Anda di halaman 1dari 13

WAWASAN KEISLAMAN

Disusun oleh :
ICHWANDI AZMIR (201725008)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AL – KAMAL
JAKARTA 2018
IDENTITAS BUKU
Judul Buku : Wawasan Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah
Pengarang : Habib Rizieq Syihab
Penerbit : Suara Islam Press
Tahun Terbit : 2012
Tebal Halaman : 288 Halaman

RESUME BUKU

1. PANCASILA
a. SEJARAH PANCASILA
Pada tanggal 28 Mei 1945, didirikan BPUPKI yang beranggotakan 62 orang
yang dipimpin oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat. Sidang pertama digelar tanggal 29
Mei s/d 1 Juni 1945 yang membahas dasar negara Indonesia. Ir. Soekarno
mengusulkan 5 dasar negara yang disebut Pancasila. Selain Soekarno, M. Yamin dan
Soepomo pun mengusulkan 5 Dasar Negara tanpa menggunakan istilah Pancasila.
Sidang berjalan alot dan BPUPKI terpecah menjadi 2 golongan, yaitu Islam dan
Sekuler. Setelah itu terbentuklan Panitia Sembilan untuk merumuskan bentuk dan
dasar negara Indonesia. Panitia sembilan berhasil merumuskan Piagam Jakarta pada
tanggal 22 Juni 1945 yang menetapkan Lima Dasar Negara, yaitu: 1. Ketuhanan,
dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya 2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan 5. Keadilan
sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Inilah
yang disebut “Pancasila Piagam Jakarta”.
Hasil keputusan ini dibawa kedalam sidang BPUPKI tanggal 10 s/d 16 Juli
1945. Setelah melalui perdebatan sengit, akhirnya BPUPKI secara aklamasi sepakat
Piagam Jakarta sebagai Dasar Negara Indonesia yang akan dideklarasikan saat
kemerdekaan.
b. Pengkhianatan Pancasila
Menurut Bung Hatta, setelah kemerdekaan pada danggal 17 Agustus 1945,
sore harinya beliau didatangi oleh Opsir Kaigun (Admiral Angkatan Laut Jepang)
yang meminta agar Syariat Islam dihapus dalam Dasar Negara dengan alasan Tokoh
Kristen dari Indonesia Timur merasa keberatan. Akhirnya keesokan harinya pada
tanggal 18 Agustus 1945, sidah PPKI dilaksanakan untuk tujuan mengakomodir
“apresiasi tersebut”. Dalam sidang tersebut tidak satupun tokoh Islam dari Panitia
Sembilan yang menghadirinya. Dalam sidang tersebut, terjadi 4 perubahan dalam
Dasar Negara yang salah satunya berubahnya sila pertama menjadi “Ketuhanan Yang
Maha Esa”.
Usul tersebutpun dengan mudahnya “diterima” ,dan dengan demikian
Syariat Islam dihapuskan dari Dasar Negara Indonesia. Ironisnya, Syariat Islam
dihapus dengan dalih meredam kemarahan kalangan Indonesia Timur agar tidak
keluar dari Republik Indonesia, namun faktanya Indonesia Timur masih bergejolak
hingga saat ini.RMS dan OPM tetap menuntut kemerdekaan dan Timor Lestepun
telah keluar dari NKRI.
Penghianatan terhadap Pancasila Piagam Jakarta melahirkan perdebatan
berkepanjangan hingga saat ini. Bahkan mengakibatkan bemberontakan oleh beberapa
pihak, salah satunya adalah GAM yang masih eksis hingga saat ini. Hasilnya
perubahan Pancasila bukan saya tidak bisa meredam pergolakan di Indonesia Timur,
tapi juga melahirkan pemberontakan daei kalangan mayoritas muslim di seluruh
Indonesia. Persatuan NKRI dipertaruhkan hanya untuk memuaskan kaum minoritas
yang tidak jelas loyalitasnya terhadap NKRI.
c. Pemitosan Pancasila
Di Era Orde Baru, terjadi pemitosan Pancasila secara besar-besaran.
Pancasila disakralkan, sehingga tidak boleh dikritik sama sekali. Pada masa ini,
Pancasila dijadikan sebagai ideologi dan filsafat, bahkan dijadikan seperti kitab suci
jan diposisikan sebgai agama. Karenanya, Pancasila dijadikan sumber dari segala
sumber hukum di Indonesia. Pada masa Orde Baru, Pancasila disandingkan dengan
Agama Islam, sehingga beberapa Peraturan Daerah dibatalkan karena bernuansakan
Syariat Islam. Inilah pengkhianatan Orba terhadap Pancasila Dekrit Presiden Tahun
1959 dengan jiwa Piagam Jakarta yang bernuasakan Syariat Islam.
d. Pancasila dan Islam
Dari kisah yang dipaparkan sebelumnya, telah jelas siapa yang menghianati
siapa. Alhamdulillah, hingga saat ini tidak ada satupun golongan umat Islam yang
mengkhianati Konsensus Nasional berupa Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan Pancasila
Dekrit Presiden 5 Juli 1959. DI/TII di zaman Orla tidak berontak terhadap Pancasila ,
tetapi berontak terhadap kaum Sekuler yang telah merubah secara sepihak Kosensus
Nasional yang telah menyepakati Piagam Jakarta sebagai Dasar Negara. Tokoh umat
Islam di jaman Orba tidak membangkang terhadap Pancassila, tetapi membela
Pancasila agar tidak dijadikan mitologi yang menjurus kepada kemusyrikan.

