Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

UNIT COST

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Manajemen Lanjutan


yang diampu oleh Dr. Andry Arifian Rachman, S.E., M.Si., Ak., CA., ACPA.

Disusun oleh :
Kelompok 2

Herlina 51622220017
Laila Amna 51622220053
Laila Fitriani 51622220018
Nopellian Annisa Kurnia 51622220014

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG
2023
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas


rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda kita tercinta yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita harapkan
syafa’atnya di akhirat nanti.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar- besarnya kepada Bapak Dr. Andry Arifian Rachman, S.E., M.Si.,
Ak., CA., ACPA. pada bidang mata kuliah Akuntansi Manajemen
Lanjutan yang telah memberikan tanggungjawab tugas kepada kami.
Adapun tema dari makalah ini adalah “Unit Cost” atau “Biaya Satuan”.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna serta masih banyak kekurangan di dalamnya, maka kritik dan
saran yang membangun senantiasa kami harapkan. Semoga makalah ini
dapat berguna bagi kami dan pihak lain.

Bandung, Maret 2023

Penyusun
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 1
1.3 Tujuan Makalah ........................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 3
2.1 Unit Cost................................................................................................... 3
2.2 Direct Cost, Labor Cost, Overhead Cost ................................................. 5
2.3 Indirect Cost ............................................................................................. 7
2.4 Traditional Costing .................................................................................. 8
2.4.1 Sistem Biaya Pesanan (Job Order Costing) ...................................... 9
2.4.2. Sistem Biaya Proses (Proses Costing System) ..................................... 10
2.4.3 Metode Campuran (Joint Cost)............................................................. 11
2.4.4 Alokasi Biaya Departemen Penunjang (Support Department Cost
Allocation) ..................................................................................................... 11
2.5 Activity Based Costing (ABC) ............................................................... 15
BAB III PEMBAHASAN .................................................................................... 17
3.1 Pentingnya Biaya Produk Per Unit/Satuan ............................................. 17
3.2 Cara Mendapatkan Informasi Biaya Produk Per Unit/ Satuan. .............. 17
3.3 Perhitungan Harga Pokok Produk berdasarkan Fungsi /Functional-Based
Product Costing ................................................................................................. 18
3.3.1 Tarif Seluruh Pabrik.............................................................................. 18
3.3.2 Tarif Departemen ............................................................................ 21
3.4 Keterbatasan Sistem Akuntansi Biaya Berbasis Fungsional……………… 23
3.5 Biaya Overhead yang Tidak Berkaitan dengan Jumlah Unit…….……….. 23
3.6 Keanekaragaman Produk………………………………………………….. 24
BAB IV KESIMPULAN ...................................................................................... 29
4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30
iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Jumlah Biaya Produksi ........................................................................ 6


Gambar 2.2 Proses Alokasi Biaya ke Cost Object .................................................. 8
Gambar 2.3 Tahapan Step Down Cost Accounting…………………………… 13
Gambar 2.4 Perbandingan Activity Based Costing dengan Tradisional Alokasi
Dua Tahap ............................................................................................................. 16
Gambar 3. 1 Functional Based Costing-Plantwide Rate……….………………..19
Gambar 3. 2 Rumus BOP berdasarkan Tarif Keseluruhan Pabrik ........................ 19
Gambar 3. 3Perhitungan Biaya Per Unit berdasarkan Tarif Keseluruhan ............ 20
Gambar 3. 4 Functional Based Costing: Departemental Rates atau Perhitungan
Biaya Berdasarkan Fungsi Tarif Departemen ....................................................... 21
Gambar 3. 5 Data Departemen : Pabrik BelRing .................................................. 22
Gambar 3. 6 Perhitungan biaya perunit : Tarif Departemen Pabrik BelRing di
Springbel ............................................................................................................... 22
Gambar 3. 7 Data perhitungan harga pokok produk – Pabrik BelRing di
Springdale ............................................................................................................. 24
Gambar 3. 8 Perhitungan biaya unit dengan menggunakan Tarif Aktivitas ......... 27
Gambar 3. 9 Perbandinngan Biaya-biaya per-unit ................................................ 27
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan perusahaan manufaktur maupun jasa saat bertumbuh


semakin pesat. Ini merupakan akibat dari meningkatnya kebutuhan dan
permintaan dari konsumen yang semakin tinggi. Untuk memenuhi tuntutan
dari konsumen maka perusahaan harus mampu meningkatkan efektivitas dan
efisiensi kerja. Untuk itu perusahaan dituntut untuk mampu menerapkan
kebijakan yang dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja tersebut.
Kebijakan yang dimaksud salah satunya dapat berupa penentuan biaya per
unit, yaitu dengan menekan biaya produksi serendah mungkin agar jumlah
produk yang diproduksi dapat ditingkatkan, tentunya tanpa mengabaikan
kualitas dari produk yang diproduksi. Sebelum menerapkan kebijakan
tersebut perusahaan harus memiliki pemahaman mengenai biaya per unit itu
sendiri.

Sistem akuntansi biaya mengukur dan membebankan biaya sehingga


biaya per unit produk ataupun jasa dapat ditentukan. Untuk dapat
menghasilkan biaya per unit, maka perusahaan harus mengukur dan
melakukan penetapan biaya. Ada dua sistem pengukuran yang bisa
dilakukan, yang pertama penetapan biaya aktual dan penetapan biaya
normal. Pada kenyataannya penetapan biaya aktual yang ketat jarang
dilakukan karena tidak dapat memberikan informasi biaya per unit yang
akurat secara tepat waktu.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu bagaimana
yang dimaksud dengan biaya per unit (Unit Cost) dan bagaimana cara
menentukan biaya per unit tersebut?
2

1.3 Tujuan Makalah

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas, maka tujuan dari


makalah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan mengenai biaya per
unit serta untuk mengetahui cara menentukan biaya per unit.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Unit Cost


