Anda di halaman 1dari 7

Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII

Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat

PENGARUH LAMA KERING PADA PRODUKSI SUSU


SAPI PERAH
ANNEKE ANGGRAENI

Balai Penelitian Ternak


Jalan Veteran III PO Box 221, Bogor 16002

E-mail: Annekeanggraeni@yahoo .co .i d


ABSTRAK
Lama kering memberi kesempatan sel-sel ambing beregresi, proliferasi dan diferensiasi, sehingga periode ini
esensial dalam menampilkan kondisi prima bagi sapi betina menjalani laktasi berikutnya . Penelitian bertujuan
mengetahui pengaruh lama kering pada produksi susu laktasi lengkap sapi perah FH dibawah pemeliharaan intensif
stasiun bibit (SB) dan peternakan rakyat (PR) di Kabupaten Banyumas. Data lama kering diperoleh dengan mengurang
tanggal beranak berikutnya terhadap tanggal pencatatan produksi susu berjalan, dengan jumlah 216 catatan (19922002) di SB dan 220 catatan (1996-2002) di PR. Rataan terkoreksi (RT) produksi susu berdasarkan klasifikasi lama
kering (<- 60; 61-90 ; 91-120; 121-150; 151-180 dan 181-229 hari) setiap lokasi dianalisis dengan metoda kuadrat
terkecil . Diperoleh rataan lama kering sapi FH di SB 103 hari (10-206 hari), PR 104 hari (12-229 hari) dan semua
lokasi 104 hari (0-229 hari) . Pengaruh lama kering pada RT produksi susu sapi FH secara statistik nyata (P<0,05) di
SB, tetapi tidak nyata (P>0,05) di PR dan semua lokasi, kontribusinya berurutan 5,4% (total 7,0%), 3,5% (total 11,1%)
dan 0,9% (total 33,5%) . Hubungan RT produksi susu dengan lama kering berpola kuadratik di SB dan lebih fluktuatif di
PR. Lama kering 61-90 hari adalah saat tercapai puncak produksi di SB . Perlu perbaikan manajemen agar trnak bisa
menjalani kering kandang sekitar 60-90 hari .
Kata kunci : Lama kering, sapi Friesian-Holstein, produksi susu

PENDAHULUAN
Lama kering merupakan suatu periode ketika
sel-sel ambing tidak mensekresikan air susu
diantara dua periode laktasi . Periode tersebut
esensial untuk memberi kesempatan sel-sel ephitel
ambing beregresi, proliferasi dan diferensiasi yang
memungkinkan stimulasi produksi susu secara
maksimal (CM'uco et al., 1997) . Ketika seekor
sapi dikeringkan, diasumsikan kehilangan produksi
susu pada laktasi berjalan dikompensasi oleh lebih
banyak produksi susu yang dihasilkan pada laktasi
berikutnya (GYLAY, 2005) . Aplikasi lama kering
yang sesuai dengan demikian menjadi suatu faktor
kritis untuk mencapai produksi susu maksimal .
Banyak studi lapang dilakukan khususnya pada
sapi Bos taurus dibawah pemeliharaan iklim
sedang untuk mengetahui berapa lama kering
kandang yang diperlukan agar sapi menghasilkan
susu yang tinggi pada laktasi yang menyertainya .
SWANSON (1965) membandingkan pengaruh lama

