Anda di halaman 1dari 17

REFERAT REHABILITASI MEDIK

MENGUKUR KEBUGARAN FISIK

Disusun Oleh : Ancilla Cherisha I. Rizka Solehah Lucia Pancani A. Hanif Mustikasari Sofi Wardati Muvida Nesaraja Ramakrishnan G9911112016 G99122101 G99122066 G99122056 G99122105 G99122080 G99121032

Pembimbing : Dr. dr. Hj. Noer Rachma, Sp.KFR

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2013

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................... BAB I BAB II PENDAHULUAN................................................................................ TINJAUAN PUSTAKA . ...................................................................... A. Manfaat Kebugaran Fisik ......................................................... ... .. B. Mengukur Kebugaran Fisik..............................................................

ii 1 2 2 4

C. Mengukur Komposisi Tubuh.............................................................. 9 D. Rekomendasi Evidence-Based untuk Meningkatkan Kebugaran Fisik.................................................................................................. BAB III PENUTUP .......................... .................................................................. DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... ..... 12 14 15

BAB I PENDAHULUAN

Kebugaran fisik berarti suatu kondisi kesehatan yang baik atau kondisi fisik yang didapatkan sebagai hasil latihan dan nutrisi yang adekuat. Secara umum, aspek pengembangan kesehatan dari kebugaran fisik dapat dibagi menjadi 3 kategori: 1. Kebugaran aerobik (kapasitas kardiorespirasi) Kebugaran aerobik adalah kemampuan dari sistem kardiovaskular dan respirasi untuk memasok oksigen untuk sekelompok besar otot dalam jangka waktu yang lama. Contoh aktivitas aerobik adalah berlari, bersepeda, dan berenang. 2. Kekuatan Kekuatan adalah kemampuan menggerakkan suatu gaya melawan tahanan, sedangkan ketahanan otot adalah kemampuan untuk mengulangi suatu gerakan melawan tahanan berkali-kali. Mengangkat suatu beban maksimum sebanyak satu kali adalah cara mengukur kekuatan, sedangkan melakukan push-up dan sit-up sebanyak mungkin adalah cara mengukur ketahanan otot. 3. Fleksibilitas Fleksibilitas adalah kemampuan untuk meregangkan otot dan persendian. Peregangan statis berarti meregangkan sekelompok otot sampai suatu titik di mana seseorang merasa tidak nyaman selama 10-30 detik. Komponen kebugaran lain yang lebih berhubungan dengan prestasi atletik termasuk kekuatan, ketangkasan, keseimbangan, waktu reaksi, kecepatan, dan koordinasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Manfaat Kebugaran Fisik 1. Latihan Aerobik Manfaat latihan kebugaran aerobik sangat luas, termasuk menurunkan angka kejadian penyakit kardiovaskular, rehabilitasi kardiovaskular setelah infark miokard, meningkatkan tekanan darah dan kadar kolesterol HDL, menurunkan risiko penyakit Alzheimer dan diabetes. Simple walking telah terbukti berperan dalam pencegahan dan pengobatan diabetes tipe 2 [1, 2]. Latihan aerobik juga berhubungan dengan penurunan risiko depresi, osteoporosis, kecemasan, dan mungkin berperan dalam pengembangan keterampilan kognitif. Penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik yang teratur dapat

memperlambat proses penuaan [3]. Sebuah penelitian yang diadakan pada sekelompok pelari dalam proses penuaan menunjukkan bahwa pelari yang memelihara massa tubuh dengan aktivitas fisik dapat hidup lebih lama dan lebih sehat. Salah satu mekanisme yang menguntungkan ini melibatkan C-reactive protein (CRP), suatu substansi yang dihasilkan oleh hati sebagai respon terhadap produksi senyawa inflamasi oleh tubuh. Kadar CRP yang tinggi sangat berkaitan dengan peningkatan risiko stroke, serangan jantung, dan sudden cardiac death. Latihan teratur dapat menurunkan kadar CRP dan menurunkan risiko serangan jantung atau stroke hingga 40%. Pada kenyataannya, dari berbagai macam pilihan cara untuk mencegah dan menangani penyakit kardiovaskular, cara yang paling efektif adalah dengan latihan fisik. Orang yang berlatih secara teratur memiliki risiko 40% lebih rendah untuk terkena serangan jantung, stroke, dan sudden cardiac death. 2. Latihan Kekuatan Latihan kekuatan terbukti menurunkan risiko jatuh dan fraktur dan meminimalisir penurunan densitas tulang [4, 5]. Selain itu latihan kekuatan juga berfungsi untuk meningkatkan kekuatan otot sendi dan stabilitas dengan gerakan, di mana kedua hal ini dapat meminimalisir progresivitas artritis [6]. Latihan kekuatan juga dapat menghilangkan nyeri muskuloskeletal, misalnya low back