Unit cost adalah total biaya yang terkait dengan unit yang diproduksi
dibagi dengan jumlah unit yang diproduksi (Hansen and Mowen, 2007).
Sedangkan menurut (Saputra, 2021) Unit cost merupakan total pengeluaran
dengan tujuan untuk mengetahui biaya produksi, penyimpanan, dan harga jual
suatu unit produk atau jasa yang biasa disebut dengan harga pokok penjualan
(HPP). Umumnya, unit cost mencakup semua biaya tetap serta segala hal
yang bersinggungan dengan biaya variabel. Secara tidak langsung, unit cost
dapat mengidentifikasi dan menganalisis biaya per unit yang dikeluarkan oleh
para pengusaha sehingga harapannya dapat memberikan gambaran usaha
kedepan.
Menurut (Lia, 2022) Unit cost atau biaya unit adalah biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan yang dinyatakan sebagai rupiah per unit
produksi atau penjualan. Biaya ini mungkin dinyatakan dalam bentuk galon,
kaki, ton, satuan individu, dan sebagainya. Disebut juga dengan istilah biaya
satuan. Biaya satuan mencakup semua biaya tetap, atau biaya overhead, dan
semua biaya variabel, atau biaya bahan dan tenaga kerja langsung.
Menentukan biaya per unit adalah cara cepat untuk memeriksa apakah
perusahaan memproduksi produk secara efisien atau tidak.
Berdasarkan (Hansen and Mowen, 2007) pengukuran biaya terdiri dari
jumlah pengeluaran nominal rupiah dari bahan langsung, tenaga kerja
langsung, dan overhead yang digunakan di dalam proses produksi. Jumlah
nominal tersebut bisa merupakan jumlah sebenarnya yang dikeluarkan dalam
inputan produksi atau dapat merupakan sejumlah estimasi atau alokasi biaya.
Biaya produk (product cost) yaitu biaya produksi mulai dari pembelian
dan penyimpanan, sehingga barang tersebut tersedia untuk dijual menurut
(Hansen and Mowen, 2007). Sehingga product cost bisa didefinisikan sebagai
biaya produksi: jumlah dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan
4

manufaktur overhead. Selain itu ada pula yang disebut objek biaya (cost
object) yaitu segala sesuatu dimana biayanya dapat dihitung atau diukur,
dapat berupa produk, konsumen, departemen, proyek, aktivitas, dan lain-lain.
Sedangkan istilah pemicu biaya (cost driver) merupakan suatu variabel yang
menyebabkan timbulnya biaya, misalnya level of activity yaitu jumlah jam
tenaga kerja langsung, jumlah mesin hours, dan lain-lain.
(Hansen and Mowen, 2007) mengklasifikasikan biaya berdasarkan dua
komponen yakni perubahan jumlah produk dan berdasarkan fungsinya dalam
produksi. Klasifikasi tersebut dijabarkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan pada perubahan jumlah produk (Output) :
a. Biaya Tetap (Fixed Cost) Biaya tetap biaya yang secara relatif tidak
dipengaruhi oleh jumlah produksi (output) yang dihasilkan, Misalnya:
Gaji pegawai, biaya gedung.
b. Biaya Variable (Variabel Cost) Biaya variabel adalah biaya yang
nilainya dipengaruhi oleh banyaknya output (produksi). Pada
umumnya besar volume produksi sudah direncanakan secara rutin.
Oleh sebab itu biaya variabel sering juga disebut sebagai biaya rutin.
Contohnya adalah biaya obat, biaya alat, biaya bahan habis pakai
dimana besarnya akan berbeda jika pasien sedikit dibandingkan pasien
yang banyak.
c. Biaya Semi Variabel (Semi Variable Cost) Biaya semi variabel adalah
biaya yang mengandung biaya tetap, tetapi juga mengandung biaya
tidak tetap. Contohnya adalah biaya insentif penerimaan selain gaji
yang besar kecilnya tergantung pada banyak sedikitnya jumlah
pelayanan yang diberikan.
d. Biaya Total (Total Cost) Biaya total adalah jumlah dari biaya tetap
(fixed cost) dan variabel (variable cost) atau (Total Cost = Fixed Cost
+ Variable Cost).
2. Berdasarkan Fungsinya dalam Proses Produksi :
a. Biaya Langsung. Biaya langsung adalah biaya yang berkaitan langsung
dengan pelayanan atau biaya yang ditetapkan pada unit-unit yang
5

berkaitan dengan pelayanan (unit produksi).


b. Biaya Tidak Langsung. Biaya tidak langsung adalah biaya yang
digunakan secara tidak langsung demi kelancaran proses produksi
(pelayanan).
Manfaat utama dari perhitungan biaya satuan, menurut Ade Irma dalam
buku (Herlina; sari, 2022):
a. Pricing. Informasi biaya satuan sangat penting dalam penentuan
kebijaksanaan tarif rumah sakit. Dengan diketahuinya biaya satuan
(Unit cost), dapat diketahui apakah tarif sekarang merugi atau
menguntungkan.
b. Budgetting/Planning. Informasi jumlah biaya (total cost) dari suatu
unit produksi dan biaya satuan (unit cost) dari tiap-tiap output
rumah sakit sangat penting untuk alokasi anggaran dan untuk
perencanaan anggaran.
c. Budgetary Control. Hasil analisis biaya dapat dimanfaatkan untuk
memonitor dan mengendalikan kegiatan operasional rumah sakit.
d. Evaluasi dan Pertanggungjawaban. Analisis biaya bermanfaat
untuk menilai performance keuangan rumah sakit secara
keseluruhan, sekaligus sebagai pertanggung jawaban kepada pihak-
pihak berkepentingan.

2.2 Direct Cost, Labor Cost, Overhead Cost


Menurut (Sidoarjo & Dewi, 2019) Biaya bahan baku langsung adalah
semua biaya bahan baku dari produk jadi dan dimasukkan dalam perhitungan
biaya produk. Contoh dari bahan baku langsung adalah kain untuk produksi.
pakaian jadi, sedangkan kancing maupun aksesoris lain yang jumlahnya tidak
selalu sama dalam setiap produk maka kancing maupun aksesoris lain
merupakan bahan baku tidak langsung. Tenaga kerja langsung yang
diperhitungkan dalam akuntansi biaya adalah tenaga kerja yang melakukan
proses dan berkenaan langsung dengan produk dengan melakukan konversi
bahan baku langsung hingga menjadi produk jadi. Identifikasi tenaga kerja
6

langsung dan tak langsung akan sulit dilakukan untuk perusahaan yang telah
melakukan otomatisasi, dimana ada tenaga kerja yang tidak hanya
mengerjakan pekerjaan langsung tapi juga pekerjaan tak langsung. Ataupun
beberapa tenaga kerja dapat bertukar peran secara bergantian sehingga ada
elemen biaya yang sulit dipisahkan. Dalam biaya konversi hanyalah biaya
bahan baku langsung yang benar-benar bisa ditelusuri secara langsung
kedalam produk. Overhead Pabrik yang dapat disebut juga sebagai biaya
manufaktur, biaya pabrikasi, beban manufaktur terdiri dari beban yang tidak
dapat ditelusuri secara langsung ke dalam produk. Biaya overhead pabrik
terdiri dari biaya selain biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja
langsung.

