Anda di halaman 1dari 38

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERHITUNGAN HARGA

POKOK PRODUKSI PADA PT. LUMINA PACKAGING DI TROSOBO


TAMAN-SIDOARJO

Disusun oleh:
Natalia Puspita Sari (16310050)
Siti Nur Khayati (16310013)
Finda Nur Ardianti (16310517)

Dosen Pembimbing :
Iman Supriadi, ST, MM.
Mata Kuliah :
Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif
Program Studi :
Akuntansi

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MAHARDHIKA


SURABAYA
2019
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami persembahkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

Karena berkat rahmat dan karunia-Nya semata sehingga penulis mampu

menyelesaikan penyusunan laporan proposal penelitian dengan judul “ FAKTOR-

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERHITUNGAN HARGA POKOK

PRODUKSI PADA PT. LUMINA PACKAGING DI TROSOBO TAMAN-

SIDOARJO”

Maksud dan tujuan penyusunan laporan proposal penelitian ini adalah untuk

memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Metode Penelitian Kuantitatif dan

Kualitatif, dalam penulisan proposal skripsi ini cukup sering penulis temui berbagai

hambatan dan rintangan, tapi berkat bimbingan, pertolongan, nasihat sertasaran dari

semua pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan pembuatan tugas proposal

skripsi ini.

Walaupun demikian, dalam laporan penelitian ini, peneliti menyadari

bahwa masih terdapat keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan proposal

skripsi ini, oleh karena itu, peneliti menerima berbagai saran dan kritik yang

membangun agar dimasa yang akan dating tulisan ini dapat menjadi lebih baik lagi

dan bermanfaat bagi kita semua terutama bagi mahasiswa jurusan Akuntansi

Surabaya 04 April 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 4
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................................... 6
2.3.1 Pengertian Harga Pokok Produksi ................................................................. 8
2.4.1 Penentuan Biaya Berdasarkan Proses .................................................... 9
2.4.2 Karakteristik Penentuan Biaya Proses ................................................. 10
2.4.3 Penentuan Biaya Berdasarkan Pesanan ............................................... 10
2.4.4 Karakteristik Penentuan Biaya Pesanan .............................................. 11
2.5 Biaya Produksi ................................................................................................ 12
2.5.1 Biaya Bahan Baku................................................................................... 12
2.5.2 Biaya Tenaga Kerja Langsung .............................................................. 12
2.5.3 Biaya Overhead Pabrik ........................................................................... 13
2.6 Produk Rusak .................................................................................................. 13
2.6.1 Pengertian Produk Rusak ...................................................................... 13
2.6.2 Faktor Penyebab Terjadinya Produk Rusak ....................................... 14
2.6.3 Perlakuan Akuntansi untuk Produk Rusak ......................................... 14
2.7 Produk Cacat ................................................................................................... 16
2.7.1 Pengertian Produk Cacat ....................................................................... 16
2.7.2 Faktor Penyebab Terjadinya Produk Cacat ........................................ 16
2.7.3 Perlakuan Akuntansi untuk Produk Cacat .......................................... 17
2.8 Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 17
2.9 Kerangka Berfikir ........................................................................................... 22
2.10 Hipotesis ........................................................................................................... 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 24
3.1 Definisi Operasional Variabel ........................................................................ 24
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................... 25
3.3 Populasi dan Sampel ....................................................................................... 25
3.3.1 Populasi .................................................................................................... 25

III
iv

3.3.2 Sampel ...................................................................................................... 25


3.4 Jenis dan Sumber Data ................................................................................... 26
3.4.1 Data Primer ............................................................................................. 26
3.4.2 Data Sekunder ......................................................................................... 26
3.5 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 26
3.5.1 Wawancara .............................................................................................. 27
3.5.2 Dokumentasi ............................................................................................ 27
3.6 Metode Analisis Data ...................................................................................... 27
3.6.1 Uji Asumsi Klasik.................................................................................... 27
3.6.2 Uji Regresi Linier Berganda .................................................................. 30
3.6.3 Uji Hipotesis ............................................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................Error! Bookmark not defined.

iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pada era perdagangan bebas dan globalisasi ekonomi dunia sekarang

ini, tuntutan akan mutu produk yang tinggi dengan harga yang bersaing

cenderung meningkat. Konsumen semakin sadar akan hak-haknya untuk

memperoleh produk dengan mutu yang sesuai dengan harga yang dibayar.

Mengingat bahwa cukup banyak perusahaan yang bergerak di industri

kemasan, maka faktor persaingan pun tidak dapat dihindarkan.

Di Indonesia, industri kemasan sudah bermunculan sejak abad ke-20

dan mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini disebabkan adanya

produk-produk makanan dan minuman yang membutuhkan jasa percetakan

untuk membuat bahan pengemas. Kemasan mempunyai peranan yang sangat

penting terhadap produk yang dikemas dan sekaligus merupakan nilai jual

serta citra produk. Selain itu juga kemasan menampilkan produk yang

dikemas, ergonomis, mudah dibawa, menyimpan dan melindungi produk,

menerangkan isi produk, dan yang paling utama adalah untuk menarik minat

konsumen.

Setiap perusahaan kemasan mengharapkan produksinya dapat terjual di

pasaran dalam jumlah yang besar, sedangkan konsumen selalu mencari

produk dengan kualitas yang baik, dan tidak peduli pabrik mana yang

membuatnya, sehingga peranan kualitas menjadi penting. Untuk itu

dibutuhkan suatu usaha dalam mencapai, mempertahankan dan memperbaiki

1
2

kualitas dari produk yang dihasilkan agar dapat meningkatkan

kemampuan bersaing dengan perusahaan sejenis.

Perusahaan manufaktur dalam menghasilkan suatu produk harus

melalui beberapa tahap pengerjaan. Setiap tahap pengerjaan tersebut, tidak

dapat dihindarkan dari kemungkinan terjadinya produk rusak atau produk

yang tidak sesuai standar mutu yang telah ditetapkan perusahaan. Ada empat

(4) jenis produk rusak yaitu, produk rusak normal laku dijual, produk rusak

normal tidak laku dijual, produk abnormal laku dijual dan produk abnormal

tidak laku dijual. Produk cacat juga dikategorikan dalam dua (2) jenis yaitu

produk cacat normal dari perusahaan dan produk cacat dari kesalahan

produksi yang terjadi pada produk kemasan makanan, minuman, dan

kemasan lainnya.

