Anda di halaman 1dari 31

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. M
Umur : 57 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Simolor, Kebakkeramat
Pekerjaan : wiraswasta
No. RM : 39.91.XX
Masuk RS : 20 Maret 2017
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Muntah darah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien seorang laki-laki datang dengan keluhan muntah darah sejak
siang hari pada saat bekerja. Muntah tersebut dirasakan 3x sebanyak kurang
lebih 1 gelas minum. Keluhan muntah tersebut dirasakan lagi pada saat sore
hari 2x sebanyak setengah gelas namun muntah darahnya berubah menjadi
kehitaman dan lebih encer sehingga pasien dibawa ke rumah sakit. Sekitar
pagi hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh mual-mual terus
menerus dan nyeri pada ulu hati, kemudian pasien muntah beberapa kali
sebelum akhirnya muntah darah. Demam (-), Nyeri kepala (-) Nyeri dada (-
), Perut membesar (-) Riwayat cepat kenyang (-), Riwayat mengkonsumsi
obat-obat penghilang sakit yang dibeli di warung (+), riwayat
mengkonsumsi jamu-jamuan penghilang pegal linu (+), Riwayat sakit
kuning (-), BAK tidak ada keluhan, BAB (-) sejak 1 hari yang lalu, riwayat
BAB warna hitam seperti aspal diakui.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi : Tidak ada
Riwayat DM : Tidak ada
Riwayat penyakit jantung : Tidak ada
Riwayat Keluhan serupa : Tidak ada
Riwayat Alergi : Tidak ada
Riwayat demam : Tidak ada
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi : Tidak ada
Riwayat DM : Tidak ada
Riwayat penyakit jantung : Tidak ada
Riwayat Keluhan serupa : Tidak ada
Riwayat Alergi : Tidak ada
Riwayat demam : Tidak ada
5. Riwayat Kebiasaan
Pasien mempunyai riwayat sering mengkonsumsi obat warung ( contoh,
reumacyil dll)
6. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan
a. Sosial ekonomi
Pasien bekerja sebagai wiraswasta dengan penghasilan tidak menentu.
Pasien dengan keluarga ekonomi menengah.
b. Lingkungan
Pasien tinggal bersama istri dan ketiga anaknya.
7. Anamnesis Sistem
- Sistem Serebrospinal : demam (-), tidak kejang, pusing (-)
- Sistem Kardiovaskular : sesak (-)
- Sistem Pernafasan : sesak (-) tidak batuk, tidak pilek
- Sistem Gastrointestinal : tidak diare, mual (-), muntah (+), nyeri perut
(+)
- Sistem Muskuloskeletal : udem (-)
- Sistem Urogenital : BAK warna kuning jernih
- Sistem Integumentum : sianosis (-), ikterik (-), anemis (-), pembesaran
KGB (-).
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 20 Maret 2017
a. Keadaan Umum
1. Keadaan umum : sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tanda vital : Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,3 C
SpO2 : 99%
Berat Badan : 68 kg
Tinggi Badan : 168 cm
IMT : 24.09 (normoweight)
4. Kulit : Tidak ada ptekie, tidak sianosis, tidak pucat.
5. Kelenjar Limfe : Tidak ada pembesaran kelenjar
6. Otot : atrofi otot (-)
7. Tulang : Tidak ada deformitas tulang
8. Sendi : Tidak bengkak, tidak nyeri bila di gerakkan
b. Pemeriksaan Khusus
1. Kepala
Bentuk : Bulat dan simetris
Ukuran : Normocephal (normal)
Rambut : Pendek, warna hitam, mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemia, sklera tidak ikterik, tidak ada
oedem palpebra, tidak terdapat perdarahan
subkonjungtiva, refleks cahaya +/+ normal.
Hidung : Tidak terdapat sekret, tidak terdapat perdarahan, tidak ada
pernafasan cuping hidung, mukosa merah muda.
Telinga : Sekret tidak ada, tidak ada perdarahan
Mulut : Tidak sianosis, mukosa mulut kering (-), nafas bau keton
Lidah : Tidak kotor, dalam batas normal
Tenggorokan : Tidak hiperemis dan tidak ada pembesaran tonsil
2. Leher
Bentuk : Simetris
KGB : Tidak ada pembesaran
Kaku kuduk : Tidak ada
Tiroid : Tidak membesar
3. Dada
Bentuk normal, simetris, retraksi subcostal
- Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas atas : ICS 2 parasternal dextra
Batas kanan : ICS 4 parasternal dextra
Batas kiri : ICS 5 linea mid clavicula sinistra
Auskultasi : BJ I/II murni reguler, tidak terdengar bising

- Paru
Depan: Kanan Kiri

Inspeksi Simetris, retraksi subcostal Simetris, retraksi subcostal


dan intercosta(-) dan intercosta (-).

