Anda di halaman 1dari 108

ANALISIS MUTU TAHU PUTIH KAMPUNG JAMBAK

PROPOSAL ANALISIS TERPADU II

FELLI LADESRA ZULMI


NIS 176754

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN SMAK PADANG


BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA INDUSTRI
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
2020
PERSETUJUAN PEMBIMBING

PROPOSAL ANALISIS TERPADU II

JUDUL
ANALISIS MUTU TAHU PUTIH KAMPUNG JAMBAK

Disusun oleh :
FELLI LADESRA ZULMI
NIS 176754

Telah disetujui tanggal :

di

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


SEKOLAH MENENGAH ANALIS KIMIA PADANG

Disetujui oleh:
Pembimbing Analisis Terpadu II,

Ria ElviSusanti,S.Pd.,M.Si.
NIP. 19780605200212200
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan Atas Kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat dan Hidah-Nya ke pada penulis, sehingga penulis dapat
membuat hingga menyelesaikan proposal kimia Analisis Terpadu II (AT II) ini
dengan judul “Analisis MutuTahuPutih Kampung Jambak” dengan sepenuh hati
dan tepat pada waktu yang telah ditentukan.

Penyusunan proposal ini adalah untuk pedoman dalam melaksanakan


praktikum Kimia Analisis Terpadu II (AT II) yang merupakan salah satu syarat
untuk menyelesaikan studi di Sekolah Menengah Kejuruan–SMAKPadang.
Pembuatan bisa berlangsung dengan lancar karena bantuan dari berbagai pihak.
Dengan demikian, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Ria ElviSusanti sebagai pembimbing AT II
2. Orang tua yang telah mendukung secara batin dan materil
3. Kepala sekolah , guru dan staff Sekolah Menengah Kejuruan–
SMAK Padang yang telah memberikan ilmu dan pengalamannya
kepada penulis
4. Segenap pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu
namanya yang sudah memberikan bantuan kepada penulis baik itu
secara langsung maupun tidak langsung selama menyelesaikan
proposal ini.
Meskipun demikian, penulis sungguh sadar masih banyak kekurangan dalam
penyusunan laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih atas
saran dan kritik yang membangun dari segenap pihak untuk penulis pakai sebagai
materi evaluasi demi menambah kulitas diri nantinya. Mudah-mudahan proposal
Analisis Terpadu II (AT II) ini bisa berguna bagi semua pihak khususnya bagi ilmu
Analisis Kimia.

Padang, September 2020

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................ i

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Pembatasan Masalah ...................................................................... 4
C. Perumusan Masalah ........................................................................ 4
D. Tujuan Penelitian ............................................................................ 5
E. Manfaat Penelitian .......................................................................... 5
F. Definisi Istilah ................................................................................ 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA


A. Kajian Teori .................................................................................... 7
1. Tahu .......................................................................................... 7
a. Pengertian Tahu .................................................................. 7
b. Proses Pembuatan Tahu ...................................................... 8
c. Jenis jenis Tahu .................................................................. 9
2. Bahan Baku Pembuatan Tahu .................................................. 12
a. Kedelai ................................................................................ 12
b. Bahan Penggumpal ............................................................. 13
c. Air Bersih ........................................................................... 14
d. Bahan Pelunak .................................................................... 15
e. Garam ................................................................................. 16
3. Parameter dan Metode Uji ........................................................ 16
B. Penelitian Relevan .......................................................................... 19
C. Hipotesis Penelitian (jika ada) ........................................................ 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jadwal dan Tempat Penelitian ........................................................ 21
B. Rancangan Penelitian ..................................................................... 21
C. Metode Penelitian ........................................................................... 22

i
D. Alat dan Bahan ............................................................................... 23
E. Teknik Analisis Data ...................................................................... 23
F. Analisis Biaya Pengujian Mutu Produk ......................................... 23

KEPUSTAKAAN ................................................................................ 24
LAMPIRAN ......................................................................................... 25

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suatu home industry berkembang sangat pesat dengan berbagai produk

unggulan khas daerah masing-masing. Meskipun begitu, home industri

dihadapkan pada berbagai permasalahan klasik yang membutuhkan komitmen

kuat dari pemilik/pengusaha home industri tersebut untukmenyelesaikannya.

Salah satu masalah yang dihadapi adalah mengenai kualitas produk. Belum

adanya standarisasi terhadap produk-produk unggulan local dinilai dapat

menyulitkan pengusaha untuk melakukan ekspor atau memasarkan produknya

keluar daerah. Namun hal ini masih dirasa sangat sulit untuk diterapkan oleh

semua pengusaha karena berbagai kendala. Khusus untuk standar kualitas,

pengusaha UMKM kebanyakan hanya menerapkan metode sederhana terkait

pemilihan bahan baku, penggunaan bahan pangan yang tidak berbahaya, proses

produksi yang kurang higienis, penentuan ukuran produk juga berdasarkan

intuisi dari pemilik usahatersebut.

Tahu merupakan salah satuproduk unggulan home industri meskipun

merupakan produk makananasal China.Hampir semua masyarakat

mengkonsumsi tahu,baik sebagai lauk maupun sebagai kudapan/cemilan.

Meskipun produk ini sangat diminati, namun merupakan jenis makanan yang

tidak tahan lama, karena mengandung air dan protein tinggi yang merupakan

media tumbuh yang potensial bagi bakteri. Produk tahu hanya memiliki umur

simpan +24 jam (satu hari) dan tidak bisa disimpan dalam waktu yang lama.

Dalam proses pembuatan tahu, membutuhkan berbagai peralatan sehingga


sering kali terjadi kerusakan produk apabila pengendalian pada setiap proses

tidak dilakukan denganbaik.

Tahu dibuat dari kacang kedelai dan dilakukan proses penggumpalan

(pengendapan), kualitas tahu sangat bervariasi karena perbedaan bahan

penggumpalan dan perbedaan proses pembuatan.Tahu diproduksi dengan

memanfaatkan sifat protein,yaitu akan menggumpal bila bereaksi dengan asam.

Penggumpalan protein oleh asam cuka akan berlangsung secara cepat dan

serentak diseluruh bagian cairan sari kedelai, sehingga sebagaian besar air yang

semula tercampur dalam sari kedelai akan terperangkap didalamnya.

Untuk kadar protein produk tahu rata-rata yaitu 5%, dengan rata-rata

kadar air dari seluruh sampel yaitu 80%. Dengan kadar protein tahu ini jika

dikonversikan sesuai Standar Nasional Indonesia yaitu minimal 9% maka hasil

perhitungan menunjukkan kadar air tahu sebesar 64%. Mengacu pada kadar air

tersebut dan data yang diperoleh dirasa tidak mungkin mendapat kadar protein

tahu minimal 9% dengan kadar air ± 80%.Berkaitan dengan hal seperti produk

tempe dengan kadar air sebesar 65%.Tahu dengan kadarair 64% diduga tahu

tersebut terlalu kering dan cenderung lebih keras dan merupakan tahu putih.

B. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, masalah yang diteliti dibatasi

pada tahu yang dianalisis,yaitu tahu putih Kampung Jambak yang ada di kota

Padang. Parameter yang akan dilakukan, yaitu : (1) Kadar Abu, (2) Cemaran

Logam Cu, (3) Angka Lempeng Total.


C. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah apakah hasil analisis dari tahu Kampung Jambak sesuai

dengan SNI yang berlaku.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini, yaitu:

1. Menjelaskan analisis mutu tahu Kampung Jambak sesuai dengan SNI yang

berlaku.

2. Menganalisis suatu produk sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian

dalam mata pelajaran produktif di Sekolah Menengah Kejuruan-SMAK

Padang dalam bentuk Analisis Terpadu II.

3. Mengetahui dan mengidentifikasi suatu produk dengan cara menguji

beberapa parameter pada produk berupa : coliform, protein, kadar air,

cemaran logam Cu dan Pb, ALT, dan kadar abu.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah mengetahui apakah tahu putih yang di perjual

belikan di pasaran sudah memenuhi standar SNI.

F. Definisi Istilah

Untuk memandu pelaksanaan dan hasil penelitian, dijelaskan lima definisi

istilah atauoperasional, yaitu (1) Analisis, (2) Tahu, (3) Home Industry, (4)

Standar Nasional Indonesia, (5) Mutu.


1. Analisis

Dalam penelitian ini,yang dimaksudkan dengan analisis adalah Suatu

aktivitas atau kegiatan yang dilakukan dilaboratorium dalam memeriksa

kandungan pada suatu zat dalam sampel.

2. Tahu

Dalam penelitian ini, yang dimaksudkan dengan tahu adalah makanan

yang dibuat dari endapan perasan biji kedelai yang mengalami koagulasi.

3. Home Industri

Home industri, industri rumahan atau industri rumah tangga adalah suatu

unit usaha yang tidak berbentuk badan hukum dan dilaksanakan oleh

seseorang atau beberapa orang anggota rumah tangga yang mempunyai

tenaga kerja sebanyak empat orang atau kurang, dengan kegiatan mengubah

bahan dasar menjadi barang jadi atau setengah jadi atau dari yang kurang

nilainya menjadi yang lebih tinggi nilainya dengan tujuan untuk dijual atau

ditukar dengan barang lain dan ada satu orang anggota keluarga yang

menanggung resiko (Suratiyah, 1991).

4. Standar Nasional Indonesia

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan standar adalah suatu acuan

atau dasar yang memiliki nilai yang tetap sehimgga dapat dijadiakan sebagai

pebandingan dlam penelitian, sedangkan SNI merupakan suatu standar yang

telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional dan berlaku

secaranasional.
5. Mutu

Dalam penelitian ini, yang dimaksudkan dengan mutu adalah nilai yang

menunjukkan kualitas dari suatu produk yang dihasilkan dan dapat

dibandingkan dengan standar (SNI).


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Tahu
Pengertian Tahu
Tahu adalah ekstrak protein dari kacang kedelai. Tahu merupakan makanan
yang digemari masyarakat karena memiliki harga yang murah dan bergizi. Tahu
berasal dari China, kata tahu dalam bahasa China yaitu “tao hu” atau “takwa.”
Kata “tao” berarti kacang, karena tahu terbuat dari bahan kacang kedelai dan
“hu” atau “kwa” yang artinya hancur menjadi bubur. Jadi pengertian tahu
menurut etiomologi adalah makanan yang terbuat dari kacang kedelai dengan
proses penghancuran menjadibubur.17

Standar Nasional Indonesia atau SNI tahun 1998 menyatakan bahwa tahu
adalah produk makanan yang memiliki bentuk padat dengan tekstur lunak yang
terbuat dari kacang kedelai atau Glycine sp dengan melalui proses pengendapan
dari protein dan penambahan

Tahu Putih

Tahu banyak dikonsumsi masyarakat sebagai lauk-pauk karena memiliki


kandungan gizi tinggi, selain itu rasanya juga enak, harganya lebih murah bila
dibanding sumber protein dari hewani (Sya’di et al., 2015). Kandungan kacang
kedelai sebagai bahan dasar pembuat tahu mempunyai kandungan protein sekitar
30-45% lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein bahan pangan lain
seperti daging 19%, ikan 13% dan telur 20% (Koswara,2009).

Jenis Tahu

Tahu yang dijual dipasaran memiliki berbagai variasi bentuk, ukuran dan
nama. Berikut ini beberapa jenis tahu yang beredar dipasaran :
1. Tahu Sumedang
Tahu sumedang atau tahu pong memiliki tekstur agak liat karena proses
penggorengan.

2. Tahu Bandung
Tahu bandung berbentuk persegi yang bertekstur keras dan berwarna
putih atau kuning.

3. Tahu Cina
Tahu cina berwarna putih yang bertekstur padat, halus, kenyal, dan
umumnya berukuran besar dengan ukuran 12x12x8 cm.
4. Tahu Kuning
Tahu kuning berbentuk tipis dan lebar yang memiliki warna kuning
hasil dari penambahan larutan sari kunyit.

5. Tahu Takwa
Tahu takwa merupakan tahu berwarna kuning khas dari daerah Kediri,
Jawa Timur. Tahu takwa memiliki tekstur kenyal dan padat yang dihasilkan
dari proses penggumpalan dengan cuka.

6. Tahu Sutra
Tahu sutra merupakan tahu yang berasal dari Jepang dan memiliki
tekstur sangat lembut serta lunak karena menggunakan bahan penggumpal
gluconol-ᵟ-lakon(GDL).

Proses Pengolahan Tahu

Pembuatan tahu melalui beberapa prose pengolahan, antara lain:

1. Sortasi
Kacang kedelai sebagai bahan baku pembuatan tahu dipilih
atau disortasi dengan tujuan untuk memisahkan antara kacang kedelai
yang baik dan yang rusak, karena dapat mempengaruhi hasil akhir
tahu.

2. Pencucian dan perendaman kacang kedelai


Dalam pembuatan tahu hal terpenting yang harus diperhatikan
adalah penggunaan bahan yang benar-benar bersih. Bahan tahu yang
kurang bersih akan menyebabkan tahu yang dihasilkan terasa pahit,
berawarna gelap, dan daya tahan simpan singkat. Setelah dilakukan
pencucian, dilakukan perendaman kacang kedelai menggunakan air
bersih selama 8-12 jam. Tujuan dari perendaman ini untuk
melunakkan tekstur selulernya dan meningkatkan kecepatan ekstraksi.

3. Pengupasan
Kacang kedelai yang telah direndam dilakukan pengupasan.
Karena telah dilakukan proses perendaman yang cukup, maka akan
mempermudah proses pengupasan. Tujuan dari pengupasan ini adalah
untuk mendapatkan kacang kedelai yang bersih dan menghasilkan
tahu yang berkualitas baik.

4. Pencucian
Kacang kedelai yang sudah dikupas kulitnya dicuci untuk
membersihkan sisa-sisa kotoran dan kulit ari.

5. Penggilingan kacang kedelai


Penggilingan kacang kedelai akan mengubah kacang kedelai
menjadi bubur atau slurry karena penambahan air saat proses
penggilingan. Bubur kacang kedelai ini bersifat kental, halus,
berwarna putih, yang mengandung partikel-partikel kecil.
Penggilingan kedelai dilakukan sampai ukuran partikel terkecil, ini
akan membantu mengekstraksi padatan protein kedalam susu kedelai
dan mengurangi waktu pemasakan.22Kacang kedelai mengandung
enzim lipokgenase yang menyebabkan bau langu, sehingga perlu
dilakukan penggilingan dengan air panas untuk menginaktifasi enzim
tersebut.Penggilingan menggunakan air panas yang bersuhu 80-
100oC dengan penambahan air panas antara 8-10 kali berat kedelai.

6. Pemasakan bubur kacang kedelai


Bubur kedelai perlu dimasak langsung setelah proses
penggilingan kacang kedelai. Bubur kedelai yang masih segar
dicampurkan dengan air (10 bagian air untuk setiap bagian kedelai
kering, yang dihperhitungkan dengan penambahan air selama proses
penggilingan). Pemasakan bubur perlu memperhatikan suhu dan
waktu pemasakan. Pemasakan bubur kedelai ini umumnya dilakukan
selama 7-14 menit dengan suhu 100°C yang akan menghasilkan
rendemen tahu yang tinggi. Tujuan dari proses pemasakan ini yaitu
untuk meninaktifasi inhibitor tripsin yang ada dalam kacang kedelai,
memperbaiki rasa atau menghilangkan bau langu, meningkatkan daya
tahan simpan dengan cara inaktifasi bakteri, mempermudah ekstraksi
protein, dan mengubah sifat kimia protein.

7. Ekstrasi susu kacang kedelai


Pemisahan susu kedelai dapat dilakukan dengan cara disaring
menggunakan saringan kain blacu atau alat sentrifuse. Pada umunya
pemisahan susu menggunakan kain blacu dan untuk mengekstrak susu
kedelai dilakukan dengan alat pengepresan kayu.

8. Koagulasi susu kedelai


Susu kedelai yang masih panas dikoagulasikan dengan
menggunakan garam (“sioko” atau batu tahu alami, CaCl2, MgCl2,
6H2O, CaSO4.2H2O, dan lain-lain) atau asam (asam laktat, asam
asetat, asam glukonat, sari buah jeruk, dan lain- lain). Pada asam
pengendapan protein terjadi karena tercapainya pH yang isoletrik
yaitu pH 4,0-4,5. Koagulasi menggunakan asam akan menghasilkan
kualitas tahu yang lebih baik. Jeruk nipis mengandung asam sitrat
yang dapat mengganti asam asetat dalam pembuatan tahu. Selain
sebagai koagulan jeruk nipis dapat mengurangi aroma langu dari
lipokginase yang terkandung dalam kacang-kacangan. Kacang kedelai
sebanyak 1 kg membutuhkan 100 ml jeruk nipis sebagaikoagulan.

9. Pemisahan whey
Cairan (supermatan) atau whey dipisahkan dari gumpalan
protein (curds) dilakukan sebelum proses pengepresan dan pencetakan
tahu. Pemisahan whey dilakukan dengan cara diambil menggunakan
gayung. Untuk memudahkan dalam pemisahan whey, tempat
penggumpalan dimasukkan saringan (ayakan bambu) yang dilapisi
kain blancu, sehingga whey dapat terpisah dengan mudah.

10. Pencetakan dan PengepresanTahu


Endapan protein (curds) yang masih lembek dimasukkan
sedikit-sedikit kedalam alat pencetak tahu yang terbuat dari kayu. Alat
pencetak sebelumnya dibelikan alas kain blacu. Kemudian curds
dibungkus dengan kain blancu, lalu ditutup dengan papan kayu dan
dipres menggunakan pemberat atau alat pengepres hidrolik. Apabila
tahu telah terbentuk setelah dilakukan pengepresan, maka tahu dapat
dipotong-potong menggunakan pisau.

11. Pendinginan
Pendinginan tahu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu,
diangin-anginkan dalam ruangan atau direndam didalam air. Pada
umumnya pendinginan tahu dilakukan dengan cara perendaman
dalam air. Perendaman tahu dalam air dapat mencegah terjadinya
kebusukan oleh mikroba, mengeraskan tahu, dan mencuci kelebihan
koagulan yang tertinggal pada tahu.22
2. Bahan Dasar Pembuatan Tahu
Kedelai
Kedelai atau kacang kedelai adalah salah satu tanaman polong-
polongan yang menjadi bahan dasar, seperti kecap, tahu dan tempe.
Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari dua spesies: Glycine
max (disebut kedelai putih, yang bijinya bias berwarna kuning, agak putih,
atau hijau) dan Glycinesoja (kedelai hitam, berbiji hitam). G. max
merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti Tiongkok dan
Jepang Selatan, sementara G. soja merupakan tanaman asli tropis di Asia
Tenggara (Suprapti, 2005).

Senyawa anti gizi dalam kedelai antara lain lektin, aglutin, tripsin,
dan kimotripsin inhibitor (Arlete et al, 2008). Senyawa anti tripsin dapat
mengganggu aktivitas proteolitik tripsin dalam tubuh manusia.
Kedelai juga terdapat senyawa mikronutrien seperti vitamin A, D, E,
K serta vitamin B (terutama niasin, riboflavin, dan thiamin) dan mineral
(Ca, P, Mg, Na, K, Zn, Fe, Cu, dan Mn). Beberapa zat gizi lainnya seperti
vitamin (asam filtrat) dan lesitin. Kedelai sebagai sumber pangan dapat
dikonsumsi melalui berbagai produk seperti tepung kedelai, isolat dan
konsentrat protein kedelai, tahu, tempe, kecap, tauco, sari kedelai
(Liu,1997).

Kacang kedelai juga mengandung sekitar 20 % minyak yang


merupakan kandungan tertinggi kedua setelah kacang tanah (48 % berat
kering) (Liu, 1997).Asam lemak menyusun lemak kedelai antara lain
lemak jenuh yang terdiri palmitat (10,5 %), palmitoleat (1,0%), stearat (2,8
%) dan lemak tak jenuh yang terdiri dari Oleat (20,8 %), linoleat (56,5 %
) dan linoleat (8,0%) (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Menurut Sarwono
dan Saragih (2003), kandungan gizi dan protein kacang kedelai yang setara
dengan daging hewan.
Bahan Penggumpal
Bahan penggumpal digunakan untuk mengendapkan protein dan
larutan pada sari kedelai. Beberapa bahan penggumpal yang dapat
digunakan adalah batu tahu atau siokan (sebagian besar kandungannya
berupa kalsium sulfat), asam cuka, biang tahu, kalsium, sulfat murni, dan
glucano-delta-lacton (GDL) (Sarwono dan Saragih, 2003). Dan whey
merupakan cairan yang diperoleh selama proses penggumpalan protein
dan susu kedelai (Suprapti,2005).

“Whey” tahu hasil pengepresan yang didiamkan semalam pada suhu


kamar pada umumnya digunakan sebagai koagulan dalam proses
pembuatan tahu. Secara tradisional, “whey” tersebut akan mengalami
fermentasi oleh bakteri asam laktat yang dapat menggumpalkan protein
kedelai menjadi tahu. “Whey” yang terfermentasi terdiri dari asam laktat,
dan asam asetat dalam jumlah kecil sebagai penggumpalan jenis ini
termasuk golongan asam (Departemen Perindustrian, 1998).

Air Bersih
Proses pembuatan tahu memerlukan air bersih sebanyak sepuluh kali
lipat volume bahan baku yang digunakan. Air bersih digunakan dalam
kegiatan perendaman kedelai dan sebagainya. Air yang digunakan harus
memenuhi standar air minum, yaitu bersih, jernih, tidak beraroma, dan
tidak mengandung logam berbahaya (Suprapti, 2005).

Bahan Pelunak
Bahan pelunak ini sangat dibutuhkan karena jika kedelai tidak di
lunakkan maka akan mempengaruhi hasil penggilingan, karena
penggilingan ini tergantung pada kondisi dan kemampuan mesin
penggiling serta kelunakan kedelai. Pelunakan kedelai ini dapat dilakukan
dengan menambahkan bahan kimia yang berfungsi sebagai pelunak, yaitu
soda kue yang digunakan dengan dosis 5g/10 liter air rendaman
(Suprapti,2005).

Garam
Penambahan garam dalam bubur tahu yang akan dicetak
menyebabkan tahu menjadi semakin awet dan mempunyai rasa yang lebih
lezat (gurih), apalagi bila disertai kepadatan yang cukup tinggi (Suprapti,
2005).

B. Parameter dan Metode Uji


Parameter dan metode uji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penetapan Kadar Abu dengan Metode Gravimetri
2. Uji Logam Berat Tembaga (Cu) Metode Spektrofotometri Serapan Atom
(SSA)
3. Uji Kandungan Mikroba dengan Metode ALT (Angka Lempeng Total)

C. Penelitian Relevan
Berdasarkan studi kepustakaan yang dilakukan, ditemukan penelitian yang
relevan dengan penelitian ini, antara lain dilakukan oleh
Analisis Kelayakan Usaha Produksi Tahu Sumedang (Studi Kasus Di Pabrik
Tahu XY Kecamatan Conggeang)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mutu produk tahu yang ada
di masyarakat dan untuk mengetahui adanya penggunaan formalin pada tahu
sebagai pengawet. Sampel diambil dari beberapa produsen tahu yang ada di kota
Padang. Pengambilan sampel menggunakan metode Purposive Sampling dengan
mempertimbangkan bahwa produsen tahu tersebut adalah produsen yang telah
terdata di Dinas Perindustrian, Perdagangan, Pertambangan dan Energi Kota
Padang. Pengambilan sampel diwakili oleh enam produsen tahu. Masing-masing
sampel akan dilakukan analisa di laboratorium, analisis sampel dilakukan secara
duplo. Berdasarkan hasil penelitian,didapatkan rata-rata mutu produk tahu yang ada
di Kota Padang sudah sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan pada SNI 01-
3142-1992. Nilai kadar air tahu 81,33%, kadar protein 5,07%, kadar abu 0,77%,
total padatan12,83%.

Analisis kelayakan usaha tahu XY adalah pabrik yang memproduksi makanan


tradisional khas daerah kabupaten Sumedang. Produksi ini memanfaatkan sektor
pemasaran dan lokasi pemasaran yang bertempat didekat pasar kecamatan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan usaha tahu sumedang
dipabrik tahu XY yang meliputi aspek nonfinansial (aspek pasar, aspek
pemasaran, aspek tenik, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial dan aspek
lingkungan) dan aspek finansial. Berdasarkan hasil non Finansial, bahwa aspek-
aspek non finansial berpengaruh terhadap bejalannya usaha produksi tahu XY.
Berdasarkan hasil perhitungan aspek finansial layak untuk dilaksanakan dengan
nilai NVP yang dihasilkan selama 10 tahun Rp. 579.177.261-, dengan kapasitas
produksi per bulan menghasilkan tahu 216.000 biji, dan ampas tahu 6.806 per
bulan. Nilai IRR yang diperoleh yaitu 0,41% dimana IRR lebih besar dari 0%. Net
B/C yang diperoleh yaitu 2,92, ini berarti, setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan
untuk menjalankan usaha ini akan mnghasilkan manfaat bersih sebesar Rp. 2,92.
Payback Period yang diperoleh yaitu 2,63 tahun. Analisis sensitivitas untuk proyek
ini menunjukkan kenaikkan biaya operasional/produksi sebesar 15%, kenaikkan
bahan baku dan bahan tambahan sebesar 20% tidak berpengaruh terhadap usaha ini.
Pada analisis sensitifitas penurunan harga jual sebesar 10%, berpengaruh terhadap
produksi tahu, karena memiliki nilai negatif.

D. Hipotesis Penelitian (jika ada)


Berdasarkan kajian teori yang telah dikemukakan tersebut, hipotesis
penelitian ini sebagai berikut.
1. Kadar Abu yang terkandung dalam tahu adalah <1% dari berat tahu.
2. Logam Tembaga (Cu) yang terkandung dalam tahu <30,0mg/kg.
3. Angka Lempeng Total yang terdapat pada tahu <1x105 koloni/ml.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jadwal dan Tempat Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 5 Oktober s.d. 13 November
2020 di Laboratorium SMK-SMAK Padang
B. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang dimaksud pada penelitian ini adalah persiapan
kerja analisis mutu tahu putih yang terdiri atas (1) pengumpulan bahan baku dan
(2) pengambilan sampel.
1. Pengumpulan Bahan Baku
Pada proses analisis ini, seluruh peralatan dan bahan kimia yang
digunakan disediakan oleh SMK- SMAK Padang.
2. Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan pada analisis ini adalah tahu putih yang di
produksi oleh suatu pabrik yang berada di daerah Kuranji, Padang,
Sumatra Barat. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan yaitu Non
Probability yaitu teknik penarikan sampel yang memberi peluang yang
sama bagi setiap anggota populasi untuk terpilih menjadi sampel (tidak
diacak). Cara pengambilan sampelnya yaitu mebbunakan cara purposive
sampling yaitu pengambilam sampel hanya untuk tujuan tertentu saja.
Persiapan sampel semi padat ini yaitu homogenkan sampel dengan cara
memotong menjadi bagian yang kecil, lalu dicincang/ digerus hingga
halus.
C. Metode Penelitian
Metode penelitian ini adalah kadar abu secara gravitmetri, cemaran logam Cu
metoda Spektrofotometri dan ALT metode hitung cawan.
D. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
NO NAMA ALAT KAPASITAS MEREK JUMLAH
1 Gelas Piala 250 ml Iwaki 7 buah
2 Gelas Ukur 100 ml Iwaki 2 buah
3 Corong - - 4 buah
4 Erlenmeyer 250 ml Iwaki 5 buah
5 Batang Pengaduk - - 3 buah
6 Gelas piala 500 ml - 2 buah
7 Pipet Tetes - - 8 buah
8 Labu Ukur 25 ml Iwaki 5 buah
9 Labu Ukur 50 ml Iwaki 4 buah
10 Labu Ukur 100 ml Iwaki 1 buah
11 Labu Ukur 250 ml Iwaki 1 buah
12 Pipet Gondok 5ml Iwaki 2 buah
13 Pipet Gondok 10 ml Iwaki 2 buah
14 Pipet Gondok 50 ml Iwaki 1 buah
15 Kuvet AAS - - 7 buah
16 Tabung reaksi - Iwaki 5 buah
17 Lampu Spiritus - - 2 buah
18 Pipet Takar 1 ml Iwaki 3 buah
19 Pipet Takar 10 ml Iwaki 4 buah
20 Cawan Petri - - 6 buah
21 Tabung Reaksi - -
22 Buret 25 ml Favori 1 buah
t
23 Buret 50 ml Favori 1 buah
t
24 Gelas Ukur 50 ml 2 buah
25 Jarum ose mikro 2 buah
26 Gelas piala 1L 2 buah
N
O NAMA ALAT KAPASITAS MEREK JUMLAH
1 Neraca Analitik - 3 buah
2 Neraca Kasar - 2 buah
3 Standar - 3 buah
4 Klem - 3 buah
5 Kompor - 3 buah
6 Gas - 3 buah
7 Cawan Porselen - 2 buah
8 Oven - 2 buah
9 Botol Semprot 500 ml 3 buah
10 Wadah Sampel - 1 buah
12 Furnes - 1 buah
13 Bola Hisap - 3 buah
Spektrofotometri Shimidzu
14 Serapan - A 1 buah
Atom 700
15 Rak Tabung Reaksi - 3 buah
16 Autoclave - 1 buah
17 Gabus 4 buah
18 Penangas air 3 buah
19 Desikator 1 buah
20 Pisau /Gunting 1 buah
21 Colony counter 1 buah
22 Inkubator 1 buah
23 Tranpipet 1 buah
24 Spatula 1 buah
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
N NAMA RUMUS KLASIFIKASI SATUAN JUMLAH
O BAHAN KIMIA

1 Tahu - kg 1 kg

2 Aquades L 3 liter

3 Aquabides L 3 liter

4 Titrisol Cu

5 Asam Nitrat HNO3 p.a ml 250 ml

6 Pepton water PW g

Plate Count
7 Agar PCA g

8 Kertas saring 5 buah

1
9 Solatip gulungan

20
10 Kertas serap lembar

11 Plastik 5 buah
bening
10
12 Kertas HVS lembar

13 Kapas 1 box
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dari sampel penelitian adalah menggunakan
parameter uji sebagai berikut.
1. Kadar Abu

Prosedur kerja penentuan kadar abu dalam tahu putih adalah sebagai berikut:
1) Panaskan cawan dalam tanur pada suhu (550±5)oC selama kurang lebih
satu jam dan dinginkan dalam desikator sehinggga suhunya sama dengan
suhuh ruang kemudian timbang dengan neraca analitik.
2) Masukan 3 g sampai dengan 5 g contoh ke dalam cawan dan timbang.
3) Tempatkan cawan yang berisi contoh tersebut pada pemanas listrik hingga
menjadi arang, kemudian tempatkan dalam tanur pada suhu (550±5)oC
sampai terbentuk abu berwarna putih dan diperoleh bobot tetap.
4) Pindahkan segara ke dalam desikator sehingga suhunya sama dengan suhu
ruang kemudian timbang.
5) Lakukan pekerjaan duplo
6) Hitung abu dalam contoh.