2. Undang-Undang Dasar 1945


Selama ini, banyak tulisan tentang Pancasila maupun UUD 1945 yang
dikait-kaitkan dengan Syariat Islam, namun sayangnya kebanyakan tulisan tersebut
hanya menjadikan Syariat Ismalm sebagai alat “justifikasi” dan “stempel legitimasi” bagi
Pancasila dan UUD 1945, sehingga Nash-Nash Syariat ditarik-tarik dan dipaksakan
untuk membenarkan penafsiran Pancasila dan UUD 1945 sesuai kehendak penguasa.
Padahal harusnya Pancasila dan UUD 1945 harus selalu kita timbang dengan Neraca
Syariat Islam, sehingga jika sesuai harus kita terima, dan jika tidak harus diluruskan.
Pada bab ini akan dipaparkan fakta historis hubungan agama Islam dengan Pancasila dan
UUD 1945.
a. Pancasila dan UUD 1945 Tidak Sakral
Pancasila dan UUD 1945 adalah produk akal manusia, sehingga tidak suci
ataupun sakral. Dengan melalui suatu Konsensus Nasional, baik Pancasila maupun
UUD 1945, setiap saat bisa diubah, bahkan dibuang sama sekali. Fakta sejarah
membuktikan bahwa Pancasila sejak lahirnya hingga kini telah mengalami
perubahan sebanyak tujuh kali. Begitupun UUD 1945 telah mengalami amandemen
sebanyak 4 kali. Dengan demikian tidak ada kesakralan bagi konstitusi buatan
manusia, bahkan tidak boleh disakralkan.

