Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

HASIL, PEMBAHASAN, DAN PROBLEM SOLVING CYCLE

A. HASIL
Berikut merupakan hasil kunjungan rumah kelompok dokter
muda dari UNS ke rumah 17 balita dengan gizi kurang dan gizi
buruk di wilayah kerja Puskesmas Bendosari yang telah
diklasifikasikan ke dalam tabel status gizi balita berdasarkan berat
badan menurut umur, berat badan menurut tinggi badan.
BB/U Jumlah Persentase

Normal 2 11,7%

Gizi kurang 6 35,3%

Gizi buruk 9 53%

Tabel 4.1 Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan Menurut Umur

BB/TB Jumlah Persentase

Normal 12 70,59%

Gizi kurang - -

Gizi buruk 5 29%

Tabel 4.2 Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan Menurut Tinggi
Badan
Kegiatan mengetahui faktor-faktor terjadinya gizi buruk dilakukan
dengan melakukan kunjungan rumah kepada 17 balita penderita gizi buruk
dan kurang di wilayah kerja Puskesmas Bendosari. 17 anak ini terdiri dari
9 anak gizi buruk berdasarkan BB/U, 5 anak gizi buruk berdasarkan
BB/TB.

Berikut merupakan data yang didapat dari hasil wawancara dengan


keluarga balita.

Tabel 4.4 Distribusi Balita Berdasarkan Faktor Intrinsik

Kelahiran Jumlah Persentase


Normal 12 70,59%
Sectio Caesaria 5 29,5%

Imunisasi Jumlah Persentase


Lengkap 16 94,1%
Tidak Lengkap 1 5,9%%

IMD Jumlah Persentase


Ya 11 64,7%
Tidak 6 35,3%

ASI Eksklusif Jumlah Persentase


Ya 15 88,23%
Tidak 2 11,8%

RPD Jumlah Persentase


Ada 10 58,82%
Tidak 7 41,8%

Berat Badan Lahir Jumlah Persentase


BBLR 4 23,55%
Normal 13 76,48%
Tabel 4.5 Distribusi Balita Berdasarkan Faktor Ekstrinsik

Pendidikan Ayah Jumlah Persentase


SD 6 29,5%
SMP 7 41,8%
SMA 4 23,5%

Pendidikan Ibu Jumlah Persentase


SD 8 47,06%
SMP 4 23,53%
SMA 5 29,41%

Kegiatan Ibu Jumlah Persentase


Bekerja 5 29,5%
Tidak Bekerja 12 70,59%

Jumlah Anak Jumlah Persentase


Ideal (<2) 9 52,94%
Lebih 8 47,06%

Pendapatan Jumlah Persentase


Bawah UMR 15 88,23%
Atas UMR 2 11,76%

Akses Kesehatan Jumlah Persentase


Kurang - -
Cukup 17 100%

Pengetahuan
Kesehatan Jumlah Persentase
Kurang - -
Cukup 17 100%

Pengasuh Jumlah Presentase


Orang Tua 15 88,23%
Bukan Orang Tua 2 11,8%
Berdasarkan hasil kunjungan ke rumah pasien, sebanyak 15
keluarga memiliki penghasilan kurang dan 2 keluarga dengan penghasilan
cukup. Diantaranya juga terdapat keluarga yang memiliki penghasilan
tidak tetap karena kepala keluarga berkerja sebagai buruh dengan
pekerjaan yang tidak pasti. Dari segi ekonomi, tidak semua keluarga
penderita gizi buruk memiliki tingkat ekonomi yang rendah.

Dari 15 kunjungan yang telah dilakukan, pendidikan ibu pasien


juga bervariasi. Sebanyak 8 ibu merupakan lulusan SD, 4 orang lulusan
SMP, 5 orang lulusan SMA. Tingkat pendidikan ibu di daerah Bendosari
beberapa masih tergolong rendah.

Pengetahuan gizi ibu dan pola asuh ibu dinilai menggunakan


kuesioner. Pengetahuan gizi ibu dinilai dengan cukup dan kurang. Dari
hasil kunjungan 17 ibu memiliki tingkat pengetahuan gizi cukup.

Dari pasien sendiri memiliki beberapa faktor penentu status gizi


yaitu berat badan lahir dan pemberian ASI eksklusif. Sebanyak 4 balita
lahir dengan berat badan lahir rendah, sedangkan 13 balita lainnya lahir
dengan berat badan lahir normal. Dari 17 pasien, 15 balita menerima ASI
eksklusif dan 2 balita lainnya tidak menerima ASI eksklusif.

B. PEMBAHASAN
Status gizi merupakan salah satu indikator kesehatan yang penting
dalam penilaian status kesehatan masyarakat. Salah satu tujuan yang
ditargetkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) adalah
menurunkan prevalensi underweight. Status gizi anak merupakan indikator
yang penting karena berbagai alasan.
Menurut kerangka analisis UNICEF, status gizi memiliki faktor-
faktor yang mempengaruhi secara intrinsik dan ekstrinsik. Secara intrinsik,
gizi anak dipengaruhi oleh konsumsi makanan yang tidak adekuat,
penyakit infeksi dan berat badan lahir rendah. Sedangkan hal yang
mempengaruhi secara ekstrinsik adalah pendidikan ibu, pendapatan
keluarga dan pola asuh.