Gambar 2.1 Jumlah Biaya Produksi

Sedangkan menurut (Hilton & Platt, 2016) di dalam Manufacturing costs


terdapat tiga kategori yaitu: direct material cost, direct labor cost, dan
manufacturing overhead cost atau production overhead. Direct Material cost
yaitu material yang dikonsumsi pada saat proses manufaktur yang dapat
ditelusuri dengan mudah barangnya secara fisik misalnya microprocessor
chips in a Comet computer. Direct labor cost yaitu gaji, upah, tunjangan
pegawai yang bekerja secara langsung dalam proses produksi manufaktur,
termasuk biaya pensiun, asuransi, dan biaya jaminan sosial. Manufacturing
overhead cost yaitu semua biaya manufakturing overhead atau secara tidak
langsung yang terdiri dari tiga jenis yaitu: indirect material, indirect labor,
7

dan other manufacturing costs. Direct labor cost ditambah manufacturing


overhead disebut conversion costs. Sedangkan direct material cost dan direct
labor cost disebut juga sebagai prime costs.

2.3 Indirect Cost


Indirect Material yaitu Material yang secara tidak langsung atau
signifikan merupakan bagian dari barang jadi. Indirect Labor yaitu pegawai
yang tidak secara langsung terjun dalam pengerjaan proses produksi suatu
barang tapi dibutuhkan jasanya dalam proses manufaktur, misalnya pegawai
supervisor quality control, dan penjaga pabrik. Other Manufacturing Costs
yaitu semua biaya diluar material dan pegawai manufacturing overhead,
misalnya biaya lembur pegawai pabrik. (Hilton & Platt, 2016).
Istilah cost allocation digunakan untuk pembebanan indirect cost ke cost
object. Karena tidak adanya hubungan sebab akibat yang terjadi, maka
mengalokasikan biaya tidak langsung ini, biasanya dengan menggunakan
asumsi hubungan tertentu, misalnya perusahaan ingin mengalokasikan biaya
listrik ke lima produk yang diproduksi, namun dikarenakan sulitnya melihat
adanya hubungan kausal, cara termudah untuk mengalokasikan biaya ini
adalah dengan menggunakan direct labor hours yang digunakan oleh kelima
produk tersebut secara proposional, hal ini tentunya akan mengurangi overall
accuracy dalam cost assignment menurut (Hansen and Mowen, 2007).
Gambar 2.2 berikut ini akan memperjelas klasifikasi biaya dan
pengalokasiannya ke cost object.
8

Gambar 2.2 Proses Alokasi Biaya ke Cost Object

Dalam melakukan pengukuran besarnya indirect cost, setidaknya ada


dua metode yang dapat digunakan yaitu traditional costing dan Activity Based
Costing.

2.4 Traditional Costing


Sistem yang tidak memisahkan biaya berdasarkan fungsi atau alokasi
setiap bagian dalam proses manufaktur. Metode ini hanya mendapatkan unit
cost dari total cost keseluruhan dibagi dengan unit produksi yang dihasilkan
sehingga setiap bagian dari proses manufaktur mendapatkan biaya yang
setara. Menurut (Hilton & Platt, 2016) traditional costing disebut dengan
volume based product costing, yang mengalokasikan biaya overhead dengan
menggunakan direct labor hours karena direct labor hours terkait dengan
volume aktivitas di sebuah pabrik atau sering disebut dengan throughput.
Sedangkan menurut (Hansen and Mowen, 2007) perhitungan biaya overhead
sederhana disebut dengan Functional Based Product, yang terdiri dari tiga
metode dalam menghitung besarnya alokasi biaya tidak langsung yaitu job
order costing, process costing system, dan joint costing.
9

2.4.1 Sistem Biaya Pesanan (Job Order Costing)


Job Order Costing merupakan sistem perhitungan biaya produksi yang
digunakan untuk perusahaan yang memproduksi barang berdasarkan pesanan.
Produk antara satu pesanan bisa dibedakan dengan produk pesanan lainnya,
Perhitungan biaya produksi untuk masin-masing pesanan dilakukan melalui
job cost sheet yang terdapat rincian perhitungan biaya bahan mentah
langsung, biaya buruh langsung, dan biaya overhead pabrik untuk masing-
masing pesanan.
Pencatatan biaya overhead pabrik tidak dilakukan secara rinci untuk
masing-masing pesanan hanya berdasarkan dasar alokasi tradisional.
Sehingga pembebanan biaya overhead pabrik menjadi tidak akurat, yang
mengakibatkan perhitungan total biaya produksi untuk masing-masing
pesanan menjadi tidak akurat. Pencatatan ini digunakan untuk menyusun
Neraca dan Laporan Laba Rugi perusahaan manufaktur, dimana total biaya
produksi dari pesanan yang belum selesai akan muncul di Neraca sebagai
persediaan akhir dalam proses. Sedangkan total biaya produksi dari pesanan
yang sudah selesai namun belum terjual akan muncul di Neraca sebagai
persediaan barang jadi akhir, dan total biaya produksi dari pesanan yang
sudah terjual akan masuk di Laporan Laba Rugi sebagai beban pokok
penjualan.
Plantwide Rates
Perhitungan biaya tidak langsung dengan menggunakan plantwide rates
terbagi menjadi dua tahap:
a. Petama, biaya budget overhead dijumlahkan dalam satu kelompok biaya
yang luas, dengan menjumlahkan semua biaya tidak langsung yang
diperkirakan akan terjadi dalam produksi selama satu tahun.
b. Kedua adalah menghitung plantwide rate dengan menggunakan satu unit
level driver biasanya direct labor hours, dan mengalokasikan biaya tidak
langsung tersebut ke produk dengan mengalikan plantwide rates tersebut
dengan total direct labor hour actual yang digunakan oleh masing-
masing produksi.
10