kering selama 0 had dan 60 hari terhadap produksi


susu dari lima pasang sapi kembar identik . Hasil
menunjukkan terjadi penurunan produksi 25% dari
laktasi ke-2 dan 35% dari laktasi ke-3 pada sapi
yang tidak diberi kering kandang (lama kering 0
hari) dibandingkan kembarannya yang menjalani
kering kandang 60 hari . Sedangkan REMOND et
al. (1997) memperoleh penurunan produksi susu
sekitar 22% pada sapi yang tidak melewati kering
kandang dibandingkan dengan lama kering 60
hari .
SCHAEFFER dan HENDERSON (1972) melaporkan
pengaruh masa kering berpola kuadratik pada
produks i susu . Lamakering 50-59 hari menghasilkan
produksi susu tertinggi, akan tetapi secara praktis
tidak diperoleh perbedaan besar apabila lama
kering masih dalam kisaran 40-69 hari . Didapatkan
penurunan produksi susu pada laktasi berikutnya
sebanyak 610 dan 230 kg (produksi 6190 dan 6570
kg) untuk lama kering singkat 20-29 hari dan 3039 hari dibandingkan produksi susu tertinggi (6800

167

Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII


Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
kg) pada lama kering optimal 50-59 hari . Namun
ditekankan, secara praktis kisaran masa kering 4049 hari (6700 kg) menghasilkan produksi susu tidak
berbeda dengan masa kering 50-59 hari . Hubungan
kurvilinier antara keduanya didapatkan KEowN dan
EVERETT (1985) dimana terjadi kenaikan produksi
dengan kecepatan menurun akibat perpanjangan
masa kering melebihi 51-60 hari . Pada studi lain
FuNx et al. (1987) mencatat produksi susu sangat
menurun pada sapi dengan lama kering singkat <
40 hari (-459 kg) dibandingkan sapi pada puncak
produksi dengan lama kering 60-69 hari . Diingatkan
penambahan produksi dengan memperpanjang
periode kering kandang tidak mengimbangi biaya
yang dikeluarkan untuk pembelian tambahan
pakan ataupun produksi susu maksimal per hari
(SCHAEFFER dan HENDERSON, 1972 ; dan KEOwN dan
EVERETT, 1985) .
SMITH dan BECKER (1995) mencatat lama
kering yang panjang berpengaruh lebih merugikan
dibandingkan lama kering singkat . Dibanding
periode kering rekomendasi 50-59 hari (8392 kg),
lama kering panjang 70-79 hari menghasilkan
produksi susu jauh lebih rendah (7868 kg) daripada
periode kering ' singkat _< 39 hari (8015 kg) .
MAKUZA dan MCDANIELD (1996) menggunakan
catatan sapi FH di Carolina Utara dan Zimbabwe
untuk mengamati pengaruh lama kering pada
produksi susu . Produksi susu 305 hari dikoreksi
terhadap sejumlah faktor terutama produksi laktasi
sebelumnya, masa kosong dari laktasi sebei'umnya
dan berjalan dalam upaya mengeliminasi pengaruh
genetik dan lingkungan . Untuk laktasi pertama dan
kedua, sapi dengan lama kering singkat < 30 hari
memproduksi susu lebih rendah 11,8% dan 10,7%
dari sapi dengan lama kering 60-69 hari (8 .831 kg
di Carolina Utara dan 5 .424 kg di Zimbabwe) . Suatu
studi terhadap sapi FH di wilayah tropis bagian Utara
Afrika oleh DJEMALI dan BERGER (1992) mendukung
banyak hasil studi sebelumnya . Dijelaskan lama
kering singkat < 43 hari menurunkan secara nyata
produksi susu laktasi berikutnya, tetapi lama kering
panjang >_ 65 hari hanya menurunkan produksi susu
secara moderat .
Untuk memperoleh perbandingan dengan
hasil observasi, SORENSEN dan ENEVOLDSEN (1991)
melakukan percobaan eksperimental menerapkan

