BUKAN
Untuk MENINDAS
Hak KONSTITUSIONAL
Umat Islam
Bagi bangsa indonesia kedudukan pancasila sangat penting. Pancsila adalah dasar negara ini.
Kelima silanya merupakan rumus berfikir dan bersikap rakyat diindonesia.
Pada dasarnya mayoritas muslim di indonesia tidak pernah bertentangan atau menantang
pancasila. Sebab, para penyusun dasar negara ini pun sebagian besar kaum muslim.
Pada 9 juni 2009 lalu, saat berada dikota bandung, saya menemukan sebuah tabloid kristen,
reformata. Reformata lebih berani mengungkapkan aspirasi kaum kristen secara lebih
terbuka. Pada edisi 103/2009 tersebut, tabloid ini mempersoalkan penerapan syariat islam.
Para anggota DPR yang sedang menggodok RUU makanan halal dan RUU zakat dikatakan
akan meruntuhkan pancasila dan menghancurkan negara kesatuan republik indonesia
(NKRI). BAHKAN, tabloid kristen ini menuduh umat islam indonesia sedang berpesta pora
melaksanakan syariat islam di indonesia saat ini.
“Tidak sedikit orang yang melupakan bahwa justru pigam jakartalah yang dengan
tegas-tegas menyebut kelima sila dalam pancasila mendahului pengesahaan UUD
1945 itu sendiri. “ (K.H. Saifuddin Zuhri, tokoh NU)
“pendek kata, inilah kompromis yang sebaik-baiknya. “ (Ir. Soekarno)
Pada tanggal 9 maret 1981, K.H. Saifuddin zuhri, seorang tokoh nahdlatul ulama
(NA) yang pernah memegang jabatan menteri agama RI, menulis sebuah makalah
berjudul “menghilangkan prasangka terhadap piagam jakarta”. Tujuannya untuk
menghilangkan prasangka. Mungkin akan berhasil, tetapi juga mungkin tidak berhasil.
Tapi saya berusaha, telah berikhitiar. Tentang piagam jakarta dan pancasila, khai
kelahiran banyumas 1 oktober 1919 ini mengingatkan,”tidak sedikit orang yang
melupakan bahwa justru pigam jakartalah yang dengan tegas-tegas menyebut kelima
sila dalam pancasila mendahului pengesahaan UUD 1945 itu sendiri”. Bangsa
indonesia yang beragama islam dapat melaksanakan pancasila tanpa melepaskan
syariat islam. Sebab itu tegasnya: tidaklah balasan prasangka terhadap umat islam
dikarenakan oleh piagam jakarta, justru sejarah islam terhadap negara dn bangsa.
Umat islam hanya mengharapkan semoga islam memperoleh respons toleransi dari
pihak lain jika kalau umat islam menggunakan hak-hak mereka melalui pasal 29 UUD
1945 di dalam melaksanakan syarian islam secara komplit dan legal.
Ketika MPR-RI sedang mendiskusikan amandemen UUD 1945, harian kompas ,
menurunkan dua buah artikel yang berjudul “ hati-hati mengandemenkan UUD” karya
herman musakabe (mantan gubernur NTT) dan sekitar sila pertama pancasila ole
yonky karman (rohaniwan katolik). Dua artikel ini menunjukkan betapa gigihnya
kalangan nasrani menentang penerapan piagam jakarta-khususnya frase dengan
kewajiban melaksanakan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Pada 14 juli 200, harian kompas juga sudah menurunkan artikel yonky karman
berjudul “wajibkah negara mengontrol kehidupan rohani umat” . intinya adalah
kekhawatiran yonky karman atas munculnya kecenderungan dalam panitia Ad hoc I
badan pekerja (PAH I BP) MPR untuk menetapkan rumusan “ negara mewajibkan
pemeluk agama melaksanakan ajaran agamanya” lebih bahaya lagi, menurut yonky,
adanya keinginan supaya rumusan piagam jakarta dimasukkan dalam amandemen
konstitusi (UUD 1945). Sebagai seorang rohaniwan kristen, yonky melihat adanya
kecenderungan yang muncul pada PAH I, negara perlu mewajibkan pemeluk agama
melaksanakan agamanya. . hal ini bukannya membuat orang makin beriman dan
bertaqwa, intervensi negara dalam kehidupan rohani justru akan menumbuh suburkan
kemunafikan baru dikalangan umat.
Mohammad natsir, yang tahun 2008 ditetapkan sebagai pahlawan nasional RI, natsir
menyebut peristiwa pencoretan tujuh kata piagam jakarta itu sebagai “peristiwa
ultimatum terhadap republik indonesia yang baru sajadiproklamsikan”.
