Sebagai dasar negara, ketangguhan Pancasila di era reformasi saat ini kembali diuji.
Matahari terbit 67 tahun yang lalu pada bulan Juni 1945, menyambut lahirnya konsep yang
sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila. Pancasila memang karunia
Tuhan Yang Maha Esa, dan kemudian menjadi bintang cahaya bagi masa depan seluruh rakyat
Indonesia, tidak hanya sebagai pedoman kemerdekaan, tetapi juga alat pemersatu dalam
kehidupan berbangsa yang harmonis, dan kehidupan sehari-hari bagi orang-orang Indonesia. Dan
telah dinyatakan dengan jelas sebagai dasar dan falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pancasila mengandung toleransi, siapa yang menantang Pancasila berarti menentang toleransi.
Kedua, Pancasila merupakan forum yang cukup fleksibel, yang dapat memuat gagasan-
gagasan positif yang dianut oleh bangsa Indonesia. Dan ideologi positif lainnya memiliki
keleluasaan yang cukup untuk mengembangkan diri.
Ketiga, karena sila Pancasila terdiri dari nilai dan norma positif yang sesuai dengan
kehidupan bangsa Indonesia, serta nilai dan norma yang bertentangan, maka Pancasila pasti akan
menolak, seperti atheisme dan berbagai bentuk kepercayaan non-agama. Otoritarianisme juga
ditolak karena bangsa Indonesia manusiawi dan berusaha menjadi manusia yang bermoral.
Alasan keempat adalah karena orang Indonesia sejati sangat menyukai Pancasila dan
percaya bahwa Pancasila itu nyata dan tidak bertentangan dengan keyakinan dan agamanya.
Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara
Indonesia.
B. Rumusan masalah
1. Makna Pancasila
2. Pengertian Pancasila sebagai Falsafah Negara
C. Tujuan
1. Memahami pancasila iu sendiri
2. Memahami Pancasila Sebagai Falasafah Negara
BAB II
PEMBAHASAN
Pancasila Secara Etimologis Secara etimologi (bahasa), Pancasila berasal dari bahasa
Sansekerta, yaitu “panca” berarti lima dan “sila (syila)” berarti batu sendi atau dasar. Kata
“sila” berasal dari kata “susila,” yaitu tingkah laku yang baik. Jadi, Pancasila adalah lima
batu sendi atau lima tingkah laku yang baik.1
Menurut Mr. Mohammad Yamin (1903-1962)2, istilah Pancasila dalam bahasa
Sansekerta, mamiliki dua macam arti, yaitu:
1. Pancasila yang berarti berbatu sendi yang lima (consisting of 5 roels)
2. Pancasila dengan huruf Dewanagari, dengan huruf “i” panjang bermakna lima peraturan
tingkah laku yang penting.
Lebih lanjut, menurutnya, perkataan Pancasila telah menjadi istilah hukum, yang dipakai
oleh Bung Karno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 tentang sila yang lima.
Dari berbagai penjelasan mengenai Pancasila dapat disimpulkan bahwa secara etimologis
Pancasila mengandung arti lima dasar peraturan, dimana peraturan tersebut menjadi suatu
acuan pokok bagi kehidupan, suatu acuan pokok bagi penilaian terhadap sikap maupun
tingkah laku seseorang.
Pancasila secara terminologis yaitu sebagaimana yang terdapat dalam Pembukaan UUD
1945 yang terdiri atas empat alinea yang di dalamnya tercantum rumusan Pancasila yang
terdiri dari Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat/ kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.3
Rumusan tersebut dihasilkan pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
1
Sunaryo Wreksosoehardjo, Merevitalisasi Pendidikan Pancasila sebagai Pemandu Reformasi, (Surabaya: IAIN
Sunan Ampel Press, 2011), hal. 136.
2
Prof. Mr. Mohammad Yamin, SH lahir di Sawahlunto, Sumatera Barat, 24 Agustus 1903 dan meninggal di
Jakarta, 17 Oktober 1962 (usia 59 tahun). Ia adalah sastrawan, budayawan, sejarawan, politikus, ahli hukum, salah
satu perintis puisi modern Indonesia, pelopor Sumpah Pemuda dan “Pencipta imaji keindonesiaan,” yang
mempengaruhi sejarah persatuan Indonesia.
3
Ngudi Astuti, Pancasila dan Piagam Madinah, hal. 34-5.
