Anda di halaman 1dari 10

SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA

MAKALAH

Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas

PBAK (Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan)

Fasilitator: Mohammad Sholahuddin

oleh:

Tsania Alfiaturrohmah

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

JURUSAN TARBIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NAWAWI

PURWOREJO

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada umumnya di dunia ini terdapat berbagai macam dasar negara
yang menyokong negara itu sendiri agar tetap berdiri kokoh, teguh, serta agar
tidak terombang ambing oleh persoalan yang muncul pada masa kini. Sejarah
Indonesia menunjukan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia,
yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta
membimbingnya dalam mengejar kehidupan yang layak dan lebih baik, untuk
mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Pancasila menjadi
sumber cahaya bagi seluruh bangsa Indonesia dalam membangun peradaban
bangsanya di masa-masa selanjutnya.
Dalam membangun bangsa, Pancasila merupakan sumber energi
sebagai kekuatan dan sekaligus sebagai pedoman dalam memperjuangkan
kemerdekaan, menjadi alat pemersatu membangun kerukunan berbangsa, dan
sebagai pandangan hidup sehari-hari bagi bangsa Indonesia. Mempelajari
sejarah sangatlah penting, karena dengan mempelajari sejarah manusia
memperoleh banyak informasi dan manfaat sehingga menjadi lebih arif dan
bijaksana dalam menentukan sebuah kebijakan. Sedangkan pendidikan sendiri
merupakan sebuah proses yang sangat vital dalam kelangsungan hidup
manusia.1Dengan mempelajari sejarah pancasila, rakyat dapat mengambil
hikmah dan pelajaran untuk membangun pendidikan Indonesia menjadi lebih
baik lagi.
B. Rumusan Masalah

Bagaimana Sejarah Lahirnya Pancasila di Indonesia?

1
Muhammad Tang, Kajian Religius-Historis Pendidikan Islam di Indonesia dalam El-banat:
Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam, Vol. 8, Nomor 1. hlm. 53.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Lahirnya Pancasila2


Mempelajari pancasila tanpa terlebih dahulu belajar dan memahami
sejarah lahirnya adalah hal yang konyol. Yudi Latif, dalam bukunya yang
berjudul “Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas
Pancasila” (2012) membagi proses kelahiran pancasila menjadi 3 (tiga) fase,
yaitu: fase “pembuahan”, fase perumusan dan fase pengesahan. Berikut akan
dipaparkan ketiga fase konseptualisasi pancasila tersebut.3
1. Fase “Pembuahan”
Dalam pandang Yudi Latif (2012:5), fase “pembuahan”
Pancasila setidaknya dimulai pada tahun 1920-an dalam bentuk
rintisan-rintisan gagasan untuk mencari sintesis antar ideology dan
gerakan, seiring dengan ‘penemuan’ Indonesia sebagai kode
kebangsaan bersama. Sintesis antar ideology dan gerakan ini di
antaranya dilakukan oleh Ir. Soekarno yang menulis esai di majalah
Indonesia Moeda berjudul “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme”
yang mengidealkan sistesis dari ideologi-ideologi besar tersebut demi
lahirnya senyawa antar ideology dalam kerangka kontruksi
kebangsaan dan kemerdekaan Indonesia.
2. Fase Perumusan
Perumusan pancasila sebagai dasar negara dimulai pada
persidangan I BPUPKI/Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan ( 29 Mei-1 Juni 1945). BPUPKI lahir 29 April 1945
Pernyataan PM Jepang Kunaiki Kaiso, yang akan memberikan
2
Ahmad Asroni dan Alif Lukmanul Hakim, Pendidikan Pancasila, ( Yogyakarta: UII Press
Yogyakarta, 2021), hlm. 11-16.
3
Ida Bagus Brata dan Ida Bagus Nyoman Wartha “Lahirnya Pancasila Sebagai Pemersatu
Bangsa Indonesia” dalam Jurnal Santiaji Pendidikan, Vol. 7, Nomor 1, 2017. hlm. 126.