Palpasi FR +n/+n FR +n/+n

Perkusi Sonor +/+ Sonor +/+

Auskultasi Ves +/+, Wh -/-, Rh -/- Ves +/+, Wh -/-, Rh -/-


Belakang: Kanan Kiri

Inspeksi Simetris, ketertinggalan Simetris, ketertinggalan


gerak(-) gerak (-)

Palpasi FR +n/+n FR +n/+n

Perkusi Sonor +/+ Sonor +/+

Auskultasi Ves +/+, Wh -/-, Rh -/- Ves +/+, Wh -/-, Rh -/-

4. Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (+), hepatomegali (-)
5. Ekstremitas
Superior : akral hangat +/+, edema -/-, atrofi otot-/-
Inferior : akral hangat +/+, edema -/-, atrofi otot -/-

6. Refleks
Reflek Kanan Kiri Keterangan
Fisiologis
Biseps (+) (+) Normal
Triseps (+) (+) Normal
KPR (+) (+) Normal
APR (+) (+) Normal
Patologis
Babinski (-) (-) Normal
Chaddock (-) (-)
Hoffman- (-) (-)
Tromner (-) (-)
Schaefer (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Gordon
c. Pemeriksaan Penunjang Tanggal 20-03-17

HEMATOLOGI HASIL NORMAL SATUAN


Hemoglobin 8.6 12 16 g/%
Leukosit 6.4 5 10 /mm3
Hematokrit 26.1 37.00-47.00 Vol%
Trombosit 247 150 300 Mm3
eritrosit 5.00 4.00-5.00 Juta/ul
MPV 10.2 6.5-12.00 fL
PDW 15.3 9.0-17.0
INDEX
MCV 87.5 82.0-92.0 Fl
MCH 28.9 27.0-31.0 Pg
MCHC 33.0 32.0-37.0 %
HITUNG JENIS
Gran% 58,8 50.0-70.0 %
Limfosit% 32,5 25.0-40.0 %
Monosit% 3.9 3.0-9.0 %
Monosit# 0.8 0.30-1.00 Ribu/Ul
Limfosit# 2,56 1.25-4.0 Ribu/Ul
Gran# 5,2 2.50-7.00 Ribu/Ul
RDW 13.1
KIMIA
GDS 140 70-150 Mg/100ml
Tanggal 21-03-17
HEMATOLOGI HASIL NORMAL SATUAN
Hemoglobin 7,7 12 16 g/%
Leukosit 7,07 5 10 /mm3
Hematokrit 22,3 37.00-47.00 Vol%
Trombosit 196 150 300 Mm3
eritrosit 5.00 4.00-5.00 Juta/ul
MPV 10.2 6.5-12.00 fL
PDW 15.3 9.0-17.0

INDEX
MCV 87.5 82.0-92.0 Fl
MCH 28.9 27.0-31.0 Pg
MCHC 33.0 32.0-37.0 %

HITUNG JENIS
Gran% 58,8 50.0-70.0 %
Limfosit% 32,5 25.0-40.0 %
Monosit% 3.9 3.0-9.0 %
Monosit# 0.8 0.30-1.00 Ribu/Ul
Limfosit# 2,56 1.25-4.0 Ribu/Ul
Gran# 5,2 2.50-7.00 Ribu/Ul
RDW 13.1

KIMIA
GDS 149 70-150 Mg/100ml
Tanggal 22-04-2017

HEMATOLOGI HASIL NORMAL SATUAN

Hemoglobin 9,4 12 16 g/%

Leukosit 8,2 5 10 /mm3

Hematokrit 28,4 37.00-47.00 Vol%

Trombosit 199 150 300 Mm3

eritrosit 5.00 4.00-5.00 Juta/ul

MPV 10.2 6.5-12.00 fL

PDW 15.3 9.0-17.0

INDEX

MCV 87.5 82.0-92.0 Fl

MCH 28.9 27.0-31.0 Pg

MCHC 33.0 32.0-37.0 %

HITUNG JENIS

Gran% 58,8 50.0-70.0 %


Limfosit% 32,5 25.0-40.0 %
Monosit% 3.9 3.0-9.0 %

Monosit# 0.8 0.30-1.00 Ribu/Ul


Limfosit# 2,56 1.25-4.0 Ribu/Ul
Gran# 5,2 2.50-7.00 Ribu/Ul
RDW 13.1
KIMIA
GDS 122 70-150 Mg/100ml
DIAGNOSIS
- Dyspepsia et causa Gastropati

