Anda di halaman 1dari 15

BARU

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II


TOPIK

: GLASS IONOMER CEMENT (GIC)

KELOMPOK

: A12

HARI PRAKTIKUM

: Senin

TANGGAL PRAKTIKUM

: 5 September 2016

PEMBIMBING

: Priyawan Rachmadi,drg.,PhD.

Penyusun :

No

Nama

NIM

.
1.

Lintang Maudina S

021511133052

2.

Nancy Cynthia S.

021511133053

3.

I Ketut Brahma Pande M.C

021511133054

4.

Widya Rizky R.

021511133055

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016

1.

TUJUAN
a. Mahasiswa mampu memanipulasi GIC untuk material restorasi menggunakan alat
dengan benar.
b. Mahasiswa mampu membedakan setting time GIC berdasarkan variasi rasio atau
perbandingan bubuk/cairan dengan benar.
2. ALAT DAN BAHAN

2.1 Material Praktikum


a.

Bubuk dan Cairan GIC merek GC Gold Label (exp.2016-09)

b.

Papper pad

c.

Vaseline atau parafin

Gambar 1. Bubuk dan Cairan GIC merek GC Gold Label,


papper pad dan vaseline

2.2 Alat Praktikum


a.

Pengaduk plastik

b.

Glass lab

c.

Cetakan

e
Teflon

ukuran

diameter
5 mm, tebal 2 mm
d.

Plastic filling instrument

e.

Sonde

f.

Pisau malam

g.

Sendok takar GIC merek

GC Gold Label

b
f

c
d
g

Gambar 2 : a. pengaduk plastik; b.glass lab; c.cetakan


teflon; d. plastic filling instrument; e.sonde ; f. Pisau
malam; g. Sendok takar GIC merek GC Gold Label.

h.

Stopwatch

3. CARA KERJA
a. Material dan alat yang akan digunakan disiapkan terlebih dahulu
b. Cetakan teflon dioles vaseline lalu diletakkan diatas glass lab
c. Botol bubuk GIC dikocok terlebih dahulu, kemudian bubuk diambil menggunakan
sendok takar GIC merek GC Gold Label sebanyak 1 sendok dengan cara
memiringkan posisi botol bubuk.

Gambar 3. Bubuk diambil menggunakan sendok takar GIC merek GC Gold


Label dengan cara memiringkan posisi botol bubuk

d. Kemudian

bubuk

yang

diletakkan di atas papper

telah

diambil

pad, botol bubuk

ditutup.
e. Bubuk dibagi menjadi dua bagian yang sama rata di atas papper pad.

Gambar 4. Bubuk dibagi menjadi dua bagian di atas papper pad

f. Cairan GIC merek GC Gold Label diteteskan sebanyak 1 tetes di atas papper pad
berdekatan dengan bubuk dengan cara: botol dipegang secara vertikal 1 cm di
atas papper pad kemudian ditekan sedikit (jika perlu) hingga cairan menetes.

Gambar 5. Cara meneteskan cairan GIC

g. Stopwatch diposisikan pada 00.00


h. Bubuk bagian pertama dicampur ke cairan dan diaduk dengan pengaduk plastik
selama 10 detik diatas papper pad dengan cara : pengaduk plastik diposisikan
horizontal atau sejajar dengan papper pad kemudian bubuk digeser ke cairan lalu
dicampur dan diaduk dengan ditekan dan dilipat hingga bubuk dan cairan GIC
homogen.