2.4.2. Sistem Biaya Proses (Proses Costing System)

Perhitungan biaya produksi akan dilakukan per batch yang diproduksi,


dimana untuk produk yang sama, hasil produksi antar batch satu dengan yang
lainnya tidak dapat dibedakan. Perhitungan biaya berdasarkan proses
(Process Costing) adalah metode mengakumulasikan biaya berdasarkan
proses produksi atau berdasarkan departemen. Departemen sendiri bisa
menggunakan perhitungan biaya berdasarkan proses maupun perhitungan
biaya berdasarkan pesanan. Yang harus dicermati disini adalah, departemen
merupakan fokus dalam penelusuran biaya berdasarkan proses. Perhitungan
biaya berdasarkan proses dipergunakan pada semua unit yang dikerjakan
dalam suatu departemen yang bersifat homogen. Proses perhitungan biaya
berdasarkan proses akan mengakumulasikan biaya tersebut dalam jumlah unit
yang telah melewati proses dalam periode tertentu, yang hasilnya adalah
biaya per unit. Apabila produk dari suatu proses akan menjadi bahan baku
dalam proses berikutnya, maka biaya per unit akan diperhitungkan untuk
masing-masing proses.
Departmental Rates
Metode ini juga dilakukan melalui 2 tahap yaitu:
a. Pertama, plantwide overhead cost dibagi ke dalam departemen-
departemen produksi (departmental overhead cost pools). Kemudian,
departmental rates dihitung dengan menggunakan unit based drives
yang digunakan oleh masing-masing departemen, misalnya untuk
departemen yang banyak menggunakan tenaga kerja, direct labor hours
menjadi cost drivernya, sedangkan untuk departemen yang banyak
menggunakan mesin, machine hours yang akan menjadi unit driversnya.
b. Kedua, biaya tidak langsung dialokasikan ke produk dengan mengalikan
departemental rates dengan jumlah driver yang digunakan di masing-
masing departemen, sehingga total biaya tidak langsung yang
dialokasikan ke produk diperoleh dengan menjumlahkan biaya dari
masing-masing departemen tersebut.
11

Tujuan dari perhitungan biaya ekivalen per unit pada akhirnya adalah
untuk membagi total biaya produksi dari masing-masing departemen menjadi
berapa total biaya produksi yang mewakili produk yang sudah diselesaikan
pada departemen tersebut dan akan ditransfer ke departemen berikutnya, serta
berapa biaya produksi dari barang yang belum selesai diproses pada
departemen tersebut.
2.4.3 Metode Campuran (Joint Cost)

Menurut (Indonesia, 2015) adalah biaya-biaya yang dikeluarkan


perusahaan untuk melakukan suatu proses, dimana dari hasil proses tersebut
akan menghasilkan beberapa jenis produk yang disebut joint product. Dalam
beberapa perusahaan manufaktur, unit-unit yang berbeda memiliki biaya
bahan baku langsung yang berbeda secara signifikan akan tetapi semua unit
melalui proses yang sama dalam jumlah besar. Dalam hal ini biaya bahan
baku langsung diakumulasikan menggunakan metode perhitungan biaya
berdasarkan pesanan, sedangkan biaya konversi diakumulasikan dengan
perhitungan biaya berdasarkan proses. Semakin banyak pabrik yang
menggunakan metode perhitungan biaya campuran seperti kasus sistem
manufaktur fleksibel (flexible manufacturing system-FMS). Semakin banyak
pabrik yang beralih dari proses manufaktur yang melibatkan sistem manual
maupun otomatisasi ke FMS. FMS merupakan sistem yang terdiri atas
kumpulan proses produksi yang terotomatisasi, pergerakan bahan baku yang
terotomatisasi dan sistem pengendalian terkomputerisasi yang seluruhnya
terintegrasi untuk melakukan proses produksi secara efisien atas variasi
produk yang sangat fleksibel.
2.4.4 Alokasi Biaya Departemen Penunjang (Support Department Cost
Allocation)
Alokasi biaya departemen penunjang memisahkan biaya produksi yang
dikeluarkan perusahan menjadi biaya untuk masin-masing departemen.
Terdapat dua jenis departemen yang mengeluarkan biaya produksi, yaitu:
1. Departemen Produksi yang merupakan departemen yang terlibat
langsung dalam proses produksi perusahaan, seperti departemen
12

perakitan, departemen pengecatan, departemn penyelesaian, dan


lainnya.
2. Departemen Penunjang (support department) yang merupakan
departemen yang tidak terlibat langsung dalm proses produksi, namun
departemen ini dibentuk untuk menunjang kelancaran kegiatan pada
departemen produksi, misalnya departemen pemeliharaan mesin.
Semua biaya yang dikeluarkan oleh departemen produksi akan
dibebankan ke produk, karena departemen tersebut memang terlibat langsung
dalam proses produksi, sedangkan biaya yang dikeluarkan oleh departemen
penunjang tidak bisa secara langsung dibebankan ke produk, namun harus
dibebankan telebih dahulu ke departemen produksi, baru kemudian
dibebankan pada masing-masing produk. Pembebanan biaya departemen
penunjang ke departemen produksi dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
1. Direct Method: metode ini mengalokasikan biaya departemen
pendukung secara langsung ke departemen produksi, dan tidak
memperhitungkan berapa besar alokasi biaya antar departemen
pendukung. Kelebihan dari penggunaan metode ini adalah kemudahan
dalam penggunaannya karena tidak perlu memprediksi seberapa besar
penggunaan sumber daya dari departmen pendukung yang satu dengan
yang lainnya. Namun, kelemahan dari metode ini yaitu tidak
memperhitungkan hubungan timbal balik antar departemen pendukung.
2. Step Down Method : metode ini mengalokasikan biaya departemen
pendukung ke departemen pendukung yang lain, kemudian baru ke
departemen produksi secara berurutan, dengan kata lain metode ini
memperhitungkan hubungan antar departemen pendukung meskipun
masih secara parsial hanya satu arah (setelah biaya dari departemen
pendukung pertama sudah dialokasikan, tidak ada lagi alokasi biaya
dari departemen pendukung kedua ke departemen pendukung
pertama).(Lesong Conteh and Damian Walker, 2004)
13