Pada tahap apapun produk rusak dan produk cacat tetap menyerap

Biaya Produksi. Biaya Produksi tersebut terdiri dari Biaya Bahan Baku

(Direct Material Cost), Biaya Tenaga Kerja Langsung (Direct Labor Cost)

dan Biaya Overhead Pabrik (Factory Overhead Cost). Jika masalah tersebut

tidak dapat di minimalisir maka berakibat pada Harga Pokok Produksi yang

membesar pada produk jadi dan memperkecil laba perusahaan.


3

Tabel 1.1

Daftar Harga Pokok Produksi dan Laba dari Tahun 2014-2017

Keterangan 2014 2015 2016 2017

HPP 19,254,559,932 77,742,018,907 105,583,741,988 32,346,154,915

Laba Kotor 1,449,267,952 23,881,535,220 28,917,840,163 5,109,729,571


Sumber: PT. Lumina Packaging

Perusahaan yang menjadi subjek pada penelitian ini adalah perusahaan

yang memproduksi berdasarkan pesanan (Job Order). Pada perusahaan yang

memproduksi berdasarkan pesanan, muncul perbedaan yang signifikan yang

terdapat pada setiap produk yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena adanya

perbedaan spesifikasi setiap produk atau kumpulan produk. Perbedaan

spesifikasi tersebut terjadi karena pemesan (customer) dapat menentukan

spesifikasi produk yang sesuai dengan standar perusahaan pemesan

(customer) masing-masing.

PT. Lumina Packaging merupakan salah satu perusahaan yang bergerak

di bidang industri kemasan plastik fleksibel yang berdiri sejak tahun 2011 di

Sidoarjo. PT. Lumina Packaging bertekad untuk menawarkan kemasan yang

berkualitas, konsisten, higienis dan memiliki hasil cetak yang superior dalam

menawarkan produknya. Namun setiap proses produksinya terdapat

permasalahan yaitu adanya produk rusak dan produk cacat yang berdampak

pada perhitungan Harga Pokok Produksi.


4

Berdasarkan uraian diatas maka penulis melakukan penelitian dan

membahasnya dengan judul “FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI

PADA PT. LUMINA PACKAGING DI TROSOBO TAMAN-

SIDOARJO”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti membuat

rumusan masalah sebagai berikut:

Apakah terdapat pengaruh signifikan antara produk rusak dan produk cacat

terhadap perhitungan Harga Pokok Produksi?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

Untuk menguji secara empiris dan mengetahui bila terdapat

pengaruh signifikan antara produk rusak dan produk cacat terhadap

perhitungan Harga Pokok Produksi.

1.4 Manfaat Penelitian

Selain mempunyai tujuan penelitian, penelitian ini juga mempunyai

manfaat antara lain:

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan, pengetahuan dan

merupakan penerapan ilmu ekonomi tentang perhitungan Harga Pokok

Produksi yang diperoleh di bangku perkuliahan dalam kerja nyata.


5

2. Bagi Praktisi

Hasil ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk kesempurnaan

dan pengembangan usaha dengan lebih baik lagi. Disamping itu

memberikan pembelajaran tentang perhitungan Harga Pokok Produksi.

Dan sebagai bahan strategi dimasa mendatang terutama dalam hal

memproduksi produk.

3. Bagi Akademisi

Sebagai bahan referensi bacaan dan informasi khususnya bagi

mahasiswa Program Studi S1 Akuntansi. Diharapkan dapat melengkapi

dan menyempurnakan dalam penelitian selanjutnya.


BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Akuntansi Biaya

2.1.1 Pengertian Akuntansi Biaya

Menurut Supriyono (2011:75) akuntansi biaya adalah salah satu cabang akuntansi

yang merupakan alat menejemen dalam memonitor dan merekam transaksi secara

sistematis, serta menyajikan informasi biaya dalam bentuk laporan biaya.

Menurut Mulyadi (2012:7) akuntansi biaya adalah proses penentuan,

penggolongan, peringkasan dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk atau

jasa, dengan cara-cara tertentu, serta penafsiran terhadapnya.

Dari berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa akuntansi biaya merupakan

alat bantu untuk perencanaan dan pengendalian, perbaikan kualitas, efisiensi, membuat

keputusan dan menentukan harga pokok produksi.

2.2 Biaya

2.2.1 Pengertian Biaya

Biaya atau cost adalah pengorbanan sumber ekonomis yang di ukur dalam satuan

uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapapi tujuan tertentu.

Biaya ini belum habis masa pakainya, dan digolongkan sebagai aktiva yang dimasukkan

dalam neraca (Bustami dan Nurlela, 2013:7). Biaya adalah suatu nilai tukar, persyarat

atau pengorbanan yang dilakukan guna memperoleh manfaat (Usri,2000:19). Sedangkan

(Mulyadi, 2009:8 ) menyatakan bahwa biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang

diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk tujuan

tertentu. 4 unsur pokok dalam definisi biaya tersebut diatas:

1) Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi,

2) Diukur dalam satuan uang,

6
7

3) Yang telah terjadi atau secara potensial akan terjadi,

4) Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.

2.2.2 Klasifikasi Biaya

Dalam mencatat dan menggolongkan biaya harus selalu diperhatikan untuk

tujuan apa menejemen memerlukan informasi biaya, tidak ada suatu konsep biaya yang

dapat memenuhi berbagai macam tujuan, oleh karena itu didalam akuntansi biaya

terdapat berbagai macam cara dalam penggolongan biaya.

1) Penggolongan biaya atas dasar objek pengeluaran dapat digolongkan menjadi 3

golongan yaitu: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik.

2) Penggolongan biaya atas fungsi-fungsi pokok dalam perusahaan yang meliputi

antara lain (berdasarkan fungsi-fungsi pokok): biaya produksi, biaya administrasi

dan umum dan biaya pemasaran. Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang telah

terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual.

