Anda di halaman 1dari 106

BAB 1

LATAR BELAKANG
1.1 Latar Belakang
Penyakit Tidak Menular (PTM) juga dikenal sebagai penyakit kronis,
tidak ditularkan dari orang ke orang. Penyakit tidak menular pada manusia
mempunyai durasi panjang dan perkembangan umumnya lambat. 4 jenis
penyakit tidak menular menurut WHO adalah penyakit kardiovaskular (seperti
serangan jantung dan stroke), kanker, penyakit pernapasan kronis (seperti
penyakit obstruksi paru kronis dan asma) dan diabetes.
Menurut laporan WHO secara global, penyakit bergeser dari penyakit
menular ke PTM, dengan kondisi kronis seperti contoh penyakit jantung dan
stroke saat ini menjadi penyebab utama kematian. Pergeseran tren kesehatan
menunjukkan bahwa penyakit menular terkemuka diare, HIV, TBC, infeksi
neonatal dan malaria, akan menjadi penyebab kurang penting kematian secara
global selama 20 tahun ke depan.
Dengan terbentuknya Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular
(PTM) di Kementerian Kesehatan pada tahun 2005, maka kebijakan Nasional
diterapkan dengan penekanan pada pengendalian faktor risiko, pencegahan
penyakit, deteksi dini, dan tindakan promosi kesehatan. Pendekatan utama yang
dipilih dalam melakukan pengendalian PTM didasarkan pada pelayanan
kesehatan dasar yang melibatkan multisektor dan peran serta masyarakat. Salah
satu

strategi

dalam

meningkatkan

pembangunan

kesehatan

adalah

pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat termasuk dunia usaha.


Masyarakat diberi fasilitas dan bimbingan dalam mengembangkan wadah untuk
berperan, dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk mengenali masalah di
wilayahnya,

mengidentifikasi,

merumuskan

dan

menyelesaikan

permasalahannya sendiri berdasarkan prioritas dan potensi yang ada.


Prevalensi PTM di Indonesia, Riskesdas 2007: hipertensi usia > 18
tahun (31,7 %), penyakit jantung (7,2%), stroke (8,3), diabetes melitus (1,1%),
asma (3,5%), kanker/tumor (4,3), dan cedera akibat kecelakaan lalu lintas
darat (25,9%), dan data faktor risiko penyakit tidak menular karena obesitas
umum 10,3%, obesitas sentral 18,8%, Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)
10,2%, kurang makan buah dan sayur 93,6%, minum beralkohol 4,6%, kurang
aktifitas fisik 48,2%, dan merokok 23,7%.

Sedangkan berdasarkan Riskesdas 2013 : hipertensi usia 18 tahun


(25,8%), PJK umur 15 tahun (1,5%), gagal jantung (0,3%), gagal ginjal kronik
(0,2%), batu ginjal (0,6%), rematik (24,7%), stroke (12,1), cedera semua umur
(8,2%), asma (4,5%), PPOK umur 30 tahun(3,8%), Kanker (1,4), diabetes
melitus (2,1%), hyperthyroid umur 15 tahun berdasarkan diagnosis (0,4%),
proporsi cedera akibat transportasi darat (47,7%), laki-laki obese umur 18
tahun (19,7%), perempuan obese (32,9%), obesitas sentral (26,6%), konsumsi
tembakau usia 15 tahun (36,3%), kurang konsumsi sayur-buah (93,5%).
Penyakit tidak menular masih menduduki dalam daftar 15 penyakit
terbanyak rawat jalan Puskesmas pada bulan Januari Desember 2015 dengan
total persentase sebesar 8% dari total rawat jalan Puskesmas.
Potensi dan partisipasi masyarakat dapat digali dengan maksimal,
sehingga solusi masalah lebih efektif dan dapat menjamin kesinambungan
kegiatan. Upaya pengendalian PTM dibangun berdasarkan komitmen bersama
dari seluruh elemen masyarakat yang peduli terhadap ancaman PTM melalui
Posbindu PTM (Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular).
Pengembangan Posbindu PTM merupakan bagian integral dari system
pelayanan kesehatan, berdasarkan persoalan PTM yang ada di masyarakat, dan
mencangkup berbagai upaya promotif dan preventif serta pola rujukannya.
1. PENGERTIAN
Posbindu PTM merupakan kegiatan penemuan dini (deteksi dini) dan
pemantauan faktor risiko PTM Utama. Faktor risiko meliputi merokok,
mengkonsumsi alkohol, pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik,
kegemukan (obesitas), stres, tekanan darah tinggi, kadar gula darah tinggi, kadar
kolesterol darah tinggi, secara terpadu, rutin dan periodik serta menindak lanjuti
secara dini faktor risiko yang ditemukan melalui konseling kesehatan dan segera
merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Kelompok PTM Utama adalah
diabetes, kanker, penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK), gangguan akibat cedera dan tindak kekerasan.

2. TUJUAN
1.2.1

Tujuan Umum
Menambah sarana POSBINDU untuk menurunkan prevalensi penyakit
tidak menular di wilayah kerja Puskesmas Dampit

1.2.2 Tujuan Khusus


Meningkatkan pemahaman kader untuk dapat mendirikan POSBINDU

secara mandiri di tiap desa sebasar 100% dalam waktu 2 bulan.


Meningkatkan pengetahuan dan kesiagaan kader dalam mengenali
permasalahan penyakit tidak menular di lingkungan Kelurahan Dampit

hingga 80% setelah terlaksananya program .


Meningkatkan pengetahuan kader untuk mengetahui cara melakukan

rujukkan yang benar sebesar 80% setelah terlaksananya program.


Meningkatkan peran kader sebagai motivator untuk masyarakat
pentingnya POSBINDU sebagai deteksi awal sebesar 80% setelah
terlaksananya program

3. SASARAN KEGIATAN
Kelompok masyarakat sehat, berisiko, dan penyandang PTM di
Kecamatan Dampit

4. WADAH KEGIATAN
Posbindu PTM dilakukan terintegrasi dengan upaya kesehatan bersumber
masyarakat yang sudah ada. Dilaksanakan setiap 1 bulan sekali di masingmasing posbindu desa
5. PELAKU KEGIATAN
Pelaksanaan Posbindu PTM dilakukan oleh kader kesehatan yang telah
ada atau beberapa orang dari masing masing kelompok/organisasi/lembaga
yang bersedia menyelenggarakan Posbindu PTM, yang dilatih secara khusus,
dibina atau difasilitasi untuk melakukan pemaantauan faktor risiko PTM di masing
masing kelompok atau organisasinya.

1.7 JENIS KEGIATAN


3

a. Sosialisasi tentang pentingnya Posbindu.b.


b. Pembentukan kader posbindu.
c. Penjelasan tentang cara mengukur tekanan darah dan nadi.
d. Penjelasan tentang cara pemeriksaan gula darah, asam urat, dan
kolesterol.
e. Penjelasan tentang pendaftaran dan pencatatan data.
f.

Praktek pelaksanaan posbindu

BAB 2
DATA PEMANTAUAN WILAYAH KERJA
4

PUSKESMAS DAMPIT
2.1

Profil Puskesmas Dampit


2.1.1 Keadaan umum
2.1.1.1 Geografi :
a

Luas Wilayah Kerja Puskesmas Dampit 78,54 km dari total wilayah Kecamatan
Dampit 135,31 km. Topografi Kecamatan Dampit sebagian merupakan daratan
dan pegunungan dengan ketinggian 300-460 m di atas permukaan laut, dengan
kemiringan kurang dari 40%. Secara geografis, Kecamatan Dampit terletak di
sebelah tenggara Kota Malang.

Wilayah kerja puskesmas Dampit merupakan sebagian dari wilayah kecamatan


Dampit,

terdiri dari 1 kelurahan dan 5 desa; kelurahan Dampit, desa

Amadanom, desa Bumirejo, desa Srimulyo, desa Baturetno dan desa


Sukodono.
c

Wilayah kerja Puskesmas Dampit berbatasan dengan


Utara : Kec. Wajak dan Wilayah Kerja puskesmas Pamotan
Timur : Kec Tirtoyudo
Selatan: Kec.Sumbermanjing Wetan
Barat : Kec. Sumbermanjing Wetan dan Kec. Turen.

Wilayah kerja Puskesmas Dampit terdiri dari:


Desa/kelurahan

: 5 desa/ 1 kelurahan

Dukuh

: 24 dukuh

RK/RW

: 52 RK/RW

RT

: 386 RT

KK

: 17.822 KK

GAKIN

: 4.311 KK

NON GAKIN : 13.511 KK


Rumah

: 16.202 rumah

Posyandu
- Pratama

: 23

- Madya

: 21

- Purnama

: 11

- Mandiri

:5

: 60 posyandu aktif, yang terdiri dari posyandu;

d. Karakteristik Daerah
Wilayah kerja Puskesmas Dampit termasuk kec Dampit merupakan

wilayah perkebunan kopi dan merupakan daerah pegunungan pedesaan


dengan berbagai permasalahan.
Sebagian besar penduduk berpenghasilan sebagai petani tanaman
perkebunan seperti kopi, cengkih, jagung dan sebagian kecil pedagang,
maupun TKI di luar negeri.
Ketinggian

: 548 m dari permukaan laut (ditengah kota).

Tertinggi

: 778 m di desa Sukodono

Terendah
Luas

: 408 m di desa Bumirejo


: 78,54 km2.

Hubungan lalu lintas antar desa/kelurahan di beberapa tempat jalan


masih tanah atau berbatu, tetapi masih dapat dilalui kendaraan roda 2 atau
roda 4 dengan kondisi yang sangat licin bila hujan dan medannya sulit dengan
waktu tempuh paling cepat 15 menit dan paling lama 1,5 jam yaitu ke desa
Sukodono dan Srimulyo karena jalan yang rusak dan licin.
Jarak dari Puskesmas ke :
Kantor Kabupaten Malang

36 km

Dinas Kesehatan di Kepanjen

22 km

RS Saiful Anwar

37 km

RSUD Kepanjen

21 km

Gambar 2.1
Peta Wilayah Kerja Puskesmas Dampit
2.1.1.2
a.

Data Demografi :

Jumlah penduduk kecamatan Dampit

: 66.084 jiwa

laki-laki

: 33.092 jiwa

perempuan

: 32.992 jiwa

(jumlah penduduk berdasarkan Proyeksi Penduduk Jawa Timur


Per Kabupaten / Kota 2001 2010, umpan balik dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Malang).
b. Pertumbuhan penduduk berkisar antara 3,27 % s/d 4.66 % dengan
rata-rata pertumbuhan penduduk kec . Dampit

adalah

3,52 %,

merupakan daerah urban.

2.1.1.3 Sarana Kesehatan


a. Puskesmas Induk

: 1 Puskesmas

b. Puskesmas Pembantu

: 2 Pustu

c. Polindes

: 5 buah

d. Ponkesdes

: 6 buah

e. Posyandu Balita

: 60 pos

f.

: 14 pos

Posyandu Lansia

g. Pelayanan kesehatan swasta/peran serta masyarakat

RS Swasta

Poliklinik Swasta

Poskestren

: 1 pos

Posbindu

: 1 pos

Kader Posyandu

: 300 orang

Kader Posbindu

: 5 orang

Kader Peduli AIDS

: 4 orang

: 1 buah
: 2 buah

h. Pelayanan Kesehatan Rujukan

Balai Kesehatan Bokor Turen

RSD Kanjuruhan

RS Wava Husada

RS dr. Saiful Anwar Malang

i.

Jarak Kelurahan ke Puskesmas Dampit

Desa Sukodono : 18 km dengan kondisi jalan daerah pegunungan


yang berkelok-kelok dan ada beberapa jalan dengan kondisi
bebatuan.

Desa Baturetno : 10 km dengan kondisi jalan daerah pegunungan


yang berkelok-kelok

Desa Srimulyo

: 8 km dengan kondisi jalan daerah pegunungan

yang berkelok-kelok

Desa Bumirejo

: 6 km dengan kondisi jalan daerah pegunungan

yang berkelok-kelok

Desa Dampit

Desa Amadanom : 4 km dengan kondisi jalan daerah pegunungan

: 20 meter denga kondisi jalan aspal

berkelok-kelok

2.2

Profil Daerah Terpilih


2.2.1 Profil Kecamatan Dampit
Wilayah kerja Puskesmas Dampit termasuk Kecamatan Dampit
merupakan wilayah perkebunan kopi dan merupakan daerah pegunungan
pedesaan

dengan

berbagai

permasalahan.

Sebagian

besar

penduduk

berpenghasilan sebagai petani tanaman perkebunan seperti kopi, cengkeh,


jagung, dan sebagian kecil pedagang, maupun TKI di luar negeri. Hubungan lalu
lintas antar desa/kelurahan di beberapa tempat jalan masih tanah atau berbatu,
tetapi masih dapat dilalui kendaraan roda dua atau kendaraan roda 4 dengan
kondisi sangat licin bila hujan dan medan sulit dilalui. Jumlah penduduk
Kecamatan Dampit sebanyak 66.593 jiwa pada tahun 2015, terdiri dari 33.347
laki-laki dan 33.247 perempuan. Sarana pendidikan yang terdapat di Kecamatan
Dampit adalah 11 TK, 32 SD, 13 SLTP, 5 SLTA, dan 4 Pondok Pesantren.
Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas Dampit tahun 2015, didapatkan bahwa
kegiatan Puskesmas-Posyandu Kecamatan Dampit yang meliputi Upaya
Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) perlu dipertahankan dan ditingkatkan.
Kegiatan tersebut meliputi pelayanan usia lanjut (USILA), Cakupan Fe Ibu Hamil,
Balita Gizi Buruk, Komplikasi Neonatal Risiko Tinggi, dan Akseptor Baru KB.
Terdapat beberapa masalah kesehatan lainnya seperti masalah deteksi
KLB/IMS/TB, kesehatan kerja, pemeriksaan gigi dan mulut, cakupan jaminan
pemeliharaan kesehatan keluarga miskin, dan kegiatan kesehatan lingkungan
dan pemukiman yang masih perlu ditingkatkan dalam cakupan dan pelaksanaan
sesuai target tahun 2016.

BAB 3
METODE PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA
3.1

Metode Pengambilan Data Sekunder

Data sekunder berupa gambaran statistik 15 penyakit terbanyak di


Puskemas Dampit tahun 2015 yang diperoleh dari Puskesmas Dampit.
3.2

Metode Pengambilan Data Primer

Data primer didapatkan dari wawancara dengan kader di 5 desa dan 1


kelurahan di Puskesmas Dampit. Selain itu, dilakukan juga pengambilan data
menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada kader posyandu di tiap desa
dan kelurahan. Contoh kuesioner yang akan dibagikan dapat dilihat di lampiran.
3.3

Cara Perhitungan Responden

Secara statistik jumlah sampel minimal (minimally sample size) yang


diperlukan dalam penelitian ini agar sifatnya representative atau bisa
digeneralisasikan

dengan

menggunakan

rumus

Slovin

dengan

toleransi

kesalahan 5% dengan tingkat akurasi 95%.sebagai berikut :

N = Jumlah populasi

n = Jumlah Sampel
E = Batas Toleransi Kesalahan (eror tolerance)
Dari rumus Slovin didapatkan besar sampel untuk 300 kader posyandu
adalah sebesar 171,4 atau 171 kader dengan toleransi kesalahan yang
dikehendaki adalah 5%. Total sampel kemudian dibagi rata dengan 5 desa dan 1
kelurahan sehingga didapatkan 28,5 atau 29 sampel di tiap desa dan kelurahan.
Responden dipilih secara non-randomized dengan metode convenience
sampling dimana responden yang terpilih adalah perwakilan kader tiap desa dan
kelurahan di Puskesmas Dampit.

10

BAB 4
HASIL DAN ANALISIS DATA
4.1

Data Sekunder dan Analisis Deskriptif

4.1.1

Data Kesehatan di Kecamatan Dampit

Puskesmas Induk

: 1 Puskesmas

Puskesmas Pembantu : 2 Pustu


Polindes

: 5 buah

Ponkesdes

: 6 buah

Posyandu Balita

: 60 pos

Posyandu Lansia

: 14 pos

Pelayanan kesehatan swasta/peran serta masyarakat:


RS Swasta

: 1 buah

Poliklinik Swasta

: 3 buah

Poskestren

: 1 pos

Posbindu

: 1 pos

Kader Posyandu

: 300 orang

Kader Posbindu

: 5 orang

Kader Peduli AIDS

: 4 orang

Pelayanan Kesehatan Rujukan:

RSU Bala Keselamatan Bokor Turen

RSUD Kanjuruhan

RS Wava Husada

RSUD dr. Saiful Anwar Malang

RSI Gondanglegi
4.1.2

Data Penyakit Tidak Menular di Kecamatan Dampit

Berdasarkan data sekunder dari Puskesmas Dampit, penyakit tidak


menular yaitu hipertensi, asma, dan diabetes melitus tipe 2 masih menduduki 15
penyakit terbanyak di Puskesmas Dampit tahun 2015. Penyakit tidak menular
menempati urutan 8-10 dalam 15 penyakit terbanyak.Terlihat bahwa hipertensi

11

menempati urutan tertinggi pada rentang usia > 69 tahun sebanyak 134 kasus
dan urutan kedua pada rentang usia 45-69 tahun sebanyak 701 kasus. Diabetes
melitus menempati peringkat tertinggi ketiga adalah pada rentang usia 45-69
tahun sebanyak 529 kasus.
Tabel 4.1 Data 15 Penyakit Terbanyak di Puskesmas Dampit Tahun 2015
MENURUT GOLONGAN UMUR
N NAMA
O

-4

PENYAKIT

Th

5-

5-

5-

14T

44T

69T

>
69Th

JUMLA

PERSENTAS

Nasopharingit
1

is

Akuta

(common

1
.088

7
36

8
60

8
13

3.591

11%

2.783

9%

1.869

6%

- 1.630

5%

cold) ISPA
2 Carries Gigi
Infeksi
3

lain

pd

1
8

1
34

2
.358

2
48

2
5

akut
sal

pernafasan

9
95

4
71

2
38

1
52

1
3

atas
Peny Gusi &
4 Jaringan

Periodental

7
dan

6 Gastroenteriti
s non spesifik
7 Peny
pada

.572

5 Gastrtitis
Diare

lain
sal 22

08

18

5
16

4
31

2
94

15

35

50

0
2

33
4

1.596

5%

4 1.421

4%

4 1.329

4%

59
12

pernafasan
bag atas.
8

Hipertensi

Primer

9 Asma

9
4

2
2

7
01

2
23

929

3%

648

2%

5 620

2%

- 581

2%

34
3

84

1
7

type 2: Non
1 insulin
0

dependen

8
3

5
29

DM
1
1

Typus perut

27

1 Calculus dan
2

Deposit lain

2
0

1 Arthritis tidak
3

spesifik
1

4
1
5

83

Tonsilitis

93
1

52
-

1
78

1%

418

1%

- 411

1%

6
3

28
7

1
40

456

29
6

Penyakit otot
dan jaringan

7
8

39

51

93

2
7

352

1%

18.634

59%

pengikat lain
JUMLAH SELURUH KASUS PENYAKIT RAWAT
JALAN
TOTAL

KASUS

RAWAT

JALAN

YANG

DI

TANGANI

31.738

Sumber : Data Rawat Jalan Poli Puskesmas Dampit tahun 2015


Setelah

mengumpulkan

dan

menganalisis

data

sekunder

dari

Puskesmas Dampit, maka berikutnya kami mengumpulkan data primer yang


didapatkan dari pembagian kuesioner dan wawancara dengan kader posyandu

13

puskesmas Dampit. Data primer ini digunakan untuk mengetahui pengetahuan


tentang posbindu, penyakit tidak menular, dan kontribusi pada posbindu.
Kuesioner telah kami bagikan kepada 171 responden dengan pembagian 19
orang tiap desa/kelurahan yang mewakili 300 kader di Puskesmas Dampit..
4.2 Data Primer
4.2.1 Wawancara dan Survei
Wawancara dilakukan pada perwakilan kader di tiap desa atau
kelurahan di puskesmas Dampit. Berdasarkan wawancara dengan kader,
kebanyakan kader tidak mengerti tentang posbindu dan bahaya penyakit tidak
menular walaupun menurut kader banyak warga yang mungkin menderita
kencing manis, darah tinggi/hipertensi, dan penyakit lainnya. Banyak warga yang
tidak mau berobat ke Puskesmas Dampit karena kendala akses jalan yang
seperti bukit.
Saat kunjungan ke desa Srimulyo yang sebelumnya telah dijalankan
program posbindu, kader mengatakan bahwa banyak warga yang malas datang
ke Posbindu karena tidak ada keluhan atau merasa sehat.
4.2.2 Kuesioner
Dalam kuesioner diberikan sejumlah pertanyaan dan pernyataan yang
digunakan untuk menilai pengetahuan tentang posbindu, penyakit tidak menular,
dan kontribusi pada posbindu. Pengisian kuesioner dipimpin oleh dokter muda
dan dilakukan saat pelaksaan posyandu di tiap desa/kelurahan.
Responden dipilih secara non-randomized dengan metode purposive
dimana terdapat 171 responden berdasarkan rumus Slovin. Responden dibagi 6
sesuai jumlah desa dan kelurahan sehingga didapatkan 29 responden di tiap
desa atau kelurahan. Responden yang terpilih adalah kader kesehatan di
posyandu di tiap desa.