1 68

tiga taraf lama kering mencakup 28, 49 dan 70 hari


sebagai perlakuan . Studi dilakukan dengan cara
memanipulasi periode
Likering agar tereliminasi dari efek produksi susu
sebelum periode pengeringan, periode laktasi, masa
kosong, bangsa sapi dan status kesehatan ternak .
Hubungan antara lama kering dengan produksi
susu yang dinyatakan sebagai produksi susu 84
hari pertama, mendukung banyak hasil penelitian
observasi sebelumnya. Hasil menunjukkan tidak
ditemukan pengaruh interaksi dari periode laktasi,
masa kosong, produksi susu laktasi sebelumnya,
bangsa dan status kesehatan ternak dengan lama
kering dalam mempengaruhi produksi susu .
Dibandingkan lama kering yang direncanakan (49
hari), produksi susu 4% terkoreksi lemak dari sapi
dengan lama kering singkat memproduksi susu
lebih rendah dibandingkan lama kering panjang,
yaitu -2 .8 kg/hari vs-0,5 kg/hari .
Lama kering sapi perah Bos taurus yang
dipelihara di daerah iklim sedang sebetulnya lebih
merupakanhasilkeputusanmanajemenyangdiambil
peternak atau manajer peternakan . Berdasarkan
basil banyak studi seperti diuraikan sebelumnya,
diketahui lama kering sekitar 50-70 hari merupakan
periode yang banyak direkomendasikan agar sapi
menghasilkan susu secara maksimal pada laktasi
berikutnya . Kondisi berbeda ditemukan untuk sapi
perah Bos taurus yang dipelihara pada wilayah
dengan kondisi iklim tropis . Lama kering sapi
perah Bos taurus yang di wilayah tropis cenderung
memanjang, disebabkan adanya depresi cekaman
panas dan kelembaban iklim tropis, disamping
inferioritas dari pemberian pakan dan pelaksanaa
manajemen (NiAzi danALEEM, 2003) . Kajian berapa
lama kering optimal yang sebaiknya diberikan
untuk sapi perah eksotik yang telah diadopsi
banyak negara berkembang khususnya yang lebih
diorientasikan sebagai budidaya peternakan rakyat
dibawah kondisi cekaman panas iklim tropis oleh
karenanya sangat diperlukan .
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui
pengaruh lama kering pada produksi susu sapi
perah FH balk yang dipelihara pada kondisi intensif
di stasiun pembibitan dan pada kondisi semiintensif di peternakan rakyat binaan di Kabupaten
Banyumas, Jawa Tengah .

Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII


Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat

MATERI DAN METODA


Materi penelitian
Data produksi susu sapi FH dikoleksi dari
stasiun bibit BPTU Baturraden (SB) selama periode
produksi 1992-2002 dan peternakan rakyat binaan
(PR) di Kabupaten Banyumas selama periode
produksi 1996-2002 . Produksi susu pengujian
harian adalah jumlah produksi pagi dan sore
hari yang dicatat pada tanggal sama untuk setiap
minggu (SB) dan setiap bulan (PR) . Sebagian sapi
kehilangan informasi tanggal keringnya di SB,
sedangkan di PR tidak tersedia tanggal kering dari
sapi laktasi . Untuk tujuan penelitian, maka lama
kering diperoleh dengan mengurang tanggal beranak
berikutnya terhadap tanggal pencatatan produksi
susu berjalan . Dikumpulkan pula informasi tahun,
bulan dan umur beranak dari setiap sapi laktasi .
Analisis data
Pengaruh lama kering pada produksi susu
dinyatakan dalam bentuk total produksi susu selama
satu laktasi, diperoleh dengan menjumlahkan
produksi susu setiap minggu (SB) atau setiap bulan
(PR) menggunakan metoda interpolasi tinier. Data
lamakering sapi FH di BPTU Baturraden berjumlah
216 catatan, sedangkan di peternakan rakyat
berjumlah 220 catatan, sehingga diperoleh total
lama kering 436 catatan . Lama kering diklasifikasi
kedalam enam grup, yaitu <- 60, 6 -90, 91-120,
121-150,151-180 clan 181-229 hari . Data produksi
susu selanjutnya disebar kedalam diagram box plot
untuk setiap grup lama kering agar diketahui dan
dikeluarkan produksi susu pencilan .
Diterapkan model linear umum menggunakan
teknik kuadrat terkecil untuk memeriksa pengaruh
lama kering pada produksi susu, dengan rataan
terkoreksi produksi susu yang diturunkan (untuk
semua lokasi) diperoleh dari model . berikut :
+ T + B k + K i + U ( cov) ;ihi + e,i , i,
Yikim = p + L
Yang mana : Y,k,. produksi susu laktasi lengkap
ke-m dari lokasi ke-i, tahun beranak ke-j, bulan