Perhitungan :
(𝑊2−𝑊0)
Kadar Abu (%) = ×100%
(𝑊1−𝑊0 )

Keterangan :
a) W0 adalah bobot cawan kosong, dinyatakan dalam gram (g)
b) W1 adalah bobot cawan kosong dan contoh sebelum di
abukan, dinyatakan dalam gram (g).
c) W2 adalah bobot cawan dan contoh setelah
diabukan,dinyatakan dalam gram (g)
2. Logam Cu

Prosedur kerja penentuan cemaran logam Cu dalam tahu putih adalah


sebagai berikut :
1. Persiapan sampel dengan metode Destruksi Basah
1) Sampel tahu di potong atau dihaluskan menjadi bagian yang lebih kecil.
2) Ditimbang sampel tau yang sudah halus tadi ±5,0000 g pada gelas piala
250 ml.
3) Ditambahkan HNO3 p.a sebanyak 5 ml dan 50 ml aquabidest.
4) Lalu, dipanaskan diatas penangas air hingga bening (volume 1/3 dari
volume awal )

5) Didinginkan sampai suhunya turun.

6) Dituang ke labu ukur 50 ml dan dipaskan dengan menggunakan


aquabides sampai tanda batas,dan homogenkan.
7) Kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring .
8) Pindahkan larutan tersebut ke dalam kuvet AAS.

2. Pembuatan larutan induk dan larutan intermediet 50 ppm sebanyak 100 mL

1) Disiapkan satu buah titrisol Tembaga (Cu).

2) Dipindahkan titrisol ke labu ukur 1 Liter.

3) Dipaskan labu dengan aquabidest lalu homogenkan.

4) Dipipet 5 mL titrisol dari labu 1L ke labu 100 mL.

5) Dipaskan labu dengan aquabidest lalu homogenkan.

3. Pembuatan deret standar 1,2,3,4,5 ppm 25 mL


1) Dimasukan larutan intermediet yang telah dibuat kedalam buret.
2) Diturunkan larutan ke labu sesuai dengan perhitungan.

3) Ditambahkan 3 tetes HNO3 kedalam masing - masing labu ukur.


4) Dipaskan labu dengan aquabidest lalu homogenkan.

5) Dituang ke kuvet AAS dan lakukan pengukuran


Perhitungan :
(Vtc ×Cx × 10)^(−3)
Kadar Logam Cu = × 100 %
(mg sampel )

Keterangan :
Vtc = Volume total contoh
Cx = Konsentrasi sampel
𝐶
Perhitungan Kandungan logam (mg/kg) = ×𝑉
𝑊

Keterangan :
a) C adalah konsentrasi logam dari kurva kalibrasi, dinyatakan dalam
mikrogram per mililiter (µg/ml)
b) V adalah volume larutan akhir, dinyatakan dalam mililiter (ml)
c) W adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g)

3. Angka Lempeng Total

Prosedur kerja penentuan angka lempeng total dalam tahu putih adalah
sebagai berikut :
1) Ditimbang 1 g sampel tahu, dimasukkan kedalam kuvet berisi 9 ml larutan
Pepton Water, lalu dihomogenkan dengan cara dikocok sebanyak 25
kali.(10-1)
2) Dipipet 1 ml (10-1) menggunakan pipet takar steril, dimasukkan kesalam
tabumg reaksi yang berisi 9 ml larutan pepton water, lalu dihomogenkan
dengan cara dikocok sebanyak 25 kali.(10-2)
3) Dipipet 1 ml (10-2) dimasukkan kedalam cawan petri.
4) Dipipet 1 ml (10-2) menggunakan pipet steril, dimasukkan kedalam
tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan pepton water, lalu dihomogenkan
dengan cara dikocok sebanyak 25 kali.(10-3)
5) Dipipet 1 ml (10-3) dimasukkan kedalam cawan petri.
6) Dituang medium PCA yang masih cair ke cawan petri yang sudah berisi
sampel uji sebanyak 1/3 cawan, lalu di homogenkan dengan memutar
membentuk pola angka delapan, lalu dibungkus cawan dalam posisi
terbalik dengankertas.
7) Ditunggu sampai mengeras, dan di inkubasi dalam inkubator selama 2
hari.
8) Diamati dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh dapat diamati secara
langsung atau dengan menggunakan colony counter.

Perhitungan :

Hasil yang didapat sebagai angka lempeng total harus mengikuti aturan-
aturan sebagai berikut :
1. Angka yang ditulis hanya dua angka, yaitu angka pertama di depan koma
dan angka kedua di belakang koma. Jika angka ketiga ≥ 5, maka dibulatkan
menjadi satu angka lebih tinggi dari angka kedua.
2. Apabila setelah pembulatan tersebut menyebabkan perubahan pada angka
pertama maka angka tingkat pengenceran dinaikkan menjadi satu angka
lebih tinggi daripada angka sebelumnya. Misalnya 1,95x103 diubah
menjadi 2,0x 104
3. Jika semua tingkat pengenceran menghasilkan angka kurang dari 30 koloni
pada semua cawan petri, maka hanya jumlah koloni bakteri pada tingkat
pengenceran terendah yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang
dari 3,0 dikalikan tibgkat pengenceran tetapi jumlah yang sebenarnya
harus dicantumkan dalam tanda kurung.
4. Jika semua tingkat pengenceran menghasilkan jumlah lebih dari 300
koloni pada semua cawan petri, maka hanya jumlah koloni bakteri pada
tingkat pengenceran tertinggi yang dihitung, misalnya dengan cara
menghitung jumlah koloni pada seperempat bagian cawan petri, kemudian
hasilnya dikalikan 4. Hasil perhitungan dilaporkan sebagai lebih dari 300
dikalikan dengan tingkat pengenceran tetapi jumlah sebenarnya harus
dicantumkan dalam tanda kurung.
5. Jika terdapat 2 tingkat pengenceran yang menghasilkan jumlah antara 30
dan 300 koloni dan perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah dari
kedua tingkat pengenceran terendah ≤ 2, maka harus ditentukan rerata dari
kedua nilai tersebut dengan memeperhitungkan tingkat pengencerannya.
Jika perbadingan anatara hasil tertinggi dan terendah > 2, maka yang
dilaporkan hanya hasil terkecil.

F. Analisis Biaya Pengujian Mutu Produk

a. Biaya Produksi
No Bahan/Kegiatan Jumlah Harga
1 Tahu Putih 1 kg Rp15.000,-
2 Transportasi Rp20.000,-
Jumlah RP35.000,-

b. Biaya Analisis
No Nama Bahan Jumlah Harga
1 Aquades 5L RP55.000,-
2 Kertas saring 1kotak RP50.000,-
3 Kapas 1 bal RP,-
4 Pepton Water 7g Rp17.388,-
5 PCA 6g RP19.272,-
6 Tisue 1 gulungan Rp3.000,-
7 Aquabides 10 L RP960.000,-
8 Titrisol Cu 1 RP1.100.000,-
9 HNO3 p.a 20 ml RP8.920,-
10 Kertas HVS 1 rim RP35.000,-
11 Plastik 1 bungkus RP10.000,-
12 Kertas Serap 1 kotak RP10.000,-
13 Alkohol 70% 150 ml RP25.000,-
Jumlah RP2.379.148,-

c. Biaya Keseluruhan

No Kegiatan Harga
1 Biaya Produksi Rp35.000,-
2 Biaya Analisis Rp2.379.148,-
Jumlah RP2.414.148,-
KEPUSTAKAAN

Amber. (2009). Investigation of a community Outbreak of Typhoid Fever


Assosiated with DrinkingWater. BMC Public Health 9:476

Khaira, Kuntum. (2014). Analisis Kadar Tembaga (Cu) dan Seng (Zn) dalam air
minum isis ulang kemasan gallon di kecamatan lima kaum kabupaten tanah datar .
Jurnal Saintek Vo. VI/2: 116-123 . Batusangkar

Permenkes RI No.492/MENKES/SK/IX/2008

Sandra, Christyana dan Lilis Sulistyorini. 2007. Hubungan Pengetahuan dan


Kebiasaan Konsumen Air Minum Isi Ulang Dengan Penyakit Diare. Artikel
Ilmiah Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Surabaya.

Partiana, Made.(2015). Kualitas Bakteriologis Air Minum Isi Ulang pada Tingkat
Produsen di Kabupaten Badung. Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Denpasar

Suriawiria, U. (2003). Mikrobiologi Air. P.T Alumni Bandung.


Departemen Kesehatan, (2005). Info Penyehatan Air dan Sanitasi Vol VII,no 13.
Percetakan Negara. Jakarta

Departemen Perindustrian Republik Indonesia, (2005).Panduan Teknis


Pengelolaan Depot Air Minum, Jakarta.

Radji, Maksum., Anglia Puspaningrum dan Atiek Suamiati. 2010. Deteksi Cepat
Bakteri Escherichia coli dalam Sampel Air dengan Metode Polymerase Reaction
Menggunakan Primer 16E1 dan 16E2. Makara Sains, Vol. 14, No. 1.

Riyadi, A.L.S. 1984. Pencemaran Air : Dasar-dasar dan pokok-pokok


Penanggulangannya. Karya Anda. Surabaya.

Entjang, I. (2003). Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan


dan Sekolah Tenaga Kesehatan yang Sederajat. Bandung: Citra Adtya Bakti.
Lampiran 1. Perhitungan

1. Uji Logam Berat Tembaga (Cu) Metode Spektrofotometri Serapan


Atom (SSA) (SNI 01-2891-1992)

a. Larutan Induk Cu 1000 ppm 1000 ml


Cara kerja :
1. Dimasukkan titrisol Cu kedalam labu ukur 1000 ml

2. Ditambahkan aquabides sampai setengah volume labu ukur

3. Ditambahkan 5 ml HNO3 p.a dengan pipet takar

4. Dipaskan dengan aquabides sampai tanda batas

5. Dihomogenkan
b. HNO3 p.a

Dibutuhkan kira-kira = 20 ml.

c. Larutan intermediet Cu 50 ppm 100 ml

Cara kerja :

1. Dimasukkan larutan induk Cu 1000 ppm ke dalam buret 50 ml


2. Diturunkan larutan dari buret sesuai perhitungan larutan
intermediet pada labu 100 ml
3. Paskan dengan aquabides dan homogenkan

Perhitungan :

(V x N) pekat = (V x N) encer

V x 1000 ppm = 100 ml x 50 ppm


5000 𝑚𝑙
V pekat = 1000

V pekat = 5 ml
d. Larutan Deret Standar

Cara kerja :

1. Dimasukkan larutan intermediet Cu 50 ppm ke dalam buret 50


ml
2. Diturunkan larutan dari buret sesuai perhitungan larutan deret
standar pada labu 25 ml
3. Paskan dengan aquabides dan homogenkan

Perhitungan :

a) 0 ppm (Blanko)

(V x N) pekat = (V x N) encer

V x 50 ppm = 25 ml x 0 ppm
0 𝑚𝑙
V pekat = 50

V pekat = 0 ml

b) 10 ppm

(V x N) pekat = (V x N) encer

V x 50 ppm = 25 ml x 10 ppm
250 𝑚𝑙
V pekat = 50

V pekat = 5 ml

c) 20 ppm

(V x N) pekat = (V x N) encer

V x 50 ppm = 25 ml x 20 ppm
500 𝑚𝑙
V pekat = 50

V pekat = 10 ml

d) 30 ppm

(V x N) pekat = (V x N) encer

V x 50 ppm = 25 ml x 30 ppm
750 𝑚𝑙
V pekat = 50

V pekat = 15 ml

e) 40 ppm

(V x N) pekat = (V x N) encer

V x 50 ppm = 25 ml x 40 ppm
1000 𝑚𝑙
V pekat =
50

V pekat = 20 ml

f) 50 ppm

(V x N) pekat = (V x N) encer

V x 50 ppm = 25 ml x 50 ppm
1250 𝑚𝑙
V pekat = 50

V pekat = 25 ml

2. Uji Kandungan Mikroba dengan Metode ALT (Angka Lempeng Total)


(SNI 01-2891-1992)

a. Media PCA (Plate Count Agar)

Cara kerja :
1. Ditimbang 5,625 gr media PCA dengan Neraca kasar

2. Dilarutkan dengan aquadest sampai volume 250 mL

3. Dipanaskan media sampai diaduk hingga jernih

4. Lalu disterilkan media di dalam autoklaf

Perhitungan :
PCA yang diperlukan = 250 mL
Packing = 22,5 gr/ L
22,5 𝑔/𝑙 𝑥 0,25𝑔𝑟
Gram = = 5,625 gram
1𝐿
b. Media Pepton Water
Cara kerja
1. Ditimbang pw sebanyak 6,375 gr

2. Dimasukkan ke dalam gelas piala

3. Dilarutkan dengan aquadest sebanyak 250 mL

4. Kemudian dipanaskan diatas hotplate sampai mendidih

5. Lalu disterilkan di dalam autoklaf.


Perhitungan :
BPW yang diperlukan = 250 mL
Packing = 25,5 g/L
25,5 𝑔 𝑥 0,25 𝐿
Gram = = 6,375 gram
1𝐿
Lampiran 2. SNI

SNI 01-3142-1998
Tahu
SNI 01-3142-1998

Standar Nasional Indonesia

Tahu

ICS Badan Standardisasi


67.060 Nasional
SNI 01-3142-1998

Daftar isi

Daftar isi. ................................................................................................................................ i


Pendahuluan. ........................................................................................................................ ii
1 Ruang Lingkup ................................................................................................................ 1
2 Acuan............................................................................................................................. 1
3 Definisi ........................................................................................................................... 1
4 Singkatan pembuatan .................................................................................................... 1
5 Syarat mutu.................................................................................................................... 2
6 Cara pengambilan contoh .............................................................................................. 2
7 Cara uji .......................................................................................................................... 2
8 Pengemasan ................................................................................................................... 3

i
SNI 01-3142-1998

Pendahuluan

Standar Nasional Indonesia ini merupakan revisi untuk kedua kalinya dari SII 0270-80 dan
SNI 01-3142-1992 tahu.

Revisi ini disusun berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut :

1. Untuk lebih menyempurnakan standar yang telah ada

2. Lebih diterapkan untuk perlindungan konsumen

3. Untuk dapat diterapkan oleh pengrajin tahu.

i
i
SNI 01-3142-1998

Tahu

1 Ruang lingkup

Standar ini meliputi acuan, definisi, singkatan pembuatan, syarat mutu, cara pengambilan
contoh, cara uji, syarat penandaan dan pengemasan untuk tahu.

2 Acuan

2.1 Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Men.KesIPer/1X/88 tentang Bahan Tambahan


Makanan.

2.2 Kumpulan peraturan Perundang-undangan di Bidang Makanan, Departemen Kesehatan


RI 1994 (Edisi 111).

2.3 SNI 19-2891 - 1992, Cara uji makanan dan minuman

2.4 SNI 19-2897 - 1992, Cara uji cemaran mikroba.

2.5 SNI 19-2896 - 1996, Cara uji cemaran logam.

2.6 Hasil-hasil pengujian komoditi tahu.

3 Definisi

Tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat melalui proses
pengolahan kedele (Glycine Species) dengan cara pengendapan proteinnya, dengan atau
tanpa penambahan bahan lain yang diijinkan.

4 Singkatan pembuatan

SNI : Standar Nasional Indonesia


SII : Standar Industri Indonesia
%, b/b : Persen bobot per bobot
maks. : Maksimum
min. : Minimum
g : Gram
kg : Kilogram
APM : Angka Paling Mungkin

1
dari 3
SNI 01-3142-1998

5 Syarat mutu

Tabel syarat mutu tahu

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan :
1.1 Bau normal
1.2 Rasa normal
1.3 Warna putih normal atau
kuning normal
1.4 Penampakan norma tidak berlendir dan
tidak berjamur
2. Abu % (b/b) maks. 1,0
3. Protein (N x 6,25) % (b/b) min. 9,0
4. Lemak % (b/b) min. 0,5
5. Serat kasar % (b/b) maks. 0,1
6. Bahan tambahan makanan % (b/b) Sesuai SNI 01-0222-1995 dan
- Peraturan Men.Kes No 722/
Men.Kes/Per/IX/1988
7. Cemaran logam :
7.1 Timbal(Pb) mg/kg maks. 2,0
7.2 Tembaga (Cu) mg/kg maks. 30,0
7.3 Sang (2n) mg/kg maks. 40,0
7.4 Timah (Sn) mg/kg maks. 40,0 / 250,0
7.5 Raksa (Hg) mg/kg maks. 0,03
8. Cemaran Arsen (As) mg/kg maks. 1,0
9. Cemaran mikroba :
9.1 Escherichia Coll APM/g maks. 10
9.2 Salmonella /25 g negatif
*) Dikemas dalam kaleng

6 Cara pengambilan contoh

Cara pengambilan contoh sesuai dengan SNI 19-0428-1998, Petunjuk pengambilan contoh
padatan.

7 Cara uji

7.1 Persiapan contoh untuk uji kimia


Cara persiapan contoh sesuai dengan SNI 01-2891-1992, Cara uji makanan dan minuman,
untuk contoh padatan butir 4.

2 dari 3
SNI 01-3142-1998

7.2 Keadaan
Cara uji keadaan sesuai dengan SNl 01-2891-1992, Cara uji makanan dan minuman, butir
12.

7.3 A b u
Cara uji abu sesuai dengan SNI 01-2891-1992, Cara uji makanan dan minuman, butir 6.1.

7.4 Protein
Cara uji protein sesuai dengan SNI 01-2891-1992, Cara uji makanan dan minuman, butir 7.1.

7.5 Lemak
Cara uji lemak sesuai dengan SNI 01-2891-1992, Cara uji makanan dan minuman, butir 8.1.

7.6 Serat kasar


Cara uji serat kasar sesuai dengan SNI 01-2891-1992, Cara uji makanan dan minuman, butir
11.

7.7 Bahan tambahan makanan

7.7.1 Cara uji pewarna makanan sesuai dengan SNI 01-2895-1992, Cara uji pewarna
tambahan makanan, butir 2.

7.7.2 Cara uji pengawet makanan sesuai dengan SIN 01-2894-1992, Cara uji bahan
tambahan makanan/bahan pengawet.

7.8 Cemaran logam


Cara uji cemaran logam sesuai dengan SNI 19-2896-1992, Cara uji cemaran logam.

7.9 Cemaran mikroba


Cara uji cemaran mikroba sesuai dengan SNI 19-2897-1992, Cara uji cemaran mikroba.

8 Pengemasan

Dikemas dalam wadah tertutup rapat, tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi, aman
selama penyimpanan dan pengangkutan.

9 Syarat penandaan

Sesuai dengan peraturan Departemen Kesehatan RI yang brlaku tentang label dan
periklanan makanan.

3 dari 3
BADAN STANDARDISASI NASIONAL - BSN
Gedung Manggala Wanabakti Blok IV Lt. 3-4
Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan Jakarta 10270
Telp: 021- 574 7043; Faks: 021- 5747045; e-mail : bsn@bsn.or.id
“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
dikomersialkan”
SNI 7388:2009

Batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan

Badan Standardisasi Nasional


Standar Nasional Indonesia

ICS 67.220.20
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
SNI 7388:2009

Daftar isi

dikomersialkan”
“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
Daftar isi. ................................................................................................................................ i
Prakata .................................................................................................................................. ii
1 Ruang lingkup ................................................................................................................. 1
2 Istilah dan definisi ............................................................................................................ 1
3 Persyaratan cemaran mikroba dalam pangan .................................................................. 2
4 Batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan .......................................................... 2
Lampiran A (informatif) Kajian keamanan cemaran mikroba ................................................ 20
Bibliografi ............................................................................................................................. 36

Tabel 1 - Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Pangan ............................................... 2

i
SNI 7388:2009

Prakata

dikomersialkan”
“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
Standar Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan disusun dan dirumuskan oleh
Panitia Teknis 67-02 Bahan Tambahan Pangan dan Kontaminan. Standar ini telah dibahas
dalam rapat teknis, dan terakhir dirumuskan dalam rapat konsensus nasional di Bogor tanggal
16 Januari 2008 yang dihadiri oleh wakil-wakil produsen, konsumen, asosiasi, perguruan
tinggi, serta instansi pemerintah terkait sebagai upaya untuk meningkatkan keamanan pangan
mengingat mikroba merupakan penyebab kebusukan pangan dan penyakit akibat pangan
yang paling utama yang berbahaya apabila dikonsumsi manusia.

Standar ini disusun dengan memperhatikan :


1. Undang-undang No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
3. Undang –undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
4. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.
5. Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 03726/B/ SK/VII/1989
tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Makanan.

Standar ini telah melalui proses jajak pendapat pada tanggal 15 Juli 2008 sampai dengan
15 Oktober 2008 dan pemungutan suara pada tanggal 20 Mei 2009 sampai
dengan 20 Agustus 2009 dengan hasil akhir RASNI.

i
i
SNI 7388:2009

Batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan

dikomersialkan”
“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan istilah dan definisi, persyaratan cemaran mikroba dalam pangan, dan
batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan.

2 Istilah dan definisi

2.1
pangan
segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak
diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,
termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman

2.2
kategori pangan
pengelompokan pangan berdasarkan jenis pangan tersebut

2.3
cemaran
bahan kimia, fisik, biologik yang keberadaannya dalam pangan pada batas tertentu dapat
menimbulkan risiko terhadap kesehatan

2.4
mikroba disebut juga mikroorganisme atau jasad renik
makhluk hidup sederhana yang terbentuk dari satu atau beberapa sel yang hanya dapat dilihat
dengan bantuan suatu peralatan khusus (mikroskop) mencakup virus, bakteri, mikro alga,
protozoa, khamir dan kapang

2.5
cemaran mikroba
mikroba yang keberadaannya dalam pangan pada batas tertentu dapat menimbulkan risiko
terhadap kesehatan

2.6
jenis cemaran mikroba
jenis dan atau jumlah mikroba yang keberadaannya dalam pangan pada batas tertentu dapat
menimbulkan risiko terhadap kesehatan

2.7
batas maksimum
secara kuantitatif dinyatakan sebagai jumlah maksimum mikroba yang diizinkan terdapat
dalam pangan dinyatakan dalam angka atau jumlah koloni per satuan berat atau volume, dan
secara kualitatif dinyatakan sebagai negatif per satuan berat atau volume tertentu

2.8
koloni
pertumbuhan mikroba pada media kultur padat dan semi padat yang dapat dilihat secara
visual

1
dari 37
SNI 7388:2009

2.9

dikomersialkan”
Angka Paling Mungkin (APM) disebut juga The Most Probable Number (MPN)
angka perkiraan (per ml / per gram atau per 100 ml / per 100 gram) mikroba yang ada dalam

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
contoh, berdasarkan pada keberadaannya dalam alikuot replikat yang disiapkan melalui
pengenceran desimal

2.10
Angka Lempeng Total (ALT) disebut juga Total Plate Count (TPC)
jumlah mikroba aerob mesofilik per gram atau per mililiter contoh yang ditentukan melalui
metode standar

2.11
bakteri
mikroba bersel tunggal yang memiliki dinding sel, berkembang biak dengan membelah diri,
dan mempunyai empat bentuk utama yaitu kokus (bulat), basil (seperti batang), koma dan
spiral

2.12
kapang
mikroba terdiri dari lebih dari satu sel berupa benang-benang halus yang disebut hifa,
kumpulan hifa disebut miselium, berkembang biak dengan spora

2.13
khamir disebut juga ragi
mikroba bersel tunggal berbentuk bulat-lonjong dan memperbanyak diri melalui
pembentukan tunas atau askospora, tetapi tidak membentuk miselium

3 Persyaratan cemaran mikroba dalam pangan

3.1 Batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan tercantum dalam Pasal 4.

3.2 Cemaran mikroba sebagaimana dimaksud dalam 3.1 telah dikaji keamanannya dan
tercantum pada Lampiran A.

3.3 Jika pengujian Enterobacteriaceae menunjukkan hasil negatif per 10 gram pada kategori
pangan 13.1 formula lanjutan, dan negatif per 2 x 1 gram pada kategori pangan 01.0 Produk
susu dan analognya dan kategori pangan 13.2 Makanan bayi dan anak dalam masa
pertumbuhan; maka tidak diperlukan pengujian coliform.