14

PENGETAHUAN TENTANG POSBINDU

BENAR
SALAH

41.3
58.7

Kuesioner diawali dengan pertanyaan mengenai pengetahuan posbindu yang


terdiri dari tiga pertanyaan meliputi kepanjangan posbindu, fungsi posbindu, dan
usia sasaran posbindu. Dilanjutkan pertanyaan tentang pengetahuan kader
mengenai penyakit tidak menular yang terdiri dari jumlah masyarakat yang
terkena penyakit tidak menular dan pentingnya posbindu terhadap penyakit tidak
menular.

Pertanyaan

terakhir

membahas

keinginan

masyarakat

untuk

berkontribusi dalam pelaksanaan posbindu.


Gambar 4.1 Grafik Pengetahuan tentang Posbindu

PENGETAHUAN PENYAKIT TIDAK MENULAR

56

44

TAHU
TIDAK TAHU

Sekitar 58,7% responden yang terdiri dari kader posyandu masih belum
mengetahui tentang posbindu, fungsi posbindu, dan usia sasaran posbindu. Hal

15

ini menunjukkan bahwa posbindu yang merupakan salah satu program


pemerintah masih belum dikenal luas dan perlu lebih banyak dipromosikan
meskipun 41,3% responden dapat menjawab dengan benar.
Gambar 4.2 Grafik tentang Pengetahuan Penyakit Tidak Menular
Secara ringkas, dari segi pengetahuan tentang penyakit tidak menular,
sebagian besar warga belum memahami bahaya penyakit tidak menular dan
kegunaan posbindu untuk mencegah lebih lanjut. Hal ini dapat dilihat dari 56%
kader yang tidak mengetahui tentang bahaya penyakit tidak menular dan peran
posbindu. Namun, promosi tentang posbindu kemungkinan bisa meningkatkan
persentase kader yang mengetahui penyakit tidak menular dan peran posbindu
karena 44% responden kader sudah mengetahui hal tersebut.

KONTRIBUSI KADER
12

YA
TIDAK
88

Gambar 4.3 Grafik Kontribusi Kader


Pertanyaan terakhir mengenai kesediaan kader untuk berkontribusi
dalam pembentukan dan pelayanan posbindu cukup memuaskan karena 88%
responden kader memiliki keinginan untuk berkontribusi meskipun 12%
responder tidak ingin terlibat dalam posbindu.
.

16

BAB 5
DIAGNOSIS KOMUNITAS
5.1

Identifikasi Permasalahan Kesehatan Utama


Berdasarkan analisis data sekunder dan data primer yang telah

dikumpulkan, didapatkan beberapa masalah kesehatan di wilayah kerja


Puskesmas Dampit. Untuk mengidentifikasi prioritas permasalahan yang
terdapat di Puskesmas Dampit, maka digunakan metode identifikasi masalah
menggunakan kriteria M (magnitude), S (Seriousness), dan F (Feasibility). Pada
setiap masalah ditentukan skor 1 s.d 5 :

Magnitude (berapa jumlah orang yang langsung terkena masalah atau potensial
terkena masalah), 1 = ringan; 5 = berat.

Seriousness of the consequences (keseriusan masalah, berapa besar


ancaman kematian akibat masalah, serta potensi beban di komunitas),

1 =

ringan; 5 = berat.

Feasibility of correcting (apakah masalah yang ada masih bisa diintervensi,


apakah masalah bisa dicegah), 1 = tidak bisa; 5 = sangat bisa.

17

Tabel 5.1 Skoring Permasalahan Kesehatan di Puskesmas Dampit

No

1.

2.

3.

5.

Masalah
ISPA selalu menduduki
peringkat pertama dalam
daftar 15 penyakit rawat
jalan Puskesmas terbanyak
sejak tahun 2014 hingga
Desember 2015
Caries gigi menempati
peringkat kedua sejak
Januari hingga Desember
2015 dengan penderita
terbanyak golongan usia 15
44 tahun dengan
persentase kasus sebesar
9%
Kasus penyakit tidak
menular seperti hipertensi,
DM, Asma masih
menduduki dalam daftar 15
penyakit terbanyak rawat
jalan Puskesmas hingga
Desember 2015 yaitu
sebanyak 2549 kasus
dengan total persentase
sebesar 8% dari total rawat
jalan Puskesmas dan
banyak didapatkan pada
rentang usia 15-69 tahun
Kasus Gastritis menduduki
peringkat kelima kasus
rawat jalan terbanyak pada
bulan Desember 2015 yaitu
86 kasus dari 1374 pasien
rawat jalan dan paling
banyak mengenai usia
produktif yaitu 15-44 tahun
dengan persentase kasus
sebesar 4%
Diare menempati peringkat
keenam sejak Januari
hingga Desember 2015
dengan penderita
terbanyak golongan usia 15
44 tahun dengan
persentase kasus sebesar
4%

DM
1

DM
2

DM
3

DM
4

DM
5

DM
A
6

Total

11

12

10

11

10

11

10

10

12

11

108

10

10

10

10

10

93

13

13

14

12

13

11

12

14

12

12

126

10

11

11

10

13

10

10

10

102

11

10

10

10

10

12

98

18

Keterangan tabel 5.1 :


DM 1 : Kevin H.
DM 2 : Irna
DM 3 : Aniek
DM 4 : Kartika
DM 5 : Arya
DM 6 : Maria
A

: dr. Tjiam Prayitno

: B. Eri ( Perawat )

: B. Tris ( Ka TU )

: P. Puguh ( Perawat )

19

5.2 Diagram Ishikawa

MANUSIA

LINGKUNGAN
Ada beberapa desa
yang memiliki
wilayah cukup luas

Kurangnya pengetahuan dari kader


desa tentang POSBINDU

METODE

Belum ada penyuluhan


mendalam tentang POSBINDU
dan penyakit tidak menular

Kurang intensif promosi


POSBINDU

Kurangnya dukungan tokoh


masyarakat seperti kepala
desa

Terbatasnya tenaga
kesehatan dari
Puskesmas

Kesadaran kepala desa dan


tokoh masyarakat yang
kurang

Masih belum ada buku


petunjuk praktis pengadaan
POSBINDU

Puskesmas lebih
mengutamakan program
prioritas lainnya

Rendahnya jumlah
POSBINDU di wilayah
kerja Kecamatan
Dampit

Terbatasnya dana Puskesmas


untuk mengadakan POSBINDU
dan penyediaan alat untuk
tiap desa
Belum tersedianya
anggaran desa untuk
mengadakan
POSBINDU

Peralatan
POSBINDU
masih kurang
Tidak ada dana, tidak ada
upaya swadaya masyarakat

SARANA

DANA

Gambar 5.1 Diagram Ishikawa (Fishbone) dari


Prioritas Masalah
20

5.3 Analisis Faktor Resiko

Identifikasi risk factor dan contributing risk factor dari suatu masalah dapat menggunaka
atau diagram Ishikawa. Pada konsep LaLonde terdiri dari faktor perilaku, faktor lingkungan, faktor
pelayanan kesehatan. Pada diagram Ishikawa atau fishbone diagram, yang lebih sering disebut

effect diagram, faktor resiko diidentifikasi melalui pendekatan 5M (man power/ faktor manusia, m

method/ metode pendekatan penyelesaian masalah yang sudah dilakukan, material/ materi yan

kepada masyarakat, machine/ teknologi yang sudah dimanfaatkan, mother nature/ faktor ling
Ishikawa terdiri dari 2 bagian, yaitu kepala ikan dan bagian tulang ikan.

Bagian kepala ikan yang terletak di sebelah kanan, berupa masalah utama atau topik yan
penyebabnya, yaitu rendahnya jumlah Posbindu di wilayah kerja Kecamatan Dampit. Bagian

menjadi beberapa kategori yang bisa berpengaruh terhadap masalah utama. Dari masing

dikembangkan faktor-faktor yang lebih detail. Hasil dari diagram ini dapat digunakan untuk mene
tindakan yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan kesehatan tersebut.
5.4 Identifikasi Akar Permasalahan Utama

Dari diagram Ishikawa didapatkan beberapa penyebab permasalahan yaitu kurangnya p

desa tentang Posbindu, kurang intensifnya promosi tentang Posbindu, terbatasnya tenaga kesehata

ada beberapa desa yang memiliki wilayah cukup luas, kurangnya dukungan tokoh masyarak

penyuluhan mendalam tentang Posbindu dan penyakit tidak menular, puskesmas lebih mengu

prioritas lainnya, masih belum ada buku petunjuk pengadaan Posbindu, peralatan Posbindu ya
terbatasnya dana puskesmas untuk mengadakan Posbindu dan belum tersedianya anggaran desa
Posbindu. Hal ini menyebabkan rendahnya jumlah Posbindu di wilayah kerja Kecamatan Dampit.
Dari diagram Ishikawa, didapatkan akar permasalahan utama yaitu:
1

Masih kurangnya pengetahuan dari kader desa tentang Posbindu dan penyakit tidak menular

Terbatasnya tenaga kesehatan dari puskesmas untuk menjalankan Posbindu

Kurangnya dukungan tokoh masyarakat seperti kepala desa

5.5 Penentuan Solusi Permasalahan

Prioritas pemecahan masalah didapatkan dengan melakukan skoring metode PEARL (P


Acceptability, Resource, dan Legality).

Tabel 5.2 Skoring Prioritas Pemecahan Masalah

21

No.

1.

2.

3.

Masalah
Masih
kurangnya
pengetahuan
dari kader desa
tentang
Posbindu dan
penyakit tidak
menular
Terbatasnya
tenaga
kesehatan dari
Puskesmas
untuk
menjalankan
Posbindu
Kurangnya
dukungan tokoh
masyarakat,
seperti kepala
desa

Solusi

Penyuluhan

Buku pedoman

Penyuluhan kader

Pelatihan kader
Mengundang tokoh
masyarakat untuk
hadir dalam
kegiatan launching
Posbindu
Penyuluhan
terhadap tokoh
masyarakat

Total

15

14

22

BAB 6
TINJAUAN PUSTAKA
6.1 POSBINDU PTM
A.Pengertian

Posbindu PTM merupakan peran serta masyarakat dalam melakukan kegiatan de

pemantauan faktor penyebab PTM Utama yang dilaksanakan secara terpadu, rutin, dan periodik. F

penyakit tidak menular (PTM) meliputi merokok, konsumsi minuman beralkohol, pola makan tida

aktifitas fisik, kegemukkan, stres, hipertensi, hiperglikemi, hiperkolesterol serta menindak lanjuti se

penyebab yang ditemukan melalui konseling kesehatan dan segera merujuk ke fasilitas pelayanan k

Kelompok PTM Utama adalah kencing manis, kanker, penyakit jantung dan pembuluh dara

akibat penyempitan saluran nafas dalam jangka waktu lama, dan gangguan akibat kecelak
kekerasan.
B. Tujuan

Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan penemuan dini faktor penye
C. Sasaran Kegiatan

Sasaran utama adalah kelompok masyarakat sehat, berisiko dan penyandang PTM berusia 15 tahun
D. Wadah Kegiatan
Posbindu PTM dapat dilaksanakan terintegrasi dengan upaya

kesehatan bersumber masyarakat yang sudah ada, di tempat kerja atau di klinik perus

pendidikan, tempat lain di mana masyarakat dalam jumlah tertentu berkumpul/beraktivitas secara
mesjid, gereja, klub olah raga, pertemuan organisasi politik maupun kemasyarakatan.

Pengintegrasian yang dimaksud adalah memadukan pelaksanaan Posbindu PTM deng

sudah dilakukan meliputi kesesuaian waktu dan tempat, serta memanfaatkan sarana dan tenaga yan
E. Pelaku Kegiatan

Pelaksanaan Posbindu PTM dilakukan oleh kader kesehatan yang telah ada atau be

masing-masing kelompok/organisasi/lembaga/ tempat kerja yang bersedia menyelenggarakan po

dilatih secara khusus, dibina atau difasilitasi untuk melakukan pemantauan faktor penyebab PTM

kelompok atau organisasinya. Kriteria Kader Posbindu PTM antara lain berpendidikan minimal SLTA
melakukan kegiatan berkaitan dengan Posbindu PTM.
F. Bentuk Kegiatan
Posbindu PTM meliputi 10 (sepuluh) kegiatan yaitu:
1. Kegiatan penggalian informasi faktor penyebab dengan wawancara sederhana tentang riwayat PTM

diri peserta, aktifitas fisik, merokok, kurang makan sayur dan buah, potensi terjadinya cedera dan keker
23

tangga, serta informasi lainnya yang dibutuhkan untuk identifikasi masalah kesehatan berkaitan deng
Aktifitas ini dilakukan saat pertama kali kunjungan dan berkala sebulan sekali.

2. Kegiatan pengukuran berat badan, tinggi badan, Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar perut, analisis
tekanan darah sebaiknya diselenggarakan 1 bulan sekali. Analisa lemak tubuh hanya dapat dilakukan

ke atas. Untuk anak, pengukuran tekanan darah disesuaikan ukuran mansetnya dengan ukuran lengan

3. Kegiatan pemeriksaan fungsi paru sederhana diselenggarakan 1 tahun sekali bagi yang sehat, sement

bulan sekali dan penderita gangguan paru-paru dianjurkan 1 bulan sekali. Pemeriksaan arus puncak

dengan peakflowmeter pada anak dimulai usia 13 tahun. Pemeriksaan fungsi paru sederhana sebaik
tenaga kesehatan yang telah terlatih.

4. Kegiatan pemeriksaan gula darah bagi individu sehat paling sedikit diselenggarakan 3 tahun sekali d

mempunyai faktor penyebab PTM atau penyandang kencing manis paling sedikit 1 tahun sekali. Untuk
darah dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat/bidan/analis

24

laboratorium dan lainnya).


5.

Kegiatan pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida, bagi

individu sehat disarankan 5 tahun sekali dan bagi yang telah mempunyai faktor
penyebab PTM 6 bulan sekali dan penderita gangguan lemak dalam darah
minimal 3 bulan sekali. Untuk pemeriksaan Gula darah dan Kolesterol darah
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang ada di lingkungan kelompok masyarakat
tersebut.
6.

Kegiatan

pemeriksaan

IVA (Inspeksi

Visual Asam Asetat)

dilakukan sebaiknya minimal 5 tahun sekali bagi individu sehat, setelah hasil IVA
positif, dilakukan tindakan pengobatan krioterapi, diulangi setelah 6 bulan, jika
hasil IVA negatif dilakukan pemeriksaan ulang 5 tahun, namun bila hasil IVA
positif dilakukan tindakan pengobatan krioterapi kembali. Pemeriksaan IVA
dilakukan oleh bidan/dokter yang telah terlatih dan tatalaksana lanjutan dilakukan
oleh dokter terlatih di Puskesmas .
7.

Kegiatan pemeriksaan kadar alkohol pernafasan dan tes amfemin

kencing bagi kelompok pengemudi umum yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
(dokter, perawat/bidan/analis laboratorium dan lainnya).
8.

Kegiatan konseling dan penyuluhan, harus dilakukan setiap

pelaksanaan Posbindu PTM. Hal ini penting dilakukan karena pemantauan faktor
penyebab

kurang

bermanfaat

bila

masyarakat

tidak

tahu

cara

mengendalikannya.
9.

Kegiatan aktifitas fisik dan atau olah raga bersama, sebaiknya

tidak hanya dilakukan jika ada penyelenggaraan Posbindu PTM namun perlu
dilakukan rutin setiap minggu.
Kegiatan rujukan ke fasilitas layanan kesehatan dasar di wilayahnya
dengan pemanfaatan sumber daya tersedia termasuk upaya respon cepat
sederhana dalam penanganan pra-rujukan.
G.

Pengelompokan Tipe Posbindu.

Berdasarkan jenis kegiatan deteksi dini, pemantauan dan tindak lanjut


yang dapat dilakukan oleh Posbindu PTM, maka dapat dibagi menjadi 2
kelompok Tipe Posbindu PTM, yaitu;
a.

Posbindu PTM Dasar meliputi pelayanan deteksi dini faktor

penyebab sederhana, yang dilakukan dengan wawancara terarah melalui


25

penggunaan instrumen untuk mengidentifikasi riwayat penyakit tidak menular


dalam keluarga dan yang telah diderita sebelumnya, perilaku berisiko, potensi
terjadinya cedera dan kekerasan dalam rumah tangga, pengukuran berat badan,
tinggi badan, lingkar perut, Indeks massa tubuh (IMT), alat analisa lemak tubuh,
pengukuran tekanan dara, pemeriksaan uji fungsi paru sederhana serta
penyuluhan mengenai pemeriksaan payudara sendiri
b.

Posbindu PTM Utama yang meliputi pelayanan Posbindu PTM

Dasar ditambah pemeriksaan gula darah, kolesterol total dan trigliserida,


pemeriksaan klinis payudara, pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat),
pemeriksaan kadar alkohol pernafasan dan tes amfetamin kencing bagi
kelompok pengemudi umum, dengan pelaksana tenaga kesehatan terlatih
(Dokter, Bidan, perawat kesehatan/tenaga analis laboratorium/lainnya) di
desa/kelurahan,

kelompok

masyarakat,

lembaga/institusi.

Untuk

penyelenggaraan Posbindu PTM Utama dapat dipadukan dengan Pos


Kesehatan

Desa

atau

Kelurahan

siaga

aktif,

maupun

di

kelompok

masyarakat/lembaga/institusi yang tersedia tenaga kesehatan tersebut sesuai


dengan kompetensinya.
H.

Kemitraan

Dalam penyelenggaraan Posbindu PTM pada tatanan desa/kelurahan


perlu dilakukan kemitraan dengan forum desa/kelurahan Siaga, industri, dan
klinik swasta untuk mendukung implementasi dan pengembangan kegiatan.
Kemitraan dengan forum desa/kelurahan siaga aktif, pos kesehatan
desa/kelurahan serta klinik swasta bermanfaat bagi Posbindu PTM untuk
komunikasi dan koordinasi dalam mendapatkan dukungan dari pemerintah
daerah.
Dukungan dapat berupa sarana/prasarana lingkungan yang kondusif
untuk menjalankan pola hidup sehat misalnya fasilitas olah raga atau sarana
pejalan kaki yang aman dan sehat. Melalui klinik desa siaga (jika sudah ada)
dapat dikembangkan sistim rujukan dan dapat diperoleh bantuan teknis medis
untuk

pelayanan

penyelenggaraan

kesehatan.
Posbindu

Sebaliknya
PTM

bagi

merupakan

forum
akselerasi

Desa

Siaga

pencapaian

Desa/Kelurahan Siaga Aktif.

