Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu masalah pokok yang banyak dibicarakan oleh Al-Quran adalah masalah
masyarakat. Walaupun Al-Quran bukan kitab ilmiah, namun di dalamnya banyak sekali
dibicarakan tentang masyarakat. Ini disebabkan karena fungsi utamanya adalah mendorong
lahirnya perubahan-perubahan positif dalam masyarakat, atau istilah Al-Quran adalah
litukhrija al-nas min al-dzulumati ila al-nur. Q.S. Ibrahim/ 14:1 (mengeluarkan alasan yang
sama dapat dipahami ketika kitab suci ini memperkenalkan sekian banyak hokum-hukum
yang berkaitan dengan tegak runtuhnya suatu masyarakat. Bahkan tidak berlebihan jika AlQuran dikatakan merupakan buku pertama yang memperkenalkan hokum-hukum
kemasyarakatn. Hanya saja, ketika berbicara tentang masyarakat yang baik yang dicitacitakan Al-Quran maksudnya adalah suatu komunitas masyarakat muslim yang memenuhi
syarat-syarat sebagaimana dijelaskan Al-Quran yaitu untuk menjadi sebuah masyarakat
ideal.
Istilah masyarakat ideal, lebih dikenal dengan sebutan masyarakat madani, yakni
model masyarakat kota yang dibangun oleh Nabi Muhammad selepas hijrah ke Madinah.
Dunia mengakuinya sebagai model masyarakat yang paling maju pada saat itu. Pola
masyarakat madani oleh orang barat disepadankandengan civil society yang dipandang
modern bagi mereka. Karakteristik masyarakat madani dulu (zaman Nabi Muhammad SAW)
dengan masyarakat Indonesia kini memiliki kesamaan dalam berbagai segi, terutama dari
asasnya, keragaman agama, suku, dan budayanya. Oleh karena itu pola pembangunan
masyarakat madani Indonesia di masa depan bisa bahkan sebaiknya menuju pada model
masyarakat yang dibangun oleh Rasulullah SAW.
Supaya tercipta pemahaman yang menyeluruh tentang masyarakat madani, penulis
ingin membahas konsep masyarakat madani yang lebih kompleks mencakup pengertian,
karakteristik, dan perwujudan masyarakat madani serta posisi dan peran umat islam
Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, makalah ini secara khusus akan membahas permasalahan:
1.

Apa pengertian masyarkat madani ?


1

2.

Bagaimana karakteristik masyarakat madani ?

3.

Bagaimana upaya yang dilakukan untuk mewujudkan masyarakat madani?

4.

Apa peran umat islam Indonesia dalam mewujudkan masyarakat madani ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian masyarkat madani.
2. Untuk mengetahui karakteristik masyarakat madani.
3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan untuk mewujudkan masyarakat madani.
4. Untuk mengetahui peran umat islam Indonesia dalam mewujudkan masyarakat madani.

1.4 Manfaat
1. Manfaat bagi penulis
a. Mendapatkan ilmu pengetahuan baru.
b. Dapat mengkaji materi mata kuliah pendidikan agama islam.
c. Mendapat kesempatan untuk tampil dalam mempertahankan pendapat atau gagasan.
2. Manfaat bagi mahasiswa dan masyarakat
a. Dapat lebih memahami konsep masyarakat madani.
b. Dapat menerapkan konsep masyarakat madani dalam kehidupan sehari-hari.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu dalam
2

sejarah filsafat, sejak filsafat Yunani sampai masa filsafat islam juga dikenal istilah madinah
atau polis, yang berarti kota, yaitu masyarakat yang maju, berperadaban dan lebih
mementingkan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. Kata madani merupakan
penyifatan terhadap kota madinah, yaitu sifat yang ditunjukkan oleh kondisi dan sistem
kehidupan yang berlaku di kota madinah. Kondisi dan sistem kehidupan out menjadi populer
dan dianggap ideal untuk menggambarkan masyarakat yang islami, sekalipun penduduknya
terdiri dari berbagai macam keyakinan. Mereka hidup rukun, saling membantu, taat hukum
dan menunjukkan kepercayaan penuh terhadap pimpinan. Al-Quran menjadi konstitusi
untuk menyelesaikan berbagai persoalan hidup yang terjadi di antara penduduk Madinah
(Suryana, 1996: 79).
Konsep masyarakat madani merupakan penerjemahan atau pengislaman konsep
civil society. Orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini adalah Anwar Ibrahim
dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaan civil society sebagai
masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk masyarakat Madinah yang dibangun
Nabi

Muhammad.