pain. Penelitian menunjukkan bahwa pasien dapat mengembalikan 75% massa ototnya yang hilang dalam 10 tahun terakhir dengan program latihan singkat selama 12 minggu [7]. 3. Latihan dapat Meningkatkan Kontrol Berat Badan Aktivitas aerobik maupun latihan kekuatan merupakan komponen penting dalam penurunan berat badan dan kontrol berat badan jangka panjang. Latihan membantu dalam penurunan berat badan melalui beberapa cara: Membakar kalori. Meningkatkan kerja sistem saraf simpatis. Meningkatkan resting metabolic rate. Latihan rutin dapat mencegah peningkatan berat badan kembali (weight regain). Konsep ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh National Weight Control Registry. Penelitian sampai saat ini menunjukkan bahwa satusatunya prediktor terbaik dari penurunan berat badan jangka panjang adalah aktivitas. Secara umum, orang-orang yang berhasil berjalan paling tidak 3-4 mil (1 mil = 1,6 km) per hari atau menggunakan mesin latihan untuk membakar setidaknya 2000-2500 kalori setiap minggu. Hasil terbaik didapatkan oleh orang-orang yang berlatih 6-7 hari seminggu [8]. Dalam penelitian lain oleh Division of Preventive and Nutritional Medicine di Michigan [9], peneliti membandingkan weight regain dengan jarak berjalan yang ditempuh oleh subyek penelitian. Subyek dengan peningkatan berat badan kembali berjalan kurang dari 16 mil tiap minggu, sedangkan subyek yang dapat mempertahankan berat badannya berjalan lebih dari 16 mil tiap minggu (terbagi dalam 6-7 hari). Latihan kekuatan juga berhubungan dengan penurunan berat badan. Setengah kilogram otot mebakar kalori sebanyak 35-40 kalori setiap hari. Penambahan massa otot melalui program latihan kekuatan telah terbukti mengurangi massa lemak. 4. Peregangan Berkebalikan dengan latihan aerobik dan kekuatan yang telah terbukti memiliki manfaat, penelitian tentang manfaat klinis peregangan masih sedikit. Peregangan dipercaya meningkatkan performance atletik dan keterampilan bela diri.

B. Mengukur Kebugaran Fisik Dalam proses penuaan normal, terdapat penurunan linear pada kebugaran fisik, massa otot, dan peningkatan massa lemak dari waktu ke waktu. Bahkan pada atlet senior sekalipun, kapasitas aerobik dan massa otot menurun 1% tiap tahun [3], sedangkan massa otot meningkat 1%. Ketiga komponen kebugaran fisik (kebugaran aerobik, kekuatan, dan fleksibilitas) dapat diukur sebagai bagian dari penilaian kesehatan komprehensif. 1. Menguji Kebugaran Aerobik Kebugaran aerobik adalah suatu cara untuk tetap hidup sehat. Ada

beberapa cara untuk mengukur kebugaran aerobik, mencakup submaximal test, 1-min heart rate recovery, nilai MET, dan VO2 maksimal. Kebugaran dapat ditingkatkan dengan cara mengubah gaya hidup. Uji kebugaran yang optimal dapat dilakukan selama ECG stress testing. Selain itu, dapat dilakukan stress test pada orang sehat selama latihan di tempat senam oleh seorang fisioterapis atau pelatih. Akan tetapi, dalam suatu pengukuran kebugaran, apabila terdapat masalah kesehatan yang signifikan maka uji kebugaran akan lebih baik jika dilakukan oleh seorang dokter. Hingga kini, monitoring stress test oleh seorang fisioterapis dinilai akan menambah biaya dan cukup merepotkan bagi banyak pihak. Sebuah pilihan alternatif yang telah diadopsi dari American College of Sports Medicine yaitu submaximal test, yaitu memberikan latihan kepada seseorang dengan beban kerja yang spesifik kemudian denyut nadi orang tersebut selama latihan digunakan untuk memperkirakan kadar VO2 max dan denyut nadi maksimal. Banyak tipe submaximal test yang sudah digunakan, meliputi step tests dan YMCA cycle ergometer test. Submaximal test merupakan tes yang hanya dilakukan satu kali. sehingga uji ini juga menunjukkan variabilitas yang signifikan dan keterbatasan dalam memprediksi kadar VO2 max. Meskipun begitu, pemakaian uji ini dapat memberikan hasil terbaik jika dilakukan dengan mengikuti orang yang diuji selama mungkin, mengontrol tanda vital serta memotivasi orang tersebut untuk meningkatkan skor puncak kebugaran mereka. Salah satu pengukuran kebugaran sekaligus merupakan cara yang kuat untuk memprediksi risiko jantung adalah dengan mengukur secepat apa