26

Kemitraan dengan industri khususnya industri farmasi bermanfaat dalam


pendanaan dan fasilitasi alat. Misalnya pemberian alat glukometer, tensimeter
sangat bermanfaat untuk pelaksanaan Posbindu PTM dengan standar lengkap.
Sedangkan kemitraan dengan klinik swasta, bagi Posbindu PTM bermanfaat
untuk memperoleh bantuan tenaga untuk pelayanan medis atau alat kesehatan
lainnya. Bagi klinik swasta, kontribusinya dalam penyelenggaraan Posbindu PTM
dapat meningkatkan citra dan fungsi sosialnya.
6.2 LANGKAH-LANGKAH PENYELENGGARAAN POSBINDU PTM
A.

Persiapan

1.

Kabupaten /Kota berperan untuk melakukan inisiasi dengan

berbagai rangkaian kegiatan.


Langkah persiapan diawali dengan pengumpulan data dan informasi
besaran masalah PTM, sarana-prasarana pendukung dan sumber daya
manusia. Hal ini dapat diambil dari data RS Kabupaten/Kota, Puskesmas, Profil
Kesehatan Daerah, Riskesdas, atau hasil survei lainnya. Informasi tersebut
dipergunakan oleh fasilitator sebagai bahan advokasi untuk mendapatkan
dukungan kebijakan maupun dukungan pendanaan sebagai dasar perencanaan
kegiatan Posbindu PTM.

Selanjutnya

dilakukan

identifikasi

kelompok

potensial

baik

ditingkat kabupaten/kota maupun dilingkup Puskesmas. Kelompok potensial


antara lain kelompok/organisasi masyarakat,tempat kerja, sekolah, koperasi, klub
olah raga, karang taruna dan kelompok lainnya. Kepada kelompok masyarakat
potensial terpilih dilakukan sosialisasi tentang besarnya masalah PTM,
dampaknya bagi masyarakat dan dunia usaha, strategi pengendalian serta
tujuan dan manfaat Posbindu PTM. Hal ini dilakukan sebagai advokasi agar
diperoleh dukungan dan komitmen dalam menyelenggarakan Posbindu PTM.
Apabila jumlah kelompok potensial terlalu besar pertemuan sosialisasi dan
advokasi dapat dilakukan beberapa kali. Dari pertemuan sosialisasi tersebut
diharapkan telah teridentifikasi kelompok/lembaga/organisasi yang bersedia
menyelenggarakan posbindu PTM. Tindak lanjut yang dilakukan oleh pengelola
program di Kabupaten/Kota adalah melakukan pertemuan koordinasi dengan
kelompok

potensial

yang

bersedia

menyelenggarakan

Posbindu

PTM.

27

Pertemuan ini diharapkan menghasilkan kesepakatan bersama berupa kegiatan


penyelenggaraan Posbindu PTM, yaitu :

Kesepakatan menyelenggarakan Posbindu PTM.

Menetapkan kader dan pembagian peran, fungsinya sebagai

tenaga pelaksana Posbindu PTM.

Menetapkan jadwal pelaksanaan Posbindu PTM.

Merencanakan besaran dan sumber pembiayaan.

Melengkapi sarana dan prasarana.

Menetapkan tipe Posbindu PTM sesuai kesepakatan dan

kebutuhan.
-

Menetapkan mekanisme kerja antara kelompok potensial dengan

petugas kesehatan pembinanya.

2.

Puskesmas berperan untuk;

Memberikan informasi dan sosialisasi tentang PTM, upaya

pengendalian serta manfaatnya bagi masyarakat, kepada pimpinan wilayah


misalnya camat, kepala desa/lurah.

Mempersiapkan sarana dan tenaga di Puskesmas dalam

menerima rujukan dari Posbindu PTM.

Memastikan ketersediaan sarana, buku pencatatan hasil kegiatan

dan lainnya untuk kegiatan posbindu PTM di kelompok potensial yang telah
bersedia menyelenggarakan Posbindu PTM.

Mempersiapkan pelatihan tenaga pelaksana Posbindu PTM,

Menyelenggarakan pelatihan bersama pengelola program di

Kabupaten/kota.

Mempersiapkan mekanisme pembinaan.

Mengidentifikasi kelompok potensial untuk menyelenggarakan Posbindu


PTM serta kelompok yang mendukung terselenggarakannya Posbindu PTM,
misalnya swasta/dunia usaha, PKK, LPM, Koperasi Desa, Yayasan Kanker,
Yayasan Jantung Indonesia, organisasi profesi seperti PPNI, PPPKMI, PGRI,
serta lembaga pendidikan misalnya Fakultas Kedokteran, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Psikologi, Fakultas Keperawatan dan lainnya.

28

B.

Pelatihan PTM tenaga pelaksana/Kader Posbindu PTM

1.

Tujuan :

Memberikan pengetahuan tentang PTM, faktor penyebab, dampak, dan


pengendalian PTM.

Memberikan pengetahuan tentang Posbindu PTM.

Memberikan kemampuan dan ketrampilan dalam memantau faktor


penyebab PTM.

Memberikan ketrampilan dalam melakukan konseling serta


tindak lanjut lainnya.

2. Materi Pelatihan Kader/Pelaksana Posbindu PTM

NO

MATERI PELATIHAN

1 PTM dan penyebab


2 Posbindu PTM dan pelaksanaannya
3 Tahapan kegiatan Posbindu PTM :
a.

Meja 1 : pendaftaran, pencatatan

b.

Meja 2 : tehnik wawancara terarah

c.

Meja 3 : pengukuran tinggi badan, berat badan, berat badan ideal,

Lingkar Perut dan Analisa lemak tubuh


d.

Meja 4:pengukuran Tekanan darah Gula, Kolesterol total dan


Trigliserida darah, pemeriksaan klinis payudara, Uji Fungsi paru
sederhana, IVA, kadar alkohol pernafasan dan tes amfetamin
kencing

e.

Meja 5 : konseling, edukasi dan tindak lanjut lainnya

Cara pengukuran Berat Badan, Tinggi Badan, Lingkar perut, IMT,

Analisa Lemak Tubuh, tekanan darah


3.

Peserta pelatihan: Jumlah peserta maksimal 30 orang agar

pelatihan berlangsung efektif.


4.

Waktu pelaksanaan pelatihan selama 3 hari atau disesuaikan

dengan kondisi setempat dengan modul yang telah dipersiapkan.


5.

Standar Sarana Posbindu PTM

29

Sarana dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan


Posbindu PTM adalah sebagai berikut :
a)

Untuk standar minimal lima set meja-kursi, pengukur tinggi badan,

timbangan berat badan, pita pengukur lingkar perut, dan tensimeter serta buku
pintar kader tentang cara pengukuran tinggi badan dan berat badan, pengukuran
lingkar perut, alat ukur analisa lemak tubuh dan pengukuran tekanan darah
dengan ukuran manset dewasa dan anak, alat uji fungsi paru sederhana
(peakflowmeter) dan media bantu edukasi.
b)

Sarana standar lengkap diperlukan alat ukur kadar gula darah,

alat ukur kadar kolesterol total dan trigliserida, alat ukur kadar pernafasan
alkohol, tes amfetamin kencing kit, dan IVA kit.
c)

Untuk kegiatan deteksi dini kanker leher rahim (IVA) dibutuhkan

ruangan khusus dan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan (Dokter
ataupun Bidan di kelompok masyarakat/lembaga/institusi) yang telah terlatih dan
tersertifikasi.
d)

Untuk pelaksanaan pencatatan hasil pelaksanaan Posbindu PTM

diperlukan kartu menuju sehat Faktor penyebab Penyakit Tidak Menular (KMS
FR-PTM) dan buku pencatatan.
Di bawah ini diuraikan berbagai perlengkapan deteksi dini dan
tindak lanjut sesuai dengan jenis layanan Posbindu PTM ;
Tabel 2. Standar Sarana Posbindu PTM

30

C.

Kegiatan Kader Pelaksana Posbindu PTM

Setelah Kader Pelaksana dilatih langkah yang dilakukan :


1. Melaporkan kepada pimpinan organisasi/lembaga atau pimpinan
wilayah.
2. Mempersiapkan dan melengkapi sarana yang dibutuhkan.
3. Menyusun rencana kerja.
4. Memberikan informasi kepada sasaran.
5. Melaksanakan wawancara, pemeriksaan, pencatatan dan rujukan bila diperlukan
setiap bulan.
6. Melaksanakan konseling.
7. Melaksanakan penyuluhan berkala.
8. Melaksanakan kegiatan aktifitas fisik bersama.
9. Membangun jejaring kerja
10. Melakukan konsultasi dengan petugas bila diperlukan.
6.3 PELAKSANAAN POSBINDU PTM
A.

Waktu Penyelenggaraan

Posbindu PTM dapat diselenggarakan dalam sebulan sekali, bila


diperlukan dapat lebih dari satu kali dalam sebulan untuk kegiatan pengendalian
faktor penyebab PTM lainnya, misalnya olahraga bersama, sarasehan dan
lainnya. Hari dan waktu yang dipilih sesuai dengan kesepakatan serta dapat saja
disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat.
B.

Tempat

Tempat pelaksanaan sebaiknya berada pada lokasi yang mudah


dijangkau dan nyaman bagi peserta. Posbindu PTM dapat dilaksanakan di salah
satu rumah warga, balai desa/kelurahan, salah satu kios di pasar, salah satu
ruang perkantoran/klinik perusahaan, ruangan khusus di sekolah, salah satu
ruangan di dalam lingkungan tempat ibadah, atau tempat tertentu yang
disediakan oleh masyarakat secara swadaya.
C.

Pelaksanaan Kegiatan

Posbindu PTM dilaksanakan dengan 5 tahapan layanan yang disebut


sistem 5 meja, namun dalam situasi kondisi tertentu dapat disesuaikan dengan
kebutuhan dan kesepakatan bersama. Kegiatan tersebut berupa pelayanan
deteksi dini dan tindak lanjut sederhana serta monitoring terhadap faktor
penyebab penyakit tidak menular, termasuk rujukan ke Puskesmas. Dalam
31

pelaksanaannya pada setiap langkah secara sederhana dapat diuraikan sebagai


berikut;

Pembagian peran kader Posbindu PTM idealnya sebagai berikut, namun


sebaiknya setiap kader memahami semua peranan tersebut, pelaksanaannya
dapat disesuaikan dengan kesepakatan.

32

E. Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan hasil kegiatan Posbindu PTM dilakukan oleh kader. Petugas
Puskesmas mengambil data hasil kegiatan posbindu PTM yang digunakan untuk
pembinaan, dan melaporkan ke instansi terkait secara berjenjang. Untuk
pencatatan digunakan :
1)

Kartu Menuju Sehat (KMS) FR-PTM

Pada pelaksanaan pemantauan, kondisi faktor penyebab PTM harus


diketahui oleh yang diperiksa maupun yang memeriksa. Masing-masing peserta
harus mempunyai alat pantau individu berupa Kartu Menuju Sehat (KMS) FRPTM. Untuk mencatat kondisi faktor penyebab PTM. Kartu ini disimpan oleh

33

masing-masing peserta, dan harus selalu dibawa ketika berkunjung ke tempat


pelaksanaan Posbindu PTM. Tujuannya agar setiap individu dapat melakukan
mawas diri dan melakukan tindak lanjut, sesuai saran Kader/Petugas.
Sedangkan bagi Petugas dapat digunakan untuk melakukan tindakan dan
memberi saran tindak lanjut yang diperlukan sesuai dengan kondisi peserta
Posbindu.
Format KMS FR-PTM mencakup nomor identitas, data demografi, waktu
kunjungan, jenis faktor penyebab PTM dan tindak lanjut. Pada KMS FR-PTM
ditambahkan keterangan golongan darah dan status penyandang PTM yang
berguna sebagai informasi medis jika pemegang kartu mengalami kondisi darurat
di perjalanan. Hasil dari setiap jenis pengukuran/pemeriksaan faktor penyebab
PTM pada setiap kunjungan peserta ke Posbindu dicatat pada KMS FR-PTM
oleh masing-masing kader faktor penyebab. Demikian pula tindak lanjut yang
dilakukan oleh kader.
2) Buku Pencatatan Hasil Kegiatan Posbindu PTM
Buku pencatatan diperlukan untuk mencatat identitas dan keterangan
lain mencakup nomor, No KTP/ kartu identitas lainnya, nama, umur, dan jenis
kelamin. Buku ini merupakan dokumen/file data pribadi peserta yang berguna
untuk konfirmasi lebih lanjut jika suatu saat diperlukan. Melalui buku ini, dapat
diketahui karakteristik peserta secara umum. Buku Pencatatan Faktor penyebab
PTM diperlukan untuk mencatat semua kondisi faktor penyebab PTM dari setiap
anggota/peserta. Buku ini merupakan alat bantu mawas diri bagi koordinator dan
seluruh petugas Posbindu dalam mengevaluasi kondisi faktor penyebab PTM
seluruh peserta.
Hasil pengukuran/pemeriksaan faktor penyebab yang masuk dalam
kategori buruk diberi tanda warna yang menyolok. Melalui buku ini kondisi
kesehatan seluruh peserta dapat terpantau secara langsung, sehingga
koordinator maupun petugas dapat mengetahui dan mengingatnya serta
memberikan motivasi lebih lanjut. Selain itu buku tersebut merupakan file data
kesehatan peserta yang sangat berguna untuk laporan secara khusus misalnya
ketika diperlukan data kesehatan untuk kelompok usia lanjut atau data jumlah
penderita PTM, dan juga merupakan sumber data surveilens atau riset/penelitian
secara khusus jika suatu saat diperlukan.

34

Tindak Lanjut Hasil Posbindu PTM


Tujuan dari penyelenggaran Posbindu PTM , yaitu agar faktor penyebab
PTM dapat dicegah dan dikendalikan lebih dini. Faktor penyebab PTM yang telah
terpantau secara rutin dapat selalu terjaga pada kondisi normal atau tidak masuk
dalam kategori buruk, namun jika sudah berada dalam kondisi buruk, faktor
penyebab tersebut harus dikembalikan pada kondisi normal. Tidak semua cara
pengendalian faktor penyebab PTM, harus dilakukan dengan obat-obatan.
Pada tahap dini, kondisi faktor penyebab PTM dapat dicegah dan
dikendalikan melalui diet yang sehat, aktifitas fisik yang cukup dan gaya hidup
yang sehat seperti berhenti merokok, pengelolaan stres dan lain-lain. Melalui
konseling dan/atau edukasi dengan kader konselor/edukator, pengetahuan dan
keterampilan masyarakat untuk mencegah dan mengendalikan faktor penyebab
PTM dapat ditingkatkan. Dengan proses pembelajaran di atas secara bertahap,
maka setiap individu yang mempunyai faktor penyebab akan menerapkan gaya
hidup yang lebih sehat secara mandiri.

35

Keterangan :

Pada kunjungan pertama, semua Faktor penyebab peserta

diperiksa. Untuk pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) dilakukan pada
perempuan telah berhubungan seksual/menikah usia > 35 th/ riwayat pernikahan
> 1 kali dan dilakukan oleh bidan terlatih.

Pada kunjungan berikutnya bagi peserta yang tidak berisiko dan

berisiko Faktor penyebab PTM dilakukan pemantauan pada Faktor penyebab


perilaku, BB, Lingkar Perut, IMT, Analisa Lemak Tubuh, Tekanan Darah setiap
bulan.

Untuk peserta yang berisiko merokok dan gejala batuk dilakukan

pemeriksaan arus puncak respirasi setiap 3 bulan.

Untuk peserta yang mempunyai faktor penyebab dislipidemia,

pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida diperiksa setiap 6 bulan sekali.

Untuk peserta yang berisiko kegemukan, adanya riwayat keluarga

dengan DM kadar gula darah diperiksa setiap tahun.

Untu penyandang PTM, semua faktor penyebab di pantau setiap

bulan serta pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida di periksa setiap 3 bulan.

36

Pemantauan faktor penyebab dan tindak cedera kekerasan dalam rumah tangga
dilakukan setiap bulan, sementara untuk pemeriksaan kadar alkohol pernafasan
dan tes amfetamin kencing bagi kelompok pengemudi umum dilakukan setiap
bulan bagi yang bernilai positif dan 6 bulan sekali yang berisiko.
G.

Rujukan Posbindu PTM

Apabila pada kunjungan berikutnya (setelah 3 bulan) kondisi faktor


penyebab tidak mengalami perubahan (tetap pada kondisi buruk), atau sesuai
dengan kriteria rujukan, maka untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik
harus dirujuk ke Puskesmas atau Klinik Swasta sesuai dengan kebutuhan dan
keinginan yang bersangkutan. Meskipun telah mendapatkan pengobatan yang
diperlukan, kasus yang telah dirujuk tetap dianjurkan untuk melakukan
pemantauan faktor penyebab PTM di Posbindu PTM.

Keterangan alur :
Pelaksaan

posbindu

PTM

dimulai

dengan

layanan

pendaftaran

dilanjutkan dengan wawancara dan pengukuran faktr penyebab PTM. Kader


Posbindu PTM akan melakukan konseling dan edukasi terhadap permasalahan
kesehatan yang dijumpai pada peserta posbindu PTM termasuk melaksanakan
system rujukan ke Puskesmas bila diperlukan sesuai dengan kriteria. Hasil
pelaksanaan Posbindu PTM tercatat secara tertib dan diberikan kepada petugas
37

puskesmas atau unsur pembinaan lainnya yang memerlukan sebagai bahan


informasi.
H.

Rujukan Posbindu PTM

Apabila pada kunjungan berikutnya (setelah 3 bulan) kondisi faktor


penyebab tidak mengalami perubahan (tetap pada kondisi buruk), atau sesuai
dengan kriteria rujukan, maka untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik
harus dirujuk ke Puskesmas atau Klinik Swasta sesuai dengan kebutuhan dan
keinginan yang bersangkutan. Meskipun telah mendapatkan pengobatan yang
diperlukan, kasus yang telah dirujuk tetap dianjurkan untuk melakukan
pemantauan faktor penyebab PTM di Posbindu PTM.
Dari penilaian terhadap hasil pengukuran faktor penyebab PTM yang
didapatkan, selanjutnya ditentukan tindakan apa yang dibutuhkan dalam
penanganan faktor penyebab PTM tersebut. Untuk dapat merujuk ke
Puskesmas/Klinik Swasta lainnya, perlu ditentukan sesuai dengan kriteria
sebagai berikut;
1.

Bila terdapat 1 atau lebih faktor penyebab yang ditangani masuk

dalam kriteria buruk sesuai dengan tabel 1.


2.

Bila

penanganan

faktor

penyebab

kriteria

sedang

(hasil

pengukuran pada tabel 1.) tidak berhasil pada kunjungan 3 bulan berikutnya.
3.

Bila

dari

hasil

pemeriksaan/pengukuran

faktor

penyebab

diperlukan konfirmasi lanjutan dari tenaga kesehatan.


4.

Pada penyandang faktor penyebab yang memerlukan obat-obatan

atau yang dalam pengobatan memerlukan konsultasi dengan dokternya.


5.

Bila pada pemeriksaan uji fungsi paru sederhana terdapat nilai

APE (Arus Pernafasan Ekpirasi (Membuang napas)) kurang dari nilai prediksi
atau peserta yang berisiko dengan hasil nilai pengukuran APE sama dengan nilai
prediksi.
6.

Ditemukan pemeriksaan IVA (+) pada perempuan yang telah

diperiksa (yang dilakukan oleh dokter atau bidan terlatih)


7.

Dicurigai kelainan organ reproduksi berdasarkan hasil wawancara

kader Posbindu PTM (Dokter atau Bidan terlatih).

8.

Ditemukan benjolan dan kelainan lainnya pada pemeriksaan

payudara.
38

9.

Ditemukan potensi terjadinya cedera dan kekerasan dalam rumah

tangga serta kadar alkohol pernafasan dan tes amfetamin kencing (+).
10.