Biaya administrasi dan umum merupakan biaya-biaya untuk mengkoordinasi

kegiatan produksi dan pemasaran produk. Biaya pemasaran merupakan biaya-

biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk.

3) Penggolongan biaya atas dasar hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai jika

perusahaan mengolah bahan baku menjadi produk jadi, maka sesuatu yang dibiayai

adalah berupa produk. Dalam hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya

dapat dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu biaya langsung dan biaya tidak

langsung. Biaya langsung yaitu biaya yang terjadi, yang penyebab satu-satunya

adalah karena sesuatu yang dibiayai, jika sesuatu yang dibiayai tersebut tidak ada,

maka biaya langsung ini tidak akan terjadi. Biaya tidak langsung adalah biaya yang

terjadinya tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai.


8

4) Penggolongan biaya sesuai dengan tingkah lakunya dalam hubungannya dengan

volume kegiatan dapat digolongkan menjadi biaya tetap, biaya variabel dan biaya

semi variabel. Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisar

volume tertentu. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah

sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya semi variable adalah biaya

yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang

konstan pada volume produksi tertentu.

5) Penggolongan biaya atas dasar waktu yaitu dibagi menjadi 2 golongan yaitu:

 Pengeluaran modal adalah biaya-biaya yang dinikmati lebih dari satu periode

akuntansi (biasanya periode akuntansi adalah satu tahun kalender).

 Pengeluaran pendapatan adalah biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam

periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut. (Mulyadi, 2012:15).

2.3 Harga Pokok Produksi

2.3.1 Pengertian Harga Pokok Produksi

Menurut Garrison dan Noreen (2000), harga pokok produk adalah harga pokok

produk mewakili jumlah biaya barang yang diselesaikan pada periode tersebut. Satu-

satunya biaya yang diberikan pada barang yang diselesaikan adalah biaya produksi dari

bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya lain-lain. Harga pokok produk ini

bermanfaat untuk memberikan informasi yang digunakan untuk menetukan laba dan

pengendalian biaya yang sangat diperlukan oleh pihak manajemen. Menurut Mulyadi

(2012:17) tujuan harga pokok produksi adalah:

1) Biaya produksi merupakan salah satu data yang dipertimbangkan selain data non

produksi dalam penentuan harga jual produk yang dipasarkan.

2) Untuk menentukan realisasi biaya produksi.

3) Menghitung laba rugi bruto perusahaaan pada periode tertentu.


9

4) Menentukan harga pokok produk dalam proses dan produk selesai yang disajikan

dalam neraca.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa harga pokok produksi mencakup biaya

produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya

overhead pabrik yang kemudian akan digunakan sebagai penentuan harga jual produk

per unit yang dihasilkan pada periode tertentu.

2.4 Metode Penentuan Harga Pokok Produksi

2.4.1 Penentuan Biaya Berdasarkan Proses

Pada industri manufaktur yang menghasilkan produk massa, umumnya biaya

produksi dipertanggungjawabkan berdasarkan perhitungan biaya proses, karena produk

yang dihasilkan relatif homogen sehingga pencatatan biaya dari setiap jenis produk tidak

perlu dilakukan.

Menurut Bustami dan Nurlela (2013:91) penentuan biaya proses adalah suatu

metode dimana bahan baku, tenaga kerja, dan overhead pabrik dibebankan ke pusat biaya

atau departemen. Biaya yang dibebankan ke setiap unit produk yang dihasilkan

ditentukan dengan membagi total biaya yang dibebankan ke pusat biaya atau departemen

tersebut dengan jumlah unit yang diproduksi pada pusat biaya yang bersangkutan.

Sedangkan Carter (2012:174-175) berpendapat bahwa dalam sistem perhitungan

biaya berdasarkan proses (process costing system) bahan baku, tenaga kerja, dan

overhead pabrik dibebankan ke pusat biaya. Biaya yang dibebankan ke setiap unit

ditentukan dengan cara membagi total biaya yang dibebankan ke pusat biaya tersebut

dengan total unit yang diproduksi.


10

2.4.2 Karakteristik Penentuan Biaya Proses

Berikut ini adalah beberapa karakteristik penetuan biaya proses meurut Bustami

dan Nurlela (2013:91), antara lain:

1) Aktifitas produksi bersifat terus menerus,

2) Produksi bersifat massa, dengan tujuan mengisi persediaan yang siap dijual,

3) Produk yang dihasilkan dalam suatu departemen atau pusat biaya relatif homogen

dan berdasarkan standar,

4) Biaya dibebankan ke setiap unit dengan membagi total biaya yang dibebankan ke

pusat biaya dengan total unit yang diproduksi,

5) Pengumpulan biaya dilakukan berdasarkan periode waktu tertentu.

2.4.3 Penentuan Biaya Berdasarkan Pesanan

Perhitungan biaya pesanan merupakan salah satu metode atau cara mengakumulasi

biaya, yang dapat diterapkan pada perusahaan yang menggunakan produksi terputus-

putus. Dimana dalam metode ini, biaya dikumpulkan untuk setiap pesanan secara

terpisah sesuai dengan identitas masing-masing pesanan atau kontrak.

Perhitungan biaya berdasarkan pesanan adalah suatu sistem akuntansi yang

menelusuri biaya pada unit individual atau pekerjaan, kontrak, tumpukan produk atau

pesanan pelanggan yang spesifik (Bustami dan Nurlela, 2013:61).