2
kemerdekaan Indonesia’di kemudian hari’ meskipun tidak dijelaskan
waktu spesifiknya.4 Menyikapi janji Jepang itu, ada dua pola sikap di
kalangan para pejuang tanah air. Ada yang percaya akan janji Jepang
tersebut, namun sebagian lagi meragukan akan kesungguhan janji itu.
Bagi yang setuju tentu dengan segala upaya tetap komit membantu
Jepang dalam peperangan melawan sekutu. Sementara yang
meragukan, mereka beranggapan bahwa janji kemerdekaan itu tidak
lebih hanya sebuah taktik Jepang untuk tetap meraih simpati dan
dukungan maksimal dari rakyat Indonesia dalam menghadapi pihak
sekutu.5
Sebagai tindaklanjut atas janji itu, terutama bagi mereka yang
meragukan janji itu, kembali Jepang menegaskan bahwa seandainya
janji itu direalisasikan apakah bangsa Indonesia sudah siap menjadi
negara merdeka, merumuskan persyaratan yang dipenuhi bagi suatu
negara merdeka, misalnya apakah sudah siap dengan dasar negara.
Untuk menegaskan dan sekaligus sebagi bukti komitmen Jepang akan
janji itu maka tanggal 1 Maret 1945 Jepang mengemukakan akan
membentuk “Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia” (BPUPKI). Badan ini baru terbentuk tanggal 29 April 1945
dan dilantik tanggal 28 Mei 1945 kemudian mulai bekerja tanggal 29
Mei 1945. Badan ini beranggotakan 60 0rang dengan ketua Dr.
Radjiman Widiodiningrat.6
Dengan dibentuknya BPUPKI, bangsa Indonesia dapat secara
legal mempersiapkan diri menjadi negara merdeka, merumuskan
persyaratan yang harus dipenuhi bagi sebuah negara merdeka. Hal
yang pertama kali dibahas dalam sidang BPUPKI adalah permasalahan

4
Ahmad Asroni dan Alif Lukmanul Hakim, Pendidikan Pancasila..., hlm. 12.
5
Ida Bagus Brata dan Ida Bagus Nyoman Wartha “Lahirnya Pancasila Sebagai..., hlm. 126.
6
Ibid., hlm. 127.

3
“Dasar Negara”. Sidang BPUPKI dibagi menjadi dua bagian,
yaitu:sidang pertama berlangsung tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945,
hasil sidang pertama ini akan dibahas dalam sidang kedua yang akan
dilaksanakan pada tanggal 14 sampai 16 Juli 1945. Sidang BPUPKI
pertama berlangsung selama empat hari, secara berturut-turut tiga
tokoh yang tampil berpidato menyampaikan gagasan/usulan sebagai
calon dasar negara.7
Setiap pembahasan mengenai dasar filsafat negara, sidang
BPUPKI suasana senantiasa tegang dan sangat serius. Hal ini,
dikarenakan masalah ini dipandang sebagai masalah yang sangat
mendasar. Tokoh yang mengajukan pertanyaan tentang dasar negara
adalah Dr. Radjiman Widyadiningrat tersebut ditanggapi oleh KI
Bagus Hadikusuma, seorang tokoh Muhamadiyyah, yang
mengusulkan Islam sebagai dasar negara. Sementara dari kubu
nasionalis diwakili Soekarno dan Muhammad Yamin yang
mengajukan “Prinsip Lima Dasar” yang kemudian hari dikenal dengan
Pancasila (Hatta, 1978: 432). Usulan 5 Prinsip dasar itu diungkapakan
Soekarno pada pidatonya tanggal 1 Juni 1945. Pidato Bung Karno
tersebut kemudian dijadikan hari lahirnya Pancasila dengan sila 1:
Kebangsaan Indonesia, Sila ke-2: Internasionalismel/perikemanusiaan,
Sila ke-3: Mufakat/demokrasi, Sila Ke-4: Kesejahterahan Sosial, Sila
Ke-5: Ketuhanan Yang Berkebudayaan. Tiap-tiap sila pancasila
merupakan satu kesatuan yang utuh. Soekarno tidak memandang
prinsipil susunan urutan sila-sila Pancasila tersebut. Usulan Soekarno
dan juga Mohammad Yamin tersebut kurang lebih antitesis terhadap
usulan Ki Bagus Hadikusuma.8

