Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1.

Stres
a.

Definisi
Kata stres bisa diartikan berbeda bagi setiap individu.
Sebagian individu mendefinisikan stres sebagai tekanan, desakan,
respon

emosional

serta

usaha

penyesuian

diri

untuk

mengembalikan keseimbangan badan dan jiwa yang terganggu


(Maramis, 2009).
Stres merupakan suatu kondisi internal yang terjadi dengan
ditandai gangguan fisik, lingkungan, dan situasi sosial yang
berpotensi pada kondisi yang tidak baik sehingga dapat
mempengaruhi kesehatan fisik manusia (Yulianti, 2003).
Kholidah dan Alsa (2012) menyatakan bahwa stres adalah
ketegangan, beban yang menarik seseorang dari segala penjuru,
tekanan yang dirasakan pada saat menghadapi tuntutan atau
harapan yang menantang kemampuan seseorang untuk mengatasi
atau mengelola hidup.
b.

Faktor-Faktor Penyebab Stres


Penyebab stres adalah stresor karena stresor merupakan
keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam
kehidupan seseorang. Berikut sebagian contohnya (Hawari, 2008)
yaitu :
1.

Perkawinan
Berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber
stres yang dialami seseorang, misalnya pertengkaran,

perpisahan, perceraian, kematian salah satu pasangan dan


ketidak setiaan.
2.

Problem orang tua


Permasalahan yang dihadapi orang tua, misalnya tidak
mempunyai anak, kebanyakan anak, kenakalan anak,anak
sakit, hubungan tidak baik dengan mertua, ipar, serta besan.

3.

Hubungan Interpersonal (Antar Pribadi)


Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat
yang mengalami konflik, konflik dengan kekasih, antara
atasan dan bawahan.

4.

Pekerjaan
Masalah pekerjaan merupakan sumber stres kedua setelah
masalah perkawinan, misalnya pekerjaan terlalu banyak,
pekerjaan tidak cocok, mutasi, jabatan, kenaikan pangkat,
pensiun dan kehilangan pekerjaan (PHK).

5.

Lingkungan Hidup
Kondisi lingkungan yang buruk besar pengaruhnya bagi
kesehatan seseorang, misalnya soal perumahan, pindah
tempat tinggal, penggusuran, hidup dalam lingkungan yang
rawan.

6.

Keuangan
Masalah keuangan (kondisi social ekonomi) yang tidak
sehat, misalnya pendapatan jauh lebih rendah dari
pengeluaran, terlibat hutang, kebangkrutan usaha dan soal
warisan.

7.

Hukum
Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat
merupakan sumber stres, misalnya tuntutan hukum,
pengadilan, dan penjara.

8.

Perkembangan

Yang dimaksud disini adalah tahapan perkembangan baik


fisik maupun mental seseorang, misalnya masa remaja,
masa dewasa, menopause dan usia lanjut.
9.

Penyakit Fisik atau Cidera


Berbagai penyakit fisik terutama yang kronis atau cidera
yang dapat menyebabkan stres pada diri seseorang,
misalnya penyakit jantung, paru-paru, stroke, kanker,
pengerasan hati, HIV/AIDS, dan kecelakaan.

10.

Faktor Keluarga
Faktor stres yang dialami oleh anak dan remaja yang
disebabkan karena kondisi keluarga yang tidak baik
(sikaporang tua), misalnya orang tua bercerai, jarang
dirumah, ketegangan dengan anak dan orang tua otoriter.

11.

Trauma
Seseorang yang mengalami bencana alam, kecelakaan
transportasi, kebakaran, kerusuhan, peperangan, kekerasan,
penculikan, perampokan, perkosaan, kehamilan diluar
nikah merupakan pengalaman yang traumatis yang pada
gilirannya yang bersangkutan dapat mengalami stres (stres
pasca trauma.

c.

Mekanisme Stres
Seseorang yang mengalami stresor psikososial yang
ditangkap melalui pancra inderanya, melalui sistem saraf panca
indera akan diteruskan ke susunan saraf pusat otak, yaitu bagian
saraf otak yang disebut limbic system, melalui transmisi saraf
(neurotransmitter/ sinyal penghantar saraf). Dan selanjutnya
stimulus atau rangsangan psikososial tadi melalui susunan saraf
autonom (simpatis/ parasimpatis) akan diteruskan ke kelenjarkelenjar hormonal (endokrin) yang merupakan sistem imunitas
tubuh dan organ-organ tubuh yang dipersarafinya (Hawari, 2008).