Kondisi-kondisi gawat yang memerlukan penanganan cepat dari

tenaga kesehatan, seperti serangan jantung dan stroke, serta terjadi penurunan
kadar gula darah yang cepat berakibat dengan penurunan kesadaran, serangan
sesak nafas pada penderita penyakit paru yang menahun maupun cidera akibat
kecelakaan dan tindak kekerasan. Pada saat merujuk, sertakan KMS dan lembar
rujukan (lampiran 6) ke Puskesmas sebagai media informasi Petugas
Puskesmas dalam menerima rujukan dari masyarakat dan pada kondisi tertentu
bila memerlukan pendamping rujukan dari kader Posbindu PTM agar
dipersiapkan dengan sebaik-baiknya

6.4

MEROKOK

39

Meski semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat rokok,
perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya merupakan perilaku yang
masih ditolerir oleh masyarakat. Dalam asap rokok terdapat 4000 zat kimia
berbahaya untuk kesehatan, dua diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif
dan tar yang bersifat karsinogenik (Asril Bahar, harian umum Republika, Selasa
26 Maret 2002 : 19). Racun dan karsinogen yang timbul akibat pembakaran
tembakau dapat memicu terjadinya kanker. Pada awalnya rokok mengandung 820 mg nikotin dan setelah dibakar nikotin yang masuk ke dalam sirkulasi darah
hanya 25%. Walau demikian jumlah kecil tersebut memiliki waktu hanya 15 detik
untuk sampai ke otak manusia.
Nikotin diterima oleh reseptor asetilkolin-nikotinik yang kemudian terbagi
ke jalur imbalan dan jalur adrenergik. Pada jalur imbalan, perokok akan merasa
nikmat, memacu sistem dopaminergik. Hasilnya perokok akan merasa lebih
tenang, daya pikir serasa lebih cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar.
Sementara di jalur adrenergik, zat ini akan mengaktifkan sistem adrenergik pada
bagian otak lokus seruleus yang mengeluarkan sorotin. Meningkatnya sorotin
menimbulkan rangsangan rasa senang sekaligus keinginan mencari rokok lagi.
(Agnes Tineke, Kompas Minggu 5 Mei 2002 : 22). Hal inilah yang menyebabkan
perokok sangat sulit meninggalkan rokok, karena sudah ketergantungan pada
nikotin.
Beberapa risiko kesehatan bagi perokok berdasarkan hasil Survei
Sosial Ekonomi Nasional tahun 2004 antara lain :
Di Indonesia rokok menyebabkan 9,8% kematian karena

penyakit paru kronik dan emfisima pada tahun 2001.


Rokok merupakan penyebab dari sekitar 5 % stroke di

Indonesia.

Wanita yang merokok mungkin mengalami penurunan

atau penundaan kemampuan hamil, pada pria meningkatkan risiko impotensi


sebesar 50%.

Ibu hamil yang merokok selama masa kehamilan


ataupun terkena asap rokok dirumah atau di lingkungannya beresiko mengalami
proses kelahiran yang bermasalah.

Seorang bukan perokok yang menikah dengan perokok


mempunyai risiko kanker paru sebesar 20-30% lebih tinggi daripada mereka

40

yang

pasangannya bukan perokok dan juga risiko mendapatkan penyakit

jantung.
Lebih dari 43 juta anak Indonesia berusia 0-14 tahun

tinggal dengan perokok di lingkungannya mengalami pertumbuhan paru yang


lambat, dan lebih mudah terkena infeksi saluran pernafasan, infeksi telinga dan
asma.
Disamping itu beberapa penyakit akibat merokok menurut Badan POM
RI antara lain:

Penyakit jantung dan stroke


Satu dari tiga kematian di dunia berhubungan dengan penyakit jantung
dan stroke. Kedua penyakit tersebutdapat menyebabkan sudden death
( kematian mendadak).

Kanker paru
Satu dari sepuluh perokok berat akan menderita penyakit kanker paru.
Pada beberapa kasus dapat berakibat fatal dan menyebabkan kematian, karena
sulit dideteksi secara dini. Penyebaran dapat terjadi dengan cepat ke hepar,
tulang dan otak.

Kanker mulut
Merokok dapat menyebabkan kanker mulut, kerusakan gigi dan penyakit
gusi.

Osteoporosis
Karbonmonoksida dalam asap rokok dapat mengurangi daya angkut
oksigen darah perokok sebesar 15%, mengakibatkan kerapuhan tulang sehingga
lebih

mudah

patah

dan

membutuhkan

waktu

80%

lebih

lama

untuk

penyembuhan. Perokok juga lebih mudah menderita sakit tulang belakang.

Katarak
Merokok

dapat

menyebabkan

gangguan

pada

mata.

Perokok

mempunyai risiko 50% lebih tinggi terkena katarak, bahkan bisa menyebabkan
kebutaan.

Psoriasis

41

Perokok 2-3 kali lebih sering terkena psoriasis yaitu proses inflamasi
kulit tidak menular yang terasa gatal, dan meninggalkan guratan merah pada
seluruh tubuh.

Kerontokan rambut
Merokok menurunkan sistem kekebalan, tubuh lebih mudah terserang
penyakit seperti lupus erimatosus yang menyebabkan kerontokan rambut,
ulserasi pada mulut, kemerahan pada wajah, kulit kepala dan tangan.

Dampak merokok pada kehamilan


Merokok selama kehamilan menyebabkan pertumbuhan janin lambat
dan dapat meningkatkan risiko Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Risiko
keguguran pada wanita perokok 2-3 kali lebih sering karena Karbon Monoksida
dalam asap rokok dapat menurunkan kadar oksigen.

Impotensi
Merokok dapat menyebabkan penurunan seksual karena aliran darah ke
penis berkurang sehingga tidak terjadi ereksi.
I. TIPE-TIPE PEROKOK
Menurut Silvan Tomkins (dalam Al Bachri,2001) ada 4 tipe perilaku
merokok berdasarkan Management of affect theory, keempat tipe tersebut adalah
:

1.

Tipe

perokok

yang

dipengaruhi

oleh

perasaan positif. Dengan merokok seseorang merasakan penambahan rasa


yang

positif.

Green

(dalam

Psychological

Factor

in

Smoking,

1978)

menambahkan 3 sub tipe ini :


a.

Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah


atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah
minum kopi atau makan.

b.

Stimulation to pik them up. Perilaku merokok hanya dilakukan


sekedarnya untuk

c.

menyenangkan perasaan.

d.

Pleasure of handling the cigarette. Kenikmatan yang diperoleh


dengan memegang rokok, misalnya merokok dengan pipa.

2.

Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh


perasaan negatif. Banyak orang menggunakan rokok untuk mengurangi
42

perasaan negatif, misalnya bila marah, cemas ataupun gelisah, rokok dianggap
sebagai penyelamat.
3.

Perilaku merokok yang adiktif. Oleh Green


disebut sebagai psychological addiction. Bagi yang sudah adiksi, akan
menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang
dihisapnya berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar rumah membeli
rokok, walau tengah malam sekalipun.

4.

Perilaku merokok yang sudah menjadi


kebiasaan. Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk
mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah kebiasaan
rutin. Pada tipe orang seperti ini merokok merupakan suatu perilaku yang bersifat
otomatis.
Dari keterkaitan berbagai aspek yang ada dalam permasalahan
merokok, maka penanggulangan masalah merokok bukan saja menjadi
tanggung jawab sektor kesehatan, melainkan tanggung jawab berbagai sektor
yang terkait dengan minimal menetapkan Kawasan Tanpa Rokok di tempat kerja
masing-masing. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok diberbagai tatanan dapat
diwujudkan melalui penggalangan komitmen bersama untuk melaksanakannya.
Dalam hal ini peran lintas sektor sangatlah penting untuk menentukan
keberhasilan dari penetapan Kawasan Tanpa Rokok sebagai salah satu upaya
penanggulangan bahaya rokok.
Rendahnya kesadaran masyarakat tentang bahaya rokok menjadi
alasan sulitnya penetapan Kawasan Tanpa Rokok yang ditunjukkan dengan
keadaan hampir 70% perokok di Indonesia mulai merokok sebelum umur 19
tahun. Bahkan data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2003
meyebutkan usia 8 tahun sudah mulai merokok.

43

Gambar 6.4 bahaya merokok

6.5

Nyeri Dada
Nyeri dada merupakan salah satu keluhan yang paling banyak dijumpai

pada ruang perawatan akut. Penyebab nyeri dada akut meliputi: kardiak,
gastroesofageal, muskuloskeletal, dan pulmonal. Penyakit jantung merupakan
salah satu penyebab kematian terbanyak di Amerika Serikat (Bernard et al.,
2004), oleh karena itu mengenali penyebab kardiak sangatlah penting pada
keadaan nyeri dada akut.
Walaupun demikian, patut diperhati-kan bahwa penyebab nonkardiak
pun dapat berakibat fatal.Walaupun teknologi kedokteran berkembang sangat

44

maju, anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti masih menjadi komponen
terpenting dalam mengevaluasi pasien dengan nyeri dada.
Karakterikstik nyeri, meliputi lokasi, durasi, radiasi, dan kualitas serta
gejala penyerta penting untuk ditelusuri.Artikel ini mendiskusikan tanda-tanda
klinis kunci yang dapat membantu membedakan penyebab utama nyeri dada
akut dengan penekanan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik (Braunwald et
al., 2001).
6.5.1

PENYEBAB KARDIAK NYERI DADA AKUT


Penyebab kardiak nyeri dada akut meliputi keadaan iskemik dan

noniskemik (Tabel-1).Penyebab iskemik meliputi penyakit jantung koroner,


stenosis aorta, spasme arteri koroner, dan kardiomiopati hipertrofi.Penyebab
noniskemik meliputi perikarditis, diseksi aorta, aneurisma aorta, dan prolaps
katup mitral.Mengetahui adanya faktor risiko penyakit jantung seperti hipertensi,
diabetes, hiperdislipidemia, mero-kok, dan riwayat keluarga sangatlah penting
dalam melakukan anamnesis pasien dengan nyeri dada akut (Braunwald et al.,
2001).
6.5.1

Penyakit Jantung Koroner


Penyakit jantung koroner dapat diklasifikasikan menjadi penyakit jantung

koroner kronis, sindroma koroner akut, dan kematian mendadak.Klinis penyakit


jantung koroner bermacam-macam, mulai dari asimptomatik sampai fatal
(Carmel et al., 2009).Angina pektoris merupakan nyeri dada kardiak yang
disebabkan oleh insufisiensi pasokan oksigen miokardium (Cristina et al., 2010).
Pasien seringkali mengemukakan rasa ditekan beban berat atau diremas yang
timbul setelah aktivitas atau stress emosional. Gejala penyerta meliputi
diaforesis, mual, muntah, dan kelemahan.Nyeri dada dan diaforesis merupakan 2
gejala paling umum dari infark miokard (Dharmarajan et al., 2003). Tanda Levine,
di mana pasien me-letakkan kepalan tangannya di atas sternum ketika mencoba
untuk menggambarkan nyeri dadanya juga merupakan salah satu tanda nyeri
iskemik (Gillick, 2000; Horne et al., 2000).
Gambar 1. Tanda Levine

45

Dikutip dari http://www.bmj.com/content/311/7021/1660.full


Berdasarkan penelitian Dharmarajan et al, mengevaluasi gejala dari 88
pasien infark miokard akut, 78% pasien melaporkan diaforesis, 64% melaporkan
nyeri dada, 52% melaporkan mual, 47% melaporkan sesak nafas. Menurut
Kannel dan Abbott (1984) yang harus diperhatikan adalah 25% kejadian infark
miokard tidak disadari oleh pasien, dan hal ini ditemukan pada pemeriksaan
elektrokardiografi (EKG).Infark yang tidak disadari bisa merupakan infark silent
(asimptomatik) maupun infark dengan gejala atipikal yang berbeda dengan
pasien angina (Kannel dan Abbott, 2004).
Banyak pasien terlambat pergi ke Instalasi Gawat Darurat (IGD).Hal ini
disebabkan pasien merasakan banyak gejala-gejala yang bukan nyeri dada.
Dharmarajan et al. (2003) mengemukakan rerata waktu keterlambatan 7,3 jam
pada pasien infark miokard pertama kali. Gejala awal dan lokasi infark miokard
berkorelasi dengan pembuluh darah koroner yang tersumbat (Kiyici et al., 2001).
Ada 3 lokasi infark antara lain anterior, lateral, dan inferior. Nyeri dada
merupakan gejala paling umum tanpa bergantung pada lokasi infark.Infark
anterior sering me-nimbulkan sesak nafas karena gangguan ventrikel kiri.Infark
inferior sering me-nimbulkan mual, muntah, diaforesis, dan cegukan.Nervus
vagus mempunyai peran menimbulkan mual dan muntah pada pasien infark
inferior. Infark lateral sering me-nimbulkan nyeri lengan kiri (Braunwald et al.,
2001).
6.5.3

Stenosis Aorta
Penyebab stenosis aorta meliputi katup bikuspid kongenital, sklerosis

aorta, demam rematik (Lange dan Hillis, 2001).Penyakit jantung koroner


seringkali ada bersamaan dengan sklerosis aorta.Nyeri dada aorta stenosis
bergantung pada aktivitas.Tanda dan gejala dari gagal jantung juga dapat

46

dijumpai.Sinkop merupakan gejala lanjutan dan berhubungan dengan aktivitas.


Pada pemeriksaan fisik dijumpai murmur ejeksi sistolik yang paling jelas didengar
di ruang antar iga kedua kanan yang menjalar ke karotis (Carmel et al., 2009).
Splitting paradoks bunyi jantung kedua juga dapat dijumpai pada stenosis
aorta.Pola kenaikan denyut karotis terlambat dan beramplitudo rendah.Tanda
lainnya adalah adanya kuat angkat (heaving) pada apeks jantung dan thrill pada
ruang antar iga kedua kanan (Braunwald et al., 2001).
6.5.4

Kardiomiopati Hipertrofi
Hipertrofi

septum

interventrikel

pada

kardiomiopati

hipertrofi

menyebabkan obstruksi aliran ventrikel kiri.Gejala paling umum kardiomiopati


hipertrofi adalah dispnea dan nyeri dada.Berkurangnya pengisian ventrikel kiri
yang dikenal sebagai disfungsi diastolik menyebabkan dispnea (Lange dan Hillis,
2001).Sinkope juga sering dijumpai dan dipengaruhi aktivitas. Pada pemeriksaan
fisik dijumpai murmur sistolik yang bertambah keras pada Valsalva maneuver ,
bunyi jantung (S4), denyut karotis bifid, dan denyut triple apikal karena adanya
S4 dan celah tekanan midsistolik. Nyeri dada pada kardiomiopati hipertrofi
menyerupai angina (Braunwald et al., 2001).
6.5.5

Diseksi Aorta
Pasien diseksi aorta biasanya menge-luh nyeri dada hebat akut anterior

menjalar ke belakang atas.Marfan syndrome me-rupakan salah satu penyebab


diseksi aneurisma aorta (Lange dan Hillis, 2001).Hipertensi sering dijumpai dan
merupakan faktor risiko. Diseksi tipe A terjadi pada aorta asendens, sedangkan
tipe B terjadi pada distal arteri subklavia sinistra. Pemeriksaan fisik menunjukkan
adanya murmur insufisiensi aorta. Intensitas denyut arteri radialis dapat berbedabeda (Carmel et al., 2009).
6.5.6

Perikarditis
Perikarditis bisa disebabkan oleh infeksi virus, tuberkulosis, penyakit

autoimun, kegananasan, uremia, radiasi, dan setelah infark miokard (Sindrom


Dressler) (Mia et al., 2010).Cocksackie dan echovirus merupakan penyebab
tersering.Nyeri dada perikarditis menyerupai nyeri dada pleura. Nyeri biasanya
berkurang apabila pasien duduk dan condong ke depan dan biasanya bertambah
bila pasien terlentang. Demam merupakan gejala penyerta umum.Friction
rubadalah tanda utama adanya perikarditis (Braunwald et al., 2001).

47

6.5.7

Prolaps Katup Mitral


Nyeri dada pasien prolaps katup mitral bersifat tajam di apeks. Gejala

penyerta lain meliputi dispnea, lelah, dan palpitasi. Pasien akan merasakan nyeri
berkurang ketika terlentang. Pemeriksaan fisik me-nunjukkan adanya murmur
sistolik akhir di-dahului klik midsistolik yang jelas terdengar di apeks (McGinnis
dan Foege, 2003). Murmur bertambah keras bila pasien berdiri. Kebanyakan
pasien prolaps katup mitral adalah wanita kurus (Braunwald et al., 2001).

6.5.8

PENYEBAB NONKARDIAK NYERI DADA AKUT


Nyeri dada non kardiak akut sering dijumpai pada populasi umum.Suatu

penelitian di Cina meneliti nyeri dada dari 2.209 penduduk. Hasil penelitian
menunjuk-kan nyeri dada terjadi pada 20,6% penduduk, dan 68% di antaranya
merupakan nyeri dada akut nonkardiak (Michael et al., 2004). Lebih dari
setengah pasien dengan nyeri dada nonkardiak merasa tidak yakin bahwa nyeri
dada mereka bukan berasal dari jantung.Selain itu kecemasan dari pasien ini
seringkali melebihi pasien dengan nyeri dada akut kardiak (Owens, 2006).
6.5.9

PENYEBAB GASTROESOFAGEAL NYERI DADA


Menurut Fruergaard et al., penyakit gastroesofageal merupakan

penyebab

nyeri

dada

nonkardiak

tersering,

mencapai

42%.

Penyakit

gastroesofageal yang mengakibat-kan nyeri dada akut meliputi perforasi


esofagus, spasme esofagus, esofagitis reflux, ulkus peptikum, pankreatitis, dan
kolesistitis (Owens, 2006).
Kelainan Esofagus
Perforasi esofagus bisa disebabkan oleh pemakaian instrumen secara
iatrogenik, muntah hebat, dan penyakit esofagus (contoh: esofagitis atau
neoplasma). Erosi esofagus yang terjadi pada saat endoskopi mencapai 10-70%
dari pasien nyeri dada nonkardiak.Pasien perforasi esofagus me-ngeluhkan nyeri
hebat, mendadak, dan terus menerus dari leher sampai epigastrium yang
diperberat

dengan

menelan.Pemeriksaan

fisik

menunjukkan

adanya

pembengkakan leher dan emfisema subkutan yang jelas di-rasakan sebagai


krepitasi.Hal ini disebabkan oleh udara yang merembes ke mediastinum dan
jaringan sekeliling.Efusi pleura juga dapat ditemukan (Braunwald et al., 2001).

