Anda di halaman 1dari 21

Borang Portofolio

Nama Peserta

: dr. Hanifah Astrid Ernawati

Nama Wahana : Rumah Sakit Tentara Dr. Asmir (DKT) Salatiga


Topik

: Hipertensi Emergensi

Tanggal (kasus) : 02 Agustus 2015


Nama Pasien

: Tn. SS

No. RM : 078803

Tgl Presentasi :

Nama Pendamping : dr. Nurul Fajri Kurniati ,

Tempat Presentasi : RST Dr. Asmir (DKT) Salatiga


Obyektif Presentasi :
Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Tinjauan Pustaka

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Istimewa

Neonatus

Bayi

Anak

Remaja

Dewasa

Lansia

Bumil

Deskripsi: Laki-laki 76th, dengan pusing, mual dan muntah, TD : 215/100


Tujuan: Memahami dan melaksanakan tatalaksana yang tepat untuk kasus hipertensi emergensi
Bahan bahasan:

Tinjauan Pustaka

Riset

Kasus

Audit

Cara membahas:

Diskusi

Presentasi dan diskusi

Email

Pos

Data pasien:

Nama: Tn. SS

Nama Klinik:

Nomor Registrasi: 078803


Telp:

Terdaftar Sejak:

Data utama untuk bahan diskusi:


1) Diagnosis : Hipertensi Emergensi
2) Keluhan Utama : Mual dan Muntah
Gambaran Klinis :
Pasien datang dengan keluhan Mual muntah sejak 6 jam SMRS. Muntah sekitar 4-5x berisi makanan dan cairan yang
dikonsumsi sejak tadi. Muntah menyemprot. Pasien juga mengeluh pusing. Pusing dirasakan sesaat setelah muntah. Pusing
dirasakan di bagian belakang kepala. Keluhan dirasakan s aat pasien sedang berisitirahat. Tidak ada nyeri dada. Tidak ada sesak.
Tidak ada defisit neurologis. BAK terakhir bangun tidur. BAB normal. Pasien saat datang ke IGD tampak lemas.

3) Riwayat Pengobatan : Rutin minum obat sakit hipertensi


4) Riwayat Kesehatan/Penyakit :
- Riwayat sakit serupa disangkal
- Riwayat hipertensi sejak 5 tahun
- Riwayat mondok disangkal

5) Riwayat Keluarga : Keluarga yang tinggal serumah tidak ada yang mengalami sakit serupa
6) Riwayat Pekerjaan : 7) Kondisi Lingkugan Sosial dan Fisik (Rumah, Lingkungan, Pekerjaan) : Pasien menggunakan fasilitas KIS
8) Riwayat Imunisasi : -

9) Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : CM tampak lemah dan gizi kesan cukup
Tanda Vital :
Tekanan Darah = 215/100 mmHg
Nadi = 48x/menit, reguler, Kuat
Frekuensi Napas = 24x/menit
Suhu = 36,5C
Kepala
: simetris, bentuk mesocephal
Kulit
: warna sawo matang, ujud kelainan kulit (-)
Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem palpebra (-/-)

Telinga
Hidung
Mulut
Tenggorok
Leher
Thorax
Cor

: daun telinga dalam batas normal, sekret (-/-), darah (-/-), tragus pain (-/-)
: napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)
: bibir sianosis (-), mukosa kering (-), hiperemis (-), gusi berdarah (-), bibir pecah-pecah (-)
: uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang
: bentuk normocolli, kelenjar getah bening tidak membesar, JVP tidak meningkat
: bentuk normochest, retraksi (-), simetris kanan = kiri
: Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
Kiri atas
: SIC II linea parasternalis sinistra
Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
Kiri bawah : SIC V linea medioclavicularis sinistra
Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo : Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri
Palpasi
: fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
: sonor di seluruh lapang paru, batas paru-hepar di SIC VI linea midclavicularis dekstra
Auskultasi : suara dasar vesikuler normal/normal, suara tambahan (-/-), ronkhi basah halus (-/-), ronkhi basah kasar (-/-),
wheezing (-/-)

Abdomen

: Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada


Auskultasi : bising usus (+) meningkat
Perkusi

: timpani, pekak beralih (-)

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-), hepar tidak membesar, lien tidak membesar, turgor kulit kembali cepat

Ekstremitas :
Akral dingin
Oedem
CRT

Superior
+/+
-/< 2 detik

Inferior
-/-/< 2 detik

10) Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Hematokrit
GDS
SGOT
SGPT
Ur
Cr
Kesan : peningkatan kreatinin