b. Muqaddimah UUD 1945


Isi Muqaddimah UUD 1945 sama dengan isi Muqadimmah Kosensus
Nasional Piagam Jakarta , karena hanya merupakan “salinan”, kecuali ada perubahan
pada sila pertama. Didalam alinea ketiga tertera kalimat “Atas berkat Rahmat Allah
Yang Maha Kuasa. Kalimat ini tidak mungkin bersumber kalau bukan dari orang
yang beragama Islam. Karenanya kalimat ini harus menjadi pendorong utama untuk
mengisi kemerdekaan Indonesia dengan rasa syukur yang sebenarnya, yaitu dengann
menegakkan Hukum Allah SWT.
c. Sila Pertama Pancasila UUD 1945
Sila Pertama yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa” wajib ditafsirkan dengan
ajaran Islam yang paling mendasar yaitu Tauhid Pengesaan Allah SWT, sehingga
menjadi bukti tekad bangsa Indonesia untuk tunduk dan patuh kepada keesaan Allah
SWT.. Karenanya sila pertama ini menjadi IKRAR NEGARA untuk menjalankan
aturan dan hukum Allah SWT sebagai Tuhan YME.
d. Sila Kedua Pancasila UUD 1945
Sila kedua adalah “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”. Islam adalah
agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan HAM. HAM dalam
Islam adalah hak-hak yang diberikan Allah SWT kepada manusia, sehingga HAM
harus seiring denga apa yang ditetapkan oleh Allah SWT, yaitu harus selalu tunduk
dan patuh beribadah kepada Allah SWT. Sila kedua ini tidak boleh ditafsirkan
dengan penafsiran HAM Barat yang memberikan manusia hak sebebas bebasnya.
Dengan demikian, sila kedua ini harus menjadi pintu masuknya Syariat
Islam untuk menjadi Hukum Naional.
e. Sila Ketiga Pancasila UUD 1945
Sila ketiga adalah “Persatuan Indonesia”. Sila ini oleh Bung Karno disebut
sebagai Sila Kebangsaan. Karenanya sila ini harus menjadi pendorong semangat
kepedulian, kebersamaan, gotong royong dan persatuan, sehingga mengikis sikap
egoisme. Sila ketiga juga harus mampu mendorong persaudaraan umat Islam yang
lintas sektoral menjadi mayoritas penduduk negeri, namun juga pada saat yang
bersamaan mampu menjadi Sila Pluralitas yang mendorong semangat toleransi
dalam keragaman dan kemajemukan tanpa mencampuradukan agama.
f. Sila Keempat Pancasila UUD 1945
Sila keempat adalah “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Sila ini menekankan tentang
pentingnya musyawarah dalam memimpin rakyat dan mengelola agama. Sila ini
menjadi bukti autentik dan argumen konstitutif bahwa Indonesia adalah Negara
Musyawarah bukan Negara Demokrasi.
Islam mengajarkan musyawarah mulai dari urusan rumah tangga (Q.S Al-
Baqarah: 233) hingga urusan negara (Q.S Ali-‘Imral:159. Dengan demikian, sila
keempat ini menjadi landasan idiil sekaligus Konstitusionil untuk
mentransformasikan Syariay Islam kedalam perundang-undangan nasional melalui
Musyawarah yang Islami.
g. Sila Kelima Pancasila UUD 1945
Sila kelima adalah “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Sila
ini sila ekonomi kerakyatan yang berkeadilan, sila ini tidak boleh ditafsirkan dengan
Tafsir Ekonomi Kapitalis yang membela hak individual setiap rakyat dengan
membunuh hak sosial rakyat itu sendiri. Sila ini harus ditafsirkan dengan tafsir