penurunan denyut jantung setelah peak exercise pada 1 dan 2 menit. Setelah

mencapai puncak denyut jantung, level latihan harus diturunkan dengan istirahat atau berjalan tanpa mendaki selama tidak lebih dari 1 mil/jam. Denyut nadi/menit seorang setelah latihan biasanya turun hingga 30-40 denyut, jika denyut nadi yang turun kurang dari 25 maka hal tersebut merupakan kondisi abnormal: kurang dari 22 berkaitan dengan peningkatan moderat risiko kardiovaskular kurang dari 12 risiko mengalami serangan jantung dalam kurun waktu 5 tahun. Pada menit kedua, denyut nadi seharusnya turun sebanyak minimal 45 denyut. Berdasarkan beberapa penelitian yang menganalisis nilai prediksi dari berbagai cara pengukuran terhadap stress test sebagai cara untuk memprediksi risiko penyakit kardiovaskular pada orang berusia 30-80 tahun dengan atau tanpa penyakit jantung, didapatkan bahwa pemulihan denyut nadi pada menit pertama dan kedua setelah latihan merupakan cara pengukuran yang memberikan hasil terbaik dibanding pengukuran respon tekanan darah, waktu latihan atau capaian MET, maupun hasil EKG [11-13].

2. METS METS adalah istilah yang mendeskripsikan seberapa banyak energi yang digunakan ketika melakukan suatu aktivitas tertentu. Biasanya, pengukuran untuk banyaknya tenaga secara keseluruhan disebut MET level achieve. Satu MET adalah energi yang dibakar ketika berbaring sepenuhnya di tempat tidur. Berlari di atas mesin treadmill pada elevasi 14% dengan kecepatan 3,4 mil/jam akan mencapai 8,0 8,3 METS pada satu menit pertama (Tabel 1). Kebanyakan orang biasa mencapai 10 METS pada standart treadmill fitness test. Dua belas METS adalah nilai yang cukup baik untuk kebugaran dan 13,5 METS adalah nilai yang sangat baik. Atlit berusia 30-60 tahun dapat mencapai 15-18 METS. Untuk setiap kenaikan 1 METS, risiko serangan jantung, stroke, atau sudden death menurun hingga 12,5%. Jika pasien dapat meningkatkan nilai kebugaran sebanyak 2 METS, artinya mereka telah menurunkan risiko serangan jantung sampai 25%.

Tabel 1. Nilai MET untuk berbagai pekerjaan dan aktivitas

Tabel 2. Nilai MET rata-rata berdasarkan berjalan atau berlari di treadmill pada kecepatan dan elevasi tertentu

Untuk mengevaluasi nilai MET, tabel 2 menunjukkan nilai MET ratarata yang meningkat setiap 3 menit . Untuk menghitung skornya, lihat nilai MET yang dicapai di akhir setiap menit. Bruce protocol standart dimulai dari 1,7 mil/jam dengan elevasi 10%. Setiap 3 menit, kecepatan meningkat sekitar 1 mil/jam dan elevasi meningkat 2%. 3. VO2max Gold standart untuk tes kebugaran aerobik adalah dengan mengukur VO2max. VO2max adalah volume oksigen yang dibakar per menit/kgBB, menunjukkan volume oksigen yang digunakan selama puncak latihan. Setiap sel memiliki mitokondria yang membakar oksigen untuk menghasilkan energi. Oleh karena itu, VO2max dapat menggambarkan kapasitas mitokondria. Dengan