beranak ke-k dan lama kering ke-1 ; adalah rataan


umum ; L pengaruh lokasi ke-i (i = 1, 2 dan 3) ;
T pengaruh tahun beranak ke j (93 < j < 98) ; B
pengaruh bulan beranak ke-k (k = 1, . . ., 12) ; M
pengaruh lama kering ke-I (I = < 60 ; 61-90 ; 91120 ; 121-150 ; 151-180 dan 181-229 hari) ; serta
U pengaruh umur beranak sebagai kovariat ; elikim
galat acak .
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi lama kering dan produksi susu
Rataan dan kisaran lama kering sapi FH
berurutan di SB 103 hari (10-206 hari), PR 104
hari (12-229 hari) dan keseluruhan 104 hari (0-229
hari) . Hasil studi observasi di wilayah iklim sedang
mencatat lama kering sapi Bos taurus dipengaruhi
faktor lingkungan seperti umur beranak (SMITH
dan LEGATES, 1962 ; SCHAEFFER dan HENDERSON,
1972 ; serta DIAS dan ALLAIRE, 1982), produksi susu
laktasi sebelumnya dan berjalan (DIAS dan ALLAIRE,
1982 ; serta MAKUZA dan MCDANIELD, 1996), dan
musim beranak (SCHAEFFER dan HENDERSON,
1972 ; serta OLTENACU et al ., 1980) . Meskipun
demikian, lama kering yang dijalani sapi perah
di daerah asalnya tersebut lebih merupakan hasil
keputusan manajemen dari peternak atau manajer
peternakan . Ini diindikasikan oleh kisaran lama
kering yang cukup terkontrol, berkisar antara 2070 hari (SCHAEFFER dan HENDERSON, 1972 ; DIAS dan
ALLAIRE, 1982 ; FUNK et al ., 1987 ; serta MAKUZA dan
MCDANIELD, 1996) . Rataan lama kering sapi FH di
SB (103 hari) dan PR (104 hari) lebih panjang dari
kisaran lama kering yang dilaporkan oleh banyak
studi terdahulu . Lebih panjang lama kering sapi FH
dalam studi ini bersesuaian dengan yang dikemukan
NIAzI dan ALEEM (2003) yang menyatakan lama
kering sapi perah Bos taurus yang dipelihara
pada daerah tropis cenderung memanjang . Hal ini
dikarenakan cekaman panas dan kelembaban tropis
yang serius pada bangsa sapi tersebut, disamping
inferioritas pakan dan manajemen pemeliharaan
yang diterapkan .

1 69

Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVlI


Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gi&i Masyarakat

Table 1 . Rataan dan standar deviasi (SD) produksi susu (kg) untuk setiap klasifikasi lama kering dari sapi FriesianHolstein berdasarkan lokasi
Lama kering (hari)
<_ 60
61-90
91 - 120
121-150
151-180
181 - 229