7
Ibid., hlm. 127.
8

4
Lahirnya dua usulan yang berbeda itu membuat perdebatan
pertama antara tokoh-tokoh yang mendukung pancasila disatu sisi dan
tokoh-tokoh yang mendukung penerapan Islam di sisi lain dimulai
(Maarif, 1988:27). Setelah mengalami perdebatan selama kurang lebih
21 hari, akhirnya pada tanggal 22 Juni 1945 suatu kompromi dapat
diwujudkan antara dua pola pemikiran yang berbeda itu. Kompromi
inilah yang di kenal dengan Piagam Jakarta. Dalam Piagam Jakarta ini
Pancasila diterima sebagai dasar negara. Sila Ketuhanan ditempatkan
sebagai sila pertama dan di beri 7 kata pengiring” Dengan kewajiban
menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Perumusan serta sistematika Pancasila yang tertuang dalam
Piagam Jakarta dapat diterima oleh BPUPKI dalam sidang 14 – 16 Juli
1945. Pancasila sebagai dasar negara belum final, karena BPUPKI
belum merupakan perwakilan yang representatif. Oleh karena
BPUPKI adalah sebuah badan hasil bentukan Jepang, sehingga
dipandang belum mencerminkan perwakilan orang Indonesia. Untuk
memenuhi kepentingan itu, maka harus segera dibentuk suatu
panitia untuk mempersiapkan segala sesuatunya untuk kemerdekaan
Indonesia.9
3. Fase Pengesahan
Menjelang kemerdekaan, tepatnya 7 Agustus 1945, BPUPKI
dibubarkan diganti menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia), dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Cosokai.
Berbeda dengan BPUPKI yang khusus pulau Jawa, BPUPKI
merupakan perwakilan daerah seluruh kepulauan Indonesia. Perubahan
ini, menyebabkan banyak anggota BPUPKI yang tidak muncul lagi,
termasuk beberapa orang anggota panitia sembilan. Persentase
golongan islam pun merosot tajam. Fakta tersebut menunjukkan
9
Ibid., hlm. 127.

5
betapa kecilnya jumlah wakil Islam yang duduk dalam BPUPKI itu.
Tampaknya pada waktu itu, wakil-wakil golongan Islam terlalu rendah
hati untuk tidak berebut menguasai PPKI, hingga jelas wakil
nasionalis menjadi dominan.
Kompromi politik dalam bentuk piagam Jakarta hanya mampu
bertahan selama 57 hari saja. Demi alasan persatuan dan kesatuan
bangsa, pada 18 Agustus 1945, anak kalimat pengiring pembukaan
Undang-Undang 1945. Hal ini terkait dengan keberatan dari Indonesia
Timur yang menganggap pencantuman anak kalimat tersebut sebagai
bentuk diskriminasi. Selain piagam Jakarta, segala rumusan yang
secara eksplisit memuat Islam yang terdapat pada pembukaan dan
padang tubuh UUD 1945 disepakati untuk dihapus (sidang PPKI
tanggal 18 Agustus 1945). Alasannya untuk menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa.
Masalah krusial lain yang menyebabkan ketegangan antara kubu
Islam dengan kubu nasional diparlemen mengemuka adalah usulan
dari kubu islam yang menghendaki presiden Indonesia harus beragama
islam dan harus orang indonesia asli. Hal ini terjadi saat sidang panitia
perancang UUD 1945 pada 11, 15, dan 16 Juli 1945. Usulan presiden
harus seorang muslim dan orang indonesia asli dikemukakan oleh
wahid hasyim. Wahid hasyim beralasan bahwa hubungan antara
pemerintah dan masyarakat, bagi umat ilsam sangat penting. Apabila
presidennya seorang muslim, maka pemerintahannya dapat dibenarkan
dalam islam dan hal ini akan berdampak sangat besar. Selain itu,
wahid hasyim mengumpulkan revisi draf UUD, pasal 29 yang
berbunyi “agama resmi negara adalah islam dengan jaminan
kebebasan bagi setiap warga negara memeluk agama apapun dan
menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya.” Usulan wahid hasyim
ini sebagaimana dapat diduga sebelumnya dimentahkan oleh kubu

