Anda di halaman 1dari 9

Kualitas Fungsional Tepung Putih Telur (Egg White Powder) Pan

Drying
dengan Streptococcus lactis Pada Proses Desugarisasi
Terhadap Konsentrasi Berbeda

Kelompok 6:
Putri Harkitnasyah A.
145050107111023
Iqbal P. Siregar
145050107111025
Boy Ardi Azhari
145050107111026
Faizal
145050107111027
Alifka Ayu Ratri
145050107111028

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang
lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup baru. Protein telur mempunyai mutu yang tinggi,
karena memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga dijadikan patokan
untuk menentukan mutu protein dari bahan pangan yang lain. Tetapi disamping adanya halhal yang menguntungkan itu, telur memiliki sifat yang mudah rusak (Koswara, 2009).
Telur bubuk putih dikenal memiliki sumber protein yang tinggi dan lemak, dan
diproduksi dari telur segar dengan atau tanpa memisahkan kuning telur dan albumen, dan
selanjutnya dikeringkan dengan spray drying. Seluruh putih bubuk atau kuning bubuk
digunakan dalam banyak produk makanan seperti roti, kembang gula, dan juga produkproduk daging untuk tujuan yang berbeda seperti emulsifier, dan tekstur dan enhancer nutrisi
terutama untuk meningkatkan protein dan lemak (Muthia et.al, 2012).
Pan drying atau pengeringan lapis tipis merupakan suatu metode pengeringan dengan
menggunakan oven yang dilakukan secara sederhana. Kelemahan yang dapat timbul pada
proses pengeringan adalah akan menyebabkan terjadinya reaksi Maillard. Reaksi Maillard
adalah urutan peristiwa yang dimulai dengan reaksi gugus amino pada asam amino, peptida,
atau protein dengan gugus hidroksil glikosidik pada gula, urutan proses ini diakhiri dengan
pembentukan polimer nitrogen berwarna coklat atau melanoidin (Ellza dkk, 2012).
Pemanfaatan bakteri jenis Lactobacillus antara lain L. helveticus , L. bulgaricus , L.
plantarum maupun kombinasi dari beberapa jenis Lactobacillus telah banyak dilakukan pada
produk pangan namun belum banyak penelitian fermentasi menggunakan L. plantarum
khususnya pada putih telur. Penelitian ini penting dilakukan untuk identifikasi awal
kemampuan tumbuh bakteri L.plantarum pada putih telur dengan lama fermentasi yang
berbeda (Nahariah dkk, 2013).
Desugarisasi adalah penghilangan gula pada proses pengeringan telur untuk
mencegah reaksi antara komponen amino dan gula pereduksi (glukosa). Hal ini dilakukan
untuk menghindari perubahan warna menjadi coklat dan bau yang menyimpang. Gula
dihilangkan dari albumen dengan cara fermentasi mikrobiologis pada suhu 30-33C dengan
mikroorganisme berupa bakteri atau khamir (Apriandini, 2007).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana fungsional tepung putih telur dengan pan drying ?
2. Berapa glukosa pada tepung putih telur yang dapat di degradasi dengan proses
desugarisasi ?
3. Bagaimana pengaruh perbedaan konsentrasi Streptococcus lactis terhadap tepung
putih telur ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui fungsional tepung putih telur dengan pan drying.
2. Untuk mengetahui glukosa yang dapat di degradasi dengan proses desugarisasi pada
tepung putih telur.
3. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi Streptococcus lactis terhadap
tepung putih telur.
1.4 Manfaat
1. Mengetahui fungsional tepung putih telur dengan menggunakan pan drying.
2. Mengetahui seberapa banyak glukosa yang dapat di degradasi dengan proses
desugarisasi pada tepung putih telur.
3. Mengetahui adanya pengaruh perbedaan konsentrasi Streptococcus lactis terhadap
tepung putih telur.
1.5 Hipotesis

Telur Segar

Dengan adanya uji kualitas fungsional tepung putih telur (egg white

Seleksi

powder) pan drying dengan Streptococcus lactis pada proses desugarisasi


terhadap konsentrasi berbeda
didapatkan perbedaan penggunaan bateri
Pemecahan
asam laktat sebagai pendegradasi glukosa yang terkandung pada tepung

Pemisahan
putih Cangkang
telur dengan konsentrasi
yang berbeda.

1.6 Kerangka Pikir:


a. Kalimat

Yolk

Albumen

Menghilangkangula (desugarization)
Pengeringan
Pan Drying
Penghalusan (Miling)
b. Diagram

Telur Bubuk

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Telur tersusun atas cangkang, membrane, albumen dan kuning telur yang memiliki
proporsi dihitung dengan presentase berat yaitu 57% albumen, 32% kuning telur, dan 11%
cangkang. Karbohidrat yang terdapat pada albumen merupakan campuran dari protein dan
gula bebas. Conalbumin (ovotransferin), ovomucoid, ovomucin, lysozyme, ovoinhibitor,
ovoglycoprotein, ovalbumin, ovoflavoprotein, ovomacroglobulin dan avidin adalah protein
yang berasal dari albumen telur dan glycoprotein juga termasuk salah satu dari lima teratas
protein dalam telur (Divair Christ, et al, 2012).
Putih telur merupakan salah satu bahan yang digemari dan sering digunakan dalam
pembuatan makanan seperti produk roti, meringue (makanan pencuci mulut terbuat dari putih
telur dan gula yang di mixer hingga kaku) dan produk daging, karena sifat daya buih dan
pembentukan gel yang sangat baik. Sifat ini bisa terbentuk karena protein putih telur
mewakili lebih dari 80% bahan kering. Produk telur yang telah dikeringkan mempunyai
banyak manfaat seperti daya simpan yang lama, menghemat tempat untuk penyimpanan dan
biaya transportasi yang terjangkau, serta beragam sifat fungsional lainnya yang lebih spesifik
(ValerieLechevalier, et al, 2007).
Pemanasan tepung putih telur pada suhu 70 80 oC selama 10 15 hari sering sekali
digunakan oleh industri untuk mengimbangi kerugian sifat fungsional yang dihasilkan dari
proses spray drying karena kedua sifat putih telur yakni mudah berbuih dan membentuk gel
akan meningkat setelah perlakuan pemanasan kering (ValerieLechevalier, et al, 2007).
Pemanasan kering dilakukan dengan tujuan untuk mengeliminasi atau mengurangi
jumlah bakteri yang terdapat dalam produk, berdasarkan pernyataan yang tercantum dalam
undang-undang tentang keamanan higienis produk telur dan untuk meningkatkan sifat
fungsional (gelling dan daya buih) dari tepung albumen telur yang nantinya diterapkan dalam
makanan (Marianne Hammershj, et al, 2006).
Selanjutnya, setelah desugarisasi yang dilakukan selama prosesing produk, kedua
tepung (tepung putih telur dengan pengeringan spray (DEW) dan tepung putih telur dengan
teknologi hidrolisat (HEW) masih mengadung sejumlah kecil gula pereduksi seperti glukosa
dan residu seperti kelompok karbonil yang dapat bereaksi dengan senyawa amino dan
menghasilkan reaksi pencoklatan non-enzimatis (maillard reaction) (Qinchun Rao, et al,
2013).
Molasses yang telah melalui proses kristalisasi biasanya lebih terdesugarisasi pada
separasi kromatografi untuk memulihkan sekitar 70% sukrosa yang ada. Selebihnya, karena

sebagian besar gula telah hilang, potensi produksi metana juga menurun dan mungkin tidak
memproduksi metana secara signifikan untuk membuat bio gasifikasi secara ekonomis
(Ioannis Polematidis, 2010).

BAB III
MATERI DAN METODE

DAFTAR PUSTAKA

Apriandini, D. 2007. Penambahan Asam Sitrat Pada Pembuatan Tepung Putih Telur itik
Terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Angel Food Cake. Jurnal Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor. 1-49.
Arda, G., Kencana, D., dkk. 2016. Model Pengeringan Lapisan Tipis Rebung Bambu Tabah
(Gigantochloa nigrociliata KURZ). Jurnal Rona Teknik Pertanian. Vol.9(1):
62-73.
Asghar, A. and Abbas, M. 2012. Dried Egg Powder Utilization, A New Frontier In Bakery
Products. Agriculture and Biology Journal of North America. Vol.3(12): 493505.
Christ, D., Cunha, R.L., et al. 2012. Sorption Isotherms of Albumen Dried In A Spout
Fluidised Bed. Journal of Food Agriculture and Environment. Vol.10(2): 151155.
Hammershoj, M., Nording, J.A., et al. 2006. Dry-pasteurization of Egg Albumen Powder In A
Fluidized Bed. International Journal of Food Science and Technology.
Vol.41: 249-261.
Hawa, L.C., Sumardi, H.S. dan Puspitasari, E. 2099. Penentuan Karakteristik Pengeringan
Lapisan Tipis Ikan Kembung (Rastrelliger sp.). Jurnal Teknologi Pertanian.
Vol.10(3): 153-161.
Janan, F.F., Santosa, S.S. dan Sulistiowati, M. 2013. Pengaruh Lama Maserasi dan
Perbandingan Kuning Telur Dengan Etanol Pada Pembuatan Tepung Kuning
Telur Puyuh Terhadap Kadar Protein dan Lemak. Jurnal Ilmiah Peternakan.
Vol.1(2): 710-717.
Jevtic-Mucibabic, R., Grbic, J., et al. 2013. The Effect of Nonsucrose Compounds On Sugar
Beet Molasses Saturation and Desugarization. Journal on Processing and
Energy in Agriculture. Vol.17(4): 166-168.
Jiwanggoro, A., Santosa, S.S. dan Widayaka, K. 2013. Pengaruh Lama Maserasi Kuning
Telur Pada Pembuatan Tepung Kuning Telur Puyuh Menggunakan Berbagai
Level Etanol Terhadap Daya dan Stabilitas Buih. Jurnal Ilmiah Peternakan.
Vol.1(3): 1143-1149.
Kumaravel, S., Hema, R. and Kamaleshwari, A. 2012. Effect of Oven Drying On The
Nutritional Properties of Whole Egg and Its Components. International
Journal of Food and Nutrition Science. Vol.1(1): 4-12.

Kurniawan, R., Juhanda, S., dkk. 2014. Pembuatan Tepung Telur Menggunakan Spray Dryer
dengan

Nozzle

Putar. Prosiding

Seminar

Nasional

Teknik

Kimia

Kejuangan Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber


Daya Alam Indonesia.1-7.
Lechevalier, V., Jeantet, R., et al. 2007. Egg White Drying: Influence of Industrial Processing
Steps On Protein Structure and Functionalities. Journal of Food Engineering.
Vol.83: 404-413.
Muthia, D., Huda, N., et al. 2012. The Effects of Egg White Powder Adition With Tapioca
and Sago Flours On Physicochemical and Sensory Properties of Duck
Sausage. International Food Research Journal. Vol.19(4): 1415-1421.
Mutia, U., Saleh, C. dan Daniel. 2013. Uji Kadar Asam Laktat Pada Keju Kacang Tanah
(Arachis hypogaea L.) Berdasarkan Variasi Waktu dan Konsentrasi Bakteri
Lactobacillus

bulgaricus

dan

Streptococcus

lactis.

Jurnal

Kimia

Mulawarman. Vol.10(2): 58-62.


Nahariah, Abustam, E. dan Malaka, R. 2010. Karakteristik Fisikokimia Tepung Putih Telur
Hasil Fermentasi Saccharomyces cerevisiae dan Penambahan Sukrosa Pada
Putih Telur Segar. JITP. Vol.1(1): 35-42.
Nahariah, Legowo, A.M. dkk. 2015. Aktivitas Antioksidan dan Antihipertensi Tepung Putih
Telur Hasil Pan Drying Pada Suhu dan Waktu Pengeringan yang Berbeda.
JITP. Vol.4(1): 28-34.
Nahariah, Legowo, A.M. dkk. 2013. Kemampuan Tumbuh Bakteri Lactobacillus plantarum
Pada Putih Telur Ayam Ras Dengan Lama Fermentasi yang Berbeda. JITP.
Vol.3(1): 33-39.
Ndife, J., Udobi, et al. 2010. Effect of Oven Drying On The Functional and Nutritional
Properties of Whole Egg and Its Components. African Journal of Food
Science. Vol.4(5): 254-257.
Polematidis, I., Koppar, A., et al. 2010. Biogasification Potential of Desugarized Molasses
from Sugarbeet Processing Plants. Journal of Sugar Beet Research.
Vol.47(3&4): 89-104.

Rao, Q., Rocca-Smith, J.R. and Labuza, T.P. 2013. Storage Stability of Hen Egg White
Powders In Three Protein/Water Dough Model Systems. Food Chemistry.
Vol.138: 1087-1094.
Romantica, E., Thohari, I. dan Radiati, L.E. 2014. Pengaruh Lama Fermentasi yang Berbeda
Pada Pembuatan Tepung Telur Pan Drying Terhadap dari Kadar Air,
Rendemen, Daya Buih dan Kestabilan Buih. Jurnal Fakultas Peternakan,
Universitas Brawijaya. 1-8.
Said, M.I., Likadja, J.C. dan Asteria. 2010. Karakteristik Tepung Telur Ayam Ras yang
Difermentasi Dengan Ragi Tape Secara Aerob. Jurnal Fakultas Peternakan,
Universitas Hasanuddin. 1-10.
Sidik, K.R., Lukman, D.W. dan Wibawan, I.W.T. 2016. Cemaran Escherichia coli pada
Tepung Telur yang Diimpor Melalui Pelabuhan Tanjung Priok, dan
Resistensinya Terhadap Antibiotik. Jurnal Veteriner. Vol.17(2): 235-245.
Sinom, S., Abustam, E. dan Said, M.I. 2014. Karakteristik Fungsional Tepung Putih Telur
yang Dikeringkan Dengan Freeze Dryer Pada Suhu dan Ketebalan Berbeda
Terhadap Stabilitas Busa, Waktu Koagulasi dan Kekuatan Gel. Jurnal
Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. 1-9.
Syainah, E. 2012. Pengaruh Penambahan Saccharomyces cerevisiae Pada Pengolahan Tepung
Berbagai Jenis Telur Terhadap Mutu Tepung. Ziraaah. Vol.35(3): 177-181.

Anda mungkin juga menyukai