Stasiun Bibit
Rataan

SD

22
82
57
35
20
14

4212
4648
4488
4335
3670
3560

1184
1017
1067
861
1035
1060

Tabel 1 menampilkan rataan dan standar deviasi


dari produksi susu laktasi lengkap untuk setiap
klasifikasi lama kering . Pada SB, produksi susu
sapi FH secara umum berpola kuadratik dengan
bertambah panjang lama kering . Perpanjangan
lama kering dari <- 60 hari sampai 61-90 hari
meningkatkan produksi susu 4212 kg menjadi 4648
kg, sampai lama kering 121-150 had produksi susu
berangsur menurun menjasi 4335 kg dan pada lama
kering 181-229 hari produksi susu mencapai titik
terendah 3560 kg . Sebaliknya, hanya diperoleh
fluktusi produksi susu yang tidak menunjukkan pola
kuadratik secara jelas terkait dengan memanjangnya
lama kering sapi FH di PR . Meskipun demikian
didapatkan dua fluktuasi produksi susu cukup
tajam masing-masing untuk lama kering < 60 hari
dengan produksi susu 3401 kg dan lama kering
panjang 181-229 hari dengan produksi susu 2984
kg . Pengamatan terhadap semua lokasi (gabungan
keduanya) memperlihatkan perubahan produksi
susu mengikuti pola kuadratik akibat perpanjangan
lama kering yang dijalani sapi FH . Pola tersebut

Lokasi
Peternakan Rakyat
N
Rataan
SD
45
70
49
35
21
22

3401
3442
3252
3208
3455
2984

822
831
778
980
1068
1031

Jumlah
Rataan

SD

67
152
106
70
41
36

3471
3950
3885
3715
3620
3475

1129
1221
1142
1116
893
1081

lebih mendekati pola kuadratik produksi susu sapi


FH di SB, tetapi dengan fluktuasi lebih rendah .
Secara umum diperoleh puncak produksi tercapai
pada kisaran lama kering 61-90 hari, selanjutnya
berangsur menurun sampai diperoleh produksi susu
terendah pada lama kering terpanjang 181-229
hari .
Hubungan lama kering dengan rataan
terkoreksi produksi susu
Nilai rataan kuadrat terkecil produksi susu
laktasi lengkap untuk setiap klasifikasi lama kering
dicantumkan pada Tabel 2 . Hasil menunjukkan
lama kering berpengaruh nyata (P<0,05) pada
produksi susu sapi FH di SB (P<0,05), sebaliknya
berpengaruh tidak nyata (P>0,05) pada produksi
susu sapi FH di PR dan semua lokasi . Sumbangan
lama kering terhadap variasi produksi susu di SB
sebesar 5,4% (total 7,0%), PR sebesar 3,5% (total
11,1%) dan semua lokasi sebesar 0,9% (total
33,5%) .

Tabel 2 . Rataan terkoreksi (RT) dan galat baku (GB) produksi susu untuk setiap klasifikasi lama kering dari sapi
Friesian-Holstein berdasarkan lokasi
Lokasi
Lama kering (hari)
Stasiun Bibit
Peternakan Rakyat
Jumlah
N
RT
GB
N
RT
GB
N
RT
GB
< 60
61 - 90
91 -120
121 -150
151-180
181 -229

22
82
57
35
20
14

39926
4513b
4493b
4270b
3674'
3570'

234
128
142
186
244
247

45
70
49
35
21
22

3100'
3200,
3224'
3046 ,
3494a
2797 ,

141
112
128
148
196
188

67
152
106
70
41
36

Keterangan : Huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan secara statistik berbeda nyata (P<0,05)