V. PENATALAKSANAAN
- Inf. RL 20 tpm L
- Inj. omeprazol/12 jam
- Inj. Ondancetron /12jam
- Inj. As. Traneksamat 3x500mg
- Sucralfat syrup 3x1
VI. FOLLOW UP
Tanggal Follow up Planning
20/03/17 S/ pasien mengeluhkan Inf. RL 20tpm
muntah darah (+) 3x Inj. Omeprazole/12j
pusing (+), lemas (+) Inj. As. Traneksamat 500mg
O/ Ku : Sedang /8j
Kes : CM Sukralfat syr 3xCI
Td : 90/70
N : 80x/mnt
RR : 20x/mnt
S : 36.4
k/l : ca -/- si -/- pupil
isokor
tho : retraksi -/-, sdv +/+,
rh -/-, wz -/-
abd : BU (+) distended (-
)
eks : udem -/-
HB : 8.6
HT: 26.1
A/ Hematoemesis
21/03/17 S/ Muntah darah (-), Inf. RL 20tpm
pusing (+) . , Inj. Omeprazole/12j
O/ Ku : cukup Alganax 0-0-0-1
Kes : CM Sukralfat syr 3xCI
Td : 110/70 Transfusi PRC 2 kolf
N : 80x/mnt
RR : 20x/mnt j.18.45 :lapor dr. Nur
S : 36.3 Hidayat Sp.PD
k/l : ca -/- si -/- pupil Pasien mengeluhkan BAB
isokor kehitaman, konsitensi cair,
tho : retraksi -/-, sdv +/+, frekuensi 2x sore ini.
rh -/-, wz -/- Tx. dr. Nur Hidayat Sp.PD:
abd : BU (+) distended (- Tx. Lanjut
)
eks : udem -/-
HB : 7.7
HT : 22.3
A/ susp. Gastropati
NSAID
22/03/17 S/ Muntah darah (-), Inf. RL 20tpm
pusing (+) Inj. Omeprazole/12j
BAB hitam (-) Sukralfat syr 3xCI
O/ Ku : baik Plan Endoskopi
Kes : cm
Td : 110/80
N : 80
RR : 18x/mnt
S : 36.3
k/l : ca -/- si -/- pupil
isokor
tho : retraksi -/-, sdv +/+,
rh -/-, wz -/-
abd : BU (+) distended (-
)
eks : udem -/-
HB post TF : 9.4
A/ Hematoemesis susp.
gastropati
23/03/17 S/ Tidak ada keluhan Inf. RL. 20 tpm
O/ Ku : Baik Inj. Omeprazole/12j
Kes : cm Inj. Ondansentron/8j
Td : 120/90 Sukralfat syr 3xCI
N : 78x/mnt
RR : 18x/mnt
S : 36.3
k/l : ca -/- si -/- pupil
isokor
tho : retraksi -/-, sdv +/+,
rh -/-, wz -/-
abd : BU (+) distended (-
)
eks : udem -/-
A/ Hematoemesis susp.
gastropati
24/03/17 S/ Tidak ada keluhan Pasien pulang
O/ Ku : Baik
Kes : cm
Td : 120/90
N : 78x/mnt
RR : 18x/mnt
S : 36.3
k/l : ca -/- si -/- pupil
isokor
tho : retraksi -/-, sdv +/+,
rh -/-, wz -/-
abd : BU (+) distended (-
)
eks : udem -/-
A/ Gastritis erosif

VII. PROGNOSIS
- Qua ad Vitam : Dubia ad bonam
- Qua ad Fungtionam : Dubia ad bonam
- Qua ad Sanationam : Dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Gastropati merupakan kelainan pada mukosa lambung dengan karakteristik
perdarahan subepitelial dan erosi. Salah satu penyebab dari gastropati adalah
efek dari NSAID (Non steroidal anti inflammatory drugs) serta beberapa faktor
lain seperti alkohol, stres, ataupun faktor kimiawi. Gastropati NSAID dapat
memberikan keluhan dan gambaran klinis yang bervariasi seperti dispepsia,
ulkus, erosi, hingga perforasi.

II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dengan prevelensi berbeda tergantung
pada sosial ekonomi,demografi dan dijumpai lebih banyak pada pria usia lanjut
dan kelompok sosial ekonomi rendah dengan puncak pada dekade keenam. Di
Amerika Serikat, diperkirakan 13 juta orang menggunakan NSAID secara
teratur. Sekitar 70 juta resep ditulis setiap tahun, dan 30 miliar NSAID dijual
setiap tahun. Dengan meluasnya penggunaan NSAID telah mengakibatkan
peningkatan prevalensi terjadi gastropati NSAID.

III. FAKTOR RISIKO


Beberapa faktor risiko gastropathy NSAID meliputi:
- usia lanjut >60 tahun
- Riwayat pernah menderita tukak
- Riwayat perdarahan saluran cerna
- Digunakan bersama-sama dengan steroid
- Dosis tinggi atau menggunakan 2 jenis NSAID
- Menderita penyakit sistemik yang berat
Mungkin sebagai faktor risiko
- Bersama-sama dengan infeksi Helicobacter pylory
- Merokok
- Meminum alcohol

IV. FISIOLOGI LAMBUNG

Lambung adalah organ berbentuk J, terletak pada bagian superior kiri


rongga abdomen dibawah diafragma. Semua bagian, kecuali sebagian kecil,
terletak sebelah kiri garis tengah. Ukuran dan bentuk setiap individu bervariasi.
Secara anatomi, lambung terdiri dari kardia, fundus, korpus, dan pilorus.
Fungsi lambung antara lain, penyimpanan makanan, produksi kimus, digesti
protein, produksi mucus dan produksi faktor intrinsik, suatu glikoprotein yang
disekresi sel parietal.6,7

Sekresi kelenjar lambung menurut bagian-bagian histologi lambung :


1) Kelenjar kardia hanya mensekresi mukus
2) Kelenjar fundus-korpus terdiri dari sel utama (chief cell) mensekresi
pepsinogen, Sel parietal mensekresi asam klorida (HCl) dan faktor intrinsik,
serta sel leher mukosa mensekresi mukus.
3) Kelenjar pilorus di antrum pilorus mensekresi mukus dan gastrin.