15,3
8,9
228
5,44
47,2
127
15
20
37
1,8

Satuan

Nilai rujukan

g/dl
103/uL
103/uL
106/uL
%
mg/dL
uL
uL
mg/dL
mg/dL

12,0-15,5
5,0-12,0
100-400
4,00-5,20
35,0-49,0
< 160
L: < 37/P: < 31
L: < 41/P: < 37
15-45
L: 0,9-1,3/P: 0,6-1,1

11) Pemeriksaan EKG : Sinus Bradikardi

12) Penatalaksanaan :
- Mondok bangsal
- O2 3-4 lpm
- Infus RL 20 tpm
- Infus manitol 6x100cc
- Injeksi OMZ 40mg/24jam
- Injeksi Ondansetron 4mg/8jam
- Injeksi Citicolin 500mg/12jam
- Amlodipin tab 10mg 0-0-1
- Irbesartan 1x300mg
- Alprazolam 1x0,5mg (malam)
Plan :
HA, SGOT/SGPT, UR/CRE, GDS, Cholest, TG, As.Urat
Konsul Bagian Penyakit Dalam
Diet TD 2 RG

Daftar Pustaka
1. Gilford R.W. 1991 : Management of Hypertesivi Crisis, JAMA SEA, 266; 39-45
2. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, dan Setiowulan W. Kegawatdaruratan: Ketoasidosis Dibetik. Dalam: Kapita Selekta
Kedokteran Jilid 1 Edisi Ketiga. 2001. Jakarta: Media Aesculapis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 54: 604-608.
3. Roesma J. Krisis Hipertensi Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 424: 1874-1877

10

HASIL PEMBELAJARAN
HIPERTENSI EMERGENCY
Krisis Hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan timbulnya atau
telah terjadi kelainan organ target. Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang lalai atau tidak memakan obat antihipertensi.
Epidemiologi
Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita HT ringan, 20% HT sedang dan 10% HT berat. Pada setiap jenis HT ini dapat timbul
krisis hipertensi dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120 130 mmHg yang merupakan suatu kegawatan medik dan
memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis HT menurut laporan dari hasil penelitian
dekade lalu di negara maju berkisar 2 7% dari populasi HT, terutama pada usia 40 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 10
tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT, seperti di Amerika hanya lebih
kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini.
Definisi dan Klasifikasi
Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan perioritas pengobatan, sebagai berikut :
1. Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan TD Diastolik > 120 mmHg, disertai kerusakan berat dari organ sasaran yag disebabkan oleh
satu atau lebih penyakit/kondisi akut . Keterlambatan pengobatan akanmenyebebabkan timbulnya sequele atau kematian. TD harus diturunkan sampai
batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau (ICU).
2. Hipertensi urgensi (mendesak), TD diastolik > 120 mmHg dan dengan tanpa kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus
diturunkan dalam 24 jam sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral.

11

12

Patofisiologi
Ada 2 teori yang dianggap dapat menerangkan timbulnya hipertensi ensefalopati yaitu :
1. Teori Over Autoregulation
Dengan kenaikan TD menyebabkan spasme yang berat pada arteriole mengurangi aliran darah ke otak (CDF) dan iskemi. Meningginya permeabilitas
kapiler akan menyebabkan pecahnya dinding kapiler, udema di otak, petekhie, pendarahan dan mikro infark.
2. Teori Breakthrough of Cerebral Autoregulation bila TD mencapai threshold tertentu dapat mengakibtakan transudasi, mikoinfark dan oedema
otak, petekhie, hemorhages, fibrinoid dari arteriole.

Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg 160 mmHg,
sedangkan pada penderita hipertensi baru dengan MAP diantara 60 120 mmHg. Pada keadaan hiper kapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit
dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan yang sedikit saja dari TD menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya oedema
otak.

13

Diagnosa
Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu
menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.
Anamnesa : Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting ditanyakan :
Riwayat hipertensi : lama dan beratnya.
Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
Usia : sering pada usia 40 60 tahun.
Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, hoyong, perubahan mental, ansietas ).
Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang ).
Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri dada ).
Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis.
Riwayat kehamilan : tanda eklampsi.
Pemeriksaan fisik : Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD ( baring dan berdiri ) mencari kerusakan organ sasaran ( retinopati, gangguan
neurologi, payah jantung kongestif, altadiseksi ). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi ataupun payah jantung,
kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner.
Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1. Pemeriksaan yang segera seperti :
a. darah : rutin, BUN, creatinine, elektrolik, KGD.
b. urine : Urinelisa dan kultur urine.
c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.
d. Foto dada : apakah ada oedema paru ( dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana ).
14

2. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang pertama ) :
a. sangkaan kelainan renal : IVP, Renald angiography ( kasus tertentu ), biopsi renald ( kasus tertentu ).
b. menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab, CAT Scan.
c. Bila disangsikan Feokhromositoma : urine 24 jam untuk Katekholamine, metamefrin, venumandelic Acid ( VMA ).
Faktor presifitasi pada krisis hipertensi : dari anamnese dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dapat dibedakan hipertensi emergensi
urgensi dan faktor-faktor yang mempresipitasi krisis hipertensi. Keadaan-keadaan klinis yang sering mempresipitasi timbulnya krisis hipertensi,
antara lain :
Kenaikan TD tiba-tiba pada penderita hipertensi kronis essensial ( tersering ).
Hipertensi renovaskular.
Glomerulonefritis akut.
Sindroma withdrawal anti hypertensi.
Cedera kepala dan ruda paksa susunan syaraf pusat.
Renin-secretin tumors.
Pemakaian prekusor katekholamine pada pasien yang mendapat MAO. Inhibitors.
Penyakit parenkhim ginjal.
Pengaruh obat : kontrasepsi oral, anti depressant trisiklik, MAO Inhibitor, simpatomimetik ( pil diet, sejenis Amphetamin ), kortikosteroid,
NSAID, ergot alk.
Luka bakar.
Progresif sistematik sklerosis, SLE.
Difrensial diagnosa : krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi seperti :

15

- Hipertensi berat
- Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.
- Ansietas dengan hipertensi labil.
- Oedema paru dengan payah jantung kiri.
PENGOBATAN KRISIS HIPERTENSI
Dasar-dasar penatalaksanaan krisis HT :
Tekanan darah yang sedemikian tinggi haruslah segera diturunkan karena penundaan akan memperburuk penyakit yang akan timbul baik cepat
maupun lambat. Tetapi dipihak lain, penurunan yang terlalu agresif juga dapat menimbulkan berkurangnya perfusi dan aliran darah ke organ vital
terutama otak, jantung, dan ginjal. Sampai sejauh mana tekanan darah diturunkan ?. Untuk menurunkan TD sampai ke tingkat yang diharapkan perlu
diperhaikan berbagai faktor antara lain keadaan hipertensi sendiri ( TD segera diturunkan atau bertahap, pengamatan problema yang menyertai krisis
hipertensi perubahan dari aliran darah dan autoregulasi TD pada organ vital dan pemilihan obat anti hipertensi yang efektif untuk krisis hipertensi dan
monitoring efek samping obat.
AUTOREGULASI
Yang dimaksud autoregulasi adalah penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada
resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontriksi / dilatasi pembuluh darah. Dengan pengetahuan autoregulasi dalam
menurunkan TD secara mendadak dimaksudkan untuk melindungi organ vital dengan tidak terjadi iskemi. Autoregulasi otak telah cukup luas diteliti
dan diterangkan. Bila TD turun, terjadi vasodilatasi, jika TD naik timbul vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran darah otak masih tetap
pada fluktuasi Mean Arterial Pressure ( MAP ) 60 70 mmHg. Bila MAP turun dibawah batas autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen
lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah yang berkurang. Bila mekanisme ini gagal, maka dapat terjadi iskemi otak dengan

16

manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkope. Autoregulasi otak ini kemungkinan disebabkan oleh mekanisme miogenic yang
disebabkan oleh stretch receptors pada otot polos arteriol otak, walaupun oleh Kontos dkk. Mengganggap bahwa hipoksia mempunyai peranan dalam
perubahan metabolisme di otak. Pada cerebrovaskuler yang normal penurunan TD yang cepat sampai batas hipertensi, masih dapat ditolelir. Pada
penderita hipertensi kronis, penyakit cerebrovaskular dan usia tua, batas ambang autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva,
sehingga pengurangan aliran darah terjadi pada TD yang lebih tinggi. Straagaard pada penelitiannya mendapatkan MAP rata-rata 113 mmHg pada 13
penderita hipertensi tanpa pengobatan dibandingkan dengan 73 mmHg pada orang normotensi. Penderita hipertensi denga pengobatan mempunyai
nilai diantar group normotensi dan hipertensi tanpa pengobatan dan dianggap bahwa TD terkontrol cenderung menggeser autoregulasi kearah normal.
Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun hipertensi, ditaksir bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kirakira 25% dibawah resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan krisis hipertensi, pengurangan MAP sebanyak 2025% dalam beberapa
menit/jam, tergantung dari apakah emergensi atau urgensi penurunan TD pada penderita aorta diseksi akut ataupun oedema paru akibat payah jantung
kiri dilakukan dalam tempo 1530 menit dan bisa lebir rendah lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainnya. Penderita hipertensi ensefalopati,
penurunan TD 25% dalam 23 jam. Untuk pasien dengan infark cerebri akut ataupun pendarahan intrakranial, pengurangan TD dilakukan lebih
lambat (6 12 jam) dan harus dijaga agar TD tidak lebih rendah dari 170 180/100 mmHg.
PENANGGULANGAN HIPERTENSI EMERGENSI :
Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan maka TD perlu segera diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah :
1. Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari arterial catether (bila ada indikasi ). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair
dan status volume intravaskuler.
2. Anamnese singkat dan pemeriksaan fisik.
- tentukan penyebab krisis hipertensi
- singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis HT