Digambarkan secara sederhana pada gambar 1 di bawah ini :


Stresor

Susunan Saraf Pusat

Psikososial

(Otak, Sistem Limbik, Sistem


Transmisi Saraf/
Neurotransmitter

a. Perkawinan
b. Orangtua
c. Antar pribadi

Kelenjar Endokrin

d. Pekerjaan

(Sistem Hormonal, Kekebalan/


Immunity)

e. Lingkungan
f. Keuangan
g. Hukum
h. Perkembangan
i. Penyakit fisik
j. Faktor keluarga
k. Trauma

Cemas

Stres

Depresi

Psikis/
khawatir

Somatik/
fisik

Psikis/
sedih

Gambar 1. Mekanisme Stres


Orang yang mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh
sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya
dengan baik, maka ia disebut mengalami distress. Sebaliknya, bila ia sanggup
menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik tanpa ada keluhan baik fisik
maupun mental serta merasa senang, maka ia dikatakan mengalami eutres
(Hawari, 2008).

d.

Manifestasi Klinis
Stres dapat memanifestasikan dirinya dalam berbagai
emosi, perilaku, dan bahkan gejala fisik, dan gejala stres sangat
bervariasi antara individu-individu yang berbeda (Stoppler, 2011).
Gejalagejala stres yang biasanya timbul menurut Robbins
(2010), dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
1) Gejala fisiologis
Stres

dapat

menciptakan

perubahan

dalam

metabolisme,

meningkatkan laju detak jantung dan pernapasan, meningkatkan


tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, serta menyebabkan
serangan jantung.
2) Gejala psikologis
Stres dapat menyebabkan ketidakpuasan. Stres muncul dalam
keadaan psikologis lain, misalnya: ketegangan, kecemasan, mudah
marah, kebosanan, dan suka menundanunda.
3) Gejala perilaku
Gejala stres yang dikaitkan dengan perilaku mencakup perubahan
dalam produktivitas, menjadi gila kerja atau berhenti bekerja sama
sekali, perubahan dalam kebiasaan makan, meningkatnya merokok
dan konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah dan gangguan tidur.
e.

Klasifikasi
Hawari (2008), membagi stres menjadi tiga jenis, yaitu :
1) Neustress
Jenis stres yang netral dan tidak merugikan.

2) Distress
Terjadi pada saat tuntutan terlalu besar atau terlalu kecil. Simtom
distres dapat berupa kurangnya daya konsentrasi, tangan gemetar,
sakit

punggung,

cemas,

gugup,

depresi,

mudah

marah,

mempercepat cara bicara.


3) Eustres
Jenis stres yang dapat membantu untuk mengerjakan halhal
tertentu, misalnya positive stress membantu mendorong seseorang
untuk mengerjakan suatu tugas dalam waktu yang terbatas.
f.

Tahapan Stres
Gejala- gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak
disadari karena perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat.
Dan, baru dirasakan bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan
mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari baik dirumah,
ditempat kerja maupun dipergaulan lingkungan sosialnya. Amberg
(1979) dalam penelitiannya membagi tahapan-tahapan stres
sebagai berikut (Hawari, 2008) :
Stres tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan,
dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut :
1)

Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting)

2)

Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya

3)

Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari


biasanya; namun tanpa disadari cadangan energi dihabiskan
(all out) disertai rasa gugup yang berlebihan.

4)

Merasa senang dengan pekerjaan dan semakin bertambah


semangat, namun tanpa disadari cadangan energi semakin
menipis.

Stres tahap II
Dalam

tahapan

ini

dampak

stres

yang

semula

menyenangkan sebagimana diuraikan pada tahap I diatas mulai


menghilang, kemudian timbul keluhan-keluhan yang disebabkan
karena cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari karena
kurangnya waktu untuk beristirahat. Berikut adalah keluhankeluhan seseorang yang berada pada stres tahap II :
1)

Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya merasa


segar.

2)

Merasa mudah lelah sesudah makan siang.

3)

Merasa lelah menjelang sore hari.

4)

Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman.

5)

Detak jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar).

6)

Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang

7)

Perasaan tidak bias santai

Stres tahap III


Bila
pekerjaannya

seseorang

itu

tanpa

melihat

tetap

memaksakan

keluhan-keluhan

diri

dalam

sebagaimana

diuraikan diatas pada stres tahap II tersebut, maka yang


bersangkutan akan menunjukkan gejala yang semakin nampak dan
mengganggu yaitu :

1)

Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya


keluhan maag (gastritis), buang air besar tidak teratur
(diare).

