Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Tujuan percobaan
1. Menentukan konstanta kecepatan reaksi pada Reaktor Alir Tangki
Berpengaduk (RATB)
2. Menyelidiki pengaruh perolehan konversi
1.2 Dasar teori
I.2.1 Reaktor Kimia
Reaktor Kimia
Reaktor kimia merupakan jantung dari industri kimia, dimana Reaktor kimia
adalah suatu alat dimana terjadi reaksi bahan mentah menjadi hasil yang lebih
berharga. Salah satu reaktor tersebut adalah Reaktor Alir Tangki Berpengaduk
(RATB). Dalam pengoperasian suatu Reaktor Alir Tangki Berpengaduk (RATB)
kondisi operasi harus diperhatikan seperti temperatur, tekanan, laju alir dan
pengadukan, hal ini karena kondisi operasi sangat mempengaharui laju reaksi. Jika
laju reaksi lambat maka akan dihasilkan konversi yang tidak optimum dan
sebalaiknya jika laju reaksi cepat maka akan diperoleh konversi yang optimum.
Reaktor Alir Tangki Berpengaduk (RATB) merupakan Reaktor yang dioperasikan
kontinyu sehingga laju alir umpan masuk dan produk keluar harus dijaga agar selalu
konstan.
Pada mulanya rancangan Reaktor dimulai pada skala laboratorium diamati
kondisi operasi, ukuran/desain Reaktor yang dapat menghasilkan konversi yang
tinggi. Setelah perancangan skala laboratorium berhasil kemudian data-data yang ada
diaplikasikan kedalam perancangan Reaktor yang sesungguhnya. Konversi yang
tinggi merupakan patokan bahwa Reaktor bekerja secara maksimal. Hal yang
berpengaruh diantaranya adalah laju reaksi. Dimana laju reaksi sebanding dengan
dengan konstanta laju reaksi dan orde reaksi. Semakin besar konstanta laju reaksi
maka semakin tinggi laju reaksinya, begitu juga dengan laju reaksi dan orde reaksi.

Sehingga praktikum ini dilakukan untuk mengaplikasikan teori yang ada dengan
keadaan sesungguhnya dilapangan.
Reaktor dapat didefinisikan

sebagai

tempat

berlangsungnya

proses

kimia/reaksi kimia. Bahan-bahan yang diperlukan dimasukkan dalam Reaktor


kemudian dicampur, dipanaskan dan didinginkan serta perlakuan lain yang bertujuan
untuk mendukung proses yang terjadi didalam Reaktor. Pada awalnya produksi kimia
dilaksanakan secara bertahab (diskontinyu) sesuai dengan percobaan dilaboratorium.
a. Dilihat dari segi Operasi, Reaktor dapat dibedakan atas:
1. Operasi reaksi secara Diskontinyu, disebut juga operasi Bertahap atau
operasi Batch.
2. Operasi reaksi Kontinyu atau Sinambung
3. Operasi reaksi Semikontinyu
b. Tinjauan pemilihan Reaktor adalah :
1. Mendapat keuntungan yang besar
2. Biaya produksi rendah
3. Modal kecil/volume Reaktor minimum
4. Operasinya sederhana dan murah
5. Keselamatan kerja terjamin
6. Polusi terhadap sekelilingnya (lingkungan) dijaga sekecil-kecilnya (Irfani,
2011).
c. Pemilihan jenis Reaktor dipengaruhi oleh :
1. Fase zat pereaksi dan hasil reaksi
2. Tipe reaksi dan persamaan kecepatan reaksi, serta ada tidaknya reaksi
samping
3. Kapasitas produksi
4. Harga alat (reaktor) dan biaya instalasinya
5. Kemampuan Reaktor untuk menyediakan luas permukaan yang cukup
untuk perpindahan panas. ( Irfani, 2011)
d. Disamping melakukan pemilihan Reaktor yang tepat, adapun hal-hal yang
diperhatikan dalam perancangan Reaktor yaitu:
1. Bahan mentah, fase, konsentrasi, dan sifat fisis dari zat pereaksi.

