Anda di halaman 1dari 16

BAB II.

PANCASILA SEBAGAI KAJIAN SEJARAH BANGSA

Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama dengan bangsa
Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang saling berhubungan.
Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan kehidupan masa sekarang dan
semuanya bermuara pada masa yang akan datang. Hal ini berarti bahawa semua aktivitas
manusia pada masa lampau berkaitan dengan kehidupan masa sekarang untuk mewujudkan
masa depan yang berbeda dengan masa sebelumnya.
Pentingnya Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
a. Betapapun lemahnya pemerintahan suatu rezim, tetapi Pancasila tetap
bertahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
b. Betapapun ada upaya untuk mengganti Pancasila sebagai ideologi bangsa,
tetapi terbukti Pancasila merupakan pilihan yang terbaik bagi bangsa
Indonesia.
c. Pancasila merupakan pilihan terbaik bagi bangsa Indonesia karena bersumber
dan digali dari nilai-nilai agama, budaya dan adat istiadat yang hidup dan
berkembang di bumi Indonesia.
d. Kemukakan argumen saudara tentang Pancasila sebagai pilihan terbaik bangsa
Indonesia.

Pengertian Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
a. Pancasila merupakan produk otentik pendiri bangsa Indonesia.
b. Nilai-nilai Pancasila bersumber dan digali dari nilai budaya, agama dan adat
istiadat.
c. Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa dan dasar filsafat kenegaraan

Istilah Pancasila sudah ada sejak jaman Majapahit, dalam buku Sotasoma dan buku Negara
kertagama yang ditulis memakai bahasa Sansekerta, Pancasila terdiri atas kata panca yang
artinya lima dan sila/ syila yang berarti batu sendi atau dasar. Kata sila yang berasal dari kata
susila, yaitu tingkah laku yang baik ( Wreksosuhardjo dalam Muhdi dkk, 2011:1336).
1. PERIODE PENGUSULAN PANCASILA

Jauh sebelum periode pengusulan Pancasila, cikal bakal munculnya ideologi bangsa itu
diawali dengan lahirnya rasa nasionalisme yang menjadi pembuka ke pintu gerbang
kemerdekaan bangsa Indonesia. Ahli sejarah, Sartono Kartodirdjo, sebagaimana yang dikutip
oleh Mochtar Pabottinggi dalam artikelnya yang berjudul Pancasila sebagai Modal
Rasionalitas Politik, menengarai bahwa benih nasionalisme sudah mulai tertanam kuat dalam
gerakan Perhimpoenan Indonesia yang sangat menekankan solidaritas dan kesatuan bangsa.
Perhimpoenan Indonesia menghimbau agar segenap suku bangsa bersatu teguh menghadapi
penjajahan dan keterjajahan. Kemudian, disusul lahirnya Soempah Pemoeda 28 Oktober 1928
merupakan momen-momen perumusan diri bagi bangsa Indonesia. Kesemuanya itu
merupakan modal politik awal yang sudah dimiliki tokoh-tokoh pergerakan sehingga sidang-
sidang maraton BPUPKI yang difasilitasi Laksamana Maeda, tidak sedikitpun ada intervensi
dari pihak penjajah Jepang. Para peserta sidang BPUPKI ditunjuk secara adil, bukan hanya
atas dasar konstituensi, melainkan juga atas dasar integritas dan rekam jejak di dalam
konstituensi masing-masing. Oleh karena itu, Pabottinggi menegaskan bahwa diktum John
Stuart Mill atas Cass R. Sunstein tentang keniscayaan mengumpulkan the best minds atau the
best characters yang dimiliki suatu bangsa, terutama di saat bangsa tersebut hendak
membicarakan masalah-masalah kenegaraan tertinggi, sudah terpenuhi. Dengan demikian,
Pancasila tidaklah sakti dalam pengertian mitologis, melainkan sakti dalam pengertian
berhasil memenuhi keabsahan prosedural dan keabsahan esensial sekaligus (Pabottinggi,
2006: 158- 159). Selanjutnya, sidang-sidang BPUPKI berlangsung secara bertahap dan penuh
dengan semangat musyawarah untuk melengkapi goresan sejarah bangsa Indonesia hingga
sampai kepada masa sekarang ini