Dari hasil kunjungan yang dilakukan pada 17 balita gizi buruk dan
gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Bendosari Sukoharjo, kami
mendapatkan data karakteristik berupa faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik. Faktor intrinsik balita yaitu faktor yang muncul dari dalam
kehidupan balita tersebut, antara lain :

1. Proses kelahiran
Dari 17 balita, 5 balita lahir dengan operasi section caesaria dan 12 balita
lahir dengan proses spontan tanpa penyulit. Terdapat 6 balita yang lahir
namun tidak mau menyusu pada ibunya.
2. Berat badan lahir
Dari 17 balita yang kami kunjungi sebanyak 4 balita lahir dengan berat
badan lahir rendah, sedangkan 13 balita lainnya lahir dengan berat badan
lahir normal. Berat badan lahir rendah berperan juga pada status gizi anak.
Pada bayi dengan riwayat BBLR, ada kemungkinan terdapat gangguan
pertumbuhan dan imaturitas organ yang menyebabkan resiko kesakitan
hingga resiko kematian pada BBLR cukup tinggi. Selain itu, pada bayi
BBLR pembentukan zat anti kekebalan juga kurang sempurna sehingga
lebih mudah terkena penyakit infeksi.
3. Status imunisasi
1 dari 17 balita yang kami kunjungi belum mendapat imunisasi lengkap
sesuai dengan umurnya karena masih berumur 6 bulan.
4. Inisiasi Menyusui Dini
17 ibu balita yang kami kunjungi melakukan inisiasi menyusui dini.

5. ASI eksklusif
15 ibu balita yang kami kunjungi memberikan ASI eksklusif bagi bayinya.
Hanya 2 yang tidak memberikan ASI eksklusif. ASI eksklusif durasinya 6
bulan, pemberian asi tanpa didampingi dengan makanan tambahan,
memberikan waktu pada organ pencernaan bayi agar berkembang sampai
siap menerima makanan selain ASI. Pemberian makanan tambahan yang
terlalu dini, bisa jadi menyebabkan terganggunya pencernaan pada anak.
Menurut hasil kunjungan, cakupan ASI hanya mencapai angka 88,23%.
Di puskesmas Bendosari sendiri, sudah diberikan penyuluhan tentang ASI
eksklusif pada kelas ibu hamil. Akan tetapi, tingkat kedatangan ibu hamil
pada kelas ibu hamil memang masih rendah. Tingkat pengetahuan ibu
tentang gizi, juga berpengaruh pada tingkat cakupan ASI eksklusif. Ibu
yang mengetahui pentingnya ASI eksklusif, pasti mengusahakan
pemberian ASI eksklusif pada anaknya.
6. Riwayat penyakit
10 dari 17 balita yang kami kunjungi sering atau sedang menderita
penyakit infeksi seperti common cold, diare, kejang demam, gangguan
pendengaran, hidrosefalus, mikrosefalus, spina bifida, dan asma. Hal ini
tentu saja sangat mempengaruhi status gizi balita dalam masa
pertumbuhannya.

Selain itu terdapat beberapa faktor ekstrinsik yang kami nilai dari
hasil wawancara dan kuesioner dengan ibu, keluarga, ataupun pengasuh
balita di rumah. Faktor ekstrinsik merupakan faktor dari luar kehidupan
balita, antara lain :
1. Usia orang tua
Usia orang tua balita yang kami kunjungi termasuk ke dalam usia
produktif yang masih dapat mencari nafkah, mendidik dan mengasuh
anaknya dengan baik.