Tahap-tahap fisiologi sekresi HCl lambung, terdiri dari 3 tahap :


1) Tahap sefalik, diinisiasi dengan melihat, merasakan, membaui, dan menelan
makan, yang dimediasi oleh aktivitas vagal. Hal ini mengakibatkan kelenjar
gastrik menyekresi HCL, pepsinogen, dan menambah mukus.
2) Tahap gastrik meliputi stimulasi reseptor regangan oleh distensi lambung
dan dimediasi oleh impuls vagal serta sekresi gastrin dari sel endokrin (sel
G) di kelenjar-kelenjar antral. Sekresi Gastrin dipicu oleh asam amino dan
peptida di lumen dan mungkin distimulasi vagal.
3) Tahap intestinal terjadi setelah kimus meninggalkan lambung dan
memasuki proximal usus halus yang memicu faktor dan hormon. Sekresi
lambung distimulasi oleh sekresi gastrin duodenum, melalui sirkulasi
menuju lambung. Sekresi dihambat oleh hormon-hormon polipeptida yang
dihasilkan duodenum jika PH di bawah 2 dan jika ada makanan berlemak.
Hormon-hormon ini meliputi gastric inhibitory polipeptide (GIP), sekretin,
kolesistokinin dan hormon pembersih enterogastron.

Gambar 1. Mekanisme sekresi asam lambung dan faktor-faktor yang mempengaruhi7

Semua signal yang menyebabkan aktivasi pompa proton pada sel parietal
meliputi, asetilkolin dihasilkan dari aferen chepalic-vagal atau vagal lambung,
menstimulasi sel-sel parietal melalui reseptor 3 kolinergik-muskarinik
menghasilkan peningkatan Ca2+ sitoplasma dan berakibat aktivasi pompa proton.
Gastrin mengaktivasi reseptor gastrin sehingga mengningkatkan Ca2+ sitoplasma
dalam sel parietal. sel-sel Enterochromaffin-like (ECF) memainkan peranan sentral,
gastrin dan aferen vagal menginduksi pelepasan histamin dari sel-sel ECL, yang
mana histamin akan menstimulasi reseptor H2 pada sel-sel parietal. Cara ini
dianggap paling penting untuk aktivasi pompa proton. Aktivasi beberapa reseptor
pada permukaan sel parietal menghambat produksi asam. Reseptor tersebut
meliputi reseptor somatostatin, prostaglandin seri E, dan faktor pertumbuhan
epidermal.
Sistem Pertahanan Mukosa
Untuk penangkal iritasi tersedia sistem biologi canggih, dalam
mempertahankan keutuhan dan pembaikan mukosa lambung bila timbul kerusakan.
Sistem pertahan mukosa gastrodeudonal terdiri dari 3 rintangan yaitu : pre-epitel,
epitel dan sub-epitel

Lapisan pre-epitel :
Sekresi mukus : lapisan tipis pada permukaan mukosa lambung. Cairan
yang mengandung asam dan pepsin keluar dari kelenjar lambung melewati
lapisan permukaan mukosa dan memasuki lumen lambung secara langsung
tanpa kontak langsung dengan sel-sel epitel permukaan lambung.
Sekresi bikarbonat : sel-sel epitel permukaan lambung mensekresi
bikarbonat ke zona batas adhesi mukus, membuat PH mikrolingkungan
netral pada perbatasan dengan sel epitel..
Active surface phospholipid yang berperan untuk meningkatkan
hidrofobisitas membrane sel dan meningkatkan viskositas mucus.
Lapisan epitel :
Kecepatan perbaikan mukosa yang rusak dimana terjadi migrasi sel-sel yang
sehat ke daerah yang rusak untuk pembaikan
Pertahanan seluler yaitu kemampuan untuk memelihara electrical gradient
dan mencegah pengasaman sel
Kemampuan transporter asam basa untuk mengangkut bikarbonat ke dalam
lapisan mukus dan jaringan subepitel dan untuk mendorong asam keluar
jaringan.
Prostaglandin merangsang produksi mukus dan bikarbonat, yang mana akan
menghambat sekresi asam sel parietal. Disamping itu, aksi vasodilatasi dari
prostaglandin E dan I akan meningkatkan aliran darah mukosa. Obat-obat
yang menghambat sintesis prostaglandin, misalnya NSAID akan
menurunkan sitoproteksi dan memicu perlukaan mukosa lambung dan
ulserasi.
Faktor pertumbuhan :Beberapa faktor pertumbuhan memegang peran
seperti : EGF, FGF, TGF dalam membantu proses pemulihan.
Lapisan sub-epitel :
Aliran darah (mikrosirkulasi) yang berperan mengangkut nutrisi, oksigen
dan bikarbonat ke epitel sel.
Ekstravasasi leukosit yang merangsang reaksi inflamasi jaringan.

