PENDAHULUAN
Kematian bayi dalam satu bulan pertama terbukti dapat dicegah dengan
pemberian ASI dalam satu jam pertama kelahiran. Sedangkan menyusu pada hari
pertama lahir dapat menekan angka kematian bayi hingga 16% (Edmond et al.,
2006). Namun berdasarkan hasil Riskesdas 2013 menyatakan bahwa persentase
proses mulai mendapat ASI kurang dari satu jam (inisiasi menyusu dini) pada
anak umur 0-23 bulan di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 34,5%. Persentase
proses mulai mendapat ASI antara 16 jam sebesar 35,2%, persentase proses
mulai mendapat ASI antara 723 jam sebesar 3,7%, sedangkan persentase proses
mulai mendapat ASI antara 2447 jam sebesar 13,0% dan persentase proses mulai
mendapat ASI lebih dari 47 jam sebesar 13,7% (Kementerian Kesehatan RI,
2014).
Pemberian ASI segera setelah proses persalinan merupakan awal dari
suksesnya pelaksanaan program ASI eksklusif yang telah di gagas. Pemerintah
juga telah memberikan perhatian penuh terhadap program tersbut mengingat
manfaat yang didapatkan. Hal tersbut terlihat dari dikeluarkannya beberapa
peraturan pemerintah untuk mendukung hal tersebut, diantaranya adalah Undangundang Nomor 36/2009 tentang kesehatan pasal 128 dan Pasal 200 serta
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 450/MENKES/SK/VI/2004 tentang
pemberian ASI eksklusif di Indonesia.
Faktor-faktor yang menghambat pemberian ASI diantaranya adalah adanya
masalah menyusui yang sering dialami oleh ibu nifas yang diperparah dengan
kurangnya pengetahuan ibu nifas dan sedikitnya intervensi yang diberikan oleh
tenaga kesehatan untuk mengatasi masalah tersebut. Faktor lain yang juga terbukti
berpengaruh besar memengaruhi kesuksesan pemberian ASI eksklsusif adalah
faktor psikis ibu nifas (keyakinan ibu terhadap produksi ASI), dukungan keluarga,
pengetahuan ibu yang benar tentang ASI eksklusif, dan konseling ASI. Penelitian
lain juga menyebutkan persalinan secara seksio sesarea juga menghambat proses
pemberian ASI secara dini
Bidan sebagai ujung tombak tenaga kesehatan yang sangat dekat dengan ibu
dan masyarakat pada umumnya memiliki peranan yang sangat penting dalam
penatalaksanaan asuhan kebidanan pada masa nifas, termasuk dalam masalah
laktasi (Varney, 2007). Dalam 10 indikator program Baby-Friendly Hospital
Initiative (BFHI) yang digagas WHO untuk mendukung program pemberian ASI
secara dini, bidan juga sangat diperlukan untuk berpartipasi secara penuh,
diantaranya adalah dengan memberikan konseling tentang manfaat dan
penatalaksanaan menyusui,Membantu ibu untuk memulai menyusui hingga 1 jam
pasca kelahiran,mengajarkan ibu cara menyusui dan mempertahankan ASI
eksklusif walaupaun jika mereka harus terpisah dari bayi mereka, Tidak
memberikan makanan dan minuman selain ASI pada bayi baru lahir, kecuali jika
ada indikasi medis, Praktek rooming-in dan Mendorong menyusui on demand
(Toohill et al., 2014).
Berdasarkan gambaran masalah di atas penulis merasa tertarik untuk
membahas lebih lanjut mengenai Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Ny. MA
P1A0H1 Post Sc Atas Indikasi Preeklamsia Berat dengan masalah menyusui Di
Ruang Rawatan Kebidanan RSUD Pariaman Tahun 2016.
Tujuan Umum
Mampu melakukan analisis Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Ny. MA
P1A0H1 Post Seksio Sesarea Atas Indikasi Preeklamsia Berat dengan Masalah
Menyusui Di Ruang Rawat Kebidanan RSUD Pariaman Tahun 2016.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan analisis terhadap Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas
Ny. M P1A0H1 Post Seksio Sesarea Atas Indikasi Preeklamsia Berat
dengan Masalah Menyusui Di Ruang Rawat Kebidanan RSUD Pariaman
Tahun 2016.
b. Mampu mengevaluasi pelaksanaan kegiatan pada aspek masukan, proses,
hasil dan dampak pada manajemen asuhan kebidanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Masa Nifas
2.1.1 Pengertian Masa Nifas
Masa nifas adalah masa yang dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta
sampai dengan 6 minggu (42 hari) (Saifuddin, 2010).