ekonomi yang memiliki keseimbangan antara hak individu dan hak sosial. Dan
Tafsir Ekonomi seperti ini hanya dimiliki oleh Tafsir Ekonomi Islam.
h. Undang-Undang Indonesia
Dari sejak masa Orba hingga sekarang, beberapa menteri membatalkan
perundang-undangan yang bersentuhan dengan Syariat Islam, karena dianggap tidak
sesuai dengan Wawasan Nusantara, GBHN dan Pancasila. Mereka juga mengatakan
bahwa aturan itu bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Padahal seharusnya
Kepres itulah yang dibatalkan, karena bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi
yaitu: Pancasila dan UUD 1945 yang dijiwai Piagam Jakarta yang berintikan Syariat
Islam.
3. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
a. Kontribusi Umat Islam Untuk NKRI
Kontribusi umat islam untuk NKRI sangat besar, mulain dari sebelum
kemerdekaan hingga saat ini. Jutaan umat Islam telah mengorbankan harta bahkan
jiwanya untuk kemerdekaan NKRI. Berikut ini sekurangnya ada 4 fakta sejarah yang
membuktikan itu semua.
Pertama, jauh sebelum kedatangan Belanda, di Nusantara telah berdiri
kesultanan-kesultanan Islam. Hampir semua Kesultanan Islam melakukan
perlawanan sengit terhadap nafsu imprealisme Belanda. Para pejuang muslim datang
silih berganti untuk meneriakkan semangat jihad melawan penjajah.
Kedua, saat setelah kemerdekaan Republik Indonesia, tepatnya tanggal 18
Agustus 1945 Piagam Jakarta yang semula disepakati oleh para Founding Father
sebagai Kosensus Negara justru dikhianati dengan dirubahnya sila pertama. Namun
kaum muslim tidak melakukan perlawanan untuk menjaga kemerdekaan yang baru
berumur satu hari.
Ketiga, saat belanda memaksa negara berubah menjadi RIS, M. Natsir,
yang dikenal sebagai pejuag muslim yang ulet dan gigih berhasil mengajukan MOSI
di DPR federal. Berkat MOSI tersebut RIS berubah menjadi NKRI hingga saat ini.
Keempat, saat terjadi pemberontakan DI/TII dan GAM, banyak pejuang
muslim yang menjadi jembatan antara NKRI dan pemberontak.
b. Kedaulatan NKRI
NKRI adalah negara merdeka dan berdaulat, sehingga harus terbebas dari
segala intervensi asing. Siapapun warga Indonesia boleh berfikir untuk reformasi
negeri , bahkan revolusi sekalipun. Negara juga wajib melaukan reformasi, bahkan
revolusi terhadap rezim jahat maaupun sistem yang bobrok. NKRI selalu terbuka
untuk Reformasi maupun Revolusi untuk NKRI yang lebih baik, namum menutup
pintu bagi Teroris yang menebar rasa takut secara masif serta merusak tatanan
keamanan masyarakat, berbangsa dan bernegara. NKRI juga menutup pintu bagi
Separatis yang mau memporak-porandakan tatanan keamanan NKRI.
4. Bhineka Tunggal Ika
a. Indonesia Adalah Negara Majemuk
Indonesia Adalah Negara Majemuk yang menghimpun berbagai agama,
suku, ras, golongan, bahasa, budaya, dan adat istiadat serta aneka strata sosial
maupun ekonomi. Kemajemukan ini harus dijaga hubukan satu sama lain, agar
tidak menjadi penghalang bagi keutuhanpersatuan dan kesatuan NKRI.
b. Pluralitas dan Pluralisme
Pluralitas adalah kebhinekaan, kemajemukan dan keragaman dalam
kehidupan masyarakat yang mencangkup perbedaan agama, suku, ras, golongan,
