Anda di halaman 1dari 2

Nama = Azzah Rotun Nisa

Nim = 4211422005
Matkul = Pendidikan Pancasila
Rombel = Fisika 2A
TUGAS 1
Pembentukan BPUPKI
Sebelum Indonesia memiliki pemerintahan dan wakil rakyat, Indonesia lebih dulu punya Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
BPUPKI dibentuk oleh Jepang pada 29 April 1945. 
Dengan kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik yang semakin terlihat, Perdana Menteri Jepang
Kuniaki Koiso mengumumkan bahwa Indonesia kelak akan dimerdekakan.
Pengumuman yang dikenal dengan nama Janji Koiso itu disampaikan pada 7 September 1944.
Berangkat dari janji itu, Jepang kemudian membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai untuk mempersiapkan kemerdekaan.
BPUPKI resmi dibentuk bertepatan dengan ulang tahun Kaisar Jepang, Kaisar Hirohito. Radjiman
Wedyodiningrat dari golongan nasionalis ditunjuk untuk menjadi ketua BPUPKI.
Perumusan Pancasila
29 Mei-1 Juni 1945 
Dilaksanakan sidang pertama BPUPKI untuk membahas perumusan dasar negara Indonesia.
Dalam narasi sejarah yang diterbitkan di zaman Orde Baru, disebutkan dalam sidang ini, terdapat
tiga tokoh nasional yang menyampaikan gagasan mereka, yaitu Mohammad Yamin, Soepomo, dan
Soekarno.
Namun pengusul Pancasila dalam sidang pertama BPUPK hanya satu orang, yakni Soekarno.
Hal ini ditegaskan oleh Ketua BPUPKI, dr. Radjiman Wediodiningrat dalam kata pengantar buku
Lahirnja Pantjasila (1947) yang memuat pidato Soekarno pada 1 Juni 1945.
Ditegaskan juga oleh Wakil Ketua BPUPKI, RP Soeroso dalam peringatan Hari Lahir Pancasila 1
Juni 1964, juga oleh Bung Hatta dan Panitia Lima, serta segenap anggota BPUPKI.
2-9 Juni 1945 
Untuk melanjutkan pembahasan yang belum tuntas, dilakukan sidang kedua BPUPKI. 
Pada sidang kedua ini kemudian dibentuklah Panitia Sembilan, panitia kecil yang diketuai oleh
Soekarno. 
Tujuan dari Panitia Sembilan sendiri yaitu untuk menampung serta menyelaraskan usulan-usulan
anggota BPUPKI yang telah disampaikan khususnya tentang hubungan negara dan agama.
Anggota BPUPKI terbagi menjadi dua golongan, yaitu nasionalisme yang menghendaki bentuk
negara sekuler.
Kemudian golongan kedua yaitu golongan Islam, menghendaki bentuk negara berdasarkan Syariat
Islam. Dalam sidang tersebut, terjadi perdebatan antara dua golongan. Setelah melalui berbagai
perdebatan, akhirnya dirumuskan naskah yang dikenal sebagai Piagam Jakarta. Piagam Jakarta yang
dimaksudkan sebagai pembuka dalam Undang-undang Dasar 1945, memuat butir-butir yang kelak
menjadi Pancasila.
Piagam Jakarta yang berbunyi:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Persetujuan di antara kedua golongan ini dilakukan oleh Panitia Sembilan yang tercantum dalam
dokumen Rancangan Pembukaan Hukum Dasar. 
Dokumen ini lah yang disebut sebagai Piagam Jakarta. Isi Piagam Jakarta:
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
18 Agustus 1945
Setelah proklamasi kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagai
pengganti BPUPKI, mengadakan rapat untuk mengesahkan dasar negara yang termaktub dalam
Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila. Pengesahan Pancasila sebagai dasar negara terjadi pada
tanggal 18 Agustus 1945. Terdapat beberapa perubahan yang dilakukan oleh PPKI. Perubahan
tersebut karena Laksamana Maeda yang membantu kemerdekaan Indonesia, menyampaikan kepada
Moh Hatta, bahwa rakyat Indonesia bagian Timur yang tidak beragama Islam merasa keberatan
dengan sila pertama.
Laporan tersebut kemudian dibicarakan dan disepakati untuk mengubah rumusannya. Bagian "...
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya," dihapus. Sehingga isi
Pancasila menjadi:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebjaksanan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia  

Anda mungkin juga menyukai