Anda di halaman 1dari 12

PRESENTASI KASUS

ANEMIA GRAVIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagai Syarat
Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Penyakit Dalam
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan Kepada Yth:


dr. Mohamad Wibowo, Sp.PD.
Disusun Oleh:
Ganang Azhar Guntara
20154012013

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016

BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama
Usia
Jenis kelamin
Tanggal Masuk RS

: Tn.S
: 70 tahun
: Laki-laki
: 8 Mei 2016

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama: Lemas dan Demam
2. RPS: Pasien dirujuk dari RS Nur Hidayah dengan keluhan badan lemas (+), pusing
(+), BAB Hitam (+) Encer (+), BAK tak ada keluhan, Demam (+), nyeri perut (+),
mual (+), muntah (-),. Keluhan dirasakan 1 Minggu SMRS.
3. RPD: pasien belum pernah mengalami hal serupa sebelumnya, HT, DM, asma dan
alergi disangkal.
4. RPK: suami pasien pernah mengalami batuk lama dan merupakan perokok berat. HT,
DM, asma dan alergi disangkal.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: Sedang, tampak lemas

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan darah

: 114/62 mmHg

Suhu

: 38C

Kepala : konjungtiva anemis (+) sklera ikterik (-) pupil isokor 3/3

Leher : JVP tidak meningkat, LNN tidak teraba

Thorax : simetris

Jantung : suara S1 dan S2 reguler, bising (-)

Pulmo : vesikuler +/+ normal, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : bunyi usus (+) normal, supel, timpani (+), NTE (+)

Hepar : tak teraba

Lien : tak teraba

Ekstrimitas : akral hangat, udem (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium:

Hb
AL

: 3,5 g/dl
: 12,8 rb/uL

Hitung jenis leukosit:


Eritrosit
: 1,19 %
Limfosit : 19 %
Netrofil
: 71 %
AT
: 247 rb/uL
E. DIAGNOSIS KERJA
Anemia Gravis
Melena
F. DIAGNOSIS BANDING
- Hematoschezia
- Anemia defisiensi besi
G. PENATALAKSANAAN
- Infus RL
- Pra tranfusi PRC 4 kolf, 1 kolf/12 jam
- Inj. Furosemid 1 amp pre transfuse

Hmt
: 11 %
Ureum
Kreatinin
Asam Urat
Billirubin total
Billirubin direk
Billirubin indirek

: 101,7 mg/dl
: 2,0 mg/dl
: 7,4
: 0,42
: 0,02
: 0,40

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANEMIA
1. PENGERTIAN
Anemia adalah penurunan jumlah massa eritrosit (red sel mass) sehingga tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer
(penurunan oxygen carrying capacity).
Derajat anemia berdasarkan Hb:
1. Normal Hb >10,5
2. Anemia ringan Hb 8-9,9
3. Anemia sedang Hb 6-7,9
4. Anemia berat/gravis Hb <6
2. PENYEBAB
Penyebab dari anemia antara lain :
a. Gangguan produksi sel darah merah, yang dapat terjadi karena;
Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemia
Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrient
Fungsi sel induk (stem sel ) terganggu
Inflitrasi sum-sum tulang
b. Kehilangan darah
Akut karena perdarahan
Kronis karena perdarahan
Hemofilia (defisiensi faktor pembekuan darah)
c. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis) yang dapat terjadi karena;
Faktor bawaan misalnya kekurangan enzim G6PD
Faktor yang didapat, yaitu bahan yang dapat merusak eritrosit
d. Bahan baku untuk membentuk eritrosit tidak ada

Ini merupakan penyebab tersering dari anemia dimana terjadi kekurangan zat gizi
yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat.
3. PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang
tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi)
pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak
sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa faktor diluar sel
darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sistem fagositik atau dalam sistem
retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin
yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan
destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin
plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan
ikterik pada sclera.
4. KLASIFIKASI
Klasifikasi anemia menurut faktor morfologi :
a. Anemia hipokromik mikrositer : MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg
Sel darah merah memiliki ukuran sel yang kecil dan pewarnaan yang berkurang atau
kadar hemoglobin yang kurang (penurunan MCV dan penurunan MCH)
1) Anemia defisiensi besi2) Thalasemia major
3) Anemia akibat penyakit kronik
4) Anemia sideroblastik
b. Anemia normokromik normositer : MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg
Sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung jumlah
hemoglobin dalam batas normal.
1) Anemia pasca perdarahan akut
2) Anemia aplastik