1 70

3574,
3824a
3820 ,
3655 ,
3588 ,
3564 ,

124
82
96
119
157
165

Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII


Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat

Perubahan nilai rataan terkoreksi produksi


susu berdasarkan klasifikasi lama kering sapi FH
di SB berbeda dengan di PR. Pada SB, rataan
terkoreksi produksi susu secara jelas mengikuti
pola kuadratik dengan semakin panjang lama
kering . Dengan memanjang lama kering dari <- 60
hari ke kisaran 61-90 hari meningkatkan produksi
susu dari 3992 kg menjadi 4513 kg . Lama kering
61-90 hari tersebut sekaligus merupakan kisaran
saat tercapai puncak produksi susu sapi FH di SB .
Selanjutnya produksi susu berangsur menurun,
pada lama kering 121-150 hari produksi susu 4270
kg sampai lama kering 181-229 hari produksi
susu menjadi 3570 kg . Dibandingkan dengan lama
kering 61-90 hari, maka produksi susu sapi FH
yang menjalani lama kering dalam kisaran lainnya
mengalami penurunan produksi sebagai berikut : <
60 hari sebanyak -11,5%, 121-150 hari sebanyak
-5,4% dan > 151 hari sebanyak -21 % . Sebaliknya,
tidak ditemukan pola kuadratik yang jelas dari
perubahan rataan terkoreksi produksi susu akibat
memanjangnya lama kering sapi FH di PR . Hanya
diperoleh fluktuasi produksi dengan bertambah
lama kering yang dijalani sapi FH di PR. Meskipun
demikian, diidentifikasi ada dua fluktuasi menurun
cukup tajam dari produksi susu yang terjadi pada
lama kering 151-180 hari dan 181-229 hari
(terpanjang), dengan rataan terkoreksi produksi
susu masing-masing 2797 kg dan 3494 kg . Untuk
semua lokasi, pola perubahan rataan terkoreksi
produksi susu dengan memanjangnya lama
kering mengikuti pola kuadratik, mendekati pola
kuadratik produksi susu sapi FH di SB . Produksi
susu tertinggi diperoleh pada lama kering 61-90
hr dengan produksi susu 3824 kg, selanjutnya
produksi susu menurun perlahan sampai mencapai
3564 kg pada lama kering 181-229 hari . Meskipun
demikian pengaruh lama kering pada produksi susu
sapi FH baik di PR maupun semua lokasi tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) .
Rekomendasi lama kering
Seperti diuraikan sebelumnya, banyak studi
pada sapi perah Bos taurus yang sangat umum
dipelihara dibawah manajemen intensif daerah
iklim sedang direkomendasikan untuk menjalani
lama kering dalam kiasran 50-70 hari, sehingga

ternak diharap mampu berproduksi maksimal pada


laktasi selanjutnya (KEowN dan EVERETT, 1986 ;
FuNK et al ., 1987 ; O'CoNNOR dan OLTENACU, 1988 ;
MAKUZA dan MCDANIEL, 1996) . SCHAEFFER dan
HENDERSON (1972), sebagai contoh, memperoleh
penurunan produksi susu laktasi selanjutnya
berurutan 610 kg dan 230 kg untuk laktasi singkat
20-29 hari dan 30-39 hari dibandingkan puncak
produksi pada kisaran lama kering 50-59 hari .
Bersesuaian dengan hal tersebut, FuNK et al . (1987)
mendapatkan sapi FH yang menjalani lama kering
60-69 hari menghasilkan susu secara signifikan
lebih tinggi (+ 459 kg) dibandingkan sapi dengan
lama kering singkat < 40 hari . Sementara MAKUZA
dan MCDANIEL (1996), dari studi mereka pada sapi
Holstein betina di North Carolina dan Zimbabwe
mencatat produksi susu laktasi pertama dan kedua
pada lama kering < 30 hari lebih rendah 11,8% (N .
Carolina) dan 10,7% (Zimbabwe) selama lama
produksi 305 hari dibandingkan terhadap lama
kering 60-69 hari .
Adanya pola kuadratik yang jelas dari
perubahan jumlah produksi laktasi lengkap dengan
memanjangnya lama kering yang dijalani sapi
FH di SB mengindikasikan bahwa agar sel-sel
ephitel ambing mempunyai periode yang cukup
untuk beregresi, proliferasi dan diferensiasi
nampaknya terjadi dengan lama kering sekitar
61-90 hari . Lama kering singkat diperkirakan
memberi pengaruh merugikan pada produksi susu
selanjutnya . Pemeriksaan hubungan antara lama
kering dengan lama laktasi untuk setiap lokasi
(SB, PR dan semua) menunjukkan terdapat suatu
korelasi sangat nyata (P<0,05) antara produksi susu
laktasi lengkap dengan lama kering di SB, tetapi
korelasi tersebut tidak nyata (P>0,05) di PR . Kering
kandang di SB dilakukan saat produksi susu harian
telah sangat rendah mencapai sekitar 2 kg/hari atau
diprogramkan sekitar dua bulan sebelum terjadi
kelahiran berikutnya .
Dengan demikian, memanjangnya lama kering
di SB lebih disebabkan oleh kemampuan produksi
susu sapi induk yang menurun sehingga ternak
masuk periode kering (alami) lebih awal karena
lama laktasi yang singkat. Sebaliknya, tidak
diperoleh korelasi signifikan dari lama kering
dengan lama laktasi di PR menunjukkan lebih
banyak faktor yang mempengaruhi lama kering