4 Batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan

Tabel 1 - Batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan

No. kat Batas


Kategori pangan Jenis cemaran mikroba
pangan maksimum
01.0 Produk-produk susu dan analognya, kecuali yang termasuk kategori 02.0
01.1 Susu dan minuman berbasis susu

2 dari 37
SNI 7388:2009

Tabel 1 (lanjutan)

dikomersialkan”
No. kat Batas
Kategori pangan Jenis cemaran mikroba

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
pangan maksimum
Susu segar (susu yang tidak ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 106 koloni/ml
dipasteurisasi) untuk Koliform 2 x 101 koloni/ml
diproses lebih lanjut (susu APM Escherichia coli < 3/ml
sapi, kuda, kambing, dan Salmonella sp. negatif /25ml
ternak lain) Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/ml
Susu segar (susu yang tidak ALT (30 °C, 72 jam) 5 x 104 koloni/ml
dipasteurisasi) untuk Koliform 2 x 101 koloni/ml
konsumsi langsung, (susu APM Escherichia coli < 3/ml
sapi, kuda, kambing, dan Salmonella sp. negatif /25 ml
kerbau) Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/ml
Listeria monocytogenes negatif/25 ml
Campylobacter sp negatif/25 ml
Susu pasteurisasi (tawar ALT (30 °C, 72 jam) 5 x 104 koloni/ml
atau berperisa) APM Koliform 10/ml
APM Escherichia coli < 3/ml
Salmonella sp. negatif /25 ml
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/ml
Listeria monocytogenes negatif /25 ml
Susu steril dan susu UHT ALT (30 °C, 72 jam) < 10 koloni/0,1 ml
(tawar atau berperisa) setelah inkubasi selama
15 hari
01.2 Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim negati (tawar)
Susu fermentasi (yoghurt) APM Koliform 10/ml
tawar atau berperisa Salmonella sp. negatif /25 ml
Listeria monocytogenes negatif /25 ml
01.3 Susu kental dan analognya (tawar)
Susu evaporasi dan susu ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 102 koloni/ml
skim evaporasi APM Koliform 10/ml
Salmonella sp. negatif / 25 ml
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/ml
Susu kental manis dan susu ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
skim kental manis (tawar APM Koliform 10/g
atau berperisa) Salmonella sp. negatif / 25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Kapang dan khamir 2 x 102 koloni/g
Krimer nabati bubuk ALT (30 °C, 72 jam) 5 x 104 koloni/g
APM Koliform 10/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g

3 dari 37
SNI 7388:2009

Tabel 1 (lanjutan)

dikomersialkan”
No. kat
Kategori pangan Jenis cemaran mikroba Batas maksimum

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
pangan
01.4 Krim (tawar) dan sejenisnya
Krim pasteurisasi ALT (30 °C, 72 jam) 5 x 104 koloni/g
APM Koliform 10/g
Salmonella sp. negatif/ 25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Listeria monocytogenes negatif/25 g
01.5 Susu bubuk dan krim bubuk dan bubuk analog (tawar)
Susu bubuk dan susu skim ALT (30 °C, 72 jam) 5 x104 koloni /g
bubuk APM Koliform 10/g
Salmonella sp. negatif / 25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Buttermilk bubuk ALT (30 °C, 72 jam) 2 x 105 koloni/g
APM Koliform 10 koloni/g
Salmonella sp. negatif/25 g
01.6 Keju dan keju analog
Keju (semua jenis) APM Escherichia coli 10/g
Salmonella sp. negatif/ 25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Listeria monocytogenes negatif /25 g
01.7 Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu (misalnya puding, yogurt
berperisa atau yogurt dengan buah)
Es krim ALT (30 °C, 72 jam) 5 x 104 koloni /g
APM Koliform < 3/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Listeria monocytogenes negatif/25 g
Puding matang, dingin dan ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
beku APM Koliform < 3/g
Salmonella sp. negatif / 25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
01.8 Whey dan produk whey, kecuali keju whey
Whey bubuk APM Koliform < 3/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Tepung es krim ALT (30 °C, 72 jam) 5 x 104 koloni /g
APM Koliform < 3/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Staphylococcus aureus 1 x 101 koloni/g

02.0 Lemak, minyak dan emulsi minyak


Mentega ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 105 koloni/g
Koliform 1 x 101 koloni/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Listeria monocytogenes negatif/25 g

4 dari 37
SNI 7388:2009

Tabel 1 (lanjutan)

dikomersialkan”
No. kat
Kategori pangan Jenis cemaran mikroba Batas maksimum

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
pangan
Margarin, lemak reroti ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 105 koloni/g
APM Koliform 10/g
APM Escherichia coli < 3/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g

03.0 Es untuk dimakan (edible ice), termasuk sherbet dan sorbet


Es batu, es lilin, es berperisa ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
APM Koliform < 3/g
Salmonella sp. negatif/25 g

04.0 Buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang-kacangan termasuk kacang
kedelai dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian
04.1 Buah
04.1.1 Buah segar APM Escherichia coli < 20/g
Salmonella sp. negatif/25 g
04.1.2 Buah olahan
Buah kering (kismis, sale ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 105 koloni/g
pisang, mangga, dll) APM Koliform < 3/g
kapang/khamir 5 x 101 koloni/g
Manisan buah basah ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 105 koloni/g
APM Koliform 10/g
APM Escherichia coli < 3/g
Kapang dan khamir 1 x 102 koloni/g
Manisan buah kering ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 105 koloni/g
APM Koliform 10/g
APM Escherichia coli < 3/g
kapang 5 x 101 koloni/g
Buah dalam kaleng ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 102 koloni/g
APM Koliform < 3 /g
Staphylococcus aureus negatif/g
Clostridium perfringens negatif/g
Jem, jeli buah dan marmalad ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
APM Koliform < 3/g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Clostridium sp < 1 x 101 koloni/g
Kapang dan khamir 1 x 102 koloni/g
Jeli agar ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
APM Koliform < 3/g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Kapang dan khamir 1 x 102 koloni/g

5 dari 37
SNI 7388:2009

Tabel 1 (lanjutan)

dikomersialkan”
No. kat
Kategori pangan Jenis cemaran mikroba Batas maksimum

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
pangan
Santan cair, pasta kelapa, ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 106 koloni/g
krim kelapa APM Koliform < 3/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Kelapa parut kering ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 106 koloni/g
APM Koliform 100/g
APM Escherichia coli < 3/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Kapang dan khamir 1 x 102 koloni/g
Nata dalam kemasan ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
APM Koliform < 3/g
Kapang dan khamir 1 x 102 koloni/g
Lempok dan analognya ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
berbasis buah APM Koliform 20 /g
APM Escherichia coli < 3/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Staphylococcus aureus < 1 x 101 koloni/g
Kapang dan khamir 1 x 102 koloni/g
Keripik berbasis buah ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
APM Escherichia coli < 3/g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Kapang 5 x 101 koloni/g
04.2 Sayuran (termasuk jamur, akar, umbi, dan aloe vera), rumput laut, kacang-
kacangan dan polong-polongan serta biji-bijian
04.2.1 Sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian segar
Sayuran segar untuk APM Escherichia coli < 3/g
konsumsi langsung Salmonella sp. negatif/25 g
04.2.2 Sayuran, rumput laut, kacang-kacangan dan biji-bijian olahan
Sayuran beku ALT (30 °C, 72 jam) 5 x105 koloni/g
Koliform 5 x102 koloni/g
APM Escherichia coli < 3/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Kapang 1 x 102 koloni/g
Sayuran kering ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 105 koloni/g
Koliform 5 x 102 koloni/g
APM Escherichia coli < 3/g
Salmonella sp. Negatif/25 g
Kapang 1 x 102 koloni/g
Acar dan sayuran asin APM Koliform < 3/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Sayuran dalam kaleng ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 102 koloni/g
APM Koliform < 3/g
Staphylococcus aureus negatif/g
Clostridium perfringens negatif/g

6 dari 37
SNI 7388:2009

Tabel 1 (lanjutan)

dikomersialkan”
No. kat
Kategori pangan Jenis cemaran mikroba Batas maksimum

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
pangan
Biji-bijian dan kacang- APM Escherichia coli 10/g
kacangan (kacang mede, Kapang 1 x 104 koloni/g
kacang tanah,
kedelai,
kacang hijau, kacang merah,
kacang tolo, emping melinjo)
Biji kakao APM Escherichia coli 10/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Kapang 1 x 104 koloni/g
Keripik berbasis sayur, umbi- ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
umbian dan kacang- APM Escherichia coli < 3/g
kacangan (gadung, Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
singkong, talas, kentang, ubi Kapang 5 x 101 koloni/g
jalar, jamur)
Kue berbasis sayur, umbi- ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
umbian dan kacang- APM Koliform < 3/g
kacangan (gadung, Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
singkong, talas, kentang, ubi Kapang dan khamir 1 x 102 koloni/g
jalar, jamur)

05.0 Confectionery
05.1 Produk kakao dan coklat termasuk coklat imitasi dan pengganti coklat
Kakao bubuk, kakao massa ALT (30 °C, 72 jam) 3 x 104 koloni/g
APM Escherichia coli < 3/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Kapang dan khamir 1 x 102 koloni/g
Produk coklat dan kakao ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
APM Escherichia coli < 3/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Kapang dan khamir 1 x 102 koloni/g
05.2 Confectionery meliputi permen keras dan lunak, nougat, dll, diluar produk
pangan kategori 05.1, 05.3 dan 05.4
Kembang gula keras ALT (30 °C, 72 jam) 5 x 102 koloni/g
APM Koliform 20 /g
APM Escherichia coli < 3/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Kapang dan khamir 2 x 102 koloni/g
Kembang gula lunak bukan ALT (30 °C, 72 jam) 5 x 102 koloni/g
jeli APM Koliform 20 /g
APM Escherichia coli < 3/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Kapang dan khamir 2 x 102 koloni/g

7 dari 37
SNI 7388:2009

Tabel 1 (lanjutan)

dikomersialkan”
No. kat
Kategori pangan Jenis cemaran mikroba Batas maksimum

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
pangan
Kembang gula lunak jeli ALT (30 °C, 72 jam) 5 x 104 koloni/g
APM Koliform 20/g
APM Escherichia coli < 3/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Kapang dan khamir 2 x 102 koloni/g
05.3 Kembang gula karet, ALT (30 °C, 72 jam) 5 x 103 koloni/g
kembang gula nirgula APM Koliform 20/g
APM Escherichia coli < 3/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Kapang dan khamir 2 x 102 koloni/g

06.0 Serealia dan produk-produk serealia yang merupakan produk turunan dari biji
serealia, akar-akaran dan umbi-umbian, kacang-kacangan, polong-polongan
dan empelur (bagian dalam batang tanaman), selain produk-produk bakeri
pada kategori pangan 07.0
06.1 Biji-bijian utuh, patahan, atau ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 106 koloni/g
serpihan, termasuk beras APM Escherichia coli 10/g
Kapang 1 x 104 koloni/g
06.2 Tepung-tepungan dan pati-patian
Tepung tapioka, tepung ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 106 koloni/g
hunkwee, tepung kacang APM Escherichia coli 10/ g
hijau, tepung singkong, Bacilllus cereus < 1 x 104 koloni/g
tepung sagu, tepung garut, Kapang 1 x 104 koloni/g
tepung jagung, tepung
gandum, tepung beras,
tepung siap pakai untuk kue,
tepung aren
Tepung pisang ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
APM Escherichia coli 10/g
Salmonella sp negatif/25 g
Staphylococcus aureus negatif/ g
Bacillus cereus 1 x 104 koloni/g
Kapang dan khamir 2 x 102 koloni/g
06.3 Serealia untuk sarapan, termasuk rolled oats
Sereal untuk sarapan tanpa ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
susu APM Escherichia coli < 3/g
Kapang 5 x 101 koloni/g

8 dari 37
SNI 7388:2009

Tabel 1 (lanjutan)

dikomersialkan”
No. kat
Kategori pangan Jenis cemaran mikroba Batas maksimum

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
pangan
Susu sereal bubuk ALT (30 °C, 72 jam) 5 x 104 koloni/g
APM Koliform 100 /g
APM Escherichia coli < 3/g
Salmonella sp negatif/25 g
Staphylococcus aureus negatif/g
Bacillus cereus 1 x 102 koloni/g
Kapang 5 x 101 koloni/g
06.4 Pasta dan mi serta produk sejenisnya (misalnya rice paper, vermiseli
beras/bihun), pasta kedelai dan mi kedelai
Bihun, spagetti, mi kering, ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 106 koloni/g
sohun, mi instan, makaroni, APM Escherichia coli 10/g
pasta kering produk akhir Staphylococcus aureus 1 x 103 koloni/g
serealia yang masih perlu Bacillus cereus 1 x 103 koloni/g
pengolahan lebih lanjut
Kapang 1 x 104 koloni/g
Mi basah, pasta mentah ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 106 koloni/g
APM Escherichia coli 10/g
Salmonella sp negatif/25 g
Staphylococcus aureus 1 x 103 koloni/g
Bacillus cereus 1 x 103 koloni/g
Kapang 1 x 104 koloni/g
06.6 Tepung bumbu ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 106 koloni/g
APM Escherichia coli < 3/g
Bacillus cereus 1 x 104 koloni/g
Kapang dan khamir 2 x 104 koloni/g
06.7 Kue beras
Dodol, wingko, yangko ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
berbasis tepung beras ketan APM Koliform 20/g
dan wajik APM Escherichia coli < 3/g
Salmonella sp negatif/25 g
Staphylococcus aureus 10 koloni/g
Bacillus cereus 1 x 102 koloni/g
Kapang dan khamir 2 x 102 koloni/g
06.8 Produk-produk kedelai
Tauco APM Koliform 10/g
APM Escherichia coli negatif/g
Salmonella sp negatif/25 g
Bacillus cereus 1 x 103 koloni/g
Kapang < 10 koloni /g
Produk olahan Tempe APM Koliform 10/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Sari kedelai ALT (30 °C, 72 jam) 5 x 104 koloni/ml
APM Koliform 20/ml
APM Escherichia coli < 3 /ml
Salmonella sp negatif/25 ml
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/ml
Bacillus cereus 1 x 103 koloni/ml
Kapang 5 x 101 koloni/ml

9 dari 37
SNI 7388:2009

Tabel 1 (lanjutan)

dikomersialkan”
No. kat
Kategori pangan Jenis cemaran mikroba Batas maksimum

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
pangan
Bakpia kacang hijau ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
APM Escherichia coli < 3/g
Bacillus cereus 1 x 102 koloni/g
Kapang 1 x 102 koloni/g

07.0 Produk bakeri


07.1 Roti dan produk bakeri tawar ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
dan premiks (termasuk APM Escherichia coli 10/g
tepung panir) Salmonella sp. negatif/25 g
Bacillus cereus 1 x 102 koloni/g
Kapang dan khamir 1 x 104 koloni/g
07.2 Produk bakeri istimewa ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
(manis, asin, gurih) APM Koliform 20 /g
APM Escherichia coli < 3/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Bacillus cereus 1 x 102 koloni/g
Kapang dan khamir 2 x 102 koloni/g

08.0 Daging dan produk daging, termasuk daging unggas dan daging hewan
buruan
08.1 Daging, daging unggas dan daging hewan buruan mentah
08.1.1 Daging ayam segar, beku ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 106 koloni/g
(karkas dan tanpa tulang) dan Koliform 1 x 102 koloni/g
cincang Escherichia coli 1 x 101 koloni/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Campylobacter sp negatif/25 g
08.1.1 Daging segar, beku (karkas ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 106koloni/g
dan tanpa tulang) dan daging Koliform 1 x 102 koloni/g
cincang Escherichia coli 1 x 101 koloni/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Campylobacter sp negatif/25 g
08.2 Produk olahan daging, daging unggas dan daging hewan buruan,
utuh/potongan
Dendeng sapi, daging asap ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 105 koloni/g
yang diolah dengan panas APM Escherichia coli < 3/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Bacillus cereus 1 x 103 koloni/g

10 dari 37
SNI 7388:2009

Tabel 1 (lanjutan)

dikomersialkan”
No. kat
Kategori pangan Jenis cemaran mikroba Batas maksimum

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
pangan
Produk daging kering ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 105 koloni/g
(termasuk abon); kerupuk APM Escherichia coli < 3/g
kulit, kerupuk paru, keripik Salmonella sp. negatif/25 g
usus ayam
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
08.3 Produk olahan daging, daging unggas dan daging hewan buruan, dihaluskan
Daging olahan dan daging ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 105 koloni/g
ayam olahan (bakso, sosis, APM Koliform 10/g
naget, burger) APM Escherichia coli < 3/g
Salmonella sp negatif/25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Clostridium perfringens 1 x 102 koloni/g
Sosis masak (tidak ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
dikalengkan, siap konsumsi) APM Koliform < 3/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Clostridium perfringens 10 koloni/g
Listeria monocytogenes negatif/25 g
Corned beef dalam kaleng, ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 102 koloni/g
sosis dalam kaleng Clostridium perfringens negatif/g

09.0 Ikan dan produk perikanan termasuk moluska, krustase dan ekinodermata
09.1 Ikan dan produk perikanan segar, termasuk moluska, krustase dan
ekinodermata
09.1.1 ikan segar ALT (30 °C, 72 jam) 5 x 105 koloni/g
APM Escherichia coli < 3/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Vibrio cholerae negatif/25 g
Vibrio parahaemolyticus negatif/25 g
09.1.2 Moluska, krustase dan ALT (30 °C, 72 jam) 5 x 105 koloni/g
ekinodermata segar APM Escherichia coli < 3/g
Salmonella sp negatif/25 g
Vibrio cholerae negatif/25 g
Vibrio parahaemolyticus negatif/25 g
09.2 Ikan dan produk perikanan lainnya termasuk moluska, krustase dan
ekinodermata yang sudah mengalami pengolahan
09.2.1 Ikan, filet ikan dan produk ALT (30 °C, 72 jam) 5 x 105 koloni/g
perikanan meliputi moluska, APM Escherichia coli < 3/g
krustase dan ekinodermata Salmonella sp. negatif/25 g
yang dibekukan Vibrio cholerae negatif/25 g
09.2.2 Ikan, filet ikan dan hasil ALT (30 °C, 72 jam) 5 x 105 koloni/g
perikanan termasuk APM Escherichia coli < 3/g
moluska, krustase dan Salmonella sp negatif/25 g
ekinodermata berlapis Vibrio cholerae negatif/25 g
tepung yang dibekukan

11 dari 37
SNI 7388:2009

Tabel 1 (lanjutan)

dikomersialkan”
No. kat
Kategori pangan Jenis cemaran mikroba Batas maksimum

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
pangan
09.2.3 Hancuran dan sari ikan ALT (30 °C, 72 jam) 5 x 105 koloni/g
termasuk moluska, krustase APM Escherichia coli < 3/g
dan ekinodermata yang Salmonella sp negatif/25 g
dibekukan Vibrio cholerae negatif/25 g
09.2.4 Ikan dan produk perikanan ALT (30 °C, 72 jam) 5 x 105 koloni/g
termasuk moluska, krustase APM Escherichia coli < 3/g
dan ekinodermata yang Salmonella sp negatif/25 g
dikukus atau rebus dan atau Staphylococcus aureus 1 x 103 koloni/g
goreng
Vibrio cholerae negatif/25 g
09.2.5 Ikan dan produk perikanan termasuk moluska, krustase dan ekinodermata
yang diasap, dikeringkan, difermentasi dengan atau tanpa garam
Ikan dan produk perikanan ALT (30 °C, 72 jam) 5 x 105 koloni/g
termasuk moluska, APM Escherichia coli < 3/g
crustacea dan echinoderma Salmonella sp negatif/25 g
yang diasap dengan atau Staphylococcus aureus 1 x 103 koloni/g
tanpa garam Kapang < 1 x 102 koloni/g
Ikan dan produk perikanan ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 105 koloni/g
termasuk moluska, APM Escherichia coli < 3/g
crustacea dan echinoderma Salmonella sp negatif/25 g
yang dikeringkan dengan Vibrio cholerae negatif/25 g
atau tanpa garam
Ikan dan produk perikanan APM Escherichia coli < 3/g
termasuk moluska, Salmonella sp negatif/25 g
crustacea dan Staphylococcus aureus 1 x 103 koloni/g
echinodermata yang Vibrio cholerae negatif/25 g
difermentasi dengan atau
tanpa garam
09.4 Ikan dan produk perikanan ALT aerob termopilik (30 < 1 x 101 koloni/g
awet, meliputi ikan dan °C, 72 jam)
produk perikanan yang ALT anaerob (30 °C, 72 < 1 x 101 koloni/g
dikalengkan atau jam)
difermentasi, termasuk Clostridium sp negatif/g
moluska, krustase dan
ekinodermata

10.0 Telur dan produk-produk telur


10.1 Telur segar ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 105 koloni/g
Koliform 1 x 102 koloni/g
Escherichia coli 1 x 101 koloni/g
Salmonella sp. negatif/25 g
10.3 Telur yang diawetkan, termasuk produk tradisional telur yang diawetkan,
termasuk dengan cara dibasakan, diasinkan dan dikalengkan
Telur asin Salmonella sp. negatif/25 g
Staphylococcus aureus < 1 x 101 koloni/g
10.4 Pangan penutup berbahan ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
dasar telur (misalnya APM Koliform < 3/g
custard) Salmonella sp. negatif/25 g
Staphylococcus aureus negatif/g

12 dari 37
SNI 7388:2009

Tabel 1 (lanjutan)

dikomersialkan”
No. kat
Kategori pangan Jenis cemaran mikroba Batas maksimum

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
pangan
11.0 Pemanis, termasuk madu
Gula kristal, gula tepung, ALT (30 °C, 72 jam) 3 x 103 koloni/g
gula sirup (dari tebu, stevia, APM Koliform < 3/g
maltosa, dextrosa, aren, kapang dan khamir 1 x 102 koloni/g
kelapa)
Madu ALT < 5 x 103 koloni/g
APM Koliform < 3/g
kapang dan khamir < 1 x 101 koloni/g
12.0 Garam, rempah-rempah, sup, saus, salad, produk-produk protein
12.2 Herba, rempah-rempah, bumbu dan kondimen (misalnya bumbu mi instant)
Herba dan rempah-rempah ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 106 koloni/g
Koliform 1 x 102 koloni/g
APM Escherichia coli < 3/g
Salmonella sp negatif/25 g
Bacillus cereus 1 x 104 koloni/g
Clostridium perfringens 1 x 103 koloni/g
Kapang dan khamir 2 x 104 koloni/g
Bumbu mi instan ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 106 koloni/g
Koliform 1 x 102 koloni/g
APM Escherichia coli < 3/g
kapang/khamir 1 x 104 koloni/g
Kondimen dan bumbu ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
lainnya Koliform 1x 102 koloni/g
APM Escherichia coli < 3/g
Salmonella sp negatif/25 g
Bacillus cereus 1 x 102 koloni/g
Clostridium perfringens 1 x 102 koloni/g
Kapang dan khamir 2 x 102 koloni/g
12.4 Mustard ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
Kapang 1 x 102 koloni/g
12.5 Sup dan kaldu
Sup dan kaldu dalam kaleng ALT aerob (30 °C, 72 < 1 x 101 koloni/g
jam)
ALT anaerob (30 °C, 72 < 1 x 101 koloni/g
jam)
Clostridium sp negatif/g
Sup instan bubuk (termasuk ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 105 koloni/g
sup krim instan bubuk) APM Koliform 20/g
APM Escherichia coli < 3/g
Salmonella sp negatif/25 g
Staphylococcus aureus 1 x 103 koloni/g
Clostridium perfringens 1 x 102 koloni/g
Kapang dan khamir 1 x 102 koloni/g

13 dari 37
SNI 7388:2009

Tabel 1 (lanjutan)

dikomersialkan”
No. kat
Kategori pangan Jenis cemaran mikroba Batas maksimum

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
pangan
Bumbu rasa sapi, bumbu ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
rasa ayam APM Koliform < 3/g
Kapang dan khamir 2 x 102 koloni/g
12.6 Saus dan produk sejenis
Saus emulsi (misal: ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
mayonnaise, salad dressing) APM Koliform 10/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Sambal terasi APM Koliform < 3/g
Kapang 5 x 101 koloni/g
Kecap kedelai, kecap ikan, APM koliform < 3/g
kecap air kelapa, saus tiram Kapang 5 x 101 koloni/g
Saus tomat, saus cabe dan ALT (30 °C, 72 jam) 1X 104 koloni/g
saus non emulsi lainnya APM Koliform 100/g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Kapang 5 x 101 koloni/g
12.7 Produk oles untuk salad APM Koliform < 3/g
(misalnya salad makaroni, Staphylococcus aureus 5 x 102 koloni/g
salad kentang) dan sandwich,
tidak mencakup produk oles
berbasis coklat dan kacang
yang termasuk kategori
pangan 04.2.2.5
dan 05.1.3
12.8 Ragi dan produk sejenisnya
Ragi APM Escherichia coli < 3/g
Salmonella sp. negatif/25 g

13.0 Produk pangan untuk keperluan gizi khusus


13.1 Formula untuk bayi, formula lanjutan dan formula untuk tujuan medis tertentu
bagi bayi
13.1 Formula bayi dan formula ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
untuk keperluan medis Enterobacteriaceae Negatif/10 g *
khusus bagi bayi Enterobacter sakazakii Negatif/10 g †
Salmonella sp. negatif/25 g
Staphylococcus aureus 1 x 101 koloni/g
Bacillus cereus 1 x 102 koloni/g
Susu Formula Lanjutan ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
APM Koliform < 3/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Staphylococcus aureus 1 x 101 koloni/g
Bacillus cereus 1 x 102 koloni/g

*
Jumlah sample (n) = 10, jumlah maksimum sampel yang tidak memenuhi syarat ( c ) = 2

Jumlah sample (n) = 30
14 dari 37
SNI 7388:2009

Tabel 1 (lanjutan)

dikomersialkan”
No. kat
Kategori pangan Jenis cemaran mikroba Batas maksimum

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
pangan
13.2 Makanan komplemen untuk bayi dan anak kecil
Biskuit untuk bayi dan balita, ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
MPASI biskuit APM Koliform < 20/g
APM Escherichia coli negatif/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
MPASI siap santap ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 102 koloni/g
APM Koliform < 3/g
APM Escherichia coli negatif/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Staphylococcus aureus negatif/g
MPASI bubuk instan ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
APM Koliform < 20/g
APM Escherichia coli negatif/g
Salmonella sp. negatif/25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
13.3 Makanan Diet Khusus Untuk Keperluan Kesehatan, Termasuk Untuk Bayi dan
Anak-anak (Kecuali Produk Kategori Pangan 13.1)
Makanan Diet Khusus Untuk ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
Keperluan Kesehatan, APM Koliform < 3/g
Termasuk Untuk Bayi dan Salmonella sp. negatif/25 g
Anak-anak (Kecuali Produk
Staphylococcus aureus 1 x 101 koloni/g
Kategori Pangan 13.1)
berbentuk Susu Untuk Bayi Bacillus cereus 1 x 102 koloni/g
Makanan Diet Khusus Untuk ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
Keperluan Kesehatan, APM Koliform < 20/g
Termasuk Untuk Bayi dan APM Escherichia coli negatif/g
Anak-anak (Kecuali Produk
Salmonella sp. negatif/25 g
Kategori Pangan 13.1)
berbentuk biscuit Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Makanan Diet Khusus Untuk ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 105 koloni/g
Keperluan Kesehatan, APM Koliform < 1 x 102 /g
Termasuk Untuk Bayi dan APM Escherichia coli negatif/g
Anak-anak (Kecuali Produk
Salmonella sp. negatif/25 g
Kategori Pangan 13.1)
berbentuk siap masak Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Makanan Diet Khusus Untuk ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 102 koloni/g
Keperluan Kesehatan, APM Koliform < 3/g
Termasuk Untuk Bayi dan APM Escherichia coli negatif/g
Anak-anak (Kecuali Produk
Salmonella sp. negatif/25 g
Kategori Pangan 13.1)
berbentuk siap santap Staphylococcus aureus negatif/g

15 dari 37
SNI 7388:2009

Tabel 1 (lanjutan)

dikomersialkan”
No. kat
Kategori pangan Jenis cemaran mikroba Batas maksimum

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
pangan
Makanan Diet Khusus Untuk ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
Keperluan Kesehatan, APM Koliform < 20/g
Termasuk Untuk Bayi dan APM Escherichia coli negatif/g
Anak-anak (Kecuali Produk
Salmonella sp. negatif/25 g
Kategori Pangan 13.1)
berbentuk bubuk instant Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Pangan Diet Untuk ALT (30 °C, 72 jam) 5 x104 koloni /g
Pelangsing dan Penurun APM Koliform 102 /g
Berat Badan E. coli negatif
Salmonella sp. negatif / 25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Listeria monocytogenes negatif/25 g
13.5 Makanan Diet (Contohnya Suplemen Pangan Untuk Diet) yang Tidak
Termasuk Produk Dari Kategori 13.1, 13.2, 13.3, 13.4 dan 13.6
Minuman khusus ibu hamil ALT (30 °C, 72 jam) 5 x104 koloni /g
dan atau ibu menyusui APM Koliform 102 /g
berbentuk bubuk E. coli negatif
Salmonella sp. negatif / 25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
Listeria monocytogenes negatif/25 g
Minuman khusus ibu hamil ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 105 koloni/ml
dan atau ibu menyusui APM Koliform 10/ml
berbentuk cair (pasteurisasi) E. coli negatif
Salmonella sp. negatif /25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/ml
Listeria monocytogenes negatif/25 ml
Minuman khusus ibu hamil ALT (30 °C, 72 jam) 0
dan atau ibu menyusui
berbentuk cair (steril atau
UHT)

14.0 Minuman, tidak termasuk produk susu


14.1.1 Air minum
14.1.1.2 Air minum dalam kemasan ALT awal (30 °C, 72 jam) 1 x 102 koloni/ml
ALT akhir (30 °C, 72 1 x 105 koloni/ml
jam)
APM Koliform < 2/100 ml
Salmonella sp. negatif/100 ml
Pseudomonas 0 koloni/ml
aeruginosa