3) Anemia hemolitik didapat


4) Anemia akibat penyakit kronik
5) Anemia pada gagal ginjal kronik
6) Anemia pada sindrom mielodisplastik
7) Anemia leukemia akut
c. Anemia normokromik makrositer : MCV > 95 fl
Sel darah merah memiliki ukuran yang ukuran yang lebih besar dari pada normal
tetapi tetapi kandungan hemoglobin dalam batas normal (MCH meningkat dan MCV
normal).
1) Bentuk megaloblastik
1. Anemia defisiensi asam folat
2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
2) Bentuk non-megaloblastik
1. Anemia pada penyakit hati kronik
2. Anemia pada hipotiroidisme
3. Anemia pada sindrom mielodisplastik
Klasifikasi anemia menurut faktor etiologi :
a. Anemia karena produksi eritrosit menurun
1. kekurangan bahan unuk eritrosit (anemia defisiensi besi, dan anemia
deisiensi asam folat/ anemia megaloblastik)
2. gangguan utilisasi besi (anemia akibat penyakit kronik, anemia sideroblastik)
3. kerusakan jaringan sumsum tulang (atrofi dengan penggantian oleh jaringan
lemak:anemia aplastik/hiplastik, penggantian oleh jaringan
fibrotic/tumor:anemia leukoeritoblastik/mielopstik)
4. Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak diketahui. (anemia
diserotropoetik, anemia pada sindrom mielodiplastik)
b. Kehilangan eritrosit dari tubuh.
1. Anemia pasca perdarahan akut.
2. Anemia pasca perdarahan kronik
c. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolisis)

1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematik dan menyeluruh. Perhatian
khusus diberikan pada berikut:
a. Warna kulit: pucat, plethora, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning seperti
jerami
b. Purpura: petechie dan echymosis
c. Kuku: koilonychias (kuku sendok)
d. Mata: ikterus, konjungtiva pucat, perubahan fundus
e. Mulut: ulserasi, hipertrofi gusi, perdarahan gusi, atrofi papil lidah, glossitis dan
stomatitis angularis
f. Limfadenopati
g. Hepatomegali
h. Splenomegali
i. Nyeri tulang
j. Hemarthrosis atau ankilosis sendi
k. Pembengkakan testis
l. Pembengkakan parotis
m. Kelainan sistem saraf
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium pada pasien anemia menurut (Doenges, 1999 :572)
Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (volume
korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan
mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB), peningkatan (AP). Pansitopenia
(aplastik).
Nilai normal eritrosit (juta/mikro lt) : 3,9 juta per mikro liter pada wanita dan 4,1 -6
juta per mikro liter pada pria
Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun.
Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat
mengindikasikan tipe khusus anemia).
LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal : peningkatan
kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.

Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal :
pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup lebih pendek.
Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin
meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik)
Nilai normal Leokosit (per mikro lt) : 6000 10.000 permokro liter
Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi
(hemolitik)
Nilai normal Trombosit (per mikro lt) : 200.000 400.000 per mikro liter darah
Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.
Nilai normal Hb (gr/dl) : Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP,
hemolitik).
Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan
defisiensi masukan/absorpsi
Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
TBC serum : meningkat (DB)
Feritin serum : meningkat (DB)
Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
LDH serum : menurun (DB)
Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)
Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster, menunjukkan
perdarahan akut / kronis (DB).
Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan : perdarahan
GI
Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak berubah dalam
jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia, misal:
peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum

B. MELENA
1. PENDAHULUAN
Perdarahan saluran gastrointestinal merupakan keadaan emergensi yang membutuhkan
penanganan segera. Insiden perdarahan gastrointestinal mencapai lebih kurang 100 kasus dalam
100.000 populasi per tahun, umumnya berasal dari saluran cerna bagian atas. Perdarahan saluran
cerna bagian atas muncul 4 kali lebih sering dibandingkan perdarahan pada bagian bawah, serta
merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas untuk kasus gangguan pada saluran cerna.
Mortalitas akibat perdarahan saluran cerna bagian atas ditemukan sebanyak 6-10% dari seluruh
kasus.
Perdarahan saluran gastrointestinal dapat muncul dalam lima macam manifestasi, yaitu
hematemesis, melena, hematochezia, occult GI bleeding yang bahkan dapat terdeteksi walaupun
tidak ditemukan perdarahan pada pemeriksaan feses, serta tanda-tanda anemia seperti syncope
dan dyspnea.
1.1 Definisi
Melena adalah feses yang berwarna hitam dan berbau busuk karena bercampur produk
darah dari saluran cerna. Adanya melena menunjukkan bahwa darah telah berada di saluran cerna
dalam waktu setidaknya 14 jam dan biasanya terjadi pada saluran cerna bagian atas, walaupun
terkadang melena dapat pula timbul akibat perdarahan dari colon.
Sementara hematochezia adalah terdapatnya darah segar pada feses, yang menunjukkan
perdarahan saluran cerna bagian bawah. Yang dimaksud saluran cerna bagian atas yaitu saluran
cerna diatas (proksimal) ligamentum Treitz, mulai dari yeyurum proksimal, duodenum, gaster,
dan esophagus.
1.2 Etiologi
Mekanisme terjadinya perdarahan saluran cerna antara lain disebabkan disrupsi mukosa
gastrointestinal sebagai akibat sekunder dari peristiwa inflamasi, infeksi, trauma, atau kanker.
Penyebab terbanyak adalah peptic ulcer disease, Selain itu perdarahan saluran cerna dapat
terjadi akibat abnormalitas vaskular, seperti ektasis pada vaskular atau varises esofagus karena
hipertensi portal. Selain itu, riwayat penggunaan obat-obatan golongan NSAID jangka panjang

atau konsumsi alkohol juga potensial menyebabkan kerusakan pada mukosa saluran cerna.
1.3 Pemeriksaan Laboratorium
Hitung darah lengkap 7
1. Konsentrasi hemoglobin dan hematokrit
Mungkin normal pada awal perdarahan saluran cerna akut
Kemudian menurun seiring masuknya cairan ekstravaskular ke dalam pembuluh darah sebagai
upaya pengembalian volume darah
Pasien dengan perdarahan saluran cerna kronis dapat menunjukkan nilai hemoglobin dan
hematokrit yang sangat rendah walaupun tekanan darah dan nadi berada dalam batas normal
2. Leukositosis dan trombositosis ringan sering terlihat
3. Distribusi sel darah merah dapat menunjukkan anemia mikrositik dan anemia kekurangan besi
sebagai akibat kehilangan darah
Kimia Darah
Peningkatan kadar BUN sering terjadi pada perdarahan saluran cerna bagian atas
1.4 Terapi
Pendekatan terapi pada pasien dengan perdarahan saluran cerna adalah sebagai berikut:
1.

Resusitasi dan stabilisasi hemodinamik

2.

Intervensi tindakan: Endoscopic hemostatic therapy, colonoscopic removal of bleeding

polyp or mass, surgical resection, sclerotherapy


3.

Farmakoterapi: Epinefrin 1:10.000, proton pump inhibitor (pantoprazol dosis awal 80 mg

bolus diikuti 8 mg/jam; lansoprazol 60 mg bolus diikuti 6 mg/jam), eradikasi H. pylori,


penghentian penggunaan obat-obatan golongan NSAIDs, misoprostol 100 g 3-4 kali sehari,
short term treatment dengan okreotide 50 g bolus dan 50 g/ jam infus untuk 2-5 hari.

BAB III
KESIMPULAN
Anemia adalah penurunan jumlah massa eritrosit (red sel mass) sehingga tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer
(penurunan oxygen carrying capacity). Melena adalah feses yang berwarna hitam dan berbau
busuk karena bercampur produk darah dari saluran cerna. Adanya melena menunjukkan bahwa
darah telah berada di saluran cerna dalam waktu setidaknya 14 jam dan biasanya terjadi pada
saluran cerna bagian atas, walaupun terkadang melena dapat pula timbul akibat perdarahan dari
colon.
Pada pasien ini didapatkan hasil anamnesis lemas, pusing, BAB berwarna hitam dan
encer dan hasil lab hemogoblin nya 3,5 g/dl. Sehingga diagnosis pada pasien ini yaitu anemia
gravis disertai dengan melena.

DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, Arif.2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke 3 Jilid ke 2. Media
Aesculapius.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:Jakarta.
2. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Edisi
Revisi Tahun 2014
3. de Caestecker, J., 2006. Upper Gastrointestinal Bleeding: Surgical Perspective, emedicine clinical reference
4. Laine L., 2005. Gastrointestinal Bleeding. In: Kasper, D.L, Fauci, A.S., Longo, D.L.,
Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J.L., Harrisons Principles of Internal Medicine.
16th Edition. USA: McGraw-Hill, p. 2372-2393

Anda mungkin juga menyukai