48

Spasme esofagus sering sulit dibeda-kan dengan nyeri dada iskemik


kardiak karena nyeri ini juga hilang atau berkurang dengan pemberian
nitrat.Namun

nyeri

dada

spasme

esofagus

tidak

dipengaruhi

oleh

aktivitas.Menelan makanan dingin atau hangat dapat memicu terjadinya spasme


(Owens, 2006).
Esofagitis reflux merupakan penyebab utama dari nyeri dada nonkardiak
yang berasal dari esofagus (Horne et al., 2000). Penyakit ini sering digambarkan
sebagai sensasi terbakar, suatu gejala yang diasosiasi-kan sebagai heartburn
atau pyrosis.Pyrosis dipicu dengan berbaring dan memburuk setelah makan.
Gejala penyerta lain meliputi batuk kronis dan disfagia. Pasien juga mengeluhkan
adanya rasa getir di mulut yang merupakan isi lambung (Owens, 2006).
Esofagitis

juga

berkaitan

degan

infeksi

seperti

Candida

albicans.Anamnesis riwayat infeksi HIV atau kemoterapi meningkatkan asumsi


ke arah esofagitis Candida (Braunwald et al., 2001).Trush dapat tidak atau
terlihat pada pemeriksaan fisik. Trush terjadi pada selaput mukosa pipi bagian
dalam, lidah, palatum mole dan permukaan rongga mulut yang lain dan tampak
sebagai bercak-bercak (pseudomembran) putih cokelat muda kelabu yang
sebagian besar terdiri atas pesudomiselium dan epitel yang terkelupas, dan
hanya terdapat erosi minimal pada selaput. Pasien juga mengeluhkan adanya
nyeri menelan (odynophagia) (Owens, 2006).
Penyebab lain esofagitis meliputi be-berapa obat seperti anti inflamasi
nonsteroid dan alendronate. Sebenarnya semua pil dapat memicu terjadinya
esofagitis bila tidak disertai air yang cukup, namun alendronate mendapatkan
perhatian khusus.Alendronate sebaiknya diminum dengan 150-250 cc air dengan
berdiri (Rajni, 2009).Esofagitis karena zat kimia yang disebabkan tertelannya zat
kaustik juga patut dipertimbangkan sebagai salah satu penyebab (Braunwald et
al., 2001).
6.6

Kondisi Abdomen Atas


Kondisi abdomen atas meliputi kolesistitis, pankreatitis akut, dan

perforasi ulkus peptikum dapat menyerupai tanda dan gejala infark atau iskhemia
miokard inferior.Kondisi abdomen atas patut dipertimbang-kan sebagai salah
satu penyebab nyeri dada bawah. Tanda Murphy, yang merupakan tanda
kolesistitis akut, dapat diperlihatkan dengan menginstruksikan pasien menarik
nafas dalam sementara dokter melakukan palpasi daerah subkosta kanan.
49

Terhentinya

inspirasi

karena

nyeri

merupakan

hasil

positif

tanda

Murphy.Pankreatitis akut menyebab-kan nyeri terus menerus di daerah


epigastrium.Riwayat alkoholik, kolelitiasis, dan hipertrigliseridemia meningkatkan
kecurigaan

pankreatitis

akut.Pasien

perforasi

ulkus

peptikum

umumnya

menderita nyeri epigastrium hebat.Tanda-tanda peritonitis, seperti perut keras


seperti papan, dapat segera ditemukan pada pasien perforasi ulkus peptikum
(Braunwald et al., 2001).
6.6.1

PENYEBAB PULMONAL NYERI DADA


Nyeri dada yang sering berkaitan dengan penyakit paru mempunyai sifat

nyeri pleura.Terminologi nyeri pleura meng-implikasikan nyeri yang berubahubah sesuai dengan siklus pernapasan (bertambah ketika inspirasi dan
berkurang ketika ekspirasi).Nyeri pleura bersifat tajam dan unilateral.Pleuritis
merupakan penyebab klasik yang menimbulkan nyeri pleura.Pleuritis disebabkan oleh inflamasi pleura akut.Pleuritis umumnya disebabkan oleh infeksi saluran
nafas bawah. Penyebab lain pleuritis adalah penyakit autoimun. Nyeri bersifat
tajam dan bertambah ketika batuk, menarik nafas dalam, atau bergerak. Pleural
friction rubbiasanya terdengar dengan auskultasi. Penyebab paru lain adalah
pneumothoraks spontan, emboli paru, pneumonitis, bronkitis, dan neoplasma
intratorakal (Braunwald et al., 2001).
Pneumothoraks spotan menghasilkan nyeri tajam yang menjalar ke
bahu ipsilateral.Pneumothoraks spontan dapat terjadi pada pasien dengan
penyakit paru seperti emfisema.Biasanya penyakit ini mengenai laki-laki tinggi,
kurus, dan perokok.Pemeriksaan fisik menunjukkan hilangnya suara nafas dan
hipersonor dari paru yang sakit (Braunwald et al., 2001).
Emboli paru dicurigai pada keadaan dispnea akut, nyeri dada pleura,
hipoksia berat, dan faktor risiko seperti riwayat operasi baru-baru ini, keganasan,
tirah baring lama, atau sikap hidup yang bermalas-malasan (Ronnie dan Tomas,
2008).Kebanya-kan

emboli

paru

berasal

dari

tromboemboli

ekstremitas

bawah.Stein et al. menemukan gejala paling umum yaitu dispnea (73%), nyeri
pleura (28%), hemoptisis (13%). Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya ronki
(51%) dan takikardia (30%) (Schlant et al., 2004).
6.7

NYERI SENDI
Definisi Rheumatik

50

Rematik adalah orang yang menderita rheumatism(Encok) , arthritis


(radang sendi) ada 3 jenis arthritis yang paling sering diderita adalah
osteoarthritis ,arthritis goud, dan rheumatoid artirtis yang menyebabkan
pembengkakan benjolan pada sendi atau radang pada sendi secara serentak.
(utomo.2005:60)
Penyakit

rematik

meliputi

cakupan

luas

dari

penyakit

yangdikarakteristikkan oleh kecenderungan untuk mengefek tulang, sendi, dan


jaringan lunak (Soumya, 2011). Penyakit rematik dapat digolongkan kepada 2
bagian, yang pertama diuraikan sebagai penyakit jaringan ikat karena ia
mengefek rangkapendukung (supporting framework) tubuh dan organ-organ
internalnya.
Penyakit

yang

dapat

digolongkan

dalam

golongan

ini

adalah

osteoartritis, gout, danfibromialgia. Golongan yang kedua pula dikenali sebagai


penyakit autoimun karenaia terjadi apabila sistem imun yang biasanya
memproteksi tubuh dari infeksi danpenyakit, mulai merusakkan jaringan-jaringan
tubuh yang sehat. Antara penyakityang dapat digolongkan dalam golongan ini
adalah rheumatoid artritis,spondiloartritis, lupus eritematosus sistemik dan
skleroderma. (NIAMS, 2008)
Jenis-jenis Reumatik
Ditinjau dari lokasi patologis maka jenis rematik tersebut dapat
dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu rematik artikular dan rematik non
artikular.Rematik artikular atau arthritis (radang sendi) merupakan gangguan
rematik

yang

berlokasi

pada

persendian

diantaranya

meliputi

arthritis

rheumatoid,osteoarthritis dan gout arthritis. Rematik non artikular atau ekstra


artikular yaitu gangguan rematik yang disebabkan oleh proses diluar persendian
diantaranya bursitis,fibrositis dan sciatica(hembing,2006 dalam Iwayan:9)
Rematik dapat dikelompokkan dalam beberapa golongan yaitu :
1. Osteoartritis
Penyakit ini merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang
berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis ditandai
dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi
sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban.
2. Artritis Rematoid

51

Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan


manifestasi

utama

poliartritis

progresif

dan

melibatkan

seluruh

organ

tubuh.Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit ini
berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresifitasnya.Pasien dapat juga
menunjukkan gejala berupa kelemahan umum cepat lelah.
3. Olimialgia Reumatik
Penyakit ini merupakan suatu sindrom yang terdiri dari rasa nyeri dan
kekakuan yang terutama mengenai otot ekstremitas proksimal, leher, bahu dan
panggul. Terutama mengenai usia pertengahan atau usia lanjut sekitar 50 ke
atas.
4. Artritis Gout (Pirai)
Artritis gout adalah suatu sindrom klinik yang mempunyai gambaran
khusus, yaitu artritis akut.Artritis gout lebih banyak terdapat pada pria dari pada
wanita. Pada pria sering mengenai usia pertengahan, sedangkan pada wanita
biasanya mendekati masa menopause.
Etiologi
Penyebab dari Reumatik hingga saat ini masih belum terungkap, namun
beberapa faktor resiko untuk timbulnya Reumatik antara lain adalah :

1. Umur
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan
adalah yang terkuat.Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin meningkat
dengan bertambahnya umur.Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak,
jarang pada umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.hun
ke atas
2. Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan lelaki lebih
sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara
keeluruhan dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada laki
dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada wanita
dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis
osteoartritis.
3. Genetik
52

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal, pada


ibu dari seorang wanita dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter falang distal
terdapat dua kali lebih sering osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan anakanaknya perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu
dananak perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis.
4. Suku
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya
terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya osteoartritis
paha lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dan usia dari pada kaukasia.
Osteoartritis lebih sering dijumpai pada orang orang Amerika asli dari pada
orang kulit putih.
Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun
perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.
5. Kegemukan
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya
resiko untuk timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria.

Tanda Dan Gejala Reumatik


a. Nyeri pada anggota gerak
b. Kelemahan otot
c. Peradangan dan bengkak pada sendi
d. Kekakuan sendi
e. Kejang dan kontraksi otot
f.

Gangguan fungsi

g. Sendi berbunyi(krepitasi)
h. Sendi goyah
i.

Timbunya perubahan bentuk

53

j.

Timbulnya benjolan nodul


Penatalaksanaan Reumatik

1. Obat obatan
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk
osteoartritis, oleh karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan
bertujuan untuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi
ketidak mampuan. Obat-obat anti inflamasinon steroid bekerja sebagai analgetik
dan sekaligus mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki atau
menghentikan proses patologis osteoartritis.
2. Perlindungan sendi
Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh
yang kurang baik.Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang
sakit.Pemakaian tongkat, alat-alat listrik yang dapat memperingan kerja sendi
juga perlu diperhatikan.Beban pada lutut berlebihan karena kakai yang tertekuk
(pronatio).
3. Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk
harus menjadi program utama pengobatan osteoartritis.Penurunan berat badan
seringkali dapat mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.
4. Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena
sifatnya yang menahun dan ketidakmampuannya yang ditimbulkannya. Disatu
pihak pasien ingin menyembunyikan ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin
orang lain turut memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali
keberatan untuk memakai alat-alat pembantu karena faktor-faktor psikologis.
Pencegahan

Hindari kegiatan tersebut apabila sendi sudah terasa nyeri ,sebaiknya berat
badan diturunkan , sehingga bila kegemukanmengakibatkan beban pada sendi
lutut atau tulang pinggul terlalu berat.

Istirahat yang cukup pakailah kaus kaki atau sarung tangan sewaktu tidur pada
malam hari dan kurangi aktivitas berat secara perlahan lahan.

54

Hindari makanan dan segala sesuatu secara berlebihan atau terutaman segala
sesuatu yang mencetus reumatik. Kurangi makanan yang kaya akan purin
misalnya : daging , jeroan (seperti kikil), babat,usus,hati , ampela dan dll
6.8

KANKER PAYUDARA
Pengertian
Kanker payudara adalah pertumbuhan yang tidak normal dari sel-sel

jaringantubuh yang berubah menjadi ganas.( Harianto, 2005 )Kanker payudara


adalah gangguan dalam pertumbuhan sel normal mammaedimana sel abnormal
timbul dari sel sel normal, berkembang biak danmenginfiltrasi jaringan limfe
dan pembuluh darah (Carpenito, 2000).
Anatomi payudara
Jaringan

payudara

terentang

dari

sekitar

iga

kedua

sampai

keenam.Perluasan kauda ( ekor ) jaringan ke dalam aksila dapat menyebabkan


rasa tidaknyaman pada masa lemak dan nifas dini saat jaringan tersebut
membengkak.Konstituen utama payudara adalah sel kelenjar disertai duktus
terkait sertajaringan lemak dan jaringan ikat dalam jumlah bervariasi. Payudara
dibagimenjadi bagian atau lobus oleh septum fibrosa,yang berjalan dari
belakangputing payudara kearah otot pektoralis. Septum ini penting untuk
melokalisasi
infeksi yang sering terlihat sebagai meradang di permukaan payudara.
( dunstall,2007 ) Secara anatomi fisologi payudara terdiri dari alveolusi, duktus
laktiferus, sinus laktiferus, ampulla, pori pailla, dan tepi alveolan. Pengaliran limfa
dari payudara kurang lebih 75% ke aksila.Sebagian lagi ke kelenjar
parasternalterutama dari bagian yang sentral dan medial dan ada pula
pengaliran yang ke kelenjar interpektoralis.setiap payudara terdiri dari 15-20
lobulus dari jaringan kelenjar.Jumlah lobulus tidak berhubungan dengan ukuran
payudara.
Setiap lobulus terbuat dari ribuan kelenjar kecil yang disebut alveoli.
Kelenjar inibersama-sama membentuk sejumlah gumpalan,mirip buah anggur
yang merambat. Alveoli (alveoli dan acinus singular) menghasilkan susu dan
subtansi lainnya selama menyusui. Setiap bola memberikan makanan ke dalam

55

pembuluh darah tunggal lactiferous yang mengalirkannya keluar melalui putting


susu.
Sebagai hasilnya terdapat 15-20 saluran putting susu, mengakibatkan
banyak lubang pada putting susu. Di belakang putting susu pembuluh lactiferous
agak membesar sampai membentuk penyimpangan kecil yang di sebut lubanglubang lactiferous (lactiferous sinuses). Lemak dan jaringan penghubung
mengelingibola-bola jaringan kelenjar.

Gambar 1 lobulus dan duktus Payudara ( Zuiedema, 2009)


A. Keterangan: Lobulus
B. Sel-sel normal
C. Ostium Mamae
D. Jaringan lemak
E. Otot pektoralis mayor
F. Dinding dada
a. Inti sel mamae
b. Membran sel
c. Duktus Mamae

56

Fisiologi payudara
Payudara

mengalami

tiga

perubahan

yang

dipengaruhi

hormon.Perubahan pertama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa
pubertas, masa fertilitas, sampai ke klimakterium dan menopause.Sejak pubertas
pengaruh ekstrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga hormon
hipofise, telahmenyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus.
Perubahan

kedua

adalah

perubahan

sesuai

dengan

daur

menstruasi.Sekitar hari kedelapan menstruasi payudara jadi lebih besar dan


pada beberapa hari sebelum menstruasi berikutnya terjadi pembesaran
maksimal.Kadang-kadang timbul benjolan yang nyeri dantidak rata.Selama
beberapa hari menjelang menstruasi payudara menjadi tegang dan nyeri
sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi, tidak mungkin dilakukan.Pada
waktu itu pemeriksaan foto mammogram tidak berguna karena kontras kelenjar
terlalu besar.Begitu menstruasi mulai semuanya berkurang.
Perubahanketiga terjadi waktu hamil dan menyusui.Pada kehamilan
payudara menjadi besar karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus
berproliferasi, dan tumbuh duktus baru.Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis
anterior memicu laktasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus,
kemudian dikeluarkan melaluiduktus ke puting susu. (Sjamsuhidajat, 2004)
Etiologi
Etiologi kanker payudara tidak diketahui dengan pasti. Namun
beberapafaktor resiko pada pasien diduga berhubungan dengan kejadian kanker
payudara (Erik 2005) yaitu :
1. Tinggi melebihi 170 cm
Wanita yang tingginya 170 cm mempunyai resiko terkena kanker
payudara karena pertumbuhan lebih cepat saat usia anak dan remaja membuat
adanya perubahan struktur genetik (DNA) pada sel tubuh yang diantaranya
berubah ke arah sel ganas.
2. Usia
Usia dibawah 20 tahun jarang dijumpai kanker payudara, angka
kejadiannya meningkat sejalan dengan bertambahnya usia
3. Wanita yang belum mempunyai anak

57

Wanita yang belum mempunyai anak lebih lama terpapar dengan


hormone estrogen relatif lebih lama dibandingkan wanita yang sudah punya
anak.
4. Ibu yang menyusui
Ibu yang menyusui dapat mengurangi bahaya terkena kanker payudara
karena semakin lama ibu menyusui anaknya semakin kecil terkena kanker
payudara,saat menyusui terdapat perubahan hormonal salah satunya yaitu
penurunan esterogen.
5. Kelamin
Kelamin laki-laki hanya 1 % angka kejadian kanker payudara.
6. Faktor genetik
Faktor Faktor genetik kemungkinan untuk menderita kanker payudara 2
3 x lebih besarpada wanita yang ibunya atau saudara kandungnya menderita
kanker payudara. Dan secara umum juga riwayat keluarga sangat berperan
dalam terjadinya kanker payudara
Patofisiologi
Proses terjadinya kanker payudara dan masing-masing etiologi antara
lain obesitas, radiasi, hiperplasia, optik, riwayat keluarga dengan mengkonsumsi
zat-zat karsinogen sehingga merangsang pertumbuhan epitel payudara dan
dapat menyebabkan kanker payudara.
Kanker payudara berasal dari jaringan epithelial, danpaling sering terjadi
pada sistem duktal.Mula-mula terjadi hiperplasia sel-sel dengan perkembangan
sel-sel atipik. Sel-sel ini akan berlanjut menjadi karsinoma in situ dan menginvasi
stroma. Kanker membutuhkan waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sebuah sel
tunggal sampai menjadi massa yang cukup besar untuk dapat diraba (kira-kira
berdiameter 1 cm).
Pada ukuran itu, kira- kira seperempat dari kanker payudaratelah
bermetastase.Kebanyakan dari kanker ditemukan jika sudah teraba, biasanya
oleh wanita itu sendiri.Gejala kedua yang paling sering terjadi adalah cairan yang
keluar dari muara duktus satu payudara, dan mungkin berdarah. Jika penyakit
telah berkembang lanjut, dapat pecahnya benjolan-benjolan pada kulit ulserasi
(Price, 2006)

58

Karsinoma inflamasi, adalah tumor yang tumbuh dengan cepat terjadi


kirakira1-2% wanita dengan kanker payudara gejala-gejalanya mirip dengan
infeksipayudara

akut.Kulit

menjadi

merah,

panas,

edematoda,

dan

nyeri.Karsinoma ini menginfasi kulit dan jaringan limfe. Tempat yang paling sering
untuk metastase jauhadalah paru, pleura, dan tulang ( Price, 2006 ).
Karsinoma payudara bermetastase dengan penyebaran langsung
kejaringan sekitarnya, dan juga melalui saluran limfe dan aliran darah. Bedah
dapatmendatangkan stress karena terdapat ancaman terhadap tubuh, integritas
dan terhadap jiwa seseorang. Rasa nyeri sering menyertai upaya tersebut
pengalaman operatif di bagi dalam tiga tahap yaitu preoperatif, intra operatif dan
pos operatif.
Manifestasi Klinik
Pada stadium awal tidak ada keluhan sama sekali hanya seperti
fribroadenoma atau penyakit fribrokistik yang kecil saja,bentuk tidak teratur, batas
tidak tegas, permukaan tidak rata, konsistensi pada keras. Kanker payudara
dapat terjadi di bagian mana saja dalam payudara, tetapi mayoritas terjadi pada
kuadran atasterluar dimana sebagian besar jaringan payudara terdapat kanker
payudara umum terjadi pada payudara sebelah kiri.
Umumnya lesi tidak terasa nyeri, terfiksasi dan keras dengan batas yang
tidak teratur, keluhan nyeri yang menyebar pada payudara dan nyeri tekan yang
terjadi pada saat menstruasi biasanya berhubungan dengan penyakit payudara
jinak.Namun nyeri yang jelas pada bagian yang ditunjuk dapat berhubungan
dengan kanker payudara pada kasus yang lebih lanjut.
Meningkatnya penggunaan mammografi lebih banyak wanitayang
mencari bantuan medis pada penyakit tahap awal.Wanita wanita ini bisa saja
tidak mempunyai gejala dengan tidak mempunyai benjolan yang dapat diraba,
tetapi lesi abnormal dapat terdeteksi pada pemeriksaan mammografi.Metastasis
di kulit dapat dimanifestasikan oleh lesi yang mengalami ulserasi dan
berjamur.Tanda tanda dan gejala klasik inijelas mencirikan adanya kanker
payudara pada tahap lanjut. Namun indek kecurigaanyang tinggi harus
dipertahankan pada setiap abnormalitas payudara dan evaluasi segera harus
dilakukan( Smeltzer& Bare, 2002 )