latihan rutin dan diet sehat, pasien dapat meningkatkan nilai VO2max secara

signifikan. Sebagaimana marker kebugaran yang lain, VO2max biasanya menurun hingga 1% per tahun seiring dengan penuaan (14). Estimasi sederhana VO2max: 3,5 x nilai MET estimasi yang dicapai dengan tes treadmill Estimasi yang lebih detail dapat dihitung dari durasi latihan (dalam menit) sampai kelelahan dengan Bruce treadmill protocol. Rumusnya adalah sebagai berikut: VO2max = 14,76 (1,379 x waktu) + (0,451 x waktu2) (0,012 x waktu3) Tabel 3. Nilai VO2max rata-rata yang dapat dicapai untuk laki-laki dan perempuan

4. Uji Kekuatan dan Ketahanan Kemampuan untuk melakukan sit up dan push up adalah indikator penting dari ketahanan otot. The American College of Sports Medicine (ACSM)

mengembangkan tabel yang membedakan kekuatan dalam hubungannya dengan usia. a. Tes push-up Tes push-up dikelompokkan dalam posisi push-up standar yaitu handshoulder width apart, punggung tegak, dan head up. Push-up untuk wanita dilakukan dengan lutut menempel pada lantai, sedangkan pria melakukan push-up dengan bertumpu pada ujung jari kaki. Tangan harus berubah posisi dari lurus hingga fleksi 90 pada pergerakannya. Jumlah maksimum push-up yang dilakukan secara berturut-turut tanpa istirahat dihitung sebagai skor (Tabel 4).

Tabel 4. Tes push-up berdasarkan umur dan jenis kelamin

b. Tes sit-up Sit-up juga dapat digunakan untuk mengatur ketahanan otot. Untuk melakukan tes sit-up dengan benar, digunakan metronome yang diatur 40 bpm (bytes/minute), dengan satu kali sit-up setiap ketukan. Tidur berbaring dengan lutut ditekuk 90 dan lengan di samping badan. Tarik punggung ke depan sampai bertemu lutut. Nilai diukur dengan jumlah sit-up maksimum yang dilakukan sesuai ketukan dan tanpa istirahat (Tabel 5).

Tabel 5. Tes push-up berdasarkan umur dan jenis kelamin

5. Kekuatan Genggaman Menggenggam adalah cara lain untuk mengukur kekuatan, dapat diukur dengan mudah menggunakan alat yang telah didesain khusus. Semakin kuat genggaman seseorang, semakin panjang umurnya [15].

C. Mengukur Komposisi Tubuh Terdapat beberapa metode untuk memperkirakan komposisi tubuh, termasuk mengukur indeks massa tubuh, lemak tubuh, dan massa tanpa lemak. 1. Indeks Massa Tubuh Indeks massa tubuh/body mass index (BMI) adalah berat dalam kilogram dibagi tinggi dalam meter persegi (kg/m2). Tabel 6 memperlihakan perhitungan BMI. Bukti yang kuat menunjukkan peningkatan linear terhadap risiko kesehatan pada individu dengan BMI 25-30 dan BMI di atas 30, peningkatan berat yang jauh lebih banyak lagi akan meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas secara logaritmis (Tabel 7). Sayangnya, BMI tidak membedakan antara massa otot dan lemak dan hal tersebut tidak dapat menentukan risiko kesehatan baik pada individu dengan masa otot yang tinggi maupun yang rendah.

Tabel 6. Indeks massa tubuh

Tabel 7. Klasifikasi obesitas berdasarkan WHO

2. Mengukur Lemak Tubuh Terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur massa lemak tubuh, yaitu meliputi ketebalan lipatan kulit, impedansi bioelektrik, dan dual energy x-ray absorpmetry (DEXA) (Tabel 8). Pengukuran lemak tubuh secara langsung membantu mengurangi kesalahan perkiraan risiko yang diukur dengan BMI. Tabel 8. Rentang persentase lemak tubuh dan risiko kesehatan

a. Ketebalan Lipatan Kulit Ketebalan lipatan kulit diukur menggunakan sebuah alat seperti jangka yang disebut skinfold calipers. Daerah yang diukur adalah area tricep, subskapula, dan abdomen di dekat umbilikus. Walaupun tidak

memperkirakan persentase lemak secara tepat, teknik ini memberikan estimasi kasar dan dapat digunakan untuk mengamati perubahan lemak tubuh setiap waktu [16]. b. Impedansi Bioelektrik dan DEXA Baik impedansi bioelektrik maupun DEXA menentukan: lean mass/masa tanpa lemak (meliputi masa tulang, masa organ, masa air, dan masa otot) masa lemak persen lemak tubuh.