Sedangkan menurut Carter (2012:144) mengungkapkan bahwa dalam sistem

perhitungan biaya berdasarkan pesanan (job order costing atau job costing), biaya

produksi diakumulasi untuk setiap pesanan (job) yang terpisah. Agar perhitungan biaya

berdasarkan pesanan menjadi efektif, pesanan harus dapat diidentifikasikan secara

terpisah dengan menggunakan kartu biaya pesanan yang dapat berupa kertas atau

elektronik.
11

2.4.4 Karakteristik Penentuan Biaya Pesanan

Berikut ini adalah beberapa karakteristik penetuan biaya proses meurut Bustami

dan Nurlela (2013:61), antara lain:

1) Sifat proses produksi dilakukan secara terputus-putus, dan tergantung pada pesanan

yang diterima,

2) Spesifikasi dan bentuk produk tergantung pada pesanan,

3) Biaya produksi masing-masing pesanan dilakukan pada kartu biaya pesanan secara

terperinci untuk masing-masing pesanan,

4) Total biaya produksi untuk setiap elemen biaya dikalkulasi setelah pesanan selesai,

5) Biaya per unit dihitung, dengan membagi total biaya produksi yang terdiri dari:

bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan overhead pabrik yang dibebankan,

dengan total unit yang dipesan,

6) Akumulasi biaya pada umumnya menggunakan biaya normal,

7) Produk yang sudah selesai dapat disimpan di gudang atau langsung diserahkan

pada pemesan.

Dalam penentuan biaya berdasarkan pesanan ini dapat ditinjau dari tiga (3) elemen

biaya yang saling berhubungan, yaitu:

a. Akuntansi bahan baku memelihara catatan persediaan bahan baku langsung,

membebankan bahan baku langsung ke pesanan dan membebankan bahan baku tak

langsung ke biaya overhead pabrik.

b. Akuntansi biaya tenaga kerja memelihara akun yang berhubungan dengan beban

gaji, membebankan biaya tenaga kerja langsung ke pesanan dan membebankan

biaya tenaga kerja tak langsung ke overhead pabrik.

c. Akuntansi biaya overhead pabrik mengakumulasi biaya overhead pabrik,

memelihara catatan terinci dari overhead yang telah dikeluarkan, dan


12

membebankan sebagian dari biaya overhead ke setiap pesanan (Bustami dan

Nurlela, 2013:62).

2.5 Biaya Produksi

2.5.1 Biaya Bahan Baku

Supriyono (2011:77) menyatakan biaya bahan baku adalah harga perolehan dari

bahan baku yang dipakai dalam pengolahan produk. Biaya bahan baku adalah seluruh

biaya yang dikeluarkan pada awal proses produksi sampai dengan bahan siap untuk

digunakan yang meliputi harga bahan, biaya angkut, pengolahan, penyimpanan dan lain-

lain.

Menurut Bustami dan Nurlela (2006) biaya bahan baku langsung adalah bahan

baku yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari produk selesai dan dapat

ditelusuri langsung kepada produk selesai.

Dapat disimpulkan bahwa biaya bahan baku adalah biaya yang dikeluarkan pada

awal proses produksi hingga produk tersebut selesai (produk jadi masuk gudang) yang

nilainya dapat ditelusuri langsung pada produk selesai.

2.5.2 Biaya Tenaga Kerja Langsung

Menurut Supriyono (2011:77) biaya tenaga kerja langsung adalah semua biaya

tenaga kerja pada depertemen produksi digolongkan sebagai biaya tenaga kerja apabila

produk diolah melalui beberapa tahapan atau depertemen, sedangkan biaya tenaga kerja

pembantu diperlakukan sebagai elemen biaya overhead pabrik.

Mulyadi (2012:343) menyatakan bahwa biaya tenaga kerja langsung adalah harga

yang dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja tersebut. Dalam metode harga pokok

proses tidak dipisahkan antara biaya tenaga kerja langsung dan biaya tenaga kerja tidak

langsung, tetapi dikelompokkan menurut departemen yang ada pada perusahaan.


13

Singkatnya biaya tenaga kerja langsung adalah biaya yang dikeluarkan pada tenaga

kerja yang langsung menangani proses produksi pada tiap-tiap departemen yang ada

dibagian produksi.

2.5.3 Biaya Overhead Pabrik

Supriyono (2011:77) menyatakan bahwa pengertian biaya overhead pabrik adalah

biaya produksi selain biaya bahan dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya overhead

pabrik pada metode harga pokok proses meliputi semua biaya produksi di departemen

produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja, ditambah semua biaya pada

departemen pembantu yang ada di pabrik.

Sedangkan menurut Bustami dan Nurlela (2006) biaya overhead pabrik adalah

biaya selain bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung tetapi membantu dalam

merubah bahan menjadi produk selesai.

Biaya overhead pabrik terdiri dari:

1) Biaya bahan baku tidak langsung,

2) Biaya tenaga kerja tidak langsung,

3) Biaya pemeliharaan dan instalasi mesin pabrik,

4) Biaya depresiasi mesin pabrik,

5) Biaya listrik, PAM dan telepon pabrik,

6) Biaya asuransi gedung pabrik, dan lain sebagainya.

2.6 Produk Rusak

2.6.1 Pengertian Produk Rusak

Mulyadi (2012:302) menyatakan produk yang tidak memenuhi standar mutu yang

telah ditetapkan, yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki menjadi produk yang baik.

Produk rusak berbeda dengan sisa bahan karena sisa bahan merupakan bahan yang
14

mengalami kerusakan dalam proses produksi, sehingga belum sempat menjadi produk,

sedangkan produk rusak merupakan produk yang telah menyerap biaya bahan tenaga

kerja dan biaya overhead pabrik.

Sedangkan menurut Bustami dan Nurlela (2013:123) menyatakan produk rusak

adalah produk yang dihasilkan dalam proses produksi, dimana produk yang dihasilkan

tersebut tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan, tetapi secara ekonomis

produk tersebut dapat diperbaiki dengan mengeluarkan biaya tertentu, tetapi biaya yang

dikeluarkan cenderung lebih besar dari nilai jual setelah produk tersebut diperbaiki.

2.6.2 Faktor Penyebab Terjadinya Produk Rusak

Menurut Bustami dan Nurlela (2013:123) ada beberapa faktor yang menyebabkan

terjadinya produk rusakd alam proses produksi suatu perusahaan, yaitu:

1) Bersifat Normal

Dimana setiap proses produksi tidak bisa dihindari terjadinya produk rusak, maka

perusahaan telah memperhitungkan sebelumnya bahwa adanya produk rusak.

2) Akibat Kesalahan

Dimana terjadinya produk rusak diakibatkan kesalahan dalam proses produksi

seperti kurangnya perencanaan, kurangnya pengawasan dan pengendalian,

kelalaian pekerja dan sebagainya.

2.6.3 Perlakuan Akuntansi untuk Produk Rusak

Jika dalam proses produksi terdapat produk rusak, masalah yang timbul adalah

bagaimana memperlakukan produk rusak tersebut, jika laku dijual dan jika tidak laku

dijual. Perlakuan akuntansi produk rusak menurut Mursyidi (2008:115) adalah sebagai:

1) Produk rusak bersifat normal, laku dijual:


15

Produk rusak yang bersifat normal dan laku dijual, maka hasil penjualan produk

rusak diperlakukan sebagai:

a. Penghasilan lain-lain,

b. Pengurang biaya overhead pabrik,

c. Pengurang setiap elemen biaya produksi,

d. Pengurang harga pokok produk selesai.

2) Produk rusak bersifat normal, tidak laku dijual:

Produk rusak yang bersifat normal tapi tidak laku dijual, maka harga pokok produk

rusak akan dibebankan ke produk selesai, yang mengakibatkan harga pokok produk

selesai menjadi lebih besar.

3) Produk rusak bersifat abnormal, laku dijual:

Produk rusak karena kesalahan dan laku dijual, maka hasil penjualan produk rusak

diperlakukan sebagai pengurang rugi produk rusak.

4) Produk rusak bersifat abnormal, tidak laku dijual:

Produk rusak bersifat abnormal dan tidak laku dijual, maka harga pokok produk

rusak diperlakukan sebagai kerugian dengan perkiraan tersendiri yaitu kerugian

produk rusak.

Dalam proses produksi, apabila terjadi produk rusak maka produk tersebut akan

diperhitungkan, karena produk tersebut telah menyerap biaya produksi.

Rumus Harga Pokok Produk Rusak :

Biaya Produksi x Produk Rusak


16

Unit yang diproduksi

Sumber : Mursyidi (2008:116)

2.7 Produk Cacat

2.7.1 Pengertian Produk Cacat

Produk cacat merupakan barang yang dibuat dalam proses produksi tetapi

memiliki kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang

sempurna. Kholmi dan Yuningsih (2009:136) mengungkapkan bahwa produk cacat

merupakan produk yang dihasilkan tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan tetapi

masih bisa diperbaiki.

Menurut Bustami dan Nurlela (2013:113) produk cacat adalah produk yang

dihasilkan dalam proses produksi, dimana produk yang dihasilkan tersebut tidak sesuai

dengan standart mutu yang ditetapkan, tetapi secara ekonomis produk tersebut dapat di

perbaiki dengan mengeluarkan biaya tertentu, dalam hal ini perlu diperhatikan biaya yang

dikeluarkan lebih untuk memperbaiki rendah dari nilai jual setelah produk tersebut

diperbaiki.

2.7.2 Faktor Penyebab Terjadinya Produk Cacat

Menurut Bustami dan Nurlela (2013:113) ada beberapa faktor yang menyebabkan

terjadinya produk rusak dalam proses produksi suatu perusahaan, yaitu:

1) Bersifat Normal

Dimana setiap proses produksi tidak bisa dihindari terjadinya produk cacat, maka

biaya untuk memperbaiki produk cacat tersebut dibebankan ke setiap departemen

dimana terjadinya produk cacat, dengan cara menggabungkan setiap elemen biaya

yang dibebankan pada setiap departemen.


17

2) Akibat Kesalahan

Dimana terjadinya produk cacat diakibatkan kesalahan dalam proses produksi

seperti kurangnya perencanaan, kurangnya pengawasan dan pengendalian,

kelalaian pekerja dan sebagainya. Maka biaya untuk memperbaiki produk cacat

seperti ini tidak dibebankan kesetiap elemen biaya, tetapi dianggap sebagai

kerugian perusahaan yang harus dimasukkan ke dalam rekening rugi produk cacat.

2.7.3 Perlakuan Akuntansi untuk Produk Cacat

Jika dalam proses produksi terdapat produk cacat, masalah yang timbul adalah

bagaimana memperlakukan produk cacat tersebut, jika laku dijual dan jika tidak laku

dijual. Perlakuan Akuntansi untuk produk cacat menurut Mursyidi (2008;119) yaitu:

1) Biaya pengerjaan kembali ditambahkan pada harga pokok pesanan.

2) Ditambahkan pada biaya overhead pabrik.

3) Ditambahkan pada rugi produk cacat.

Dalam proses produksi, apabila terjadi produk cacat akan diperhitungkan beserta biaya

pengerjaan kembali.

Rumus Harga Pokok Produk Cacat :

Total Biaya + Biaya Pengerjaan Kembali


Unit Cacat

2.8 Penelitian Terdahulu

Untuk mendukung penelitian ini maka, peneliti memberikan gambaran tentang

penelitian terdahulu yaitu:

1) Nama Peneliti :Nosra Weti

Tahun Penelitian :2016


18

Judul Penelitian :Analisis Perlakuan Akuntansi Produk Rusak pada PT. Indofood

CBP Sukses Makmur Tbk Pekanbaru

Rumusan Masalah :Bagaimana Menganalisis Perlakuan Akuntansi Produk Rusak

pada PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Pekanbaru?

Metode Analisa :Deskriptif Kuantitatif

Hasil (Kesimpulan) :Dari analisis yang dilakukan pada PT. Indofood CBP Sukses

Makmur Tbk Pekanbaru diketahui adanya produk rusak. Produk

rusak dibagi menjadi dua jenis yaitu produk rusak laku dijual dan

produk rusak yang tidak laku dijual. Jenis produk rusak

disebabkan karena para pekerja yang mengalami kesalahan dan

kurangnya pengawasan terhadap tenaga kerja khususnya bagian

produksi. Produk rusak pada PT. Indofood CBP Sukses Makmur

Tbk Pekanbaru diperlakukan dalam kategori produk rusak

normal yang laku dijual dan hasil penjualannya dicatat sebagai

penjualan lain-lain. Adanya produk rusak dapat menyebabkan

tidak maksimalnya laba yang diperoleh perusahaan.