Gambar 2. Komponen pertahanan dan pembaikan mukosa gastrduodenal 7

V. PATOMEKANISME GASTROPATI NSAID

Mekanisme NSAID menginduksi traktus gastrointestuinal tidak


sepenuhnya dipahami. Dalam sebuah referensi, NSAID merusak mukosa
lambung melalui 2 mekanisme yaitu tropikal dan sistemik. Kerusakan mukosa
secara tropikal terjadi karena NSAID bersifat asam dan lipofili, sehingga
mempermudah trapping ion hydrogen masuk mukosa dan menimbulkan
kerusakan. Efek sistemik NSAID lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi
akibat produksi prostaglandin menurun secara bermakna. Seperti diketahui
prostaglandin merupakan substansi sitoprotektif yang amat penting bagi mukosa
lambung. Efek sitoproteksi itu dilakukan dengan cara menjaga aliran darah
mukosa, meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat dan meningkakan
epitel defensif. Ia memperkuat sawar mukosa lambung duodenum dengan
meningkatkan kadar fosfolipid mukosa sehingga meningkatkan hidrofobisitas
permukaan mukosa, dengan demikian mencegah/mengurangi difusi balik ion
hidrogen. Selain itu, prostaglandin juga menyebabkan hiperplasia mukosa
lambung duodenum (terutama di antara antrum lambung), dengan
memperpanjang daur hidup sel-sel epitel yang sehat (terutama sel-sel di
permukaan yang memproduksi mukus), tanpa meningkatkan aktivitas
proliferasi.3
Elemen kompleks yang melindungi mukosa gastroduodenal merupakan
prostaglandin endogenous yang di sintesis di mukosa traktus gastrointestinal
bagian atas. COX (siklooksigenase) merupakan tahap katalitikator dalam
produksi prostaglandin. Sampai saat ini dikenal ada dua bentuk COX, yakni
COX-1 dan COX-2. COX-1 ditemukan terutama dalam gastrointestinal,
ginjal,endotelin,otak dan trombosit : dan berperan penting dalam pembentukan
prostaglandin dari asam arakidonat. COX-2 pula ditemukan dalam otak dan
ginjal yag juga bertanggungjawab dalam respon inflamasi. Endotel vaskular
secara terus-menerus menghasilkan vasodilator prostaglandin E dan I yang
apabila terjadi gangguan atau hambatan (COX-1) akan timbul vasokonstriksi
sehingga aliran darah menurun dan menyebabkan nekrosis epitel.4

Gambar 3. Mekanisme NSAID mempengaruhi mukosa lambung 5

Penghambatan COX oleh NSAID ini lebih lanjut dikaitkan dengan perubahan
produksi mediator inflamasi. Sebagai konsekuensi dari penghambatan COX-2,
terjadi sintesis leukotrien yang disempurnakan dapat terjadi oleh shunting
metabolisme asam arakidonat terhadap-lipoxygenase jalur 5. Leukotrien yang
memberikan kontribusi terhadap cedera mukosa lambung dengan mendorong
iskemia jaringan dan peradangan. Peningkatan ekspresi molekul adhesi seperti
molekul adhesi antar sel-1 oleh mediator pro-inflamasi seperti tumor necrosis
factor- mengarah ke peningkatan adheren dan aktivasi neutrofil-endotel. Wallace
mendalilkan bahwa pengaruh NSAID terhadap neutrofil adheren mungkin
berkontribusi terhadap patogenesis kerusakan mukosa lambung melalui dua
mekanisme utama: (i) oklusi microvessels lambung oleh microthrombi
menyebabkan aliran darah lambung berkurang dan kerusakan sel iskemik, (ii)
meningkatkan pembebasan dari radikal bebas yang berasal-oksigen. Oksigen
radikal bebas bereaksi dengan poli asam lemak tak jenuh dari mukosa menyebabkan
peroksidasi lipid dan kerusakan jaringan. NSAID tidak hanya merusak perut, tetapi
dapat mempengaruhi saluran pencernaan seluruh dan dapat menyebabkan berbagai
komplikasi ekstraintestinal parah seperti kerusakan ginjal sampai gagal ginjal akut
pada pasien yang memiliki faktor risiko, retensi natrium dan cairan, hipertensi
arterial, dan, kemudian, gagal jantung.5,8

Gambar 4. Fungsi fisiologis dan patofisiologi dari COX (siklooksigenase) 5


VI. GEJALA KLINIS

Gastropati NSAID ditandai dengan inbalance antara gambaran


endoskopi dan keluhan klinis. Misalnya pada pasien dengan berbagai gejala,
seperti ketidaknyamanan dan nyeri epigastrium, dispepsia, kurang sering
muntah memiliki lesi minimal pada studi endoskopi. Sementara pasien dengan
keluhan tidak ada ataupun ringan GI memiliki lesi erosi mukosa parah dan
ulcerating. Perkembangan penyakit berbahaya tersebut dapat menyebabkan
pasien dengan komplikasi mematikan.
30-40% dari pasien yang menggunakan NSAID secara jangka panjang
(> 6 minggu), memiliki keluhan dispepsia yang tidak dalam korelasi dengan
hasil studi endoskopi. Hampir 40% dari pasien dengan tidak ada keluhan GI
telah luka parah mengungkapkan pada studi endoskopi, dan 50% dari pasien
dengan keluhan GI memiliki integritas mukosa normal.
Gastropati NSAID dapat diungkapkan dengan tidak hanya dispepsia
tetapi juga dengan gejala sakit, juga mungkin memiliki onset tersembunyi
dengan penyebab mematikan seperti ucler perforasi dan perdarahan.