2)

Ketegangan otot-otot semakin terasa.

3)

Perasaan tidak tenang, dan ketegangan emosional semakin


meningkat.

4)

Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk


memulai waktu tidur (early insomnia), terbangun tengah
malam dan sukar kembali tidur (middle insomnia), atau
bangun terlalu pagi/dini hari dan tidak dapat kembali tidur
(late insomnia).

5)

Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa


mau pingsan).
Pada tahap ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada

dokter untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres


dikurangi agar tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat
agar menambah suplai energi yang mengalami defisit.
Stres tahap IV
Tidak jarang seseorang pada waktu memeriksakan diri ke
dokter dengan keluhan-keluhan stres tahap III diatas, oleh dokter
dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan kelainan-kelainan
fisik pada organ tubuhnya. Bila hal ini terjadi dan yang
bersangkutan terus memaksakan diri untuk bekerja tanpa mengenal
istirahat, maka gejala stres tahap IV akan muncul sebagai berikut :
1)

Untuk bisa bertahan sepanjang hari sudah terasa sangat


sulit.

2)

Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah


diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit.

3)

Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin


sehari-hari.

4)

Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang


menegangkan.

5)

Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tidak ada


semangat dan kegairahan.

6)

Daya konsentrasi dan daya ingat menurun.

7)

Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat


dijelaskan apa penyebabnya.

Stres V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang akan jatuh dalam
stres tahap V yang ditandai sebagai berikut :
1)

Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam


(physical and psychological exhaustion).

2)

Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan seharihari yang ringan dan sederhana.

3)

Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastrointestinal disorder).

4)

Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin


meningkat, mudah bingung dan panik.

Stres tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang akan
mengalami serangan panic (panic attack) dan perasaan takut mati.
Tidak jarang orang yang mengalami stres tahap VI ini berulang kali
dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ke ICCU, meskipun pada
akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ
tubuh. Berikut adalah gambaran stres tahap VI :
1)

Debaran jantung terasa sangat keras, hal ini disebabkan zat


adrenalin yang dikeluarkan, karena stres tersebut cukup
tinggi dalam peredaran darah.

2)

Sulit bernafas (sesak dan megap-megap).

3)

Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat


bercucuran.

G.

4)

Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan.

5)

Pingsan atau kolaps (collapse).

Terapi dan Pencegahan


Adapun cara mengatasi stres antara lain (Saputri, 2010) :
1)

Berolahraga.

2)

Relaksasi otot.

3)

Relaksasi mental (rekreasi).

4)

Melakukan curhat atau berbicara pada orang lain.

5)

Memperdalam ibadah dan agama.

6)

Menghindari pelarian negatif (Depkes, 2009).

7)

Obat, melalui pemberian obat anti cemas.

2.

Guru
a.

Definisi
1)

Definisi Guru
Guru adalah figur manusia yang menempati posisi
dan

memegang

peranan

penting

dalam

pendidikan

(Djamarah, 2010). Dari segi profesionalisme guru adalah


pendidikan profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi, peserta didik pada pendidikan anak usia
dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Sehingga secara sederhana, guru
dapat diartikan sebagai orang yang memberikan ilmu
pengetahuan kepada anak didik (Sagala, 2009).
2)

Definisi Guru SLB


Menurut Dapa dan Liando (2007), dar segi jabatan
profesional, guru SLB atau Pendidikan Luar Biasa (PLB)
adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi. Guru khusus yang efektif
harus dapat melakukan tugas pengajaran khusus. Guru
harus dapat memaparkan penentuan tingkat personal sampai
pada pengaruh sensitif pendidikan, penyesuaian, dan
penerimaan siswa berkebutuhan khusus.

b.

Kompetensi Guru
Beratnya tugas seorang guru, kompetensi dan persyaratan
tertentu dibutuhkan untuk menjadi tenaga pendidikan yang
profesional. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) memiliki
kewenangan untuk mengembangkan standar kompetensi guru dan
dosen yang kemudian hasilnya ditetapkan dengan peraturan
Menteri. Dalam UU No. 14 tahun 2005 pasal 8 menyatakan guru
wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Barinto (2012)
menyatakan kompetensi guru meliputi:
1)

Kompetensi Pedagogik
Merupakan kompetensi yang dikembangkan dari
aspek

intelektual

yang

meliputi

logika

sebagai

pengembangan kognitif, etika sebagai pengembangan


afektif, dan estetika sebagai pengembangan psikomotorik.
2)

Kompetensi Kepribadian
Dilihat dari segi psikologi, seorang guru seharusnya
memiliki kepribadian (1) mantap dan stabil sesuai norma
hukum, norma sosial, dan norma etika; (2) dewasa dalam
bertindak; (3) arif dan bijaksana; (4) berwibawa; dan (5)
berakhlak mulia dan berperilaku yang dapat diteladani
peserta didik.