6
nasionalis. Soekarno mengatakan, jika usulan tersebut diterima maka
akan mengorbankan kaum nasionalis sekuler dan non muslim.
Akhirnya, sidang PPKI pada 18 Agustus 1945 memutuskan
untuk menetapkan UUD serta memilih presiden dan wakil presiden.
UUD yang ditetapkan adalah UUD 1945. Kemudian jabatan presiden
dan wakil presiden yang dipilih adalah Soekarno dan Mohammad
Hatta. Kedua figur ini adalah ketua dan wakil ketua PPKI. Dalam
proses menetapkan UUD, terjadilah peristiwa pencoretan terhadap
anak kalimat pengiring sila ketuhanan, baik dalam pembukaan UUD
maupun dalam pasal 29 ayat 1 diganti dengan kata “Yang Maha Esa.”
Begitu juga dengan istilah islam yang semula dicantumkan dalam
pasal UUD juga dihapuskan. Selain itu, pasal 6 ayat 1 UUD 1945 yang
berbunyi “presiden adalah orang indonesia asli dan beragama islam”
diganti bahkan, usulan pendirian kantor agama juga ditolak oleh
sebagian besar anggota PPKI.
Menyikapi dihapuskannya piagam jakarta dan seluruh rumusan
yang secara eksplisit memuat islam, para tokoh islam dapat
menerimanya. Teuku hasan dan kasman dimodimetjo menyambutnya
secara positif. Sedangkan tokoh islam lainnya si Bagoes
Hadikoesoemo yang awalnya keberatan, namun setelah dibujuk
dengan berbagai argumen persuasi yang diajukan, akhirnya bersedia
menerima usul perubahan tersebut. Demikian pula dengan kiai H.
Wahid Hasyim.

BAB III

7
PENUTUP
Kesimpulan
Sejarah Indonesia menunjukan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat
Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta
membimbingnya dalam mengejar kehidupan yang layak dan lebih baik, untuk
mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Kemudian, mempelajari
pancasila tanpa terlebih dahulu belajar dan memahami sejarah lahirnya adalah hal
yang konyol. Yudi Latif, dalam bukunya yang berjudul “Negara Paripurna:
Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila” (2012) membagi proses kelahiran
pancasila menjadi 3 (tiga) fase, yaitu: fase pembuahan, fase ini menjelaskan bahwa
kata pancasila sudah ada pada zaman kerajaan kemuadian mengalami perkembangan
yang dikembangkan oleh Ir. Soekarno; fase yang kedua yaitu fase perumusan, yaitu
fase dimana pancasila mulai dirumuskan oleh para perumus dasar negara dan fase
yang terakhir yaitu fase pengesahan, yaitu fase yang mengesahkan pancasila sebagai
dasar negara dengan mengalami beberapa proses terlebih dahulu.

DAFTAR PUSTAKA

8
Asroni, Ahmad dan Alif Lukmanul Hakim. 2021. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta:

UII Press Yogyakarta

Brata, Ida Bagus dan Ida Bagus Nyoman Wartha “Lahirnya Pancasila Sebagai

Pemersatu Bangsa Indonesia” dalam Jurnal Santiaji Pendidikan, Vol. 7,

Nomor 1, 2017

Tang, Muhammad. Kajian Religius-Historis Pendidikan Islam di Indonesia dalam El-

banat: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam, Vol. 8, Nomor 1

Anda mungkin juga menyukai