Masyarakat

Madinah

dianggap

sebagai

legitimasi

historis

ketidakbersalahan pembentukan civil society dalam masyarakat muslim modern. Makna


Civil Society Masyarakat sipil adalah terjemahan dari civil society. Konsep civil society
lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang
pertama kali menggunakan kata societies civilis dalam filsafat politiknya. Konsep civil
society pertama kali dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah civil society
berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang ini
mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan otoritarian
kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja (Diamond, 2003: 278).
Perbedaan lain antara civil society dan masyarakat madani adalah civil society
merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans;
gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civil society mempunyai
moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani
lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Maarif mendefinisikan
masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas
landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah (Maarif,
2004: 84).
3

Ada dua masyarakat dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai masyarakat madani,
yaitu (Sutianto, 2004: 119):
1. Masyarakat negeri Saba, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman AS. Keadaan
masyarakat Saba yang dikisahkan dalam al-Quran itu mendiami negeri yang baik, subur,
dan nyaman. Di tempat itu terdapat kebun dengan tanaman yang subur, tesedia rizki yang
melimpah, terpenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Oleh karena itu, Allah memerintahkan
masyarakat Saba untuk bersyukur kepada Allah yang telah menyediakan kebutuhan
hidup mereka. Tapi sayangnya, setelah beberapa waktu berlalu, penduduk negeri ini
kemudian ingkar (kafir) dan maksiat kepada Allah, sehingga mereka mengalami
kebinasaan. ( Qs. Saba:16).
Tetapi mereka berpaling, Maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan
Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang
berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr
2. Masyarakat kota Yastrib setelah terjadi traktat, perjanjjian Madinah antara Rasullullah
SAW beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan
beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj. Madinah adalah nama kota di negara Arab
Saudi, sebagai nama baru kota Yastrib, tempat yang didiami oleh Rasulullah SAW sampai
akhir hayat beliau sesudah hijrah. Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur
masyarakat untuk saling menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial,
menjadikan Al-Quran sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah SAW sebagai
pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-keputusannya, dan memberikan
kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran
agama yang dianutnya.
2.2 Karakteristik Masyarakat Madani
Ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
1. Menjunjung tinggi nilai, norma, dan hukum yang ditopang oleh iman dan teknologi.
2. Mempunyai peradaban yang tinggi ( beradab ).
3. Mengedepankan kesederajatan dan transparasi ( keterbukaan ).

4. Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh
terhadap setiap kegiatan publik, mereka berhak melakukan kegiatan secara merdeka
dalam

menyampaikan

pendapat,

berserikat,

berkumpul,

serta

mempublikasikan

informasikan kepada publik.


5. Demokratisasi, yaitu proses

untuk

menerapkan

prinsip-prinsip demokrasi

sehingga

muwujudkan masyarakat yang demokratis. Untuk menumbuhkan demokratisasi


dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan, dan
kemandirian serta kemampuan untuk berperilaku demokratis kepada orang lain dan
menerima perlakuan demokratis dari orang lain. Demokratisasi dapat terwujud melalui
penegakkan pilar-pilar demokrasi yang meliputi:
a. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
b. Pers yang bebas
c. Supremasi hokum
d. Perguruan Tinggi
e. Partai politik
6. Toleransi, sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang
dilakukan oleh orang atau kelompok lain. Tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain
yang telah diberikan oleh Allag sebagai kebebasan manusia.
7. Pluralisme, adalah sikap mengakui dan menerima kenyataan disertai sikap tulus bahwa
masyarakat itu majemuk. Kemajemukan itu bernilai positif dan merupakan rahmat tuhan.
8. Keadilan Sosial (Social justice), keadilan yang dimaksud adalah keseimbangan dan
pembagian yang proporsional antara hak dan kewajiban setiap warga dan negara yang
mencakup seluruh aspek kehidupan.
9.

Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama, yang
mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan yang mengatur
kehidupan sosial.

