Anda di halaman 1dari 14

NAMA : FELLI LADESRA ZULMI

NIM : 2140142
KELAS : AKSELERASI 2021

Rumusan dan Sistematika Pancasila dalam Sejarah Perkembangan ke Tatanegaraan


Indonesia

Pendahuluan
• Perjalanan Ketatanegaran Indonesia mengalami pasang surut seiring dengan perjalanan
waktu.
• Setelah Indonesia merdeka 17 Agustus 1945, sehari kemudian dimulailah lembaran baru
ketatanegaraan Indonesia yaitu dengan disahkannya UUD 1945 oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
• Sebagai bentuk hukum dasar tertulis, Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sumber
hukum, artinya segala peraturan yang ada dalam ketatanegaraan haruslah bersumber pada
UUD.
• Tetapi sejarah mencatat, bahwa ketatanegaraan Indonesia mengalami dinamisasi seiring
dengan perubahan rumusan dasar negara yang menjadi landasan pijak keberlangsungan
berbangsa dan bernegara.

SEJARAH PANCASILA
• Masa Kerajaan
Sejarah Indonesia selalu menyebut ada dua kerajaan yang melambangkan kemegahan dan
kejayaan Indonesia masa purba yaitu Sriwijaya dan Majapahit selain kerajaan Kutai yang
pertama di Indonesia dan kerajaan-kerajaan sebelum Majapahit di tanah jawa.
• Masa Penjajahan dan Perlawanan terhadap Penjajahan
Pada mulanya para imperialis hanya ingin mencari bahan mentah untuk industri. Namun,
imperialisme ini akhirnya menimbulkan “Politik Penghisapan” daerah jajahan sehingga
menimbulkan pemberontakan penduduk pribumi.
• Kebangkitan Nasional
Perkembangan pendidikan di Indonesia akibat dari politik etis telah menyebabkan perubahan
besar bagi bangsa Indonesia dan mengarah kepada kesadaran nasional dan di tandai dengan
berdirinya Budi Utomo dan PNI.
• Sumpah Pemuda
Kongres pemuda 28 Oktober 1928, Satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa.
• Penjajahan Jepang
Jepang mengambil alih kedudukan Belanda (KNIL), dan memulai propaganda 3A.

Pembentukan BPUPKI
• Tanggal 1 Maret 1945, ‘Kumakici Harada’ mengumumkan dibentuknya BPUPKI
(Dokuritsu Zyunbi Tyoshakai).
• Pada tanggal 29 April 1945 anggota BPUPKI dipilih. Anggota BPUPKI beranggotakan 63
orang, dengan ketua Dr. Rajiman Wedyodiningrat dan wakil ketua Icibangase dari Negara
Jepang dan sekretarisnya, R.P. Soeroso.
• Anggota BPUPKI setelah itu ditambahkan 7 orang. Anggota BPUPKI resmi diumukan
pada tanggal 28 Mei 1945 dan upacaranya dilaksanakan di Gedung Cuo Sangi In di
Pejambon Jakarta.

Sidang BPUPKI
• Sidang Pertama Tanggal 28 Mei – 01 Juni 1945 (Pidato M. Yamin, Soepomo dan Soekarno
tentang Dasar Negara)
• Sidang Kedua Tanggal 10 – 16 Juli 1945
1. 10 Juli 1945 Panitia Kecil BPUPKI berhasil merumuskan dasar negara dan membahas
perumusan UUD 45
2. 11 Juli 1945 Panitia perancang UUD sepakat menjadikan Piagam Jakarta sebagai
Pembukaan UUD 45.
3. 14 Juli 1945, Panitia Kecil BPUPKI, dipimpin Supomo melaporkan hasil Panitia Perancang
UUD yang terdiri dari pernyataan kemerdekaan, pembukaan UUD, dan batang tubuh.