2. PERIODE PERUMUSAN PANCASILA

Hal terpenting yang mengemuka dalam sidang BPUPKI kedua pada 10 -- 16 Juli 1945
adalah disetujuinya naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang kemudian dikenal dengan
nama Piagam Jakarta. Piagam Jakarta itu merupakan naskah awal pernyataan kemerdekaan
Indonesia. Pada alinea keempat Piagam Jakarta itulah terdapat rumusan Pancasila sebagai
berikut. 1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemelukpemeluknya. 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab. 3. Persatuan Indonesia 4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. 5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar”
yang dijuluki “Piagam Jakarta” ini di kemudian hari dijadikan “Pembukaan” UUD 1945,
dengan sejumlah perubahan di sana-sini. Ketika para pemimpin Indonesia sedang sibuk
mempersiapkan kemerdekaan menurut skenario Jepang, secara tiba-tiba terjadi perubahan
peta politik dunia. Salah satu penyebab terjadinya perubahan peta politik dunia itu ialah
takluknya Jepang terhadap Sekutu. Peristiwa itu ditandai dengan jatuhnya bom atom di kota
Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Sehari setelah peristiwa itu, 7 Agustus 1945, Pemerintah
Pendudukan Jepang di Jakarta mengeluarkan maklumat yang berisi: (1) pertengahan Agustus
1945 akan dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan bagi Indonesia (PPKI), (2) panitia itu
rencananya akan dilantik 18 Agustus 1945 dan mulai bersidang 19 Agustus 1945, dan (3)
direncanakan 24 Agustus 1945 Indonesia dimerdekakan. Esok paginya, 8 Agustus 1945,
Sukarno, Hatta, dan Rajiman dipanggil Jenderal Terauchi (Penguasa Militer Jepang di
Kawasan Asia Tenggara) yang berkedudukan di Saigon, Vietnam (sekarang kota itu bernama
Ho Chi Minh). Ketiga tokoh tersebut diberi kewenangan oleh Terauchi untuk segera
membentuk suatu Panitia Persiapan Kemerdekaan bagi Indonesia sesuai dengan maklumat
Pemerintah Jepang 7 Agustus 1945 tadi. Sepulang dari Saigon, ketiga tokoh tadi membentuk
PPKI dengan total anggota 21 orang, yaitu: Soekarno, Moh. Hatta, Radjiman, Ki Bagus
Hadikusumo, Otto Iskandar Dinata, Purboyo, Suryohamijoyo, Sutarjo, Supomo, Abdul Kadir,
Yap Cwan Bing, Muh. Amir, Abdul Abbas, Ratulangi, Andi Pangerang, Latuharhary, I Gde
Puja, Hamidan, Panji Suroso, Wahid Hasyim, T. Moh. Hasan (Sartono Kartodirdjo, dkk.,
1975: 16--17).

3. PERIODE PENGESAHAN PANCASILA

Peristiwa penting lainnya terjadi pada 12 Agustus 1945, ketika itu Soekarno, Hatta, dan
Rajiman Wedyodiningrat dipanggil oleh penguasa militer Jepang di Asia Selatan ke Saigon
untuk membahas tentang hari kemerdekaan Indonesia sebagaimana yang pernah dijanjikan.
Namun, di luar dugaan ternyata pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu tanpa
syarat. Pada 15 Agustus 1945 Soekarno, Hatta, dan Rajiman kembali ke Indonesia.
Kedatangan mereka disambut oleh para pemuda yang mendesak agar kemerdekaan bangsa
Indonesia diproklamasikan secepatnya karena mereka tanggap terhadap perubahan situasi
politik dunia pada masa itu. Para pemuda sudah mengetahui bahwa Jepang menyerah kepada
sekutu sehingga Jepang tidak memiliki kekuasaan secara politis di wilayah pendudukan,
termasuk Indonesia. Perubahan situasi yang cepat itu menimbulkan kesalahpahaman antara
kelompok pemuda dengan Soekarno dan kawan-kawan sehingga terjadilah penculikan atas
diri Soekarno dan M. Hatta ke Rengas Dengklok (dalam istilah pemuda pada waktu itu
“mengamankan”), tindakan pemuda itu berdasarkan keputusan rapat yang diadakan pada
pukul 24.00 WIB menjelang 16 Agustus 1945 di Cikini no. 71 Jakarta (Kartodirdjo, dkk.,
1975: 26).

