan sila pertama Pancasila itu, saya sempat bertemu
Pak Abdul Kahar Muzakir (anggota BPUPKI) pada bulan September 1965.
Dalam kesempatan itu saya tanyakan kepada beliau tentang hal tersebut.
Menurut beliau, justru yang mengusulkan penambahan kata 'dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya' bukan anggota dari kelompok
nasionalis Islam," kata Abdul Hadi WM seraya menyatakan hal-hal atau jasa
seperti inilah yang kadang dilupaan publik,termasuk petinggi negara yang
sekarang menggenggam kekuasaan.

2. PERBANDINGAN PANCASILA DI ORDE BARU DAN ERA REFORMASI

Orde baru berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945


secara murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap orde lama yang telah
menyimpang dari Pancasila melalui P4 (Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila) atau Ekaprasetia Pancakarsa.
Orde Baru berhasil mempertahankan Pancasila sebagai dasar dan
ideologi negara sekaligus berhasil mengatasi paham komunis di Indonesia,akan
tetapi,implementasi dan aplikasinya sangat mengecewakan. Beberapa tahun
kemudian kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan ternyata tidak sesuai dengan
jiwa Pancasila. Pancasila ditafsirkan sesuai kepentingan kekuasaan
pemerintah dan tertutup bagi tafsiran lain. Demokratisasi akhirnya tidak
berjalan, dan pelanggaran HAM terjadi dimana-mana yang dilakukan oleh
aparat pemerintah atau negara.

Pancasila selama Orde Baru diarahkan menjadi ideologi yang hanya


menguntungkan satu golongan, yaitu loyalitas tunggal pada pemerintah dan
demi persatuan dan kesatuan hak-hak demokrasi dikekang.Sedangkan pada
era reformasieksistensi Pancasila sejauh ini masih banyak dimaknai sebagai
konsepsi politik yang substansinya belum mampu diwujudkan secara riil.
Reformasi belum berlansung dengan baik karena Pancasilabelum di fungsikan
secara maksimal sebagaimana mestinya.Banyak masyarakat yang hafal butir-
butir Pancasila, tetapi belum memahami makna sesungguhnya.

Berbagai perubahan dilakukan untuk memperbaiki sendi-sendi


kehidupan berbangsa dan bernegara di bawah payung ideologi
Pancasila .Namun faktanya masih banyak masalah sosial-ekonomi yang belum
terjawab. Eksistensi dan peranan Pancasila dalam reformasi pun
dipertanyakan. Meskipun negara ini masih menjaga suatu konsensus dengan
menyatakan Pancasila sebagai ideologi bangsa.Namun secara faktual,
agaknya kita harus mempertanyakannya kembali. Karena saat ini debat tentang
masih relevan atau tidaknya Pancasila dijadikan ideologi masih kerap terjadi.
Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan menuntun
masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan
masyarakat terkesan masa bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai
pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di era reformasi ini ada
gejala Pancasila ikut “terdeskreditkan” sebagai bagian dari pengalaman masa
lalu yang buruk. Pancasila ikut disalahkan dan menjadi sebab
kehancuran.Orang gamang untuk berbicara Pancasila dan merasa tidak perlu
untuk membicarakannya.
Ketua Umum Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Indonesia M Danial
Nafis pada penutupan Kongres I GMPI di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta,
Senin, 3 Maret 2008 bahwa kaum muda yang diharapkan menjadi penerus
kepemimpinan bangsa ternyata abai dengan Pancasila. Pernyataan ini
didasarkan pada hasil survey yang dilakukan oleh aktivis gerakan nasionalis
tersebut pada 2006 bahwa sebanyak 80 persen mahasiswa memilih syariah
sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Sebanyak 15,5 persen
responden memilih aliran sosialisme dengan berbagai varian sebagai acuan
hidup dan hanya 4,5 persen responden yang masih memandang Pancasila
tetap layak sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara.

Eksistensi Pancasila di era reformasi ini mestinya menjadi dasar, acuan


atau paradigma baru.Pancasila adalah dasar negara yang sesuai dengan
pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam UUD 1945.Tetapi sekarang
bangsa ini sering mengenyampingkan Pancasila. Padahal reformasi yang benar
justru melaksanakan atau mengamalkan Pancasila untuk kehidupan
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Mungkin Rezim Reformasi
mempunyai cara sendiri mempraktikkan Pancasila. Rezim ini tidak ingin dinilai
melakukan indoktrinasi Pancasila dan tidak ingin menjadi seperti dua rezim
sebelumnya yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi kekuasaan.

Sesungguhnya jika dikatakan bahwa rezim sekarang alergi terhadap


Pancasila tidak sepenuhnya benar. Pernyataan tegas dari negara mengenai
Pancasila menurut penulis dewasa ini adalah dikeluarkannya ketetapan MPR
No XVIII/ MPR /1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No II / MPR /
1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka
Prasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai
dasar Negara. Pada pasal 1 Ketetapan tersebut dinyatakan bahwa Pancasila
sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945
adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus
dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Dokumen
kenegaraan lainnya adalah Peraturan Presiden No 7 tahun 2005 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009.
Salah satu kutipan dari dokumen tersebut menyatakan bahwa dalam rangka
Strategi Penataan Kembali Indonesia, bangsa Indonesia ke depan perlu secara
bersama-sama memastikan Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar
1945 tidak lagi diperdebatkan. Untuk memperkuat pernyataan ini, Presiden
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada salah satu bagian pidatonya yang
bertajuk "Menata Kembali Kerangka Kehidupan Bernegara Berdasarkan
Pancasila" dalam rangka 61 tahun hari lahir Pancasila meminta semua pihak
untuk menghentikan perdebatan tentang Pancasila sebagai dasar negara,
karena berdasarkan Tap MPR No XVIII /MPR/1998, telah menetapkan secara
prinsip Pancasila sebagai dasar negara.

Berdasar uraian di atas menunjukkan bahwa di era reformasi ini elemen


masyarakat bangsa tetap menginginkan Pancasila meskipun dalam pemaknaan
yang berbeda dari orde sebelumnya. Demikian pula negara atau rezim yang
berkuasa tetap menempatkan pancasila dalam bangunan negara
Indonesia.Selanjutnya juga keinginan menjalankan Pancasila ini dalam praktek
kehidupan bernegara atau lazim dinyatakan dengan istilah melaksanakan
Pancasila. Justru dengan demikian memunculkan masalah yang menarik yaitu
bagaimana melaksanakan Pancasila itu dalam kehidupan bernegara ini.  

Anda mungkin juga menyukai