2) NamaPeneliti :Karouw, Jantje dan Novi

Tahun Penelitian :2016

Judul Penelitian :Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk Rusak dalam

Perhitungan Harga Pokok Produk pada CV. Pulau Siau

Rumusan Masalah :Bagaimana Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk Rusak Dalam

Perhitungan Harga Pokok Produk pada CV. Pulau Siau?

Metode Analisa :Deskriptif Kuantitatif


19

Hasil (Kesimpulan) :Hasil analisis yang dilakukan pada CV. Pulau Siau adalah

adanya produk rusak yang bersifat normal dan laku dijual. Jenis

produk rusak terdapat pada bahan baku yang kurang baik seperti

biji pala yang retak dan bunga pala yang berjamur. Perusahaan

tersebut memperlakukan produk rusak yang ada sebagai produk

rusak yang bersifat normal dan laku dijual dan dicatat sebagai

pendapatan lain-lain. Produk rusak yang ada pada CV. Pulau Siau

mengakibatkan tidak maksimalnya laba yang diperoleh

perusahaan sehingga dapat menimbulkan kerugian.

3) Nama Peneliti :Shinta Dewi Herawati dan Indri Cahya Lestari

Tahun Penelitian :2012

Judul Penelitian :Tinjauan Atas Perlakuan Akuntansi untuk Produk Cacat dan

Produk Rusak pada PT. Indo Pacific

Rumusan Masalah :Bagaimana Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk Cacat Dan

Produk Rusak pada PT. Indo Pacific?

Metode Analisa :Deskriptif Kuantitatif

Hasil (Kesimpulan) :Berdasarkan hasil kajian dari data yang diperoleh pada PT. Indo

Pacific tidak adanya produk cacat dikarenakan kebijakan

perusahaan yang tidak memperbaiki atau mengerjakan ulang

produk yang kurang memenuhi standar mutu tersebut. Dengan

melakukan pengerjaan ulang, biaya yang dibutuhkan lebih besar

dan melebihi harga pokok produk baik. Jenis kerusakan terbesar

yaitu salah corak dan tarikan kain longgar yang disebabkan oleh

kesalahan para karyawan atau SDM. Peneliti memberi saran agar


20

para tenaga ahli yang sudah berpengalaman di bagian produksi

dapat membagikan ilmunya kepada karyawan yang kurang

terlatih khususnya dalam menjalankan proses produksi.

Perusahaan yang terkait memperlakukan produk rusak yang ada

sebagai produk rusak yang bersifat normal yang laku dijual dan

dicatat sebagai pendapatan lain-lain.

Tabel 2.1
Daftar Penelitian Terdahulu

No. Nama Tahun Judul Rumusan Hasil


Masalah
1. Nosra 2016 Analisis Bagaimana Produk rusak
Weti Perlakuan menganalisi disebabkan
Akuntansi s Perlakuan karena para
Produk Akuntansi pekerja yang
Rusak pada Produk mengalami
PT. Rusak Pada kesalahan dan
Indofood PT. kurangnya
CBP Sukses Indofood pengawasan
Makmur CBP Sukses terhadap tenaga
Tbk Makmur tbk kerja khususnya
Pekanbaru Pekanbaru ? bagian produksi.
Produk rusak
diperlakukan
dalam kategori
produk rusak
normal yang
laku dijual dan
hasil
penjualannya
dicatat sebagai
penjualan lain-
lain.
21

2. Karouw, 2016 Perlakuan Bagaimana Produk rusak


Jantje dan Akuntansi Perlakuan terdapat pada
Novi Terhadap Akuntansi bahan baku yang
Produk Terhadap kurang baik.
Rusak Produk Produk rusak
dalam Rusak yang ada
Perhitungan Dalam diperlakukan
Harga Perhitungan sebagai produk
Pokok Harga rusak yang
Produk pada Pokok bersifat normal
CV. Pulau Produk pada dan laku dijual
Siau CV. Pulau dan dicatat
Siau? sebagai
pendapatan lain-
lain.
3. Shinta 2012 Tinjauan Bagaimana Tidak adanya
Dewi Atas Perlakuan produk cacat
Herawati Perlakuan Akuntansi dikarenakan
dan Indri Akuntansi Terhadap kebijakan
Cahya untuk Produk perusahaan yang
Lestari Produk Cacat Dan tidak
Cacat dan Produk memperbaiki
Produk Rusak pada atau
Rusak pada PT. Indo mengerjakan
PT. Indo Pacific? ulang produk
Pacific yang kurang
memenuhi
standar mutu
tersebut.
Dengan
melakukan
pengerjaan
ulang, biaya
yang dibutuhkan
lebih besar dan
melebihi harga
pokok produk
baik. Jenis
kerusakan
terbesar yaitu
salah corak dan
tarikan kain
longgar yang
22

disebabkan oleh
kesalahan para
karyawan atau
SDM. Produk
rusak yang ada
diperlakukan
sebagai produk
rusak yang
bersifat normal
yang laku dijual
dan dicatat
sebagai
pendapatan lain-
lain.

2.9 Kerangka Berfikir

Keterkaitan antara produk rusak, produk cacat dengan harga pokok produksi PT.

Lumina Packaging seperti yang sudah diuraikan diatas dapat ditunjukkan dalam gambar

dibawah ini:

X1: Produk Rusak

Y :Harga Pokok
Produksi

X2 :Produk Cacat

Sumber: oleh peneliti


Gambar 2.1
Alur Kerangka Berfikir

Setiap perusahaan selalu mempunyai tujuan utama yang sama yaitu mendapatkan

laba yang maksimal. Tujuan tersebut dapat tercapai jika perusahaan beroperasi secara

efektif dan efisien. Maka dari itu perusahaan harus lebih berupaya dalam mengefektifkan

dan mengefisiensikan waktu, biaya dan sumber daya yang dimiliki. Terutama dalam
23

memproduksi produk pesanan dari pelanggan yang mengharuskan perusahaan untuk

teliti, tepat dan cermat agar sesuai dengan spesifikasi yang diminta oleh pemesan. Jika

perusahaan menghasilakn produk yang berkualitas serta sesuai dengan permintaan

pemesan maka pemesan akan merasa puas dengan produk yang ditawarkan oleh

perusahaan.