Indonesia sebagai bangsa yang merdeka memerlukan perangkat dan kelengkapan kehidupan
bernegara, seperti: Dasar Negara, Undang-undang Dasar, Pemimpin negara, dan perangkat
pendukung lainnya. Putusan-putusan penting yang dihasilkan mencakup hal-hal berikut. (1).
Mengesahkan Undang-undang Dasar Negara (UUD ‘45) yang terdiri atas Pembukaan dan
Batang Tubuh. Naskah Pembukaan berasal dari Piagam Jakarta dengan sejumlah perubahan.
Batang Tubuh juga berasal dari rancangan BPUPKI dengan sejumlah perubahan pula. (2).
Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama (Soekarno dan Hatta). (3). Membentuk
KNIP yang anggota intinya adalah mantan anggota PPKI ditambah tokoh-tokoh masyarakat
dari banyak golongan. Komite ini dilantik 29 Agustus 1945 dengan ketua Mr. Kasman
Singodimejo. Rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut. 1.
Ketuhanan Yang Maha Esa. 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab. 3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sejarah bangsa Indonesia juga mencatat
bahwa rumusan Pancasila yang disahkan PPKI ternyata berbeda dengan rumusan Pancasila
yang termaktub dalam Piagam Jakarta. Hal ini terjadi karena adanya tuntutan dari wakil yang
mengatasnamakan masyarakat Indonesia Bagian Timur yang menemui Bung Hatta yang
mempertanyakan 7 kata di belakang kata “Ketuhanan”, yaitu “ dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tuntutan ini ditanggapi secara arif
oleh para pendiri negara sehingga terjadi perubahan yang disepakati, yaitu dihapusnya 7 kata
yang dianggap menjadi hambatan di kemudian hari dan diganti dengan istilah “Yang Maha
Esa”.

KAJIAN PADA ERA PRA KEMERDEKAAN

I. Kelebihan:

1. Pada zaman prasejarah pun, masyarakatnya sudah mengenal nilai-nilai Pancasila dan sudah
diterapkan ke dalam kehidupan sehari-hari meskipun dalam bentuk yang sederhana
2. Pada zaman kerajaan-kerajaan, sudah muncul nilai-nilai luhur, seperti:

a. Kekeluargaan

b. Kebersamaan

c. Keadilan sangat ditegakkan

d. Persatuan diutamakan

e. Mempertahankan keamanan

f. Tidak membedakan kasta untuk mempin kerajaan. Pemilihan dilakukan melalui


musyawarah.

Dan nilai-nilai luhur ini sudah mengandung asas Pancasila.

3. Setelah merasakan bagaimana rasanya dijajah, munculah keinginan untuk merdeka. Akan
tetapi keinginan itu masih belum dapat terwujud sepenuhnya. Meski begitu, kemunculan
kesadaran anak bangsa ini menjadi pelopor atas gerakan Sumpah Pemuda dan pertama
kalinya mereka menyanyikan lagu Indonesia Raya, lagu yang nantinya akan menjadi lagu
kebangsaan Indonesia.

4. Sewaktu diajajah Jepang pun, tak henti-hentinya para tokoh bangsa memperjuangkan
untuk kemerdekaan Indonesia. Dan mereka merumuskan dasar Indonesia dari nilai-nilai yang
sudah ada bahkan sejak zaman dulu. Sehingga rasa nasionalisme bangsa sangat tinggi.