VII. DIAGNOSIS
Spektrum klinis Gastropati NSAID meliputi suatu keadaan klinis yang
bervariasi sangat luas, mulai yang paling ringan berupa keluhan
gastrointestinal discontrol. Secara endoskopi akan dijumpai kongesti mukosa,
erosi-erosi kecil kadang-kadang disertai perdarahan kecil-kecil. Lesi seperti
ini dapat sembuh sendiri. Kemampuan mukosa mengatasi lesi-lesi ringan
akibat rangsangan kemis sering disebut adaptasi mukosa. Lesi yang lebih
berat dapat berupa erosi dan tukak multipel, perdarahan luas dan perforasi
saluran cerna.
Untuk mengevaluasi gangguan mukosa dapat menggunakan Modified
Lanza Skor (MLS) kriteria. Sistem grading ini menurut MLS adalah sebagai
berikut:
Grade 0 : tidak ada erosi atau perdarahan
Grade 1 : erosi dan perdarahan di satu wilayah atau jumlah lesi 2
Grade 2 : erosi dan perdarahan di satu daerah atau ada 3-5 lesi
Grade 3 : erosi dan perdarahan di dua daerah atau ada 6-10 lesi
Grade 4 : erosi dan perdarahan> 3 daerah atau lebih dalam lambung
Grade 5 : sudah ada tukak lambung
Secara histopatologis tidak khas. Dapat dijumpai regenerasi epitelial,
hiperplasia foveolar, edema lamina propia dan ekspansi serabut otot polos
ke arah mukosa. Ekspansi dianggap abnormal bila sudah mencapai kira-kira
sepertiga bagian atas.Namun, tanpa informasi yang jelas tentang konsumsi
NSAID gambaran histopatologis seperti ini sering disebut sebagai gastropati
reaktif.
Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah
negatif terhadap darah samar.
Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan
dalam mendiagnosis aklorhidria(tidak terdapat asam hdroklorida dalam
getah lambung) dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan
makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang timbul juga
mengidentifikasikan adanya ulkus.
Selain itu, adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan
histology melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium
khusus. serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H. Pylori.

VIII. DIAGNOSIS BANDING


Dengan tanda-tanda perdarahan pada sistem gastrointestinal bagian atas
maupun dispepsia, Gastropati NSAID dapat didiagnosis banding dengan:
1. Varises esofagus
2. Karsinoma lambung
3. Zollinger-Ellison Syndrome
4. Ulkus duodenum
IX. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada pasien gastropati NSAID, terdiri dari non-


mediamentosa dan medikamentosa. Pada terapi non-medikametosa, yakni
berupa istirahat, diet dan jika memungkinkan, penghentian penggunaan
NSAID. Secara umum, pasien dapat dianjurkan pengobatan rawat jalan, bila
kurang berhasil atau ada komplikasi baru dianjurkan rawat inap di rumah sakit.
Pada pasien dengan disertai tukak, dapat diberikan diet lambung yang
bertujuan untuk memberikan makanan dan cairan secukupnya yang tidak
memberatkan lambung, mencegah dan menetralkan asam lambung yang
berlebihan serta mengusahakan keadaan gizi sebaik mungkin. Adapun syarat
diet lambung yakni:
1. Mudah cerna, porsi kecil, dan sering diberikan.
2. Energi dan protein cukup, sesuai dengan kemampuan pasien untuk
menerima
3. Rendah lemak, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang
ditingkatkan secara bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.
4. Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara
bertahap.
5. Cairan cukup, terutama bila ada muntah
6. Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara
termis, mekanis, maupun kimia (disesuaikan dengan daya terima
perseorangan)
7. Laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa; umumnya tidak
dianjurkan minum susu terlalu banyak.
8. Makan secara perlahan
9. Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 24-48jam
untuk memberikan istirahat ada lambung.
Evaluasi sangat penting karena sebagian besar gastropati NSAID ringan
dapat sembuh sendiri walaupun NSAID tetap diteruskan. Antagonis reseptor H2
(ARH2) atau PPI dapat mengatasi rasa sakit dengan baik. Pasien yang dapat
menghentikan NSAID, obat-obat tukak seperti golongan sitoproteksi, ARH2 dan
PPI dapat diberikan dengan hasil yang baik. Sedangkan pasien yang tidak
mungkin menghentikan NSAID dengan berbagai pertimbangan sebaiknya
menggunakan PPI. Mereka yang mempunyai faktor risiko untuk mendapat
komplikasi berat, sebaiknya dberikan terapi pencegahan mengunakan PPI atau
analog prostaglandin.
Tiga strategi saat ini diikuti secara rutin klinis untuk mencegah kerusakan
yang disebabkan gastropati NSAID: (i) coprescription agen gastroprotektif, (ii)
penggunaan inhibitor selektif COX-2, dan (iii) pemberantasan H. pylori.
Gastroprotektif
Misoprostol
Misoprostol adalah analog prostaglandin yang digunakan untuk
menggantikan secara lokal pembentukan prostaglandin yang dihambat oleh
NSAID. Menurut analisis-meta dilakukan oleh Koch, misoprostol mencegah
kerusakan GI: ulserasi lambung ditemukan dikurangi secara signifikan dalam
kedua penggunaan NSAID, kronis dan akut, sedangkan ulserasi duodenum
berkurang secara signifikan hanya dalam pengobatan kronis. Dalam studi-co
aplikasi mukosa misoprostol 200 mg empat kali sehari terbukti mengurangi
tingkat keseluruhan komplikasi NSAID sekitar 40%. Namun, penggunaan
misoprostol dosis tinggi dibatasi karena efek samping terhadap GI. Selain itu,
penggunaan misoprostol tidak berhubungan dengan pengurangan gejala
dispepsia.
Sukralfat / antasida
Selain mengurangi paparan asam pada epitel yang rusak dengan
membentuk gel pelindung (sucralfate) atau dengan netralisasi asam lambung
(antasida), kedua regimen telah ditunjukkan untuk mendorong berbagai
mekanisme gastroprotektif.
Sukralfat dapat menghambat hidrolisis protein mukosa oleh pepsin.
Sukralfat masih dapat digunakan pada pencegahan tukak akibar stress,
meskipun kurang efektif. Karena diaktivasi oleh asam, maka sukralfat
digunakan pada kondisi lambung kosong. Efek samping yang paling banyak
terjadi yaitu konstipasi.
Antasida diberikan untuk menetralkan asam lambung dengan
mempertahankan PH cukup tinggi sehingga pepsin tidak diaktifkan, sehingga
mukosa terlindungi dan nyeri mereda. Preparat antasida yang paling banyak
digunakan adalah campuran dari alumunium hidroksida dengan magnesium
hidroksida. Efek samping yang sering terjadi adalah konstipasi dan diare
H2-reseptor antagonis
H 2 reseptor antagonis (H2RA) merupakan standar pengobatan ulkus
sampai pengembangan PPI. Mereka adalah obat pertama yang efektif untuk
menyembuhkan esofagitis refluks serta tukak lambung. Namun, dalam
pencegahan Gastropati NSAID, H2RA pada dosis standar tidak hanya kurang
efektif tetapi juga dapat meningkatkan risiko ulkus pendarahan.
Menggandakan dosis standar (famotidin 40 mg dua kali sehari) secara
signifikan menurunkan kejadian 6 bulan ulkus lambung.
Proton-pump inhibitor
Supressi asam oleh PPI lebih efektif dibandingkan dengan H2RA dan
sekarang terapi standar untuk pengobatan baik tukak lambung dan refluks
gastro-esofageal-penyakit (GERD). Jika diberikan dalam dosis yang cukup,
produksi asam harian dapat dikurangi hingga lebih dari 95%. Sekresi asam
akan kembali normal setelah molekul pompa yang baru dimasukkan ke dalam
membran lumen. Omeprazol juga secara selektif menghambat karbonat
anhidrase mukosa lambung yang kemungkinan turut berkontribusi terhadap
sifat supresi asamnya. Proton Pump Inhibitor yang lain diantaranya
lanzoprazol, esomeprazol, rabeprazol dan Pantoprazol. Kelemahan dari PPI
mungkin bahwa mereka tidak mungkin untuk melindungi terhadap cedera
mukosa di bagian distal lebih dari usus (misalnya di colonopathy
NSAID). Namun, dalam ringkasan, PPI menyajikan comedication pilihan
untuk mencegah NSAID-induced gastropathy.
Tindakan operasi saat ini frekuensinya menurun akibat keberhasilan terapi
medikamentosa. Indikasi operasi terbagi 3 yaitu :
Elektip (tukakak refrakter/gagal pengobatan)
Darurat ( komplikasi : perdarahan massif, perforasi, senosis polorik)
Tukak gaster dengan sangkutan keganasan.