16 dari 37
SNI 7388:2009

Tabel 1 (lanjutan)

dikomersialkan”
No. kat
Kategori pangan Jenis cemaran mikroba Batas maksimum

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
pangan
14.1.2 Sari buah dan sari sayuran
Sari buah ALT (30 °C, 72 jam) 1x 104 koloni/ml
Koliform 2 x 101 koloni /ml
APM Escherichia coli < 3/ml
Salmonella sp. negatif/25 ml
Staphylococcus aureus negatif/ml
Kapang dan khamir 1 x 102 koloni/ml
14.1.4 Minuman berbasis air berperisa, termasuk minuman olahraga atau elektrolit
dan minuman berpartikel
Minuman berkarbonat (air ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 102 koloni/ml
soda, limun dll) Koliform 1 koloni/100 ml
Salmonella sp. negatif/100 ml
Staphylococcus aureus negatif / ml
Kapang dan khamir 1 x 102 koloni/ml
Minuman isotonik ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 102 koloni/ml
Koliform 1 koloni/100 ml
Salmonella sp. negatif/100 ml
Kapang dan khamir 1 x 102 koloni/ml
Sirup ALT (30 °C, 72 jam) 5 x 102 koloni/ml
APM Koliform 20/ml
APM Escherichia coli < 3/ml
Salmonella sp. negatif/25ml
Staphylococcus aureus negatif/ml
Kapang dan khamir 1 x 102 koloni/ml
Serbuk minuman ALT (30 °C, 72 jam) 3 x 103 koloni/g
(berperisa atau tidak APM Koliform < 3/g
berperisa, tradisional, dll) Kapang dan khamir 1 x 102 koloni/g
Minuman squash ALT (30 °C, 72 jam) 4 x 102 koloni/ml
APM Koliform 20/ml
Salmonella sp. negatif/25 ml
Kapang dan khamir 1 x 102 koloni/ml
Minuman Tidak Berkarbonat ALT (30 °C, 72 jam) 2 x 102 koloni/ml
Berperisa APM Koliform 20/ml
Salmonella sp negatif/25 ml
Staphylococcus aureus 0 koloni/ml
Vibrio sp negatif/ml
Kapang dan Khamir 1 x 102 koloni/ml
14.1.5 Kopi, kopi substitusi, teh, seduhan herbal, dan minuman biji-bijian dan sereal
panas, kecuali cokelat
Teh kering dalam kemasan ALT (30 °C, 72 jam) 3 x 103 koloni/g
APM Koliform < 3/g
Kapang 5 x 102 koloni/g
Teh celup ALT (30 °C, 72 jam) 3 x 103 koloni/g
Kapang 5 x 102 koloni/g

17 dari 37
SNI 7388:2009

Tabel 1 (lanjutan)

dikomersialkan”
No. kat
Kategori pangan Jenis cemaran mikroba Batas maksimum

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
pangan
Minuman teh dalam ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 102 koloni/ml
kemasan APM Koliform < 2/100 ml
APM Escherichia coli negatif/100 ml
Salmonella sp. negatif/100 ml
Kopi bubuk dalam kemasan ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 106 koloni/g
Kapang 1 x 104 koloni/g
Kopi celup, kopi instan ALT (30 °C,72 jam) < 3 x 102 koloni/g
Kapang 5 x 101 koloni/g
Kopi mix, kopi gula susu ALT (30 °C, 72 jam) 5 x 105 koloni/g
dalam kemasan APM Koliform 20/g
Salmonella sp negatif/25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/25 g
Kapang dan khamir 1 x 102 koloni/g
Minuman kopi dalam ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 102 koloni/ml
kemasan APM Koliform < 2/100 ml
Clostridium perfringens negatif/100 ml
Salmonella sp. negatif/100 ml
14.2 Minuman beralkohol, termasuk minuman serupa yang bebas alkohol atau
rendah alkohol
Anggur, anggur buah ALT (30 °C, 72 jam) 2 x 102 koloni/ml
APM koliform 20/ml
APM Escherichia coli < 3/ml
Salmonella sp. negatif/25 ml
Staphylococcus aureus negatif/ml
Kapang dan khamir 1 x 102 koloni/ml

15.0 Makanan ringan siap santap


15.1 Makanan ringan - berbahan dasar kentang, serealia, tepung atau pati (dari
umbi-umbian, kacang-kacangan dan polong-polongan)
Makanan ringan ekstrudat ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
APM Escherichia coli < 3/g
Salmonella sp negatif/25 g
Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g
15.2 Olahan kacang-kacangan, termasuk kacang terlapisi dan campuran kacang
Kacang garing, kacang ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
sukro, kacang bawang, APM Escherichia coli < 3/g
kacang telor, kacang bali, Kapang 5 x 102 koloni/g
kacang goyang

18 dari 37
SNI 7388:2009

Tabel 1 (lanjutan)

dikomersialkan”
No. kat
Kategori pangan Jenis cemaran mikroba Batas maksimum

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
pangan

16.0 Makanan campuran (komposit) – makanan yang tidak dapat dikelompokkan


dalam kategori 01-15
Makanan dan minuman ALT (30 °C, 72 jam) 1 x 104 koloni/g
pasteurisasi dalam kemasan atau ml
(selain kategori 01-15) APM Koliform < 3/g atau /ml
Mikroba patogen (sesuai negatif/25 g atau
dengan bahan baku negatif/25 ml
utama)
Makanan dan minuman ALT (30 °C, 72 jam) < 10 koloni/0,1 ml
sterilisasi dalam kemasan atau < 10 koloni/
secara aseptis (selain 0,1 g
kategori 01-15)

19 dari 37
SNI 7388:2009

Lampiran A

dikomersialkan”
(informatif)
Kajian keamanan cemaran mikroba

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
A.1 Angka Lempeng Total (Total Plate Count)

A.1.1 Deskripsi

Angka Lempeng Total (ALT) menunjukkan jumlah mikroba dalam suatu produk. Di beberapa
negara dinyatakan sebagai Aerobic Plate Count (APC) atau Standard Plate Count (SPC) atau
Aerobic Microbial Count (AMC).

A.1.2 Kajian keamanan

ALT secara umum tidak terkait dengan bahaya keamanan pangan namun kadang bermanfaat
untuk menunjukkan kualitas, masa simpan/waktu paruh, kontaminasi dan status higienis pada
saat proses produksi. ALT untuk produk pangan dalam kaleng dinyatakan dalam ALT aerob
dan ALT anaerob. ALT anaerob dimaksudkan untuk menunjukkan kontaminasi pasca proses
pengalengan.

A.1.3 Analisa pangan

Media plating (sumber energi) yang digunakan dalam pengujian ALT dapat mempengaruhi
jumlah dan jenis bakteri yang diisolasi karena perbedaan dalam persyaratan nutrisi dan garam
pada tiap mikroba. Untuk produk ikan dan olahannya, suhu inkubasi 25 °C menghasilkan
jumlah bakteri yang lebih besar daripada suhu inkubasi 35 °C.

A.2 Bacillus cereus

A.2.1 Deskripsi

Bacillus cereus ialah bakteri berbentuk batang yang berspora dan bersifat Gram positif, selnya
berukuran besar dibandingkan dengan bakteri batang lainnya serta tumbuh secara aerob
fakultatif. Untuk membedakan Bacillus cereus dengan Bacillus lainnya, digunakan ciri
morfologi dan biokimia. Pembedaan dapat dilakukan dengan melihat motilitasnya (B. cereus
paling motil), pembentukan kristal toksin (B. thuringiensis), aktivitas hemolitik (B. cereus dan
Bacillus lain mempunyai aktivitas β- hemolitik sedangkan B. anthracis umumnya non
hemolitik).

A.2.2 Kajian Keamanan

B. cereus dapat menyebabkan dua tipe penyakit, yaitu diare dan muntah. Gejala penyakit diare
yang ditimbulkan mirip dengan yang disebabkan oleh Clostridium perfringens; yaitu buang air
besar encer, perut kejang-kejang dan sakit 6 jam -15 jam setelah mengkonsumsi pangan yang
tercemar; disertai mual, namun jarang terjadi muntah. Sedangkan gejala penyakit muntah,
biasanya ditandai oleh mual terjadi 0,5 jam - 6 jam setelah mengkonsumsi pangan yang
tercemar, dan biasanya berlangsung kurang dari 24 jam; kadang-kadang disertai dengan
kejang perut dan diare. Beberapa strain B. subtilis dan B. licheniformis juga dapat
menyebabkan muntah karena dapat memproduksi toksin yang stabil terhadap panas seperti
yang juga dihasilkan oleh B. cereus. Dosis infeksi B. cereus adalah > 105/g.

20 dari 37
SNI 7388:2009

Jika jumlah B. cereus dalam pangan lebih besar dari 106 koloni/g mengindikasikan

dikomersialkan”
perkembangbiakan dan pertumbuhan B. cereus tersebut aktif dan dapat berisiko terhadap
kesehatan.

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
Untuk meyakinkan bahwa B. cereus merupakan penyebab foodborne outbreak diperlukan:
(1) isolasi strain serotip yang sama dari pangan yang dicurigai dan feses atau muntah pasien,
(2) isolasi sejumlah besar serotip B. cereus yang diketahui menyebabkan penyakit foodborne
dari pangan yang dicurigai atau dari feses atau muntah pasien, atau (3) isolasi B. cereus dari
pangan yang dicurigai dan menentukan enterotoksigenisitasnya melalui uji serologi (toksin
diare) atau biologi (diare dan muntah). Waktu dimulainya gejala muntah digabungkan dengan
beberapa bukti pangan, cukup untuk mendiagnosa jenis keracunan pangan ini.

Meskipun tidak ada komplikasi spesifik yang berkaitan dengan toksin penyebab diare dan
muntah yang diproduksi oleh B. cereus, namun dari beberapa pengamatan terdapat
manifestasi klinis lain dari invasi atau kontaminasi ; antara lain bovine mastitis, infeksi piogen
dan sistemik hebat, gangren, septic meningitis, selulit, panoftalmitis, abses paru, kematian
bayi, dan endokarditis.

B. cereus terdapat di alam (tanah, debu, air) dan dalam pangan. Selain itu, mikroba ini
banyak terdapat pada bahan baku yang biasa digunakan pada industri pangan. Pada
pangan, konsentrasinya 103 koloni/g atau kurang; namun kebanyakan kurang
dari 102 koloni/g.

Jenis pangan yang rentan terkontaminasi B. cereus antara lain daging, susu, sayuran, dan
ikan. Kasus keracunan pangan karena B. cereus dengan gejala muntah-muntah disebabkan
oleh produk pangan berbahan baku beras, pangan yang mengandung pati (pasta), kentang
dan juga keju. Kombinasi pangan seperti saus, puding, sup, casserole, pastri, dan selada
sering terlibat dalam outbreak keracunan pangan.

Karena bakteri B. cereus umum dan tersebar luas, pencegahan kontaminasi sporanya pada
pangan hampir mustahil. Agar perkecambahan spora terhambat dan perbanyakan sel
vegetatif dapat dicegah, salah satu cara kontrol dan pencegahan yang efektif ialah dengan
memasak pangan, segera disantap setelah masak atau disimpan di lemari pendingin jika
belum akan disantap. Penguapan di bawah tekanan, pemanggangan, penggorengan dan
pembakaran sempurna dapat merusak spora dan sel. Pada suhu di bawah 100 °C beberapa
spora Bacillus dapat bertahan hidup.

A.2.3 Analisa pangan

Berbagai metoda telah direkomendasikan untuk mengurangi, menghitung dan menegaskan


keberadaan B. cereus dalam pangan. Telah dikembangkan juga metode serologi untuk
mendeteksi dugaan enterotoksin dari isolat B. cereus (penyebab diare) yang ada pada pangan
yang dicurigai. Penyelidikan terbaru menyatakan bahwa toksin penyebab muntah dapat
dideteksi melalui hewan uji (kucing, monyet) atau melalui kultur sel.

Indikasi laboratorium :
• Hemolitik (Agar darah domba)
• Motil
• Hidrolisis sel +
• Fermentasi salicin, glukosa, dan maltosa
• Katalase +

21 dari 37
SNI 7388:2009

A.3 Campylobacter

dikomersialkan”
A.3.1 Deskripsi :

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
Campylobacter jejuni merupakan bakteri berbentuk batang bengkok, bersifat gram negatif,
mikroaerofilik (dapat hidup dan tumbuh secara optimal di lingkungan dengan kadar O2 3 % - 5
% dan kadar CO2 2 % - 10 %), relatif rentan serta sensitif terhadap stress lingkungan (seperti
kadar oksigen 21 %, pengeringan, pemanasan, disinfektan, kondisi asam) serta dapat
bergerak karena mempunyai flagela polar.

C. jejuni sering terdapat pada ternak yang sehat seperti sapi, ayam, burung bahkan pada
lalat. Selain itu juga terdapat pada sumber air yang tidak diklorinasi seperti air kolam dan
sungai. Karena mekanisme patogen C. jejuni masih dipelajari, sulit untuk membedakan
strain yang nonpatogen dan patogen. Namun, dari penelitian, isolat produk pangan asal
ayam mengandung banyak C. jejuni yang patogen.

A.3.2 Kajian Keamanan

C. jejuni kini dikenal sebagai patogen enterik yang penting. Sebelum tahun 1972, bakteri ini
merupakan patogen utama penyebab keguguran dan enteritis pada sapi dan kambing. Survey
pada tahun-tahun terakhir menunjukkan C. jejuni merupakan penyebab utama penyakit diare
di Amerika Serikat (berdasarkan analisis pada sampel feses). Bakteri ini menyebabkan lebih
banyak penyakit dibandingkan Shigella dan Salmonella.

Kampilobakteriosis atau gastroenteritis atau Campylobacter enteritis adalah nama penyakit


yang disebabkan oleh C. jejuni. Infeksi oleh C.jejuni menyebabkan diare yang berlendir dan
kadang mengandung darah serta lekosit fekal. Gejala lain yang sering menyertainya ialah
demam, sakit perut, mual, sakit kepala dan nyeri otot. Gejala infeksi pada umumnya terjadi
2 hari - 5 hari setelah makanan atau minuman yang tercemar dicerna. Sakit dirasakan selama
7 hari - 10 hari; namun kemungkinan untuk kambuh bisa terjadi lagi (25 % kasus). Infeksi
kebanyakan dapat sembuh dengan sendirinya.

Dosis infeksi C. jejuni cenderung kecil. Jumlah 400 sel - 500 sel bakteri dapat menyebabkan
penyakit pada beberapa individu, namun beberapa individu memerlukan jumlah sel lebih
besar. Diare berdarah disebabkan karena sifat Campylobacter yang invasif yaitu dapat masuk
ke lapisan usus halus dan akan mengeluarkan toksin yang merusak mukosa usus tersebut.

Komplikasi yang dapat terjadi adalah arthritis reaktif, sindrom uremik hemolitik, yang dapat
diikuti septikemia. Rasio kematian infeksi C. jejuni adalah 0,1 %; berarti dalam 1000 kasus
terdapat 1 kematian. Keadaan fatal umumnya terjadi pada pasien kanker atau pada pasien
yang lemah. Terdapat 20 kasus aborsi septik akibat C. jejuni yang pernah dilaporkan.
Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah radang selaput otak (meningitis), radang kolon
berulang (kolitis kambuh), radang kantung empedu (kolesistitis) dan sindrom Guillain-Barre;

C. jejuni pada umumnya ada dalam jumlah besar pada feses individu yang diare dan sering
terdapat pada daging ayam mentah. Survei menunjukkan bahwa 20 % – 100 % ayam retail
tercemar bakteri ini. Hal ini tidak mengejutkan karena banyak ayam yang sehat mengandung
bakteri ini didalam usus. Bakteri ini juga terdapat pada sapi sehat, lalat kandang, susu mentah
dan air tidak diklorinasi. Memasak ayam secara tepat, susu dipasteurisasi, dan air minum
diklorinasi dapat membunuh bakteri ini.

Tiap orang dapat terinfeksi C. jejuni, namun anak-anak di bawah 5 tahun dan orang dewasa
(15 tahun - 29 tahun) lebih rentan terinfeksi dibanding kelompok umur lain. Pengobatan

22 dari 37
SNI 7388:2009

dengan eritromisin dapat menurunkan waktu infeksi bakteri karena akan menyebabkan

dikomersialkan”
individu yang terinfeksi melepaskan bakteri itu dari tubuhnya melalui fesesnya.

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
A.3.3 Analisa pangan

Mengisolasi C. jejuni dari pangan sulit karena jumlahnya sangat rendah. Untuk mengisolasinya
diperlukan kaldu yang mengandung antibiotika dan media yang mengandung antibiotika
khusus dan lingkungan yang kadar oksigennya sebesar 5 %. Untuk isolasinya diperlukan
waktu beberapa hari sampai satu minggu. Uji biokimia juga dapat digunakan untuk
menganalisis Campylobacter dari bakteri jenis lainnya.

Indikasi laboratorium :
• Hippurat hidrolisis
• Motil
• Katalase +
• Nitrat +

A.4 Clostridium perfringens

A.4.1 Deskripsi

Clostridium perfringens merupakan bakteri patogen invasif yang berbentuk batang, non- motil,
bersifat Gram positif dan anaerob, serta mempunyai spora yang relatif stabil terhadap panas.
Sel vegetatifnya akan rusak melalui pemanasan pada suhu 60 °C; namun pada suhu ini
beberapa spora ada yang masih dapat bertahan. Pada suhu antara 20 °C dan 55 °C spora
dapat menjadi sel vegetatif dan menghasilkan toksin. Toksinnya antara lain yaitu eksotoksin
yang menyebabkan nekrosis di sekitar jaringan, misalnya pada jaringan usus. Selain itu ada
juga enterotoksin yang dapat menyebabkan diare berat.

Ada 5 serotype C. perfringens yaitu serotype A, B, C, D, E. Pada


manusia, yang menimbulkan penyakit adalah serotype A dan C.

A.4.2 Kajian Keamanan

Keracunan pangan yang disebabkan C. perfringens relatif ringan. Sel sebanyak 105 koloni/g
memungkinkan terjadinya keracunan pangan. Secara umum, penyakit akibat bakteri ini dapat
terjadi apabila jumlah sel yang masuk kedalam tubuh sangat banyak.

Ciri umum dari keracunan perfringens ditandai oleh gejala kejang perut, diare dan
pembentukan gas yang terjadi 8 jam - 22 jam setelah mengkonsumsi pangan yang
mengandung sejumlah besar sel vegetatif C. perfringens yang mampu memproduksi toksin
yang tahan panas. Penyakit ini pada umumnya berlangsung selama 24 jam namun pada
beberapa individu yang lemah atau yang tua, gejala tetap ada selama 1 minggu atau 2 minggu.
Kematian dan/atau komplikasi sangat jarang terjadi.
C. perfringens serotype A menyebabkan gangren gas (myonecrosis) dan keracunan pangan.
Pada keracunan pangan, toksin merangsang enzim adenilat siklase pada dinding usus, yang
mengakibatkan bertambahnya konsentrasi cAMP hingga terjadi hipersekresi air dan klorida
dalam usus dan menghambat reabsorpsi natrium, akibatnya terjadilah diare yang dapat
berlangsung 1 hari - 3 hari.

C. perfringens serotype C menyebabkan jejunitis, biasanya karena makan daging babi.


Gejalanya adalah diare berdarah, sakit perut dan muntah. Pada anak-anak biasanya fatal.

23 dari 37
SNI 7388:2009

Penyakit yang lebih serius namun jarang ini belakangan dikenal sebagai enteritis nekrotis atau

dikomersialkan”
penyakit pig-bel. Kematian yang terjadi disebabkan oleh infeksi dan nekrosis usus serta akibat
septikemia.

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
Toksin yang diproduksi dalam saluran pencernaan (atau dalam tabung uji) terjadi karena
adanya sporulasi. Keracunan karena C.perfringens dapat diketahui melalui diagnosa yang
dilakukan dengan pendeteksian toksin dalam feses pasien. Konfirmasi bakteriologis dapat juga
dilakukan melalui temuan sejumlah besar bakteri penyebab dalam pangan yang dikonsumsi
atau dalam feses pasien.

Bakteri ini tersebar luas di alam khususnya ditemukan di tanah, air, pangan, debu, rempah-
rempah dan dalam usus manusia, hewan, serta feses manusia atau hewan. Sporanya dapat
bertahan dalam tanah, sedimen, dan daerah terpolusi feses hewan atau manusia. Beberapa
bahan baku pangan mungkin mengandung spora atau bakteri ini.

Pada banyak kasus, penyebab keracunan C. Perfringens disebabkan karena kesalahan saat
memasak pangan. Sejumlah kecil sel vegetatif tetap ada setelah pemasakan dan
memperbanyak diri selama pangan disimpan, akibatnya pangan terkontaminasi.

Daging, produk daging, kaldu daging, produk susu, pasta, tepung, unggas dan sayuran yang
sudah bersentuhan dengan tanah, debu dan materi fekal adalah pangan yang paling sering
terkontaminasi oleh C. perfringens. Pada daging mentah sejumlah sel vegetatif C.perfringens
terdapat di jaringan otot dan juga di hati.

Keracunan C. Perfringens sering terjadi di kantin sekolah, rumah sakit, penjara, pesta yang
menggunakan jasa katering. Katering biasanya menyiapkan pangan beberapa jam sebelum
disajikan yang memungkinkan pangan terkontaminasi.

Jika akan memasak unggas dan daging (sup, rebusan, saus, kuah, casseroles) suhu pangan
yang dimasak harus dijaga pada atau di atas 60 °C atau bila dingin pada atau di bawah 4 °C.
Porsi pangan yang besar memerlukan waktu lebih lama untuk didinginkan sampai 4 °C
sehingga pangan porsi besar sebaiknya dibagi menjadi porsi lebih kecil untuk penyimpanan.
Sebelum dihidangkan, sebaiknya pangan dipanaskan kembali (minimal 70 °C) sebelum
dihidangkan. Clostridium perfringens disebut "food service germ" karena sering menyebabkan
penyakit dari pangan yang dihidangkan dalam jumlah banyak dan waktu lama pada suhu
kamar.

Pemberian antibiotika penisilin G (untuk membunuh sel vegetatif), pemberian antitoksin dan
hiperbaric oksigen dapat dicoba untuk mengobati keracunan pangan akibat C. perfringens.

A.4.3 Analisa pangan

Prosedur kultur bakteri standar digunakan untuk mendeteksi mikroba pada pangan tercemar
dan pada feses pasien. Pengujian serologik digunakan untuk mendeteksi enterotoxin pada
feses pasien dan untuk menguji kemampuan strain dalam memproduksi toksin. Pewarnaan -
gram adalah metoda yang baik untuk mengidentifikasi Clostridium. Clostridium menunjukkan
pertumbuhan optimum saat ditempatkan di media agar darah dan diinkubasi pada suhu tubuh
manusia.

Indikasi Laboratorium
• Tidak motil
• Letak spora tidak ditengah (non terminal spora)
• Non aerotolerant
• Hemolisis zona ganda

24 dari 37
SNI 7388:2009

A.5 Koliform

dikomersialkan”
A.5.1 Deskripsi

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
Kelompok bakteri koliform terdiri dari beberapa genus bakteri yang termasuk famili
Enterobacteriaceae. Bakteri ini berbentuk batang, tidak membentuk spora, bersifat Gram
negatif, memfermentasi laktosa dalam waktu 24 jam pada suhu 44,5 °C, dan dapat hidup
dengan atau tanpa oksigen. Bakteri ini merupakan mikroba indikator. Keberadaannya
mengindikasikan adanya bakteri patogen lain karena bakteri patogen biasanya berada dalam
jumlah sedikit sehingga sulit untuk memonitornya secara langsung.

A.5.2 Kajian Keamanan

Koliform umumnya tidak bersifat patogen. Namun apabila koliform ditemukan di sungai, maka
diasumsikan bahwa air tersebut telah terkontaminasi oleh feses. Air yang mengandung
koliform dalam jumlah tinggi dapat menyebabkan penyakit seperti tipus, hepatitis,
gastroenteritis, disentri dan infeksi telinga dengan gejala seperti demam, mual, atau kram perut
diakibatkan oleh patogen yang memasuki tubuh melalui mulut, hidung, telinga, atau kulit yang
terluka.

Bakteri ini hidup di dalam tanah, air dan sistem pencernaan hewan dan berada dalam jumlah
cukup banyak di dalam feses dan saluran pencernaan manusia dan hewan berdarah panas
lainnya, serta dapat memasuki cairan tubuh melalui kotoran manusia dan hewan.

Koliform seperti bakteri lainnya, dapat dimusnahkan dengan cara memasak air hingga
mendidih atau perlakuan dengan klorin. Mencuci dengan sabun setelah kontak dengan air
yang terkontaminasi juga dapat mencegah terjadinya infeksi.

A.5.3 Analisa pangan

Untuk menentukan jumlah bakteri dalam contoh, dapat dilakukan dengan membiakkan dan
menghitung koloni bakteri koliform tersebut. Selain itu juga digunakan metode APM (Angka
Paling Mungkin). Jika dalam pengujian APM ditemukan sejumlah bakteri, hal itu menunjukkan
tingkat kontaminasi.

A.6 E. coli

A.6.1 Deskripsi

E. coli merupakan bakteri berbentuk batang pendek (kokobasil), Gram negatif, ukuran 0,4
m – 0,7 m x 1,4 µm, dan beberapa strain mempunyai kapsul. Terdapat strain E. coli yang
patogen dan non patogen. E. coli non patogen banyak ditemukan di dalam usus besar manusia
sebagai flora normal dan berperan dalam pencernaan pangan dengan menghasilkan vitamin
K dari bahan yang belum dicerna dalam usus besar.

A.6.2 Kajian Keamanan

Strain patogen E.coli dapat menyebabkan kasus diare berat pada semua kelompok usia
melalui endotoksin yang dihasilkannya.

E. coli yang dihubungkan dengan tipe penyakit usus (diare) pada manusia yaitu :

• Enteropathogenic E. coli : menyebabkan diare, terutama pada bayi dan anak-anak di


negara-negara sedang berkembang.
25 dari 37
SNI 7388:2009

• Enterotoksigenik E.coli menyebabkan Secretory Diarrhea seperti pada kolera. Strain

dikomersialkan”
bakteri ini mengeluarkan toksin LT (termolabil) atau ST (termostabil). Toksin dikeluarkan
saat bakteri melekat pada sel epitel mukosa usus.

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
Enteroinvasive E. coli menyebabkan penyakit diare seperti disentri yang disebabkan oleh
Shigella.
• E. coli serotipe O157 : H7 menyebabkan colitis hemoragik (diare berdarah).

E. coli juga dapat menyebabkan infeksi saluran urin dan juga penyakit lain seperti pneumonia,
meningitis dan traveler’s diarrhea. Meskipun infeksi E.coli dapat diobati dengan antibiotika
namun dapat menyebabkan pasien syok bahkan mengarah pada kematian karena toksin
yang dihasilkan lebih banyak pada saat bakteri mati.

Dosis infeksi untuk E.coli serotype O157:H7 adalah rendah yaitu antara 101 /g – 102 /g; dosis
ini menyebabkan penyakit pada balita, manula dan orang yang kekebalan tubuhnya rendah.
E. coli yang diisolasi dari infeksi biasanya sensitif pada obat-obat antimikroba yang digunakan
untuk mikroba Gram negatif. Pangan yang biasanya terkontaminasi E.coli ialah daging
hamburger yang setengah matang dan pangan cepat saji lain serta keju yang berasal dari
susu yang tidak dipasteurisasi. Sanitasi yang baik, memasak daging sapi sampai suhu 65 °C,
memanaskan kembali masakan dan menyimpan pangan di lemari es pada suhu 4 °C atau
kurang; merupakan cara untuk mengontrol E. Coli.

A.6.3 Analisa pangan

Indikasi laboratorium :
• Lisin +
• Sitrat –Indol +
• Asetat +
• Laktosa +

A.7 Kapang dan Khamir

A.7.1 Deskripsi

Kapang adalah mikroba bersel tunggal berupa benang-benang halus yang disebut hifa,
kumpulan hifa disebut miselium, berkembang biak dengan spora atau membelah diri. Khamir
disebut juga ragi adalah mikroba bersel tunggal berbentuk bulat-lonjong dan memperbanyak
diri melalui pembentukan tunas atau askospora, tetapi tidak membentuk benang-benang
miselium.

Kebanyakan kapang dan khamir bersifat aerob (memerlukan oksigen bebas untuk
pertumbuhan), persyaratan asam/basa untuk pertumbuhannya sangat lebar berkisar antara
pH 2 sampai di atas pH 9. Kisaran suhunya (10 °C - 35 °C) juga lebar, dan beberapa spesies
mampu tumbuh di bawah atau di atas kisaran ini. Persyaratan kelembaban khamir relatif
rendah; banyak spesies dapat tumbuh pada aktivitas air (aw) 0,85 atau kurang, meskipun
kapang biasanya memerlukan aktivitas air lebih tinggi.

Beberapa strain menghasilkan mikotoksin seperti aflatoksin pada kacang-kacangan dan


okratoksin pada kopi dan coklat.

26 dari 37
SNI 7388:2009

A.7.2 Kajian Keamanan

dikomersialkan”
Kapang dan khamir dapat menyebabkan kerusakan pada bahan pangan dan beberapa dapat

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
menyebabkan reaksi alergi dan infeksi terutama pada populasi yang kekebalannya kurang,
seperti manula, individu terinfeksi HIV dan orang yang menjalani kemoterapi atau pengobatan
antibiotika.