II. Kekurangan:

1. Pada zaman kerajaan-kerajaan, masih banyak timbul perang saudara yang menyimpang
dari nilai-nilai persatuan bangsa.

2. Mulai lunturnya nilai-nilai Pancasila yang luhur di antara masyarakat Indonesia, khususnya
nilai persatuan. Sehingga penjajah pun relative gampang untuk menjajah Indonesia.

3. Indonesia Negara yang sangat luas, sehingga masyarakatnya tidak saling mengenal. Dan
saat berjuang mengusir penjajah, mereka hanya berjuang untuk daerahnya. Bukan untuk
kemerdekaan Indonesia secara keseluruhan. Sehingga perjuangan mereka dapat ditumpas
penjajah.

ERA KEMERDEKAAN
Era kemerdekaan dimulai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945. Secara ilmiah proklamasi kemerdekaan dapat mengandung pengertian sebagai
berikut:

1. Dari sudut ilmu hukum proklamasi merupakan saat tidak berlakunya tertib hukum kolonial,
dan saat mulai berlakunya tertib hukum nasional.

2. Secara politis ideologi proklamasi mengandung arti bahwa bangsa Indonesia terbatas nasib
sendiri dalam suatu Negara proklamasi republik Indonesia.

Kemudian tanggal 18 Agustus pada rapat PPKI, ditetapkan UUD 1945 dan Presiden serta
Wakilnya. Sesudah itu dimulailah pergolakan politik dalam negeri seperti berikut ini:

1. Pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)

Sebagai hasil dari konferensi meja bundar (KMB) maka ditanda tangani suatu persetujuan
(mantel resolusi) Oleh Ratu Belanda Yuliana dan wakil pemerintah RI di Kota Den Hag pada
tanggal 27 Desember 1949, maka berlaku pulalah secara otomatis anak-anak persetujuan
hasil KMB lainnya dengan konstitusi RIS, antara lain :

a. Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalis) yaitu 16 Negara


pasal (1 dan 2)

b. Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintah berdasarkan asas demokrasi


liberal dimana mentri-mentri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan
pemerintah terhadap parlemen (pasal 118 ayat 2)

c. Mukadiamah RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa dan semangat maupun
isi pembukaan UUD 1945, proklamasi kemerdekaan sebagai naskah
Proklamasi yang terinci.

d. Sebelum persetujuan KMB, bangsa Indonesia telah memiliki kedaulatan, oleh


karena itu persetujuan 27 Desember 1949 tersebut bukannya penyerahan
kedaulatan melainkan “pemulihan kedaulatan” atau “pengakuan kedaulatan”

2. Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950


Berdirinya negara RIS dalam Sejarah ketatanegaraan Indonesia adalah sebagai suatu taktik
secara politis untuk tetap konsisten terhadap deklarasi Proklamasi yang terkandung dalam
pembukaan UUD 1945 taitu negara persatuan dan kesatuan sebagaimana termuat dalam
alinea IV, bahwa pemerintah negara…….” yang melindungi segenap bangsa Indoneia dan
seluruh tumpah darah negara Indonesia …..” yang berdasarkan kepada UUD 1945 dan
Pancasila. Maka terjadilah gerakan unitaristis secara spontan dan rakyat untuk membentuk
negara kesatuan yaitu menggabungkan diri dengan Negara Proklamasi RI yang berpusat di
Yogyakarta, walaupun pada saat itu Negara RI yang berpusat di Yogyakarta itu hanya
berstatus sebagai negara bagian RIS saja.

Pada suatu ketika negara bagian dalam RIS tinggalah 3 buah negara bagian saja yaitu

1. Negara Bagian RI Proklamasi

2. Negara Indonesia Timur (NIT)

3. Negara Sumatera Timur (NST)

Akhirnya berdasarkan persetujuan RIS dengan negara RI tanggal 19 Mei 1950, maka seluruh
negara bersatu dalam negara kesatuan, dengan Konstitusi Sementara yang berlaku sejak 17
Agustus 1950.