Gambar 6. Pengadukan bubuk dan cairan GIC

i. Kemudian ditambahkan bubuk bagian kedua menggunakan pengaduk plastik, lalu


diaduk selama 25-30 detik (maksimal total waktu 60 detik) hingga homogen.
j. Hasil pengadukan GIC yang telah homogen dimasukkan ke salam cetakan teflon
menggunakan plastic filling instrument sambil cetakan teflon ditahan di atas
glass lab agar tidak bergerak atau goyang, kemudian permukaan diratakan,
sedang stopwatch masih tetap hidup.
k. Setelah adonan GIC pada permukaan teflon rata, pengukuran setting time dimulai
dengan cara : sisa adonan pada plastic filling instrumet ditusuk dengan sonde,
apabila sudah mulai mengeras adonan pada teflon ditusuk dengan interval waktu
5 detik untuk setiap kali tusukan, adonan ditusuk sonde dengan area yang
berbeda (memutar).
3

Gambar 7. Adonan ditusuk sonde

l. Setting time dinyatakan selesai apabila pada permukaan sampel tidak ada bekas
tusukan sonde.
m. Waktu pengerasan GIC dicatat.
n. GIC yang mengeras dilepas dari cetakan teflon.
o. Kemudian percobaan dilakukan dengan mengganti rasio bubuk dan cairan. Yaitu
sendok bubuk : 1 tetes cairan dan 1 sendok bubuk : 1 tetes cairan, dan 1 sendok
bubuk : 1 tetes cairan sekali l lagi.

4. HASIL PRAKTIKUM
Pada percobaan dilakukan empat kali percobaan pengadukan glass ionomer cement
(GIC) ke dalam cetakan teflon dengan besar rasio powder:liquid yaitu
a. Percobaan 1

: sendok bubuk

: 1 tetes cairan

b. Percobaan 2

: 1 sendok bubuk

: 1 tetes cairan

c. Percobaan 3

: 1 sendok bubuk

: 1 tetes cairan

d. Percobaan 4

1
:1 4

sendok bubuk : 1 tetes cairan

Tabel 1. Hasil Pengamatan praktikum Glass Ionomer Cement (GIC)

Percobaan

Rasio powder : liquid

Percobaan 1

1 sendok bubuk : 1 tetes cairan

Percobaan 2

3
4 sendok bubuk : 1 tetes cairan

Percobaan 3

1
1 4

sendok bubuk : 1 tetes

Konsistensi
adonan

Setting time

Normal

6 menit 20 detik

Encer

6 menit 20 detik

Kental

3 menit 50 detik

Normal

4 menit 35 detik

cairan
Percobaan 4

1 sendok bubuk : 1 tetes cairan

Hasil praktikum yang didapat menunjukkan bahwa terdapat perbedaan waktu


setting time pada variasi rasio bubuk : cairan yang dilakukan.

Gambar 8. Hasil Praktikum GIC

5. ANALISIS PRAKTIKUM
GIC yang digunakan pada praktikum ini adalah GIC Tipe II yang digunakan
untuk bahan restorasi. Pada percobaan pertama yang dilakukan dengan rasio powder
dan liquid yang rendah (encer) yaitu dengan jumlah powder sebanyak 1 sendok
bubuk dan 1 tetes cairan, setting time yang didapat adalah 6 menit 20 detik. Pada
percobaan kedua dilakukan lagi dengan rasio powder dan liquid yang normal, yaitu
sendok bubuk dan 1 tetes cairan, setting time GIC adalah 6 menit 20 detik. Pada
percobaan ketiga dilakukan dengan rasio powder dan liquid yang tinggi (kental),
yaitu dengan banyak powder 1 scoop powder dan 1 tetes liquid, dan setting time
yang didapat adalah 3 menit 50 detik. Sedangkan pada percobaan keempat, dengan
rasio 1 sendok bubuk dan 1 tetes cairan (normal) didapat setting time yang berbeda
dengan percobaan kedua yaitu 4 menit 35 detik.