Gambar 2.3 Tahapan Step Down Cost Accounting

3. Reciprocal method : metode ini mengalokasikan biaya ke departemen


utama dengan memperhitungkan hubungan timbal balik secara penuh
antar departemen pendukung.
Sistem biaya tradisional sangat cocok digunakan oleh perusahaan yang
produknya tidak terdiversifikasi atau tidak memiliki komponen biaya tidak
langsung yang signifikan sehingga metode perhitungan biaya yang simple ini
dapat diimplementasikan.
Namun sistem tradisional ini memiliki setidaknya tiga keterbatasan,
yaitu:
14

a. Akuntansi biaya tradisional dirancang hanya menyajikan informasi biaya


pada tahap produksi.
b. Alokasi biaya overhead pabrik hanya didasarkan pada jam tenaga kerja
langsung atau hanya dengan volume produksi.
c. Ada diversitas produk, dimana masing-masing produk mengkonsumsi
biaya overhead yang berbeda-beda.
Penentuan biaya produksi dengan metode tradisional dapat
menimbulkan distorsi biaya produksi. Hal ini disebabkan penggunaan single
volume based cost driver, misalnya menggunakan direct labor hours yang
tidak sesuai untuk menghitung biaya aktivitas yang tidak berkaitan erat
dengan cost driver tersebut. Pada akhirnya perhitungan biaya tidak langsung
seperti ini, dapat menimbulkan distorsi biaya, baik overcosting, biasanya
untuk produk dengan high volume dan simple produced, atau undercosting
biasanya untuk produk yang kompleks dan low volume.
Menurut (Hansen and Mowen, 2007) setidaknya ada dua faktor yang
dapat memperbaiki kemampuan plantwide dan departmental rates untuk
mengalokasikan biaya tidak langsung dengan lebih akurat:
1. Non unit level overhead cost
Penggunaan plantwide dan departmental rates mengasumsikan bahwa
konsumsi produk atas biaya overhead hanya berkaitan dengan jumlah
unit yang diproduksi dimana biaya tidak langsung terjadi setiap kali unit
diproduksi. Hal ini tidak sesuai apabila banyak aktivitas produksi yang
diklasifikasikan dalam non unit level activities yaitu yang tidak dilakukan
setiap kali unit produk dihasilkan. Menggunakan unit level activity
drivers untuk mengalokasikan non unit related overhead cost dapat
menimbulkan distorsi biaya produk, oleh karena itu seharusnya dalam
mengalokasikan biaya tidak langsung terkait dengan non unit level
activities juga non unit level driver.
2. Product Diversity
Product Diversity yaitu produk-produk yang menggunakan overhead
activities dengan proporsi atau rate yang berbeda, misalnya karena
15

perbedaan product size, kompleksitas produk, setup time, dan ukuran


batch. Perbedaan proporsi tersebut disebut dengan perbedaan
compsumtion ratio yaitu prosporsi dari setiap aktivitas yang dikonsumsi
oleh sebuah produk.
Untuk mengatasi keterbatasan pada metode traditional costing,
khususnya dalam hal distorsi biaya, maka dikembangkan sistem biaya yang
didasarkan pada aktivitas yang disebut Activity Based Costing.

2.5 Activity Based Costing (ABC)


Activity-based costing (ABC) adalah pendekatan penentuan biaya
produk yang membebankan biaya kepada produk atau jasa berdasarkan
konsumsi sumber daya yang disebabkan karena aktivitas. Dasar pemikiran
pendekatan penentuan biaya ini adalah bahwa produk atau jasa
perusahaan dilakukan oleh aktivitas dimana aktivitas yang dibutuhkan
tersebut menggunakan sumber daya yang menyebabkan timbulnya biaya.
Sumber daya dibebankan kepada aktivitas, kemudian aktivitas dibebankan
kepada objek biaya berdasarkan penggunaannya. ABC memperkenalkan
hubungan sebab akibat antara cost driver dengan aktivitas.
Pada Gambar 2.4 dapat dilihat perbedaan sistem alokasi dua tahap
antara ABC dengan tradisional. Pada sistem tradisional, tahap pertama
biaya overhead dialokasikan kepada setiap departemen, selanjutnya pada
tahap kedua dialokasikan kepada setiap produk. Sedangkan pada sistem
ABC, tahap pertama biaya overhead dialokasikan kepada setiap aktivitas,
selanjutnya tahap kedua dialokasikan kepada setiap produk.
16

Traditional two-stage system Activity Based Costing

Overhead Costs Overhead Costs

Department 1 Department 2 Activity 1 Activity 2 Activity 2

Product 1 Product 2 Product 1 Product 2

Gambar 2.4 Perbandingan ABC dengan Tradisional


Alokasi Dua Tahap

Banyak perusahaan mengelola aktivitas-aktivitas ke dalam empat

kategori-kategori untuk memperbaiki penelusuran biaya yaitu (1) unit-

level activities, (2) batch-level-activities, (3) product-level activities, dan

(4) facility-level activities.


17

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pentingnya Biaya Produk Per Unit/Satuan


Sistem akuntansi biaya mengukur dan membebankan biaya
sehingga biaya per unit produk atau jasa dapat ditentukan. Biaya unit
adalah bagian penting dari informasi baik untuk perusahaan manufaktur
maupun jasa. Misalnya, penawaran adalah persyaratan umum di pasar
untuk produk dan layanan khusus (pertimbangkan tawaran untuk
penawaran khusus alat, audit, dan tes dan prosedur medis). Hampir tidak
mungkin untuk diserahkan tawaran yang berarti tanpa mengetahui biaya
satuan dari produk atau jasa yang akan dibuat diproduksi.
Contoh lain dapat dikutip, Keputusan tentang produk dan layanan
desain dan pengenalan produk dan layanan baru dipengaruhi oleh unit
yang diharapkan biaya. Keputusan untuk membuat atau membeli suatu
produk atau jasa, untuk menerima atau menolak sesuatu yang istimewa
memesan, atau menyimpan atau menjatuhkan produk atau layanan
memerlukan informasi biaya satuan. Karena informasi biaya unit sangat
penting, keakuratannya sangat penting. Produk satuan yang terdistorsi
biaya tidak dapat diterima.
3.2 Cara Mendapatkan Informasi Biaya Produk Per Unit/ Satuan.
Dua sistem pengukuran yang mungkin adalah penetapan biaya
aktual dan penetapan biaya normal. Perhitungan biaya aktual
membebankan biaya aktual dari bahan baku langsung, tenaga kerja
langsung, dan overhead pada produk. Perhitungan biaya normal
membebankan biaya aktual bahan baku langsung dan tenaga kerja
langsung pada produk.
Tarif Perkitraan Overhead adalah suatu tarif yang didasarkan paada
data yang diperkirakan dan dihitung dengan mengunakan rumus berikut :
18