59

Adapun stadium dan klasifikasi kanker payudara adalah sebagai


berikut :
1. Stadium I (stadium dini)
Besarnya tumor tidak lebih dari 2 - 2,25 cm, dan tidak terdapat
penyebaran (metastase) pada kelenjar getah bening ketiak. Pada stadium I ini,
kemungkinanpenyembuhan secara sempurna adalah 70 %. Untuk memeriksa
ada atau tidak metastase ke bagian tubuh yang lain, harus diperiksa di
laboratorium.
2. Stadium II
Tumor sudah lebih besar dari 2,25 cm dan sudah terjadi metastase pada
kelenjar getah bening di ketiak. Pada stadium ini, kemungkinan untuk sembuh
hanya 30 - 40 % tergantung dari luasnya penyebaran sel kanker.Pada stadium I
dan II biasanya dilakukan operasi untuk mengangkat sel-sel kanker yang ada
padaseluruh bagian penyebaran, dan setelah operasi dilakukan penyinaran
untuk memastikan tidak ada lagi sel-sel kanker yang tertinggal.
3. Stadium III
Tumor sudah cukup besar, sel kanker telah menyebar ke seluruh tubuh,
dan kemungkinan untuk sembuh tinggal sedikit.Pengobatan payudara sudah
tidak ada artinya lagi.Biasanya pengobatan hanya dilakukan penyinaran dan
kemoterapi (pemberian obat yang dapat membunuh sel kanker).Kadang-kadang
jugadilakukan operasi untuk mengangkat bagian payudara yang sudah parah.
Usahaini hanya untuk menghambat proses perkembangan sel kanker dalam
tubuh sertauntuk meringankan penderitaan penderita semaksimal mungkin.
( Smeltzer&Bare,2002 )
Penatalaksanaan
Menurut (Smeltzer dan Bare, 2002) penatalaksanaan kanker payudara
adalah
1. Pengobatan lokal kanker payudara
Tujuan utama terapi lokal adalah menyingkirkan adanya kanker lokal:
a. Mastektomi radiasi yang modifikasi
b. Bedah dengan menyelamatkan payudara, adalah : mastektomi, limfektomi
(pengangkatan jaringan kanker dan sejumlah kecil jaringan sekitarnya
dengan

60

kulit lapisan atas tetap di tempatnya)


2. Mastektomi
Mastektomi merupakan pengangkatan ke seluruh tubuh payudara dan
beberapa nodus limfe.Tujuannya : untuk menghilangkan tumor payudara dengan
membuang payudaradan jaringan yang mendasari.
3. Terapi radiasi
Terapi radiasi Biasanya di lakukan sel infuse massa tumor untuk
mengurangi kecenderungan kambuh dan menyingkirkan kanker resudial
4. Rekontruksi / pembedahan
Rekontruksi/

pembedahan

ini

dilakukan

tindakan

pembedahan

tergantung pada stadium 1 dan 11 lakukan mastektomi radikal, bila ada


metastasis dilanjutkan dengan radiasi regional dan kemoterapi ajuvan. Dapat
juga dilakukan mastektomi simplek yang harus di ikuti radisi tumor bed.Untuk
setiaptumor yang terletak pada kuadran sentral
5. Terapi Hormonal
Tujuan dari terapi hormonal adalah untuk menekan sekresi hormon
esterogen.
6. Tranplantasi sumsum tulang
Tranplantasi sumsung tulang pada tahap ini prosedur yang di lakukan
adalahpengangkatan sumsum tulang dan memberikan kemoterapi dosis tinggi,
sumsumtulang pasien yang di pisahkan dari efek samping kemoterapi, kemudian
infuskanke IV.
Komplikasi
Menurut Sjamsuhidayat ( 2004 ), komplikasi kanker payudara adalah :
a. Gangguan Neurovaskuler
b. Metastasis : otak, paru, hati, tulang tengkorak, vertebra, iga, tulang panjang.
c. Fraktur patologi
d. Fibrosis payudara
e. Kematian
6.9

HIPERTENSI
Etiologi

61

Hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir konstan


padaarteri.Tekanan

dihasilkan

oleh

kekuatan

jantung

ketika

memompa

darah.Hipertensi berkaitan dengan kenaikan tekanan diastolik, tekanan sistolik,


atau kedua-duanya secara terus-menerus.Tekanan sistolik berkaitan dengan
tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi (denyut jantung).Tekanan
darah diastolik berkaitan dengan tekanan dalam arteri bila jantung berada dalam
keadaan relaksasi di antara dua denyutan.
Hipertensi merupakan penyakit kronik degeneratif yang banyak dijumpai
dalam praktek klinik sehari-hari.15 Menurut Joint National Committe on
Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure tahun 2003,
hipertensi

adalah

tekanan

yang

lebih

tinggi

dari

140/90

mmHg

dan

diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan


darah tinggi sampai maligna atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi
patologi yang dapat dikenali, sering kali dapat diperbaiki.
Peningkatan tekanan darah memberikan gejala yang akan berlanjut ke
suatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk
pembuluh darah jantung), dan hipertrofi ventrikel kanan (untuk otot jantung).
Hipertensi menjadi penyebab utama stroke yang membawa kematian yang
tinggi, dengan target organ di otak yang berupa stroke.

Cara meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui


beberapa:

Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada
setiap detiknya.

Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena
itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang
sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi
pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena
atherosklerosis.

Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan


darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu

62

membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh
meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Utara, U. S. (2010).
Faktor-faktor

yang

dapat

dimasukkan

sebagai

faktor

risiko

hipertensi adalah:
1. Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin
besarrisiko

terserang

hipertensi.Arteri

kehilangan

elastisitasnya

atau

kelenturannya seiring bertambahnya umur.Dengan bertambahnya umur, risiko


terjadinya hipertensi meningkat.Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala
umur, namun paling sering dijumpai pada orang berumur 35 tahun atau lebih.
2. Jenis Kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat
angka yang cukup bervariasi. Hingga usia 55 tahun lebih banyak ditemukan pada
pria. Namun setelah terjadi menopause (biasanya setelah usia 50 tahun),
tekanan darah pada wanita meningkat terus, hingga usia 75 tahun tekanan darah
tinggi lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria.16 Hal ini disebabkan
karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita.35 Berdasarkan hasil
penelitian Sugiharto (2007), menunjukkan bahwa OR hipertensi pada wanita jika
dibandingkan dengan pria adalah 0,79.
3. Stres Psikologis
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf
simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Stres atau
ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, bingung, cemas, berdebar-debar, rasa
marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak
ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat
serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat.
4. Pola Makan
a. Mengonsumsi garam dan lemak tinggi.
Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Garam
menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan di luar sel
agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

63

Berdasarkan hasil penelitian Sugiharto (2007), menunjukkan bahwa OR


hipertensi pada responden yang memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan asin
jika dibandingkan dengan yang tidak adalah 4,57.9 Lemak trans (ditemukan pada
makanan yang diproses, misalnya biskuit dan margarin) dan lemak jenuh
(ditemukan pada mentega, cake, pastry, biskuit, produk daging, dan krim) telah
terbukti dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah
b. Jarang mengonsumsi sayur dan buah
Vegetarian mempunyai tekanan darah lebih rendah dibandingkan
pemakandaging

dan

diet

vegetarian

pada

penderita

hipertensi

dapat

menurunkan tekanan darah.


5. Gaya Hidup
a. Olahraga tidak terarur
Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi
karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan.Orang yang tidak aktif juga
cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot
jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.Makin keras dan
sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan
pada arteri. Berdasarkan hasil penelitian Sugiharto (2007), menunjukkan bahwa
OR hipertensi pada responden yang tidak memiliki kebiasaan berolah raga jika
dibandingkan dengan yang memiliki kebiasaan berolah raga adalah 2,35.
b. Kebiasaan merokok
Selain dari lamanya kebiasaan merokok, risiko merokok terbesar
tergantung pada jumlah rokok yang diisap perhari.Seseorang lebih dari satu pak
rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak
merokok. Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang
diisap melalui rokok, yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan
endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses atherosklerosis dan
hipertensi.
Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan
darah segera setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap
rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil di dalam paruparu dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah
mencapai otak.Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada
kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin).

64

c. Mengonsumsi alkohol
Mengonsumsi tiga gelas atau lebih minuman berakohol perhari
meningkatkan risiko mendapat hipertensi sebesar dua kali.Bagaimana dan
mengapa alkohol meningkatkan tekanan darah belum diketahui dengan jelas.
Namun sudah menjadi kenyataan bahwa dalam jangka panjang, minum
minuman beralkohol berlebihan akan merusak jantung dan organ-organ lain.
Berdasarkan hasil penelitian Sugiharto (2007), menunjukkan bahwa OR
hipertensi pada responden yang sering mengonsumsi alkohol (3 kali/ minggu)
jika dibandingkan dengan yang jarang mengonsumsi alkohol adalah 4,86.
6. Obesitas
Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengonsumsi makanan
yang mengandung tinggi lemak.Obesitas meningkatkan risiko terjadinya
hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak
darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh.
Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi
meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. (Utara, U.
S. (2010).
PATOFISIOLOGI
Hipertensi Pada Lansia Dimulai dengan atherosklerosis, gangguan
struktur anatomi pembuluh darah perifer yang berlanjut dengan kekakuan
pembuluh darah. Kekakuan pembuluh darah disertai dengan penyempitan dan
kemungkinan pembesaran plague yang menghambat gangguan peredaran darah
perifer. Kekakuan dan kelambanan aliran darah menyebabkan beban jantung
bertambah berat yang akhirnya dekompensasi dengan peningkatan upaya
pemompaan jantung yang memberikan gambaran peningkatan tekanan darah
dalam sistem sirkulasi.
Tekanan darah tinggi biasa ditemui pada pasien yang sudah berusia
lanjut (lansia). Hal ini erat hubungannya dengan proses menua pada seseorang.
Di sini terjadi perubahan berupa berkurangnya elastisitas pembuluh darah,
sehingga terjadi kekakuan pembuluh darah.Keadaan ini diperberat dengan
terjadinya penimbunan lemak di lapisan dalam pembuluh darah.Tekanan darah
tinggi pada orang lansia yang sering tampak adalah bagian sistol, atau yang
terekam paling atas dari alat pengukur tekanan darah.

65

Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik


Terisolasi (HST), dan pada umumnya merupakan hipertensi primer. Adanya
hipertensi, baik HST maupun kombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor
risiko morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia. (Utara, U. S. (2010).
Klasifikasi hipertensi / pengelompokan hipertensi:
1. Menurut kasusnya :
a. Hipertensi esensial merupakan penyakit multifaktor yang dipengaruhi oleh faktor
genetik dan lingkungan. Pengaruh faktor gentik ini sangat bervariasi, dilaporkan
sekitar 15% pada populasi tertentu sampai dengan 60% pada populasi lainnya.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi tekanan darah antara lain obesitas, stres,
peningkatan asupan natrium, konsumsi alkohol yang berlebihan, dan lain-lain.28
Pada

hipertensi

esensial,

diastolik

meninggi

saat

berdiri,

penurunan

menunjukkan hipertensi sekunder.


b. Hipertensi sekunder, adalah jika penyebabnya diketahui. Pada sekitar 5- 10%
penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1- 2%,
penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya
pil KB). Hipertensi sekunder juga bisa disebabkan oleh penyakit/keadaan seperti
feokromositoma, hiperaldosteronisme primer (sindroma Conn), dan sindroma
Cushing.
2. Menurut gangguan tekanan darah

Hipertensi sistolik; peninggian tekanan darah sistolik saja

Hipertensi diastolik; peninggian tekanan diastolik.

3. Menurut beratnya atau tingginya peningkatan tekanan darah


a. Hipertensi ringan
b. Hipertensi sedang
c. Hipertensi berat. (Utara, U. S. (2010)
TANDA DAN GEJALA
Hipertensi

adalah

penyakit

yang

biasanya

tanpa

gejala.Namun

demikian,secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya


berhubungan dengan tekanan darah tinggi.Gejala yang dimaksud adalah sakit
kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan, yang
bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan
tekanan darah yang normal.

66

Retina

merupakan

bagian

tubuh

yang

secara

langsung

bisa

menunjukkan adanya efek dari hipertensi terhadap arteriola (pembuluh darah


kecil).Dengan anggapan bahwa perubahan yang terjadi di dalam retina mirip
dengan perubahan yang terjadi di dalam pembuluh darah lainnya di dalam tubuh,
seperti ginjal.Untuk memeriksa retina, digunakan suatu oftalmoskop.Dengan
menentukan derajat kerusakan retina (retinopati), maka bisa ditentukan beratnya
hipertensi.Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, maka dapat
menunjukkan gejala sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah,
dan pandangan menjadi kabur. (Utara, U. S., 2010).
PENCEGAHAN HIPERTENSI
a.

Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial yaitu usaha pencegahan predisposisi terhadap
hipertensi, belum terlihat adanya faktor yang menjadi risiko hipertensi, contoh
adanya peraturan pemerintah membuat peringatan pada rokok, dengan
melakukan senam kesegaran jasmani untuk menghindari terjadinya hipertensi.

b.

Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya awal pencegahan sebelum seseorang
menderita hipertensi, dimana dilakukan penyuluhan faktor-faktor risiko hipertensi
terutama pada kelompok risiko tinggi. Tujuan pencegahan primer adalah untuk
mengurangi insidensi penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab
penyakit dan faktor-faktor risikonya. (Utara, U. S. (2010).
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI PADA GERIATRI
Banyak penelitian menunjukkan bahwa pentingnya terapi hipertensi
pada lanjut usia; dimana terjadi penurunan morbiditas dan mortalitas akibat
penyakit kardiovaskuler dan serebrovaskuler.Sebelum diberikan pengobatan,
pemeriksaan tekanan darah pada lanjut usia hendaknya dengan perhatian
khusus, mengingat beberapa orang lanjut usia menunjukkan pseudohipertensi
(pembacaan spigmomanometer tinggi palsu) akibat kekakuan pembuluh darah
yang berat. Khususnya pada perempuan sering ditemukan hipertensi jas putih
dan sangat bervariasinya TDS.

a.

Sasaran tekanan darah


Pada

hipertensi

lanjut

usia,

penurunan

TDDhendaknya

mempertimbangkan aliran darah ke otak, jantung dan ginjal. Sasaran yang

67

diajukan pada JNCVI dimana pengendalian tekanan darah (TDS<140 mmHg dan
TDD<90mmHg) tampaknya terlalu ketat untuk penderita lanjut usia. Sys-Eur trial
merekomendasikan penurunan TDS < 160 mmHg sebagai sasaran intermediet
tekanan darah, atau penurunan sebanyak 20 mmHg dari tekanan darah awal.
b.

Modifikasi pola hidup


Mengubah pola hidup/intervensi non farmakologis pada penderita
hipertensi

lanjut

usia,

seperti

halnya

pada

semua

penderita,

sangat

menguntungkan untuk menurunkan tekanan darah. Beberapa pola hidup yang


harus diperbaiki adalah : menurunkan berat badan jika ada kegemukan,
mengurangi minum alcohol, meningkatkan aktivitas fisik aerobik, mengurangi
asupan

garam,

mempertahankan

asupan

kalium

yang

adekuat,

mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat, menghentikan


merokok, mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol.
c.

Terapi farmakologis
Umur dan adanya penyakit merupakan faktor yang akan mempengaruhi
metabolisme dan distribusi obat, karenanya harus dipertimbangkan dalam
memberikan obat antihipertensi. Hendaknya pemberian obat dimulai dengan
dosis kecil dan kemudian ditingkatkan secara perlahan. Menurut JNC VI1 pilihan
pertama untuk pengobatan pada penderita hipertensi lanjut usia adalah diuretic
atau penyekat beta. Pada HST, direkomendasikan penggunaan diuretic dan
antagonis kalsium. Antagonis kalsium nikardipin dan diuretic tiazid sama dalam
menurunkan angka kejadian kardiovaskuler. (RA. Tuty Kuswardhani. (n.d.)
6.10

OBESITAS
Definisi Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai kandungan lemak berlebih pada jaringan

adiposa.Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan


akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga
dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2009).Obesitas terjadi jika dalam suatu
periode waktu, lebih banyak kilokalori yang masuk melalui makanan daripada
yang digunakan untuk menunjang kebutuhan energi tubuh, dengan kelebihan
energi tersebut disimpan sebagai trigliserida di jaringan lemak (Sherwood, 2012).
Epidemiologi Obesitas

68

Prevalensi obesitas populasi dewasa di seluruh dunia pada tahun 2005


mencapai 400 juta jiwa (WHO, 2011). Prevalensi penduduk laki-laki dewasa
obesitas pada tahun 2013 sebanyak 19,7%, lebih tinggi dari tahun 2007 (13,9%)
dan tahun 2010 (7,8%). Pada tahun 2013, prevalensi obesitas perempuan
dewasa (>18 tahun) 32,9%, naik 18,1% dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5 % dari
tahun 2010 (15,5%) (Riskesdas, 2013).
Penyebab Obesitas
Obesitas terjadi jika dalam suatu periode waktu, lebih banyak kilokalori
yang masuk melalui makanan daripada yang digunakan untuk menunjang
kebutuhan energi tubuh, dengan kelebihan energi tersebut disimpan sebagai
trigliserida di jaringan lemak (Sherwood, 2012). Menurut Fauci, et al., (2009),
obesitas dapat disebabkan oleh peningkatan masukan energi, penurunan
pengeluaran energi, atau kombinasi keduanya. Obesitas disebabkan oleh
banyak faktor, antara lain genetik, lingkungan, psikis, kesehatan, obat-obatan,
perkembangan dan aktivitas fisik (Sherwood, 2012).
a. Faktor genetik
Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab
genetik. Selain faktor genetik pada keluarga, gaya hidup dan kebiasaan
mengkonsumsi makanan tertentu dapat mendorong terjadinya obesitas.
Penelitian menunjukkan bahwa rerata faktor genetik memberikan pengaruh
sebesar 33% terhadap berat badan seseorang (Farida, 2009).
b. Faktor lingkungan
Lingkungan, termasuk perilaku atau gaya hidup juga memegang
peranan yang cukup berarti terhadap kejadian obesitas (Farida, 2009).
c. Faktor psikis
Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan
makan.Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif
(Farida, 2009).Ada dua pola makan abnormal yang dapat menjadi penyebab
obesitas, yaitu makan dalam jumlah sangat banyak dan makan di malam hari
(Shils, 2006).

d. Faktor kesehatan
69

Terdapat beberapa kelainan kongenital dan kelainan neuroendokrin


yang dapat menyebabkan obesitas, diantaranya adalah Down Syndrome,
Cushing Syndrome, kelainan hipotalamus, hipotiroid, dan polycystic ovary
syndrome (Shils, 2006).
e. Faktor obat-obatan
Obat-obatan merupakan sumber penyebab signifikan dari terjadinya
overweight dan obesitas.Obat-obat tersebut diantaranya adalah golongan
steroid, antidiabetik, antihistamin, antihipertensi, protease inhibitor (Shils,
2006).Penggunaan obat antidiabetes (insulin, sulfonylurea, thiazolidinepines),
glukokortikoid, agen psikotropik, mood stabilizers (lithium), antidepresan
(tricyclics,

monoamine

oxidase

inibitors,

paroxetine,

mirtazapine)

dapat

menimbulkan penambahan berat badan.Selain itu, Insulin-secreting tumors juga


dapat menimbulkan keinginan makan berlebihan sehingga menimbulkan
obesitas (Fauci, et al., 2009).
f.

Faktor perkembangan
Penambahan ukuran, jumlah sel-sel lemak, atau keduanya, terutama
yang terjadi pada pada penderita di masa kanak-kanaknya dapat memiliki sel
lemak sampai lima kali lebih banyak dibandingkan orang yang berat badannya
normal (Farida, 2009).

g. Aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab
utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas pada masyarakat.Orang yang
tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung
mengonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang
seimbang akan mengalami obesitas (Farida, 2009).
Patofisiologi Obesitas
Obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan masukan dan keluaran kalori
dari tubuh serta penurunan aktifitas fisik (sedentary life style) yang menyebabkan
penumpukan lemak di sejumlah bagian tubuh (Rosen, 2008). Penelitian yang
dilakukan

menemukan

kekenyangan

seseorang

bahwa
diatur

pengontrolan
oleh

nafsu

mekanisme

makan
neural

dan
dan

tingkat
humoral

(neurohumoral) yang dipengaruhi oleh genetik, nutrisi,lingkungan, dan sinyal


psikologis. Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus
melalui 3 proses fisiologis, yaitu pengendalian rasa lapar dan kenyang,

70

mempengaruhi laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon. Proses


dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen
(yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer
(jaringan adiposa, usus dan jaringan otot).
Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta
menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik 13
(anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori,
yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang.Sinyal pendek mempengaruhi porsi
makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung
dan peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai
stimulator dalam peningkatan rasa lapar.Sinyal panjang diperankan oleh fatderived

hormon

leptin

dan

insulin

yang

mengatur

penyimpanan

dan

keseimbangan energi (Sherwood, 2012).


Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan
adiposa meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran
darah. Kemudian, leptin merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar
menurunkan produksi Neuro Peptida Y (NPY) sehingga terjadi penurunan nafsu
makan.Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan
energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic
center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada
sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya
kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan (Jeffrey, 2009)

71

Gambar 3. Patofisiologi Penyimpanan dan Keseimbangan Energi


(Sumber: Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Robbins and Cotran
Pathologic Basis of Disease. Edisi VIII, 2009).
Pengukuran Antropometri sebagai Skrining Obesitas
Obesitas dapat dinilai dengan berbagai cara atau metode antara lain
pengukuran IMT (Index Massa Tubuh), serta perbandingan lingkar pinggang dan
panggul (Sonmez et al., 2003).
a. IMT
Indeks massa tubuh (IMT) adalah ukuran yang menyatakan komposisi
tubuh, perimbangan antara berat badan dengan tinggi badan. Metode ini
dilakukan dengan cara menghitung BB/TB2 dimana BB adalah berat badan
dalam kilogram dan TB adalah tinggi badan dalam meter (Arora, 2008).
b. Rasio lingkar pinggang panggul (RLPP)
Pola penyebaran lemak tubuh tersebut dapat ditentukan oleh rasio
lingkar pinggang dan panggul.Pinggang diukur pada titik yang tersempit,

72

sedangkan panggul diukur pada titik yang terlebar; lalu ukuran pinggang dibagi
dengan ukuran panggul (Arora, 2008).
Rasio Lingkar Pinggang (LiPi) dan Lingkar Panggul (LiPa) merupakan
cara sederhana untuk membedakan obesitas bagian bawah tubuh (panggul) dan
bagian atas tubuh (pinggang dan perut). Jika rasio antara lingkar pinggang dan
lingkar panggul untuk perempuan diatas 0.85 dan untuk laki-laki diatas 0.95
maka berkaitan dengan obesitas sentral / apple shapedd obesity dan memiliki
faktor resiko stroke, DM, dan penyakit jantung koroner. Sebaliknya jika rasio
lingkar pinggang dan lingkar panggul untuk perempuan dibawah 0,85 dan untuk
laki-laki dibawah 0,95 maka disebut obesitas perifer / pear shapedd obesity
(WHO, 2008)
1) Lingkar Pinggang
Lingkar pinggang adalah salah satu indikator untuk menentukan jenis
obesitas yang diperoleh melalui hasil pengukuran panjang lingkar yang diukur di
antara crista illiaca dan costa XII pada lingkar terkecil, diukur dengan pita
meteran non elastis (ketelitian 1 mm). Pada penelitian lain yang dilakukan Wang
et al. (2005), ukuran lingkar pinggang yang besar berhubungan dengan
peningkatan faktor risiko terhadap penyakit kardiovaskular karena lingkar
pinggang dapat menggambarkan akumulasi dari lemak intraabdominal atau
lemak visceral. Berikut adalah teknik pengukuran lingkar pinggang menurut
Riskesdas 2013:

Responden diminta dengan cara yang santun untuk membuka pakaian bagian
atas atau menyingkapkan pakaian bagian atas dan raba tulang rusuk terakhir
responden untuk menetapkan titik pengukuran.

Tetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah.

Tetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul.

Tetapkan titik tengah di antara diantara titik tulang rusuk terakhir titik ujung
lengkung tulang pangkal paha/panggul dan tandai titik tengah tersebut dengan
alat tulis. Minta responden untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal
(ekspirasi normal).

73

Lakukan pengukuran lingkar perut dimulai/diambil dari titik tengah kemudian


secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan perut kembali menuju titik
tengah diawal pengukuran.

Apabila responden mempunyai perut yang gendut kebawah, pengukuran


mengambil bagian yang paling buncit lalu berakhir pada titik tengah tersebut lagi.

Pita pengukur tidak boleh melipat dan ukur lingkar pinggang mendekati angka
0,1 cm.

2) Lingkar Panggul
Lingkar panggul juga merupakan salah satu indikator untuk menentukan
jenis obesitas yang diperoleh melalui hasil pengukuran panjang lingkar maksimal
dari pantat dan pada bagian atas simphysis ossis pubis. Lingkar panggul yang
besar (tanpa menilai IMT dan lingkar pinggang) memiliki risiko diabetes melitus
dan penyakit kardiovaskular yang lebih rendah dibandingkan dengan obesitas
apple shaped (Oviyanti, 2010). Berikut adalah teknik pengukuran lingkar
pinggang menurut Riskesdas 2013:

Responden diminta berdiri tegap dengan kedua kaki dan berat merata pada
setiap kaki.

Palpasi dan tetapkan daerah trochanter mayor pada tulang paha.

Lingkarkan pita ukur tanpa melakukan penekanan

Posisikan pita ukur pada lingkar maksimum dari bokong, untuk wanita biasanya
di tingkat pangkal paha, sedangkan untuk pria biasanya sekitar 2 - 4 cm bawah
pusar.

Ukur lingkar pinggul mendekati angka 0,1cm.

74

Tabel 1. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT


dan Lingkar Perut Menurut Kriteria Asia Pasifik
Manifestasi klinis obesitas secara umum, antara lain :

Wajah bulat dengan pipi tembem dan dagu rangkap

Leher relatif pendek

Dada membusung dengan payudara membesar

Perut membuncit (pendulous abdomen) dan striae abdomen

Pada anak laki-laki : Burried penis, gynaecomastia

Pubertas dinigenu valgum (tungkai berbentuk X) dengan kedua pangkal paha


bagian dalam saling menempel dan bergesekan yang dapat menyebabkan
laserasi kulit (Sugondo, 2009).
Komplikasi Obesitas
Mortalitas yang berkaitan dengan obesitas, terutama obesitas apple
shaped, sangat erat hubungannya dengan sindrom metabolik. Sindrom metabolik
75

merupakan satu kelompok kelainan metabolik selain obesitas, meliputi resistensi


insulin, gangguan toleransi glukosa, abnormalitas lipid dan hemostasis, disfungsi
endotel dan hipertensi yang kesemuanya secara sendiri-sendiri atau bersamasama merupakan faktor resiko terjadinya aterosklerosis dengan manifestasi
penyakit jantung koroner dan/atau stroke. Mekanisme dasar bagaimana
komponen-komponen sindrom metabolik ini dapat terjadi pada seseorang
dengan obesitas apple shaped dan bagaimana komponen-komponen ini dapat
menyebabkan terjadinya gangguan vaskular, hingga saat ini masih dalam
penelitian (Soegondo, 2007).
Penatalaksanaan obesitas
a. Merubah gaya hidup
Diawali dengan merubah kebiasaan makan.Mengendalikan kebiasaan
ngemil dan makan bukan karena lapar tetapi karena ingin menikmati makanan
dan meningkatkan aktifitas fisik pada kegiatan sehari-hari. Meluangkan waktu
berolahraga secara teratur sehingga pengeluaran kalori akan meningkat dan
jaringan lemak akan dioksidasi (Sugondo, 2008).
b. Terapi Diet
Mengatur asupan makanan agar tidak mengkonsumsi makanan dengan
jumlah kalori yang berlebih, dapat dilakukan dengan diet yang terprogram secara
benar. Diet rendah kalori dapat dilakukan dengan mengurangi nasi dan makanan
berlemak, serta mengkonsumsi makanan yang cukup memberikan rasa kenyang
tetapi tidak menggemukkan karena jumlah kalori sedikit, misalnya dengan menu
yang mengandung serat tinggi seperti sayur dan buah yang tidak terlalu manis
(Sugondo, 2008).
c. Aktifitas Fisik
Peningkatan aktifitas fisik merupakan komponen penting dari program
penurunan berat badan, walaupun aktifitas fisik tidak menyebabkan penurunan
berat badan lebih banyak dalam jangka waktu enam bulan.Untuk penderita
obesitas, terapi harus dimulai secara perlahan, dan intensitas sebaiknya
ditingkatkan secara bertahap. Penderita obesitas dapat memulai aktifitas fisik
dengan berjalan selama 30 menit dengan jangka waktu 3 kali seminggu dan
dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit dengan jangka waktu 3 kali
seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit dengan jangka
waktu 5 kali seminggu (Sugondo, 2008).

76

d. Terapi perilaku
Untuk mencapai penurunan berat badan dan mempertahankannya,
diperlukan suatu strategi untuk mengatasi hambatan yang muncul pada saat
terapi diet dan aktifitas fisik.Strategi yang spesifik meliputi pengawasan mandiri
terhadap kebiasaan makan dan aktifitas fisik, manajemen stress, stimulus
control, pemecahan masalah, contigency management, cognitive restructuring
dan dukungan sosial (Sugondo, 2008).
e. Farmakoterapi
Farmakoterapi merupakan salah satu komponen penting dalam program
manajemen berat badan.Sirbutramine dan orlistat merupakan obat-obatan
penurun

berat

badan

yang

telah

disetujui

untuk

penggunaan

jangka

panjang.Sirbutramine ditambah diet rendah kalori dan aktifitas fisik efektif


menurunkan

berat

badan

dan

mempertahankannya.Orlistat

menghambat

absorpsi lemak sebanyak 30 persen.Dengan pemberian orlistat, dibutuhkan


penggantian vitamin larut lemak karena terjadi malabsorpsi parsial (Sugondo,
2008).
f.

Pembedahan
Tindakan pembedahan merupakan pilihan terakhir untuk mengatasi
obesitas.Pembedahan dilakukan hanya kepada penderita obesitas dengan IMT
40 atau 35 kg/m2 dengan kondisi komorbid. Bedah gastrointestinal (restriksi
gastrik/ banding vertical gastric) atau bypass gastric (Roux-en Y) adalah suatu
intervensi penurunan berat badan dengan resiko operasi yang rendah (Sugondo,
2008).

77

6. 11

Diabetes Melitus
Pengertian
Diabetes mellitus adalalah gangguan metabolisme yang secara genetik

dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi


karbohidrat, jika telah berkembang penuh secara klinis maka diabetes mellitus
ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerosis dan
penyakit vaskular mikroangiopati (Sylvia & Lorrain, 2006).
Diabetes mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
akibat kadar glukosa darah yang tinggi yang disebabkan jumlah hormone insulin
kurang atau jumlah insulin cukup bahkan kadang-kadang lebih, tetapi kurang
efektif (Sarwono, 2006). WHO menyatakan Diabetes mellitus adalah keadaan
hiperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan
secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat
disembuhkan tetapi dapat dikontrol dan menurut American Diabetes Association
(ADA) Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
Diabetes Mellitus adalah suatu keadaan dimana terjadinya peningkatan kadar
gula dalam darah yang mengakibatkan gangguan metabolisme dan berkembang
menjadi gangguan multisistem karena keterbatasan insulin di dalam tubuh
seseorang.
Faktor-Faktor Penyebab Diabetes Mellitus
Faktor-faktor penyebab diabetes melitus antara lain genetika, faktor
keturunan memegang peranan penting pada kejadian penyakit ini. Apabila orang
tua menderita penyakit diabetes mellitus maka kemungkinan anak-anaknya
menderita diabetes mellitus lebih besar.
Virus hepatitis B yang menyerang hati dan merusak pankreas sehingga
sel beta yang memproduksi insulin menjadi rusak.Selain itu peradangan pada sel
beta dapat menyebabkan sel tidak dapat memproduksi insulin.
Faktor lain yang menjadi penyebab diabetes melitus yaitu gaya hidup,
orang yang kurang gerak badan, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat,

78

kegememukan dan kesalahan pola makan. Kelainan hormonal, hormon insulin


yang kurang jumlahnya atau tidak diproduksi.
Klasifikasi Diabetes Melitus
American Diabetes Assosiation (2005) dalam Aru Sudoyo (2006)
mengklasifikasikan diabetes mellitus menjadi :
1. Diabetes mellitus tipe 1
Dibagi dalam 2 subtipe yaitu autoimun, akibat disfungsi autoimun
dengan kerusakan sel-sel beta dan idiopatik tanpa bukti autoimun dan tidak
diketahui sumbernya.
2. Diabetes mellitus tipe 2
Bervariasi mulai yang predominan resisten insulin disertai defisinsi
insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama
resisten insulin.
3. Diabetes mellitus Gestasional
Faktor resiko terjadinya diabetes mellitus gestasional yaitu usia
tua,etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat gestasional
terdahulu.Karena

terjadi

peningkatan

sekresi

beberapa

hormone

yang

mempunyai efek metabolic terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah


suatu keadaan diabetogenik.
4. Diabetes mellitus tipe lain :

Defek genetik fungsi sel beta

Defek genetik kerja insulin : resisten insulin tipe A,leprechaunism, sindrom


rabson mandenhall, diabetes loproatrofik, dan lainnya.

Penyakit eksokrin pankreas : pankreastitis, trauma / pankreatektomi, neoplasma,


fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, dan lainnya.

Endokrinopati : akromegali, sindron cushing, feokromositoma, hipertiroidisme


somatostatinoma, aldosteronoma, dan lainnya.

Karena obat atau zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid,
hormon tiroid, diazoxic,agonis adrenergic, tiazid, dilantin, interferon alfa, dan
lainnya.
79

Infeksi : rubella konginetal, dan lainnya.

Immunologi (jarang) : sindrom stiff-man , antibody antireseptor insulin, dan


lainnya.

Sindroma genetik lain : sindrom down, sindrom klinefilter, sindrom turner, sindrom
wolframs, ataksia friedriechs, chorea Huntington, sindrom Laurence/moon/biedl,
distrofi miotonik,porfiria, sindrom pradelwilli, dan lainnya (ADA, 2005)
Patofisiologi Diabetes Melitus
Menurut Brunner & Sudddart (2002) patofisiologi terjadinya penyakit
diabetes mellitus tergantung kepada tipe diabetes yaitu :

1) Diabetes Tipe I
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah
dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa
tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan
rasa haus (polidipsi).
2) Diabetes Tipe II
Resistensi insulin menyebabkan kemampuan insulin menurunkan kadar
gula darah menjadi tumpul. Akibatnya pankreas harus mensekresi insulin lebih
banyak untuk mengatasi kadar gula darah. Pada tahap awal ini, kemungkinan
individu tersebut akan mengalami gangguan toleransi glukosa, tetapi belum
memenuhi kriteria sebagai penyandang diabetes mellitus. Kondisi resistensi
insulin akan berlanjut dan semakin bertambah berat, sementara pankreas tidak
mampu lagi terus menerus meningkatkan kemampuan sekresi insulin yang
cukup untuk mengontrol gula darah. Peningkatan produksi glukosa hati,
penurunan pemakaian glukosa oleh otot dan lemak berperan atas terjadinya
hiperglikemia kronik saat puasa dan setelah makan. Akhirnya sekresi insulin oleh

80

beta sel pankreas akan menurun dan kenaikan kadar gula darah semakin
bertambah berat.
3) Diabetes Gestasional
Terjadi

pada

wanita

yang

tidak

menderita

diabetes

sebelum

kehamilannya.Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormonehormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita
yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal(Brunner & Suddarth,
2002).
Gejala
Gejalaawalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula
darah yang tinggi.Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka
glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan
membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang
hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan,
maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).
Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan
sehingga banyak minum (polidipsi).Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air
kemih, penderita mengalami penurunan berat badan.Untuk mengkompensasikan
hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak
makan (polifagi).
Dengan memahami proses terjadinya kelainan pada diabetes melitus
tersebut diatas, mudah sekali dimengerti bahwa pada penderita diabetes melitus
akan terjadi keluhan khas yaitu lemas, banyak makan, (polifagia) , tetapi berat
badan menurun, sering buang air kecil (poliuria), haus dan banyak minum
(polidipsia). Penyandang diabetes melitus keluhannya sangat bervariasi, dari
tanpa keluhan sama sekali, sampai keluhan khas diabetes melitusseperti
tersebut diatas. Penyandang diabetes melitus sering pula datang dengan
keluhan akibat komplikasi seperti kebas, kesemutan akibat komplikasi saraf,
gatal dan keputihan akibat rentan infeksi jamur pada kulit dan daerah khusus,
serta adapula yang datang akibat luka yang lama sembuh tidak sembuh
(Sarwono, 2006).
Diagnosis

81

Diagnosis diabetes dipastikan bila terdapat keluhan khas diabetes


( poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya ) disertai dengan satu nilai pemeriksaan glukosa darah tidak
normal ( glukosa darah sewaktu 200 mg/dl atau glukosa darah puasa 126
mg/dl ).
Selain itu terdapat keluhan khas yang tidak lengkap atau terdapat
keluhan tidak khas ( lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi,
pruritus vulvae) disertai dengan dua nilai pemeriksaan glukosa darah tidak
normal ( glukosa darah sewaktu 200 mg/dl atau glukosa darah puasa 126
mg/dl yang diperiksa pada hari yang berbeda ( Suyono, 2005 ).
Komplikasi kronis diabetes mellitus antara lain :
1) Kerusakan saraf (Neuropathy)
Sistem saraf tubuh kita terdiri dari susunan saraf pusat, yaitu otak dan
sum-sum tulang belakang, susunan saraf perifer di otot, kulit, dan organ lain,
serta susunan saraf otonom yang mengatur otot polos di jantung dan saluran
cerna.Hal ini biasanya terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol
dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih.Apabila glukosa darah
berhasil diturunkan menjadi normal, terkadang perbaikan saraf bisa terjadi.
Namun bila dalam jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan
menjadi normal maka akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah
kapiler yang memberi makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang
disebut neuropati diabetik (diabetic neuropathy). Neuropati diabetik dapat
mengakibatkan saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan
rangsangan impuls saraf, salah kirim atau terlambat kirim.Tergantung dari berat
ringannya kerusakan saraf dan saraf mana yang terkena.
2) Kerusakan ginjal (Nephropathy)
Ginjal manusia terdiri dari dua juta nefron dan berjuta-juta pembuluh
darah kecil yang disebut kapiler.Kapiler ini berfungsi sebagai saringan darah.
Bahan yang tidak berguna bagi tubuh akan dibuang ke urin atau kencing. Ginjal
bekerja 24 jam sehari untuk membersihkan darah dari racun yang masuk ke dan
yang dibentuk oleh tubuh. Bila ada nefropati atau kerusakan ginjal, racun tidak
dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal
bocor ke luar.Semakin lama seseorang terkena diabetes dan makin lama terkena
tekanan darah tinggi, maka penderita makin mudah mengalami kerusakan

82

ginjal.Gangguan ginjal pada penderita diabetes juga terkait dengan neuropathy


atau kerusakan saraf.
3) Kerusakan mata (Retinopathy)
Penyakit diabetes bisa merusak mata penderitanya dan menjadi
penyebab utama kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan
oleh diabetes, yaitu:

retinopati, retina mendapatkn makanan dari banyak pembuluh darah kapiler yang
sangat kecil. Glukosa darah yang tinggi bisa merusak pembuluh darah retina.

katarak, lensa yang biasanya jernih bening dan transparan menjadi keruh
sehingga menghambat masuknya sinar dan makin diperparah dengan adanya
glukosa darah yang tinggi.

glaukoma, terjadi peningkatan tekanan dalam bola matasehingg merusak saraf


mata.

d.

Penyakit jantung
Diabetes merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan
penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh
darah.Akibatnya suplai darah ke otot jantung berkurang dan tekanan darah
meningkat.

e.

Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi jarang menimbulkan keluhan yang
dramatis seperti kerusakan mata atau kerusakan ginjal.Namun, harus diingat
hipertensi dapat memicu terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan
ginjal, atau stroke.Risiko serangan jantung dan stroke menjadi dua kali lipat
apabila penderita diabetes juga terkena hipertensi.

f.