Kala puerperium (nifas) berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari,
merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya organ kandungan pada keadaan
normal. Dijumpai dua kejadian penting pada puerperium yaitu involusi uterus dan
proses laktasi (Manuaba, 2012).
Masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan akhir periode
intrapartum) hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak
hamil (Varney, 2008).
Masa yang dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama kirakira 6 minggu (Saifuddin, 2002).
2.1.2 Periode Masa Nifas
1. Puerperium Dini : Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan.
2. Puerperium Intermedial : Kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang
lamanya 6-8 minggu.
3. Remote Puerperium : Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulan,
atau tahunan (Mochtar, 2008).
2.1.3 Involusi Alat-alat Kandungan
1. Vagina dan perineum
pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa pascapartum penurunan kadar
hormon-homon ini menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan sacara langsung
jaringan hipertiroid yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama
masa hamil menetap. Inilah penyebab ukuran uterus sedikit lebih besar setelah
hamil (Safuddin, 2008).
d. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah lahir,
diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang
terutama akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi
trombosit dan pembentukan bekuan. Hormon yang dilepaskan dari kelenjar
hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh
darah, dan membantu hemostatis. Selama 1 sampai 2 jam pertama pascapartum
intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena
penting sekali untuk mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, biasanya
suntikan oksitosin (pitosin) secara intravena atau intramuskular diberikan segera
stelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan
membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada
payudara merangsang pelepasan oksitosin.
Tabel 1. Waktu involusi dan ukuran TFU
Involusi
Setelah bayi lahir
setelah plasenta lahir
1 minggu
2 minggu
6 minggu
8 minggu
Berat uteri
1000gr
750 gr
500gr
350gr
50gr
30gr
3. Regenerasi endometrium
10
11
kecil. Setelah bayi lahir tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam
dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.
8. Ligamen-ligamen
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan,
setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali
sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena
ligamentum rotundum menjadi kendor. Setelah melahirkan kebiasaan wanita
Indonesia berurut dimana sewaktu diurut tekanan intra abdominal menjadi
bertambah tinggi. Karena setelah melahirkan ligamenta, fasia, dan jaringan
penunjang menjadi kendor, jika dilakukan urut banyak wanita akan mengeluh
kandungannya turun atau terbalik. Untuk memulihkan kembali sebaiknya dengan
latihan-latihan pasca persalinan (Mochtar, 2008).
2.1.4 Asuhan Masa nifas
Asuhan masa nifas adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan
yang dilakukan bidan pada masa nifas sesuai dengan wewenang dan ruang
lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan ( Kemenkes RI, 2007).
Standar kompetensi bidan menjelaskan bahwa bidan memberikan asuhan
pada ibu nifas dan menyusui yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya
setempat. Asuhan masa nifas difokuskan pada upaya pencegahan infeksi dan
menuntut bidan untuk memberikan asuhan kebidanan tingkat tinggi (Varney,
2007)
Asuhan yang diberikan kepada ibu bertujuan untuk :
a.
b.
c.
d.
wanita
Memberikan bantuan pemulihan dari ketidaknyamanan fisik
Memberikan bantuan dalam menyusui
Memfasilitasi pelaksanaan peran sebagai orang tua
Melakukan pengkajian bayi selama kunjungan rumah
Memberikan pedoman antisipasi dan instruksi
Melakukan penapisan kontinu untuk komplikasi puerperium (Varney,
2007).
2.2
2.2.1
Konsep Menyusui
Defenisi
Air Susu Ibu (ASI)
13
Laktogenesis I
Laktogenesis I dimulai pada pertengahan kehamilan. Pada fase ini
struktur,duktus dan lobus payudara mengalami proliferasi akibat dari
pengaruh hormon. Akibatnya kelenjar payudara sudah mampu
mensekresi akan tetapi yang disekresi hanya kolostrum. Walaupun
secara struktur kelenjarpayudara mampu untuk mengeluarkan ASI akan
tetapi ini tidak terjadi karena hormon yang berhubungan dengan
kehamilan mencegah ASI disekresi.