3.3 Perhitungan Harga Pokok Produk berdasarkan Fungsi /Functional-Based


Product Costing
Perhitungan biaya produk berdasarkan fungsi membebankan biaya
dari bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung pada produk dengan
menggunakan penelusuran langsung. Secara Spesifik, perhitungan biaya
berdasarkan fungsi menggunakan penggerak aktivitas tingkat unit untuk
membebankan biaya overhead pada produk. Penggerak aktivitas tingkat
unit adalah faktor yang menyebabkan perubahan dalam biaya seiring
dengan perubahan jumlah unit yang diproduksi. Penggunaan pengerak
berdasarkan unit semata-mata untuk membebankan biaya Overhead pada
produk, memiliki asumsi bahawa overhead yang digunakan produk
berkolerasi tinggi dengan jumlah unit yang diproduksi.
Contoh-contoh pengerak tingkat Unit yang umumnya digunakan
untuk membebankan Overherad, meliputi:
1. Unit yang diproduksi,
2. Jam tenaga kerja langsung,
3. Biaya tenaga kerja langsung,
4. Jam mesin,
5. Biaya bahan baku langsung.

3.3.1 Tarif Seluruh Pabrik

Pertama, biaya overhead yang dianggarkan akan diakumulasikan


menjadi satu kelompok untuk keseluruhan pabrik (pembebanan biaya
tahap pertama). Biaya overhead dibebankan secara langsung pada
kelompok biaya tersebut dengan menambahkan seluruh biaya overhead
yang diperkirakan muncul dalam satu tahun. Biaya tersebut dibebankan
pada aktivitas makro yang sangat luas. Setelah biaya diakumulaksikan
dalam kelompok biaya ini, tarif keseluruhan pabrik di hitung mengunakan
pengerak tingat unit (biasanya jam tenaga kerja langsung). Terakhir, biaya
overhead dibebankan pada produk dengan mengalikan tarif tersebut
denngan jumalah jam tenaga kerja langsung akrual yang digunakan oleh
tiap-tiap produk.
19

Gambar 3. 1 Functional Based Costing-Plantwide Rate/


Perhitungan Biaya berdasarkan Tarif Keseluruhan Pabrik

Gambar 3. 2 Rumus BOP berdasarkan Tarif Keseluruhan Pabrik

Contoh Perhitungan. Di pabrik Springdale, BelRing memproduksi dua jenis


telepon: telepon nirkabel dan model reguler. Perusahaan memiliki perkiraan dan
data aktual untuk tahun 2008 sebagai berikut:
- Biaya overhead yang dianggarkan Rp. 360.000
- Aktivitas yang diharapkan (dalam jam tenaga kerja langsung) 100.000
- Aktivitas aktual (dalam jam tenaga kerja langsung) 100.000
- Biaya overhead aktual Rp. 380.000
20

Jadi, tarif berdasarkan jam tenaga kerja langsung yang diharapkan dihitung
sebagai berikut:
Tarif perkiraan Overhead=
Biaya overhead yang dianggarkan/Aktivitas yang diharapkan
Rp. 360.000/100.000 jam tenaga kerja langsung.
= Rp. 3,60 per jam tenaga kerja langsung

Total overhead yang dibebankan =


Tarif overhead X Aktivitas aktual
Rp. 3,60 X 100.000 jam tenaga kerja langsung.
Rp. 360.000
Perbedaan antar overhead actual dengan overhead yang dibebankan
disebut varias overhead. Bagi belRing, Varians Overhead = Biaya overhead
actual - Biaya overhead yang dibebankan (Rp. 20.000,- = Rp. 380.000-Rp.
360.000). Jika overhead actual lebih besar daripada overhead yang dibebankan
disebut (underapplied overhead.
Biaya Per Unit = (Biaya Utama + Biaya Overhead Persatuan Ukuran)
Unit Yang di Produksi

Berikut Asumsi Biaya Aktual untuk Setiap Produk:

Perhitungan Biaya Per unit berdasarkan Tarif Keseluruhan Pabrik :

Gambar 3. 3Perhitungan Biaya Per Unit berdasarkan Tarif Keseluruhan


21

3.3.2 Tarif Departemen

Gambar 3. 4 Functional Based Costing: Departemental Rates atau


Perhitungan Biaya Berdasarkan Fungsi Tarif Departemen

Gambar 3.4 mengilustrasikan kerangka kerja konseptual dua tahap untuk


overhead departemen tarif.
1. Pada tahap pertama, biaya overhead keseluruhan pabrik dibagi dan
dibebankan pada setiap departemen produksi dan membentuk kelompok
biaya overhead departemen.
2. Overhead dibebankan pada produk dengan mengalikan tarif departemen
dengan jumlah pengerak yang digunakan departemen terkait. Jumlah
overhead yang dibebankan pada produk secara sederhana adalah jumlah
dari banyaknya overhead yang dibebankan pada setiap departemen.