Mengomentarinya ancaman pihak kristen di tahun 1945 itu, natsir menuliskan:
“utusan tersebut tidak untuk mengadakan diskusi tentang persoalannya. Hanya
menyampaikan satu peringatan. Titik! Tak perlu bicara lagi. Terserah apakah pesn itu
diterima atau tidak. Asal tahu apa konsekuensimya. Itu berupa ultimatum. Ultimatum,
bukan saja terhadap warga negara yang beragama islam di indonesia. Tetapi pada
hakekatnya terhadap republik indonesia sendiri yang baru berumur 24 jam itu. Hari 17
agustus adalah hari proklamasi, hari raya kita. Hari raya 18 agustus dalah hari
ultimatum dari umat kristen indonesia bagian timur. Kedua-dua peristiwa itu adalah
peristiwa sejarah. Kalau yang pertama kita rayakan, yang kedua sekurang-kurangnya
jangan dilupakan. Menyambut hari esoknya 18 agustus kita beristighfar. Insyaalah
umat islam akan lupa”.
Tanggal 22 juni biasanya memang dikenang oleh umat islam indonesia sebagai hari
kelahiran piagam jakarta (the jakarta charter). Peristiwa ini memperingati pegesahan
sebuah dokumen penting, yang disebut sebagai “piagam jakarta” sebuah naskah yang
kemudian menjadi kontroversi panjang dalam sejarah perjalanan bangsa indonesia.
Pada tanggal itu, 22 juni 1945 panitia sembilan yang dibentuk oleh badan penyelidik
usaha persiapan kemerdekaan (BPUPKI) yang dikenal juga nama dokuritsu zyunbi
tyoosakai menandatangani rancangan pembukaan undang-undang dasar negara RI
yang berikutnya dikenal sebagai piagam jakarta tersebut.
Kesimbilan orang tersebut sebagai berikut: empat pertama adalah nasionalis sekuler,
empat kedua adalah nasionalis islam, dan terakhir adalah kristen yang juga lebih
cenderung pada kelompok pertama. Pada tanggal 10 juli 1945, dihadapan sidang
BPUPK, soekarno membacakan naskah yang merupakan hasil kerja keras kesembilan
tokoh pendiri tersebut.
“pembukaan: baha sesungguhnya kemerdekan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh
sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, kaeran tidak sesuai dengan
peri kemanusian dan peri keadilan. Itu naskah yang kemudian dikenal dengan nama
piagam jakarta, karena ditandatangani di jakarta. Usai menyampaikan naska kepada
para pimpinan dan anggota BPUPK soekarno mengatakan: “didalam preambule itu
ternyatalah segenap pokok-pokok pikiran yang mengisi dada sebagian besar dari pada
anggota-anggota dokuritsu zyunbi tyosakai”.
Haji agus salim, yang asal minangkabau, membantah pernyataan latuharharu, bahwa
piagam jakarta akan menimbulkan kekacauan di minangkabau. Malah dia
menegaskan: “wajib bagi umat islam menjalankan syariat biarpun tidak ada indonesia
merdeka, biarpun tidak ada hukum dasar indonesia, itu adalah satu hak umat islam
yang dipegangnya, Cuma kalo di pikirkan umat islam menjalankan haknya dalam
persetujuan pikiran dengan segala orang indonesia. Dan kalau kita tidak
membenarkan itu, umat islam akan merasa berkewajiban menjalankan itu.
Piagam jakarta adalah naskah pembukaan (prembule) UUD 1945 yang disiapkan
untuk konstitusi negara indonesia merdeka. Ketika naskh pembukaan itu sudah
disepakati, mak naskah-naskah rinciam pasal-pasal dalam UUD 1945 masih menjadi
persoalan.
Dalam rapat besar BPUPK tanggal 15 juli 1945, soepomo menyampaikan pidato
cukup panjang, diantaranya menegaskan perlunya semua menghormati kesepakatan
yang telah dicapai susah payah tersebut, kata soepomo: “ aliran pokok pikiran yang
ke-5 dalam pembukaan, ialah negara indonesia memperhatikan keistimewaannya,
ialah penduduk yang beragama islam. Dengan terang dikatakan dalam “pembukaan”
kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluknya.
Dalam rapat BPUPK tanggal 16 juli 1945, soekarno kembali tampil sebagai bicara
untuk menengani polemik sebelumnya. Dalam pidatonya yang panjang, soekarno
antara lain menyatakan: dengan terus terang saja, marilah kita sekalian sekarang
menjalankan pengorbanan, saya katakan kepada saudara-saudara sekalian bahwa saya
sejak dibuang di flores, saya belajar sembah yang dan dalam tiap-tiap kali sembah
yang tidak henti-hentinya saya mohon kepada allah swt, supaya allah memberi
petunjuk kepada saya, agar bisa menjadi orang pemimpin yang bisa menunjukkan
jalan kepada bangsa indonesia, marilah kita setujui usul saya itu: terimalah clausule di
dalam undang-undang dasar, bahwa presiden indonesia haruslah orang indonesia asli
yang bergama islam.