Impedansi bioelektrik mengukur kekuatan dan kecepatan di mana sinyal eletrik kecil berjalan dalam tubuh. Jaringan lemak meneruskan sinyal ini lebih lambat daripada jaringan non-lemak. Ketepatannya bisa mencapai 98%. Ketepatan impedansi bioelektrik minimal adalah dapat mendeteksi 2% dari lemak tubuh. DEXA (dual energy x-ray absorpmetry) dapat digunakan untuk menilai densitas tulang maupun persentase lemak tubuh. Walaupun jauh lebih mahal daripada impedansi bioelektrik, tingkat ketepatannya sama, dan DEXA menghasilkan paparan radiasi yang minimal. 3. Fleksibilitas Fleksibilitas dapat diukur dengan sit and reach test. Biasanya sebuah kotak khusus digunakan untuk tes ini. Untuk melakukan tes, sikap pertama adalah duduk, kemudian kedua tangan direntangkan ke depan, sampai ke ujung jari, menjangkau ke depan dengan kedua kaki mendorong kotak, kemudian mengukur jangkauannya dalam sentimeter. Secara lebih sederhana, dokter dapat meminta pasien berusaha menyentuh jari kakinya dengan kedua kaki lurus tanpa menyebabkan rasa tidak nyaman. Tes ini memberikan estimasi kasar mengenai fleksibilitas pasien, yang dapat dikategorikan menjadi baik, cukup, dan terbatas.

D. Rekomendasi Evidence-Based untuk Meningkatkan Kebugaran Fisik ACSM telah melakukan revisi terhadap kuantitas dan kualitas latihan untuk memelihara kebugaran aerobik dan otot (aafp.org/afp/990115ap/special.html). Revisi ini meliputi rekomendasi untuk latihan fleksibilitas sebagai sebuah komponen dalam memelihara kebugaran sebagai tambahan pada latihan aerobik dan kekuatan. Tabel 9. Rekomendasi latihan kebugaran fisik dan level of evidence

Terdapat dua metode umum untuk melatih pasien supaya memiliki kebugaran yang lebih baik. Pertama, merekomendasikan interval waktu dan intensitas latihan. Kedua, memberikan target khusus sesuai daftar tabel ACSM di

atas. Target minimal adalah mencapai 50% dari aktivitas yang diberikan, misalnya push-up, sit-up, atau tes VO2max aerobik. Sebagai contoh seorang pria pada usia empat puluhan seharusnya bisa melakukan paling sedikit 13 kali push-up, dan pada tingkat lebih lanjut lagi bisa mencapai 21 kali push-up. 1. Kebugaran Aerobik dan Kontrol Berat Badan Untuk memelihara kebugaran aerobik dan kontrol berat, latihan aerobik harus dilakukan paling sedikit 3-5 kali setiap minggu selama 20-60 menit dengan intensitas denyut nadi maksimal 55-90% dan 40-85% dari ambilan cadangan oksigen maksimal. Apabila dalam sehari diberikan 20-60 menit sesi latihan, maka direkomendasikan dibagi menjadi 2-6 kali 10 menit. Intensitas latihan yang lebih rendah (mencapai 55-70% denyut nadi maksimal) direkomendasikan untuk individu yang sedang tidak fit. Latihan dengan intensitas yang lebih rendah dilakukan 30 menit atau lebih. Individu pada latihan dengan level yang lebih tinggi harus latihan paling sedikit 20 menit. Latihan dengan intensitas sedang (mencapai 70-85% denyut nadi maksimal) dengan durasi lebih panjang (30-60 menit) paling sedikit 5-6 kali per minggu. 2. Kekuatan Otot Latihan ketahanan menjadi bagian program kebugaran untuk

meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot. Delapan sampai sepuluh latihan yang bermanfaat untuk kelompok otot besar harus dilakukan 2 sampai 3 hari per minggu. Disarankan pengulangan sebanyak 8-12 kali (atau sampai mendekati kelelahan) dalam tiap latihan. Orang dengan usia lebih tua atau lebih lemah baru mendapatkan manfaat dengan melakukan pengulangan sebanyak 10-15 kali. 3. Fleksibilitas Terdapat beberapa bentuk latihan peregangan, yang paling efektif yaitu peregangan statik. Latihan ini memerlukan peregangan sekelompok otot selama 10-30 detik sampai terasa tidak nyaman. Untuk memaksimalkan fleksibilitas, peregangan yang sama dilakukan 2-3 kali. Peregangan akan terasa manfaatnya jika dilakukan setelah pemanasan. Yoga adalah sebuah bentuk peregangan yang memanfaatkan kombinasi peregangan statik dengan nafas dalam dan aktivitas ketahanan dan kekuatan. Peregangan sebaiknya dilakukan paling sedikit 2-3 kali per minggu.

BAB III PENUTUP

Semua organisasi kesehatan besar, termasuk The United States Surgeon Generals, merekomendasikan aktivitas harian sebanyak 5-6 hari per minggu minimal selama 30-40 menit, paling sedikit satu sesi interval tiap minggu, ditambah dua sampai tiga sesi latihan kekuatan per minggu. Peregangan sebaiknya dilakukan paling sedikit 2-3 kali per minggu dan sebaiknya dilakukan setelah sesi latihan. Meningkatkan kebugaran fisik dapat memperbaiki kondisi kesehatan dan memperpanjang usia harapan hidup.

DAFTAR PUSTAKA

1. Watkins LL, Sherwood A, Feinglos M, et al. Effects of exercise and weight loss on cardiac risk factors associated with syndrome X. Arch Intern Med 2003;163:188995 2. Gregg EW, et al. Relationship of walking to mortality among US adults with diabetes. Arch Intern Med 2003;163:14402 3. Trappe SW, Costill DL, Vukovich MD, et al. Aging among elite distance runners: a 22-year longitudinal study. J Appl Physiol 1996;314:60513 4. Gillick M. Pinning down frailty. J Gerontol Med Sci 2001;56A:M1345 5. VisserM, Kritchevsky SB, Goodpaster BH, et al. Leg muscle mass and composition in relation to lower extremity performance in men and women age 7079: the health, aging and body composition study. J Am Geriat Soc 2002;50:897904 6. Nelson M. Strong Women Stay Young. New York: Bantam, 2000 7. Roubenoff R. Sarcopenia: Effects on body composition and function. J Gerontol 2003;58A:10127 8. Wing RR, Hill JO. Successful weight loss maintenance. Ann Rev Nutr 2001;21:32341 9. Ewbank PP, Darga LL, Lucas CP, et al. Physical activity as a predictor of weight maintenance in previously obese subjects. Obesity Res 1995;3:25762 10. Whaley MH, ed. American College of Sports Medicines Guidelines for Exercise Testing and Prescription, Seventh Edition, Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia, 2006, 706 11. Aktas MK. Global risk scores and exercise testing for predicting all-cause mortality in a preventive medicine program. JAMA. 2004 Sep 22;292(12):1462 8 12. Vivekananthan DP, Blackstone EH, Pothier CE, et al. Heart rate recovery after exercise is a predictor of mortality, independent of the angiographic severity of coronary disease. J Am Coll Cardiol 2003 Sep 3;42(5):8318 13. Mora S, Redberg RF, Cui Y, et al. Ability of exercise testing to predict cardiovascular and all cause death in asymptomatic women. JAMA 2003;290:16007 14. Cole CR, Foody JM, Blackstone EH, et al. Heart rate recover after submaximal exercise testing as a predictor of mortality in a cardiovascularly healthy cohort. Ann Intern Med 2000;132:5525 15. Rantanen T, Harris T, Leveille SG, et al. Muscle strength and body mass index as long-term predictors of mortality in initially healthy men. J Gerontol A Biol Sci Med Sci. 2000;55: 16873 16. Nieman DC. The exercise test as a component of the total fitness evaluation. Exercise Testing, Primary Care. Volume 28, number 1, March 2001 17. American College of Sports Medicine Position Stand and American Heart Association. Recommendations for cardiovascular screening, staffing, and emergency policies at health/fitness facilities. Med Sci Sports Exerc 1998 Jun;30(6):100918

Anda mungkin juga menyukai