Perhitungan Tarif Departemen Beberapa saat sebelum kunjungan


Henderson Associates, pabrik Springdale BelRing berpindah dari penggunaan
tarif keseluruhan pabrik ke tarif departemen. Pabrik Springdale memiliki dua
departemen produksi: Pabrikasi dan Perakitan. Pada departemen fabrikasi,
komponen elektronik utama dibuat. Bagian lain di beli dari pemasok dan divisi
lain. Bahwa fabrikasi banyak mengunakan mesin (dibandingkan jam mesin yang
diharapkan), sedangkan perakitan cenderung menggunakan tenaga kerja langsung.
Mengamati hal ini, BelRing mendasarkan tarif overhead departemennya pada jam
mesin untuk pabrikasi dan pada jam kerja langsung untuk perakitan. Dua tarif
22

overhead adalah dihitung sebagai berikut:

Gambar 3. 5 Data Departemen : Pabrik BelRing

Overhead yang dibebankan, Jumlah overhead yang dibebankan untuk


setahun adalah jumlah yang dibebankan pada setiap departemen.

Biaya perunit dengan mengunakan tarif departemen, perhitungan biaya per


unit sebagai berikut:

Gambar 3. 6 Perhitungan biaya perunit : Tarif Departemen Pabrik BelRing di Springbel


23

3.4 Keterbatasan Sistem Akuntansi Biaya Berbasis Fungsional


Distorasi Biaya produksi bagi beberapa perusahaan dapat merugikan
perusahaan, terutama bagi perusahaan yang dikatarestikan oleh peningkatan atau
ketatnya tekanan persaingan (kerap terjadi pada tingkat global), perbaikan
berkelanjutan, TQM, Kepuasan pelangan dan teknologi cangih.
Ada dua faktor utama yang menyebabkan ketidakmampuan tarif keseluruhan
pabrik dan departemen berdasarkan untit untuk membebankan biaya overhead
secara tepat: (1) proporsi biaya overhead yang tidak berkaitan dengan unit
terhadap biaya overhead adalah besar dan (2) Tingkat keanekaragaman produk
besar.
3.5 Biaya Overhead yang Tidak Berkaitan dengan Jumlah Unit
Jika terdapat aktivitas yang tidak berkaitan dengan jumlah unit aktivitas
yang tidak dilakukan setiap kali suatu unit produk diproduksi. Penggerak
Aktivitas Tingkat nonunit adalah faktor yang mengukur pemakaian aktivitas
tingkat nonunit produk dan objek biaya lainnya. Penggerak aktivitas adalah
faktor-faktor yang mengukur pemakaian aktivitas produk dan objek biaya
lainnya. Selanjutnya pengerak aktivitas dapat diklasifikasikan sebagai
pengerak aktivitas tingkat unit dan tingkat non unit.
Dengan Hanya menggunakan penggerak biaya aktivitas berdasarkan
unit untuk membebankan biaya overhead yang tidak berkaitan dengan unit,
dapat menciptakan biaya produk yang terdistorsi. Tingkat keparahan distorsi
ini tergantung pada apakah biaya overhead cukup besar untuk secara
signifikan mempengaruhi biaya produk. Satu studi menyarankan bahwa
biaya overhead harus setidaknya 15 persen dari total biaya produksi agar
ABC bisa menghasilkan keuntungan kepuasan yang signifikan. Jika
presentase biaya overhead berdasarkan non unit terhadap jumlah biaya
overhead adalah kecil, maka distorsi biaya produk pun akan cukup kecil.
Dalam situasi seperti itu, pengunaan pengerak biaya aktivitas berdasarkan
unit untuk membebankan biaya overhead akan diterima.
24

3.6 Keanekaragaman Produk


Keanekaragaman produk berarti bahwa produk mengunakan aktivitas
overhead dalam proporsi yang secara signifikan berbeda. Beberapa alasan
mengapa produk dapat mengunakan overhead yang berbeda proporsi karena
beberapa alasan. Misalnya perbedaan ukuran produk, produk kompleksitas,
waktu penyiapan, dan ukuran kumpulan semuanya dapat menyebabkan
produk dikonsumsi overhead dalam proporsi yang berbeda berbeda.
Perbedaan dalam ukuran produk, kerumitan produk, waktu penyetelan batch
dll.
Apapun bentuk keanekaragaman produknya, biaya produk akan
terdistorsi apabila jumlah overhead berdasarkan unit yang digunakan suatu
produk, tidak berubah dalam proposi langsung dengan jumlah yang
digunakan overhead non unit.
Contoh Ilustrasi kesalahan tarif Overhead berdasarkan Unit
Untuk mengilustrasikan bagaimana tarif overhead berdasarkana unit
dapat menyebabkan distorsi biaya produk.

Gambar 3. 7 Data perhitungan harga pokok produk – Pabrik BelRing di


Springdale
25

Masalah Keakuratan Perhitungan Biaya


Masalah utama dengan setiap prosedur ini adalah asumsi bahwa jam
mesin atau jam tenaga kerja langsung menggerakkan atau menyebabkan
semua biaya overhead. asalah utama dengan setiap prosedur ini adalah
asumsi bahwa jam mesin atau jam tenaga kerja langsung yang menggerakkan
atau menyebabkan semua biaya overhead.
Produksi telepon regular, produk bervolume tinggi, menggunakan jam
tenaga kerja langsung sembilan kali lebih besar daripada produksi telepon
nirkabel, produk dengan volume rendah (90.000 jam dibandingkan 10.000
jam). Oleh sebab itu, telepon reguler akan dibebankan biaya overhead
sembilan kali lebih besar dibandingkan telepon nirkabel, jika tar keseluruhan
pabrik digunakan.
Analisis data pada Gambar menyatakan suatu bagian yang signifikan
dari biaya overhead tidak digerakkan atau disebabkan oleh jam tenaga k
langsung. Sebagai contoh, permintaan setiap produk untuk aktivitas
penyetelan dan penanganan bahan akan lebih wajar jika dikaitkan dengan
jumlah proses produksi dan jumlah pemindahan. Aktivitas nonunit mewakili
50 persen ($180.000/$360.000) dari jumlah biaya overbead-suatu persentase
yang signifikan. Perhatikan bahwa produk dengan volume rendah, yaitu
telepon nirkabel, menggunakan proses produksi dua kali lebih banyak
dibandingkan relepon reguler (20/10) dan pemindahan dua kali lebih banyak
dari telepon reguler (60/30). Akan tetapi, penggunaan jam tenaga kerja
langsung, penggerak aktivitas berdasarkan unit, dan tarif keseluruhan pabrik
membebankan biaya penyetelan serta penanganan bahan Sembilan kali lebih
banyak untuk telepon regular dibandingkan telepon nirkabel. Oleh sebab itu,
keanekaragaman produk unit yang digunakan setiap produk tidak berubah
dalam proporsi langsung akan menyebabkan distorsi biaya produk karena
kuantitas overbead berdasarkan dengan kuantitas yang digunakan overhead
nonunit.
Rasio konsumsi adalah proporsi setiap aktivitas yang digunakan
produk. Rasio konsumsi menyatakan tarif keseluruhan pabrik yang
26