(PPKI) tanggal 18 Agustus 1945 yang berhasil mengesahkan Undang-undang Dasar Negara
Indonesia 1945 (UUD 1945). Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945 inilah yang secara konstisional sah dan benar sebagai dasar negara Republik
Indonesia.
Secara etimologis istilah ”filsafat“ merupakan padanan dari kata falsafah (Arab) dan
philosophy (Inggris) berasal dari bahasa Yunani “Philosophia” yang berakar dari kata
“philos” atau “philein” yang berarti mencintai, sahabat, kekasih. Dan Sophia berarti
kebijaksanaan, kearifan, hikmat. Jadi Philosophia berarti mencintai kebijaksanan, mencintai
kearifan, atau mencintai hikmat.
Pengetahuan mengenai kebijaksanaan memberikan kebenaran kepada orang yang
mencintai kebijaksanaan, karena itu yang mencarinya adalah orang yang mencintai
kebenaran. Mencintai kebenaran sendiri adalah karakteristik dari setiap filosof dari dahulu
sampai sekarang. Di dalam mencari kebijaksanaan itu, filosof mempergunakan cara dengan
berpikir sedalam-dalamnya atau kata lainnya yaitu merenung. Hasil filsafat disebut filsafat
atau falsafah. Filsafat sebagai hasil berpikir sedalam-dalamnya diharapkan suatu yang paling
bijaksana atau setidak-tidaknya mendekati kesempurnaan.
1. Pancasila sebagai Dasar falsafah Negara dalam pidato yang disampaikan tanggal 1
juni 1945 oleh Ir. Soekarno
Dalam penyampaian pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 untuk pertama kalinya beliau
mengusulkan Falsafah Negara dengan perumusan dan tata urutannya sebagai berikut:
1) Kebangsaan Indonesia
2) Internasionalisme atau peri kemanusiaan
3) Mufakat atau demokrasi
4) Kesejahteraan sosial
5) Ketuhanan
2. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah dalam Naskah Politik yang Bersejarah (Piagam
Jakarta)
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) istilah
Jepangnya Dokuritsu Junbi Cosakai, telah membentuk beberapa panitia kerja yaitu:
1) Panitia perumus terdiri dari 9 orang tokoh, pada tanggal 22 Juni 1945, telah berhasil
menyusun sebuah naskah politik yang sangat bersejarah dengan nama piagam Jakarta,
kemudian tanggal 18 Agustus 1945, naskah itulah yang ditetapkan sebagai naskah
rancangan pembukaan UUD 1945.
2) Panitia perancang Undang- Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno yang
kemudian membentuk panitia kecil perancang UUD yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr.
Soepomo. Panitia ini berhasil menyusun suatu rancangan UUD-RI.
3) Panitia Ekonomi dan Keuangan yang diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta
4) Panitia Pembela Tanah Air (PETA) yang diketuai oleh Abikusno Tjokrosujoso.
4. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara dalam Mukaddimah Konstitusi RIS 1949
Bertempat di kota Den Haag (Netherland atau Belanda) mulai tanggal 23 Agustus sampai
dengan tanggal 2 September 1949 diadakan Kinferensi Meja Bundar (KMB). Adapun
delegasi dari Indonesia dipimpin oleh Drs. Mohammad Hatta, delegasi dari Bijeenkomstvoor
Faderale Overleg (BFO) dipimpin oleh Sutan Hamid Alkadrie dan delegasi Belanda dipimpin
oleh Van Marseveen.
Sebagai tujuan diadakannya KMB itu adalah untuk menyelesaikan perseengketaan antara
Indonesia dengan Belanda secepatnya dengan cara yang adil dan pengakuan akan kedaulatan
yang penuh, nyata, dan tanpa syarat kepada RIS (Republik Indonesia Serikat)
Salah satu hasil keputusan pokok dan penting dari KMB yaitu bahwa pihak Kerajaan
Belanda mengakui kedaulatan Indonesiasepenuhnya tanpa syarat dan tidak dapat dicabut
kembali oleh Kerajaan Belanda dengan waktu selambat-lambatnya tanggal 30 Desember
1949. Demikianlah di Amsterdam Belanda tepatnya pada tanggal 27 Desember 1949, Ratu
Yuliana menandatangani Piagam pengakuan Kedaulatan Negara RIS.