Hasil praktikum menunjukkan bahwa semakin sedikit bubuk yang ditambahkan


maka setting time akan semakin lama yaitu menjadi 6 menit 20 detik, sedangkan
apabila bubuk ditambahkan semakin banyak maka setting time menjadi lebih pendek
yaitu menjadi 3 menit 50 detik.
Reaksi setting glass ionomer cement melibatkan pembentukan garam melalui
reaksi gugus asam dengan kation yang dilepaskan dari permukaan kaca. Pada saat
pencampuran antara bubuk dengan cairan, asam dari cairan perlahan-lahan
mendegradasi lapisan luar partikel glass dari bubuk dengan melepaskan ion Ca2+ dan
Al3+. Selama tahap awal setting, ion Ca2+ dilepaskan lebih cepat sehingga dapat
bereaksi dengan polyacid untuk membentuk produk reaksi. Sementara itu, ion Al 3+
dirilis lebih lambat dan baru terlibat dalam pada tahap setting berikutnya, yang
dimana sering disebut sebagai tahap reaksi sekunder atau tahap kedua (Mc cabe,
2008,

hal. 247).

Pada praktikum kali ini pencampuran liquid dan powder diatas paper pad. Glass
slab tidak digunakan sebagai tempat mixing dikarenakan glass ionomer dapat
melekat erat pada permukaan kaca sehingga akan sulit untuk diambil dan dibersihkan
apabila telah setting. Papper pad cukup baik menjadi pilihan untuk melakukan
pencampuran. Glass slab yang dingin dan kering dapat digunakan untuk
memperlambat reaksi dan memperpanjang working time. Slab tidak boleh digunakan
jika suhunya dibawah dew point. Bubuk dan cairan tidak boleh dikeluarkan ke slab
sebelum prosedur pencampuran dimulai. Kontak yang terlalu lama dengan atmosfer
dapat mengubah rasio asam/air pada cairan (Anusavice, 2013,hal.323).
Selain menggunakan paper pad pencampuran juga dilakukan dengan
menggunakan spatula yang dimana terbuat dari plastik, tidak menggunakan
pengaduk yang terbuat dari logam karena partikel dalam glass ionomer dapat
bereaksi dengan pengaduk yang terbuat dari logam, pada akhirnya dapat
mengakibatkan terjadinya metal abbrassion. Asam tartaric memainkan peran penting
dalam mengontrol karaterisktik setting material glass ionomer. Zat ini membantu
mendobrak lapisan permukaan partikel-partikel silica glass, sehingga dengan cepat
ion-ion aluminium dapat dilepas. Ketika konsentrasi aluminium telah mencapai level
tertentu, reaksi setting tahap kedua berjalan dengan cepat (McCabe, 2008, hal.248).

Dari seluruh hasil percobaan diatas, hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan
teori yang ada yang semestinya rasio bubuk dan cairan mempengaruhi setting time
dari semen glass ionomer, semakin kental rasio bubuk dan cairan maka setting time
semakin cepat dari control rasio normal. Begitu juga sebaliknya, semakin encer rasio
bubuk dan cairan maka setting time semen glass ionomer pun semakin lama dari
patokan rasio normal. Oleh karena itu, adapun faktor yang mempengaruhi hasil
setting time yang tidak sesuai dengan teori yaitu
a. Operator yang berbeda ketika mengaduk dapat mempengaruhi setting
time yang didapat
b. Pada saat mengaduk bubuk dan cairan tidak dengan dilakukan dengan
gerakan melipat dan juga saat mengaduk daerah adukannya terlalu luas
sehingga tidak tercampur secara rata dan homogen.
c. Ketika mengukur setting time GIC, kekuatan dan tekanan yang ditusuk
menggunakan sonde pada permukaan GIC tidak konstan.

6. PEMBAHASAN
6.1 Glass Ionomer Cement
Glass Ionomer Cement (GIC) merupakan nama umum untuk semen yang
didasarkan pada reaksi asam basa antara bubuk fluoroaluminosilicate glass dan
larutan polyacrilic acid (Anusavice, 2013, hal. 320). Bahan glass ionomer
restoratif telah tersedia sejak tahun 1970-an dan berasal dari semen silikat dan
polikarboksilat semen (McCabe, 2008, hal.247). Semen tersebut berkembang
sekitar tahun 1970 untuk memperbaiki performa klinis semen silikat dan
menurunkan risiko kerusakan pulpa (Anusavice, 2013, hal.320). Glass Ionomer
Cement merupakan bahan restorasi yang banyak digunakan oleh dokter gigi dan
terus dikembangkan.
GIC diklasifikasikan menjadi beberapa tipe secara kimiawi. Perbedaan
tersebut berdasarkan rasio bubuk dan cairan, serta ukuran partikel. Berdasarkan
penggunaannya, GIC dibagi menjadi:
a. Tipe I, digunakan sebagai bahan perekat (luting)
b. Tipe II, digunakan sebagai bahan restorasi
c. Tipe III, digunakan sebagai basis atau pelapis (lining/base)
(Manappallil, 2010, hal. 67)