X. KOMPLIKASI
Pada gastropati NSAID, dapat terjadi ulkus, yang memiliki beberapa
komplikasi yakni:
1. Hemoragi-gastrointestinal atas, gastritis dan hemoragi akibat ulkus peptikum
adalah dua penyebab paling umum perdarahan saluran GI.
2. Perforasi, merupakan erosi ulkus melalui mukosa lambung yang menembus
ke dalam rongga peritoneal tanpa disertai tanda.
3. Penetrasi atau Obstruksi, penetrasi adalah erosi ulkus melalui serosa lambung
ke dalam struktur sekitarnya seperti pankreas, saluran bilieratau omentum
hepatik.
4. Obstruksi pilorik terjadi bila area distal pada sfingter pilorik menjadi jaringan
parut dan mengeras karena spasme atau edema atau karena jaringan parut
yang terbentuk bila ulkus sembuh atau rusak.
Selain terjadinya gangguan di saluran gastrointestinal, penggunanaan
NSAID yang berlebihan, dapat menyebabkan berbagai efek samping lain, baik
di ginjal, pada kulit, maupun sistem syaraf.
Prostaglandin E2 (PGE2) dan I2 (PGI2) yang dibentuk dalam glomerulus
mempunyai pengaruh terutama pada aliran darah dan tingkat filtrasi glomerulus.
PGI1 yang diproduksi pada arteriol ginjal juga mengatur aliran darah ginjal.
Penghambatan biosintesis prostaglandin di ginjal, terutama PGE2, oleh NSAID
menyebabkan penurunan aliran darah ginjal. Pada orang normal, dengan hidrasi
yang cukup dan ginjal yang normal, gangguan ini tidak banyak mempengaruhi
fungsi ginjal karena PGE2 dan PGI2 tidak memegang peranan penting dalam
pengendalian fungsi ginjal. Tetapi pada penderita hipovolemia, sirosis hepatis
yang disertai asites, dan penderita gagal jantung, PGE2 dan PGI2 menjadi
penting untuk mempertahankan fungsi ginjal. Sehingga bila NSAID diberikan,
akan terjadi penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan aliran darah ginjal
bahkan dapat pula terjadi gagal ginjal. Penghambatan enzim siklooksigenase
dapat menyebabkan terjadinya hiperkalemia. Hal ini sering sekali terjadi pada
penderita diabetes mellitus, insufisiensi ginjal, dan penderita yang menggunakan
-blocker dan ACE-inhibitor atau diuretika yang menjaga kalium (potassium
sparing). Selain itu, penggunaan NSAID dapat menimbulkan reaksi idiosinkrasi
yang disertai proteinuria yang masif dan nefritis interstitial yang akut.
Efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit dengan akibat
perpanjangan waktu perdarahan. Ketika perdarahan, trombosit yang beredar
dalam sirkulasi darah mengalami adhesi dan agregasi. Trombosit ini kemudian
menyumbat dengan endotel yang rusak dengan cepat sehingga perdarahan
terhenti. Agregasi trombosit disebabkan oleh adanya tromboksan A2 (TXA2).
TXA2, sama seperti prostaglandin, disintesis dari asam arachidonat dengan
bantuan enzim siklooksigenase. NSAID bekerja menghambat enzim
siklooksigenase. Aspirin mengasetilasi Cox I (serin 529) dan Cox II (serin 512)
sehingga sintesis prostaglandin dan TXA2 terhambat. Dengan terhambatnya
TXA2, maka proses trombogenesis terganggu, dan akibatnya agregasi trombosit
tidak terjadi. Jadi, efek antikoagulan trombosit yang memanjang pada
penggunaan aspirin atau NSAID lainnya disebabkan oleh adanya asetilasi
siklooksigenase trombosit yang irreversibel (oleh aspirin) maupun reversibel
(oleh NSAID lainnya). Proses ini menetap selama trombosit masih terpapar
NSAID dalam konsentrasi yang cukup tinggi.
Dengan menggunakan meta analisis, dapat diketahui bahwa NSAID dapat
meningkatkan tekanan darah rata-rata (mean arterial pressure) sebanyak kurang
lebih 5 mmHg. NSAID paling kuat mengantagonis efek antihipertensi -blocker
dan ACE-inhibitor, sedangkan terhadap efek antihipertensi vasodilator atau
diuretik efeknya paling lemah. NSAID yang paling kuat menimbulkan efek
meningkatkan tekanan darah ialah piroksikam.
NSAID juga dapat menyebabkan reaksi kulit seperti erupsi morbiliform
yang ringan, reaksi-reaksi obat yang menetap, reaksi-reaksi fotosensitifitas,
erupsi-erupsi vesikobulosa, serum sickness, dan eritroderma exofoliatif. Hampir
semua NSAID dapat menyebabkan urtikaria terutama pada pasien yang sensitif
dengan aspirin. Menurut studi oleh Akademi Dermatologi di Amerika pada
tahun 1984, NSAID yang paling sedikit menimbulkan gangguan kulit adalah
piroksikam, zomepirac, sulindak, natrium meklofenamat, dan benaxoprofen.
Pada sistem syaraf pusat, NSAID dapat menyebabkan gangguan seperti,
depresi, konvulsi, nyeri kepala, rasa lelah, halusinasi, reaksi depersonalisasi,
kejang, dan sinkope. Pada penderita usia lanjut yang menggunakan naproksen
atau ibuprofen telah dilaporkan mengalami disfungsi kognitif, kehilangan
personalitas, pelupa, depresi, insomnia, iritasi, rasa ringan kepala, hingga
paranoid.20 Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersensitifitas berupa
rinitis vasomotor, oedem angioneurotik, urtikaria luas, asma bronkiale, hipotensi
hingga syok.
DAFTAR PUSTAKA