Pidato Perumus Dasar Negara


Pendapat-Pendapat yang Disampaikan
1. Prof. Moh. Yamin SH. (29 Mei 1945)
Secara Lisan :
1. Peri kebangsaan
2. Peri kemanusiaan
3. Peri ketuhanan
4. Peri kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Secara Tulisan :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerayatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusayawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

2. Prof. Mr. Dr. Soepomo SH. (31 Mei 1945)


1. Paham negara kesatuan
2. Perhubungan negara dengan agama
3. Sistem badan permusyawaratan
4. Sosialisasi negara
5. Hubungan antarbangsa

Yang berbunyi:
1. Persatuan Indonesia
2. Ketuhanan Yang Maha Esa
3. Kerakyatan yang berdasarkan permusyawaratan perwakilan
4. Pemerataan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
5. Kemakmuran Indonesia dalam ikatan Asia Timur Raya
3. Ir. Soekarno ( 1 Juni 1945 )
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau peri kemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan

Kelima pendapat ini diberinya nama ‘Pancasila’, maka tanggal 1 Juni 1945 ini diperingati
sebagai hari lahirnya pancasila.
Rumusan Versi Piagam Djakarta (Jakarta Charter),
(22-6-1945)
1. Ketoehanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari'at Islam bagi pemeloek-pemeloeknja*
2. Kemanoesiaan jang adil dan beradab
3. Persatoean Indonesia
4. Kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat, kebidjaksanaan dalam
permoesjarawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seloeroeh Rakjat Indonesia.

Pembentukan PPKI
Pada tanggal 9 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan oleh Jepang. Kemudian Jepang
membentuk PPKI (Dokuritsu Zyunbi Iinkai) oleh Jendral Terauchi untuk melanjutkan hasil
kerja BPUPKI. PPKI dibentuk dengan beranggotakan 21 orang yang setelah itu ditambahkan
6 orang anggota lagi dan diketuai oleh Ir. Soekarno.
Tugas PPKI pada awalnya adalah untuk mempersiapkan kemerdekaan yang telah
dijanjikan Jepang pada tanggal 24 Agustus 1945.

Sidang Pertama PPKI


Agar tidak terkesan bahwa PPKI adakah bentukan Jepang, maka Ir. Soekarno
menambahkan 6 anggota baru yang membuat PPKI beranggotakan 27 orang. Sidang PPKI
yang pertama diadakan pada tanggal 18 Agustus 1945 yang membahas tentang penetapan
konstitusi Negara, presiden, wakil presiden dan lembaga-lembaga yang akan membantu
presiden.
Namun, sebelum sidang dimulai, Bung Hatta dan beberapa tokoh Islam mengadakan
pembahasan untuk mencari penyelesaian masalah kalimat ”Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” yang terdapat dalam Jakarta Charter.
Hal ini dilakukan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Hasil Sidang Pertama PPKI:


1. Menetapkan dan mengesahkan UUD 1945
2. Memilih presiden dan wakil presiden (Soekarno dan Moh. Hatta)
3. Membentuk Komite Nasional Indonesia sebagai badan musyawarah darurat.

Undang-Undang Dasar 1945


a. Keputusan PPKI tanggal 18 Agustus 1945.
b. Berita Negara RI II No.7 tanggal 15 Febuari 1946.
Sistematika sebagai berikut:
a. Pembukaan terdiri dari 4 alinea
b. Batang tubuh terbagi dalam 16 bab, 37 pasal, 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan
Tambahan
c. Penjelasan yang meliputi Penjelanan Umum dfan Penjelasan pasal demi pasal
Rumusan Pancasila tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat.
1. Ketuhanan yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Isi konferensi meja bundar