bahasa, budaya, dan adat istiadat serta aneka strata sosial maupun ekonomi.
Pluralisme adalah suatu “isme” yang mengajarkan bahwa semua agama
sama dan benar, sehingga tidak boleh ada peganut suatu agama yang mengklaim
hanya agamanya saja yang benar. Konsep pluralisme sangan bertentangan dengan
ajaran Islam, karena Islam secara tegas menyatakan dalam ajarannya bahwa
agama yang berada disisi Allah SWT adalah Islam (Q.S Ali-‘Imran:19).
Setiap orang bebas meyakini kebenaran agama yang dianutnya dan bebas
menolak kebenaran agama yang lain yang tidak dianutnya. Dengan demikian
Bhineka Tunggal Ika mesti dimaknai sebagai pluralitas, bukan Pluralisme.
Bhineka Tunggal Ika adalah kebebasan dalam beragama dan keindahan dalam
kemajemukan yang merupakan keniscayaan.
c. Islam dan Perbedaan
Islam sangat menghargai dan menghotmati perbedaan agama, apalagi
perbedaan mazhab dalam Islam. Sekurangnya terdapat “Lima PilarToleransi”
yang diperkenalkan dalam Islam.
 Pertama, tidak boleh ada pencampuradukan agama (Q.S Al-Kafirun: 1-6)
 Kedua, tidak ada paksaan dalam beragama (Q.S Al-Baqarah: 256)
 Ketiga, tidak ada larangan dalam Islam untuk berbuat baik terhadap umat
agama lain selama mereka tidak mengganggu Islam (Q.S Al-Mumtahanah: 8)
 Keempat, Allah SWT memerintahkan penegakan keadilan untuk semua
manusia (Q.S An-Nissa:58, Q.S An-Nahl: 90 dan Q.S Al-Hujuraat: 9)
 Kelima, Islam adalah agama rahmat untuk semesta alam (Q.S Al-Anbiya:
107).
5. Musyawarah Mufakat
Sejak Indonesia Merdeka, tidak ada deklarasi konstitutif yang menyatakan
Indonesia adalah “Negara Demokrasi”. Justru dalam Pancasila yang menjadi
Landasan Idiil Idiil NKRI ada deklarasi Konstitutif bahwa Indonesia adalah “Negara
Musyawarah”, yaitu tercantum dalam sila keempat.
Hanya saja, di kemudian hari, mulai ramai kampanye yang
mempropagandakan Indonesia sebagai negara Demokrasi. Sebenarnya hal ini adalah
bentuk pengkhianatan terhadap Konstitusi RI, namun banyak yang tidak
menyadarinya.
a. Musyawarah dan Demokrasi
Musyawarah dan Demokrasi mempunya perbedaan yang sangat prinsip dan
mendasar serta fundamental, sehingga antara keduanya tidak bisa dan tidak boleh
disamakan. Musyawarah merrupakan bagian dari ajaran Islam , sedangkan
Demokrasi merupakan ajaran Barat yang jauh sekali dari ajaran Islam.
Sekurangnya ada lima perbedaan antara Musyawarah dan Demokrasi.
Pertama, Musyawarah merasal dari wakyu Ilahi, sedangkan Demokrasi
berasal dari akal Insani.
Kedua, Musyawarah hanya boleh membenarkan yang benar dan
menyalahkan yang salah sesuai aturan Syariat Islam, sedangkan Demokrasi bisa
menyalahkan yang benar dan membenarkan yang salah tergantung banyaknya
suara.
Ketiga, standar kebenaran dalam musyawarah adalah akal sehat dan syariat,
sedangkat kebenaran demokrasi bergantung pada voting.
Keempat, musywarah membedakan antara sibaik dan siburuk, sedangkan
demokrasi menyamarkan antara sibaik dan siburuk.
Kelima, musyawarah memberi peluang antara si kaya dan si miskin,
sedangkan demokrasi memberi peluang si kaya untuk membeli suara dari si
miskin.