2. Kapasitas produksi optimum


3. Katalis
4. Kondisi operasi (temperatur, tekanan, pengadukan dan lain-lain)
5. Proses (batch, kontinyu, dan semikontinyu)
6. Tipe Reaktor
7. Ukuran Reaktor
8. Transfer energi dalam Reaktor
9. Perlu Recyle (pengambilan produk untuk meningkatkan konsentrasi)
1.2.2 Jenis-jenis Reaktor
A.
Berdasarkan Bentuk
1. Reaktor Tangki
Dikatakan reaktor tangki ideal bila pengadukannya sempurna, sehingga
komposisi dan suhu didalam reaktor setiap saat selalu uniform. Dapat
dipakai untuk proses batch, semi batch, dan proses alir.
2. Reaktor Pipa
Biasanya digunakan tanpa pengaduk sehingga disebut Reaktor Alir Pipa.
Dikatakan ideal bila zat pereaksi yang berupa gas atau cairan, mengalir
didalam pipa dengan arah sejajar sumbu pipa. Di reaktor komposisi, suhu
dan tekanan diseluruh penampang reaktor selalu sama. Perbedaan
komposisi, suhu dan tekanan hanya terjadi di sepanjang dinding reaktor.
Reaktor jenis ini banyak digunakan dalam industri dengan zat pereaksi
atau reaktan berupa fase gas atau cair dengan kapasitas produksi yang
cukup besar.

B.

Berdasarkan Proses
1. Reaktor Batch

Biasanya digunakan untuk reaksi fase cair


Digunakan pada kapasitas produksi yang kecil

Gambar 1. Reaktor Batch


Keuntungan reaktor batch :

Lebih murah dibanding reaktor alir

Lebih mudah pengoperasiannya

Lebih mudah dikontrol


Kerugian reaktor batch :

Tidak begitu baik untuk reaksi fase gas (mudah

terjadi kebocoran pada lubang pengaduk)


Waktu yang dibutuhkan lama, tidak produktif
(untuk pengisian, pemanasan zat pereaksi, pendinginan zat
hasil, pembersihan reaktor, waktu reaksi)

2. Reaktor Alir (Continous Flow)


Ada 2 jenis :
a) RATB (Reaktor Alir Tangki Berpengaduk)

Gambar 2. Reaktor Alir Tangki Berpengaduk (RATB)


Seperti gambar diatas dapat dijelaskan bahwa proses berlangsung
secara kontinyu, pengadukan adalah yang terpenting dalam reaktor ini
karena dengan pengadukan menjadikan reaksinya menjadi homogen.
Di RATB, satu atau lebih reaktan masuk ke dalam suatu bejana
berpengaduk dan bersamaan dengan itu sejumlah yang sama (produk)
dikeluarkan dari reaktor. Pengaduk dirancang sehingga campuran

teraduk dengan sempurna dan diharapkan reaksi berlangsung secara


optimal. Dengan perhitungan kinetika reaksi, konversi suatu reaktor
dapat diketahui.
Keuntungan:

Suhu dan komposisi campuran dalam

reaktor sama.
Volume reaktor besar, maka waktu

tinggal juga besar, berarti zat pereaksi lebih lama bereaksi di


reaktor.
Kerugian:
Tidak efisien untuk reaksi fase gas dan reaksi yang

bertekanan tinggi.
Kecepatan perpindahan panas lebih rendah dibanding RAP
Untuk menghasilkan konversi yang sama, volume yang

dibutuhkan RATB lebih besar dari RAP.


b) RAP (Reaktor Alir Pipa)
Dikatakan ideal jika zat pereaksi dan hasil reaksi mengalir dengan
kecepatan yang sama diseluruh penampang pipa. Seperti gambar
dibawah ini :

Gambar 3. Reaktor Alir Pipa (RAP)


Keuntungan :

Memberikan volume yang lebih kecil daripada RATB, untuk


konversi yang sama

Kerugian :

Harga alat dan biaya instalasi tinggi.


Memerlukan waktu untuk mencapai kondisi steady state.
Untuk reaksi eksotermis kadang-kadang terjadi Hot Spot
(bagian

yang

suhunya

sangat

tinggi)

pada

tempat

pemasukan. Dapat menyebabkan kerusakan pada dinding


reaktor.

3. Reaktor Semi Batch


Biasanya berbentuk tangki berpengaduk. Adapun gambar untuk reaktor
semi batch seperti dibawah ini :

Gambar 4. Reaktor semi batch


C.

Berdasarkan Keadaan Operasi


1. Reaktor Isotermal
Dikatakan isotermal jika umpan yang masuk, campuran dalam reaktor,
aliran yang keluar dari reaktor selalu seragam dan bersuhu sama.
2. Reaktor Adiabatis

Dikatakan adiabatis jika tidak ada perpindahan panas antara reaktor


dan sekelilingnya.

Jika reaksinya eksotermis, maka panas yang terjadi karena reaksi


dapat dipakai untuk menaikkan suhu campuran di reaktor (K naik
dan rA besar sehingga waktu reaksi menjadi lebih pendek).

3. Reaktor Non-Adiabatis
Dikatakan non-adiabatis jika terjadi perpindahan panas antara
reaktor dan sekelilingnya.

1.2.3

Neraca Massa Reaktor Batch


Konversi merupakan fungsi dari waktu reaktan berada dalam reaktor.
Persamaan hubungan waktu reaksi dengan konversi atau konsentrasi dapat
dijabarkan dari persamaan neraca massa sebagai berikut:
Input = output + zat pereaksi + akumulasi
0=0+ (r A ) v+ v

d CA
dt

Hilangnya A karena reaksi kimia, mol/waktu = (-rA) v dan karena akumulasi A


d N A d N A 0 (1X A )
d XA
mol
=
=
=N A 0
(persamaan 1)
waktu
dt
dt
dt
Substitusi ke material balance persamaan 1:
d XA
r A V =N A 0
dt
XA

dX

dt=N A 0 (r )AV
0
0
A
XA

t=N A 0
0

d XA
( r A ) V

CA

t=

C A0

dCA
(r A )

Untuk volume konstan:


XA

XA

d XA
d XA
t=N A 0
t=C AO
0 ( r A ) V
0 ( r A )
CA

t=

CA 0

CA

d C AO ( 1X A )

(r A )

CA 0

CA

t=

C A0

d CA
(r A )

dCA
(r A )

Keterangan :

1.2.4

t
CA0
CA
-ra
XA
V
NA0

= Waktu reaksi
= Konsentrasi Awal
= Konsentrasi Akhir
= Laju reaksi
= Konversi
= Volume Reaktor
= Mol mula-mula

Keuntungan Menggunakan RATB

Relatif murah untuk dibangun, perawatan dan pembersihan relatif mudah

Mudah mengontrol pada tiap tingkat, karena tiap operasi pada keadaan
tetap, permukaan perindahan panas mudah diadakan

Secara umum mudah beradaptasi dengan kontrol otomatis, memberikan


respon cepat pada perubahan kondisi operasi (misal : kecepatan umpan dan
konsentrasi)

Dengan pengadukan efisien dan viskositas tidak terlalu tinggi, dalam


praktek kelakuan model dapat didekati lebih tepat untuk memprediksi
unjuk kerja

1.2.5

Kerugian Menggunakan RATB

Secara konsep dasar sangat merugikan dari kenyataan karena aliran keluar
sama dengan isi vessel

Hal ini menyebabkan semua reaksi berlangsung pada konsentrasi yang


lebih rendah (katakan reaktan A, CA antara keluar dan masuk)

Secara kinetika normal rA turun bila CA berkurang, ini berarti diperlukan


volume reaktor lebih besar untuk memperoleh konversi yang diinginkan

BAB II
METODOLOGI
2.1

2.2

Alat dan Bahan


2.1.1
Alat yang digunakan
1. Satu set Reaktor Tangki Berpengaduk (RTB)
2. Gelas kimia 100 mL
3. Gelas kimia 250 mL
4. Pipet volume 50 mL
5. Gelas ukur 100 mL
6. Labu ukur 50 mL
7. Pipet volume 25 mL
8. Pipet volume 5 mL
9. Bulp
10. Stopwatch
11. Konduktometer
12. Botol Aquadest
2.1.2
Bahan yang digunakan
1. Etil asetat 0,05 M
2. NaOH 0,05 M
3. Aquadest
Prosedur Kerja
2.2.1

Membuat Larutan Standar NaOH (0,01 M ; 0,02 M ; 0,03 M ; 0,04 M

dan 0,05 M)
1. Menghitung jumlah volume dari larutan induk NaOH 0,05 M yang harus
dipipet untuk masing-masing konsentrasi larutan standar yang diinginkan
dengan menggunakan rumus pengenceran.
V1.M1 = V2.M2
Keterangan :
V1, V2
= Volume larutan (ml)
M1, M2

= Konsentrasi larutan (M)

2. Memipet larutan induk NaOH 0,05 M sebanyak 40 mL, 30 mL, 20 mL


dan 10 mL berurutan masing-masing untuk setiap konsentrasi larutan
standar 0,04 M ; 0,03 M ; 0,02 M ; dan 0,01 M dengan menggunakan
pipet volume yang sesuai.

3. Memasukkan setiap larutan induk NaOH yang dipipet tersebut ke dalam


masing-masing labu ukur 50 mL dan menambahkan aquadest hingga
tanda batas.
4. Mengocok masing-masing larutan standar dalam labu ukur agar larutan
2.2.2

standar tersebut homogen.


Membuat Larutan Standar Etil Asetat (0,01 M ; 0,02 M ; 0,03 M ; 0,04

M dan 0,05 M)
1. Menghitung jumlah volume dari larutan induk etil asetat 0,05 M yang
harus dipipet untuk masing-masing konsentrasi larutan standar yang
diinginkan dengan menggunakan rumus pengenceran.
2. Memipet larutan induk etil asetat 0,05 M sebanyak 40 mL, 30 mL, 20 mL
dan 10 mL berurutan masing-masing untuk setiap konsentrasi larutan
standar 0,04 M ; 0,03 M ; 0,02 M ; dan 0,01 M dengan menggunakan
pipet volume yang sesuai.
3. Memasukkan setiap larutan induk etil asetat yang dipipet tersebut ke
dalam masing-masing labu ukur 50 mL dan menambahkan aquadest
hingga tanda batas.
4. Mengocok masing-masing larutan standar dalam labu ukur agar larutan
standar tersebut homogen.

2.2.3 Menentukan Konduktivitas Larutan Standar NaOH dan Etil asetat


1. Memipet setiap larutan standar NaOH dan Etil asetat pada berbagai
konsentrasi masing-masing ke dalam gelas kimia 100 mL untuk setiap
larutan.
2. Mengukur

konduktivitas

untuk

setiap

larutan

standar

dengan

menggunakan konduktimeter hingga nilai konduktivitas yang terbaca


konstan dan mencatat hasil pengukurannya.
2.2.4
Menentukan Konduktivitas Campuran Larutan NaOH dan Etil asetat
1. Memipet larutan standar NaOH 0,01 M dan Etil asetat 0,01 M dengan
perbandingan volume yang sama (1:1) yaitu masing-masing sebanyak 20
mL ke dalam gelas kimia 100 mL dan mencampurnya.

2. Mengukur

konduktivitas

untuk

setiap

larutan

standar

dengan

menggunakan konduktometer hingga nilai konduktivitas yang terbaca


konstan dan mencatat hasil pengukurannya.
3. Melakukan hal yang sama untuk campuran larutan standar konsentrasi
2.2.5
1.
2.
3.
4.

0,02 M ; 0,03 M ; 0,04 M dan 0,05 M.


Mengoperasikan Reaktor Alir Tangki Berpengaduk (RATB)
Menghubungkan rangkaian alat dan komputer dengan sumber listrik.
Menghidupkan alat Armfield PCT 40 dan monitor pada komputer.
Memastikan alat telah terhubung dengan komputer.
Menghubungkan selang pompa A ke larutan CH3COOC2H5 0,05 M dan

selang pompa B ke larutan NaOH 0,05 M.


5. Mengklik start pada layar computer.
6. Memilih PCT 40
7. Mengklik section 11 project work .
8. Mengklik load .
9. Mengklik sample pada menu bar dan memilih configuration .
10. Memilih Manual sampling parameter .
11. Mengisi sampel interval 4 menit
12. Mengklik OK
13. Mengisi reaktor dengan larutan NaOH 0,05 M hingga skala level 5 cm
dengan menjalankan pompa B pada laju alir 100 % .
14. Menambahkan larutan CH3COOC2H5 0,05 M pada reaktor hingga skala
level 10 cm dengan menjalankan pompa A pada laju alir 100 % .
15. Menghidupkan stirrer pada reaktor dengan mengklik angka nol hingga
berubah menjadi 1.
16. Mengklik icon GO pada menu bar bersamaan ketika stopwatch mulai
dijalankan setelah menghidupkan stirrer.
17. Mengambil sampel produk dengan men-drain campuran larutan pada
reaktor setiap 4 menit.
18. Mencelupkan sensor konduktometer ke dalam tiap sampel yang diambil
tersebut, lalu menunggu hingga nilai konduktivitasnya terbaca konstan
dan mencatat hasil pengukurannya.
19. Mematikan stirrer dengan mengklik angka 1 hingga berubah menjadi 0.
20. Membiarkan alat tetap melakukan pembacaan data secara otomatis sesuai
fixed duration yang telah diatur tanpa pengadukan.
21. Menyimpan hasil pembacaan data oleh komputer.

22. Menutup program Armfield PCT 41 pada komputer dengan mengklik


icon X.
23. Mematikan alat Armfield PCT 41 dan monitor.
24. Memutuskan hubungan arus listrik antara alat ataupun komputer dengan
sumber listrik.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Data Pengamatan
3.1.1 Data pengamatan konduktivitas NaOH dan Etil Asetat
Konsentrasi Awal
(M)
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05

Konduktivitas (mS/cm)
NaOH
Etil asetat
2.79
13.28
5.11
23.2
7.49
30.1
10.21
52.6
11.97
113.0

3.1.2 Data pengamatan konsentrasi dan konduktivitas campuran NaOH dan Etil
Asetat
Konsentrasi Campuran

Konduktivitas Campuran

(M)
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05

(mS/cm)
0.711
1.761
2.2
2.76
3.22

3.1.3 Data konduktivitas campuran setelah reaksi berlangsung


Temperatur

Waktu
(menit)

Konduktivitas Larutan

19

3.3

28.5

23

3.2

28.5

27

3.1

28.5

31

3.1

28.5

35

3.1

28.5

39

3.0

28.5

43

2.9

28.6

47

3.0

28.6

51

2.9

28.6

55

2.9

28.9

(mS/cm)

(oC)

3.1.4 Tabel Perhitungan untuk Konsentrasi Campuran antara NaOH dan Etil
Asetat (Ca), Konversi (XA) dan Konstanta Kecepatan Reaksi (K)
t

CA0

(menit)

(sekon)

(M)

19
23
27
31
35
39
43
47
51
55

CA

(M)
0.0494
1140
0.05
4
0.0477
1380
0.05
8
1620
0.05
0.04611
1860
0.05
0.04611
2100
0.05
0.04611
0.0444
2340
0.05
5
0.0427
2580
0.05
9
0.0427
2820
0.05
9
0.0427
3060
0.05
9
0.0427
3300
0.05
9
Nilai k rata - rata

Konversi

(XA)

(L/mol.s)

0.01123

0.00020

0.04447

0.00067

0.07771
0.07771
0.07771

0.00104
0.00091
0.00080

0.11095

0.00107

0.14419

0.00131

0.14419

0.00119

0.14419

0.00110

0.14419

0.00102
0.00093

3.2 Pembahasan
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan konstanta kecepatan reaksi pada
Reaktor Alir Tangki Berpengaduk (RATB) dan menyelidiki pengaruh perolehan
konversi. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah larutan NaOH 0,05 M
dan larutan CH3COOC2H5 (etil asetat) 0,05 M. Dalam praktikum ini, proses yang
digunakan adalah proses batch dimana kedua larutan dimasukkan kedalam RATB dan
diaduk selama 11 menit, kemudian diambil data sebanyak 12 kali setiap 4 menit.
Pada praktikum ini, larutan NaOH dan etil asetat masing-masing dengan
konsentrasi 0,05 M dicampurkan kedalam RATB dengan volume yang sama agar
perbandingan jumlah mol NaOH dan etil asetat sama. Untuk menentukan konstanta
kecepatan reaksi, dibutuhkan orde reaksi, dari hasil perhitungan dapat diketahui
bahwa orde reaksi pada campuran NaOH dan etil asetat adalah reaksi orde dua. Hal
ini dikarenakan hasil perhitungan pada orde dua memiliki nilai R 2 yang lebih tinggi
yakni 0,9319 dibandingkan dengan nilai R2 orde nol dan orde satu berturut-turut
0,9254 dan 0,9292. Setelah orde reaksi diketahui, selanjutnya konstanta kecepatan
reaksi dapat ditentukan. Nilai konstanta kecepatan reaksi berbanding lurus dengan
kecepatan reaksi, sehingga semakin besar nilai konstanta kecepatan reaksi maka akan
semakin cepat pula reaksi berlangsung. Dari hasil perhitungan didapat nilai konstanta
kecepatan reaksi rata-rata dengan menggunakan persamaan reaksi orde dua yakni
sebesar 0,00093 L/mol.s.

Pada praktikum ini, konversi tertinggi yang diperoleh sebesar 0,14419. Hasil
yang didapat dari praktikum sesuai dengan teori dimana pengaruh perolehan konversi
berbanding lurus terhadap waktu. Hal ini disebabkan oleh semakin lama waktu
tinggal bahan didalam reaktor bersistem batch, maka konversi yang dihasilkan akan
semakin besar karena semakin lama reaksi berlangsung, maka semakin tinggi
temperatur reaksi, tingginya temperatur reaksi menyebabkan partikel - partikel NaOH
dan etil asetat bergerak semakin cepat dan menimbulkan tumbukan antar partikel
sehingga kontak antar partikel akan semakin sering terjadi, kontak antar partikel
dalam waktu yang lama akan menghasilkan konversi yang besar.

BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
1
2

Reaksi antara NaOH dengan etil asetat menandakan reaksi orde 2


Rata-rata nilai konstanta kecepatan reaksi (k) yang diperoleh yaitu 0,00093

L/mol.s
Semakin lama waktu tinggal (proses) maka konversi yang dihasilkan akan
semakin besar dalam hal ini konversi terbesar yaitu 14,41 % pada menit ke-43
sampai ke menit 55.

DAFTAR PUSTAKA
Ardian, E. 2013. Reaktor http://ekaandrians.blogspot.co.id/2013/11/reaktor.html
Yahdi, N. S. 2013. Rancangan reaktor CSTR.
http://nirmalayahdi.blogspot.co.id/2013/05/rancangan-reaktor-cstr.html
Ana. 2014. RATB. http://www.slideshare.net/naaana1/ratb
Candra. 2015. Reaktor alir tangki berpengaduk. http://dokumen.tips/documents/babvi-reaktor-alir-tangki-berpengaduk-ratb.html
Tim penyusun. 2015. Penuntun Praktikum Perpindahan Panas dan Termodinamika.
Politeknik Negeri Samarinda.
http://www.slideshare.net/naaana1/ratb
http://www.slideshare.net/leoalfrison/07-08-09ratb

Anda mungkin juga menyukai