didasarkan pada jam tenaga kerja langsung akan mengakibatkan biaya yang
terlalu tinggi pada telepon reguler dan terlalu rendah pada telepon nirkabel.
Pada Departemen Perakitan, telepon reguler menggunakan 25,67 kali
lebih besar untuk jam tenaga kerja langsung daripada telepon nirkabel
(77.000/3.000). Pada Departemen Pabrikasi, telepon reguler menggunakan
sembilan kali lebih besar untuk jam mesin daripada telepon nirkabel
(36.000/4.000). Oleh sebab itu, telepon reguler menerima overhead sekitar
25,67 kali lebih banyak dibandingkan telepon nirkabel dalam Departemen
Perakitan. Sementara itu, dalam Departemen Pabrikasi, telepon reguler
menerima overbead sembilan kali lebih besar. Seperti ditunjukkan pada
Tampilan 4-6, dengan tarif departemen, biaya per unit telepon nirkabel
menurun menjadi $10,73 dan biaya per unit telepon reguler meningkat
menjadi $10,69. Perubahan ini menunjukkan arah yang salah, yaitu adanya
penekanan pada penggerak aktivitas berdasarkan unit yang salah untuk
mencerminkan setiap permintaan produk secara tepat untuk biaya penyetelan
dan penanganan bahan baku.
Penyelesaian Masalah Distorsi Biaya
Distorsi biaya yang digambarkan tidak dapat diselesaikan dengan
mengunakan tarif aktivitas. Dalam hal ini, daripada membebankan biaya
overhead pada departemen atau pabrik, lebih baik tidak menghitung suatu
tarif untuk setiap aktivitas overhead.
tarif aktivitas dihitung seperti di bawah ini.

Untuk membebankan biaya overhead, diperlukan jumlah aktivitas yang


digunakan setiap produk.
27

Perhitungan biaya unit untuk setiap produk dengan mengunakan tarif


aktivitas.

Gambar 3. 8 Perhitungan biaya unit dengan menggunakan Tarif Aktivitas

Perbandingan Biaya Produk berdasarkan fungsi dan Aktivitas

Gambar 3. 9 Perbandinngan Biaya-biaya per-unit

Biaya unit yang diproduksi dari perhitungan biaya berdasarkan aktivitas


dibandingkan dengan biaya unit yang diproduksi dari perhitungan biaya
berdasarkan fungsi dengan menggunakan tarif pabrik atau tarif departemen.
Perbandingan ini menggambarkan pengaruh penggunaan penggerak aktivitas
secara jelas hanya berdasarkan unit untuk membebankan biaya overhead.
Pembebanan biaya berdasarkan aktivitas merefleksikan pola konsumsi
overhead secara lebih baik sehingga biaya lebih akurat dari ketiga biaya.
Perhitungan biaya produk berdasarkan aktivitas menunjukkan perhitungan
28

biaya berdasarkan fungsi mengurangi biaya telepon nirkabel dan melebihkan


biaya telepon reguler. Pada kenyataannya, pembebanan ABC hampir
menggandakan biaya telepon nirkabel dan mengurangi biaya telepon reguler
sebanyak hampir $1 per unit-suatu perpindahan ke arah yang benar dengan
pola pemakaian overhead yang diberikan. Dalam lingkungan yang memiliki
keanekaragaman produk, ABC menjanjikan keakuratan yang lebih baik dan
keputusan dibuat berdasarkan fakta yang benar. Jadi, mempelajari ABC
dengan lebih terperinci tentu merupakan hal yang baik untuk dilakukan.
29

BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Unit cost adalah total biaya yang terkait dengan unit yang diproduksi
dibagi dengan jumlah unit yang diproduksi. Pengukuran biaya terdiri dari
jumlah pengeluaran nominal rupiah dari bahan langsung, tenaga kerja
langsung, dan overhead yang digunakan di dalam proses produksi. Dalam
melakukan pengukuran besarnya indirect cost, setidaknya ada 2 metode yang
dapat digunakan yaitu traditional costing dan activity based costing.

Setidaknya ada tiga metode traditional costing yaitu job order costing
merupakan sistem perhitungan biaya produksi yang digunakan untuk
perusahaan yang memproduksi barang berdasarkan pesanan; process costing
adalah metode mengakumulasikan biaya berdasarkan proses produksi atau
berdasarkan departemen; joint cost adalah biaya-biaya yang dikeluarkan
perusahaan untuk melakukan suatu proses, dimana dari hasil proses tersebut
akan menghasilkan beberapa jenis produk yang disebut joint product.

Perhitungan biaya produk berdasarkan fungsi membebankan biaya dari


bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung pada produk dengan
menggunakan penelusuran langsung. Perhitungan biaya overhead berdasarkan
tarif keseluruhan pabrik yaitu Tarif perkiraan Overhead = Biaya overhead
yang dianggarkan dibagi Aktivitas yang diharapkan. Jumlah overhead yang
dibebankan berdasarkan tarif departemen adalah jumlah yang dibebankan
pada setiap departemen.
30

DAFTAR PUSTAKA

Hansen and Mowen. (2007). Hansen & Mowen 2007-Managerial Accounting, 8


Ed.
Hilton, R. W., & Platt, D. E. (2016). Managerial Accounting: Creating Value in a
Dynamic Business Environment, 11Th Edition. In McGraw-Hill Education.
Indonesia, Ikatan Akuntansi (2015). Modul Chartered Accountant AKUNTANSI
MANAJEMEN LANJUTAN.
Lesong Conteh and Damian Walker. (2004). Cost and Unit Cost Calculations
Using Step-Down Accounting.
Sidoarjo, M., & Dewi, S. R. (2019). Akuntansi Biaya.

Anda mungkin juga menyukai