Walaupun UUDS 1950 telah merupakan tonggak untuk menuju cita-cita Proklamasi,
Pancasila dan UUD 1945, namun kenyataannya masih berorientasi kepada Pemerintah yang
berasas Demokrasi Liberal sehingga isi maupun jiwanya merupakan penyimpangan terhadap
Pancasila. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :

a. Sistem multi partai dan kabinet Parlementer berakibat silih bergantinya kabinet yang rata-
rata hanya berumur 6 atau 8 tahun. Hal ini berakibat tidak mempunyai Pemerintah yang
menyusun program serta tidak mampu menyalurkan dinamika Masyarakat ke arah
pembangunan, bahkan menimbulkan pertentangan – pertentangan, gangguan – gangguan
keamanan serta penyelewengan – penyelewengan dalam masyarakat.

b. Secara Ideologis Mukadimah Konstitusi Sementara 1950, tidak berhasil mendekati


perumusan otentik Pembukaan UUD 1945, yang dikenal sebagai Declaration of
Independence bangsa Indonesia. Demikian pula perumusan Pancasila dasar negara juga
terjadi penyimpangan. Namun bagaimanapun juga RIS yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 dari negara Republik Indonesia Serikat.

Pada akhir era ini, terjadi pergolakan politik yang tidak berujung. Hal inilah yang mendorong
Presiden Soekarno megeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959.

Kajian Kesimpulan Pada Era Kemerdekaan

I. Kelebihan:

1. Rakyat Indonesia sudah mengetahui nilai-nilai luhur Pancasila dan berusaha untuk
menerapkannya ke dalam kehidupan sehari-hari.

2. Setelah merdeka, bangsa Indonesia membnuat berbagai penyesuaian yang cocok dan padu
dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

II. Kekurangan:

1. Belum stabilnya keadaan di Indonesia. Baik itu dari segi politik, social,
ekonomi.

2. Terjadinya penggantian dasar Negara sebanyak 2 kali. Padahal seharusnya


Pancasila tidak tergantikan.

ERA ORDE LAMA

Era orde lama ditandai dengan dikeluarkannya dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959.

Pada masa itu berlaku demokrasi terpimpin. Setelah menetapkan berlakunya kembali UUD
1945, Presiden Soekarno meletakkan dasar kepemimpinannya. Yang dinamakan demokrasi
terimpin yaitu demokrasi khas Indonesia yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan. Demokrasi terpimpin dalam prakteknya tidak sesuai dengan
makna yang terkandung didalamnya dan bahkan terkenal menyimpang. Dimana demokrasi
dipimpin oleh kepentingan-kepentingan tertetnu.
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintah sering terjadi
penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang bertentangan dengan pancasila
dan UUD 1945. Artinya pelaksanaan UUD1945 pada masa itu belum dilaksanakan
sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada
kekuasaan seorang presiden dan lemahnya control yang seharusnya dilakukan DPR terhadap
kebijakan-kebijakan.

Selain itu, muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga
situasi politik, keamanaan dan kehidupan ekonomi makin memburuk puncak dari situasi
tersebut adalah munculnya pemberontakan G30S/PKI yang sangat membahayakan
keselamatan bangsa dan Negara.

Mengingat keadaan makin membahayakan Ir. Soekarno selaku presiden RI memberikan


perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1969 (Supersemar) untuk
mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanaan, ketertiban dan
ketenangan serta kesetabilan jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap
sebagai awal masa Orde Baru.

Kajian Kesimpulan Pada Era Orde Lama

I. Kelebihan

Munculnya aksi-aksi positif dari masyarakat sebagai bentuk demokrasi.

b. Kekurangan

1. Munculnya komunisme dan liberalisme.

2. Meletusnya pemberontakkan G 30 S/PKI.

3. Sering jatuhnya kabinet.

4. Penyimpangan terhadap UUD dan Pancasila yang ironisnya dilakukan oleh Presiden
Indonesia sendiri.

ERA ORDE BARU


Era Orde Baru dalam sejarah republik ini merupakan masa pemerintahan yang terlama, dan
bisa juga dikatakan sebagai masa pemerintahan yang paling stabil. Stabil dalam artian tidak
banyak gejolak yang mengemuka, layaknya keadaan dewasa ini. Stabilitas yang diiringi
dengan maraknya pembangunan di segala bidang. Era pembangunan, era penuh kestabilan,
menimbulkan romantisme dari banyak kalangan.