17

- tentukan adanya kerusakan organ sasaran


3. Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang
menyertai dan usia pasien.
- penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg
selama 48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu ( misal : disecting aortic aneurysm ). Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP
ataupun TD yang didapat.
- Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak, jantung dan
ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari permulaan, kecuali pada keadaan tertentu, misal : dissecting anneurysma aorta.
- TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua minggu.
Penaggulangan hipertensi urgensi :
Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak
terang dan TD diukur kembali dalam 30 menit. Bila TD tetap masih sangat meningkat, maka dapat dimulai pengobatan. Umumnya digunakan obatobat oral anti hipertensi dalam menggulangi hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup memuaskan.
Obat-obat oral anti hipertensi yang digunakan a.l :
Nifedipine : pemberian bisa secara sublingual (onset 5-10 menit).Buccal (onset 5 10 menit),oral (onset 15-20 menit),duration 5 15 menit secara
sublingual/buccal). Efek samping : sakit kepala, takhikardi, hipotensi, flushing, hoyong.
Clondine : Pemberian secara oral dengan onset 30 60 menit Duration of Action 8-12 jam. Dosis : 0,1-0,2 mg,dijutkan 0,05mg-0,1 mg setiap jam s/d
0,7mg. Efek samping : sedasi,mulut kering.Hindari pemakaian pada 2 nd degree atau 3rd degree, heart block, brakardi,sick sinus syndrome.Over dosis
dapat diobati dengan tolazoline.
Captopril : pemberian secara oral/sublingual. Dosis 25mg dan dapat diulang setiap 30 menit sesuai kebutuhan. Efek samping : angio neurotik
oedema, rash, gagal ginjal akut pada penderita bilateral renal arteri sinosis.
18

Prazosin : Pemberian secara oral dengan dosis 1-2mg dan diulang perjam bila perlu.Efek samping : first dosyncope, hiponsi orthostatik, palpitasi,
takhikaro sakit kepala.
Dengan pemberian Nifedipine ataupun Clonidine oral dicapai penurunan MAP sebanyak 20 % ataupun TD<120 mmHg. Demikian juga Captopril,
Prazosin terutama digunakan pada penderita hipertensi urgensi akibat dari peningkatan katekholamine. Perlu diingat bahwa pemberian obat anti
hipertensi oral/sublingual dapat menyebabkan penurunan TD yang cepat dan berlebihan bahkan sampai kebatas hipotensi (walaupun hal ini jarang
sekali terjadi). Dikenal adanya first dose effek dari Prozosin. Dilaporkan bahwa reaksi hipotensi akibat pemberian oral Nifedifine dapat
menyebabkan timbulnya infark miokard dan stroke.
Dengan pengaturan titrasi dosis Nifedipine ataupun Clonidin biasanya TD dapat diturunkan bertahap dan mencapai batas aman dari MAP.
Penderita yang telah mendapat pengobatan anti hipertensi cenderung lebih sensitive terhadap penambahan terapi.Untuk penderita ini dan pada
penderita dengan riwayat penyakit cerebrovaskular dan koroner, juga pada pasien umur tua dan pasien dengan volume depletion maka dosis obat
Nifedipine dan Clonidine harus dikurangi.Seluruh penderita diobservasi paling sedikit selama 6 jam setelah TD turun untuk mengetahui efek terapi
dan juga kemungkinan timbulnya orthotatis. Bila ID penderita yang obati tidak berkurang maka sebaiknya penderita dirawat dirumah sakit.
Prognose
Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita hanyalah 20% dalam 1 tahun.Kematian sebabkan oleh uremia (19%), payah
jantung kongestif (13%), cerebro vascular accident (20%),payah jantung kongestif disertai uremia (48%), infrak Mio Card (1%), diseksi aorta (1%).
Prognose menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang efektif dan penaggulangan penderita gagal ginjal dengan analysis dan transplanta ginjal.
Whitworth melaporkan dari penelitiannya sejak tahun 1980, survival dalam 1 tahun berkisar 94% dan survival 5 tahun sebesar 75%.Tidak dijumpai
hasil perbedaan diantara retionopati KWIII dan IV.Serum creatine merupakan prognostik marker yang paling baik dan dalam studinya didapatkan
bahwa 85% dari penderita dengan creatinite <300 umol/l memberikan hasil yang baik dibandingkan dengan penderita yang mempunyai fungsi ginjal
yang jelek yaitu 9 %
19