2.2.2.3
Laktogenesis II
Laktogenesis II merupakan permulaan sekresi ASI secara berlebih dan
terjadi pada hari ke-4 post partum. Permulaan sekresi ASI yang berlebih
terjadi setelah plasenta lahir. Setelah melahirkan tingkat progesteron
menurun secara tajam akan tetapi tidak sampai mencapai tingkatan
yang sama pada wanita tidak hamil. Sedangkan tingkat prolaktin tetap
2.2.2.4
tinggi.Pada fase ini, ibu biasanya merasakan volume ASI yang berlebih.
Laktogenesis III
Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI selama
kehamilan dan beberapa hari pertama setelah melahirkan. Ketika
produksi ASI mulai stabil, sistem kontrol autokrin dimulai. Pada tahap
ini apabila ASI banyak dikeluarkan maka payudara akan memproduksi
ASI dengan banyak pula.
2.1.1
Refleks menyusui
14
Refleks prolaktin
Prolaktin merupakan hormon laktogenik yang penting untuk memulai
dan mempertahankan sekresi susu. Stimulus isapan bayi mengirim
pesan ke hipotalamus yang merangsang hipofise anterior untuk melepas
prolaktin, suatu hormon yang meningkatkan produksi susu oleh sel-sel
alveolar kelenjar payudara. Jumlah prolaktin yang disekresi dan jumlah
susu yang diproduksi berkaitan dengan besarnya stimulus isapan yaitu
frekuensi, intensitas, dan lama bayi menghisap.
2.1.1.2
2.1.1.3
Refleks let-down
Akibat stimulus isapan bayi, hipotalamus melepas oksitosin dari
hipofise posterior. Stimulasi oksitosin membuat sel-sel mioepitel di
sekitar alveoli di dalam kelenjar payudara berkontraksi. Kontraksi selsel yang menyerupai otot ini menyebabkan susu keluar melalui duktus
dan masuk ke dalam sinus-sinus laktiferus.
Refleks let-down dapat dirasakan sebagai sensasi kesemutan atau dapat
juga ibu tidak merasakan sensasi apapun. Tanda-tanda lain let-down
adalah tetesan susu dari payudara ibu dan susu menetes dari payudara
lain yang tidak sedang diisap oleh bayi. Banyak ibu mengalami refleks
let-down hanya karena berpikir tentang bayinya atau mendengar bayi
15
zat-zat
gizi
berkualitas
tinggi
yang
berguna
Selain
mengandung
protein
yang
tinggi,
ASI
16
2.1.2.2
Aspek imunologik
Ig A dalam kolostrum dapat melumpuhkan bakteri pathogen E. coli dan
berbagai virus pada saluran pencernaan. ASI juga mengandung
laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat
kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan. Di dalam ASI
juga terdapat Lysosim, enzim yang melindungi bayi terhadap bakteri
(E. coli dan salmonella) dan virus . Jumlah Lysosim dalam ASI 300 kali
17
2.1.2.7
2.1.3
18
ditentukan oleh kemiringan botol, besar lubang dan ketebalan karet dot
(Suradi, 2004; Mexitalia & Susanto,2004).
2.1.4
Faktor yang mempengaruhi produksi ASI
2.1.4.1
Faktor Ibu
- Faktor psikologis
Faktor psikologis ibu yang mempengaruhi kurangnya produksi ASI
antara lain adalah ibu yang berada dalam keadaan stress, kacau,
marah dan sedih, kurang percaya diri, terlalu lelah, ibu tidak suka
menyusui, serta urangnya dukungan dan perhatian keluarga dan
-
cairan yang cukup 2000 cc perhari dapat menjaga produksi ASI ibu.