Pada waktu yang sama dengan KMB dikota Den Haag, di kota Scheveningen
(Netherland) disusun pula Konstitusi RIS yang mulai berlaku pada tanggal 27 Desember
1949. Walaupun bentuk Negara Indonesia telah berubah dari Negara kesatuan RI menjadi
Negara berserikat RIS dan konstitusi RIS telah disusun di negeri Belanda jauh dari tanah air
kita, namun demikian pancasila tetap tercantum sebagai dasar falsafah Negara didalam
mukaddimah pada alinea IV Konstitusi RIS 1949, dengan perumusan dan tata urutan sebagai
berikut :
1) Ketuhanan Yang Maha Esa.
2) Prikemanusiaan.
3) Kebangsaan.
4) Kerakyatan.
5) Keadilan Sosial.
5. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara dalam Mukaddimah UUD Sementara RI
(UUDS-RI 1950)
Sejak Proklamasi kemerdekaannya, bangsa Indonesia mengehendaki bentuk Negara
kesatuan (unitarisme) oleh karena bentuk Negara Serikat tidaklah sesuai dengan cita-cita
kebangsaan dan jiwa Proklamasi.
Demikianlah semangat kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia tetap membara, sebagai
hasil gemblengan para pemimpin Indonesia sejak lahirnya Budi Oetomo pada tanggal 20 Mei
1908, kemudian dikristalisasikan dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Satu Nusa, Satu
Bangsa dan Satu Bahasa. Oleh karena itu, pengakuan kedaulatan negara RIS menimbulkan
pergolakan-pergolakan di negara-negara bagian RIS untuk bersatu dalam bentuk negara
kesatuan RI sesuai dengan Proklamasi Kemerdekaan RI.
Sesuai Konstitusi, negara federal RIS terdiri atas 16 negara bagian. Akibat pergolakan
yang semakin gencar menuntut bergabung kembali pada negara kesatuan Indonesia, maka
sampai pada tanggal 5 April 1950 negara federasi RIS, tinggal 3 (tiga) negara lagi yaitu : RI
Yogyakarta. Negara Sumatera Timur (NST). Negara Indonesia Timur (NIT).
Negara federasi RIS tidak sampai setahun usianya, oleh karena terhitung mulai tanggal
17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyampaikan Naskah Piagam, pernyataan
terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berarti pembubaran Negara Federal
RIS (Republik Indonesia Serikat).
Pada saat itu pula panitia yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo mengubah konstitusi
RIS 1949 (196 Pasal) menjadi UUD RIS 1950 (147 Pasal). Perubahan bentuk negara dan
konstitusi RIS tidak mempengaruhi dasar falsafah Pancasila, sehingga tetap tercantum dalam
Mukadimah UUDS-RI 1950, alinea IV dengan perumusan dan tata urutan yang sama dalam
Mukadimah Konstitusi RIS yaitu :
1) Ketuhanan Yang Maha Esa.
2) Prikemanusiaan.
3) Kebangsaan.
4) Kerakyatan.
5) Keadilan Sosial.
6. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara dalam Pembukaan UUD 1945 Setelah Dekrit
Presiden 5 Juli 1959
Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Umum
untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante yang akan menyusun UUD baru. Pada
akhir tahun 1955 diadakan pemilihan umum pertama di Indonesia dan Konstituante yang
dibentuk mulai bersidang pada tanggal 10 November 1956.
Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan selanjutnya. Konstituante gagal membentuk suatu
UUD yang baru sebagai pengganti UUDS 1950. Dengan kegagalan konstituante tersebut, maka
pada tanggal 5 Juli 1950 Presiden RI mengeluarkan sebuah Dekrit yang pada pokoknya berisi
pernyatan :
a) Pembubaran Konstuante.
b) Berlakunya kembali UUD 1945.
c) Tidak berlakunya lagi UUDS 1950.
d) Akan dibentuknya dalam waktu singkat MPRS dan DPAS.
Dengan berlakunya kembali UUD 1945, secara yuridis, Pancasila tetap menjadi dasar
falsafah negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV dengan perumusan dan
tata urutan seperti berikut :
1) Ketuhanan Yang Maha Esa.
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3) Persatuan Indonesia.
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Nopirin. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta: Pancoran
Tujuh.
Notonagoro. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta: Pancoran
Tujuh.
Rohani, Edi. 2019. Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Aktualisasi Nilai-
nila Pancasila dan Kewarganegaraan dalam Perspektif Santri Pengertian Filsafat.
Wonosobo: Gema Media.
Saputra, Lukman Surya, dkk. 2017. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.