Di era Orde Baru, yakni stabilitas dan pembangunan, serta merta tidak lepas dari keberadaan
Pancasila. Pancasila menjadi alat bagi pemerintah untuk semakin menancapkan kekuasaan di
Indonesia. Pancasila begitu diagung-agungkan; Pancasila begitu gencar ditanamkan nilai dan
hakikatnya kepada rakyat; dan rakyat tidak memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang
mengganjal.

Menurut Hendro Muhaimin bahwa Pemerintah di era Orde Baru sendiri terkesan
“menunggangi” Pancasila, karena dianggap menggunakan dasar negara sebagai alat politik
untuk memperoleh kekuasaan. Disamping hal tersebut, penanaman nilai-nilai Pancasila di era
Orde Baru juga dibarengi dengan praktik dalam kehidupan sosial rakyat Indonesia.
Kepedulian antarwarga sangat kental, toleransi di kalangan masyarakat cukup baik, dan
budaya gotong-royong sangat dijunjung tinggi. Selain penanaman nilai-nilai tersebut dapat
dilihat dari penggunaan Pancasila sebagai asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi, yang
menyatakan bahwa semua organisasi, apapun bentuknya, baik itu organisasi masyarakat,
komunitas, perkumpulan, dan sebagainya haruslah mengunakan Pancasila sebagai asas
utamanya.

Di era Orde Baru, terdapat kebijakan Pemerintah terkait penanaman nilai-nilai Pancasila,
yaitu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Materi penataran P4 bukan
hanya Pancasila, terdapat juga materi lain seperti UUD 1945, Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN), Wawasan Nusantara, dan materi lain yang berkaitan dengan kebangsaan,
nasionalisme dan patriotisme. Kebijakan tersebut disosialisaikan pada seluruh komponen
bangsa sampai level bawah termasuk penataran P4 untuk siswa baru Sekolah Dasar (SD)
sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), yang lalu dilanjutkan di perguruan tinggi
hingga di wilayah kerja. Pelaksanaannya dilakukan secara menyeluruh melalui Badan
Penyelenggara Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) dengan
metode indoktrinasi.
Visi Orde Baru pada saat itu adalah untuk mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat,
bangsa, dan negara yang melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen.

Sejalan dengan semakin dominannya kekuatan negara, nasib Pancasila dan UUD 1945
menjadi semacam senjata bagi pemerintahan Orde Baru dalam hal mengontrol perilaku
masyarakat. Seakan-akan ukurannya hanya satu: sesuatu dianggap benar kalau hal tersebut
sesuai dengan keinginan penguasa, sebaliknya dianggap salah kalau bertentangan dengan
kehendaknya. Sikap politik masyarakat yang kritis dan berbeda pendapat dengan negara
dalam prakteknya malah dengan mudahnya dikriminalisasi.

Penanaman nilai-nilai Pancasila pada saat itu dilakukan tanpa sejalan dengan fakta yang
terjadi di masyarakat, berdasarkan perbuatan pemerintah. Akibatnya, bukan nilai-nilai
Pancasila yang meresap ke dalam kehidupan masyarakat, tetapi kemunafikan yang tumbuh
subur dalam masyarakat. Sebab setiap ungkapan para pemimpin mengenai nilai-nilai
kehidupan tidak disertai dengan keteladanan serta tindakan yang nyata, sehingga banyak
masyarakat pun tidak menerima adanya penataran yang tidak dibarengi dengan perbuatan
pemerintah yang benar-benar pro-rakyat.