Demikian pula yang terjadi pada PT. Lumina Packaging yang dituntut oleh

pelanggannya untuk memproduksi produk pesanannya sesuai standar yang ditentukan.

Namun pada setiap perusahaan manufaktur yang mempunyai lebih dari satu departemen

sering ditemukan produk rusak dan produk cacat yang tidak dapat dihindari. Produk

rusak dan produk cacat tersebut tetap menyerap biaya produksi dan dapat menimbulkan

permasalahan dalam perhitungan harga pokok produksi.

2.10 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan penelitian. Oleh

karena itu, perumusan hipotesis sangat berbeda dari perumusan pertanyaan penelitian

(Azwar, 2015:49).

Sesuai dengan variabel-variabel yang akan diteliti, maka hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini adalah “terdapat pengaruh signifikan produk rusak dan

produk cacat terhadap perhitungan harga pokok produksi”.


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional Variabel

Variabel penelitian menurut Husein Umar (2002:128) menyatakan bahwa

variabel didalam penelitian merupakan suatu atribut dari sekelompok objek yang

diteliti, mempunyai variasi antara satu dengan yang lainnya dalam kelompok tersebut.

Sumber lain mengungkapkan bahwa variabel penelitian merupakan objek

penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2002:118).

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang digunakan yaitu variable terikat (Y)

dan variabel bebas (X), yang meliputi:

1) Variabel Terikat (Dependen)

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi dan merupakan pusat

perhatian dari peneliti. Dalam sebuah penelitian hakikat permasalahan akan mudah

dikenali dengan melihat berbagai variabel dependen yang digunakan. Dalam penelitian

ini variabel dependen yang digunakan adalah harga pokok produksi (Y) yang merupakan

jumlah biaya yang dikeluarkan selama awal proses produksi sampai menjadi produk jadi

masuk gudang atau siap jual.

2) Variabel Bebas (Independen)

Variabel independen yaitu variabel yang menjadi sebab terjadinya variabel

dependen ( Husein Umar, 2002:129). Variabel independen dalam penelitian ini adalah:

Produk Rusak (X1) yaitu hasil proses produksi yang tidak sesuai dengan standar

yang ditetapkan oleh perusahaan dan tidak dapat diperbaiki lagi, jika diperbaiki maka

harga pokok produksinya akan lebih tinggi dari harga jual produk tersebut.

24
25

Produk Cacat (X2) yaitu hasil proses produksi yang kurang memenuhi standar yang

ditetapkan oleh perusahaandan masih bisa diperbaiki lagi namun harga jualnya lebih

rendah setelah produk tersebut diperbaiki.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian ini dimulai tanggal 19 Januari 2017 sampai dengan 20 April

2017. Dalam penelitian ini peneliti mengambil objek penelitian pada PT.Lumina

Packaging yang bertempat di Jalan Raya Trosobo KM 23,6 Trosobo Kecamatan

Taman Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia. Telepon (031)-8984987. PT.

Lumina Packaging merupakan perusahaan swasta yang berdiri sejak tahun 2011 dan

begerak dibidang percetakan kemasan plastik fleksibel untuk makanan dan minuman.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi
Menurut Jusuf (2012:129) populasi adalah sekelompok unsur atau

elemen yang dapat berbentuk manusia atau individu, binatang, tumbuh-

tumbuhan, lembaga atau institusi, kelompok, dokumen, kejadian, sesuatu hal,

gejala, atau berbentuk konsep yang menjadi objek penelitian. Populasi dalam

penelitian ini adalah data produk rusak semua jenis dan data produk cacat semua

jenis yang berjumlah 1.200 item.

3.3.2 Sampel
Menurut Jusuf (2012:131) sampel adalah contoh, representan atau wakil

dari satu populasi yang cukup besar jumlah, yaitu satu bagian dari keseluruhan

yang dipilih. Pada penelitian ini sampel yang diambil adalah data produk rusak

dan produk cacat pada 36 item produk.


26

3.4 Jenis dan Sumber Data


Untuk kepentingan penelitian ini, peneliti memerlukan data berupa data primer dan

data sekunder sebagai berikut:

3.4.1 Data Primer


Data primer atau data tangan pertama, adalah data yang diperoleh

langsung dari subjek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat

pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari

(Azwar, 2015:91). Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari pihak-pihak

yang berwenang di PT. Lumina Packaging yaitu Manager Produksi dan

Manager PPIC.

3.4.2 Data Sekunder


Data sekunder atau data tangan kedua adalah data yang diperoleh dari

pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya

(Azwar, 2015:91). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan

historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan

dan yang tidak dipublikasikan (Indriantoro dan Supomo, 2014: 147). Data

sekunder yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data produksi, data produk

rusak dan data produk cacat.

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data merupakan upaya yang dilakukan untuk mendapatkan

berbagai informasi dalam penelitian yang akan digunakan dalam pengukuran variabel.
27

3.5.1 Wawancara
Pengumpulan data dengan wawancara adalah cara atau teknik untuk

mendapatkan informasi atau data dari interviewee atau responden dengan

wawancara secara langsung face to face antara interviewer dengan interviewee

(Jusuf, 2012:152).

3.5.2 Dokumentasi
Menurut Yusuf (2014:391) dokumen merupakan catatan atau karya

seseorang tentang sesuatu yang sudah berlalu. Dokumen ini dapat berbentuk

teks tertulis, artefak, gambar, maupun foto. Teknik dokumentasi adalah dengan

mencari fakta mengenai hal yang berupa data produk rusak dan produk cacat.

Dalam mengumpulkan data penelitian ini peneliti menggunakan metode

sebagai berikut: dokumentasi, sebagai informasi yang diperoleh dari

pengumpulan data secara tertulis dimana peneliti meminta data-data yang

terkait dengan penelitian ini.

3.6 Metode Analisis Data


Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan untuk mengetahui

apakah terdapat pengaruh produk rusak dan produk cacat terhadap perhitungan harga

pokok produksi pada PT. Lumina Packaging adalah uji asumsi klasik, uji regresi linier

berganda dan uji hipotesis.