b. Musyawarah dalam Islam


Islam hanya membolehkan musyawarah dalam masalah-masalah yang
belum diatur dalam Al-Quran dan As-Sunnah serta Al-Ijma’, dengan tetap
mengikuti kaidah-kaidah baku dalam pembentuka hukum syar’i. Masalah-
masalah yang sudah jelas aturan hukumnya dalam Syariat Islam tidak boleh
dijadikan objek musyawarah untuk diterima ataupun ditolak. Semua aturan yang
sudah jelas dalam Islam wajib diterima tanpa musyawaah.
c. Indonesia dan Musyawarah
Sejak Indonesia merdeka, tidak ada deklarasi konstitutif yang menyatakan
bahwa Indonesia adalah “Negara Demokrasi”. Bahkan Sila Keempat dalam
Pancasila menjadi Landasan Idiil dan Konstutisional, sekaligus merupakan
deklarasi konstitutif yang menyatakan bahwa Indonesia adalah “Negara
Musyawarah”.
6. Indonesia Negara Musyawarah
a. Piagam Madinah
Salah satu hasil Musyawarah terbesar sepanjang sejarah Rasulullah SAW
adalah Piagam Madinah, yaitu hasil kesepakatan masyarakat Madinah dari
berbagai etnis, budaya, dan agama dalam kehidupan bernegara di Madinah.
Piagam Madinah menjadi rujukan pending bagi para peneliti dari zaman ke
zaman untuk kajian tentang Sistem Negara Islam dan aturan hubungan antar umat
beragama.
Inti dari Piagam Madinah adalah pemberian kebebasan kepada umat
beragama di Madinah untuk menjalankan ajaran agamanya masing-masing dan
memberi jaminan perlindungan keamanan harta benda maupun jiwa raga bagi
semua pihak yang telah bersepakat dalam Piagam Madinah.
b. Piagam Jakarta
Menjelang Kemrdekaan Indonesia, para Founding Father duduk bersama
dalam BPUPKI menggelar musyawarah untuk merumuskan Dasar Negara. Dan
pada tanggal 22 Juni 1945 tercapailah mufakat dan lahirlah Piagam Jakarta
sebagai Kosensus Nasional yang menyatukan seluruh komponen bangsa. Piagan
Jakarta berisikan lima Dasar Negara, yaitu:
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia
Inilah Pancasila Piagam Jakarta yang merupakan Pancasila paling asli, orisinil,
dan otentik.
c. Mabuk Demokrasi
Propaganda Demokrasi yang dilakukan secara besar-besaran oleh Negara-
Negara Barat telah membuat masyarakat di berbagai negara “Mabuk Demokrasi”,
termasuk Indonesia. Kini setiap orang berlomba-lomba agar dirinya disebut
sebagai Demokrat, dan bangga sekali jika sikapnya disebut Demokratis. Para
pemuja Demokrasi dari kalangan Liberal menganggap bahwa sistem Demokrasi
adalah sistem terbaik dan paling ideal untuk manusia modern.
Kaum Liberal sejak kelahirannya merupakan budak Demokrasi yang paling
setia, sehingga upaya apa saja siap mereka lakukan untuk menginternasionalkan
Demokrasi ke seluruh dunia. Mereka siap menghantam sistem apa saja termasuk
Sistem Islam. Sistem Islam dalam pandangan pemuja Demokrasi merupakan
tantangan terbesar, sekaligus ancaman terberat bagi sistem Demokrasi. Hal ini
disebabkan karena dua faktor utama, yaitu
Pertama, sistem Islam merupakan kewajiban agama, sehingga umat Islam
tidak punya alasan untuk berpaling ke sistem lainnya, termasuk Demokrasi.
Kedua, sistem Islam telah membuktikan diri sebagai sistem terbaik yang
adil, jujur dan amanah serta berhasil mengantarkan umat Islam menjadi umat
terbaik.

d. Implikasi Sistem
Penegasan bahwa Indonesia adalah Negara Musyawarah bukan Negara
Demokrasi merupakan persoalan yang sangat seriusdan mendasar, karena memiliki
implikasi hukum dalam bermua’amalah dengan sistem tersebut. Jika Indonesia
disebut sebagai Negara Demokrasi berarti semua umat Islam Indonesia sedang
berada dalam “kubangan” Dosa Besar, karena Sistem Demokrasi adalah sistem
kafir yang bertentangan dengan ajaran Islam. Akibatnya umat Islam akan
berhadapan dengan suatu situasi yang dilematis. Situasi yang dilematis tersebut
telang melahirkan perselisihan antar umat Islam di Indonesia. Ada yang
mengharamkan secara mutlak, ada yang membolehkan dengan syarat hanya
sebagai “tunggangan” Sistem Demokrasi untuk kemaslahatan umat, dan ada yang
membolehkan secara mutlak bahwa Sistem Demokrasi sesuai dengan Sistem
Musyawarah dalam Islam.
Sebaliknya jika Indonesia dikatakan sebagai Negara Musyawarah, maka
koridor kenegaraan Indonesia sudah benar, hanya tinggal diisi dengan pelaksanaan
Syariat Islam secara “Kaffah”. Dalam Negara Musyawarah, umat Islam dengan
leluasa bisa melakukan kegiatan kenegaraan dari berbagai bidang. Selama tidak
bertentangan dengan Syariat Islam.