6.2 Komposisi
Semen glass ionomer ini terdiri dari 2 komponen yaitu berupa bubuk dan
cairan. Bubuk semen glass ionomer adalah calcium fluoroaluminosilicate glass
dengan formula SiO2-Al2O2-CaF2-Na3AlF6-AlPO4,

Komposisi bubuk GIC

bervariasi sesuai dengan pabrik yang memproduksinya, akan tetapi bubuk GIC
selalu tersusun atas silika, kalsium, alumina, dan fluoride (Anusavice, 2013,
hal.320). Rasio aluminium dan silika merupakan bahan penting yang mengatur
kereaktifan bubuk dengan asam polyacrylic. Pada bubuk juga ditambahkan
lanthanum, strontium, barium, atau zinc oxide untuk memberikan radiopacity.
Komponen flouride berfungsi sebagai ceramic flux (Manappallil, 2010,
hal.68). Komposisi bubuk semen GIC dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Komposisi bubuk GIC (Anusavice, 2013, hal. 321)

Sedangkan, cairan GIC tersusun atas kopolimer dari itaconic, maleic atau
asam trikarboksil. Akan tetapi pada periode sebelumnya, 50% dari cairan GIC
tersusun atas larutan aqueous dari asam polyacrylic, namun komponen tersebut
memiliki jangka waktu pemakaian yang pendek dan kental.(Manappallil, 2010,
hal. 68).

Tabel 3. Komposisi Cairan GIC (Manappallil, 2010, hal. 68)

6.3 Manipulasi
Pencampuran GIC antara bubuk dan cairan dapat dilakukan dengan cara dengan
dua cara:
1.

Pencampuran manual
a. Proporsi dan pencampuran

Rasio powder dan liquid yang direkomendasikan dari pabrik


sebaiknya diikuti, rasio p/l yang rendah mengurangi mechanical
properties pada semen dan dapat meningkatkan kesempatan untuk semen
menjadi sedikit rapuh.
Variasi perbandingan rasio p/l tergantung dari type GIC dan dari
pabrik yang membuat. Kelembapan pada GIC ditandai dengan
keseimbangan asam, banyak dari pabrik menyediakan sendok plastik
yang gunanya untuk mengukur bubuk.
b. Penggunaan spatula

Spatula yang digunakan adalah spatula yang terbuat dari plastik


(Manappallil, 2010, hal.71) karena partikel dalam glass ionomer dapat
bereaksi dengan pengaduk yang terbuat dari logam, pada akhirnya dapat
mengakibatkan terjadinya metal abbrassion. Operator mengambil bubuk
dengan posisi botol bubuk agak dimiringkan. Pengadukan dilakukan
pada paper pad yang kering dan tidak menyerap cairan. Bubuk dapat
dibagi 2 atau lebih dan di campurkan dengan cairan, semakin cepat
pembagian dan pengabungan akan meningkatkan kekakuan pada semen.
Material sebaiknya jangan sampai meluber ke daerah lain (Manapallil,
2010, hal.71- 72).

