Hematemesis Melena
Hematemesis Melena
PENDAHULUAN
Hematemesis (muntah darah) dan melena (buang air besar bercampur
darah) merupakan keadaan yang diakibatkan oleh perdarahan saluran cerna bagian
atas (upper gastrointestinal tract). Kebanyakan kasus hematemesis adalah keadaan
gawat di rumah sakit yang menimbulkan 8%-14% kematian di rumah sakit. Faktor
utama yang berperan dalam tingginya angka kematian adalah kegagalan untuk
menilai masalah ini sebagai keadaan klinis yang gawat dan kesalahan diagnostik
dalam menentukan sumber perdarahan.
Di negara barat perdarahan karena tukak peptik menempati urutan
terbanyak
sedangkan
di
Indonesia
perdarahan
karena
ruptura
varises
untuk
menegakkan
diagnosa
tentang
penyebab
yang
dapat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien mengalami
muntah darah yang disertai dengan buang air besar (BAB) bercampur darah
dan berwarna hitam. Hematemesis melena merupakan suatu perdarahan yang
terjadi pada saluran cerna bagian atas (SCBA) dan merupakan keadaan gawat
darurat yang sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk
Indonesia. Pendarahan dapat terjadi karena pecahnya varises esofagus,
gastritis erosif atau ulkus peptikum.
2.2 Etiologi
Beberapa penyebab timbulnya hematemesis melena :
1. Kelainan di esophagus
a. Pecahnya varises esophagus
Perdarahan varises secara khas terjadi mendadak dan masif,
kehilangan darah gastrointestinal kronik jarang ditemukan. Perdarahan
varises esofagus atau lambung biasanya disebabkan oleh hipertensi
portal yang terjadi sekunder akibat sirosis hepatis. Meskipun sirosis
alkoholik merupakan penyebab varises esofagus yang paling prevalen
di Amerika Serikat, setiap keadaan yang menimbulkan hipertensi portal
dapat mengakibatkan perdarahan varises. Lebih lanjut, meskipun
adanya varises berarti adanya hipertensi portal yang sudah berlangsung
lama, penyakit hepatitis akut atau infiltrasi lemak yang hebat pada
hepar kadang-kadang menimbulkan varises yang akan menghilang
begitu abnormalitas hepar disembuhkan. Meskipun perdarahan SMBA
pada pasien sirosis umumnya berasal dari varises sebagai sumber
perdarahan, kurang lebih separuh dari pasien ini dapat mengalami
perdarahan yang berasal dari ulkus peptikum atau gastropati hipertensi
portal. Keadaan yang disebut terakhir ini terjadi akibat penggembungan
vena-vena mukosa lambung. Sebagai konsekuensinya, sangat penting
a. Tukak duodeni
Tukak duodeni yang menyebabkan perdarahan panendoskopi
terletak di bulbus. Sebagian pasien mengeluhkan hematemesis dan
melena, sedangkan sebagian kecil mengeluh melena saja. Sebelum
perdarahan, pasien mengeluh nyeri dan pedih di perut atas agak ke
kanan. Keluhan ini juga dirasakan waktu tengah malam saat sedang
tidur pulas sehingga terbangun. Untuk mengurangi rasa nyeri dan pedih,
pasien biasanya mengkonsumsi roti atau susu(5).
b. Karsinoma papilla Vateri
Karsinoma papilla Vateri merupakan penyebaran karsinoma di
ampula menyebabkan penyumbatan saluran empedu dan saluran
pancreas yang umumnya sudah dalam fase lanjut. Gejala yang timbul
selain kolestatik ekstrahepatal, juga dapat menimbulkan perdarahan
tersembunyi (occult bleeding), sangat jarang timbul hematemesis.
Selain itu pasien juga mengeluh badan lemah, mual dan muntah(5).
2.3 Patofisiologi
Untuk
mencari
penyebab
perdarahan
saluran
cerna
dapat
.