Seperti halnya bakteri, kapang dapat menimbulkan penyakit yang dibedakan atas dua
golongan yaitu, infeksi oleh kapang (mikosis) dan keracunan (mikotoksikosis). Mikotoksikosis
disebabkan oleh tertelannya hasil metabolisme beracun (toksin) dari kapang yang tidak rusak
karena proses pengolahan pangan.

Keracunan biasanya disebabkan oleh konsumsi mikotoksin secara berulang-ulang dalam


suatu periode waktu tertentu. Cara pengolahan atau fermentasi yang salah dapat
mengakibatkan kontaminasi yang tidak diinginkan. Kapang yang memproduksi mikotoksin
terutama dari jenis Aspergillus, Penicillium dan Fusarium.

Kapang dan khamir menyebabkan berbagai tingkat pembusukan dan dekomposisi pangan.
Mereka dapat menyerang dan tumbuh di hampir tiap jenis pangan; menyerang tanaman
seperti padi, kacang-kacangan, buncis, dan buah-buahan di lahan pertanian sebelum panen
dan selama penyimpanan. Juga tumbuh dalam pangan olahan dan campuran pangan.

A.7.3 Analisa pangan

Indikasi adanya invasi kapang dan khamir dalam pangan tergantung pada jenis pangan,
mikroba terlibat, dan tingkat invasi. Pangan tercemar yang sedikit rusak, sangat rusak, atau
sepenuhnya didekomposisi, ditandai oleh noda dengan berbagai ukuran dan warna, berbau
apek, miselium kapas putih, atau kapang dengan spora yang berwarna serta rasa, aroma dan
bau tidak normal. Adakalanya, pangan tampaknya bebas kapang namun saat pengujian
ditemukan kapang atau khamir jenis tertentu pada pangan tercemar. Pencemaran pangan oleh
kapang dan khamir dapat mengakibatkan kerugian ekonomi substansial pada produsen,
pengolah, dan konsumen.

A.8 Listeria monocytogenes

A.8.1 Deskripsi

Listeria monocytogenes merupakan bakteri berbentuk batang pendek, bersifat Gram positif,
membentuk rantai pendek yang terdiri dari 3 sel - 5 sel, berukuran 0,4-0,5 x 0,5-2,0 nm, motil
(mempunyai flagela), bersifat mikroaerofilik (tumbuh optimum bila diinkubasi pada kondisi
kadar O2 kecil dan kadar CO2 5 % - 10 %). L. monocytogenes tumbuh baik pada media agar
darah dan agar triptose. Suhu optimum pertumbuhannya 37 °C, namun bakteri ini masih
sanggup tumbuh pada suhu 2,5 °C – 3 °C. Listeria dapat tumbuh pada suhu dingin dan dapat
juga tumbuh dalam kemasan dengan kadar oksigen yang kecil atau dalam lingkungan tanpa
oksigen.

A.8.2 Kajian Keamanan

Listeriosis adalah nama penyakit yang disebabkan oleh L. monocytogenes. Penyakit ini jarang
terjadi namun akibatnya sangat fatal. Pada manusia, listeriosis berupa abses atau granuloma
yang menyebar. Kelainan dijumpai pada hati, limpa, kelenjar adrenal, saluran pernapasan,
saluran pencernaan, sistem saraf pusat dan kulit. Fetus dapat terinfeksi secara transplasental
melalui vena umbilikalis dan menyebabkan septikemia.

27 dari 37
SNI 7388:2009

Gejala listeriosis pada orang dewasa yaitu demam, menggigil, sakit kepala, sakit punggung,

dikomersialkan”
sakit perut dan diare. Pada bayi yang baru lahir yaitu gangguan pernapasan, tidak mau minum,
dan muntah-muntah.

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
Infeksi oleh L. monocytogenes yang paling khas adalah infeksi saluran genital pada wanita
hamil yang dapat menyebabkan infeksi pada janin yang dikandungnya. Selain itu komplikasi
listeriosis dapat menyebabkan meningitis atau meningioensepalitis yang merusak jaringan
sekitar otak dan septikemia atau keracunan pada darah. Secara klinis, meningitis karena L.
monocytogenes tidak dapat dibedakan dari meningitis karena bakteri lain. Listeriosis juga
menyebabkan keracunan darah (septicemia), infeksi servik atau intrauterin pada wanita hamil,
yang dapat mengakibatkan aborsi spontan (trimester kedua/ketiga) atau meninggal saat lahir.
Gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, dan diare menandakan listeriosis yang serius.
Gejala gastrointestinal secara epidemiologi dihubungkan dengan penggunaan antasida atau
simetidin. Waktu kambuh listeriosis yang serius tidak diketahui namun diperkirakan beberapa
hari sampai tiga minggu. Waktu gejala gastrointestinal tidak diketahui namun diperkirakan
lebih dari 12 jam.

Gejala pada bayi yang terinfeksi L. monocytogenes tampak pada minggu ke-1 hingga minggu
ke-4 setelah dilahirkan, dan mirip seperti gejala awal meningitis yang disebabkan oleh bakteri
lain. Listeriosis prepartum akan menyebabkan keguguran, kelahiran premature, lahir mati
(stillbirth), atau mati beberapa waktu setelah dilahirkan. Ibunya biasanya menunjukkan gejala
sakit, atau gejalanya sangat ringan menyerupai influenza dan demam terus-menerus

Dosis infeksi minimum L. monocytogenes diperkirakan 102 /g, namun ini tergantung dari strain
dan kepekaan korban. Pada kasus susu mentah atau susu yang menurut dugaan
dipasteurisasi, untuk orang yang peka, dengan jumlah bakteri kurang dari 1000-pun dapat
menyebabkan penyakit. L. Monocytogenes. Keberadaannya didalam sel fagosit
memungkinkan bakteri ini dapat masuk kedalam otak dan kedalam janin melalui plasenta.
Patogenesis L. monocytogenes terpusat pada kemampuannya untuk bertahan hidup dan
berkembang biak di dalam fagosit sel inang. Angka kematian karena meningitis oleh Listeria
ialah 70 %; keracunan darah (septicemia) 50 %, dan infeksi perinatal/neonatal lebih besar dari
80 %. Infeksi selama kehamilan biasanya tidak berpengaruh pada ibu (masih dapat bertahan
hidup). Listeriosis dapat didiagnosa melalui cara mengkultur bakteri yang berasal dari darah,
cairan serebrospinal, atau feses yang encer pada media tertentu.

Target populasinya adalah wanita hamil /infeksi perinatal dan neonatal - janin; orang yang
immunokompromi dengan kortikosteroid, obat antikanker, terapi graft suppression, AIDS;
pasien kanker terutama leukemia; penderita diabetes, sirosis, asma, dan pasien colitis
ulserasi; manula; orang normal dan sehat.

L. monocytogenes terdapat dimana-mana di alam ini. Namun biasanya terdapat di saluran


usus manusia dan hewan, di tanah, dan juga pada pangan seperti susu mentah, susu cair
yang diduga telah dipasteurisasi, keju (terutama jenis soft-ripened), es krim, sayuran mentah,
sosis daging mentah yang difermentasi, unggas mentah dan dimasak, daging mentah (semua
jenis), ikan mentah dan ikan asap (smoked fish). Kemampuannya untuk tumbuh pada
temperatur serendah 3 °C memungkinkan perkembangbiakannya dalam pangan yang
didinginkan.

Untuk menghindari infeksi oleh L. Monocytogenes, hindari mengkonsumsi keju dan susu
mentah yang dibuat dari susu yang tidak dipasteurisasi. Wanita hamil dan kelompok lain yang
beresiko tinggi terkena infeksi disarankan untuk memperhatikan label pada kemasan pangan
serta mengamati tanggal produksi dan kadaluwarsa, melakukan pemanasan ulang secara
sempurna untuk unggas dan daging yang dibekukan atau yang didinginkan.

28 dari 37
SNI 7388:2009

Pengobatan dengan penisilin atau ampicillin secara parenteral telah berhasil dilakukan.

dikomersialkan”
Trimethoprim-Sulfamethoxazole efektif pada pasien yang alergi terhadap penisilin. Pada janin,
listeriosis dapat dicegah dengan pengobatan terhadap ibunya. Pencegahan harus dilakukan

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
diantaranya dengan menyingkirkan hewan reservoir, pasteurisasi susu dan mencegah kontak
dengan hewan terinfeksi atau produk-produknya.

A.8.3 Analisa pangan

Diagnosis laboratorium dapat dilakukan dengan mengisolasi bakteri dari lendir serviks/vagina,
lokhia, darah tali pusat, mekonium, darah dan cairan serebrospinal. Pewarnaan Gram sangat
berguna untuk mengetahui kemungkinan adanya infeksi L. monocytogenes. Spesimen harus
disimpan sekurang-kurangnya selama 4 minggu sampai 3 bulan atau 6 bulan pada 4 °C.
Apabila isolasi selanjutnya tidak berhasil dilakukan, maka spesimen yang disimpan dalam
refrigerator harus ditanam kembali sesudah 6 minggu bahkan sampai sesudah 3 bulan.
Biasanya 6 minggu penyimpanan pada 4 °C, sudah cukup untuk mendapatkan pertumbuhan
L. monocytogenes. Pertumbuhan pada suhu rendah ini dapat dihubungkan dengan sifat
psikhrofilik bakteri. Inokulasi ini berguna untuk membedakan L. monocytogenes dari bakteri
Gram positif lainnya yang secara morfologi mirip seperti Corynebacteria, Erisipelothrix dan
Streptokokus.

Indikasi laboratorium :
• katalase +
• bergerak pada suhu kamar
• tumbuh pada 4 °C.
• hidrolisis eskulin empedu
• beta-hemolisis.

A.9 Salmonella spp

A.9.1 Deskripsi

Salmonella merupakan bakteri berbentuk batang dengan ukuran 1 m - 3,5 m x 0,5 m – 0,8
m, motil, kecuali S. gallinarum dan S. pullorum nonmotil, tidak berspora dan bersifat Gram
negatif.

Salmonella terdapat dimana-mana, dan dikenal sebagai agen zoonotic. Bakteri ini tumbuh
pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15 °C - 41 °C (suhu pertumbuhan
optimum 37,5 oC) dan pH pertumbuhan 6 - 8, namun pada suhu 56oC dan keadaan kering
akan mati. Dalam air bisa bertahan selama 4 minggu. Habitat utama Salmonella yaitu di
saluran usus halus hewan termasuk manusia.

Ada banyak jenis Salmonella penyebab foodborne disease (penyakit yang disebabkan oleh
pangan). Salah satunya ialah Salmonella Typhimurium. Jenis lain yang ditemukan ialah,
Salmonella Enteritidis, yang terdapat pada telur belum matang yang tercemar. Bakteri ini
mudah rusak oleh panas.

A.9.2 Kajian Keamanan

Lebih dari 50,000 kasus keracunan pangan di USA pertahunnya disebabkan oleh Salmonella.
Kasus keracunan yang disebabkan oleh bakteri ini biasanya terjadi jika manusia menelan
pangan yang mengandung Salmonella dalam jumlah signifikan. Jumlah Salmonella yang
dapat menyebabkan Salmonellosis yaitu antara 107 sel/g - 109 sel/g. Di USA, S.Typhimurium
dan S.Enteritidis adalah penyebab salmonellosis.

29 dari 37
SNI 7388:2009

Penyebaran mikroba ini biasanya melalui daging dan telur yang tidak dimasak. Ayam dan

dikomersialkan”
produk unggas adalah tempat perkembangbiakan Salmonella yang paling utama. Jika pangan
yang tercemar Salmonella tertelan, dapat menyebabkan infeksi usus yang diikuti oleh diare,

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
mual, kedinginan dan sakit kepala. Ada 2200 jenis Salmonella dikelompokkan berdasarkan
antigen permukaannya. Bakteri ini dapat menyebabkan komplikasi serius pada individu
imunosupresi seperti pasien HIV/AIDS.

Sementara banyak Salmonella yang dibawa oleh hewan, S. Typhii khas karena hanya dibawa
oleh manusia. Bakteri intrasel ini dapat menyebabkan demam tifus ( enteric fever ) yang
ditandai dengan demam, diare, dan inflamasi organ yang terinfeksi. Selain S. Typhii, S.
Paratyphii A, B, dan C juga menyebabkan demam pada manusia yang menyerupai tifus.
Berbagai organ mungkin terkena infeksi dan menyebabkan luka pada organ tersebut. S. Dublin
mempunyai risiko tingkat kematian 15 % yaitu saat terjadi septikemia pada manula, S.
Enteritidis menunjukkan tingkat kematian 3,6 % di rumah sakit yang terjangkit, kematian
terutama terjadi pada manula.

Keracunan darah akibat Salmonella ada hubungannya dengan infeksi pada tiap-tiap sistem
organ. Bentuk lain salmonellosis biasanya menghasilkan gejala lebih ringan.

Gejala akut ditandai dengan mual, muntah, kejang perut, diare minal, demam, dan sakit
kepala. Konsekuensi kronisnya ialah gejala encok (arthritis) terjadi 3 minggu - 4 minggu
setelah serangan gejala akut. Waktu inkubasi antara 6 jam - 48 jam. Dosis infeksi sedikitnya
15 sel - 20 sel; tergantung pada kesehatan dan umur inang/host, dan perbedaan strain di
antara anggota genus.

Jangka waktu/durasi gejala akut sedikitnya selama 1 hari sampai 2 hari atau mungkin lebih
lama, tergantung pada faktor inang/host, dosis yang diserap, dan karakteristik strain. Penyakit
disebabkan karena adanya penetrasi Salmonella di tempat inflamasi yaitu dari rongga usus ke
dalam epitel usus halus. Diagnosa penyakit pada manusia dapat dilakukan melalui identifikasi
serologi pada kultur yang diisolasi dari feses. Infeksi Salmonella dapat diobati dengan
ciprofloxacin atau ceftriaxon.

Salmonella merupakan mikroflora normal pada beberapa hewan, terutama babi dan unggas.
Sumber mikroba ini antara lain di air, tanah, serangga, lingkungan pabrik, dapur, feses hewan,
daging mentah, unggas mentah, dan pangan hasil laut mentah, dll. Pangan yang biasanya
tercemar Salmonella antara lain daging mentah dan produk olahannya, unggas, telor, susu
dan produk susu, ikan, udang, kaki kodok, ragi, kelapa, salad dressing dan saus, cake mixes,
toping dan pangan penutup berisi krim, gelatin kering, selai kacang, kakao, dan coklat. Bakteri
ini dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama didalam pangan.

Berbagai spesies Salmonella diisolasi dari kulit luar telur. Saat ini infeksi oleh S.enteritidis
diperparah oleh adanya mikroba tersebut di dalam kuning telur. Pangan selain telur juga telah
menyebabkan terjangkitnya penyakit yang disebabkan oleh S. enteritidis.

Untuk mencegah infeksi dapat dilakukan dengan memasak secara sempurna semua unggas,
produk unggas, telur, daging, produk daging termasuk daging giling serta ikan. Jangan minum
susu yang tidak dipasteurisasi. Cuci tangan secara menyeluruh sebelum dan setelah
penanganan daging mentah, produk telur dan unggas. Gunakan peralatan dan permukaan
yang bersih untuk menyiapkan bahan tersebut diatas. Cuci peralatan, papan dan permukaan
alat potong secara menyeluruh dengan air sabun panas dan bilas sebelum menyiapkan
pangan lain.

30 dari 37
SNI 7388:2009

A.9.3 Analisa pangan

dikomersialkan”
Metoda analisa telah dikembangkan untuk berbagai pangan yang tercemar Salmonella. Selain

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
metoda kultur konvensional yang memerlukan waktu 5 hari untuk hasil presumtif, terdapat juga
beberapa metoda cepat yang memerlukan waktu hanya 2 hari.

Indikasi laboratorium :
• Lisin +
• Hidrogen sulfida +
• -/+ reaksi TSI (dengan gas)
• indol +
• Sitrat +
• ONPG –
• Malonat –

A.10 Staphylococcus aureus

A.10.1 Deskripsi

Staphylococcus aureus adalah bakteri bola berpasang-pasangan atau berkelompok seperti


buah anggur dengan diameter antara 0,8 mikron -1,0 mikron, non motil, tidak berspora dan
bersifat gram positif. Namun kadang-kadang ada yang bersifat Gram negatif yaitu pada bakteri
yang telah difagositosis atau pada biakan tua yang hampir mati. Bakteri stafilokokus sering
ditemukan sebagai mikroflora normal pada kulit dan selaput lendir pada manusia. Dapat
menjadi penyebab infeksi baik pada manusia maupun pada hewan. Jenis bakteri ini dapat
memproduksi enterotoksin yang menyebabkan pangan tercemar dan mengakibatkan
keracunan pada manusia. Bakteri ini dapat diisolasi dari bahan-bahan klinik, carriers, pangan
dan lingkungan.

Secara klinis, stafilokokus merupakan genus paling penting dari family Micrococcaceae.
Genus ini dibagi menjadi dua kelompok besar : aureus dan non-aureus. S.aureus dikenal
sebagai penyebab infeksi jaringan lunak, seperti toxic shock syndrome (TSS) dan scalded skin
syndrome (SSS), yang dapat diketahui dari spesies Stafilokokus yang memberikan hasil positif
pada tes koagulase. Beberapa strain mampu menghasilkan protein toksin yang sangat stabil
terhadap panas yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia.

Bakteri ini tumbuh dengan baik pada suhu tubuh manusia dan juga pada pangan yang
disimpan pada suhu kamar serta menghasilkan toksin pada suhu tersebut. Toksin ini disebut
enterotoxin karena dapat menyebabkan gastroenteritis atau radang lapisan saluran usus.

Stafilokokus ada di udara, debu, limbah, air, susu, pangan, peralatan makan, lingkungan,
manusia, dan hewan. Bakteri ini tumbuh dengan baik dalam pangan yang mengandung protein
tinggi, gula tinggi dan garam. Manusia dan hewan adalah tempat pertumbuhan yang utama.
Stafilokokus ada dalam saluran hidung dan kerongkongan serta pada kulit dan rambut pada
50 % atau lebih individu yang sehat. Risiko lebih tinggi terjadi pada mereka yang sering
berhubungan dengan individu yang sakit atau kontak dengan lingkungan rumah sakit.
Walaupun pengolah pangan merupakan sumber pencemaran pangan yang utama, peralatan
dan lingkungan dapat juga menjadi sumber pencemaran S. aureus.

A.10.2 Kajian Keamanan

Terdapat dua bentuk keracunan pangan akibat stafilokokus yaitu stafiloenterotoksikosis dan
stafiloenterotoksemia. Kondisi tersebut disebabkan oleh enterotoksin yang dihasilkan oleh

31 dari 37
SNI 7388:2009

beberapa strain S. aureus. Enterotoksin S. aureus menyebabkan keracunan pangan dalam

dikomersialkan”
waktu singkat dengan gejala kram dan muntah yang hebat. Selain itu, mikroba ini juga
mengeluarkan leukosidin, suatu toksin yang merusak sel darah putih dan mempercepat

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
pembentukan nanah pada luka dan jerawat. S. aureus ditemukan sebagai penyebab beberapa
penyakit seperti pneumonia, meningitis, melepuh, arthritis dan osteomyelitis (infeksi tulang
kronis).

Dosis infeksi toksin kurang dari 1,0 g pada pangan tercemar akan menimbulkan gejala
intoksikasi stafilokokal. Kadar toksin ini dicapai saat populasi S. aureus melebihi 100.000 /g.

Gejala keracunan pangan stafilokokal biasanya cepat dan pada beberapa kasus termasuk
akut, tergantung pada kerentanan individu terhadap toksin, jumlah minimum sel bakteri yang
dapat memproduksi enterotoksin, jumlah pangan terkontaminasi yang dimakan, jumlah toksin
dalam pangan yang dicerna, dan kesehatan korban secara umum. Gejala yang paling umum
adalah mual, muntah, kejang perut dan lesu. Pada beberapa individu gejala-gejala tersebut
tidak selalu terjadi. Pada kasus-kasus yang berat, terjadi sakit kepala, kejang otot, dan
perubahan sementara pada tekanan darah dan kecepatan denyut.

Kebanyakan S.aureus resisten terhadap penisilin, namun vancomycin dan nafcillin dikenal
sebagai obat paling efektif untuk melawan strain bakteri ini. Kebanyakan S.aureus resisten
terhadap penisilin, namun vancomycin dan nafcillin dikenal sebagai obat paling efektif untuk
melawan strain bakteri ini. Proses penyembuhan, secara umum memerlukan waktu dua hari,
namun untuk penyembuhan sempurna membutuhkan waktu tiga hari dan kadang-kadang
lebih lama pada kasus yang berat. Kematian karena keracunan pangan stafilokokal sangat
jarang, kasus kematian biasanya terjadi pada manula, bayi, dan orang yang lemah.

Pada diagnosa penyakit stafilokokal yang disebabkan oleh pangan, sebaiknya dilakukan
wawancara dengan korban dan pengumpulan serta penelitian data epidemiologi. Bukti pangan
harus dikumpulkan dan diuji stafilokokus-nya. Adanya sejumlah besar stafilokokus
enterotoksigen adalah bukti bahwa pangan mengandung toksin. Uji yang paling baik adalah
menghubungkan penyakit dengan pangan tertentu atau melalui pendeteksian toksin dalam
contoh pangan.

Pada pangan yang diolah dengan pasteurisasi dan pemanasan, diagnosa melalui pengamatan
mikroskopik langsung pada pangan sangat menolong. Pemasakan yang benar dapat merusak
bakteri Staphylococcus aureus, namun toksinnya sangat tahan terhadap pemanasan,
pendinginan, dan pembekuan. Sejumlah metoda serologik untuk menentukan
enterotoksigenitas S. aureus yang diisolasi dari pangan seperti juga metoda untuk
pendeteksian dan pemisahan toksin di dalam pangan telah dikembangkan dan digunakan
untuk mendukung diagnosa penyakit.

Pangan yang sering tercemar oleh stafilokokal antara lain daging dan produk daging, telur dan
unggas, ikan tuna, ayam, kentang, makaroni, produk roti seperti kue kering berisi krim, pai
krim, dan eclair coklat, sandwich isi, serta susu dan produk susu. Pada susu, jumlah
stafilokokus sebanyak 107 koloni/g akan memproduksi enterotoksin.

Semua orang dapat terjangkit toksikasi bakteri ini; namun intensitas gejalanya bervariasi.
Mencuci tangan dengan teknik yang benar, membersihkan peralatan dan membersihkan
permukaan penyiapan pangan diperlukan untuk mencegah masuknya bakteri ke pangan
terutama pangan yang tidak dipanaskan sebelum disiapkan seperti selada. Pangan harus
didinginkan sampai dikonsumsi dan tidak dibiarkan pada suhu kamar selama lebih dari dua
jam.

32 dari 37
SNI 7388:2009

A.10.3 Analisa pangan

dikomersialkan”
Untuk mendeteksi enterotoksin stafilokokal dalam contoh pangan pada kasus keracunan

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
pangan, toksin harus dipisahkan dari komponen pangan dan dikonsentratkan sebelum
diidentifikasi melalui pengendapan spesifik menggunakan antiserum (antienterotoxin). Dua
prinsip yang digunakan: (1) adsorpsi selektif enterotoxin dari ekstrak pangan menjadi ion
penukar resin dan (2) penggunaan prosedur kimia dan fisika untuk memindahkan secara
selektif komponen pangan dari ekstrak, sehingga meninggalkan enterotoksin dalam larutan.
Penggunaan teknik ini dan konsentrasi produk yang dihasilkan dapat digunakan untuk
mendeteksi sejumlah kecil enterotoxin dalam pangan.

Saat ini telah dikembangkan metoda cepat berdasarkan monoklonal antibodi (contoh, ELISA,
Reverse Passive Latex Agglutination), yang sedang dievaluasi untuk ketepatan dalam
mendeteksi enterotoxin dalam pangan. Metoda cepat ini dapat mendeteksi kira-kira 1,0
nanogram toksin/g pangan.

Indikasi laboratorium :
• fermentasi glukosa anaerob dengan memproduksi asam.
• Katalase +
• Nitrat +
• Koagulase +

A.11 Vibrio cholerae

A.11.1 Deskripsi

Vibrio cholerae merupakan bakteri berbentuk koma, berukuran 2 m - 4 m, sangat motil
karena mempunyai flagela monotrikh, tidak membentuk spora, pada biakan tua berbentuk
batang lurus, Gram negatif. Sifat biakan koloni cembung (convex), bulat, halus, opak dan
tampak granuler, bersifat aerob atau anaerob fakultatif, suhu optimum 37 °C (18 °C – 37 °C),
pH optimum 8,5 – 9,5, tumbuh baik pada media yang mengandung garam mineral dan
asparagin sebagai sumber karbon dan nitrogen.

A.11.2 Kajian Keamanan

Dalam keadaan normal hanya patogen untuk manusia. Vibrio cholerae menyebabkan penyakit
kolera, yang ditandai dengan diare hebat dengan warna seperti air beras. Diare ini
menyebabkan 60% penderita kolera meninggal karena dehidrasi. Setelah mikroba kolera ini
masuk kedalam tubuh, turun ke saluran usus menempel pada epitelium dan melepaskan
eksotoksin yang disebut koleragen. Koleragen merangsang hipersekresi air dan klorida dan
menghambat absorpsi natrium. Akibat kehilangan banyak cairan dan elektrolit, terjadi
dehidrasi, asidosis, syok dan mati. Secara histologis jaringan usus tetap normal. Masa
inkubasi 6 jam - 5 hari, gejala mual, muntah, diare dan kejang perut. Feses encer seperti air
beras tersebut terdiri dari mukus, sel epitel dan kuman vibrio dalam jumlah besar.

Dosis infeksi yang dapat menyebabkan penyakit pada orang sehat yaitu 107 koloni/g.
Konsumsi antasida akan menurunkan dosis infeksi.

Kolera dapat ditentukan hanya melalui isolasi mikroba penyebab dari feses individu yang
terinfeksi. V. cholerae biasanya banyak terdapat disungai dan perairan pantai serta laut yaitu
pada kerang-kerangan, tiram dan seafood lain dengan jumlah sel dibawah 103 koloni/g. Semua
orang bisa terkena infeksi, terutama pada individu dengan kekebalan yang belum berkembang
atau rendah, yang kadar asam lambungnya menurun, atau individu yang kekurangan gizi.
33 dari 37
SNI 7388:2009

Bakteri dapat rusak melalui pemasakan seafood secara sempurna. Pencegahan

dikomersialkan”
rekontaminasi seafood yang sudah dimasak yaitu melalui penggunaan peralatan yang bersih.
Jangan memakan seafood mentah termasuk tiram dan sushi. Minumlah air yang sudah

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
mengalami perlakuan, terutama ketika berkunjung ke negara asing.

Prinsip pengobatan adalah rehidrasi dengan cairan dan elektrolit. Pemberian doksisiklin
secara simultan dapat membunuh mikroba.

A.11.3 Analisa pangan

Identifikasi laboratorium V. cholerae yang paling meyakinkan ialah dengan mengkultur


spesimen pada media spesifik. Bisa juga dengan diagnosis laboratorium menggunakan contoh
feses atau muntah dari penderita.

Indikasi laboratorium :
• Oksidase +
• Katalase +
• Indol +
• Lisin dekarboksilase +
• Ornitin deaminase +

A.12 Vibrio parahaemolyticus

A.12.1 Deskripsi

Genus vibrio merupakan bakteri berbentuk koma, mempunyai flagel monotrikh, Gram negatif,
motil, dan aerob. Vibrio cholerae dan Vibrio parahaemolyticus merupakan spesies utama yang
banyak terdapat pada sungai, perairan pantai dan laut, yaitu pada ikan, tiram, kekerangan dan
seafood lainnya.

Sifat, struktur dan pewarnaan untuk identifikasinya sama dengan spesies Vibrio lainnya.
Pada fermentasi tidak menghasilkan gas. pH optimum biakan adalah 7,6 – 9,0.

A.12.2 Kajian Keamanan

Vibrio parahaemolyticus menyebabkan gastroenteritis disertai diare, kejang perut, mual,


muntah, sakit kepala, demam, dan rasa dingin. Penyakit ini pada umumnya ringan, walaupun
beberapa kasus memerlukan opname. Durasi penyakit ini rata-rata 2,5 hari. Masa inkubasi 4
jam - 96 jam dengan rata-rata 15 jam setelah menelan mikroba ini. Penyakit disebabkan
karena mikroba menempel pada usus halus inang dan mengeluarkan toksin yang hingga kini
belum diketahui jenisnya.

Dosis infeksi > 106 mikroba dapat menyebabkan penyakit; jumlah dosis infeksi menurun
dengan jelas melalui konsumsi antasida dalam waktu bersamaan (atau diperkirakan oleh
pangan dengan kemampuan buffer). Diagnosis gastroenteritis yang disebabkan oleh
mikroba ini dapat dilakukan dengan melalui kultur mikroba dari feses individu yang sakit.