Cara pengadukan yang benar dan tepat yaitu dengan memutar


spatula yang bertujuan agar bubuk dapat menyerap air dengan baik dan
dapat menghilangkkan udara yang terjebak pada adonan (McCabe, 2008,
hal. 247) Kemudian dilakukan gerakan melipat - lipat agar adonan
menjadi homogen dan tidak ada bagian yang menggumpal, sehingga
mendapatkan hasil yang baik pada saat diaplikasikan (Manapallil, 2010,
hal. 69). Pencampuran yang baik harus memiliki permukaan yang
mengkilap. Untuk indikasi adanya residu polyacid (yang tidak digunakan
dalam setting reaction) dan memastikan properties berikatan dengan gigi.
Pencampuran dengan permukaan yang kasar, akan memperpanjang
waktu untuk berikatan dan akan mengurangi sifat adhesive antara semen
dan gigi (Manapallil, 2010, hal. 72).
2. Pencampuran mekanik
Bentukan GIC berupa kapsul berisi powder dan liquid dengan proporsi
yang pas dengan tirturasi amalgam. Kapsul yang digunakan memiliki curat
dan dapat diinjeksikan secara langsung pada mahkota atau kavitas.
Keuntungan:
a. Lebih dapat terkontrol dalam proporsi rasio powder dan liquid
b. Tidak memakan waktu banyak dalam proses mixing
c. Dapat tepat diaplikasikan langsung

Kerugian:
a. Kuantitas semen langsung ditentukan oleh pabrik
b. Warnanya tidak dapat tercampur merata (Manapallil, 2010, hal. 72-

73)
6.4 Reaksi setting
Saat manipulasi, terjadi reaksi asam basa antar komponen yang menyebabkan
GIC dapat mengeras. Proses setting ini dibagi menjadi tiga tahapan yang
berkesinambungan yaitu:
1. Dissolution
Ketika cairan dicampur dengan bubuk, asam akan masuk ke dalam larutan
dan bereaksi dengan lapisan luar bubuk GIC. Lapisan tersebut kemudian

10

menghilang ke dalam ion alumunium, kalsium, natrium, dan fluor sehingga


hanya akan tersisa silica gel. Ion hidrogen yang dilepaskan oleh gugus
karboksil pada rantai polyacid akan menggantikan ion-ion yang hilang.
2. Gelation
Tahap gelasi merupakan tahap initial setting, tahap ini terjadi karena adanya
pergerakan cepat dari ion kalsium yang memiliki valensi 2 dan berjumlah
lebih banyak, sehingga lebih mudah bereaksi dengan gugus karboksil dari
asam dari pada ion aluminium yang bervalensi 3.
3. Hardening
Setelah fase gelation, terdapat fase hardening yang dapat bertahan selama
tujuh hari. Ion alumunium merupakan unsur yang berperan dalam memberi
kekuatan akhir GIC dan pembentukan cross link. Unsur ini membutuhkan
waktu 30 menit untuk selesai berikatan dengan asam.

Gambar 5. Struktur kimia (a) asam polyacrilic acid dan (b) cross-linking ion

Ca dan ion Al (McCabe, 2008, hal.247)


Dalam reaksi setting, semen glass ionomer melibatkan pembentukan garam
melalui reaksi kelompok asam dengan kation yang dilepaskan dari permukaan
kaca. Sifat cross-linked garam polyalkenoate diilustrasikan pada Gambar 5.(b)
Tahapan tersebut dapat terjadi karena adanya perbedaan laju pelepasan ion dari
bubuk GIC dan laju pembentukan matriks garam. Pada pencampuran bubuk dan
cairan atau bubuk dan air asam perlahan akan memperendah lapisan partikel luar
kaca karena melepaskan ion Ca2+ dan Al3+. Selama tahap awal setting Ca2+ akan

11

direaksi lebih cepat karena bertanggungjawab dalam reaksi dengan polyacid


untuk membentuk reaksi yang mirip dengan Gambar 5. Hal ini terjadi karena ion
Ca tidak terikat kuat pada struktur bubuk GIC. Sedangkan Al3+ akan direaksi
lebih lambat karena lebih sulit untuk memecah dan akhirnya kedua ion tersebut
bereaksi dengan tahap berikutnya yang akan membentuk matriks garam yang
sering disebut dengan reaksi setting tahap sekunder. (McCabe,2008, hal. 247).
Ion natrium dan fluor tidak berperan dalam proses setting, akan tetapi kedua ion
tersebut tergabung dan kemudian dilepaskan sebagai natrium fluoride.