Sebagai berikut;
• Indonesia menjadi negara federal dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS),
• Hutang bekas pemerintah Hindia Belanda ditanggung oleh RIS,
• RIS dan Kerajaan Belanda bergabung yang merupakan uni Indonesia-Belanda di bawah
Ratu Belanda sebagai kepala uni,
• Pengakuan kedaulatan dilaksanakan akhir tahun 1949,
• Penyerahan Irian Barat diserahkan satu tahun setelah KMB.
Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949
a. Kepres No. 48 tahun 1950 tanggal 31 Januari 1950.
b. Sifat berlakunya sementara sesuai pasal 186, yaitu Konstituante bersama-sama pemerintah
selekas-lekasnya menetapkan Konstitusi RIS yang akan menggantikan Konstitusi pertama.
Sistematika sebagai berikut:
a. Mukaddimah terdiri dari 4 alinea
b. Batang Tubuh terdiri dari 6 Bab dan 197 pasal.
Rumusan Pancasila tercantum dalam mukaddimah KRIS 1949 alinea ketiga.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan

Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950


Lahirnya Negara RIS merupakan siasat para pimpinan kita untuk memperoleh pengakuan
kedaulatan dari Belanda. Tetapi cita-cita tetap Negara kesatuan. Untuk mempercepat kembali
ke bentuk Negara kesatuan, dibentuk panitia bersama dengan tugas merancang UUD
sementara.
Sistematika sebagai berikut:
a. Mukadimah terdiri dari 4 alinea
b. Batang Tubuh terdiri dari 6 Bab dan 146 pasal
c. Tidak ada penjelasan.
Rumusan Pancasila tercantum dalam mukaddimah UUDS 1950 alinea keempat.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial
Kembali ke UUD 1945 ( 5 Juli 1959 – Sekarang)
Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga sekarang, UUD 1945 terus berlaku dan di
berlakukan sebagai hukum dasar. Sifatnya masih sebagai UUD sementara. Namun, pada masa
orde baru, konsolidasi kekuasaan lama kelamaan semakin terpusat. Di sisi lain, siklus
kekuasaan mengalami stagnasi yang statis karena pucuk pimpinan pemerintah tidak
mengalami pergantian selama 32 tahun.
Rumusan Pancasila tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat;
1. Ketuhanan yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Akibatnya UUD 1945 mengalami proses sakralisasi yang irasional semasa rezim orde baru.
UUD 1945 tidak diizinkan bersentuhan dengan ide perubahan sama sekali. Padahal, UUD
1945 jelas merupakan UUD yang masih sementara dan belum pernah dipergunakan dan
diterapkan secara sungguh-sungguh.

Kesimpulan
• Pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil menyusun Rancangan Pembukaan UUD 1945 yang
disebut dengan Piagam Jakarta.
• Sistematika dan rumusan Pancasila tidak mengalami perubahan.
• Pancasila merupakan dasar negara dan ideologi bangsa Indonesia.
• Namun pada kenyataannya sekarang ini banyak masyarakat yang lupa akan isi Pancasila
dan tidak tahu bagaimana terjadinya rumusan dan sistematika Pancasila.
• Oleh karena itu, dengan adanya kajian ini diharapkan dapat membantu masyarakat
mengingat kembali isi dari Pancasila dan juga dapat memberi pengetahuan kepada
masyarakat tentang rumusan dan sistematika Pancasila dalam sejarah perkembangan
ketatanegaraan Indonesia.
STUDI KASUS