10. Partisipasi sosial, Partisipasi sosial yang benar-benar bersih dari rekayasa merupakan awal
yang baik bagi terciptanya masyarakat madani. Partisipasi sosial yang bersih dapat terjadi
apabila tersedia iklim yang memunkinkan otonomi individu terjaga.
11. Damai, artinya masing-masing kelompok masyarakat, baik secara individu maupun secara
kelompok menghormati pihka lain secara adil.
12. Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat mengurangi
kebebasannya.
5

13. Berperadaban tinggi, yaitu masyarakat tersebut memiliki kencintaan terhadap ilmu
pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengtahuan untuk memberikan kemudahan
dan meningkat harkat martabat manusia.
14. Berakhlak Mulia.
15. Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan
harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan
hukum yang sama tanpa kecuali. Adapun yang masih menjadi kendala dalam
a.

mewujudkan masyarakat madani di Indonesia diantaranya :


Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata.
b.

Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat.

c.

Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisi moneter.

d.

Tingginya angkatan kerja yang belum teserap karena lapangan kerja yang terbatas.

e.

Pemutusn Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar.

f.

Kondisi sosial politik yang belum pasca reformasi.


Dari beberapa karakteristik tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat

madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hakhak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingankepentingannya, dimana pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi
kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya.
Namun demikian, masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa
udara, taken for granted. Masyarakat madani adalah konsep yang cair yang dibentuk dari
poses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus. Bila kita kaji, masyarakat di
negara-negara maju yang sudah dapat dikatakan sebagai masyarakat madani, maka ada
beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya
democratic governance (pemerintahan demokratis) yang dipilih dan berkuasa secara
demokratis dan democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup menjunjung nilai-nilai
civil security; civil responsibility dan civil resilience).
Apabila diurai, dua kriteria tersebut menjadi tujuh prasyarat masyarakat madani
sebagai berikut:
1. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat.

2. Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (socail capital) yang

kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan


terjalinya kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok.
3. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata lain
terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
4. Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga
swadayauntuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu kepentingan bersama dan
kebijakan publik dapat dikembangkan.
5. Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling
menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.
6. Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi,
hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.
7. Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan
yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antar mereka secara teratur,
terbuka dan terpercaya.
Konsep Masyarakat Madani semula dimunculkan sebagai jawaban atas usulan untuk
meletakkan peran agama ke dalam suatu masyarakat Multikultural. Multikultural merupakan
produk dari proses demokratisasi di negeri ini yang sedang berlangsung terus menerus yang
kemudian memunculkan ide pluralistik dan implikasinya kesetaraan hak individual.
Masyarakat madani sejatinya bukanlah konsep yang ekslusif dan dipandang sebagai
dokumen usang. Ia merupakan konsep yang senantiasa hidup dan dapat berkembang dalam
setiap ruang dan waktu. Mengingat landasan dan motivasi utama dalam masyarakat madani
adalah Alquran. Meski Alquran tidak menyebutkan secara langsung bentuk masyarakat yang
ideal namun tetap memberikan arahan atau petunjuk mengenai prinsip-prinsip dasar dan
pilar-pilar yang terkandung dalam sebuah masyarakat yang baik. Secara faktual, sebagai
cerminan masyarakat yang ideal kita dapat meneladani perjuangan Rasulullah mendirikan
dan menumbuhkembangkan konsep masyarakat madani di Madinah.
Prinsip terciptanya masyarakat madani bermula sejak hijrahnya Nabi Muhammad Saw.
beserta para pengikutnya dari Makah ke Yatsrib. Hal tersebut terlihat dari tujuan hijrah
sebagai sebuah refleksi gerakan penyelamatan akidah dan sebuah sikap optimisme dalam
mewujudkan cita-cita membentuk yang madaniyyah (beradab). Selang dua tahun pascahijrah
atau tepatnya 624 M, setelah Rasulullah mempelajari karakteristik dan struktur masyarakat di
Madinah yang cukup plural, beliau kemudian melakukan beberapa perubahan sosial. Salah
7