Pada era Orde Baru sebagai era “dimanis-maniskannya” Pancasila. Secara pribadi, Soeharto
sendiri seringkali menyatakan pendapatnya mengenai keberadaan Pancasila, yang
kesemuanya memberikan penilaian setinggi-tingginya terhadap Pancasila. Ketika Soeharto
memberikan pidato dalam Peringatan Hari Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1967. Soeharto
mendeklarasikan Pancasila sebagai suatu force yang dikemas dalam berbagai frase bernada
angkuh, elegan, begitu superior. Dalam pidato tersebut, Soeharto menyatakan Pancasila
sebagai “tuntunan hidup”, menjadi “sumber tertib sosial” dan “sumber tertib seluruh
perikehidupan”, serta merupakan “sumber tertib negara” dan “sumber tertib hukum”. Kepada
pemuda Indonesia dalam Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober 1974, Soeharto menyatakan,
“Pancasila janganlah hendaknya hanya dimiliki, akan tetapi harus dipahami dan dihayati!”
Dapat dikatakan tidak ada yang lebih kuat maknanya selain Pancasila di Indonesia, pada saat
itu, dan dalam era Orde Baru.

Meskipun dianggap Panccasila hal yang paling luhur dan diagung-agungkan, pada tahun-
tahun akhir pemerintahan Presiden Soeharto malah banyak timbul KKN dan meningkatnyta
inflasi. Hutang Indonesia semakin banyak dan ekonomi pun terpuruk. Puncaknya yaitu Mei
1998 yang akhirnya menyebabkan Presiden Soeharto mengundurkan diri dan digantikan oleh
wakilnya B.J. Habibie

Kajian Kesimpulan Pada Era Orde Baru

I. Kelebihan

1. Pancasila betul-betul dilaksanakan secara nyata

2. Pada awal-awal, ekonomi Indonesia sangat kuat.

3. Membangun irigasi

4. Membentuk badan PPL

II. Kekurangan

1. Pancasila hanya dijadikan kedok untuk “pembenaran” pembangunan yang dilakukan

2. Adanya politisasi Pancasila

3. Semaraknya KKN

4. Tidak mampu menguasai pimpinan Negara

5. Terbatasnya kebebasan berpendapat (pers)

ERA REFORMASI

Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar negara
dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia
memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama
terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.

Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi kerangka berpikir atau
pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar negara ia sebagai landasan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai negara hukum, setiap perbuatan baik dari warga
masyarakat maupun dari pejabat-pejabat harus berdasarkan hukum, baik yang tertulis
maupun yang tidak tertulis. Dalam kaitannya dalam pengembangan hukum, Pancasila harus
menjadi landasannya. Artinya hukum yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh
bertentangan dengan sila-sila Pancasila. Substansi produk hukumnya tidak bertentangan
dengan sila-sila pancasila.

Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial politik mengandung arti bahwa
nilai-nilai Pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia merdeka di implementasikan sebagai
berikut :

• Penerapan dan pelaksanaan keadilaan sosial mencakup keadilan politik, agama, dan
ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.

• Mementingkan kepentingan rakyat / demokrasi dalam pengambilan keputusan.

• Melaksanakan keadilaan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep


mempertahankan kesatuan.

• Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan


yang adil dan beradab.

• Nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan toleransi bersumber pada nilai ke Tuhanan Yang Maha
Esa.

Pancasila sebagai paradigma nasional bidang ekonomi mengandung pengertian bagaimana


suatu falsafah itu diimplementasikan secara riil dan sistematis dalam kehidupan nyata.

Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang kebudayaan mengandung


pengertian bahwa Pancasila adalah etos budaya persatuan, dimana pembangunan kebudayaan
sebagai sarana pengikat persatuan dalam masyarakat majemuk. Oleh karena itu smeboyan
Bhinneka Tunggal Ika dan pelaksanaan UUD 1945 yang menyangkut pembangunan
kebudayaan bangsa hendaknya menjadi prioritas, karena kebudayaan nasional sangat
diperlukan sebagai landasan media sosial yang memperkuat persatuan. Dalam hal ini bahasa
Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan.

Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Bidang Hankam, maka paradigma baru
TNI terus diaktualisasikan untuk menegaskan, bahwa TNI telah meninggalkan peran sosial
politiknya atau mengakhiri dwifungsinya dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari
sistem nasional.

Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, dengan memasuki kawasan filsafat ilmu
(philosophy of science) ilmu pengetahuan yang diletakkan diatas pancasila sebagai
paradigmanya perlu difahami dasar dan arah penerapannya, yaitu pada aspek ontologis,
epistomologis, dan aksiologis. Ontologis, yaitu bahwa hakikat ilmu pengetahuan aktivitas
manusia yang tidak mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menemukan
kebenaran dan kenyataan. Ilmu pengetahuan harus dipandang secara utuh, dalam dimensinya
sebagai proses menggambarkan suatu aktivitas warga masyarakat ilmiah yang melalui
abstraksi, spekulasi, imajinasi, refleksi, observasi, eksperimentasi, komparasi dan eksplorasi
mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan. Sebagai produk, adanya hasil yang
diperoleh melalui proses, yang berwujud karya-karya ilmiah beserta aplikasinya yang
berwujud fisik ataupun non fisik. Epistimologi, yaitu bahwa Pancasila dengan nilai-nilai yang
terkandung didalamnya dijadikan metode berpikir, dalam arti dijadikan dasar dan arah
didalam pengembangan ilmu pengetahuan yang parameter kebenaran serta kemanfaatan
hasil-hasil yang dicapainya adalah nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila itu sendiri.
Aksilogis, yaitu bahwa dengan menggunakan epistemologi tersebut diatas, pemanfaatan dan
efek pengembangan ilmu pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan Pancasila
dan secara positif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal Pancasila.

Dunia masa kini sedang dihadapi kepada gelombang perubahan secara cepat, mendasar,
spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang melanda seluruh penjuru dunia,
khususnya di abad XXI sekarang ini, bersamaan arus reformasi yang sedang dilakukan oleh
bangsa Indonesia. Reformasi telah merombak semua segi kehidupan secara mendasar, maka
semakin terasa orgensinya untuk menjadi Pancasila sebagai dasar negara dalam kerangka
mempertahankan jatidiri bangsa dan persatuan dan kesatuan nasional, lebih-lebih kehidupan
perpolitikan nasional yang tidak menentu di era reformasi ini. Berdasarkan hal tersebut diatas
perlunya reposisi Pancasila yaitu reposisi Pancasila sebagai dasar negara yang mengandung
makna Pancasila harus diletakkan dalam keutuhannya dengan Pembukaan UUD 1945,
dieksplorasikan pada dimensi-dimensi yang melekat padanya.

Realitasnya bahwa nilai-nilai yang terkandung didalamnya dikonkritisasikan sebagai ceminan


kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, suatu rangkaian nilai-nilai
yang bersifat “sein im sollen dan sollen im sein”.

Idealitasnya bahwa idealisme yang terkandung didalamnya bukanlah sekedar utopi tanpa
makna, melainkan diobyektifitasikan sebagai akta kerja untuk membangkitkan gairah dan
optimisme para warga masyarakat guna melihat hari depan secara prospektif.
Fleksibilitasnya dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan
dalam kebekuan dogmatis dan normatif, melainkan terbuka bagi tafsi-tafsir baru untuk
memenuhi kebutuhan zaman yang terus menerus berkembang, dengan demikian tanpa
kehilangan nilai hakikinya Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai
penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara.

Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan menuntun
masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat
terkesan masa bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan dan elan
vitalnya. Sebab utamannya karena rejim Orde Lama dan Orde Baru menempatkan Pancasila
sebagai alat kekuasaan yang otoriter.

Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari berdirinya bangsa ini, yang
diperlukan dalam konteks era reformasi adalah pendekatan-pendekatan yang lebih
konseptual, komprehensif, konsisten, integratif, sederhana dan relevan dengan perubahan-
perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

Kajian Kesimpulan Pada Era Reformasi

I. Kelebihan

1. Munculnya kebebasan pers

2. Kembalinya jati diri bangsa Indonesia

II. Kekurangan

1. Masih banyak system yang berantakan

2. Kurangnya penanaman nilai-nilai Pancasila.

3. Menjamurnya globalisasi

4. Kurangnya kepedulian akan Indonesia ini

Anda mungkin juga menyukai