Infeksi oleh mikroba ini disebabkan karena mengkonsumsi ikan dan kerang yang dimasak
tidak sempurna, atau dimasak namun tercemar kembali. Jumlah sel yang terdapat didalam
seafood biasanya dibawah 103/g. Semua individu yang mengkonsumsi ikan dan kerang mentah
atau dimasak tidak sempurna rentan terhadap infeksi oleh organisma ini. Bakteri dapat rusak
jika seafood dimasak sempurna. Pencegahan pencemaran kembali seafood yang sudah
dimasak yaitu dengan penggunaan peralatan yang bersih. Jangan memakan

34 dari 37
SNI 7388:2009

seafood mentah termasuk tiram dan sushi. Minumlah air yang sudah mengalami perlakuan

dikomersialkan”
terutama ketika berkunjung ke negara asing.

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
Penyakit ini biasanya sembuh dengan sendirinya dan hanya berdurasi 3 hari. Pada kasus
berat, perlu rehidrasi dan penambahan elektrolit. Antibiotika: kloramfenikol, kanamisin,
tetrasiklin dan sefalotin.

A.12.3 Analisa pangan

Metoda yang digunakan untuk mengisolasi mikroba ini dari pangan sama dengan metode yang
digunakan untuk isolasi mikroba dari feses penderita. Karena banyak isolat pangan bersifat
nonpatogen, maka patogenisitas semua isolat pangan harus ditunjukkan. Diagnosis
laboratorium dilakukan dengan pemeriksaan feses dan usapan dubur penderita.

Indikasi laboratorium :
• Oksidase +
• Katalase +
• Indol +
• Lisin dekarboksilase +
• Ornitin deaminase +
• Halofilik

35 dari 37
SNI 7388:2009

Bibliografi

dikomersialkan”
“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
A Guide To Calculating The Shelf Life of Foods, New Zealand Food Safety Authority

Bacteriological Analytical Manual online, Chapter 18, January 2001. U.S Food and Drug
Administration CFSAN.

Directive 2004/379/EC, Bacteriological Tests in Certain Meat Establishments,April 2004,


European Commission

Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran, Edisi Revisi, 1994. Bina Rupa Aksara

Bacteriological Guidelines, September 2004, Canadian Food Inspection Agency, Fish Seafood
and Production Division,
http://www.inspection.gc.ca/english/anima/fispoi/guide/bace.shtml

Code of Federal Regulation Part 100 to 169, 2001.

The Quality of Water Intended for Human Consumption,November 1998, Directive 98/83/EC,
European Commission

Current Microbiological Standards For Food in Australia and New Zealand

Directive 91/492/EEC, Live Bivalve Molluscs

Directive 89/437/EEC, Egg Products

Fecal Koliform, 2000. Switzerland Country School Corporation

Fecal Koliform - MPN, 2004. Environmental Microbiology Laboratory, Inc

Food regulations 1985 (Act 281), 2002

Foodborne Pathogenic Microorganisms and Natural Toxins Handbook, January 1992. U.S
Food and Drug Administration - Center for Food Safety & Applied Nutrition,
http://vm.cfsan.fda.gov/~mow/intro.html)

General Information on Fecal Koliform, March 2004. BASIN

Guidelines For Environmental Health Officers On The Interpretation of Microbiological Analysis


Data of Food, May 1997, Department of Health South Africa

Guidelines For The Interpretation of Results of Microbiological Analysis of Some Ready-


To-Eat Foods Sampled at Point of Sale, 2001, Food Safety Authority Ireland. www.fsai.ie

ICMSF Recommended Microbiological Limits for Seafoods, 1986,


http://seafood.ucdavis.edu/organize/icmsf.htm

JETRO, January 2003

List of Drinking Water Contaminants & MCLs, EPA July 2002 (http://www.epa.gov)

Lynn E Hancock dan Michael S. Gilmore. Pathogenicity of Enterococci. ASM Publications

36 dari 37
SNI 7388:2009

Microbiological Reference Criteria for Food, October 1995, Food Administration Manual New

dikomersialkan”
Zealand

“ Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
Microbiological Guidelines for Ready-to-Eat Food, September 2001, Food and Environmental
Hygiene Department Hongkong

Microbiological Guidelines, Numerical Values and Footnotes, Norway

Microbiological Criteria, Dutch Legislation

Microbiological Criteria Applicable To The Production of Cooked Crustaceans and Molluscan


Shellfish, December 1992, Directive 93/51/EEC, European Commission

Microbiological Criteria, 1999.National Food Control Authorities Iceland

Nebraska Cooperative Extension, http://ianrpubs.unl.edu/foods.

Nutritional Value and Microbiological Safety of Fresh Fruit Juices Sold Through Retail Outlets
in Qatar, 2002, Asian Network For Scientific Information

Pure food laws 2000.

Standards and Guidelines For Microbiological Safety of Food, January 2003, Health Canada,
http://www.hc-gc.gc.ca/food-aliment.

Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawas Obat dan Pangan No. 03726/B/SK/VII/89
tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan.

Scientific Criteria To Ensure Safe Food, http://www.nap.edu/catalog/10690.html

Standard 1.6.1 Microbiological limits for food, Food Standards Australia New Zealand 1994

Taxonomy, 1995. DPALM MEDIC - University of Texas-Houston Medical School

The prevention of food adulteration act 1954, 2001

The Health rules For The Production and Placing On The Market of Raw Milk, Heat-treated
Milk and Milk Based Products, June 1992. Directive 92/46/EEC. European Commission

The Requirements For The Production and Placing On The Market of Minced Meat and Meat
Preparations, December 1994, Directive 94/65/EEC. European Commission

http://www-micro.msb.le.ac.uk/MBChB/6a.html

37 dari 37
ANALISA LOGAM Cu DAN Zn PADA JAJANAN ANAK SEKOLAH
DASAR DI BANDUNG DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI
SERAPAN ATOM (SSA)

ANALYSIS OF Cu AND Zn IN PRIMARY SCHOOL CHILDREN’S


STREET FOODS WITH ATOMIC ABSORPTION
SPECTROPHOTOMETRY (AAS) METHODS

Elya Hilda Handayani1 Katharina Oginawati2 dan Muhayatun Santoso3


Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung. Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132
1
ella ikan@yahoo.com , 2katharina.oginawati@ftsl.itb.ac.id, 3hayat@bdg.centrin.net.id

Abstrak : Unsur logam dibutuhkan oleh tubuh untuk proses metabolisme. Diantaranya adalah logam Cu dan Zn.
Logam-logam ini terdapat di dalam makanan secara alami. Namun, makanan dapat pula terkontaminasi oleh logam
dari lingkungan. Kelebihan mengkonsumsi unsur logam-logam ini dapat menimbulkan penyakit pada konsumen.
Jajanan anak sekolah dasar merupakan salah satu permasalahan mengenai cemaran logam yang perlu
diperhatikan. Jajanan yang sebagian besar di buat sendiri oleh pejualnya tidak semuanya memenuhi persyaratan
yang ada. Terdapat beberapa pedagang yang memasukan bahan-bahan berbahaya ke dalam makanan
ataupun
pengolahan makanan yang tidak memenuhi sanitasi makanan. Maka dilakukan analisis dengan terlebih dahulu
melakukan pengambilan sampel di empat sekolah dasar yang ada di Bandung untuk memeriksa konsentrasi logam Cu
dan Zn di dalam jajanan tersebut. Jumlah sampel yang diambil adalah 6 buah per lokasi. Dari hasil analisa
laboratorium dengan menggunakan metode spektrofotometri serapan atom di dapatkan hasil bahwa konsentrasi Cu di
semua sampel berada di bawah ambang batas cemaran logam, yang terdapat di dalam Surat Keputusan Direktur
Jendral Badan Pemeriksa Obat dan Makanan No 03725/B/SK/VII/89. Begitupula dengan konsentrasi Zn yang
masih berada di bawah ambang batas.

Kata Kunci : Cu, Zn, jajanan, anak SD, SSA

Abstract : Metal elements are needed by body for metabolic processes. For examples are Cu and Zn. These metals
present in food naturally. However, food can be contaminated by metals from the environment. Excess consumption of
metal elements can cause disease for consumers. Primary school children’s foods are one of the problems of metal
contamination that need attention. There are some sellers who put hazardous materials into the food or the
food’s sanitation is neglected in food processes. Thus the analysis carried out by first doing
sampling at four
primary schools in Bandung to check the concentration of Cu and Zn metals in these foods. The number of samples
taken is 6 pieces per location. From laboratory analysis using atomic absorption spectrophotometry method the results
show that Cu concentrations in all samples were below the threshold level of metal contamination, contained in Surat
Keputusan Direktur Jendral Badan Pemeriksa Obat dan Makanan No 03725/B/SK/VII/89. The concentration of Zn
is still below the threshold also.

Key words : Cu, Zn, street foods, primary school children, AAS

11
PENDAHULUAN

Anak usia sekolah adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi penerus
bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan dari kualitas anak-anak saat ini.
Upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini,
sistematis dan

b
permkbesi
erniaanmbnuntrgisain .deT
nguamnb u
khualbitearskedm
anbaknugannytaiítaasn aykangusbia ikseskeortla hbeynaanr.g Doaplatim
mam
l asteargtuam
ntb
unug
h
kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan
dengan sempurna (Cahyadi, 2009).
Masalah yang sering kali muncul adalah pemberian makanan yang tidak memenuhi
kebutuhan gizi maupun tidak memerhatikan higienitas makanan tersebut. Masalah ini dapat
berakibat buruk, seperti gangguan sistem tubuh anak serta dapat menyebabkan penurunan kualitas
daya pikir dalam jangka panjang. Seringkali, hal tersebut luput dari perhatian orang dewasa, baik
akibat ketidaktahuan maupun ketidakpedulian. Saat ini, anak-anak lebih banyak mengkonsumsi
makanan yang sebenarnya tidak layak dikonsumsi, seperti jajanan di lingkungannya. Perilaku anak
sekolah yang lebih sering mengkonsumsi jajanan daripada makanan yang dibuat di rumah
disebabkan oleh kegiatan anak sekolah saat ini yang lebih banyak menghabiskan waktunya di luar
rumah, terutama di sekolah, dibandingkan di rumah.
Jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima atau dalam bahasa Inggris disebut street
food menurut FAO didefisinikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh
pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung
dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut. Jajanan yang dikonsumsi
anak-anak, terutama di Indonesia mengandung zat-zat yang berbahaya untuk dikonsumsi karena
dapat menimbulkan penyakit. Zat-zat berbahaya ini terdapat pada makanan karena terjadi
kontaminasi. Kontaminasi pada makanan disebabkan oleh banyak hal, seperti penanganan yang
tidak tepat saat produksi, penyimpanan, penyediaan dan penyajian makanan tersebut. Zat
kontaminan yang dapat mencemari makanan salah satunya adalah unsur logam berat
(Februhartanty).
Logam berat umumnya bersifat racun terhadap makhluk hidup, walaupun beberapa diantaranya
diperlukan dalam jumlah kecil. Logam dapat terdistribusi ke bagian tubuh manusia dan sebagian
akan terakumulasikan. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus, dalam jangka waktu lama dapat
mencapai jumlah yang membahayakan kesehatan manusia (Supriyanto, 2007). Beberapa logam
berat digunakan dalam berbagai keperluan sehari-hari dan secara langsung
maupun tidak langsung dapat mencemari lingkungan dan apabila sudah melebihi batas yang
ditentukan berbahaya bagi kehidupan. Selain dari air dan tanah yang terkontaminasi buangan
industri, kontaminasi logam pada makanan juga dapat terjadi akibat kontaminasi saat
proses
pengolahan ataupun penyajian. Seperti pencemaran akibat terkena udara kendaraan bermotor di
pinggir jalan pada makanan atau jajanan.
Logam Cu dan Zn adalah jenis logam yang dibutuhkan oleh tubuh (Supriyanto, 2007). Oleh
karena itu, logam-logam ini diperlukan tubuh dalam jumlah tertentu. Namun, apabila manusia
mengkonsumsi makanan dengan konsentrasi Cu dan Zn yang berlebih maka dapat menimbulkan
penyakit. Tingginya konsentrasi Cu dan Zn dalam makanan dapat terjadi dikarenakan adanya
kontaminasi dari lingkungan. Makanan yang dijajakan oleh penjual jajanan umumnya tidak
dipersiapkan secara baik dan bersih. Kebanyakan penjual jajanan mempunyai

12
pengetahuan yang rendah tentang penanganan pangan yang aman, mereka juga kurang
mempunyai akses terhadap air bersih serta fasilitas cuci dan buang sampah. Terjadinya

13
kontaminasi pada jajanan kaki lima dapat berupa kontaminasi baik dari bahan baku, penjamah
makanan yang tidak sehat, atau peralatan yang kurang bersih, juga waktu dan temperatur
penyimpanan yang tidak tepat.

METODOLOGI
Sampel jajanan yang diambil dari sekolah dasar di Bandung yang telah dipilih akan diperiksa
konsentrasi Cu dan Zn menggunakan metode spektrofotometri serapan atom. Metode
Spektrofotometri Serapan Atom adalah metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan
metaloid yang berdasarkan pada penyerapan (absorpsi) radiasi oleh atom-atom bebas unsur tersebut.
Metode SSA ini dapat mendeteksi 67 unsur, termasuk Cu dan Zn dalam sampel. Keunggulan dari
metode ini adalah spesifik, batas deteksi rendah, dari satu larutan yang sama dapat diukur beberapa
unsur yang berbeda, rentang konsentrasi yang dapat ditentukan amat luas (sub mg/L hingga persen),
dan lainnya. (Susanto)
Sebelum dianalisa menggunakan metode tersebut, sampel-sampel terlebih
dahulu di
preparasi. Tahap yang harus dilakukan, yaitu penghalusan dan pengeringan ( freeze dry).
Penghalusan dilakukan dengan cara menghancurkan sampel makanan menggunakan blender dan
ditambahkan air. Sehingga hasil akhirnya adalah cairan kental. Kemudian sampel
tersebut
dikeringkan atau dihilangkan kandungan airnya dengan cara pendinginan atau freeze dry. Sampel
akan menjadi kering seperti bubuk atau tepung. Penghalusan dan freeze dry
dilakukan untuk
menghomogenkan sampel makanan tersebut. Sehingga analisa yang dilakukan dapat lebih
akurat.
Untuk metode SAA terlebih dahulu sampel harus dilarutkan atau disebut digest. Proses
pelarutan ini dapat dilakukan berkali-kali tergantung besarnya konsentrasi unsur di dalamnya.
Dalam proses pelarutan ini, sampel yang telah kering dimasukan ke dalam vessel sebanyak 500 mg,
setelah itu dilarutkan dengan menambahkan Asam Nitrat dan Asam Perklorat sebanyak 6.5 dan 1
ml dan ditambahkan pula 2.5 ml aquadest. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam microwave
digestion untuk melarutkan semuanya. Setelah sampel menjadi larutan maka dapat diukur
konsentrasi logamnya dengan alat SSA.
Dasar analisis menggunakan teknik AAS adalah bahwa dengan mengukur besarnya absorpsi
oleh atom analit, maka konsentrasi analit itu dapat di tentukan. Penentuan konsentrasi analit
diperoleh melalui perbandingan dengan standar. Pada penelitian ini, teknik AAS yang
digunakan adalah Flame AAS, yaitu cara pembentukan atom menggunakan nyala campuran gas.
Campuran gas yang dipakai dalam FAAS ini adalah udara-asetilen yang mempunyai suhu nyala
1900 – 2200°C.
Cara kerja dari metode ini adalah dengan membandingkan antara absorban larutan
sampel dengan larutan standar pembanding untuk memperoleh konsentrasi larutan contoh tersebut.
Jadi skala absorban dari AAS dikalibrasi dengan suatu deret standar yang diketahui konsentrasinya.
Hasil dari analisis dengan AAS adalah kurva kalibrasi. Dari kurva kalibrasi ini konsentrasi analit
dari larutan sampel dapat dicari setelah mengukur absorbannya. Proses kalibrasi AAS sangat
krusial karena dapat secara langsung mempengaruhi hasil analisis. Faktor yang dapat mempengaruhi
proses kalibrasi AAS adalah larutan standard dan instrument AAS. Metodologi penelitian
selengkapnya dapat lihat pada Gambar 1.

14
Gambar 1. Metodologi penelitian

Pengambilan sampel jaja an anak SD dilakukan di empat sekolah yang berada di daerah
yang berbeda. Sekolah dipilih yang lokasinya menyebar di seluruh kota Band ng (Gambar
2).
Hal ini dilakukan untuk melihat perbedaan kandungan logam pada daerah i i, karena adanya
perbedaan aktivitas dan lingku gan sekitarnya. Sekolah yang menjadi lo asi pengambilan
sampel adalah sebagai berikut :

1. Sekolah Dasar Percobaan Negeri Setiabudi


2. Sekolah Dasar Negeri So a 1
3. Sekolah Dasar Negeri Sindanglaya 2
4. Sekolah Dasar Negeri Pel siran

Gambar 2. Lokasi pengambilan sampel

14
Dari keempat sekolah ini diambil sampel jajanan yang sering dikonsumsi oleh murid
sekolah tersebut. Hal ini diketahui dari kuesioner yang disebarkan sebelumnya untuk mengetahui
jajanan yang paling banyak dipilih oleh murid-murid. Dari tiap sekolah dipilih lima sampai enam
jenis jajanan yang paling banyak dikonsumsi. Jajanan yang dipilih baik yang dijual di luar
sekolah maupun yang dijual di dalam sekolah. Namun sebagian besar jajanan yang dijadikan

sdaikmopneslum
adsailsaim
sw jajsaenlan
mayadnigsedkiojulahl. dCiolnutaorh sjek
noislajha,jak
narnenyanjgajd
aniam
n binlislaehbag
yaingsam
leb
piehl sepreinrtgi
yang diperlihatkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Jenis jajanan yang menjadi sampel

Metode yang digunakan dalam menganalisa data laboratorium selain secara deskriptif
juga dilakukan analisa statistik. Metode yang digunakan adalah metode 2n faktorial
untuk
menguji variansi dari data yang ada. Dengan metode ini akan dilihat pengaruh faktor-faktor yang
telah ditentukan terhadap konsentrasi logam pada makanan. Terdapat tiga faktor yang dipilih, yaitu
penggunaan saos, alat masak dan bahan makanan jenis umbi-umbian. Ketiga faktor ini
akan dibagi menjadi dua level, yaitu low dan high.
Untuk penggunaan saos, low level adalah saat tidak digunakan dan high levelnya adalah saat
digunakan. Sedangkan untuk alat masak, low level adalah saat tidak menempel langsung dengan
alat masak atau terdapat perantara dan high levelnya adalah saat menempel langsung
pada alat masak. Dan untuk bahan makanan dari umbi-umbian adalah high level dan selain umbi-
umbian adalah low level.
Hasil akhir dari analisa ini akan dilihat apakah low level dan high
level saling
berpengaruh atau tidak. Selain itu dapat dilihat interaksi antar faktor yang saling berpengaruh atau
tidak. Hasil hipotesa yang diterima menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antara kedua level
ataupun antara faktor. Sedangkan hasil hipotesa yang ditolak menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan data antar level ataupun faktor. Replikat yang digunakan dalam analisa ini berjumlah
dua. Hal ini disesuaikan dengan pengukuran logam yang dilakukan sebanyak dua kali (simplo dan
duplo).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah sampel yang diambil dari keempat sekolah berjumlah 24 buah, masing-masing 6
jenis jajanan dari tiap sekolah. Dari seluruh jajanan yang telah diambil untuk dijadikan sampel
dan diperiksa dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom, di dapatkan konsentrasi Cu dan Zn
dalam makanan dalam berat keringnya. Untuk mendapatkan konsentrasi sebenarnya dalam makanan
maka harus dicari konsentrasi logam dalam berat basahnya. Konsentrasi Cu pada sampel
makanan diperlihatkan pada Tabel 1 berikut ini

15
Tabel 1. Konsentrasi Cu dalam jajanan

(
10
0,2 10
0,30 10
4,11 10
0,3
0,46 10
0,31 10
0,
0,46 30
1,53 10
0,26 10
2
0,16 10
0,56 10
0,
1,43 10
0,00 2
0, 5
0, 10
0,53 20
0, 30
0,
0,35 10
0,4 5
0,26 10
0,0 10
0, 10
0,5 30
1,3 30
0,

Seperti yang dapat dilihat pada tabel di atas, konsentrasi Cu yang terdapat dalam jajanan
memiliki konsentrasi yang rendah. Hanya pada jenis jajanan kentang dan cireng konsentrasi Cu
cukup tinggi, walaupun masih di bawah baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Baku mutu Cu
di dalam makanan berbeda untuk tiap jenisnya. Dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan
Pemeriksa Obat dan Makanan No 03725/B/SK/VII/89 tentang Batasan Maksimum Cemaran Logam
dalam Makanan, jenis makanan dibagi menjadi buah, daging, sayuran, tepung, dan lainnya. Untuk
pemeriksaan jajanan ini, acuan baku mutu yang diambil adalah bahan makanan yang memiliki
kuantitas terbanyak dalam makanan tersebut. Contohnya batagor yang

16
lebih dominan terbuat dari tepung. Oleh karena itu batas maksimum memiliki nilai-nilai yang
berbeda.
Dari rata-rata konsentrasi Cu di tiap sekolah, didapatkan hasil bahwa rata-rata terbesar
konsentrasi Cu terdapat di Sekolah Dasar Percobaan Negeri Setiabudi, yaitu sebesar 0.98 mg/kg.
Hal ini diakibatkan nilai konsentrasi Cu pada kentang yang besar. Besarnya konsentrasi Cu ini

d
Kaupalti tadsi aakliabta tm
k ansa k apreanra penjgugaul nm
aank anlan
t m
dia spaikn gygainr gj ablaenrb pah
adan
a uCm u uymany
ga mtiudakh bm
aiekn.
gPeelunpjuaas.l makanan memilih peralatan masak yang murah namun mudah terkelupas. Akibatnya
mengkontaminasi makanan yang diolah menggunakan alat masak tersebut.
Berdasarkan
pengamatan pada saat pengambilan sampel, keadaan wajan yang digunakan sebagian
besar
penjaja makanan dalam keadaan tidak baik atau telah mengelupas. .
Besarnya konsentrasi Cu dalam kentang juga dapat disebabkan karena kentang
merupakan jenis umbi-umbian, yaitu tanaman yang dimanfaatkan bagian akarnya. Sedangkan logam
Cu pada tanaman akan terkonsentrasi pada bagian akar. Oleh karena itu, konsentrasi logam Cu
pada kentang cenderung besar dibandingkan jajanan yang lainnya. Selain faktor-faktor yang
disebutkan sebelumnya, Cu juga dapat masuk ke dalam makanan melalui air yang digunakan untuk
memasak. Air dapat mengandung Cu apabila terkontaminasi pipa yang telah lapuk yang dilewati
air tersebut. Sehingga Cu yang menjadi bahan dasar pipa tersebut terkandung dalam air dan
kemudian digunakan untuk memasak jajanan tersebut.

lebih mSeerlaatian. SHD


aP
lNiniS edtaiapbautddi,isSeD
baN
bkPaenleosilreahn sm
edem
aniglikaidraantay-araptaem
kobnasnegnutn
raasni C
seuky
oalanhg. bSeeshairnd
gagna
banyak debu dan partikulat yang berterbangan di sekitar lokasi penjualan jajanan. Debu dan
partikulat ini dapat mengkontaminasi jajanan dengan logam berat. Oleh karena itu, konsentrasi
Cu jajanan di SD Pelesiran cenderung besar dan merata pada tiap jenis jajanan.
Paparan Cu dalam waktu lama bisa menimbulkan gejala seperti iritasi pada hidung,
tenggorokan, mulut dan mata, sakit kepala, sakit lambung, kehilangan keseimbangan, mual, muntah
dan diare. Paparan Cu dosis besar dapat menyebabkan kerusakan hati, ginjal, bahkan menyebabkan
kematian. Belum ada bukti ilmiah bahwa Cu bersifat karsinogenik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa lama paparan dan tingginya dosis Cu bisa menurunkan tingkat
intelegensia anak-anak dalam masa pertumbuhan, batuk-batuk, dan pendarahan hidung. Cu juga
dapat menimbulkan alergi pada kulit. Paparan Cu berulang bisa menyebabkan penebalan pada kulit
serta menimbulkan warna kehijauan pada kulit dan rambut sehingga menyebabkan iritasi hidung.
Selain pengukuran konsentrasi Cu, diukur pula logam Zn dalam jajanan tersebut dan
didapatkan data sebagai berikut (Tabel 2):

Tabel 2 Kadar unsur Zn dalam sampel makanan

(/)
(
40
40
14,2 40
6,45 40

1
1
(/)
40

10, 40
40
1, 40
2 4,45 40
2, 40

15,01 40
2, 40
2,54 40
22,30 40
11,30 40
12,53 40
11,10
2,0 40
3,53 40
6,32 40
0, 40
12,2 40
40
22,43 40

Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Pemeriksa Obat dan Makanan No
03725/B/SK/VII/89 tentang Batasan Maksimum Cemaran Logam dalam Makanan, batas
maksimum cemaran logam Zn dalam makanan adalah sebesar 40 mg/kg. Zn terdapat disetiap
makanan yang dikonsumsi manusia, karena Zn merupakan salah satu logam yang dibutuhkan
tubuh untuk proses metabolisme. Namun, seperti logam lainnya, dosis Zn yang dibutuhkan
manusia kecil. Apabila kelebihan mengkonsumsi Zn akan menimbulkan keracunan.
Dari data pengukuran jenis jajanan biting memiliki konsentrasi paling besar, yaitu sebesar
22.43 mg/kg. Walaupun tidak melewati batas maksimum cemaran logam dalam makanan yang
ditetapkan pemerintah, namun konsentrasi Zn dalam makanan ini cukup tinggi
dibandingkan
jajanan yang lainnya. Apabila dilihat rata-rata konsentrasi Zn yang terdapat pada makanan di tiap
sekolah, nilai rata-rata tertinggi terdapat pada SD Pelesiran. Selain Zn, pada pengukuran Cu,
konsentrasi rata-ratanya pun cenderung besar. Hal ini dapat diakibatkan karena penggunaan
peralatan makanan yang mengandung Zn dan dalam kondisi yang tidak baik. Sehingga
mengkontaminasi makanan yang dimasak menggunakan alat masak tersebut. Seperti yang
disebutkan literatur, kontaminasi akibat peralatan masak lebih mungkin terjadi dibandingkan
memakan langsung Zn yang terdapat di dalam makanan. Selain itu karena adanya pembangunan

1
sekolah yang menghasilkan debu dan partikulat yang mencemari jajanan.

1
SDPN Setiabudi juga memiliki rata-rata konsentrasi Zn yang besar. Selain kentang, mie
juga menyebabkan rata-rata konsentrasi menjadi besar. Besarnya konsentrasi Zn dan Cu pada
kentang menunjukkan bahwa bahan makanan dari umbi-umbian lebih banyak mengandung logam.
Karena umbi atau pada tanaman lain disebut akar, menyerap logam dari tanah dan menumpuk pada
bagian itu. Oleh karena itu, konsentrasi logam pada kentang cenderung besar.

toksisitaLso gtainmggZin
. sK
eboensaurm
ny
sia tZ
idnak bto
erklseibki,htetm
apaimdpaula mmkeenagdakaib
nastk
eban
ag adieifoinsi,eZ
nnsi bem
biansem
raelmlialik
ni.
Toksisitas Zn bisa bersifat akut dan kronis. Gejala toksisitas akut bisa berupa sakit lambung,
diare, mual dan muntah. Di dalam air minum akan menimbulkan rasa kesat dan dapat menimbulkan
gejala muntaber. Gangguan kesehatan lain yang ditimbulkan adalah borok lambung, stomatitis dan
letargia. Toksisitas Zn jarang terjadi karena konsumsi Zn, karena gangguan alat pencernaan dan diare
yang diakibatkan oleh minuman atau makanan yang terkontaminasi peralatan yang dilapisi Zn.
Untuk melihat faktor apakah yang lebih mempengaruhi kontaminasi logam Cu dan Zn pada
jajanan tersebut, dilakukan analisa statistik 2n faktorial. Faktor yang dianggap dapat mempengaruhi
kontaminasi logam terhadap makanan adalah penambahan saos, penggunaan alat masak, dan jenis
bahan baku makanan jenis umbi-umbian. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, faktor-faktor
tersebut dapat menyebabkan logam Cu dan Zn masuk ke dalam makanan. Dari hasil analisa statistik 2n
faktorial di dapatkan kesimpulan sebagai berikut (Tabel 3 dan Tabel 4)

Tabel 3. Hasil analisis logam Cu dengan metode 2n factorial

(%)
0,02 5,5

1 5,5
() 1514,03 5,5
() 2004,54 5,5
2
5, 5,5
60,42 5,5
5,5
3
2400,5 5,5
1 5,5

a. Pada dua kali pemeriksaan sampel (simplo dan duplo), data yang didapatkan tidak
memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini menunjukkan pemeriksaan yang dilakukan
terhadap sampel menggunakan SSA akurat.
b. Penggunaan saos pada jajanan mempengaruhi konsentrasi Cu di dalam jajanan tersebut.
Jajanan yang ditambahkan saos memiliki konsentrasi logam lebih tinggi dibandingkan
jajanan yang tidak ditambahkan saos.
c. Penggunaan alat masak mempengaruhi konsentrasi Cu dalam jajanan. Jajanan yang
bersentuhan langsung dengan alat masak memiliki konsentrasi yang lebih tinggi.