satu di antaranya adalah mengikat perjanjian solidaritas untuk membangun dan


mempertahankan sistem sosial yang baru. Sebuah ikatan perjanjian antara berbagai suku, ras,
dan etnis seperti Bani Qainuqa, Bani Auf, Bani al-Najjar dan lainnya yang beragam saat itu,
juga termasuk Yahudi dan Nasrani.
2.3 Mewujudkan Masyarakat Madani
Dalam Q.S. Ali Imran ayat 110:
Artinya
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
maruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam adalah umat
yang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek kebaikan
umat Islam itu adalah keunggulan kualitas SDMnya dibanding umat non Islam. Keunggulan
kualitas umat Islam yang dimaksud dalam Al-Quran itu sifatnya normatif, potensial, bukan
riil.
Pembangunan yang dilakukan oleh Rasulullah adalah pembangunan yang mengacu
pada sistem ilahi, dan dikerjakan secara bertahap, yaitu:
1. Tahap Persiapan. Membersihkan mental masyarakat dari kemusyrikan, kezaliman, dan
kebodohan. Yakni memantapkan keyakinan atau aqidah atau kepercayaan kepada Allah.
Maka manusia akan bersikap jujur, adil, berwibawa, tegas dan sopan santun. Kalau
kebenaran sudah dijungkir balikan, hukum diinjak-injak, mereka akan bangkit
membelanya. Allah menyatakan : (Surat Al-Fath/48:29 ).
Muhammad dan orang-orang yang bersamanya itu tegas terhadap orang-orang kafir
(yang mengganggunya), tetapi kasih sayang terhadap sesamanya.
2. Tahap Penggalangan. Rasulullah SAW tiba di yastrib pada hari Jumat tanggal 12 Rabiul
Awal tahun pertama Hijriah. Pada hari itu juga Yatrib diganti namanya menjadi Madinah.
Langkah yang ditempuh adalah:
a. Menyatukan visi dan misi yang diikat dengan persaudaraan.
b. Menanamkan rasa kasih sayang dan persamaan derajat atau tingkatan, tidak ada
perbedaan antara satu dengan yang lain, kecuali takwanya.
c. Mengadakan perjanjian perdamaian, kerukunan umat beragama.
8

d. Toleransi dalam menjalankan keyakinan agama atau kepercayaan, tidak adanya


paksaan dalam beragama.
e. Menata sistem hukum, pranata perundang-undangan.
3. Tahap Pemberdayaan. Menerapkan diberikannya kepada mereka kebebasan melakukan
kegiatan, tetapi harus di dalam koridor peraturan yang ada. Semangat iman, dan semangat
disiplin itulah yang mengantarkan manusia menjadi muttaqiin. Jiwa iman dan taqwa inilah
yang melandasi orang dalam setiap kegitaannya, apapun pekerjaan dan profesinya.
Rasulullah memberikan motivasi kepada setiap orang, bahwa apa yang dikerjakan itu pasti
akan mendapat balasan, tidak hanya berupa upah di dunia tetapo pahala juga di akherat.
Bekerjalah setiap perkerjaan akan dimudahkan Allah. Beliau bersabda:
Dari Ali Bin Abi Thalib r.a berkata: datang seseorang kepada Rasulullah SAW dan
berkata: apakah tidak sebaiknya kita berserah diri kepada Allah? Rasul SAW menjawab:
tidak, bekerjalah kamu segala sesuatu itu dimudahkan, kemudian membaca ayat: maka
barangsiapa yang memberi dan bertaqwa serta membenarkan adanya pahala kebaikan
pasti akan kami mudahkan baginya.
Oleh karena itu dalam menghadapi perkembangan dan perubahan zaman maka perlu
ditekankan untuk mewujudkan masyarakat madani selain apa yang sudah dilakukan oleh
Rasulullah SAW, antara lain:
1. Membangkitkan semangat islam melalui pemikiran islamisasi ilmu pengetahuan,
islamisasi kelembagaan ekonomi melalui lembaga ekonomi dan perbankan syariah dan
lain-lain.
2. Kesadaran untuk maju dan selalu bersikap konsisten terhadap moral atau akhlak islami.
3. Menegakkan hukum islam dan ditegakkannya keadilan dengan disertai komitmen yang
tinggi.
4. Ketulusan ikatan jiwa, sikap yang yakin kepada adanya tujuan hidup yang lebih tinggi
daripada pengalaman hidup sehari-hari di dunia ini
5. Adanya pengawasan sosial.
6. Menegakkan nilai-nilai hubungan sosial yang luhur dan prinsip demokrasi (musyawarah ).
2.4 Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi pada
masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan
9

seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidangbidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama
ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-Ghazali,
al-Farabi, dan yang lain. Oleh karena itu dalam menghadapi perkembangan dan perubahan
zaman pemberdayaan civil society perlu ditekankan, antara lain melalui peranannya:
1. Sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan

pendapatan dan

pendidikan.
2. Sebagai advokasi bagi masyarakat yang teraniaya, tidak berdaya membela hak-hak dan
kepentingan mereka (masyarakat yang terkena pengangguran, kelompok buruh yang
digaji atau di PHK secara sepihak dan lain-lain).
3. Sebagai kontrol terhadap negara.
4. Menjadi kelompok kepentingan (interest group) atau kelompok penekan (pressure group).
5. Masyarakat madani pada dasarnya merupakan suatu ruang yang terletak antara negara di
satu pihak dan masyarakat di pihak lain. Dalam ruang lingkup tersebut terdapat sosialisasi
warga masyarakat yang bersifat sukarela dan terbangun dari sebuah jaringan hubungan di
antara assosiasi tersebut, misalnya berupa perjanjian, koperasi, kalangan bisnis, Rukun
Warga, Rukun Tetangga, dan bentuk organisasi-organsasi lainnya.
2.4.1

Kualitas SDM Umat Islam


Dalam QS. Ali Imran: 110, Allah menyatakan bahwa umat islam adalah umat yang
terbaik dari semua kelompok umat manusia yang Allah ciptakan. Diantara aspek
kebaikan umat islam itu adalah keunggulan kualitas SDMnya dibanding umat non
islam.
Q.S Ali Imran ayat 110:
110. kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang maruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka
ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

2.4.2

Posisi Umat Islam


SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang unggul. Karena itu
dalam percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi, militer, dan ilmu
pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang signifikan. Di
10

Indonesia, jumlah umat Islam lebih dari 85%, tetapi karena kualitas SDM nya masih
rendah, juga belum mampu memberikan peran yang proporsional. Hukum positif yang
berlaku di negeri ini bukan hukum Islam. Sistem sosial politik dan ekonomi juga belum
dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam belum mencerminkan akhlak
Islam.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam
mewujudkan masyarakat madani dan kesejahteraan umat haruslah berpacu pada Al-Quran
dan As-Sunnah yang diamanatkan oleh Rasullullah kepada kita sebagai umat akhir zaman.
Potensi yang ada di dalam diri manusia juga sangat mendukung untuk mewujudkan
masyarakat madani. Karena semakin besar potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam
membangun agama Islam maka akan semakin baik pula hasilnya. Begitu pula sebaliknya,
apabila seseorang memiliki potensi yang kurang di dalam membangun agamanya maka
hasilnya pun tidak akan memuaskan.

3.2 Saran
Diharapkan kepada kita semua baik yang tua maupun yang muda agar dapat
mewujudkan masyarakat madani di negeri kita yang tercinta ini yaitu Indonesia. Yakni
melalui peningkatan kualiatas sumber daya manusia, potensi, perbaikan sistem ekonomi,
serta menerapkan budaya zakat, infak, dan sedekah. Insya Allah dengan menjalankan syariat
Islam dengan baik dan teratur kita dapat memperbaiki kehidupan bangsa ini secara perlahan.
11

DAFTAR PUSTAKA
Diamond, Larry. 2003. Membangun Masyarakat Madani. Jakarta: Al Mawardi Prima.
Maarif, A. Syafii. 2004. Materi Instrusional Pendidikan Agama Islam. Depag RI: Jakarta.
12

Suryana, A. Toto. 1996. Pendidikan Agama Islam. Tiga Mutiara: Bandung.


Sutianto, Anen. 2004. Reaktualisasi Masyarakat Madani Dalam Kehidupan. Pikiran Rakyat:
Bandung.
file:///D:/masyarakat%20madani/MAKALAH%20MASYARAKAT%20MADANI%20%C2%AB
%20Fix%20my%20wOrLD.htm diakses tanggal 09 April 2013.

13

Anda mungkin juga menyukai