Faktor sosial budaya
Adanya budaya yang terdapat di masyarakat tentang menyusui serta
mitos-mitos yang salah tentang menyusui juga dapat mempengaruhi
ibu untuk berhenti menyusui. Budaya yang ada di masyarakat
misalnya bayi diberikan makanan selain ASI sejak lahir kemudian
adanya mitos yang berkembang di masyarakat bahwa bayi yang
rewel atau menangis karena lapar sehingga harus diberikan makanan
dan minuman selain ASI sehingga ibu memilih untuk memberikan
makanan dan minuman selain ASI. Hal ini akan menyebabkan
19
2.1.4.2
-
2.1.4.3
-
pertama
dapatmempererat
ikatan
sertaberpengaruh
terhadap
perasaan
lamanya
antara
ibu
pemberian
dan
ASI
bayinya,
kepada
20
Bayi
sebaiknya
disusui
secara
on
demand
akanmenentukan
sendiri
kebutuhannya.
Bayi
karena
bayi
yang
sehat
21
BAB III
TINJAUAN KASUS
KAJIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS NY. M P1A0H1 POST
SC ATAS INDIKASI PREEKLAMSIA BERAT
DI RUANG RAWATAN KEBIDANAN
RSUD PARIAMAN TAHUN 2016
Pengkajian
Tanggal : 19 Juli 2015
Jam
: 09.00 Wib
A. PENGKAJIAN
DATA SUBJEKTIF (S)
1. Identitas
RM (103351)
Nama Ibu
Umur
Suku / Bangsa
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
No. Registrasi
Alamat
: Ny. M A
Nama Suami : Tn. R K
: 22 tahun
Umur
: 32 tahun
: Chaniago/Indonesia
Suku/Bangsa : Pangalaean/Indonesia
: Islam
Agama
: Islam
: SMA
Pendidikan : SMA
: Ibu Rumah Tangga
Pekerjaan
: Swasta
: 079920
: Kalampayan Kamumuan, Kelurahan Kuranji Hilir,
: 12 tahun
: 26-28 hari
: 5-7 hari
: merah
: ya, sebelum haid
HPHT
: 20-10-2015
22
TP
: 27-07-2016
: Seksio Sesarea
Indikasi
: Preeklampsia berat
: Laki-laki
Berat Badan
:3000 gram
23
Panjang Badan
: 50 cm
Apgar Skor
:7/8
24
: Compos Mentis
3. Tanda Vital
Tekanan darah
:129/100 mmHg
Denyut nadi
: 92 kali/menit
Suhu tubuh
:36,1C
Pernapasan
: 24 x/menit
4. Payudara
:Kolostrum (-)
5. Uterus
Tinggi fundus uteri
: Sejajar pusat
Kontraksi uterus
: Baik
:Merah tua
Jumlah
: 50 cc
Perineum
: Utuh
7. Kandung Kemih
8. Ekstrmitas
Atas
Bawah
25
Hb
Leukosit
Eritrosit
Trombosit
Hematokrit
Protein urin
Gol. Darah
: 13,4 gr%
:13.620/m3
: 4.760.000/mm3
: 253.000 mm3
: 39,1 vol%
: +3 (pemeriksaan tanggal 18 Juli 2016)
:B
C. ASSESMENT (A)
Ibu P1A0H1 post Seksio Sesarea atas indikasi Preeklampsia berat
D. PLANNING
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan pada pasien dan keluarga
2. Memantau keadaan umum, tanda-tanda vital, perdarahan dan kontraksi
3. Menganjurkan pasien puasa sampai bising usus (+)
4. Menganjurkan pasien untuk istirahat dengan cukup
5. Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi
a. Asam mefenamat 3x1
b. Vitamin C 3x1
c. SF 1x1
d. Metildopa 3x500 mg
e. Injeksi cefoperazone ( 2x1 gr) dan Injeksi Gentamisin (2x80 gr)
6. Instruksi dokter untuk cek darah rutin
EVALUASI
- Pasien mengerti dengan penjelasan bidan
- Pasien menerima asuhan yang diberikan
- Pasien diberikan terapi
26
: 09.00 Wib
DATA SUBJEKTIF
DATA OBJEKTIF
-
baik.
Ekstremitas bawah masih bengkak.Urin (+). Flatus (+)
Laboratorium tanggal 19 Juli 2016 :
HGB
: 12 gr/dL
RBC
:4,23 (10^6/uL)
Eritrosit
: 4.760.000/mm3
Trombosit
: 253.000 mm3
Hematokrit : 39,1 vol%
27
ASSASSMENT
PLANNING
1.
2.
3.
4.
5.
6.
EVALUASI
Tangan kanan terpasang IVFD RL drip oksitosin 2 amp (28 tetes per
menit)
Tangan kiri terpasang RL drip MgSO4 40% 20 cc (28 tetes per menit)
Injeksi cefoperazone ( 2x1 gr) pukul (13.00 WIB dan 01.00 WIB) dan
Injeksi Gentamisin (2x80 gr) pukul (03.00 WIB dan 01.00 WIB)
Terapi Oral : Asam mefenamat 3x1,Vitamin C 3x1,SF 1x1,dan
Metildopa 3x500 mg
DC (+)
Belum dilakukan intervensi secara maksimal terhadap masalah
menyusui yang dialami ibu
28
Jam
: 09.00 Wib
DATA SUBJEKTIF
-
DATA OBJEKTIF
-
ASSASSMENT
PLANNING
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
EVALUASI
29
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Analisis Dan Evaluasi Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Post Seksio
Sesarea dengan Masalah Menyusui
Ibu MA P1A0H0 merupakan rujukan dari Puskemas Sungai Limau
atas diagnosa GIP0A0 usia kehamilan 37-38 minggu dengan hipertensi dalam
kehamilan. Tanggal 18 Juli Pukul 12.30 Ibu masuk di ruangan PONEK
RSUD Pariaman, di observasi kemajuan persalinan namun tekanan darah
semakin meningkat sehingga dokter menyarankan untuk dilakukan operasi
SC. Ttanggal 18 Juli 2016 pukul 20.00 WIB telah dilakukan SC dengan
anastesi spinal di RSUD Pariaman atas indikasi preeklampsia berat. Pukul
21.00 WIB pasien dipindahkan ke Ruang rawat kebidanan
Tanggal 19 Juli 2016 ibu masih belum bisa menyusui bayinya
dikarenakan ASI belum keluar dan berencana ingin memberikan susu
tambahan saja untuk bayinya. Nyeri luka operasi yang dirasakan juga
menambah ketidaknyaman ibu dalam menyusui bayinya. Keluarga terutama
ibu kandung juga mendukung dengan alasan yang sama.
30
31
buruk pada pelaksanaan IMD yang merupakan langkah awal kesuksesan ASI
eksklusif (Albokhary & James, 2014).
Asuhan kebidanan yang dapat diberikan pada ibu post partum
dengan masalah menyusui seperti pada kasus Ny MA antara lain :
1. Memberikan konseling mengenai :
- Manfaat menyusui bagi ibu, bayi dan keluarga
- Tata laksana menyusui
- Nutrisi yang baik selama menyusui
- Faktor yang dapat menghambat proses menyusui
2. Menganjurkan keluarga untuk memberikan dukungan verbal ataupun
tindakan selama ibu menyusui
3. Mengajarkan ibu dan keluarga untuk melakukan pijat oksi untuk
memperlancar ASI
4. Menganjurkan ibu dan keluarga untuk tidak memberikan minuman dan
makanan tambahan pada bayi sebelum berusia 6 bulan
5. Membantu ibu menyusui secara on demand, tanpa pembatasan terhadap
lama dan frekuensi menyusui.
6. Menganjurkan ibu untuk tidak memberikan dot pada bayi karena akan
menyebabkan bingung puting
7. Menganjurkan ibu untuk istrirahat yang cukup
Kementrian kesehatan juga telah mempunyai porgam 10 langkah
keberhasilan menyusui sebagai upaya yang dapat dilakukan oleh tiap instansi
baik pemerintah ataupun swasta untuk menyukseskan program ASI eksklusif
diantaranya adalah :
1.
Menetapkan Kebijakan Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu yang
secara rutin dikomunikasikan kepada semua petugas.
Melakukan pelatihan bagi petugas untuk menerapkan kebijakan
2.
tersebut.
3.
Memberikan penjelasan kepada ibu hamil tentang manfaat
menyusui dan talaksananya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi
lahir, sampai umur 2 tahun.
4.
Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 60 menit setelah
melahirkan di ruang bersalin.
32
5.
indikasi medis.
6.
Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI
kepada bayi baru lahir.
Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama
7.
33
34
psikis
yang
secara
reflektoris
mengakibatkan
oksitosin
dikeluarkan oleh hypofise. Produksi ASI akan lebih banyak. Sebagai efek
positif adalah involusi uteri akan lebih sempurna. Disamping ASI merupakan
makanan utama bayi yang tidak ada bandingannya, menyusukan bayi sangat
baik untuk menjelmakan rasa kasih sayang antara ibu dan anaknya (Bobak,
2006).
Rencana asuhan yang dapat diberikan pada ibu adalah dengan
memberikan intervensi pijat oksitosin dan mengajarkan ibu teknik marmet
untuk membantu pengeluaran ASI ibu. Mardiyaningsih (2010) menyatakan
bahwa produksi ASI dan ejeksi ASI yang sedikit pada hari-hari pertama
setelah melahirkan menjadi kendala dalam pemberian ASI secara dini.
35
Intervensi pijat oksitosin dan teknik marmet lebih efektif dapat meningkatkan
produksi ASI.
Implementasi saat memberikan pijat oksitosin pada ibu, kolostrum
tampak keluar pada papilla mammae namun masih sedikit, sehingga
pengeluaran ASI harus dikombinasikan dengan teknik marmet, dimana teknik
ini pada dasarnya untuk memerah ASI dan masase payudara.
36
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
- tindakan yang telah dilakukan oleh petugas kesehatan di Ruang rawat
kebidanan RSUD Pariaman untuk mengatasi masalah menyusui yang di
alami oleh Ny MA diantaranya adalah dengan memberikan fasilitas
rawat gabung dan tidak mempromosikan susu formula. Namun tindakan
yang diberikan masih belum optimal dikarenakan belum ada intervensi
-
secara eksklusif.
Bagi Tenaga Kesehatan
Kepada petugas kesehatan di harapkan dapat memberikan perhatian
dan dukungan penuh terhadap ibu menyusui serta memberikan intervensi
37
38
DAFTAR PUSTAKA
Albokhary, A. A., & James, J. P. (2014). Does cesarean section have an impact on
the successful initiation of breastfeeding in Saudi Arabia?, 35(11), 1400
1403.
Edmond, K. M., Zandoh, C., Quigley, M. A., Amenga-etego, S., Kirkwood, B. R.,
Edmond, K. M., Owusu-agyei, S. (2006). Delayed Breastfeeding
Initiation Increases Risk of. http://doi.org/10.1542/peds.2005-1496
sik, Y., Dag, Z. O., Tulmac, O. B., & Pek, E. (2016). Early postpartum lactation
effects of cesarean and vaginal birth, 87(6), 426430.
http://doi.org/10.5603/GP.2016.0020
Kementerian Kesehatan RI. (2014). Profil kesehatan Indonesia Tahun 2014.
Kementrian Kesehatan RI. (2012). Profil Kesehatan Indonesia 2012.
http://doi.org/351.770.212 Ind P
Kutlucan, L., Seker, . S., Demiraran, Y., Ersoy, ., Karagz, ., Sezen, G., &
Kse, S. A. (2014). Effects of different anesthesia protocols on lactation in
the postpartum period, 233238. http://doi.org/10.5152/jtgga.2014.14111
National center for chronic Disease Prevention and Health Promotion. (2013). The
CDC Guide to Strategies to Support Breastfeeding Mothers and Babies.
Toohill, J., Fenwick, J., Gamble, J., Creedy, D. K., Buist, A., & Turkstra, E.
(2014). A Randomized Controlled Trial of a Psycho-Education Intervention
by Midwives in Reducing Childbirth Fear in Pregnant Women, (December),
384394.
Dinas kesehatan Sumatera Barat. (2014). Profil Kesehatan Provinsi Sumatera
Barat Tahun 2014
Hamilton, Persis Mary. 2003. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta :
EGC
Hidayat, A. (2009). Asuhan Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Leveno KJ, e. a. (2010). Hypertensive disorders in pregnancy. In Williams
Manual of Obstetrics (pp. p. 761-808). USA: McGraw-Hill Companies.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2010 Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Mochtar, Rustam. 2008. Sinopsis Obstetri Fisiologi-Patologi. Jakarta : EGC.
39
40