Khusus pada pecahnya varises esophagus ada 2 teori(1) :
1. Teori erosi
:
pecahnya pembuluh darah karena
erosi dari makanan kasar (berserat tinggi dan kasar) atau
konsumsi NSAID
2. Teori erupsi
tinggi, atau peningkatan tekanan intraabdomen yang tibatiba karena mengedan, mengangkat barang berat, dan lainlain.
2.4 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang dapat di temukan pada pasien hematemesis
melena adalah muntah darah (hematemesis), mengeluarkan tinja yang
kehitaman (melena), mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia),
syok (frekuensi denyut jantung meningkat, tekanan darah rendah), akral
teraba dingin dan basah, penyakit hati kronis (sirosis hepatis), dan
koagulopati purpura serta memar, demam ringan antara 38 -39 C, nyeri
pada lambung / perut, nafsu makan menurun, hiperperistaltik, jika terjadi
perdarahan
yang
berkepanjangan
dapat
menyebabkan
terjadinya
a. Hipotensi (<90/60 mmHg atau MAP <70 mmHg) dengan frekuensi nadi
b.
c.
d.
e.
f.
berikut(9):
a. Hematemesis
b. Hematokezia
c. Darah segar pada aspirasi nasogastrik, dengan lavase tidak segera jernih
d. Hipotensi persisten
e. Tranfusi darah > 800 1000 ml dalam 24 jam
Khusus untuk penilaian hemodinamik (keadaan sirkulasi) perlu
dilakukan evaluasi jumlah perdarahan, dengan criteria(10) :
Perdarahan (%)
Keadaan hemodinamik
<8
Hemodinamik stabil
8 15
Hipotensi ortostatik
15 25
Renjatan (syok)
25 40
Renjatan + penurunan kesadaran
>40
Moribund (physiology futility)
Selanjutnya pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan adalah(10) :
a. Stigmata penyakit hati kronis (ikterus, spider naevi, ascites,
splenomegali, eritema palmaris, edema tungkai)
b. Colok dubur karena warna feses memiliki nilai prognostik
c. Aspirat dari nasogastric tube (NGT) memiliki nilai prognostik
mortalitas dengan interpretasi :
1) Aspirat putih keruh : perdarahan tidak aktif
2) Aspirat merah marun : perdarahan masif (mungkin perdarahan arteri)
d. Suhu badan dan perdarahan di tempat lain
e. Tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yang bisa disertai perdarahan
saluran cerna (pigmentasi mukokutaneus pada sindrom Peutz-Jeghers)
3. Pemeriksaan Penunjang(8)
a. Tes darah : darah perifer lengkap, cross-match jika diperlukan tranfusi
b. Hemostasis lengkap untuk menyingkirkan kelainan faktor pembekuan
primer atau sekunder : CTBT, PT/PPT, APTT
c. Elektrolit : Na, K, Cl
d. Faal hati : cholinesterase, albumin/ globulin, SGOT/SGPT
terapi(10) :
a.
masif,
terus
berlangsung
atau
teknik
tidak
b.
Tukak peptic(10)
1) Terapi medikamentosa
a) PPI (proton pump inhibitor)(9) : obat anti sekresi asam untuk
mencegah perdarahan ulang. Diawali dosis bolus Omeprazol 80
mg/iv lalu per infuse 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam
Antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 masih boleh
diberikan untuk tujuan penyembuhan lesi mukosa perdarahan.
b) Obat vasoaktif
2) Terapi endoskopi(10)
a) Injeksi(9) : penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan
dengan adrenalin (1:10000) sebanyak 0,51 ml/suntik dengan
batas 10 ml atau alcohol absolute (98%) tidak melebihi 1 ml
b) Termal : koagulasi, heatprobe, laser
c) Mekanik : hemoklip, stapler
3) Terapi bedah
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami
kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan
tindakan operasi . Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah :
ligasi varises esofagus, transeksi esofagus, pintasan porto-kaval.
Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan
fungsi hari membaik.
Algoritma Penatalaksanaan Penderita Perdarahan SCBA
2.7
2.7. Prognosis
Keadaan memperburuk prognosis : gagal jantung kongestif/ infark miokard,
PPOK, sirosis, gagal ginjal, keganasan, >60 tahun, gangguan pembekuan.