3.6.1 Uji Asumsi Klasik


Uji asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui apakah penaksir dalam

regresi merupakan penaksir kolinier tak bias terbalik (Ghozali, 2006:95). Untuk

memperoleh persamaan yang paling tepat digunakan parameter regresi yang

dicari dengan metode kuadrat kecil atau Ordinary Least Square (OLS). Metode

OLS akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi

persyaratan Beast Linear Unbiased Estimation (BLUE). Oleh karena itu


28

diperlukan adanya uji asumsi klasik terhadap model yang telah diformulasikan

yang mencakup pengujian multikolonieritas, heteroskedastisitas, dan

autokolerasi.

A. Uji Multikolonieritas

Uji multikolonierias ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

ditemukan adanya korelasi diantara variabel independen, jika variabel independen saling

berkolerasi maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah

variabel independen yang nilai korelasinya sama dengan 0. Multikolonieritas dapat

dideteksi dengan menggunakan nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF).

Tolerance mengukur variabilitis variabel bebas yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh

variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF

tinggi (karena VIF sama dengan 1 atau tolerance sama dengan 0,1). Nilai cutoff yang

umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai tolerance >0,10

atau sama dengan VIF dibawah 10 (Ghozali, 2009:95).

B. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika

variance dari suatu residual satu pengamatan kepengamatan lain tetap, disebut

homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik

adalah homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Cara untuk mendeteksi

dengan cara melihat grafik scatter plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED)

dengan residual (SRESID).

Dasar analisis:
29

a) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang

teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan

telah terjadi heteroskedastisitas.

b) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka

nol (0) pada sumbu Y, maka tidak ada heteroskedastisitas (Ghozali, 2009:125).

C. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada

korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada

periode t-1 sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada masalah autokorelasi.

Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu

sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas

dari satu observasi lainnya. Autokorelasi dapat dideteksi dengan menggunakan uji

Durbin-Watson (Ghozali, 2006:99). Uji ini menghasilkan nilai DW hitung (d) dan nilai

DW tabel (dL & du) (Santosa dan Ashari, 2005:240).

Adapun aturan pengujiannya adalah:

d<dL :terjadi masalah autokorelasi positif yang perlu diabaikan.

dL<d<du :ada masalah autokorelasi positif yang lemah, dimana perbaikan akan

lebih baik.

du<d<4-du :tidak ada masalah autokorelasi.

4-du<d<4<dL :masalah autokorelasi lemah, dimana ada perbaikan akan lebih baik.

4-dL<d :masalah autokorelasi serius.


30

3.6.2 Uji Regresi Linier Berganda


Regresi linier berganda bertujuan untuk menghitung besarnya pengaruh dua

atau lebih variabel bebas terhadap satu variabel terikat dan memprediksi varibel terikat

dengan menggunakan dua atau lebih variabel bebas (Rochaety dkk, 2009:142). Dalam

penelitian ini dapat dilihat bahwa variabel bebas yaitu, (X1) produk rusak dan (X2)

produk cacat (secara positif atau negatif) variabel terikatnya adalah harga pokok

produksi (Y). Bentuk persamaan regresi dari penelitian ini adalah sebagai berikut

(Ghozali, 2009:88):

Y= a + b1 X1 + b2 X2 + e

Dimana:

Y : harga pokok produksi

a : konstanta dari persamaan regresi

b1 : koefisien regresi dari variabel X1 (produk rusak)

b2 : koefisien regresi dari variabel X2 (produk cacat)

X1 : produk rusak

X2 : produk cacat

e : faktor eror
31

3.6.3 Uji Hipotesis


A. Uji Signifikansi Model (Uji F)

Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang

dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara simultan terhadap variabel

terikat (Ghozali, 2009:44). Hipotesis yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah:

H0 :variabel-variabel bebas (produk rusak dan produk cacat) tidak mempunyai

pengaruh yang signifikan secara simultan terhadap variabel terikat (harga pokok

produksi).

H1 :variabel-variabel bebas (produk rusak dan produk cacat) mempunyai pengaruh

yang signifikan secara simultan terhadap variabel terikat (harga pokok produksi).

Dasar pengambilan keputusan (Ghozali, 2009:44) adalah dengan menggunakan

angka probabilitas signifikansi, yaitu:

a) Apabila angka probabilitas signifikansi > 0,05, maka H0 diterima dan H1 ditolak.

b) Apabila angka probabilitas signifikansi < 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima.

Rumus menghitung Uji F :

Fh = R2 / k____
(1-R2) / (n-k-1)
Keterangan :

F = Nilai f hitung

R2 = Koefisien korelasi ganda

K = Jumlah variabel indenpenden

n = Jumlah sampel
32

B. Uji Signifikansi Pengaruh Parsial (Uji-t)

Uji-t pada dasarnya seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara

individual dalam menerangkan variasi terikat. Pengujian ini bertujuan untuk

menguji variabel bebas (produk rusak dan produk cacat) terhadap variabel terikat

(harga pokok produksi) secara terpisal atau parsial.

Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini adalah:

H0 :variabel-variabel bebas (produk rusak dan produk cacat) tidak mempunyai

pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap variabel terikat (harga pokok

produksi).

H1 :variabel-variabel bebas (produk rusak dan produk cacat) mempunyai pengaruh

yang signifikan secara parsial terhadap variabel terikat (harga pokok produksi).

Dasar pengambilan keputusan (Ghozali, 2006:44) adalah dengan menggunakan

angka probabilitas signifikansi, yaitu:

a) Apabila angka probabilitas signifikansi > 0,05, maka H0 diterima dan H1 ditolak.

b) Apabila angka probabilitas signifikansi < 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima.

Rumus menghitung Uji t :

Th = _r√n-2_

1 – r2

Keterangan :

Th = T hitung

r = Koefisien korelasi ganda

n = Jumlah sampel
33

C. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model

dalam menerangkan variasi variabel terikat (Kuncoro, 2007:84). Nilai koefisien

determinasi adalah antara 0 dan 1. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-

variabel bebas dalam menjelaskan variasi variabel terikat amat terbatas. Nilai yang

mendekati 1 berarti variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang

dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikat (Ghozali, 2009:87)


34

Anda mungkin juga menyukai