PENDAPAT DAN ARGUMEN

Dalam Isi dari buku “Wawasan Keislaman Menuju NKRI Bersyariah”


penulis menjelaskan konsep-konsep dasar negara mulai dari Pancasila, UUD 1945 dan
Bhineka Tunggal Ika.
1. Pancasila
Penulis memaparkan konsep-konsep Pancasila mulai dari sejarah hingga
penyelewengannya. Menurutnya terdapat pengkhianatan-pengkhianatan dari sejumlah
pihak yang mengganti Pancasila Piagam Jakarta menjadi Pancasila yang kita kenal
sampai saat ini. Perubahan sila pertama membuat kejolak dari berbagai kalangan
khususnya Umat Islam nusantara. Penurut penulis juga Pancasila harus ditafsirkan sesuai
Syariat Islam karena Pancasila sendiri adalah buah pikir dari ajaran Islam.
2. Undang-Undang Dasar 1945
Menurut Penulis penerapan UUD 1945 harus sejalan dengan Syariat Islam.
Jika penerapan UUD 1945 sesuai dengan Syariat Islam, maka tidak akan terjadi
penolakan dari Gerakan Islam. Tetapi jika sebaliknya, gerakan Islam hwajib meluruskan
peraturan tersebut dan UUD 1945 harus diamandemen. Menurut penulis, gerakan
tersebut sudah sesuai dengan Landasan Idiil dan Landasan Konstitusional negara
Indonesia, yaitu Pancasila dan UUD 1945.
3. Bhineka Tunggal Ika
Bhineka Tunggal Ika di indonesia didasarkan pada Pluralitas, bukan
Pluralisme, karena negara Indonesia didasarkan pada perbedaan ras, agama, budaya, dll.
Dan setiap warganya berhak memeluk agamanya dan meyakini bahwa agamanyalah
yang paling benar, karena hal tersebut adalah dasar dari seseorang beragama.

4. NKRI Negara Musyawarah


Menurut Penulis, NKRI sebenarnya adalah Negara Musyawarah,bukan
Negara Demokrasi. Dan perubahan negara dari Negara Musyawarah menjadi Negara
Demokrasi adalah bentuk pengkhianatan terhadap konstitusi dan harus diluluskan.
Sesuai dengan yang telah dipaparkan penulis, menurut saya kebebasan
memeluk agama dan memperjuangkan agamanya adalah sah karena dilidungi oleh konstitusi.
Jika dilihat dari sejarah dan telah dipaparkan oleh penulis, benar adanya jika kemerdekaan
Indonesia adalah buah dari banyak pejuang-pejuang muslim, maka wajar jika negara dengan
mayoritas umat muslim menginginkan agar aturan agamanya ditegakkan. Karena setiap umat
beragama wajib menjalankan aturan agamanya masing-maasing. Pengkultusan konstitusi
menjadi sakral adalah tindakan yang salah, karena konstitusi Pancasila adalah buah pikir
manusia yang kemungkinan salah. Oleh karena itu wawaj jika ada masyarakay yang
menginginkan perubahan jika dianggap ada yang salah dengan konstitusi, karena pada
hakekatnya, Pancasila dan UUD 1945 sendiri pun telah mengalami beberapa kali perubahan.
DAFTAR PUSTAKA
Syhab Habib Rizieq.2012.Wawasan Kebangsaan Menuju NKRI
Bersyariah.Jakarta:Suara Islam Press

Anda mungkin juga menyukai