3)

Kompetensi Sosial
Pada kompetensi ini, guru dikaitkan sebagai
makhluk social dalam berinteraksi dengan orang lain.
Misalnya bersikap santun, mampu berkomunikasi dan

berinteraksi dengan lingkungan secara efektif dan menarik,


serta memepunyai rasa empati terhadap orang lain.
2)

Kompetensi Profesional
Kompetensi

profesional

diperoleh

melalui

pendidikan profesi dan berkaitan dengan bidang studi. Dari


segi ini, guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga
profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan anak usia dini. Profesional juga
dapat berarti melakukan sesuatu sebagai pekerjaan pokok
sebagai profesi dan bukan sebagai pengisi waktu luang atau
hobi semata (Sagala, 2009).
Selain kompetensi diatas, seorang guru harus
memiliki kualifikasi dan sertifikasi berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan sebagai berikut:
1)

Pendidik pada SD/MI:


a)

Kualifikasi akademik pendidikan minimum


diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1).

b)

Latar belakang pendidikan tinggi di bidang


pendidikan SD/MI, kependidikan lain, atau
psikologi.

c)
2)

Sertifikasi profesi guru untuk SD/MI

Pendidik pada SMP/MTS memiliki:


a)

Kualifikasi akademik pendidikan minimum


diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1).

b)

Latar belakang pendidikan tinggi dengan


program pendidikan yang sesuai dengan
mata pelajaran yang diajarkan.

c)
3)

Sertifikasi profesi guru untuk SMP/MTS

Pendidik pada SMA atau sederajat memiliki:


a)

Kualifikasi akademik pendidikan minimum


diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1).

b)

Latar belakang pendidikan tinggi dengan


program pendidikan yang sesuai dengan
mata pelajaran yang diajarkan.

c)

Sertifikasi profesi guru untuk SMA/MA


(Kunandar, 2007).

c.

Kompetensi Guru SLB


Standar kompetensi guru SLB dikembangkan dari empat
kompetensi guru secara umum yang telah disebutkan diatas.
Kompetensi untuk guru SLB ini dibagi-bagi lagi sesuai dengan
peserta didik berkebutuhan khusus yang ditangani. Kompetensi
untuk guru pemula SLB dibagi empat, yaitu:
1)

Penguasaan Bidang Studi/Keahlian Khusus


Pemahaman karakteristik dan substansi ilmu,
sumber bahan ajaran, pemahaman disiplin ilmu bidang PLB
dalam konteks yang lebih luas, penggunaan metodologi
ilmu yang bersangkutan untuk memverifikasikan dan
memantapkan pemahaman konsep yang dipelajari, dan
penyesuaian substansi ilmu yang bersangkutan dengan

tuntutan dan ruang gerak kurikuler, serta pemahaman tata


kerja dan cara pengamanan kegiatan praktik.
2)

Pemahaman tentang Peserta Didik


Pemahaman berbagai ciri peserta didik, pemahaman
tahap-tahap perkembangan peserta didik dalam berbagai
aspek

dan

penerapannya

dalam

mengoptimalkan

perkembangan dan pembelajaran peserta didik, dengan


berbagai ragam kekhususan.
3)

Penguasaan Pembelajaran yang Mendidik


Pemahaman konsep dasar serta proses pendidikan
dan pembelajaran, pemahaman konsep dasar dan proses
pembelajaran bidang studi yang bersangkutan, serta
penerapannya dalam pelaksanaan dan pengembangan proses
pembelajaran yang mendidik.

4)

Pengembangan Kepribadian dan Keprofesionalan


Pengembangan intuisi keagamaan dan kebangsaan
yang religious dan kepribadian, pemilikan sikap dan
kemampuan mengaktualisasi diri, serta pemilikan sikap dan
kemampuan

mengembangkan

profesionalisme

kependidikan (Depdiknas, 2004).


Selain kompetensi untuk guru pemula SLB diatas,
kualifikasi pendidik pada SDLB/SMPLB/SMALB atau
sederajat yaitu sebagai berikut:
a) Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat
(D-IV) atau sarjana (S1).

b) Latar

belakang

pendidikan

tinggi

dengan

program

pendidikan khusus atau sarjana yang sesuai dengan mata


pelajaran yang diajarkan.
c) Sertifikasi profesi guru untuk SDLB/SMPLB/SMALB
(Kunandar, 2007).
d.