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio :


1. Subyektif :
Pasien datang dengan keluhan Mual muntah sejak 6 jam SMRS. Muntah sekitar 4-5x berisi makanan dan cairan yang dikonsumsi
sejak tadi. Muntah menyemprot. Pasien juga mengeluh pusing. Pusing dirasakan sesaat setelah muntah. Pusing dirasakan di bagian
belakang kepala. Keluhan dirasakan saat pasien sedang berisitirahat. Tidak ada nyeri dada. Tidak ada sesak. Tidak ada defisit
neurologis. BAK terakhir bangun tidur. BAB normal. Pasien saat datang ke IGD tampak lemas.. Pasien merupakan penderita
hipertensi sejak 1 tahun yang lalu.
2. Obyektif :
Gejala Klinis : pusing, mual dan muntah hati, mual, badan lemas
Tanda Vital : TD = 215/100 mmHg, nadi = 48x/menit, reguler, frekuensi napas = 20x/menit, suhu = 36,5C
Pemeriksaan Fisik :
a) Keadaan umum : CM tampak lemah, gizi kesan cukup
b) Abdomen : terdengar bising usus meningkat
c) Ekstremitas atas/bawah : akral dingin (+/+)/(-/-)
Pemeriksaan Lab : kreatinin 1,8mg/dL
3. Assesment (Penalaran Klinis) :
Pasien datang dengan keluhan Mual muntah sejak 6 jam SMRS. Muntah sekitar 4-5x berisi makanan dan cairan yang dikonsumsi
sejak tadi. Muntah menyemprot. Pasien juga mengeluh pusing. Pusing dirasakan sesaat setelah muntah. Pusing dirasakan di bagian
belakang kepala. Keluhan dirasakan saat pasien sedang berisitirahat. Tidak ada nyeri dada. Tidak ada sesak. Tidak ada defisit

20

neurologis. BAK terakhir bangun tidur. BAB normal. Pasien saat datang ke IGD tampak lemas.. Pasien merupakan penderita
hipertensi sejak 1 tahun yang lalu. Tanda Vital : TD = 215/100 mmHg, nadi = 48x/menit, reguler, frekuensi napas = 20x/menit, suhu = 36,5C
Dari hasil anamnesis dan tanda vital, gejala-gejala yang dirasakan pasien tersebut patut kita curigai kemungkinan terjadinya Krisis
Hipertensi. pemeriksaan fisik yaitu didapatkan nyeri kepala, BU meningkat serta ditemukan akral dingin di kedua ekstremitas bawah
perlu dicurigai bahwa adanya organ target yang terkena sehingga mengarah ke Hipertensi Emergensi. Dari pemeriksaan laboratorium
didapatkan hasil yaitu GDS = 127 mg/dL(> 250 mg/dL),Cr = 1,8 mg/dL (meningkat). Hasil tersebut pun mengarah pada terkenannya
organ target akibat krisis hipertensi tersebut.
4. Plan :
Diagnosis : Hipertensi Emergensi
Pengobatan : 1. Rehidrasi Cairan, 2. Obat Penurun Tekanan darah, 4. Obat-Obatan Simptomatik
Edukasi : Pasien diberikan edukasi mengenai penyakitnya, terutama penyebab, keterkaitan antara penyakit-penyakit yang diderita,
kemungkinan untuk sakit berulang, komplikasi yang dapat timbul serta pola pencegahan penyakit yang dapat diterapkan di rumah.
Konsultasi : Dijelaskan secara rasional perlunya konsultasi dengan bagian spesialis penyakit dalam untuk penanganan utama dan pencegahan
komplikasinya, serta dengan bagian gizi terkait pengaturan diet.

21

Anda mungkin juga menyukai