2. Pendidikan terakhir orang tua


Pendidikan terakhir orang tua bervariasi mulai dari SD, SMP, sampai
SMA. Sebanyak 8 ibu merupakan lulusan SD, 4 orang lulusan SMP, 5
orang lulusan SMA. Hal ini berpengaruh pada wawasan orang tua dalam
mengasuh dan mendidik anaknya. Pendidikan ibu yang relatif tinggi
meningkatkan pengetahuan gizi serta praktek gizi dan kesehatan, yang
secara tidak langsung memperbaiki kebiasaan makan anak, yang pada
akhirnya meningkatkan konsumsi energi dan protein serta status gizi anak
pada umumnya. Semakin tinggi pendidikan ibu diikuti oleh semakin
mudahnya akses ibu untuk memperoleh informasi tentang gizi dan
kesehatan, sehingga berhubungan positif terhadap peningkatan konsumsi
energi balita. Kondisi tersebut juga menjelaskan pentingnya pendidikan
ibu bagi kualitas gizi anak.
3. Pengasuh balita di rumah
Siapa yang mengasuh balita di rumah berpengaruh pada kepedulian nya
terhadap balita. 15 orang anak diasuh sendiri oleh ibu kandungnya sendiri
dan 2 orang diasuh oleh neneknya.
4. Jumlah pendapatan keluarga
Jumlah pendapatan keluarga menentukan status ekonomi keluarga. Hal ini
menentukan kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhannya. Salah
satunya adalah pemenuhan gizi anak dan keluarga. Berdasarkan hasil
kunjungan ke rumah pasien, sebanyak 15 keluarga memiliki penghasilan
kurang dan 2 keluarga dengan penghasilan cukup. Diantaranya juga
terdapat keluarga yang memiliki penghasilan tidak tetap karena kepala
keluarga berkerja sebagai buruh dengan pekerjaan yang tidak pasti. Dari
segi ekonomi, tidak semua keluarga penderita gizi buruk memiliki tingkat
ekonomi yang rendah.
5. Pengetahuan kesehatan keluarga
Pengetahuan gizi ibu dan pola asuh ibu dinilai menggunakan kuesioner.
Pengetahuan gizi ibu dinilai dengan cukup dan kurang. Dari hasil
kunjungan 17 ibu memiliki tingkat pengetahuan gizi cukup. Tingkat
pengetahuan keluarga dalam hal kesadaran akan kesehatan menentukan
perilaku keluarga dalam menjaga kesehatannya.
6. Akses menuju layanan kesehatan
Akses menuju layanan kesehatan meliputi ketersediaan layanan kesehatan
di wilayah tersebut, jarak antara rumah dengan layanan kesehatan terdekat
dan tersedianya fasilitas transportasi. Dari 17 anak yang dikunjungi, tidak
ada anak yang mengalami kesulitan dalam akses menuju pelayanan
kesehatan.
Pada dasarnya terjadinya gizi buruk memang memiliki banyak
faktor dan saling mempengaruhi. Maka perlu penanganan yang bersifat
holistik dan memerlukan kerjasama antara puskesmas, pihak keluarga dan
kebijakan dari pusat.

C. ANALISIS SWOT

Analisis SWOT di Puskesmas Bendosari :

Kekuatan (S) Kelemahan (W)


1. Program posyandu setiap bulan di 1. Belum adanya sosialisasi yang masif
masing masing desa di Bendosari mengenai pentingnya posyandu
2. Progam pelacakan gizi buruk
3. Program pemberian makanan tambahan
pada balita dengan gizi kurang dan gizi
buruk
4. Adanya follow-up terhadap balita
dengan gizi kurang dan gizi
burukdengan melakukan pemberian
F75 dan taburia
5. Adanya program konsultasi gizi
6. Program SIMPUS (Sistem Informasi
Manajemen Puskesmas) KIA untuk
pemantauan gizi balita di semua desa di
Bendosari
7. Adanya program penyuluhan tentang
ASI eksklusif
Peluang (O) Hambatan (T)
1. Bantuan dari 1. Kurangnya antusias ibu terhadap
pemerintah untuk balita Gakin. posyandu sehingga berefek pada
jumlah kunjungan ibu
2. Rendahnya tingkat pengetahuan ibu
mengenai pola asuh anak yang baik
dan benar

3. Alternatif Pemecahan Masalah


Berdasarkan beberapa kemungkinan penyebab masalah yang
menyebabkan kurangnya cakupan posyandu di wilayah kerja Puskesmas
Bendosari, maka dirumuskan pula beberapa alternatif pemecahan masalah
yang tercantum sebagai berikut.

Alternatif Pemecahan Masalah :

No Penyebab Masalah Alternatif Pemecahan Masalah

1. Kurangnya pengetahuan ibu Peningkatan program promosi kesehatan


mengenai posyandu

2. Ibu tidak sempat ke posyandu Edukasi terhadap keluarga yang mengasuh


karena pekerjaan di rumah untuk pergi ke posyandu

3. Monotonnya program-program Membuat program yang lebih menarik


posyandu dengan terobosan-terobosan terbaru

4. Kurangnya kepatuhan ibu untuk Pemberian penghargaan bagi ibu-ibu yang


menimbangkan anaknya di rutin menimbangkan anaknya
posyandu

5. Kurangnya dana yang Pengalokasian dana program yang lebih


mendukung kegiatan posyandu efektif dan efisien
6. Kurangnya sarana dan Pengalokasian dana untuk sarana dan
prasarana posyandu prasarana

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

1. Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk dibagi menjadi 2,


yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
2. Faktor intrinsik terjadinya gizi buruk di Puskesmas Bendosari yang
mempengaruhi terjadinya gizi buruk antara lain proses kelahiran, berat
badan lahir, ada atau tidaknya inisiasi menyusui dini, terpenuhinya ASI
eksklusif, dan adanya riwayat riwayat penyakit.
3. Faktor ekstrinsik terjadinya gizi buruk di Puskesmas Bendosari yang
mempengaruhi terjadinya gizi buruk antara lain usia orang tua, pendidikan
terakhir orang tua, pengasuh balita di rumah, jumlah pendapatan keluarga,
dan mudah atau tidaknya akses menuju pelayanan kesehatan.

B. Saran

1. Perlu diadakannya kegiatan baru dengan tujuan menambah pengetahuan


ibu tentang gizi balita berupa pelatihan pembuatan kreasi makanan bergizi
bagi balita yang disertai dengan penyuluhan mengenai pentingnya gizi
bagi balita.

Anda mungkin juga menyukai