Klasifikasi Sekolah di SLB


Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan bagi peserta
didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental sosial, tapi
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa (Boham, 2013).
Berikut pembagian kelas di SLB (Sofiah, 2004) :
1)

SLB-A (Tunanetra)
Tuna netra adalah seseorang yang memiliki hambatan
dalam

penglihatan/tidak berfungsinya indera

penglihatan.
2)

SLB-B (Tuna Rungu)


Tuna rungu adalah seseorang yang mengalami gangguan
pendengaran yang diklasifikasikan ke dalam tuli (deaf) dan
kurang pendengaran (hard of hearing).

3)

SLB-C (Tuna Grahita)


Tuna grahita adalah suatu kondisi yang dialami oleh
individu yang memiliki fungsi intelektual umum dibawah
rata-rata orang normal, kekurangan atau kelemahan
penyesuaian

perilaku,

perkembangan.

serta

dimanifestasikan

selama

4)

SLB-D (Tuna Daksa)


Tuna daksa adalah anak berkebutuhan khusus yang
memiliki kelainan atau kecacatan pada fisiknya, yaitu pada
sistem otot, tulang dan persendian akibat dari adanya
penyakit, kecelakaan, bawaan sejak lahir, dan atau
kerusakan otak.

5)

SLB-E (Tuna Laras)


Tuna laras adalah anak yang bertingkah laku kurang sesuai
dengan lingkungan. Perilakunya sering bertentangan dengan
norma-norma yang terdapat didalam masyarakat tempat ia
berada.

3.

Hubungan antara Stres dengan Guru Sekolah SLB dan Sekolah


Reguler
Stres adalah situasi ketegangan atau tekanan emosional yang
dialami seseorang yang sedang menghadapi tuntutan yang sangat besar,
hambatan-hambatan dan adanya kesempatan yang sangat penting sehingga
dapat mempengaruhi emosi, pikiran dan kondisi fisik seseorang
(Nurmalasari, 2015).
Dalam keadaan stres, individu akan merasa tegang, tidak mampu
berpikir secara rasional sehingga menjadi mudah marah, sedih, cemas, dan
depresi (Munandar, 2010). Pekerjaan guru dalam menghadapi anak
didiknya, banyak menimbulkan ketegangan dan frustasi. Kondisi guru
yang mengajar di SLB tentunya berbeda dengan kondisi guru yang
mengajar disekolah reguler. Beratnya tuntutan tugas seorang guru seperti
mereka yang mengajar pada sekolah menengah pertama (SMP) misalnya,
menyebabkan guru sering mengalami rasa bosan, jenuh dan juga
mengakibatkan stres. (Rizal, 2013).

Begitu pula dengan guru SLB dituntut untuk mempunyai kesabaran


yang tinggi, kesehatan fisik dan mental yang baik dalam bekerja. Mereka
melakukan tugas fungsional (mengajar satu per satu siswanya dengan
penuh kesabaran), melakukan tugas administrasi seperti membuat rapor,
dan tugas structural dalam organisasi sekolah, namun fakta lapangan
menunjukkan hasil penelitian pada SLB Widya Bakti Semarang dengan 54
guru SLB bahwa pada tahun 2004 sebagian responden atau guru SLB
mengalami gejala stres kerja sedang sebanyak 33 responden (61,1%),
sisanya 14 responden (25,9%) dan 7 responden (13%) mengalami gejala
stres kerja ringan dan berat (Hariyanti, 2004).

4. Kerangka Konsep
GURU
Faktor Terkendali :

Faktor Tidak
Terkendali :

1) Usia
2) Jenis Kelamin
3) Status
Pernikahan
4) Tingkat
Pendidikan

1) Sosial
Ekonomi
2) Lingkungan
3) Biologis
4) Kepribadian
5) Trauma

Reguler

SLB

Faktor Stres :
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Perkawinan
Keluarga
Pekerjaan
Lingkungan
Keuangan
Hukum
7) Penyakit
Fisik
Stres

Mudah
Marah

Mudah
Tersinggung

Keterangan:
:
:

: diteliti
: tidak diteliti

Mudah
Gelisah

Sulit
Beristirahat

Sulit Untuk
Bersabar

5.

Hipotesis
Terdapat perbedaan stres antara guru Sekolah Luar Biasa (SLB)
dan guru sekolah reguler di Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai