Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Gasifikasi adalah suatu proses perubahan bahan bakar padat secara termo
kimia menjadi gas, dimana udara yang diperlukan lebih rendah dari udara yang
digunakan untuk proses pembakaran. Selama proses gasifikasi reaksi kimia utama
yang terjadi adalah endotermis (diperlukan panas dari luar selama proses
berlangsung). Media yang paling umum digunakan pada proses gasifikasi ialah
udara dan uap. Produk yang dihasilkan dapat dikategorikan menjadi tiga bagian
utama, yaitu padatan, cairan (termasuk gas yang dapat dikondensasikan) dan gas
permanen. Media yang paling umum digunakan dalam proses gasifikasi adalah udara
dan uap. Gas yang dihasilkan dari gasifikasi dengan menggunakan udara mempunyai
nilai kalor yang lebih rendah tetapi disisi lain proses operasi menjadi lebih sederhana.
Proses gasifikasi batubara adalah proses yang mengubah batubara dari bahan bakar
padat menjadi bahan bakar gas. Dengan mengubah batubara menjadi gas, maka
material yang tidak diinginkan yang terkandung dalam batubara seperti senyawa
sulfur dan abu, dapat dihilangkan dari gas dengan menggunakan metode tertentu
sehingga dapat dihasilkan gas bersih dan dapat dialirkan sebagai sumber energi.
Sebagaimana diketahui, saat bahan bakar dibakar, energi kimia akan dilepaskan
dalam bentuk panas. Pembakaran terjadi saat Oksigen yang terkandung dalam udara
bereaksi dengan karbon dan hidrogen yang terkandung dalam batubara dan
menghasilkan CO2 dan air serta energi panas. Dalam kondisi normal, dengan
pasokan udara yang tepat akan mengkonversi semua energi kimia menjadi energi
panas. Namun kemudian, jika pasokan udara dikurangi, maka pelepasan energi
kimia dari batubara akan berkurang, dan kemudian senyawa gas baru akan terbentuk
dari proses pembakaran yang tidak sempurna ini (sebut saja pembakaran setengah
matang). Senyawa gas yang terbentuk ini terdiri atas H2, CO, dan CH4 (methana),
yang masih memiliki potensi energi kimia yang belum dilepaskan. Dalam bentuk gas,
potensi energi ini akan lebih mudah dialirkan dan digunakan untuk sumber energi
pada proses lainnya, misalnya dibakar dalam boiler, mesin diesel, gas turbine, atau
diproses untuk menjadi bahan sintetis lainnya (menggantikan bahan baku gas alam).
Dengan fungsinya yang bisa menggantikan gas alam, maka gas hasil gasifikasi

batubara disebut juga dengan syngas (syntetic gas). Dengan proses lanjutan, syngas
ini dapat diproses menjadi cairan. Proses ini disebut dengan coal liquefaction
(pencairan batubara). Untuk dapat menghasilkan gas dari batubara dengan maksimal,
maka pasokan oksigen harus dikontrol sehingga panas yang dihasilkandari pembakar
an setengah matang ditambah energi yang terkandung pada senyawa gas yang terbe
ntuk setara dengan energi dari batubara yang dipasok.
1.2

Remusan Masalah
1
2
3

1.3

Apa definisi dari gasifikasi batubara ?


Pensip kerja apa yang digunakan pada gasifikasi ?
Apa saja aplikasi dari teknologi gasifikasi pada batubara ?
Tujuan dan Manfaat

1
2
3

Dapat Mengetahui bagaimana cara pemanfaatan batubara dengan metode gasifikasi.


Dapat mengetahau gasifikasi dan apilkasinya.
Untuk memenuhi persyaratan matakuliah batubara dan dapat menambah ilmu
pengetahuan kita semua.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi dan Sejarah Gasifikasi Batubara


Proses gasifikasi batubara adalah proses yang mengubah batubara dari bahan bakar
padat menjadi bahan bakar gas. Dengan mengubah batubara menjadi gas, maka material yang
tidak diinginkan yang terkandung dalam batubara seperti senyawa sulfur dan abu, dapat
dihilangkan dari gas dengan menggunakan metode tertentu sehingga dapat dihasilkan gas
bersih dan dapat dialirkan sebagai sumber energi. Gas yang dihasilkan dari karbonisasi
coking coal telah digunakan sebagai penerangan sejak tahun 1792. Proses original yang sama
dengan coking ini adalah proses yang mengubah non-coking coal yang didemonstrasikan
pada tahun 1860. Tetapi pada akhirnya tidak dipakai lagi karena CO merupakan gas beracun
lebih beracun dari pada CO2 karena kecepatan CO mengikat hemoglobin lebih cepat
dibandingkan dengan CO2. Pada akhir tahun 1880 produksi kimia dari proses gasifikasi
didemonstrasikan dalam pembuatan amoniak. Teknologi ini berkembang sangat cepat ke
daerah Eropa, Jepang dan Amerika Serikat.
System gasifikasi batubara modern digunakan untuk menghasilkan bahan-bahan
kimia seperti hidrogen dan metanol dan untuk menyediakan sistem yang lebih bersih dan
efisien. Ada beberapa tipe gasifier modern yang sudah ada yaitu entrained-flow, fluidized-bed
dan fixed-bed dan kondisi ketiga sistem itu sangat berdasarkan pada tipe batubara yang
digunakan.
Sampai akhir tahun 1920-an gas hasil gasifikasi diperoleh dengan oksidasi sebagian
(partial

oxidation)coke

dengan

udara

terhumidifikasi.

Setelah

Carl

von

Linde

mengkomersialkan pemisahan kriogenik dari udara selama tahun 1920-an, proses gasifikasi
menghasilkan gas sintesa dan hidrogen menggunakan oksigen blast, hal ini merupakan
tonggak perkembangan proses gasifikasi seperti proses Winkle fluid-bed (1926), Lurgi
pressurized gasification (1931), dan Koppers-Totzek entrained-flow (1940-an).
Perkembangan gasifikasi selanjutnya dimulai selama perang dunia kedua ketika
insinyur Jerman menggunakan proses gasifikasi untuk memproduksi bahan bakar sintetik.
Teknologi ini diekspor ke Afrika Selatan pada tahun 1950-an yang kemudian memicu
berdirinya perusahaan gasifikasi batubara terbesar sampai saat ini yaitu South African Coal
Oil and GasCorporation (Sasol) dan menjadi pusat gasifikasi terbesar di dunia pada akhir
tahun 1970-an. Perusahaan ini menggunakan gasifikasi batubara dan sintesis Fischer-Tropsch
sebagai dasar dari pembuatan gas sintesis kompleks dan industri petrokimia.

Pada tahun 1950-an, baik Texaco dan Shell oil juga mengembangkan proses
gasifikasi. Dengan keberadaan gas bumi dan minyak yang banyak pada tahun 1950-an, peran
gasifikasi batubara mulai menurun.Menurunnya peran ini bukan hanya disebabkan oleh
ketersediaan gas bumi dan minyak yang banyak tetapi juga karena nilai kalor gas bumi dan
minyak yang lebih tinggi serta sedikitnya kandungan pengotor bila dibandingkan dengan
batubara.
Untuk pemanfaatan tar dimulai pada pertengahan abad ke-19, ketika perkembangan
teknik kimia telah memungkinkan untuk melakukan distilasi dan pemurnian tar menjadi
produk pewarna sintetik dan bahan kimia. Jadi, sebelum industri kimia yang berbahan baku
migas atau disebut dengan petrokimia berkembang, industri kimia berbasis batubara atau
disebut dengan coal-chemical telah lebih dulu eksis.
Kemudian awal tahun 1970-an krisis minyak pun mulai terjadi sedangkan di pihak
lain cadangan batubara masih dalam jumlah yang sangat besar sehingga pengembangan
teknologi proses batubara kembali dilirik. Hal ini memicu berbagai teknologi proses alternatif
pengembangan penggunaan batubara seperti gasifikasi dan likuifaksi. Terdapat juga proses
hidrogenasi batubara dikonversi secara langsung menjadi metana sebagai pengganti gas bumi
atau Synthetic Natural Gas (SNG). Karena beroperasi pada tekanan yang tinggi menjadikan
proses hidrogasifikasi agak sulit untuk dikomersialisasikan.
Setelah embargo minyak Timur Tengah terjadi tahun 1973. Pemerintah Amerika
menyediakan dukungan dana untuk konsep penelitian gasifikasi, termasuk penelitian pertama
Integrated Gasification Combine Cycle (IGCC). Pada proses IGCC, batubara digasifikasi
dimana produk dari gasifikasi kemudian di purifikasi untuk menghilangkan asam dan
partikulat pengotor sebelum diinjeksi ke gas turbin. Panas yang diambil dari exhaust gas
turbin dimanfaatkan untuk menghasilkan steam penggerak turbin uap. Karena pembakaran
flue gas berasal dari turbin gas hampir bebas dari asam dan partikulat pengotor, IGCC
dianggap sebagai teknologi pemusnah hujan asam.Tetapi yang lebih penting, efisiensi dari
IGCC lebih tinggi dari pada sistem konvensional serta secara signifikan pula CO 2 yang
dihasilkan jauh lebih sedikit. Hal ini membuat IGCC merupakan solusi bagi negara-negara
yang harus menurunkan emisi gas rumah kaca tetapi tidak bisa berganti ke sumber energi
lain. Pada awal 1990-an lembaga-lembaga pemerintahan Amerika dan Eropa menyediakan
dana penelitian untuk menguji kelayakan proses IGCC. Kemudian tahun 2000an IGCC
mulai dikomersialkan.
Proses komersialisasi gasifikasi batubara dimulai oleh 3 proses gasifikasi yaitu proses
Lurgi, Winkler, dan Koppers-Totzek. Proses Lurgi beroperasi pada tekanan tinggi 2030 atm

dengan temperatur 1000oC. Winkler yang menggunakan gasifier tipe fluidized beroperasi
pada temperatur 800-900oC dengan tekanan atmosfer, begitu juga dengan proses KoppersTotzek yang beroperasi pada tekanan atmosfer tetapi menggunakan temperatur yang lebih
tinggi lagi sekitar 1500-1800oC tetapi proses Koppers-Totzek hampir tidak menghasilkan
produk samping dan yield gas sintesis paling tinggi yaitu 95%. Adapun proses Otto-Rummel
yang menggunakan gasifier molten bath yang beroperasi pada temperatur 1400-1700oC dan
tekanan atmosferik.
Pada masa sekarang ini pengembangan proses gasifikasi hampir menyeluruh di
seluruh benua. Di benua Afrika terdapat konsentrasi terbesar di dunia terletak di Afrika
Selatan (Sasol) dimana lebih dari 40% produksi bahan bakar sintetik dan kimia dari gasifikasi
batubara. Ada 3 pabrik Sasol (Sasol I, II, III) yang berlokasi di Seconda dan Sasolburg. Di
benua Asia, pabrik terbesar berada di India, China, dan Jepang. Sedangkan di benua Eropa
ada 5 proyek besar IGCC beroperasi di Eropa Barat dengan konsentrasi terbesar di Itali yang
memiliki 3 proyek terbesar yaitu Priolo (Sicily), Sarroch (Sardinia), dan Sannazzaro (Italia
Utara). Sedangkan 2 proyek lainnya di Puertollano (Spanyol), dan Buggenum (Belanda). Di
benua Amerika Utara kebanyakan di Kingsport, Tennessee dan North Dakota.
Di Indonesia sendiri, sudah dibangun pilot plant gasifikasi batubara untuk
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) sistem bifuel yaitu campuran gas batubara dan
solar. Pilot plant ini dibangun atas kerjasama antara Puslitbang Teknologi Mineral dan
Batubara dengan PT PLN (Persero) dan PT Coal Gas Indonesia. Bila pilot plant ini berhasil
maka dapat mengurangi penggunaan BBM (solar) oleh PLTD milik PT PLN sehingga dapat
menekan biaya produksi listrik sekaligus mengurangi beban subsidi pemerintah. Disamping
itu juga akan meningkatkan nilai tambah batubara, menambah devisa negara dan membuka
lapangan kerja.
Prosesproses gasifikasi diatas, rata-rata menggunakan temperatur dan atau tekanan
tinggi sehingga memerlukan kebutuhan energi panas yang sangat besar pula. Sehingga
perkembangan penelitian dalam bidang gasifikasi masih terus dilakukan untuk menurunkan
temperatur reaksi dan hasil gasifikasi yang lebih baik lagi.
2.4 Tahapan Proses Gasifikasi
Tahapan gasifikasi batubara meliputi pengeringan, devolatilisasi, oksidasi, dan
reduksi. Tahap Pengeringan bertujuan untuk mengeluarkan atau menghilangkan kandungan
air yang terdapat dalam batubara. Devolatilisasi merupakan proses pemanasan batubara

sampai terjadi dekomposisi menjadi arang, tar dan gas. Tahapan oksidasi merupakan proses
pembakaran zat terbang hasil devolatilisasi untuk memanaskan arang. Pemanasan ini
mengakibatkan sebagian arang akan teroksidasi dan sisanya mengalami proses reduksi.
Dalam gasifier arang direduksi oleh steam atau kukus dan CO 2 menghasilkan gas H2
dan CO. Peningkatan jumlah atau laju steam atau kukus mengakibatkan penurunan gas CO
pada gas produk, namun akan meningkatkan kandungan H2 dan CO2 melalui reaksi geser atau
shift reaction. Komposisi gas yang dihasilkan ditentukan oleh temperatur dengan mengatur
laju oksigen yang digunakan.
Panas yang dihasilkan dari reaksi oksidasi digunakan untuk tahapan yang melibatkan
proses atau reaksi endotermis seperti reaksi reduksi, proses devolatilisasi dan tahapan
pengeringan.Skematik Prinsip Gasifikasi batubara

dalam gasifier dan zona reaksi

berdasarkan temperatur dapat diligat pada gambar 8 di bawah

Gambar 8. Zona Reaksi Batubara Pada Gasifier Tipe Updraft


Reaksi Utama Pada Proses Gasifikasi Batubara.
Secara umum proses gasifikasi batubara dilakukan dalam suatu reaktor yang disebut
gasifier dan prosesnya terdiri dari drying, pyrolysis, reduksi dan oksidasi.Reaktan utama pada
proses gasifikasi batubara adalah oksigen dalam udara dan uap air. Gas utama yang
dihasilkan dari gasifikasi batubara adalah CO, H2 dan gas lainnya seperti CH4, CO2 dan

nitrogen.Reaksi-reaksi utama yang terjadi selama proses gasifikasi batubara adalah sebagai
berikut:
1. Reaksi Drying/Moisture Release:
Drying merupakan proses pemanasan batubara pada temperatur antara 100 250
celcius. Pemanasan ini akan menghilangkan atau menguapkan air yang terkandung dalam
batubara. Adapun mekanismenya mengikuti reaksi berikut:Batubara + panas > batubara +
air (H2O, uap air)
Panas yang diperlukan untuk Penghilangan kandungan air ini diperoleh dari panas
hasil reaksi pembakaran char atau reaksi oksidasi karbon dalam char dengan oksigen. Air
dalam fasa uap ini dapat berreaksi dengan gas lain yang terjadi selama proses gasifikasi.
2. Reaksi Decomposition/Pyrolysis/Devolatilization:
Setelah mengalami proses penghilangan air, Batubara akan mengalami proses
pyrolysis yaitu penguraian batubara pada temperatur tinggi menjadi char, tar, dan volatile
mater. Proses ini berlangsung pada temperatur antara 200 500 celcius. Mekanisme reaksi
pyrolysi dapat dijelaskan sebagai berikut:
Batubara + panas > char + tar + gas
Pyrolysis merupakan proses yang sifatnya endothermik. Panas yang diperlukan untuk
terjadinya proses ini diperoleh dari reaksi oksidasi karbon dalam char dengan oksigen dari
udara. Proses ini biasa juga disebut dengan devolatilisasi.
3. Reaksi Reduction/Gasification:
Proses reduksi merupakan tahap utama dari gasifikasi. Pada tahap ini gas mampu
bakar dihasilkan. Gas hasil reaksi reduksi ini biasa disebut sebagai gas produser atau syntetic
gas atau syngas. Reaksi-reaksi yang terjadi pada tahap ini sifatnya endothermik. Panas yang
dibutuhkan dipasok dari panas hasil reaksi oksidasi. Reaksi-reaksi reduksi pada tahap ini
secara stoikiometrik adalah:
a. Reaksi uap air atau steam reaction yaitu reaksi reduksi antara karbon dalam char
dengan uap air sesuai dengan reaksi berikut:

C (char) + H2O + panas > CO (gas) + H2 (gas)


Reaksi ini menghasilkan produk gas yang mampu bakar (syngas). Secara
stoikiometrik karbon yang berreaksi dengan uap air akan menjadi gas karbon
monoksida dan gas hidrogen. Kedua gas ini merupakan komponen utama dari hasil
gasifikasi.
b. Reaksi karbon dengan gas karbon dioksida pada tahap ini akan mengikuti reaksi
berikut:
C (char) + CO2 + panas > 2 CO
Reaksi ini menghasilkan produk gas yang mampu bakar yaitu gas karbon monoksida.
Karbon dalam char yang berreaksi dengan gas karbon dioksida akan dikonversi
menjadi gas mampu bakar karbon monoksida. Reaksi ini biasa disebut sebagai
Boudouard reaction.
c.

Reaksi Geser atau Shift Reaction


Uap air yang ditambahkan akan berreaksi dengan gas CO2 membentuk gas CO sesuai
dengan reaksi berikut:
CO2 (gas) + H2O (uap) + panas > CO (gas) + H2 (gas)
Kedua Produk gas yang dihasilkan ini merupakan gas yang memiliki nilai mampu
bakar.

d. Reaksi Oxidation/Combustion:
Proses oksidasi merupakan reaksi yang melibatkan reaktan oksigen sebagai
oksidatornya. Karbon dalam char akan dioksidasi menjadi gas karbon dioksida atau
karbon monoksida. Produk gas yang dihasilkan tergantung pada jumlah oksigen yang
ditambahkan. Reaksi oksidasi yang terjadi antara karbon dengan gas oksigen sesuai
reaksi berikut:

1. Pembakaran sempurna:
Pembakaran sempurna dari karbon dengan oksigen akan sesuai dengan reaksi
berikut:
C (charbon) + O2 (udara) > CO2 (gas) + panas
Gas karbon dioksida dihasilkan ketika reaksi oksidasi berjalan sesuai dengan
stoikiometrik pembakaran sempurna. Reaksi pembakaran sempurna berjalan ketika
satu mol karbon dibakar dengan satu mol oksigen dan menghasilkan satu mol gas
karbon dioksida. Artinya, karbon dalam char yang bereaksi dengan oksigen hanya
akan membentuk gas karbon dioksida.
Gas hasil pembakaran sempurna tidak memiliki nilai bakar atau tidak mampu
bakar, sehingga reaksi ini tidak diharapkan terjadi.
2. Pembakaran tidak sempurna:
Pembakaran tidak sempurna terjadi ketika jumlah oksigen kurang dari nilai
stoikiometri pembakaran sempurna. Reaksi oksidasi karbon dalam batubara menjadi
tidak sempurna ketika satu mol karbon direaksikan dengan oksigen kurang daripada
satu mol.
Reaksi pembakaran satu mol karbon dengan oksigen yang hanya memenuhi
separuh dari kebutuhan stoikiometrinya akan menghasilkan produk berupa satu mol
gas karbon monoksida sesuai reaksi berikut:
C (charbon) + 0,5 O2 (udara) > CO (gas) + panas
Persamaan reaksi ini merupakan reaksi yang secara stoikiometrik merubah
seluruh karbon yang berreaksi dengan oksigen menjadi produk yang hanya terdiri dari
gas karbon monoksida. Setiap kelebihan oksigen dari 0,5 mol dapat merubah reaksi
dan membentuk gas karbon dioksida. Sebaliknya, jika oksigen kurang daripada 0,5
mol, maka akan menyebabkan sebagian karbon tidak bereaksi. Ada sisa karbon char.
Gas hasil reaksi pembakaran tidak sempurna menghasilkan gas yang memiliki nilai
bakar atau mampu bakar.

Reaksi oksidasi atau pembakaran adalah reaksi yang menghasilkan sumber


panas yang dibutuhkan bagi proses gasifikasi secara keseluruhan. Reaksi-reaksi
lainnya merupakan reaksi yang dapat diatur untuk mendapatkan gas sesuai dengan
komposisi gas yang diinginkan
2.5 Reaktor Gasifikasi Batubara
Teknologi gasifikasi dapat dikelompokkan berdasarkan konfigurasi aliran dari unit
gasifiernya. Konfigurasi yaitu :
1.

Fixed bed

2.

Fluidized bed

3.

Entrained flow

4.

Molten bath

1 Fixebed
Pada konfigurasi ini, batubara diumpankan dari atas kemudian perlahan-lahan turun
kebawah dan dipanaskan oleh gas panas dari arah bawah. Batubara melewati zona
karbonisasi kemudian zona gasifikasi, akhirnya sampai pada zona pembakaran pada bagian
bawah gasifier tempat reaktan gas diinjeksi. Sistem ini diilustrasikan pada Gambar 2.2.
berikut ini :

Gambar 3.Fixed bed gasifier

Reaksi kimia yang terjadi dalam fixed bed gasifier, yaitu :

Gambar 4. Reaksi kimia yang terjadi dalam fixed bed gasifier


Pada proses gasifikasi dengan fixed bed gasifier
Ada 4 zona reaksi yaitu :
b. Zona devolatilisasi
Pada zona ini terjadi penguapan uap air dan zat-zat volatil yang terkandung dalam
batubara.
c. Zona Gasifikasi
Pada zona ini uap air yang dialirkan dan CO 2 yang terbentuk dari pembakaran
sempurna bereaksi dengan batubara pada suhu tinggi membentuk gas sintesis yang
terdiri dari CO, H2 dan N2.
d. Zona Pembakaran
Pada zona ini oksigen yang masuk bereaksi dengan sebagian batubara membentuk CO 2
dan H2O yang diperlukan dalam reaksi gasifikasi.
e. Zona abu
Zona ini adalah tempat penampungan abu yang dihasilkan, baik hasil reaksi
pembakaran maupun reaksi gasifikasi.
2

Fluidized bed
Dalam fluidized bed gasifier, reaktor gas digunakan untuk membuat fluidisasi material

batubara. Untuk menghindari sintering dari abu, fluidized bed gasifier dibatasi beroperasi
pada temperatur non-slagging.

Gambar 5.Fluidized bed gasifier


Batubara dimasukkan dari bagian samping sedangkan oksidannya dari arabawah.
Oksidan (O2 dan uap) selain berperan sebagai reaktan pada proses, juga berfungsi sebagai
media lapisan mengambang dari batubara yang digasifikasi. Dengan kondisi penggunaan
oksidan yang demikian maka salah satu fungsi tidak akan dapat maksimal karena harus
melengkapi fungsi lainnya atau bersifat komplementer.
3

Entrained flow
Batubara dialirkan kedalam gasifier secara cocurrent atau bersama-sama dengan agen

gasifikasi atau oksidan berupa uap air dan oksigen, bereaksi pada tekanan atmosfer. Pada
entrained gasifier, batubara dihaluskan sampai ukuran kurang dari 0,1 mm diumpankan
dengan reaktan gas ke dalam chamber dimana reaksi gasifikasi terjadi seperti halnya sistem
pembakaran bahan bakar berbentuk serbuk.
Residence time

partikel padatan yang singkat dalam sistem fase entrained

memerlukan kondisi operasi dibawah slagging untuk mencapai laju reaksi dan konversi
karbon yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa operasi non-slagging pada entrained gasifier
baik sekali hanya untuk proses hidrogasifikasi.

Gambar 6.Entrained gasifier


Konfigurasi lainnya adalah molten bath
4 Molten bath
Molten bath mirip dengan sistem fluidized bed dimana reaksi terjadi dalam medium
yang tercampur merata dari inersia panas tinggi. Temperatur operasi tergantung pada tipe
bath : untuk slag dan molten metal bath diperlukan temperatur tinggi (14001700oC), tetapi
temperatur 1000oC dapat digunakan molten salt. Reaktan gas dapat diinjeksi dari atas seperti
jet kemudian berpenetrasi kedalam permukaan bath, seperti ditunjukkan pada gambar 2.6,
atau dapat diumpankan ke bottom bath

Gambar 7.Molten bath gasifier

Fixed bed gasifier termasuk dalam kategori sistem aliran counter current, fluidized
bed dan molten bath gasifier dapat dianggap sebagai reaktor tanki pengaduk kontinyu dan
entrained gasifier sebagai sistem aliran co-current.
Aliran counter current dalam reaktor fixed bed, pemindahan volatile matter yang
dihasilkan dari gasifier tanpa melewati zona gasifikasi temperatur tinggi atau zona
pembakaran. Karakteristik komposisi produk gas pada fixed bed gasifier yaitu adanya uap
tar (bila digunakan antrasit atau devolatilisasi char/coke sebagai bahan baku) dan yield
metana yang tinggi. Residence time yang paling lama terdapat pada fixed bed gasifier dimana
kecepatan gas dibatasi untuk menghindari semburan serbuk batubara ke dalam aliran produk
gas. Sedangkan residence time terpendek terdapat dalam entrained gasifier.
Perbedaan residence time padatan diantara tipe gasifier merupakan hal substansial.
Pada fixed bedresidence time padatan biasanya beberapa jam. Sedangkan pada fluidized bed
atau molten bath pada umumnya sekitar 1 jam. Pada fluidized bed, char yang tidak
terkonversi dikumpulkan dan diumpankan ke gasifier lainnya atau ke pembakar. Sedangkan
pada entrained kecuali untuk hidrogasifikasi, umumnya beroperasi pada temperatur slagging
untuk mencapai laju reaksi dan konversi karbon yang tinggi. Residence time yang pendek
pada entrained membuat kontrol pada kondisi operasi gasifikasi lebih sulit dan perlu adanya
kekonsistensian umpan batubara, merupakan hal yang harus diperhatikan.
2.6 Aplikasi Gasifikasi Batubara
Gas sintetik hasil gasifikasi batubara dapat diproses lebih lanjut atau dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1

Bahan bakar sintetik (Coal to Liquid, CTL)


Salah satu alasan mengapa pembuatan bahan bakar sintetik melalui gasifikasi batubara

terus berlangsung sampai sekarang adalah karena cadangan batubara dunia yang begitu
melimpah. Berdasarkan data BP World Energy Review tahun 2004, dengan tingkat produksi
sebesar 4,9 milyar ton per tahun (akhir 2003), cadangan batubara terbukti dapat bertahan
hingga 192 tahun.
Sedangkan minyak dan gas, dengan tingkat produksi saat itu, masing-masing hanya
mampu bertahan selama 41 tahun dan 67 tahun saja. Selain itu, harga minyak yang fluktuatif
dan cenderung tinggi menyebabkan bahan bakar sintetik dari batubara (CTL) menjadi

semakin kompetitif. Laporan departemen energi AS (DOE Annual Energy Outlook 2005)
menyebutkan potensi CTL diperkirakan sebesar 2 juta barel per hari pada tahun 2025,
ditambah Cina yang diperkirakan memiliki potensi 1 juta barel per hari.
Pada pembuatan BBM sintetik, batubara digasifikasi terlebih dulu untuk
menghasilkan gas sintetik yang komposisi utamanya terdiri dari hidrogen (H 2) dan karbon
monoksida (CO), kemudian dilanjutkan dengan proses Fischer-Tropsch (FT)untuk
menghasilkan hidrokarbon ringan (paraffin). Hidrokarbon tersebut kemudian diproses lebih
lanjut untuk menghasilkan bensin dan minyak diesel.
Karena nilai oktan pada produk bensin yang dihasilkan rendah, maka dilakukan upaya
untuk menghasilkan bensin bernilai oktan tinggi dari gas sintetik ini. Proses tersebut
dilakukan dengan memproduksi metanol dari gas sintetik terlebih dulu, kemudian metanol
diproses untuk menghasilkan bensin bernilai oktan tinggi. Metode ini disebut MTG
(Methanol to Gasoline).
2

Pembangkit listrik (Coal to Power)


Standar mutu lingkungan yang semakin ketat tentunya akan memaksa fasilitas

pembangkit listrik yang telah terpasang untuk dapat mengakomodasi peraturan tersebut. Ada
3 pilihan yang dapat dilakukan untuk itu, yaitu modifikasi dan upgrade fasilitas sehingga
teknologi pembersihan pasca pembakaran (post-combustion clean up technology) dapat
diterapkan, modifikasi sistem pembangkitan berbahan bakar batubara menjadi pembangkitan
kombinasi berbahan bakar gas alam (Natural Gas Combined Cycle, NGCC), dan modifikasi
sistem pembangkitan dengan memanfaatkan mekanisme gasifikasi batubara untuk
menghasilkan pembangkitan kombinasi. [Childress, 2000]

Gambar 9. Konsep Sistem Gasifikasi


Pada pilihan pertama di atas, biaya pemasangan peralatan pembersihan pasca
pembakaran sangat besar. Sebagai contoh, untuk pembangkit berbahan bakar batubara serbuk
(pulverized coal) yang saat ini mendominasi, biaya pemasangan unit desulfurisasi (Flue Gas
Desulfurization, FGD) dapat mencapai 20% dari total biaya pembangunannya. Untuk pilihan
kedua yaitu mekanisme NGCC, meskipun emisi yang rendah dapat dicapai, tapi ongkos
bahan bakar yang relatif tinggi otomatis akan mempengaruhi biaya pembangkitan. Pilihan
ketiga merupakan alternatif terbaik, dimana pembangkitan kombinasi tersebut mampu
menghasilkan emisi yang sangat rendah dengan mengoptimalkan fasilitas pembangkit yang
ada serta menggunakan bahan bakar berbiaya rendah yaitu batubara.
Pembangkit listrik yang memanfaatkan gas sintetik hasil gasifikasi batubara disebut
dengan IGCC (Integrated Gasification Combined Cycle). Pada IGCC, pembangkitan listrik
dihasilkan dari mekanisme kombinasi antara turbin gas, HRSG (Heat Recovery Steam
Generator), dan turbin uap. Tipikal penggas yang digunakan pada IGCC adalah
bertipe entrained flow, seperti E-Gas (Conoco Phillips), Chevron-Texaco (GE Energy), SFG
(Siemens), Mitsubishi, dan Shell.
Secara garis besar, gas sintetik yang dihasilkan oleh penggas akan diproses di
pendingin gas (gas cooler) dan fasilitas pembersih gas (gas clean up) terlebih dulu sebelum
mengalir ke turbin gas. Setelah melewati siklus Brayton, gas buang dari turbin gas kemudian
mengalir ke HRSG, dimana panas dari gas tersebut kemudian dimanfaatkan untuk
menghasilkan uap air. Selain dari turbin gas, panas buangan yang dihasilkan dari proses
pendinginan gas juga dialirkan ke HRSG pula. Uap air dari HRSG inilah yang kemudian
dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin uap melalui mekanisme siklus Rankine.Dengan
kombinasi 2 siklus ini, tidaklah mengherankan apabila efisiensi netto pembangkitan pada
IGCC lebih unggul dibandingkan dengan efisiensi pada sistem pembangkitan konvensional
(pulverized coal) yang saat ini mendominasi.
Pada proses pembersihan gas, unsur lain yang tidak ramah lingkungan yang
dihasilkan dari gasifikasi seperti HCN, H2S, NH3, COS, uap air raksa, dan char dibersihkan.
H2S dan COS dapat diproses dengan mudah dan diubah menjadi sulfur padat atau asam sulfat
yang merupakan produk sampingan, sedangkan NH3 dapat dibersihkan dengan menggunakan
air.Uap air raksa dibersihkan dengan melewatkan gas sintetik tekanan tinggi ke lapisan
karbon aktif. Adapun abu akan meleleh selama proses gasifikasi, yang kemudian diubah

menjadi padatan (glassy slag) yang stabil. Material ini dapat digunakan untuk campuran
bahan pada pekerjaan konstruksi.[Phillips, 2006].
Contoh pembangkit ini adalah Nuon IGCC yang terletak di Buggenum, Belanda,
berkapasitas 253MWe.Meskipun saat ini beroperasi secara komersial, pembangkit ini pada
awalnya merupakan demonstration plant yang dikenal dengan proyek Demkolec. Pembangkit
ini menghasilkan efisiensi netto sebesar 43% (Low Heating Value), dengan performansi baku
mutu lingkungan yang sangat bagus. Emisi NOx yang dihasilkan sangat rendah yaitu kurang
dari 10 ppm, kemudian efisiensi pengambilan sulfur di atas 99%, tingkat emisi flyash,
senyawa klorida dan logam berat mudah menguap yang bisa dibilang nol, serta air limbah
yang bisa diresirkulasi kembali sehingga tidak ada buangan air limbah ke lingkungan.[Chhoa,
2005].
Meskipun IGCC memiliki berbagai kelebihan, tapi masalah utama saat ini adalah
biaya pembangkitannya yang masih tinggi.Secara garis besar, disamping unit pembangkitan,
IGCC juga tersusun dari unit pemisah udara (Air Separation Unit, ASU) yang berfungsi
menyuplai oksigen ke penggas, dan unit penggas itu sendiri.Unit pembangkitan (turbin gas,
turbin uap, HRSG) dan unit ASU merupakan teknologi yang sudah mapan dan terbukti
sehingga dari segi ongkos, tidak mungkin untuk ditekan lagi. Untuk menekan biaya
pembangkitan pada IGCC, satu satunya cara adalah dengan meningkatkan performa
penggas dan membangun sistem (building block) gasifikasi yang efisien. [van der Burgt,
1998]. Dengan upaya demikian serta makin makin menguatnya isu lingkungan, biaya
pembangkitan pada IGCC diharapkan akan semakin kompetitif terhadap biaya pembangkitan
pada

pembangkitpulverized

coal (PC)

yang

saat

ini

mendominasi

yang

ongkos

pembangkitannya cenderung meningkat untuk mengakomodasi baku mutu lingkungan. Dan


pada tahun 2010, di Amerika diharapkan biaya pembangkitan IGCC akan menyamai ongkos
pembangkitan pada PC, yaitu sekitar US$1200/kW.[Arai, 2006].
Karena pada PLTU maupun IGCC dikenal dengan istilah scale merit, maka semakin
besar unit otomatis biaya pembangkitan juga semakin rendah. Salah satu laporan
menyebutkan bahwa IGCC komersial akan bernilai ekonomis pada kapasitas pembangkitan
minimal 550 MWe.[Trapp, 2005].

3.

Industri kimia (Coal to Chemical)


Gas sintetik hasil gasifikasi batubara juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri

kimia, diantaranya untuk pembuatan ammonia, pupuk, metanol, DME (Dimethyl Ether),
olefin, paraffin, dan lain lain.
Eastman Chemical di Kingsport, Tennessee, AS, memanfaatkan gasifikasi batubara untuk
memproduksi bahan baku industri kimia yaitu asam asetat. Fasilitas ini beroperasi sejak tahun
1983, menggunakan penggas Texaco. Pada awalnya, kapasitasnya hanya mampu memenuhi
separoh dari kebutuhan asam asetat yang diperlukan, tapi sejak tahun 1991 kapasitasnya
ditingkatkan hingga mampu memenuhi seluruh kebutuhan asam asetat untuk produksi hilir.
Perusahaan ini mengkonsumsi batubara sebanyak 1300 ton per hari untuk gasifikasi, dan
memproduksi lebih dari 400 jenis bahan kimia, serat sintetis, serta plastik, dengan omzet
sekitar US$5 miliar per tahun.[Trapp, 2001].
Di Cina yang memiliki cadangan batubara melimpah, Shell melalui kerjasama joint
venture dengan Sinopec membangun pabrik pupuk menggunakan mekanisme gasifikasi
batubara berkapasitas 2000 ton per hari di Yueyang, propinsi Hunan.Pembangunannya sendiri
dimulai tahun 2003 dan direncanakan beroperasi pada akhir 2006. Selain itu, Shell juga
menangani sekitar 12 proyek gasifikasi batubara lainnya di Cina, dimana hampir 70%nya
untuk keperluan industri pupuk dan sisanya untuk produksi metanol, serta hidrogen untuk
keperluan pencairan batubara secara langsung. [Chhoa, 2005].
Selain Shell, GE Energy juga menyediakan teknologi gasifikasi batubara di Cina.
Sampai dengan Oktober 2006, dari 7 proyek yang direncanakan, 3 unit telah telah beroperasi
untuk memproduksi metanol dan ammonia.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan harga yang relatif murah dibandingkan dengan bahan bakar fosil lainnya,
kemudian ketersediaannya yang melimpah, serta penyebaran cadangan yang relatif
merata

di

seluruh

dunia,

batubara

merupakan

sumber

energi

primer

yang

menjanjikan.Apabila selama ini pemanfaatan batubara terkesan terbatas untuk


pembangkitan listrik saja, maka gasifikasi batubara memberikan harapan yang besar
untuk pemanfaatan batubara secara optimal di masa mendatang.Dari paparan di atas dapat
pula disimpulkan bahwa batubara memiliki kekuatan yang besar untuk menarik roda
perekonomian suatu bangsa melalui teknologi gasifikasi.

DAFTAR PUSTAKA
Phillips, J., Coal Gasification, EPRI, 2006.
Trapp, B., dkk, Coal Gasification, When Does It Make Sense?, Power-Gen International, Las
Vegas,2005.
Trapp, B., dkk, Eastman & Gasification: The Next Step Building on Past Success,
Gasification Technologies Conference, San Francisco, 2001.
van de Venter, E., dkk, Sasol Coal-to Liquids Developments, Gasification Technologies
Conference, San Francisco, 2005.
van der Burgt, M., How to Reduce Capital Cost of IGCC Power Stations, 17th EPRI
Conference on Gas-Fired Power Plants, San Francisco, 1998. Samarinda, 2006

TEKNOLOGI PEMANFAATAN BATUBARA


GASIFIKASI BATUBARA

Makalah dibuat untuk memenuhi tugas diskusi


Mata Kuliah Teknologi Pemanfaatan Batubara

Disusun Oleh :
Vidia Wati

061340411522

Kelas

Dosen Pengajar

5 EGA

: Ir. Irawan Rusnadi, M.T.

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK ENERGI JURUSAN TEKNIK KIMIA


POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
2015

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT , karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Teknologi Pemanfaatan
Batubara tentang Gasifikasi Batubara. Makalah ini disusun sesuai dengan tujuan

pembelajaran Teknologi Pemanfaatan Batubara yang tercantum dalam standar kompetensi


dan kompetensi dasar.
Melalui makalah ini, kami berharap Mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan
keterampilan di bidang gasifikasi batubara, selain itu Mahasiswa dapat mengapresiasikan
hasil makalah ini dalam kehidupan sehari-hari dengan baik.
Makalah ini memberi perhatian yang besar terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
gasifikasi batubara. Oleh karena itu, selain menyajikan materi yang diambil dari internet,
makalah ini juga dirangkai dari beberapa sumber yang mempunyai andil besar demi membuat
makalah ini menjadi lebih kompleks.
Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu terwujudnya makalah ini, terutama kepada dosen pembimbing kami.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak demikian pula dengan makalah ini, kami telah
berusaha untuk menyusun makalah ini sebaik mungkin. Akan tetapi kami menyadari bahwa
makalah ini masih memiliki kekurangan. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran
untuk menyempurnakannya. Akhirnya kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Amin.
Wassalammualaikum Wr.Wb

Palembang, 1 Desember 2015

Penulis

Anda mungkin juga menyukai