6.5 Hubungan teori dengan hasil


Semen dengan konsistensi encer lebih mudah diaduk dan memiliki setting
time lebih panjang dibandingkan dengan semen berkonsistensi normal dan
kental. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Manappallil (2010, hal 69) yang
menyatakan bahwa campuran GIC dengan rasio bubuk terhadap cairan yang
tinggi dapat mempercepat proses setting, sedangkan rasio bubuk terhadap cairan
yang kecil akan menimbulkan efek berkebalikan dan kemudian secara negatif
mempengaruhi sifat mekanis semen.
Perbedaan rasio bubuk dan cairan dapat mempengaruhi setting time, karena
pada campuran dengan jumlah bubuk lebih banyak, bubuk akan segera berikatan
dengan rantai asam polyacrylic sehingga lebih cepat terbentuk cross link dengan
ion Ca dan Al. Dengan demikian adonan akan lebih cepat mengeras
(Manappallil, 2010, hal.69). Sedangkan pada campuran GIC dengan jumlah
bubuk yang lebih sedikit, setting time berjalan lebih lama sebab masih terdapat
asam dari cairan yang belum berikatan dengan alumunium dan kalsium sehingga
pembentukan rantai cross link juga berlangsung lebih lama.
Pada rasio normal, ketika bubuk dan cairan semen glass ionomer
dicampurkan, bubuk akan menghasilkan ion kalsium (Ca2+) dan ion aluminium
(Al3+). Kemudian terjadi cross-link antara kation dengan polyacid sehingga
membentuk polyalkenoate yang dapat membuat permukaan menjadi keras
(setting).
Pada rasio encer, setting time berlangsung lebih lama karena memiliki rasio
bubuk/cairan rendah sehingga bubuk akan menghasilkan Ca2+ dan Al3+ dengan
jumlah yang sedikit. Cross-link yang terjadi antara kation dengan polyacid
12

membentuk polyalkenoate yang akan berlangsung lama karena terdapat sisa


asam yang menunggu kation dari bubuk terurai untuk melakukan cross-link
sehingga waktu pengerasan berjalan lambat..
Pada rasio kental, rasio bubuk/cairan yang tinggi akan mengakibatkan
setting time lebih cepat karena bubuk semen glass ionomer akan menghasilkan
Ca2+ dan Al3+ lebih banyak dibandingkan cairan asam. Cross-link yang terjadi
antara kation dengan polyacid membentuk polyalkenoate tidak perlu menunggu
terurainya kation sehingga proses pengerasan berlangsung cepat.
Hasil percobaan pada rasio yang sama ternyata memiliki setting time yang
berbeda. Hal ini dikarenakan oleh mahasiswa yang berbeda setiap percobaannya
mulai dari penakaran rasio p/l semen, pencampuran, pengadukan, bahkan cara
menggores menggunakan sonde untuk mengecek kekerasan semen yang
dihasilkan.

7. KESIMPULAN
Pada praktikum Glass Ionomer Cement (GIC) dapat disimpulkan bahwa
mahasiswa mampu memanipulasi GIC untuk material restorasi menggunakan alat
dengan benar dan mahasiswa juga mampu membedakan setting time GIC
berdasarkan variasi rasio bubuk / cairan dengan benar.

8. DAFTAR PUSTAKA
Anusavice, K.J., Shen, C.H., Rawls, R. 2013. Phillips Science of Dental Materials.
12th ed. St. Louis: Saunders Elsevier Ltd.
Manappallil, J. J. 2010. Basic Dental Materials. 3rd ed. New Delhi, India: Jaypee
Brothers, Medical Publisher.
Mc Cabe, J.F., Walls, A.W.G. 2008. Applied Dental Materials. 9th ed. UK:
Blackwell.

13

14

Anda mungkin juga menyukai