Omnibus law: Jokowi persilakan penolak UU Cipta Kerja gugat ke MK, setelah
demonstrasi besar di berbagai kota
Menyusul demonstrasi besar yang terjadi di sejumlah daerah menolak
Omnibus Law, Jumat (09/10), Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa
"ketidakpuasan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja" dapat disalurkan
melalui uji materi ke Mahkamah Kontitusi.
Demonstrasi di setidaknya 20 daerah - di sejumlah tempat ada yang berakhir rusuh -
terjadi setelah DPR mengesahkan undang-undang ini pada Senin (05/10).
Rencana mengajukan uji materi ini sudah direncanakan antara lain oleh Koalisi
Masyarakat Sipil Tolak Omnibus Law menjelang UU disahkan DPR.
Di sisi lain, sejumlah organisasi yang turun ke jalan, termasuk buruh dan mahasiswa
menuntut pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah sebelum UU
diterapkan.
"Jika masih ada ketidakpuasan terhadap undang-undang Cipta kerja ini silakan
mengajukan uji materi atau judicial review melalui MK," kata Jokowi.
"Sistem ketatanegaraan kita memang mengatakan seperti itu. Jadi kalau masih ada
yang tidak puas dan menolak silakan diajukan uji materi ke MK," ujarnya setelah
memimpin rapat terbatas secara virtual "tentang undang-undang Cipta kerja
bersama jajaran pemerintah dan para gubernur."
"Saya perlu tegaskan pula Undang-Undang Cipta Kerja ini memerlukan banyak
sekali peraturan pemerintah atau PP dan peraturan presiden atau Perpres. Jadi
setelah ini akan muncul PP dan Perpres yang akan kita selesaikan paling lambat
tiga bulan setelah diundangkan."
"Pemerintah membuka dan mengundang masukan masukan dari masyarakat dan
masih terbuka usulan-usulan dan masukan dari daerah-daerah," tambahnya.
Di sisi lain, Jokowi mengatakan pemerintah yakin melalui UU Cipta kerja ini "jutaan
pekerja dapat memperbaiki kehidupannya".
Jokowi juga menyebut undang-undang ini diperlukan untuk menciptakan lowongan
kerja di tengah pandemi Covid-19.
"Setiap tahun ada sekitar 2,9 juta penduduk usia kerja baru, anak muda yang masuk
ke pasar kerja Sehingga kebutuhan atas lapangan kerja baru sangat sangat
mendesak."
"Apalagi di tengah pandemi terdapat kurang lebih 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta
pekerja terdampak pandemi covid 19 dan sebanyak 87% dari total penduduk
pekerja memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA ke bawah di mana 39%
berpendidikan sekolah dasar sehingga perlu mendorong penciptaan lapangan kerja
baru khususnya di sektor padat karya," katanya.
'Mosi tak percaya terhadap kekuasaan'
Menjelang disahkannya undang-undang ini, Ketua Kongres Aliansi Serikat Buruh
Indonesia (KASBI), Nining Elitos, mengatakan buruh melakukan demonstrasi -
dengan salah satu titik di depan Gedung DPR, Jakarta - untuk menyuarakan apa
yang disebutnya sebagai "mosi tidak percaya terhadap kekuasaan".
"Kami akan berusaha berjuang sekuat-kuatnya bagaimana mendesak agar terjadi
pembatalan terhadap Omnibus Law. Pengalaman kami dulu, beberapa kali,
misalkan pemerintah ingin melahirkan suatu regulasi, ketika ini bertentangan
dengan prinsip dan asas konstitusi dan Pancasila, sekuat mungkin harus
diperjuangkan.
"Tidak boleh dibiarkan dan pasrah dalam keadaan yang semakin tidak baik," katanya
pada wartawan BBC News Indonesia Callistasia Wijaya.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengatakan aksi
"mogok massal" akan diikuti buruh-buruh lintas sektor, seperti industi kimia,
energi, dan pertambangan di Jabodetabek serta kota-kota lain di Jawa Barat, Jawa
Timur, dan Yogyakarta.
Sejumlah kelompok buruh dan organisasi masyarakat sebelumnya berulang kali
mengkritik proses pembahasan Omnibus Law, yang mereka sebut "tak
transparan".
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, misalnya, mempertanyakan juga
proses pembahasan RUU Cipta Kerja yang disebut lembaga itu "terburu-buru".
'Penolakan sah dalam demokrasi'
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Donny Gahral Adian, menanggapi
penolakan sejumlah pihak atas disahkannya RUU itu, termasuk mengenai mosi
tidak percaya yang disebutnya "sah di alam demokrasi".
"Ruang beda pendapat terbuka, tapi ada mekanisme konstitusional untuk mengajukan
keberatan yaitu melalui mekanisme judicial review [ke Mahkamah Konstitusi],"
katanya.
Terkait mosi tidak percaya, ia mengatakan itu tak tepat dilayangkan ke pemerintah.
"Perlu dicatat bahwa ini adalah produk bersama antara DPR dan pemerintah. DPR itu
representasi kekuatan politik yang ada sekarang. Artinya, tak tepat jika mosi tidak
percaya diajukan ke pemerintah karena lembaga yang buat UU adalah DPR,
meski pemerintah turut andil merumuskannya," ujarnya.
Ia mengatakan pemerintah juga tak bisa melarang demonstrasi, tapi menyarankan
pihak yang menolak untuk mempertimbangkan keadaan pandemi Covid-19.
Di sisi lain, Polri telah mengeluarkan telegram yang berisi arahan untuk pencegahan
mogok massal dan demonstrasi buruh terkait Omnibus Law karena alasan
pandemi Covid-19.
Bakal 'digugat' ke Mahkamah Konstitusi
Sebelum disahkannya UU Cipta Kerja ini, kelompok-kelompok buruh dan sejumlah
organisasi masyarakat belum satu kata mengenai uji materi undang-undang ke
MK.
Ketua KASBI, Nining Elitos, mengatakan belum berpikir melakukannya.
Sementara itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi dari Universitas Andalas, Feri
Amsar—yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Omnibus Law—
mengatakan pihaknya siap membawa RUU Cipta Kerja untuk diuji ke
Mahakamah Konstitusi (MK) jika disahkan oleh DPR dan pemerintah.
Kepada wartawan Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia,
Minggu (04/10), Feri menyebut pengajuan ke MK sebagai "cara yang paling
formal dalam mempermasalahkan undang-undang".
Sejauh pengamatannya, Rancangan Undang-undang Cipta Kerja memuat beberapa
persoalan selain ketenagakerjaan, yakni pengabaian terhadap lingkungan hidup
demi mendatangkan investor dan pengabaian atas prosedur pembentukan undang-
undang.
Pun dalam pembentukannya, menurut Feri, cacat formil lantaran tidak melibatkan
partisipasi publik yang lebih luas.
"Omnibus Law ini tidak dikenal di UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan. Jadi untuk merevisi undang-undang tidak
menggunakan model penggabungan. Yang ada revisi untuk satu undang-undang
terhadap satu undang-undang tertentu," sambungnya.
"Sekarang ada 79 undang-undang direvisi menjadi satu undang-undang."
Manfaatkan ruang dialog
Triyono, peneliti ketenagakerjaan Pusat Penelitian Kependudukan di Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan ruang dialog harus terus diupayakan
pihak buruh dan pemerintah, sebelum mengambil langkah judicial review.
"Kalau ruang dialog saya kira harus masih dibuka. Jalan tengah dengan mogok dan
sebagainya... Mogok itu kan hak buruh ya, tapi saya lihat dalam kondisi pandemi
kayak gini dan kondisi ekonomi bisa dikatakan resesi, saya kira bukan salah satu
jalan terbaik.
"Yang terbaik lagi-lagi bagaimana bisa mengkomunikasikan ini dengan ruang-ruang
dialog yang sudah ada," ujarnya.
Triyono mengatakan hal itu misalnya bisa dilakukan kedua pihak dengan berdialog
mengenai petunjuk pelaksana undang-undang itu.
Jika hal itu tak bisa dilakukan, ia menyarankan buruh menempuh mekanisme judicial
review.
Disahkan meski ditolak sejumlah pihak
Rapat paripurna DPR akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU)
Omnibus Law Cipta Kerja pada Senin (05/10) sore, walaupun terus mendapat
penolakan dari berbagai kelompok buruh dan sejumlah pihak lainnya.
Tujuh fraksi menyetujui pengesahan RUU Cipta Kerja, dan beberapa di antaranya
menerima dengan catatan, sementara dua fraksi yaitu Partai Demokrat dan Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) menolaknya.
Usai pembacaan pendapat fraksi-fraksi, sejumlah politikus Partai Demokrat
melakukan interupsi sebelum akhirnya melakukan aksi "walk out" atau
meninggalkan ruangan.
Keputusan pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini digelar setelah Badan
Musyawarah DPR pada Senin siang menyetujui untuk disahkan pada rapat
paripurna. Sejumlah kalangan menilai pengesahan RUU yang kontroversial ini
"dikebut".
Sebelumnya, pembahasan RUU Cipta Kerja telah diselesaikan Badan Legislasi DPR
dan pemerintah pada Sabtu (3/10/2020) malam.
Bagaimana sikap fraksi-fraksi?
Dalam sambutannya, Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas
mengatakan, tujuh fraksi di DPR menerima hasil panitia kerja dan menyetujui
agar RUU Omnibus Law disahkan.
Dia mengklaim pembahasan RUU tersebut "dapat diakses publik" karena disiarkan
langsung oleh TV parlemen.
Dalam pandangannya, perwakilan Fraksi PDI-P Andreas Eddy Susetyo menyatakan
pihaknya menyetujui pengesahan RUU Omnibus Law. Sikap senada juga
ditunjukkan Fraksi Golkar, Nurul Arifin, mendukung pengesahan RUU tersebut.
Diberi kesempatan, juru bicara Fraksi Gerindra Heri Gunawan menyatakan
keberadaan RUU ini penting untuk penciptaan lapangan kerja. Pihaknya
mengklaim sudah menyuarakan dan mengakomodasi kepentingan kelompok
buruh dalam RUU tersebut.
Taufik Basari, juru bicara Fraksi Nasdem, menyatakan pihaknya mendukung
pengesahan RUU yang disebutnya dapat "memudahkan berusaha dan perizinan"
sehingga dapat menciptakan lapangan kerja.
Diakuinya ada penolakan atas RUU ini, dan Taufik mengklaim pihaknya sudah
menerima dan mengakomodir sebagian masukan dari masyarakat. Dia mengklaim
ada beberapa perbaikan setelah ada masukan dari masyarakat.
Adapun juru bicara Fraksi PKB Abdul Wahid menyatakan dapat menerima dan
menyetujui RUU Omnibus Law menjadi UU dengan "banyak catatan" tanpa
menjelaskan detilnya.
Melalui juru bicaranya, Ahmad Baedowi, Fraksi PPP menyatakan pihaknya
menerima RUU tersebut, apalagi setelah ada perbaikan terhadap sejumlah klaster,
diantaranya masalah ketenagakerjaan.
Dia mengklaim sudah berusaha menjembatani antara kepentingan tenaga kerja dan
dunia usaha, dengan memasukkan sejumlah usulan, diantaranya jaminan
kehilangan pekerjaan.
'Terlalu kapitalistik dan neoliberalistik'
Sementara, Fraksi Partai Demokrat melalui juru bicaranya Marwan Cik Hasan
menyatakan pihaknya menolak pengesahan RUU Cipta Kerja, karena "hak kaum
pekerja dipinggirkan".
Dia juga menilai keberadaan RUU ini "terlalu kapitalistik dan neoliberalistik".
Marwan juga mengklaim materi dalam RUU ini "kurang transparan dan kurang
melibatkan pekerja dan civil society."
Senada dengan Fraksi Partai Demokrat, fraksi PKS melalui juru bicara Amin AK
juga menolak RUU Omnibus Law.
Mereka menganggap RUU ini berpotensi adanya "liberalisasi pendidikan" serta
berpotensi pengrusakan lingkungan. Dia juga menyebut RUU ini memberi
kewenangan yang besar kepada pemerintah, tetapi tidak diimbangi oleh aspek
pengawasan.
Sementara fraksi Amanat Nasional, melalui juru bicaranya mengatakan pihaknya
menerima RUU tersebut dengan "catatan".
Ancaman mogok nasional
Ancaman mogok nasional sudah dicetuskan sejak Minggu (04/10), saat DPR masih
mencanangkan untuk mengesahkan RUU Cipta Kerja itu pada tanggal 8 Oktober.
Saat itu, Ketua KASBI, Nining Elitos, mendesak DPR dan pemerintah membatalkan
pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja pada Rapat Paripurna.
Ini karena di dalam RUU tersebut, ada setidaknya tujuh poin menyangkut
ketenagakerjaan merugikan kelompok buruh, seperti skema pesangon kepada
pekerja yang di-PHK diubah dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan.
Hal lain mengenai terancam dihapusnya skema Upah Minimum Sektoral di tingkat
kabupaten atau kota.
Kata Nining, jika desakan pembatalan itu tidak dilakukan, ratusan ribu orang yang
terdiri dari buruh, petani, dan mahasiswa akan menggelar demonstrasi serentak di
depan gedung DPR/DPRD dan pemerintah daerah di 30 kota.
"Mau tidak mau di masa pandemi, di mana rakyat khawatir tentang persoalan
keselamatan kesehatan, tapi kita dipaksa turun ke jalan. Dipaksa harus melawan
karena tidak ada iktikad baik pemerintah dan DPR peduli akan nasib rakyat.
"Kaum buruh dan masyarakat banyak kehilangan pekerjaan karena PHK. Kita dalam
bahaya," ujar Nining Elitos dalam konferensi pers virtual, Minggu (04/10).
Apa yang terbaru dari RUU Cipta Kerja?
Dalam rapat kerja RUU Cipta Kerja yang berlangsung di DPR pada Sabtu (03/10)
malam sebanyak tujuh fraksi setuju untuk melanjutkan pembahasan beleid
tersebut ke rapat paripurna DPR untuk disahkan menjadi undang-undang.
Tujuh fraksi itu yakni PDI Perjuangan, Gerindra, Golkar, Partai Kebangkitan
Bangsa, Nasdem, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan
menyetujuinya.
Sementara dua partai lain yaitu Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera menyatakan
menolak.
Sekretaris Fraksi PKS yang juga anggota Panitia Kerja RUU Cipta Kerja, Ledia
Hanifa, mengatakan rapat yang berlangsung panjang dan maraton itu masih
menyisakan masalah. Karena itulah, partainya menyatakan menolak RUU itu
untuk disahkan menjadi undang-undang.
"Sebetulnya keberatan kami karena ini menyangkut 79 undang-undang kita harus
pastikan. Kalau buru-buru nanti ada yang terlewat. Karena kan tujuannya mau
mensinkronkan. Pada item utama, iya kita sinkonkan tapi yang bukan item utama
ini saya khawatir luput," ujar Ledia Hanifa kepada Quin Pasaribu yang
melaporkan untuk BBC News Indonesia, Minggu (03/10).
"Karena kita nggak bisa cek satu-satu dengan waktu yang sangat cepat ini,"
sambungnya.
Beberapa poin yang dipermasalahkan PKS, kata Ledia, di antaranya mengenai tidak
adanya pemaksaan terhadap pengusaha yang melakukan usaha di kehutanan untuk
melakukan pelestarian hutan kembali.
"Ini fungsi pelestarian hutan sangat kita khawatirkan dan harusnya tetap ada."
Kemudian terkait pembentukan Lembaga Pengelolaan Investasi (LPI) yang modal
awalnya berasal dari APBN. Sementara pemeriksaan penggunaan keuangannya,
kata Ledia, tidak menyertakan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
"Menurut kami tidak terjadi proses transparansi dan akuntabilitas," tukasnya.
Adapun yang menyangkut ketenagakerjaan, katanya, seperti hak cuti hamil,
melahirkan, menyusui, dan menstruasi untuk pekerja dikembalikan seperti aturan
semula. Begitu pula dengan aturan jam kerja.
Namun demikian, skema pesangon bagi pekerja yang di-PHK diubah oleh
pemerintah. Jika merujuk pada aturan sebelumnya, pesangon diberikan sebanyak
32 kali upah dengan skema 23 kali ditanggung pengusaha dan sembilan kali oleh
pemerintah melalui jaminan BPJS.
Tapi pemerintah menginginkan agar skema itu diturunkan menjadi 25 kali upah
dengan skema 19 kali ditanggung pengusaha dan enam kali oleh pemerintah.
Selanjutnya dalam RUU Cipta Kerja juga membuka peluang dalam kemudahan
mempekerjakan tenaga kerja asing di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan
kawasan industri.
Kemudian, kata Leida, pemberlakuan Upah Minimum Sektoral di tingkat
kabupaten/kota yang terancam hilang.
Ia menjelaskan, penetapan upah minimum hanya berlaku di tingkat provinsi.
Sementara kabupaten/kota bisa diterapkan jika ada persetujuan dari gubernur
dengan hitungan merujuk pada pertumbuhan ekonomi dan inflansi.
"Padahal di beberapa kota/kabupaten nilai upahnya justru lebih besar kan daripada
provinsi?"
Apa kata pemerintah?
Meski masih ada penolakan-penolakan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Airlangga Hartanto, pada Minggu (04/10) menyebut RUU Cipta Kerja akan
dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk pengambilan keputusan dan mendapat
pengesahan.
Ia mengklaim RUU Cipta Kerja akan bermanfaat besar untuk mendorong pemulihan
ekonomi nasional dan membawa Indonesia memasuki era baru perekonomian
global.
"RUU Cipta Kerja akan mendorong reformasi regulasi dan debirokratisasi, sehingga
pelayanan pemerintahan akan lebih efisien, mudah, dan pasti, dengan adanya
penerapan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) dan penggunaan
sistem elektronik", ujar Menko Airlangga dalam siaran pers Minggu (04/10).
Terkait ketenagakerjaan, Airlangga mengklaim RUU ini menjamin adanya kepastian
dalam pemberian pesangon di program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Sedangkan mekanisme PHK, katanya, tetap mengikuti persyaratan yang diatur dalam
UU Ketenagakerjaan dan tidak menghilangkan hak cuti haid dan cuti hamil.
Sementara kepada pengusaha, RUU Cipta Kerja akan memberi manfaat yang
mencakup kemudahan dan kepastian dalam mendapatkan perizinan berusaha.
Pengusaha juga, lanjutnya, akan mendapatkan insentif dan kemudahan baik dalam
bentuk insentif fiskal. Di samping adanya bidang kegiatan usaha yang lebih luas
untuk dapat dimasuki investasi, dengan mengacu kepada bidang usaha yang
diprioritaskan pemerintah (Daftar Prioritas Investasi).
Gagasan membuat RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law pertama kali dilontarkan
Presiden Joko Widodo dalam pidato pelantikannya pada 20 Oktober 2019.
RUU Cipta Kerja ini terdiri dari 11 klaster dan lebih dari 70 undang-undang. Sebelas
klaster dalam RUU ini ialah penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi,
ketenagakerjaan, kemudahan dan perlindungan UMKM.
Kemudian terdapat pula kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi,
administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengendalian lahan, kemudahan
proyek pemerintah, dan Kawasan Ekonomi Khusus.
Pemerintah menyerahkan draf dan Surpres RUU Cipta Kerja pada 12 Februari lalu.
Namun sejak awal, RUU Cipta Kerja menuai banyak kritik dan penolakan dari
banyak pihak, mulai dari akademisi, pegiat lingkungan, buruh, hingga mahasiswa.
Berita ini diperbarui pada Selasa 6 Oktober 2020, dengan menambahkanreaksi
terhadap keputusan rapat paripurna DPR yang mengesahkan RUU Omnibus Law
pada Senin, 5 Oktober 2020.
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=newssearch&cd=&ca
d=rja&uact=8&ved=2ahUKEwiJg6D7icnxAhVVXHwKHch-
AAUQxfQBMAJ6BAgJEAM&url=https%3A%2F%2Fwww.bbc.com%2Findone
sia%2Findonesia-54410069&usg=AOvVaw0iavDtNWSujg7yeU-WKCgy

Anda mungkin juga menyukai