17 1

Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII


Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat

sapi FH di lokasi ini, disamping rataan kemampuan


produksi induk yang rendah. Status reproduksi,
status kesehatan, pemberian pakan, lama kering
yang tidak direncanakan, kebuntingan awal dan
aborsi saat bunting tua merupakan sejumlah faktor
yang mempengaruhi lama kering sapi laktasi
dan SCAURER, 2003) . Sebagaimana
(BACHMAN
diuraikan sebelumnya, disebabkan tidak diperoleh
peningkatan produksi susu secara signifikan dengan
memanjangnya lama kering di PR, akan diperoleh
keuntungan yang lebih besar dengan memperpendek
lama kering yang dijalani sapi laktasi . Hal ini
dikaitkan dengan peningkatan produksi susu yang
diperoleh baik secara tahunan ataupun selama hidup
produktif ternak. Meskipun demikian, lama kering
antara 60-90 hari kemungkinan menjadi batasan
yang diinginkan agar sapi induk bisa memberikan
produksi susu secara optimal baik di SB maupun di
PR . Kisaran tersebut mendekati rekomendasi lama
kering sapi perah Bos taurus di daerah asalnya,
antara 50-70 hari (KEOwN dan EVERETT, 1986 ;
FUNK et al., 1987 ; O'CONNOR dan OLTENACU, 1988 ;
MAKUZA dan MCDANIEL, 1996) .
Berdasarkan uraian diatas, direkomendasi-kan
bahwa perlu dilakukan kontrol lama kering lebih
baik pada sapi FH di semua lokasi, agar tetap
dapat diperoleh produksi susu secara optimal pada
laktasi selanjutnya . Kisaran lama kering yang luas
pada sapi FH di kedua lokasi dapat terjadi karena
akumulasi berbagai faktor terutama inferioritas
pakan dan manajemen pemeliharaan ternak ; selain
itu, adanya cekaman panas dan kelembaban tropis
di lokasi penelitian Kabupaten Banyumas . Pengaruh
cekaman panas menjadi makin serius untuk sapi FH
yang dipelihara di peternakan rakyat karena hampir
sebagian besar wilayah pengembangan peternakan
sapi perah tersebut berada pada dataran rendah
(< 250 m dpl). Sedangkan cekaman panas lebih
berkurang pada sapi FH yang dipelihara di stasiun
bibit BPTU Baturraden karena lokasinya terletak di
daerah dataran tinggi pegunungan serta dilengkapi
dengan sistem pemberian pakan dan manajemen
pemeliharaan (perkandangan) yang sudah baik.