2.8. Komplikasi
1. Syok hipovolemik
Disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan menurunnya
volume intravaskuler oleh karena perdarahan. dapat terjadi karena
kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler
menyebabkan penurunan volume intraventrikel. Pada klien dengan syok
berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan
berlangsung selama 24-28 jam.
2. Gagal Ginjal Akut
Terjadi sebagai akibat dari syock yang tidak teratasi dengan baik. Untuk
mencegah
gagal
ginjal
maka
setelah
syock,
diobati
dengan
BAB III
KESIMPULAN
1. Perdarahan saluran cerna atas (SCBA) yaitu perdarahan dari lumen saluran
cerna di atas ligamentum Treitz mengakibatkan hematemesis dan melena.
2. Hematemesis adalah muntah darah dalam bentuk segar atau berubah karena
enzim dan asam lambung menjadi kecoklatan berbentuk butiran kopi.
3. Melena adalah tinja yang lengket dan hitam seperti aspal dengan bau khas.
4. Etiologi perdarahan SCBA antara lain :
a. Kelainan esophagus : pecah varises esophagus, Ca esophagus, sindrom
Mallory-Weiss, esofagogastritis korosiva, esofagitis & tukak esofagus
b. Kelainan lambung : gastritis erosif hemoragika, tukak lambung, Ca
lambung
c. Kelainan di duodenum : tukak duodeni, Ca papilla vaterii
5. Manifestasi klinis perdarahan SCBA tergantung dari : a) letak sumber
perdarahan & kecepatan gerak usus; b) kecepatan perdarahan; c) penyakit
penyebab perdarahan; d) keadaan sebelum perdarahan.
6. Diagnosis perdarahan SCBA yaitu :
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik : penentuan status hemodinamik, evaluasi jumlah
perdarahan, tanda fisik lain
c. Pemeriksaan penunjang : tes darah, faal hemostasis, elektrolit, faal hati,
EKG & foto thorax, endoskopi (gold standar)
7. Penatalaksaan secara umum dan khusus.
8. Keadaan memperburuk prognosis : gagal jantung kongestif/ infark miokard,
PPOK, sirosis, gagal ginjal, keganasan, >60 tahun, gangguan pembekuan.
9. Komplikasinya yaitu : Syok hipovolemik, Gagal Ginjal Akut, Penurunan
kesadaran, Ensefalopati.
DAFTAR PUSTAKA
(1) Astera, I W.M. & I D.N. Wibawa. Tata Laksana Perdarahan Saluran
Makan Bagian Atas : dalam Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.
Jakarta : EGC. 2001 : 53 62.
(2) Richter, J.M. & K.J. Isselbacher. Perdarahan Saluran Makanan : dalam
Harrison (Prinsip Ilmu Penyakit Dalam) Jilid I. Jakarta : EGC. 2005 : 259
62.
(3) Davey, P. Hematemesis & Melena : dalam At a Glance Medicine. Jakarta :
Erlangga. 2006 : 36 7.
(4) Hastings, G.E. Hematemesis & Melena :
wichita.kumc.edu/hastings/hematemesis.pdf . 2005.
(5) Hadi, S. Perdarahan Saluran Makan : dalam Gastroenterologi. Bandung :
PT Alumni. 2002 : 281 305.
(6) Ponijan, A.P. Perdarahan Saluran Cerna Bagian
Atas
:
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31735/4/Ch
apter%20II.pdf . 2012.
(7) Purwadianto, A. & Budi S. Hematemesis & Melena : dalam Kedaruratan
Medik. Jakarta : Binarupa Aksara. 2012 : 105 10.
(8) PB PAPDI. Standar Pelayanan Medik. Jakarta : PB PAPDI. 2005: 272 3.
(9) Adi, P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas : Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI. 2006 : 289 97
(10) Djumhana, A. Perdarahan Akut Saluran Cerna
Bagian Atas : pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/03/pendarahan_akut_saluran_ce
rna_bagian_atas.pdf . 2011.