1. Suyata, Bustami E, Bardiman S, Bakry F. A comparison of efficacy between


rebamipide and omeprazole in the treatment of nsaids gastropathy. The
Indonesian Journal of Gastroenterology Hepatology and Digestive
Endoscopy Vol. 5, No. 3, December 2004; p.89-94.

2. Tugushi M. Nonsteroidal anti inflamatory drug (NSAID) associated


gastropathies [online]. World Medicine [cited January 28 2011]. Available
from:
http://www.worldmedicine.ge/?Lang=2&level1=5&event=publication&id
=39

3. Hirlan. Gastritis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,


Setiati S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.4 Jilid.I. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. p.335-7.

4. Scheiman JM. Nonsteroidal antiinflamatory drug (NSAID)-induced


gastropathy. In: Kim, Karen (editor). Acute gastrointestinal bleeding;
diagnosis and treatment. New Jersey: Humana Press Inc. 2004. p.75-93

5. Becker JC, Domschke W, Pohie T. Current approaches to prevent NSAID-


induced gastropathy COX selectivity and beyond. Br J Clin Pharmacol 58
:6.2004; p.587600

6. Lindseth GN. Gangguan lambung dan duodenum. In: Price SA, Wilson LM
(editors). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit Ed.6 Vol.1.
Jakarta: Penerbit ECG. 2002. p.417-35.
7. Tarigan P. Tukak Gaster. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.4
Jilid.I. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. p.338-
48.

8. Anonim. Kerusakan lambung akibat NSAID. Otuska Indonesia [online].


2008 [cited January 28 2011]. Available from:
http://www.otsuka.co.id/?content=article_detail&id=144&lang=id

9. Shrestha S, Lau D. Gastric Ulcers: differential diagnose & workup.


Emedicine [online]. 2009 [cited January 28 2011]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/175765-overview

10. Almatsier S (editor). Diet penyakit lambung. In: Penuntun diet edisi baru.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2007. p.108-16.

11. Tjay TH, Rahardja K. Analgetika antiradang dan obat-obat rema. In: Obat-
obat penting; khasiat, penggunaan, dan efek-efek sampingnya. Jakarta: Elex
Media Komputindo. 2007. p.321-47.

12. Anonim. Obat anti inflamasi nonsteroid part 1. FKUNSRI [online]. 2008
[cited January 28 2011]. Available from:
http://fkunsri.wordpress.com/2008/02/09/obat-anti-inflamasi-nonsteroid-
part-1

Anda mungkin juga menyukai