KESIMPULAN
Lama kering merupakan salah satu faktor
lingkungan internal (biologis) yang memberi
pengaruh cukup besar pada produksi susu sapi
perah FH yang dipelihara di daerah sentra produksi
susu di kabupaten Banyumas . Kisaran lama kering
60-90 hari memberikan produksi susu tertinggi
pada laktasi selanjutnya pada sapi FH baik pada
sistem pemeliharaan intensif di stasiun bibit BPTU
Baturraden, tetapi tidak diperoleh pola produksi
susu secara jelas dengan memanjangnya lama
kering sapi FH di peternakan rakyat, Kabupaten
Banyumas .
SARAN
Terkait dengan upaya untuk memperoleh
produksi susu secara optimal bagi sapi perah FH
dibawah kondisi pemeliharaan intensif maupun
semi-intensif di daerah iklim tropis Pulau Jawa,
sebaiknya manajemen lama kering perlu lebih
dikontrol agar sapi laktasi bisamenjalani lamakering
sekitar 60-90 hari . Lama kering tersebut mendekati
kisaran lama kering yang direkomendasikan pada
sapi perah Bos taurus di daerah iklim sedang .
DAFTAR PUSTAKA
A .V., R.M . AKERS, and J .J . Smi -m . 1997.
Mammary growth in Holstein cows during the
dry period : Quantification of nucleic acids and
histology . J. Dairy Sci. 80 : 477-187 .

CAPUCO,

and F.R . ALLAIRE . 1982 . Dry period to


maximize milk production over two consecutive
lactations . J. Dairy Sci. 65 :136-145 .

DIAS, F.M .

and P.J . BERGER. 1992 . Yield and reproduction


characteristics of Friesian cattle under North
African conditions. J Dairy Sci. 75 : 3568-3575 .

DJEMALI, M .

and P.J . BERGER. 1987 .


Effects of previous days open, previous days dry,
and present days open on lactation yield . .1 Dain,

FUNK, D .A ., A .E . FREEMAN,

Sci. 70 : 2366-2373 .

1 72

Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII


Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat

GYLAY, M .$S . 2005 . Altering the lactation cycle : Is a 60day dry period too long? Turk J. Vet . Animal Sci.
29 :197-205 .

J .F. and R.W . EVERETT. 1986 . Age-month


adjustment factors for milk, fat and protein yields
in Holstei cattle . J. Dairy Sci. 69 :1891-1896 .

KEOWN,

MAKUZA, S .M . and B .T. MCDANIEL. 1996 . Effects of days

dry, previous days open, and current days open


on milk yields of cows in Zimbabwe and North
Carolina. J. Dairy Sci . 79 : 702-709.
NIAZI, A.A .K and M . ALEEM . 2003 . Comparative studies

on the reproductive efficiency of imported and local


born Friesian cows in Pakistan . Online Journal of
Biological Sciences 3(4) : 388-395 .
O'CONNOR, J .J . and P.A . OLTENACU. 1988 . Determination

of optimum drying off time for dairy cows using


decision analysis and computer simulation . J.
Dairy Sci. 71 : 3080-3091 .

OLTENACU, P.A ., T.R. ROUNSAVILLE, R.A. MILLIGAN and

R.L. HINTZ. 1981 . Relationship between days open


and cumulative yield at various intervals from
parturition for high and low production cows . J.
Dairy Sci. 63 :1317-1327 .
REMOND, B ., J . ROUEL, N . PINSON, and S . JABET . 1997.

An attempt to omit the dry period over three


consecutive lactations in dairy cows . Ann . Zootech .
46 :399-408 .
SCHAEFFER, L .R . and C .R.

HENDERSON. 1972 . Effects


of days dry and days open on Holstein milk
production . J. Dairy Sci. 55 :107-112 .

SMITH, J .W. and J .E . LEGATES . 1962 . Relation of days

open and days dry to lactation milk and fat yields .


J. Dairy Sci. 45 :1192-1198 .
SORENSEN, J .T., and C . ENEVOLDSEN . 1991 . Effect of dry

period length on milk production in subsequent


lactation. J. Dairy Sci . 74 :1277-1283 .
SWANSON, E.W. 1965 . Comparing continuous milking

with sixty-day dry periods in successive lactations .


J. Dairy Sci. 48 :1205-1209 .

1 73

Anda mungkin juga menyukai