1
d. Bahan makanan dari umbi-umbian, memilki konsentrasi Cu yang lebih tinggi
dibandingkan yang bukan umbi-umbian.
e. Interaksi antara penggunaan saos dan pemasakan makanan yang langsung menempel
pada alat masak memiliki pengaruh terhadap konsentrasi Cu pada jajanan.
f. Interaksi antara penggunaan saos dan penggunaan bahan makanan dari umbi-umbian
memberikan pengaruh terhadap konsentrasi Cu pada jajanan.
g. Interaksi antara pemasakan makanan yang menempel pada alat masak dan penggunaan
bahan makanan dari umbi-umbian memberikan pengaruh terhadap konsentrasi Cu pada
jajanan.
h. Ketiga interaksi antara penggunaan saos, pemasakan makanan yang langsung menempel
pada alat masak, dan penggunaan bahan makanan dari umbi-umbian memiliki pengaruh
terhadap konsentrasi Cu pada jajanan. Hal ini membuktikan bahwa ketiga faktor inilah yang
dapat mempengaruhi suatu jajanan terkontaminasi logam Cu.

Tabel 4. Hasil analisis logam Zn dengan metode 2n faktorial

(%)
4,34 5,5

166,20 5,5
() 3,02 5,5
() 2302,1 5,5
2
266, 5,5
5,5
461,65 5,5

26,04 5,5
1 5,5

a. Pada dua kali pemeriksaan sampel (simplo dan duplo), data yang didapatkan tidak
memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini menunjukkan pemeriksaan yang dilakukan
terhadap sampel menggunakan SSA akurat.
b. Penggunaan saos pada jajanan mempengaruhi konsentrasi Zn di dalam jajanan tersebut.
Jajanan yang ditambahkan saos memiliki konsentrasi logam lebih tinggi dibandingkan
jajanan yang tidak ditambahkan saos.
c. Penggunaan alat masak tidak mempengaruhi konsentrasi Zn dalam jajanan. Jajanan yang
bersentuhan langsung dengan alat masak dan yang tidak bersentuhan langsung memiliki
konsentrasi yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa Zn dapat mengkontaminasi makanan
walaupun tidak bersentuhan langsung dengan alat masak, seperti melalui minyak atau air.
d. Bahan makanan dari umbi-umbian, memilki konsentrasi Zn yang lebih tinggi
dibandingkan yang bukan umbi-umbian.
e. Interaksi antara penggunaan saos dan pemasakan makanan yang langsung menempel
pada alat masak memiliki pengaruh terhadap konsentrasi Zn pada jajanan.

1
10
f. Interaksi antara penggunaan saos dan penggunaan bahan makanan dari umbi-umbian
memberikan pengaruh terhadap konsentrasi Zn pada jajanan.
g. Interaksi antara pemasakan makanan yang menempel pada alat masak dan penggunaan
bahan makanan dari umbi-umbian memberikan pengaruh terhadap konsentrasi Zn pada
jajanan.
h. Ketiga interaksi antara penggunaan saos, pemasakan makanan yang langsung menempel
pada alat masak, dan penggunaan bahan makanan dari umbi-umbian memiliki pengaruh
terhadap konsentrasi Zn pada jajanan.

Dari analisa menggunakan metode 2n faktorial didapatkan hasil bahwa kontaminasi Cu dan
Zn dalam jajanan dipengaruhi oleh penggunaan saos, alat masak, dan jenis bahan makanan dari umbi-
umbian. Walaupun dari hasil pengukuran tidak ada logam yang melewati baku mutu yang ditetapkan,
namun tetap terjadi kontaminasi logam yang disebabkan banyak faktor, termasuk
penggunaan saos, alat masak, dan jenis bahan makanannya. Oleh karena itu, perlu diperhatikan oleh
para konsumen dan juga penjual dalam mengkonsumsi atau mengolah makanan, agar tidak terjadi
kontaminasi yang dapat merugikan konsumen, terutama anak-anak dalam penelitian ini.

KESIMPULAN

Dari hasil pengukuran didapatkan hasil bahwa semua jajanan memiliki kandungan Cu yang kecil,
di bawah ambang batas cemaran logam yang ditetapkan pemerintah. Walaupun kentang dan
cireng memiliki konsentrasi yang cukup besar dibandingkan dengan jajanan lainnya, namun tetap
masih di bawah ambang batas yang ada. Sedangkan untuk Zn, konsentrasi untuk dibeberapa jajanan
lebih besar, seperti pada cakwe, kentang, batagor, kue, dan telur, yang berada di atas
10 mg/kg.
Namun, jajanan ini masih aman karena konsentrasinya di bawah ambang batas yang ditetapkan
pemerintah. Penggunaan saos, alat masak dan bahan makanan dari umbi-umbian mempengaruhi
konsentrasi Cu dan Zn dalam makanan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini bekerja sama dengan Badan Tenaga Nuklir Bandung

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1989. Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Pemeriksa Obat dan Makanan No
03725/B/SK/VII/89 tentang Batasan Maksimum Cemaran Logam dalam Makanan.
Anonim. Essentiality, Deficiencies, and Toxicities of the Elements. Pages 129 – 143
Cahyadi. 2009. Gizi Buruk dan Kemiskinan. Harian Pikiran Rakyat. 5 Mei 2009
Emami. 2004. Heavy Metals Content of Canned Tuna Fish. Food Chemistry 93 Pages 293-296
Februhartanty. 2004. Amankah makanan jajanan anak sekolah di Indonesia?.
http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1097726693,98302, diakses
tanggal 3 Januari 2010.
Harjoto, Ratnawati, Muhayatun. Analysis of Cesium and Zinc in Food Samples. BATAN
Iwasaki, et al,. 2009. Effects of heavy metals on riverine benthic macroinvertebrate assemblages
1
11
with reference to potential food availability for drift-feeding fishes. Setac Press

1
12
Kuzmina, Ushakova. 2008. Process of exotrophy in fish. Effect of heavy metals – Zn and Cu.Pleiades
Publishing.
Pandey, Pandey. 2009. Accumulation of heavy metals in dietary vegetables and cultivated soil
horizon in organic farming system in relation to atmospheric deposition in a seasonally dry
tropical region of India. Springer Science

dja
Supriynan. t2o0, 0S5a.m
Mient,o Z
daaiS
nutal,t is2t0
ik0a7..BAan
nadu
linsigs :CPeem
nearrbaint TLaorgsit
amo. Berat Pb, Cu, dan Cd pada Ikan
Tawar dengan Metode Spektrofotometrinyala Serapan Atom (SSA).
Surtipanti, et al. 1994. Toxic Heavy Metals and Other Trace Elements in Foodstuff from 12
Different Countries. IAES Cordinated Research Program. Humana Press Inc
Wei-Yang, Yu-Lan, Sheng Su. 2008. Copper and Zinc in a paddy field and their potential
ecological impacts affected by wastewater from a lead/zinc mine, P. R. China. Springer
Science.
Widowati, et al. 2008. Efek Toksik Logam. Penerbit Andi. Yogyakarta

1
13
VOL 8 NO.2 DESEMBER 2019 ISSN: 2320 - 3635

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KENIKIR (Cosmos caudatus kunth) SEBAGAI


PENGAWET ALAMI PADA TAHU

Dian Fitriani1, Suhariyadi2, Syamsul Arifin3


J u r u s a n A n a li s K e s e h a t a n
P o lit e k n i k K e s e h a t a n K e m e n t r ia n K e s e h a t a n S u r a b a y a

ABSTRAK
T a h u t er m a s u k g o l o n g a n hi g h p e ri s h a b l e f o o d s e b a b m e n g a n d u n g pr ot ei n a n t ar a 6 - 9 % d e n g a n k a d a r air
b e r ki s ar p a d a 8 4 - 8 8 % . P r ot ei n d a n air m e r u p a k a n s al a h s at u m e d i a y a n g s e s u a i u n t u k p e rt u m b u h a n m i k r o o r g a n i s m e ,
s e h i n g g a t a h u a k a n c e p a t m e n g a l a m i k e r u s a k a n y a n g m e m e n g a r u h i m a s a si m p a n t a h u . D a u n k e ni kir m e n g a n d u n g
s e n y a w a a k tif y ait u fl a v o n o i d, al k al o i d, t a ni n d a n s a p o n i n y a n g b e rf u n g s i s e b a g a i a nti b a k t e ri.
P e n e liti a n i ni m e n g g u n a k a n te k n i k o b s e r v a si e k s p e ri m e n t al d a n t e k ni k a n a li s a s e c a r a k u a n tit atif
m e n g g u n a k a n u ji st ati sti k K r u s k a l W a l lis. P e n e liti a n i ni dil a k u k a n p a d a b ul a n M e i 2 0 1 9 di L a b o r a t o r i u m
M i k r o b i ol o gi P o lit e k ni k K e s e h a t a n K e m e n t eri a n K e s e h at a n S u r a b a y a . T u j u a n p a d a p e n eliti a n i ni a d al a h
m e n g a n a li sis a d a n y a p e n g a r u h p e r e n d a m a n e k str a k d a u n k e n i k ir ( C o s m o s c a u d a u s k u n t h ) s e b a g a i p e n g a w e t al a m i
ter h a d a p A n g k a L e m p e n g T o t al ( A L T ) p a d a T a h u d e n g a n v a ri a si p e r e n d a m a n 5 % , 1 0 % , d a n 1 5 % s e l a m a 6 0 m e n i t
lal u d i a m a ti p a d a h a ri k e - 1 d a n k e - 2 .
H a s il p e n e liti a n di p er ol e h r at a – r at a h a sil a n g k a l e m p e n g t o tal ( A L T ) p a d a h a ri k e - 1 e k str a k d a u n k e n i k i r
5 % s e b e s a r 3, 3 4 x 1 0 5 C F U / g , e k str a k d a u n k e n i kir 1 0 % s e b e s a r 2, 5 9 x 1 0 5 C F U / g, d a n e k str a k d a u n k e n i kir 1 5 %
s e b e s a r 2, 2 4 x 1 0 5 C F U / g . D a n p a d a h a ri k e - 2 e k str a k d a u n k e n i k ir 5 % s e b e s a r 2, 3 2 x 1 0 5 C F U / g , e k str a k d a u n k e n i k ir
1 0 % s e b e s a r 2, 0 1 x 1 0 5 C F U / g , d a n e k str a k d a u n k e n i kir 1 5 % s e b e s a r 1, 8 0 x 1 0 5 C F U / g . B e r d a s a r k a n h a sil t er s e b u t
d a p a t di si m p u l k a n b a h w a v a r ia si p e r e n d a m a n e k str a k d a u n k e n i k ir ( C o s m o s c a u d a u s k u n t h ) d a p a t m e m b e ri k a n
p e n g a r u h u n t u k m e n g h a m b a t p e rt u m b u h a n b a kt e ri p a d a T a h u s e h i n g g a e k s tr a k d a u n k e n i ki r ( C o s m o s c a u d a u s k u n t h )
d a p a t di g u n a k a n s e b a g a i p e n g a w e t al a m i p a d a t a h u .
Kata kunci : E k str a k d a u n k e n i k ir ( C o s m o s c a u d a u s k u n t h), P e n g a w e t al a m i, T a h u

PENDAHULUAN
T a h u d a n s e j e ni s n y a m e r u p a k a n p r o d u k D a r i h al i ni d al a m u p a y a p e n c e g a h a n pr o s e s
o l a h a n d a ri k e d el a i y a n g b a n y a k di p r o d u k s i d a n k e r u s a k a n t a h u m e n d o r o n g pr o d u s e n t a h u u n t u k
d i m i n a ti ol e h m a s y a r a k a t di In d o n e s i a y a n g di k et a h u i m e n a m b a h k a n z at a di ktif p a d a t a h u y ait u p e n g a w e t
h a r g a n y a r el atif m u r a h , m u d a h di d a p at d a n m e m i li k i si nt e ti k, di m a n a ji k a d i k o n s u m s i d al a m j a n g k a w a k t u
k a n d u n g a n g i zi y a n g di b u t u h k a n ol e h t u b u h . T a h u la m a s e c a r a t er u s m e n e r u s a k a n m e m i li ki efe k n e g a tif
ter m a s u k k e d ala m g o l o n g a n hi g h p e ri s h a b l e f o o d p a d a t u b u h y a n g t erj a di a ki b at a d a n y a a k u m u l a si b a h a n
s e b a b m e n g a n d u n g p r ot e i n da n air y a n g ti n g g i, p e n g a w e t t er s e b u t. D a l a m h al t er s e b u t p e rl u di c a ri
d i m a n a m e n g a n d u n g p r o t ei n a nt a r a 6 - 9 % d e n g a n s ol u s i u n t u k m e n g u r a n g i efe k n e g a tif yang dapat
k a d a r air b e r ki s a r p a d a 8 4 -8 8 % ( A d i w a r s a n t o, 2 0 0 5 d iti m b u l k a n ol e h p e n g a w e t si nt eti k t er s e b u t d a n
d a l a m S e p ti a n a, 2 0 1 8 ). P r o t e i n d a n air m e r u p a k a n m e n g g a n ti n y a d e n g a n p e n g a w e t al a m i y a n g l e bi h
s a l a h s at u m e d i a y a n g s e s u ai u nt u k p e rt u m b u h a n r a m a h li n g k u n g a n .
m i k r o o r g a n i s m e , s e h i n g g a t a h u a k a n c e p at m e n g a l a m i D a u n k e ni kir m e n g a n d u n g se n y a w a a k tif y ait u
k e r u s a k a n y a n g m e m e n g a r u h i m a s a si m p a n t a h u, f e n o l, fl a v o n o i d, t a ni n d a n s a p o n i n y a n g b erf u n g s i
y a n g di s e b a b k a n ole h a d a n y a b a k t e ri E s c h e ri ci a C o l i s e b a g a i a n ti b a k t e ri ( D w i y a n ti d k k, 2 0 1 7 ). K e n i ki r
d a n S a l m o n e ll a y a n g d a p a t m e n i m b u l k a n b a u b u s u k , ( C o s m o s c a u d a t u s K u n t h ) m e r u p a k a n t u m b u h a n tr o p i s
rasa asa m, dan per m u k aan yang b erl e n d i r y a n g b e r a s al d a ri A m e ri k a T e n g a h da n s e b a g i a n d a e r a h
( W a h y u n d a ri, 2 0 0 0 d al a m S e p ti a n a, 2 0 1 8 ). D i m a n a b e ri kli m tr o pi s l ai n n y a . Daun k e n i k ir ba n y a k
k e r u s a k a n t a h u s u d a h d a p a t dit a n d a i d e n g a n diko nsu m si m a syarakat sebagai sayuran. Seb u a h
p e n u r u n a n k u alitas n y a y a k n i d a ri sif at o r g a n o l e p ti k p e n e liti a n i n - vitr o, y a n g d il a k u k a n ol e h s e o r a n g p e n e liti
ta h u ( w a r n a, ba u, t e k st u r d a n a r o m a ). d a ri P e r g u r u a n T i n g g i di M a l a y sia m e m b u k ti k a n ,
S t a n d a r k u alit a s t a h u t el a h di at u r d al a m e k str a k d a u n k e n i kir t er b u k t i b er h a s il m e m b u n u h
S t a n d a r N a si o n a l In d o n e s i a ( S N I ) 0 1 - 3 1 4 2 - 1 9 9 8 y a n g b e r b a g a i j e ni s k u m a n d a n jam u r p e n y e b a b p e n y a k i t
m e n j el a s k a n b a h w a t a h u y a n g b ai k m e m i li ki b a u d a n ( A b a s d k k , 2 0 0 3 d al a m S e p tim a r l eti d k k , 2 0 1 8 ). D a r i
r a s a y a n g n o r m a l, b e r w a r n a p u ti h at a u k u n i n g n o r m a l , h a l y a n g t el a h di p a p a r k a n di a ta s m e n g e n a i k a n d u n g a n
s e rt a p e n a m p a k a n ti d a k b e rl e n d ir d a n b e rj a m u r. P a d a d a u n k e n i k ir y a n g b e rf u n g s i s e b a g a i a nti m i k r o b a, m a k a
k o n d i si bi a s a ( s u h u k a m ar ) d a y a t a h a n n y a r at a -r at a d i d u g a b a h w a d a u n k e n i kir d a p a t di g u n a k a n s e b a g a i
1 - 2 h a ri s aj a. S e t el a h l e bi h d a ri b at a s it u r a s a n y a p e n g a w et al a m i d e n g a n m e n g h a m b a t p e rt u m b u h a n
m e n j a di a s a m l a l u b er a n g s u r - a n g s u r b u s u k , s e h i n g g a b a k t e ri y a n g m e n y e b a b k a n k e r u s a k a n t a h u.
ti d a k la ya k di k o n s u m s i l a gi ( A m r i d k k, 2 0 1 7 ).

ANALIS KESEHATAN 74
SAINS 9
VOL 8 NO.2 DESEMBER 2019 ISSN: 2320 - 3635

S a m p a i s a at i ni b el u m a d a i nf or m a s i t e nt a n g a q u a d e s st eril s a m p a i d e n g a n 1 0 0 m l s e h i n g g a l ar ut a n
p e n g g u n a a n d a u n k e n i kir s e b a g a i p e n g a w e t al a m i ter s e b u t m e m i li ki k o n s e n tr a si 5 % , 1 0 % , 1 5 % P e r si a p a n
Sa m p el Tah u
p a d a t a h u . B e r d a s a r k a n h al it u la h, m a k a p e n eliti a n
m e n g e n a i p e m a n f a at a n d a u n k e n i kir s e b a g a i T a h u ut u h ( u k u r a n ± 9 x 7 x 3 , 5 c m ) di p o t o n g
p e n g a w e t al a m i t a h u dil a k u k a n u n t u k m e m p e r o l e h d e n g a n pi s a u st eril m e n j a d i ± 2 x 2 x 3 , 5 c m u n t u k
i nf o r m a s i p e n g a w e t al a m i p a d a t a h u y a n g ti d a k d il a k u k a n uji p a d a t a h u . T a h u y a n g s u d a h di p o t o n g
m e m b a h a yaka n kesehatan. d i a m b i l m e n g g u n a k a n s e n d o k st e ril d e n g a n h ati - h ati
lal u di m a s u k k a n k e w a d a h st eril d a n m e m b e ri
p e rl a k u a n s a m p e l t a h u d e n g a n p erl a k u a n p e r e n d a m a n
BAHAN DAN METODE
E k s tr a k D a u n K e n i kir k o n s e n tr a si 5 % , 1 0 % d a n 1 5 % ,
P Z S t e ril ( k o n tr o l n e g a tif) s e r ta K l o r a m f e n i k ol 0, 5 % (
Metode Penelitian
k o n tr ol p o s itif)
J e n i s p e n e liti a n i ni a d al a h e k s p e ri m e n t a l
d e n g a n r a n c a n g a n posttest only control group
design . Perendaman Sampel Tahu
a. Pengujian untuk Hari ke-1
S a m p e l t a h u y a n g dil a k u k a n p e n g u ji a n p a d a h a ri
Bahan
k e - 1 dir e n d a m p a d a e k str a k da u n k e n i kir 5 % , 1 0 % d a n
B a h a n y a n g di g u n a k a n p a d a p e n e liti a n i n i
1 5 % s e rt a k o n tr ol n e g a tif (P Z S t e ril) d a n k o n tr ol
a d a l a h da u n K e n i kir ( C o s m o s c a u d a t u s k u n t h )
p o s itif ( K l o r a m f e n i k o l 0, 5 % ) d al a m w a d a h st eril
d a n T a h u p uti h y a n g di p e r o l e h d a ri p e nj u al di p a s a r
s e l a m a 6 0 m e n it d a n di si m p a n p a d a s u h u r u a n g
Se pa njang.
A C ( ± 2 5 ◦ C ), l al u di b u a n g air r e n d a m a n n y a d a n
la n g s u n g d i uji A n g k a L e m p e n g T o t al ( A L T )
Alat
N e r a c a a n a liti k, R o t a r y v a c u m e v a p o r at o r,
B e a k e r gl a s s, G e l a s u k u r, C a w a n p etri st eril, Pi p et
b. Pengujian untuk Hari ke-2
S a m p e l t a h u y a n g dil a k u k a n p e n g u ji a n p a d a
m a a t st eril, G u n ti n g st e ril, S e n d o k st eril, O s e
S t e ril, E rl e n m e y e r st eril, W a d a h st e ril, In k u b a t o r h a ri k e - 2 d ir e n d a m p a d a e k s tr a k d a u n k e n i kir 5 % ,
1 0 % d a n 1 5 % s e rt a k o n tr o l n e g a tif ( P Z S t e ril) d a n
k o n tr ol p o sitif ( K l o r a m f e n i k o l 0, 5 % ) d al a m w a d a h
Prosedur Penelitian
st eril s el a m a 6 0 m e n it l al u di b u a n g air r e n d a m a n n y a
P r o s e d u r p e n e liti a n m e li p u ti : p e r si a p a n d a u n
d a n di si m p a n s el a m a 1 x 2 4 ja m p a d a s u h u r u a n g
k e n i kir, e k str a k si, p er si a p a n sa m p el t a h u,
A C ( ± 2 5 ◦ C ), s et el a h it u di uji A n g k a L e m p e n g T o t a l
p e r e n d a m a n s a m p e l t a h u, uj i A n g k a L e m p e n g
(AL T)
T o t al ( A L T ) , U ji O r g a n o l e p ti k

PELAKSANAAN Uji Angka Lempeng Total (ALT)


PENELITIAN
a) Tahap Pembuatan Media
Persiapan Daun Kenikir P e m b u a t a n m e d i a N u tri e nt A g a r di b u a t
s e b a n y a k 2 8 g d al a m 1 0 0 0 m L a q u a d e s
M e m i s a h k a n d a u n k e ni kir d a ri b at a n g n y a ,
k e m u d i a n di st e rili s a si m e n g g u n a k a n a u t o k l a f
k e m u d i a n m e n c u c i n y a d e n g a n a ir m e n g a lir.
T i ris k a n l al u di k eri n g a n g i n k a n s el a m a 5 h ar i p a d a s u h u 1 2 1 o C s e l a m a 1 5 m e n it.
ta n p a t er k e n a si n a r m a t a h a ri. Ke mudian
d i h a l u s k a n d e n g a n blender . b) Tahap Pengenceran
S a m p e l t a h u y a n g t el a h dil a k u k a n p e r e n d a m a n
m a s i n g d iti m b a n g s e b a n y a k 1 0 g r a m k e m u d i a n
Pembuatan Ekstrak Daun Kenikir 100%
S i m p li si a se b a n y a k 1 0 0 0 g r a m d i m a s e r a si d i m a s u k k a n k e d al a m 9 0 m L l a r ut a n N a C l ( P Z
d e n g a n p el a r ut et a n o l 9 6 % d e n g a n p e r b a n d i n g a n S t e ril) l al u di h o m o g e n k a n m e n g g u n a k a n v o rt e x .
1 : 2 s a m p a i 3 k ali m a si n g - m a s i n g s ela m a 2 4 j a m K e m u d i a n m e n g a m b il 1 m L s a m p e l k e d a l a m
f a k t o r p e n g e n c e r a n y a n g b e risi b eri si l ar ut a n N a C l
lal u m e l a k u k a n p e n y a ri n g a n s e h i n g g a di p e r ol e h
( P Z S t e ril) s e b a n y a k 9 m L . F a k t o r p e n g e n c e r a n
filtr at j er ni h. M e n g u m p u l k a n filtr at u n t u k
d i e v a p o r a si menggunakan Rotary Vacuu m 1 0 -1 di a m b il 1 m L k e f a k t o r p e n g e n c e r a n 1 0 -2 ,d a n
E v a p o r at o r ( R V E ) . E k s tr a k y a n g di d a p a t m elaku ka n hal yan g sam a h i n g g a f a kt o r
d i a m b i l s e b a n y a k 1 5 gra m d ila r u t k a n d e n g a n 1, 5 p e n g e n c e r a n 1 0 -5 . M e n u a n g m e d i a N A k e s e m u a
m l N a - C M C ( C a r b o x y m e t h y l c ell ul o s e ) d a n p e tri di s k y a n g t el a h b e ris i lar ut a n s a m p e l.
d it a m b a h a q u a d e s st eril hi n g g a v ol u m e a k h ir 1 5 M e n g h o m o g e n k a n s e m u a m e d ia y a n g s u d a h t eris i
m l u n t u k m e n d a p a t k a n k o n s e n tr a si 1 0 0 % . sa m p el t er s e b u t dengan cara m e m u t ar k a n
p e tri di s k m e m b e n t u k a n g k a 8. M a s u k k a n k e
Pembuatan Ekstrak Daun Kenikir d a l a m i n k u b a t o r s u h u 3 7 ˚ C ± 0 , 5˚ C s e l a m a 2 x 2 4
Konsentrasi 5%. 10%. 15% ja m
E k s tr a k D a u n K e n i kir 1 0 0 % d ia m b il 5 m l, c) Tahap Pengamatan
K o l o n i m i k r o b a y a n g t u m b u h p a d a ti a p c a w a n
10 m l, 15 m l, k e m u d ia n dit a m b a h
s a m p e l di h it u n g m e n g g u n a k a n c o l o n y c o u n t er,
dengan

ANALIS KESEHATAN 75
SAINS 9
VOL 8 NO.2 DESEMBER 2019 ISSN: 2320 - 3635

j u m l a h k ol o n i m i k r o b a y a n g d i a n a lisi s 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛


ial a h r e n t a n g j u m l a h a n a t a r a 3 0 - 3 0 0
k o l o n i cf u/ g
HASIL DAN PEMBAHASANUji Angka
Lempeng Total (ALT)
d) Analisa Data
H a s il a n ali sis j u m l a h m i k r o b a A n g k a L e m p e n g
J u m l a h k o l o n i y a n g t u m b u h d al a m
T o t al ( A L T ) p a d a t a h u y a n g t el a h dil a k u k a n
r e n t a n g j u m l a h a n t a r a 3 0 - 3 0 0 k o l o n i/ g u n t u k
p e r e n d a m a n e k str a k d a u n k e n i k ir k o n s e n tr a s i 5 % ,
s e ti a p s a m p e l d a p a t di a n a li sis at a u di hit u n g
1 0 % , 1 5 % s e rt a k o n tr ol n e g a tif ( P Z S t e ril) d a n k o n tr o l
den ga n m e n g g u naka n ru m us:
p o s itif ( K l o r a m f e n i k o l 0, 5 % ) p a d a h ari k e - 1 d a n h a ri
Ju mlah koloni per m L =
k e - 2 m e m i li k i j u m l a h y a n g b e r v a ri a si. J u m l a h a n g k a
( 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖−𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 ) 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 le m p e n g t ot al p a d a t a h u d a p a t dili h a t p a d a t a b e l
b e ri k u t :

Tabel 4.1 H a sil uji A n g k a L e m p e n g T o t a l ( A L T ) p a d a T a h u

Angka Lempeng Total (ALT) pada Tahu


Perlakuan
R-1 R-2 R-3 R-4 Rata - Rata
5 5 5 5
Kontrol (-) 3,72 x 10 4,29 x 10 3,32 x 10 4,08 x 10 3,85 x 105

Ekstrak daun
3,63 x 105 3,97 x 105 2,60 x 105 3,16 x 105 3,34 x 105
kenikir 5%
Ekstrak daun
2,94 x 105 2,87 x 105 2,35 x 105 2,20 x 105 2,59 x 105
kenikir 10%
Ekstrak daun
2,55 x 105 2,24 x 105 2,28 x 105 1,89 x 105 2,24 x 105
kenikir 15%

Kontrol (+) 2,08 x 105 2,05 x 105 1,94 x 105 1,42 x 105 1,87 x 105

Keterangan :
R - 1 : H a s il uji A n g k a L e m p e n g T o t al ( A L T ) p a d a h a ri k e - 1 r e p li k a si s at u
R - 2 : H a sil uji A n g k a L e m p e n g T o t al ( A L T ) p a d a h ari k e - 1 r e p li k a si d u a
R - 3 : H a s il uji A n g k a L e m p e n g T o t al ( A L T ) p a d a h a ri k e - 1 r e p li k a si ti g a
R - 4 : H a s il uji A n g k a L e m p e n g T o t al ( A L T ) p a d a h a ri k e - 1 r e p li k a si e m p a t

Tabel 4.3 H a sil uji A n g k a L e m p e n g T o t a l ( A L T ) p a d a T a h u

Angka Lempeng Total (ALT) pada Tahu


Perlakuan
R* - 1 R* - 2 R* - 3 R* - 4 Rata - Rata
5 5 5 5
Kontrol (-) 7,71 x 10 8,71 x 10 7,90 x 10 8,22 x 10 8,14 x 105

Ekstrak daun
3,21 x 105 2,18 x 105 1,92 x 105 1,97 x 105 2,32 x 105
kenikir 5%
Ekstrak daun
2,70 x 105 1,77 x 105 1,83 x 105 1,74 x 105 2,01 x 105
kenikir 10%
Ekstrak daun
2,51 x 105 1,62 x 105 1,50 x 105 1,58 x 105 1,80 x 105
kenikir 15%

Kontrol (+) 2,01 x 105 1,79 x 105 1,13 x 105 1,10 x 105 1,51 x 105

Keterangan :
R *-1 : H a sil uji Angka Le mpeng T o t al (AL T) pada h a ri ke -2 r e pli k a si s at u
R *-2 : H a sil uji Angka Le mpeng T o t al (AL T) pada h a ri ke -2 r e pli k a si dua
R *-3 : H a sil uji Angka Le mpeng T o t al (AL T) pada h a ri ke -2 r e pli k a si ti g a
R *-4 : H a sil uji Angka Le mpeng T o t al (AL T) pa da h a ri ke-2 r e pli k a si e m p at

ANALIS KESEHATAN 751


SAINS
VOL 8 NO.2 DESEMBER 2019 ISSN: 2320 - 3635

D i s tri b u si d at a y a n g t el a h dila k u k a n m e n g g u n a k a n uj i
Kolmogorov Smirnov m e n u n j u k k a n d i stri b u si ti d a k Gambar 4.1 Uji R e g r e si R - 3 h a ri k e - 1
n o r m a l d a n v ari a si d a t a m e n u n j u k k a n d a t a y a n g ti d a k
h o m o g e n , s e h i n g g a s y a r at u n t u k uji A n o v a O n e W a y
ti d a k t er p e n u h i d a n dil a nj u t k a n m e n g g u n a k a n uj i
Kruskal Wallis . B e r d a s a r k a n h a s il uji st atisti k a
m e n g g u n a k a n u ji Kruskal Wallis u nt u k m e n g e t a h u i
a d a n y a p e n g a r u h p a d a p er e n d a m a n e k str a k d a u n k e n i ki r
( Cosmos caudatus kunth ) p a d a b a kt e ri t a h u. B e r d a s ar k a n
a n a lisi s d at a di d a p at k a n p a d a h a ri k e - 1 nil ai S i g. 0, 0 0 3
d a n h a ri k e - 2 nil ai Si g. 0, 0 1 4 d e n g a n t ar af k e p e r c a y a a n
ɑ ( 0, 0 5 ). D a ri h a s il t er s e b u t d a p a t di k et a h u i b a h w a n il a i
S i g ɑ < ( 0, 0 5 ), m a k a d e n g a n d e m i k i a n a d a p e n g a r u h p a d a
p e r e n d a m a n e k str a k da u n k e n i k ir d e n g a n ju ml a h b a kt e r i
p a d a t a h u. S e l a nj ut n y a u n t u k m e n g e t a h u i p e n g a r u h P a d a Gambar 4.3 R- 3 m e n u n j u k k a n nil ai o p ti m u m p a d a
d il a k u k a n uji r e gr e si k u r v a e st i m a s i . k o s e n tr a si 1 4, 9 % y a n g dit a n d a i d e n g a n m e n u r u n n y a
g r a fi k d e n g a n j u m l a h a n g k a le m p e n g t o t al 2, 2 7 x 1 0 5
Gambar 4.1 Uji R e g r e si R - 1 h a ri k e - 1 CF U/g

Gambar 4.4 Uji R e g r e si R - 4 h a ri k e - 1

P a d a Gambar 4.1 R- 1 m e n u n j u k k a n nil ai o pti m u m p a d a


k o s e n tr a si 1 4, 7 % y a n g dit a n d a i d e n g a n m e n u r u n n y a
g r a fi k d e n g a n j u m l a h a n g k a le m p e n g t ot al 2, 5 4 x 1 0 5
C F U/g.
P a d a Gambar 4.4 R- 4 m e n u n j u k k a n nil ai o p ti m u m p a d a
k o n s e n tr a s i 1 4 % y a n g dit a n d a i d e n g a n m e n u r u n n y a g r a fi k
Gambar 4.2 Uji R e g r e si R - 2 h a ri k e - 1 d e n g a n j u m l a h a n g k a l e m p e n g t ot al 1, 8 7 x 1 0 5 C F U / g .

Gambar 4.5 Uji R e g r e si R * - 1 h ari k e - 2

P a d a Gambar 4.2 R- 2 m e n u n j u k k a n nil ai o pti m u m


p a d a k o s e n tr a si 1 4 % y a n g dit a n d a i d e n g a n m e n u r u n n y a P a d a Gambar 4.5 R * - 1 m e n u n j u k k a n nil ai o p ti m u m
g r a fi k d e n g a n j u m l a h a n g k a l e m p e n g t o t al 2, 2 8 x 1 0 5 p a d a k o s e n tr a si 8. 6 % y a n g dita n d a i d e n g a n m e n u r u n n y a
CF U/g g r a fi k d e n g a n j u m l a h a n g k a l e m p e n g t o t al 2, 4 6 x 1 0 5
CF U/g

ANALIS KESEHATAN 752


SAINS
VOL 8 NO.2 DESEMBER 2019 ISSN: 2320 - 3635

D a r i T a b e l 4. 1 d a n 4. 3 di d a p a t k a n h a sil p e m b e ri a n
Gambar 4.6 Uji R e g r e si R * - 2 h ari k e - 2 p e r e n d a m a n e k str a k d a u n k e n i kir s e m a k i n ti n g g i
k o n s e n tr a s i m a k a s e m a k i n m e n u r u n k a n j u m l a h t ot a l
b a k t e ri p a d a t a h u. H a l i ni s e s u a i d e n g a n p e r n y at a a n
T u r n i p d k k , 2 0 1 4 . D e n g a n d e m i k i a n e k s tr a k daun
k e n i kir d a p a t m e m b e ri p e n g a r u h u n t u k m e n g h a m b a t
p e rt u m b u h a n b a k t eri. J u m l a h to t al b a k t e ri p a d a t a h u y a n g
d i b e ri d e n g a n e k str a k da u n k e n i kir b er k u r a n g s eiri n g
d e n g a n p e n a m b a h a n k o n s e n tr a si e k str a k. H a l i n i
d i k a r e n a k a n d e n g a n m e n i n g k a t n y a k o n s e n tr a si e k str a k
y a n g b e r arti s e m a k i n b e s a r k a d a r b a h a n a k tif y a n g
b e rf u n g s i s e b a g a i a nti b a kt e ri, s e hi n g g a k e m a m p u a n n y a
d a l a m m e n g h a m b a t p ert u m b u h a n b a k t e ri j u g a s e m a k i n
b e s a r. D a ya a n ti b a k t e ri da u n k e n i kir t er d a p a t se n y a w a
a k tif y a it u fl a v o n o i d, s a p o n i n, al k al oi d d a n t a n i n .
S e n y a w a fl a v o n o i d m e m i li ki k e m a m p u a n m e n d e n a t u r a s i
P a d a Gambar 4.6 R *- 2 m e n u n j u k k a n nil ai o p ti m u m
p r ot ei n s el b a kt e ri d e n g a n c a r a m e m b e n t u k i k at a n
p a d a k o s e n tr a si 8 % y a n g dit a n d a i d e n g a n m e n u r u n n y a
h i d r o g e n k o m p l e k s d e n g a n p r o t ei n s el b a k t e ri, s e h i n g g a
g r a fi k d e n g a n j u m l a h a n g k a le m p e n g t ot al 1, 5 8 x 1 0 5
str u k t ur di n d i n g s el d a n m e m b r a n e sit o pl a s m a b a k t e ri
C F U/g.
y a n g m e n g a n d u n g p r ot ei n m e n j a di ti d a k st a bil d a n
k e h il a n g a n a k ti vit a s bi ol o g i s n y a, a ki b at n y a f u n g s i
Gambar 4.7 Uji R e g r e si R * - 3 h ari k e - 2
p e r m e a b ilitit a s s el b a k t e ri t er g a n g g u d a n s el b a k t e ri
a k a n m e n g a l a m i lisi s y a n g b e r a k i b at pa d a k e m a t i a n s el
b a k t e ri ( H a r b o r n e, 1 9 8 7 d al a m S e p ti m a rl e ti d k k, 2 0 1 8 ) .
M e k a n i s m e s e n y a w a s a p o n i n s e b a g a i a nti b a k t e ri m e m i li k i
3 c ar a, y ait u m e n g h a m b a t p e r m e a b ilit a s m e m b r a n sel,
m e n g h a m b a t si n t e si s di n d i n g s el da n m e n g h a m b a t si nt e si s
p r ot ei n d e n g a n c a r a m e m b e n t u k s e n y a w a k o m p l e k s
d e n g a n pr ot ei n b a k t eri m e l al ui i k at a n hi dr o g e n ( R i n a w a ti,
2 0 1 1 d al a m P u tri D a y u N i r w a n a , 2 0 1 3 ). A l k a l o i d
m e m i li ki k e m a m p u a n s e b a g ai a nti b a k t e ri. M e k a n i s m e
dengan c ar a mengganggu ko mponen penyusun
p e p ti d o g li k a n p a d a s e l b a k t e r i s e hi n g g a l a pi s a n di n d i n g
s e l ti d a k t er b e nt u k s e c a r a utu h d a n m e n y e b a b k a n
P a d a Gambar 4.7 R * - 3 m e n u n j u k k a n nil ai o p ti m u m k e m a ti a n s el t er s e b u t ( R o b i n s o n , 1 9 9 1 d a l a m K h o lif a h ,
p a d a k o s e n tr a si 7, 3 % y a n g dita n d a i d e n g a n m e n u r u n n y a 2 0 1 4 ). T a n i n d a p a t m e n g h a m b a t p e rt u m b u h a n b a k t e ri
g r a fi k d e n g a n j u m l a h a n g k a le m p e n g t ot al 1, 5 0 x 1 0 5 d e n g a n 4 c a r a y ait u m e n g h a m b a t si nt e si s a s a m n u k l e at,
CF U/g m e n g i n a k tif k a n a d h e si n da n e n zi m s el m i k r o b a , s ert a
m e r u s a k di n d i n g s el b a k t e ri. P e n g h a m b a t a n si nt e s i s a s a m
Gambar 4.8 Uji R e g r e si R * - 4 h ari k e - 2 n u k l e at d e n g a n c a r a m e n g h a m b a t e n zi m r e v e r s e
tr a n s k ri pt a s e d a n D N A t o p o i s o m e r a s e s e h i n g g a s e l
b a k t e ri ti d a k t er b e nt u k ( N u ri a et al., 2 0 0 9 d a l a m P u tri
D ayu Nir w a na, 201 3)

1. Uji Organoleptik
P e rt u m b u h a n mikroba dala m pangan dapat
m e n g a k i b at k a n p er u b a h a n fis i k at a u ki m i a y a n g ti d a k
d ii n gi n k a n , s e h i n g g a b a h a n p a n g a n t er s e b u t ti d a k l a y a k
d i k o n s u m s i. Makanan di k a t a k a n rusak a p a b il a
m e n g a l a m i p e n u r u n a n k u a lita s m a k a n a n , a n t ar a l a i n
te k st u r, w a r n a, b a u , b e n t u k d a n ti d a k t er d a p a t
a b n o r m a lit a s p a d a pr o d u k t ers e b u t. P a d a k o n d i si bi a s a
(s u h u k a m a r) d a y a t a h a n t a h u r at a -r at a 1 - 2 h a ri s aj a .
P a d a Gambar 4.8 R * - 4 m e n u n j u k k a n nil ai o p ti m u m
p a d a k o s e n tr a si 7 % d e n g a n j u m l a h a n g k a l e m p e n g t ot a l S e t e l a h l e bi h d a ri b at a s t e r s e b u t r a s a n y a m e n j a d i a s a m
lal u b e r a n g s u r – a n g s u r b u s u k , s e h i n g g a ti d a k l a y a k
1 , 4 9 x 1 05 C F U / g .
d i k o n s u m s i l a g i. H a l i ni di s e b a b k a n ol e h k a d a r air d a n
p r ot ei n t a h u y a n g r el atif ti n g g i. M e n u r u t S N I 0 1 - 3 1 4 -
1 9 9 8 s y ar a t m u t u t a h u y a k n i m e m i li ki b a u y a n g n o r m a l,

ANALIS KESEHATAN 753


SAINS
VOL 8 NO.2 DESEMBER 2019 ISSN: 2320 - 3635

r a s a y a n g n o r m a l, w a r n a p u ti h n o r m a l at a u k u n i n g p e r e n d a m a n e k str a k d a u n k e n i k ir d a p a t m e r u b a h w a r n a
n o r m a l, m e m i li ki p e n a m p a k a n y a n g n o r m a l ti d a k ta h u m e n j a d i k e c o k l a t a n. P a d a p a r a m e t e r t e k st u r y a n g
b e rl e n d ir dan ti d a k b erj a m u r. Pelaksanaan uji p a li n g b a n y a k di s u k a i a d al a h t a h u k o n tr ol ( -) h al i n i
o r g a n o l e pti k d e n g a n p e n il ai a n m e n g g u n a k a n i n d e r a d i k a r e n a k a n p a d a h a ri p e rt a m a s et el a h dil a k u k a n
m a n u s i a y a n g dil a k u k a n o l e h b e b e r a p a p a n e li s. U ji p e r e n d a m a n t e k st u r t a h u m a s i h n o r m a l. P a d a p a r a m e t e r
o r g a n o l e pti k p a d a T a h u d i s aj i k a n d e n g a n w a d a h y a n g k e n a m p a k a n y a n g p ali n g b a n y a k di s u k a i a d al a h t a h u
b e r si h d a n b e r s a m a a n l al u d i n il ai d a ri k e n a m p a k a n , k o n tr ol (-), h al i ni di k a r e n a k a n k e n a m p a k a n tahu
te k st u r, w a r n a d a n b a u t a h u n o r m a l.
Tabel 4.2 H a sil R a t a – r at a N i l a i O r g a n o l e p ti k s et e l a h Tabel 4.4 H a sil R a t a – r at a N ilai O r g a n o l e pti k s et el a h
d il a k u k a n p e r e n d a m a n t a h u h a ri k e - 1 d il a k u k a n p e r e n d a m a n t a h u h a ri k e - 2
Parameter Parameter
Perlakuan Kenampa Perlakuan
Bau Warna Tekstur Kenampa
kan Bau Warna Tekstur
kan
Kontrol (-) 2,3 3 2,3 2,6 Kontrol (-) 3 2,3 2,3 4,3
Ekstrak 3,3 3,3 3 3 Ekstrak
kenikir 5% 3,3 3,3 3 3
kenikir 5%
Ekstrak 3,3 3,3 3 3 Ekstrak
kenikir 10% 3,3 3,3 3 3
kenikir 10%
Ekstrak 3,3 3,3 3 3 Ekstrak 3,3 3,3 3 3
kenikir 15% kenikir 15%
Kontrol (+) 2,3 3 3 2,7 Kontrol (+) 3 2,3 3 2,7

K e t e r a n g a n N il a i K e t e r a n g a n N il a i
1 = Sangat suka 2=Suka 3 = N e t r al 4 = T i d a k suka 1 = S a n g a t s u k a 2 = S u k a 3 = N e t r al 4 = T i d a k su k a
5 = S a n g a t ti d a k s u k a 5 = S a n g a t ti d a k s u k a
P a d a T a b el 4. 4 H a s il uji org a n o l e p ti k y a n g t el a h
P a d a T a b e l 4. 2 H a sil uji or g a n o l e p ti k y a n g t el a h d il a k u k a n p e r e n d a m a n p a d a t a h u h a ri k e - 2 p a d a p ar a m e t e r
d il a k u k a n p e r e n d a m a n p a d a ta h u h ari k e - 1 p a d a b a u k o n s e n tr a si 5 % , 1 0 % d a n 1 5 % d i d a p a t k a n r at a -r at a
p a r a m e t e r b a u k o n s e n tr a si 5 % , 1 0 % d a n 1 5 % 3 , 3, s e d a n g k a n p a d a k o n tr ol ( -) d a n k o n tr ol ( + ) di d a p a t k a n
d i d a p a t k a n r at a -r at a 3, 3, s e d a n g k a n p a d a k o n tr ol ( -) d a n r at a-r at a 3. P a d a p a r a m e t er w a r n a k o n s e n tr a si 5 % , 1 0 %
k o n tr ol ( + ) di d a p a t k a n r at a - rat a 2, 3. P a d a p a r a m e t e r d a n 1 5 % d i d a p a t k a n r at a - r at a 3 , 3, s e d a n g k a n pa d a k o n tr o l
w a r n a k o n s e n tr a si 5 % , 1 0 % d a n 1 5 % d i d a p a t k a n r at a - (-) d a n k o n tr ol ( + ) di d a p a t k a n r at a -r at a 2, 3. P a d a
r at a 3, 3, s e d a n g k a n p a d a k o n tr ol ( -) d a n k o n tr ol ( + ) p a r a m e t e r T e k st u r k o n s e n tr a si 5 %
d i d a p a t k a n r at a -r at a 3. P a d a p ar a m e t e r T e k s t u r , 1 0 % , 1 5 % d a n k o n tr ol (+ ) di d a p a t k a n r at a -r at a 3
k o n s e n tr a s i 5 % , 1 0 % , 1 5 % d a n k o n tr ol ( +) di d a p a t k a n s e d a n g k a n p a d a k o n tr ol ( -) di d a p a t k a n r at a -r at a 2, 3. P a d a
r at a-r at a 3 s e d a n g k a n p a d a k o n tr ol (-) di d a p a t k a n r at a - p a r a m e t e r k e n a m p a k a n k o n s e n tr a si 5 % , 1 0 % d a n 1 5 %
r at a 2, 3 . P a d a p a r a m e t er k e n a m p a k a n k o n s e n tr a si 5 % d i d a p a t k a n r at a -r at a 3, s e d a n g k a n p a d a k o n tr ol( - )
, 1 0 % d a n 1 5 % d i d a p a t k a n r at a -r at a 3, s e d a n g k a n p a d a d i d a p a t k a n r at a -r at a 4, 3 d a n k o n tr ol ( + ) di d a p a t k a n r at a -
k o n tr ol ( -) di d a p a t k a n r at a - rat a 2, 6 d a n k o n tr ol ( + ) r at a 2, 7. P e r e n d a m a n t a h u p a d a k o n tr ol n e g a tif, e k str a k
d i d a p a t k a n r at a -r at a 2, 7. P e r e n d a m a n t a h u p a d a k o n tr o l d a u n k e ni kir ( Cosmos caudatus kunth ) k o n s e n tr a s i 5 % ,
n e g a tif, e k str a k d a u n k e n i kir ( Cosmos caudatus kunth ) 1 0 % d a n 1 5 % s e rt a k o n tr o l p o sitif m e m p en garuhi
k o n s e n tr a s i 5 % , 1 0 % d a n 1 5 % s e rt a k o n tr ol p o sitif a r o m a , t e k st u r, w a r n a d a n b a u ta h u.
m e m p e n g a r u h i ar o m a , t e k st ur, w a r n a d a n b a u t a h u . B e r d a s a r k a n p e n il ai a n p a n e l is, t a h u y a n g p ali n g
b a n y a k d i s u k a i s et el a h dil a k u k a n p e r e n d a m a n 6 0 m e n it
B e r d a s a r k a n p e n il ai a n p a n e lis, t a h u y a n g p a li n g p a d a h a ri k e - 1 p a r a m e t er b a u a d a l a h t a h u k o n tr ol ( -) d a n
b a n y a k di s u k a i s et el a h dil a k u k a n p e r e n d a m a n 6 0 m e n i t k o n tr ol ( +), h al i ni di k a r e n a k a n p a d a h a ri p e rt a m a
p a d a h a ri k e - 1 p a r a m e t e r b a u a d al a h t a h u k o n tr ol ( - ) s e t el a h d il a k u k a n p e r e n d a m a n b a u t a h u m a s i h n o r m a l ,
d a n k o n tr o l (+), h al i ni di k ar e n a k a n p a d a h a ri p e rt a m a s e d a n g k a n d e n g a n p e r e n d a m a n e k str a k d a u n k e n i k ir d a p a t
s e t el a h dil a k u k a n p e r e n d a m a n b a u t a h u m a s i h n o r m a l , m e r u b a h b a u t a h u . P a d a p a r a m e t e r w a r n a y a n g p a li n g
s e d a n g k a n d e n g a n p er e n d a m a n e k s tr a k d a u n k e n i ki r b a n y a k d i s u k ai a d al a h t a h u k o n tr ol ( -) da n k o n tr ol ( +), h a l
d a p a t m e r u b a h b a u t a h u. P a d a p a r a m e t e r w a r n a y a n g i ni di k ar e n a k a n p a d a h a ri p e rt a m a s et el a h dil a k u k a n
p a li n g b a n y a k di s u k a i a d al a h ta h u k o n tr ol ( -) d a n k o n tr o l p e r e n d a m a n w a r n a t a h u m a s i h m e m i li ki w a r n a p u ti h
( + ), h al i ni di k a r e n a k a n p a d a h a ri p e rt a m a s et e l a h n o r m a l, s e d a n g k a n d e n g a n p e r e n d a m a n e k str a k d a u n
d il a k u k a n p e r e n d a m a n w a r n a ta h u m a s i h m e m i li ki w a r n a k e n i kir d a p a t m e r u b a h w a r n a ta h u m e n j a di k e c o k l at a n .
p u ti h n o r m a l, s e d a n g k a n d e n g a n P a d a p a r a m e t e r t e k st u r y a n g p ali n g b a n y a k di s u k a i a d al a h
ta h u k o n tr ol (-) h al i ni di k a r e n a k a n p a d a

ANALIS KESEHATAN 754


SAINS
VOL 8 NO.2 DESEMBER 2019 ISSN: 2320 - 3635

ANALIS KESEHATAN 755


SAINS
h a ri p e rt a m a s et el a h dil a k u k a n p e r e n d a m a n t e k st u r ta h u m a s i h n o r m a l. P a d a p ar a m e t e r k e n a m p a k a n
y a n g p ali n g b a n y a k di s u k a i a d a l a h t a h u k o n tr ol ( + ), h al i ni di k a r e n a k a n k e n a m p a k a n t a h u n o r m a l .
D a l a m h a l i ni d a p a t di si m p u l k a n b a h w a k e a d a a n t a h u y a n g ti d a k d i b e ri k a n e k str a k d a u n k e ni ki r
d a l a m 2 h ari s e c a r a fi si k m a s i h d al a m k e a d a a n b a i k.

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN


B e r d a s a r k a n h a sil p e n e liti a n “ E f e k ti vit a s E k s tr a k D a u n K e n i kir ( C o s m o s c a u d a t u s k u n t h) s e b a g a i
P e n g a w e t A l a m i P a d a T a h u ” d e n g a n m e t o d e A n g k a L e m p e n g T o t al ( A L T ), di si m p u l k a n b a h w a
R a t a-r at a h a sil A n g k a L e m p e n g T o t al ( A L T ) y a n g d i p e r ol e h p a d a p e n g u ji a n p e r e n d a m a n e k str a k
d a u n k e n i kir k o n s e n tr a si 5 % p a d a h ari k e - 1 s e b e s a r 3 , 3 4 x 1 05
5
C F U / g , k o n s e n tr a si 1 0 % s e b e s a r 2, 5 9 x 1 0 C F U / g ,
k o n s e n tr a s i 1 5 % s e b e s a r 2, 2 4 x 1 0 5 C F U / g , k o n tr ol ( - ) s e b e s a r 3, 8 5 x 1 0 5 C F U / g d a n k o n tr ol ( + )
s e b e s a r 1, 8 7 x 1 0 5 C F U / g . R a t a -r at a h a sil A n g k a L e m p e n g T o t al ( A L T ) y a n g di p e r o l e h pa d a
p e n g u ji a n p e r e n d a m a n e k s tr a k d a u n k e n i kir k o n s e n tr a si 5% p a d a h a ri k e - 2 d i p e r ol e h h a s il A n g k a
L e m p e n g t ot al ( A L T ) s e b e s a r 2 , 3 2 x 1 0 5 C F U , k o n s e n tr a si 1 0 % s e b e s a r 2, 0 1 x 1 0 5
C F U / g ., k o n s e n tr a si 1 5 % s e b e s a r 1, 8 0 x 1 0 5 C F U / g , k o n tr o l ( -) s e b e s a r 8, 1 4 x 1 0 5 C F U / g d a n k o n tr ol
( + ) s e b e s a r 1 , 5 1 x 1 0 5 C F U / g . H a s il p e n e liti a n m e n u n j u k k a n b a h w a a d a e f e k ti vit a s d al a m
p e m b u a t a n k o n s e n tr a si u nt u k m e n g h a m b a t p e rt u m b u h a n b a k t e ri.

SARAN
D a r i h a sil p e n e liti a n i ni d a p a t d i b e ri k a n b e b e r a p a s ar a n s e b a g a i b e ri k u t:

1. Bagi Peneliti Selanjutnya


D i p e rl u k a n p e n e liti a n l e bi h l a n j u t m e n g e n a i p e n a m b a h a n w a k t u p e n y i m p a n a n t a h u s e rt a
m e n g g u n a k a n v a ri a si k o n s e n t r a si e k str a k d a u n k e ni kir y a n g t el a h di c ari nil ai o pti m u m n y a u n t u k
m e n g e t a h u i k e a w e t a n d a n p e n u r u n a n t o t al j u m l a h b a k t e ri p a d a t a h u s et el a h dil a k u k a n p e r e n d a m a n
p e n g a w e t al a m i e k str a k d a u n k e n i kir.

2. Bagi Masyarakat
S e b a i k n y a m a s y a r a k a t m e n g g u n a k a n p e n g a w e t al a m i y a n g t er d a p a t b a n y a k di s e kit ar
li n g k u n g a n d al a m m e n g a w e t k a n t a h u s e c a r a al a m i u n t u k m e n g u r a n g i d a m p a k n e g a tif y a n g a k a n
d iti m b u l k a n a p a b il a m e n g g u n a k a n p e n g a w e t y a n g b e r b a h a y a .

DAFTAR PUSTAKA
A m r i, d k k. 2 0 1 7 . Pemanfaatan Bawang Putih dan Daun Pandan sebagai Pengawet Alami Tahu
Ditinjau dari Masa Simpan dan Tingkat Kesukaan. Jur n al K e s e h a t a n L i n g k u n g a n . V o l. 9 ,
N o.1: 1-10

ANALIS KESEHATAN dcclvi


SAINS
Pengaruhh Ekstrak Daun Kenikir (Cosmos caudatus) terhadap Pertumbuhan
D w i y a n ti, d k k . 2 0 1 4 .
Bakteri Bacillus cereus secara In Vitro . V o l. 3, N o . 1 : 1 - 5

P u t ri, D a y u N i r w a n a . 2 0 1 3 . Uji
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Daun Kenikir (Cosmos
caudatus kunth) terhadap Bakteri Salmonella typhii . U n i v e r sit a s Isl a m N e g e ri M a u l a n a
M a l i k Ib r a h i m . M a l a n g

Pengaruh Penggunaan Ekstrak Daun Salam, Daun Sirih, Dan Serai


S e p ti a n a, W i n d a. 2 0 1 8 .
Sebagai Pengawet Alami Tahu Terhadap Sifat Organoleptik . L a m p u n g : F a k u lt a s
M a t e m a ti k a d a n Il m u P e n g e t a h u a n A l a m . U n i v e r sit a s L a m p u n g B a n d a r L a m p u n g .

Uji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak Etanol dan Beberapa Fraksi Daun
S e p ti m a rl eti, d k k. 2 0 1 8 .
Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) terhadap Bakteri Penyebab Disentri Shigella sp.
J u r n al P e n e liti a n S a i n s. V o l. 2 0 , N o . 1: 1 - 6

ANALIS KESEHATAN dcclvii


SAINS
ANALIS KESEHATAN dcclviii
SAINS

Anda mungkin juga menyukai