Penyakit pembuluh darah perifer


Kerusakan pembuluh darah di perifer atau di tangan dan kaki, yang
dinamakan Peripheral Vascular Disease (PVD), dapat terjadi lebih dini dan
prosesnya lebih cepat pada penderita diabetes daripada orang yang tidak
mendertita diabetes. Denyut pembuluh darah di kaki terasa lemah atau tidak
83

terasa sama sekali. Bila diabetes berlangsung selama 10 tahun lebih, sepertiga
pria dan wanita dapat mengalami kelainan ini.Dan apabila ditemukan PVD
disamping diikuti gangguan saraf atau neuropati dan infeksi atau luka yang sukar
sembuh, pasien biasanya sudah mengalami penyempitan pada pembuluh darah
jantung.
g.

Gangguan pada hati


Banyak orang beranggapan bahwa bila penderita diabetes tidak makan
gula bisa bisa mengalami kerusakan hati.Anggapan ini keliru, hati bisa terganggu
akibat penyakit diabetes itu sendiri. Dibandingkan orang yang tidak menderita
diabetes, penderita diabetes lebih mudah terserang infeksi virus hepatitis B atau
hepatitis C. Oleh karena itu, penderita diabetes harus menjauhi orang yang sakit
hepatitis karena kematian mendadak bisa terjadi.
6.12

ASMA

Definisi Asma
Menurut Nelson (2007) asma didefinisikan sebagai penyakit inflamasi
kronis yang terjadi di salur pernafasan sehingga menyebabkan penyempitan
pada salur pernafasan tersebut.Asma merupakan sindrom yang kompleks
dengan karakteristik obstruksi jalan nafas, hiperresponsif bronkus dan inflamasi
pada salur pernafasan (Busse dan Lemanske, 2001). Asma menyerang kesemua
bangsa dan etnik di seluruh dunia dan pada semua peringkat usia, dengan
prevalensi anak laki-laki lebih banyak berbanding anak perempuan dan setelah
pubertas, asma lebih banyak menyerang wanita berbanding pria (Fanta, 2009).
Patogenesis Asma
Asma secara konsistennya berhubungan dengan lokus yang pro-alergik
dan proinflamatori.Sel inflamatori bisa menginflitrasi dan menyumbat salur
pernafasan sehingga mengakibatkan kerusakan pada epitel dan deskuamasi
pada lumen salur pernafasan.Inflamasi yang terjadi menyebabkan salur
pernafasan menjadi hiperresponsif yaitu cenderung untuk berkonstriksi apabila
terpapar kepada alergen.Batuk, rasa sesak di dada dan mengi adalah akibat dari
obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamasi kronik danhiperaktivitas bronkus.
Penyempitan saluran napas yang terjadi pada pasien asma merupakan
suatu hal yang kompleks.Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast
yang banyak ditemukan di permukaan mukosa bronkus, lumen jalan napas dan

84

di bawah membran basal.Bermacam faktor pencetus dapat mengaktifkan sel


mast.Selain sel mast, sel lain yang juga dapat melepaskan mediator adalah sel
makrofag alveolar, eosinofil, sel epitel jalan napas, neutrofil, platelet, limfosit dan
monosit.
Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag
alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal
menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan
oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel
dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga memperbesar
reaksi yang terjadi.
Mediator

inflamasi

secara

langsung

maupun

tidak

langsung

menyebabkan serangan asma, melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil,


netrofil, platelet dan limfosit.Sel-sel inflamasi ini juga mengeluarkan mediator
yang kuat seperti leukotrien.Tromboksan, PAF dan protein sitotoksis yang
memperkuat reaksi asma.Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya
menimbulkan hipereaktivitas bronkus (Nelson, 2007).
Etiologi Asma
Menurut Patino dan Martinez (2001) dalam Martinez (2003) faktor
lingkungan dan faktor genetik memainkan peran terhadap kejadian asma.
Menurut Strachan dan Cook (2008) dalam Eder et al (2006) pada kajian meta
analisis yang dijalankan menyimpulkan bahwa orang tua yang merokok
merupakan penyebab utama terjadinya mengi dan asma pada anak. Menurut
Corne et al (2002) paparan terhadap infeksi juga bisa menjadi pencetus kepada
asma.Infeksi virus terutamanya rhinovirus yang menyebabkan simptom infeksi
salur pernafasan bagian atas memicu kepada eksaserbasi asma.
Gejala ini merupakan petanda asma bagi semua peringkat usia (Eder et
al, 2006). Terdapat juga teori yang menyatakan bahwa paparan lebih awal
terhadap infeksi virus pada anak lebih memungkinkan untuk anak tersebut
diserang asma (Cockrill et al, 2008).Selain faktor linkungan, faktor genetik juga
turut berpengaruh terhadap kejadian asma.Kecenderungan seseorang untuk
menghasilkan IgE diturunkan dalam keluarga (Abbas et al, 2007).Pasien yang
alergi terhadap alergen sering mempunyai riwayat keluarga yang turut menderita
asma dan ini membuktikan bahwa faktor genetik sebagai faktor predisposisi
asma (Cockrill et al, 2008).

85

Klasifikasi Asma
a. Asma saat tanpa serangan
Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) mengklasifikasikan derajat asma
menjadi:

b.

Asma episodik jarang

Asma episodik sering

Asma persisten
Asma saat serangan
Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat
serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan
pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan
diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan
sedang dan asma serangan berat.
Manifestasi klinis asma
Batuk kering yang intermitten dan mengi merupakan gejala kronis yang
sering dikeluhkan pasien.Pada anak yang lebih tua dan dewasa mengeluhkan
sukar bernafas dan terasa sesak di dada.Pada anak yang lebih kecil sering
merasakan nyeri yang nonfokal di bagian dada.Simptom respiratori ini bisa lebih
parah pada waktu malam terutamanya apabila terpapar lebih lama dengan
alergen.Orang tua sering mengeluhkan anak mereka yang asma mudah letih dan
membatasi aktivitas fisik mereka (Nelson, 2007).
Manakala menurut Boguniewicz (2007), mengi merupakan karakteristik
yang utama pada pasien asma. Jika bronkokonstriksi bertambah parah, suara
mengi akan lebih jelas kedengaran dan suara pernafasan menghilang.
Menurutnya lagi, sianosis pada bibir dan nail beds akan terlihat disebabkan oleh
hipoksia. Takikardia dan pulsus paradoxus juga bisa terjadi.Agitasi dan letargi
merupakan tanda-tanda permasalahan pada pernafasan. Menurut Abbas et al
(2007), pada pasien asma terjadi peningkatan produksi mukus. Hal ini dapat
menyebabkan obstruksi bronkus dan pasien mengeluhkan sukar bernafas.
Kebanyakan dari penderita asma juga mengalami alergi rinitis dan
eksema (Sheffer, 2004).Alergi rinitis merupakan inflamasi pada mukosa nasal
yang

ditandai

dengan

nasal

kongesti,

rinorea,

bersin

dan

iritasi

86

konjuntiva.Rinorea, nasal kongesti, bersin paroxysmal dan pruritus pada mata,


hidung, telinga dan palatum merupakan tanda yang sering dikeluhkan oleh
pasien alergi rinitis.Anak yang alergi rinitis bisa juga terjadi gangguan tidur,
aktivitas yang terbatas, irritabilitas dan gangguan mood dan kognitif yang bisa
menggangu prestasi anak di sekolah. Hidung yang terasa gatal akan
menyebabkan anak sering terlihat menggosok hidung dengan tangan (Nelson,
2007). Beberapa kajian telah menyatakan bahwa alergi rinitis merupakan salah
satu faktor pemicu terjadinya asma.Prevalensi alergi rinitis pada pasien asma
diperkirakan sebanyak 80 % hingga 90% (B Leynaert, 2000).
Menurut Akdis et al (2006) dalam Bieber (2008) dermatitis atopik atau
eksema adalah penyakit kulit yang sering dideritai oleh pasien dengan penyakit
atopik yang lain seperti asma dan alergi rinitis. Lesi kulit dermatitis atopik
memperlihatkan adanya edema dan infiltrasi sel mononuklear dan eosinofil serta
penimbunan cairan dalam kulit(membentuk vesikel yang jelas terlihat secara
klinis.
Penatalaksanaan Asma
Sasaran utama sebagai strategi pertahanan terhadap asma adalah zat
zat iritan dan alergen.Keduanya bisa merangsang timbulnya reaksi pada salur
pernafasan.Penghindaran terhadap faktor lingkungan adalah saran yang paling
ampuh dalam usaha menghadapi asma.Cara ini sangat alami, tidak perlu
mengkonsumsi obat-obatan, tiada akibat sampingannya serta udara dan
lingkungan yang bersih membawa manfaat bagi seluruh anggota keluarga yang
lain (Iwan dan Syamsir, 2006).
Terdapat dua kategori obat untuk penyembuhan asma yaitu obat pelega
yang bekerja dengan cepat (quick-relief) dan obat kontrol untuk jangka panjang
(long-term control).Obat pelega yang digunakan adalah short-acting 2 agonist
(SABA), anti kolinergik dan kotikosteroid oral.SABA (seperti albuterol, levalbuterol
dan pirbuterol) merupakan antara bronkodilator yang efektif.SABA bekerja
dengan memberikan efek relaksasi pada otot polos bronkus dan mula bekerja 5
hingga 10 menit setelah administrasi.
Ipratropium bromida merupakan antikolinergik bronkodilator yang
mengurangkan hipersekresi mukus dan irritabilitas reseptor batuk dengan
mengikat asetilkolin di reseptor muskarinik yang terdapat pada otot polos

87

bronkus.Anak asma dengan eksaserbasi akut diberikan kortikosteroid untuk 3


hingga 10 hari.Dosis awal diberikan 1-2 mg/kg/hari dengan Prednison untuk 2
hingga 5 hari yang berikutnya.Untuk obat kontrol jangka panjang pula digunakan
obat long-acting 2 agonist (LABA), kortikosteroid inhalasi, teofilin dan leukotrien
modifiers.
LABA (salmeterol, formoterol dan bambuterol) memberikan efek
relaksasi otot polso bronkus dan bekerja selama 12 jam tapi obat ini tidak
memberikan efek anti inflamatori yang signifikan. Leukotriene modifiers dibagi
menjadi dua kelompok yaitu cysteinyl leukotriene reseptor antagonists(zafirlukast
dan montelukast) dan leukotriene synthesis inhibitors (zileuton) (Nelson, 2006).
Leukotriene modifiers bekerja sebagai anti inflamasi dan bronkodilator. Manakala
teofilin

bekerja

dengan

cara

menghambat

fosfodiesterase

seterusnya

menghambat pemecahan cyclic-AMP. Teofilin merupakan terapi tambahan bagi


kortikosteroid inhalasi (Gwilt et al, 2008).

88

BAB 7
PLAN OF ACTION
7.1

Health Problem dan Goal


Permasalahan utama ditentukan supaya dapat merencanakan

kegiatan intervensi pada Kecamatan Dampit, ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Health Problem
Di dapatkan Penyakit Tidak

Goal
Menurunkan angka kejadian

Menular masih menduduki dalam

Penyakit Tidak Menular di wilayah

daftar 15 penyakit terbanyak rawat

kerja Puskesmas Dampit dengan cara

jalan Puskesmas Dampit dengan total

meningkatkan jumlah pembentukkan

persentase sebesar 8% dari total

POSBINDU di kecamatan Dampit

rawat jalan Puskesmas Dampit setiap

sebesar 100% dalam 1 tahun.

tahunnya

oleh

kesadaran

karena

kurangnya

masyarakat

tentang

deteksi dini dan pencegahan Penyakit


Tidak Menular.

7.2

Faktor Risiko dan Objektif


Faktor-faktor

risiko

berdasarkan

H.L Blum

yang

mungkin

menyebabkan munculnya masalah utama di Kecamatan Dampit ditentukan dan


ditunjukkan pada table dibawah ini.
Faktor

Faktor Risiko yang dapat

Objektif

Determinan
Perilaku

Dimodifikasi
Kurangnya

kesadaran

Meningkatkan pengetahuan dan

Kesehatan

masyarakat

mengenai

kesadaran masyarakat tentang

pentingnya deteksi dini dan

pentingnya

pencegahan penyakit tidak

pencegahan

menular.

menular
aktif

deteksi

penyakit

dengan
dalam

POSBINDU

dini

dan
tidak

berkontribusi
pelaksanaan

PTM

hingga

meningkat 80% dalam waktu 1


Lingkungan

Kondisi jalan yang berliku-

tahun.
Mendirikan POSBINDU PTM di

liku

setiap desa untuk memudahkan

dan

membuat

bebatuan

sulitnya

akses

dan

memotivasi

masyarakat

89

masyarakat

untuk

ke

puskesmas

dalam deteksi dini penyakit tidak


menular hingga sebesar 100%

Pelayanan

Kurangnya

jumlah

Kesehatan

POSBINDU PTM

dalam waktu 1 tahun.


Meningkatkan jumlah POSBINDU
PTM di setiap desa di Kecamatan
Dampit

Genetik

waktu 1 tahun.
-

7.3

Contributing

sebesar 100% dalam

Contributing Risk Factor


Risk

Sub Objektif

Factor
Kurangnya

Predisposing:

pengetahuan kader

anggapan

kader

kader mengenai deteksi dini

desa kesehatan

desa

dan pencegahan penyakit

pentingnya

tidak menular sebesar 80%

kesehatan
kecamatan

Dampit

mengenai
pentingnya
dini
pencegahan
penyakit

mengenai
deteksi

Meningkatkan pengetahuan

dini

deteksi pencegahan

dan
penyakit

setelah

terlaksananya

program.

dan tidak menular.


Enabling:
tidak

kurangnya
informasi

menular.

pemberian
dari

nakes

mengenai penyakit tidak


menular.
Reinforcing:
tidak

adanya

penghargaan bagi kader


yang

bersedia

membantu dalam deteksi


dini

dan

pencegahan

Kurangnya

penyakit tidak menular


Predisposing:

Meningkatkan pengetahuan

pengetahuan

anggapan bahwa deteksi

masyarakat

masyarakat

dini

pencegahan

pentingnya deteksi dini dan

penyakit tidak menular

pencegahan penyakit tidak

tidak di rasa tidak terlalu

menular

kecamatan
mengenai
pentingnya

Dampit

dan

deteksi penting

setelah

mengenai

sebesar

80

telaksananya

Enabling:
90

dini

dan kurangnya

pencegahan
penyakit

informasi
tidak

menular.

pemberian
dari

program.

nakes

mengenai penyakit tidak


menular.
Reinforcing:
tidak adanya daya tarik
bagi masyarakat sehat
untuk melakukan deteksi
dini

dan

pencegahan

penyakit tidak menular.


7.4 Kelompok Sasaran
Target Group
Primer

Kader Posyandu pada enam desa


(Dampit,

Amadanom,

Srimulyo,

Bumirejo, Baturetno, Sukodono) di


Kecamatan Dampit
Masyarakat pada enam desa (Dampit,

Sekunder

Amadanom,

Srimulyo,

Bumirejo,

Baturetno, Sukodono) di Kecamatan


Dampit
Tenaga kesehatan

Tersier

pada

enam

Amadanom,

dan perangkat
desa

(Dampit,

Srimulyo,

Bumirejo,

Baturetno, Sukodono) di Kecamatan


Dampit

7.5

Metode
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, kami menyusun

rangkaian acara yang berjudul MADU BINDU (Mari Dukung Pembentukkan


POSBINDU PTM), yang terdiri dari:
1. MADU RASA (MAri DUkung pengaRahan kAder deSA) dengan POSBINDU
PTM

91

Kegiatan yang memberikan pengarahan kepada kader kesehatan


Mengenai POSBINDU PTM. Kegiatan ini meliputi penyuluhan kepada kaderkader enam desa di kecamatan Dampit (Dampit, Amadanom, Srimulyo, Bumirejo,
Baturetno, Sukodono) mengenai deteksi dini dan pencegahan penyakit tidak
menular. Tujuan pada kegiatan ini adalah kader mengetahui tentang penyakit
tidak menular, mulai dari pengertian, penyebab,

tatalaksana awal, dan

pencegahan serta mengetahui cara-cara melakukan pengukuran deteksi dini


untuk penyakit tidak menular.
2. MADU PEKAD (MAri DUkung PElatihan KAder Desa) dengan POSBINDU
Kegiatan yang memberikan pelatihan kepada seluruh kader kesehatan
tentang Posbindu PTM. Kegiatan ini meliputi pelatihan kepada kader-kader
enam desa di kecamatan Dampit (Dampit, Amadanom, Srimulyo, Bumirejo,
Baturetno, Sukodono) mengenai aplikasi simulasi deteksi dini dan pencegahan
penyakit tidak menular dengan 5 meja. Tujuan pada kegiatan ini adalah kader
mengetahui tentang praktek pelaksanaan Posbindu PTM mulai dari meja 1
sampai meja 5 dan Kader mengetahui cara-cara melakukan pengukuran deteksi
dini untuk penyakit tidak menular. Kader diminta membentuk 6 kelompok yang
masing-masing terdiri atas 5 kader perwakilan dari tiap desa. Alat-alat yang yang
dibutuhkan untuk simulasi disediakan oleh pembuat program.
3. MADU DESA (MAri Dukung DEtekSi Awal) dengan POSBINDU
Kegiatan launching posbindu yang akan di selenggarakan di
kelurahan

Dampit. Acara kali ini akan memberikan pemaparan tentang

Posbindu PTM kepada kader dan tokoh masyarakat. Kegiatan ini berupa
peresmian pembentukkan Posbindu PTM pada enam desa (Dampit, Amadanom,
Srimulyo,

Bumirejo,

Baturetno,

Sukodono)

serta

untuk

pertama

kali

diadakannnya posbindu PTM di kecamatan Dampit.


7.6

Timeline Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan pada tanggal 25,26 dan 29

November 2016.

Tanggal
25 Oktober 2016

Rencana kegiatan
MADU RASA

92

1. Registrasi
2. Pembukaan
3. Sambutan Kepala
Dampit
4. Pengisian pre test
5. Materi
penyuluhan

Puskesmas

tentang

POSBINDU dan Penyakit Tidak


Menular

(Hipertensi,

Diabetes

Melitus, Asma, Nyeri sendi, Nyeri


dada, Bahaya merokok, Kanker
Payudara)
6. Ice Breaking
7. Penyuluhan Diabetes Melitus
8. Mengajarkan cara penggunaan

26 Oktober 2016

lembar balik
9. Pengumuman hasil pre terbaik
10. Penutupan + konsumsi
MADU PEKAD
1.
2.
3.
4.

Registrasi
Pembukaan
Pengisian post test
Demo Posbindu PTM dari meja 1

sampai 5
5. Simulasi Posbindu PTM dari meja

29 Oktober 2016

1 sampai 5
6. Pengumuman hasil post terbaik
7. Penutupan + konsumsi
MADU DESA
1. Registrasi
2. Pembukaan
3. Sambutan Kepala
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Puskesmas

Dampit
Sambutan tokoh masyarakat
Senam sehat
peresmian POSBINDU
Pembagian doorprize
Penutupan
Acara
POSBINDU
PTM

pembagian konsumsi

93

7.7

Sistem Evaluasi

Sistem evaluasi untuk upaya menurunkan jumlah penderita penyakit


tidak menular melalui program-program dalam MADU BINDU akan dijelaskan
sebagaimana tabel berikut.

94

Tabel 7.7 Sistem Evaluasi Program


N Kegiatan

Jenis

Kriteria Indikator

Targe

Indikator

Metode Pengukuran

t
(

1 MADU

RASA

(Mari Proses

Dukung pengarahan kader


desa)

dengan

%)
80
30

% kehadiran kader
% antusiasme dan keaktifan peserta

Presensi
Jumlah
yang

Posbindu

PTM

% materi yang tersampaikan

100

penyuluhan
Jumlah
yang

Impact
Outcome

% peningkatan pengetahuan
% kepuasan peserta
% penurunan angka kejadian penyakit tidak

bertanya

dibuat

50
80
30

disampaikan
Pre test
Kuesioner
Survey, pencatatan

80

Jumlah

kader
saat
materi
dan

menular dalam waktu 1 tahun


2 MADU

PEKAD

(Mari Proses

% jumlah kader

Dukung Pelatihan Kader


% antusiasme dan keaktifan peserta

Desa) dengan Posbindu


PTM

Impact

pemahaman

pencegahan

mengenai

penyakit

tidak

deteksi

dini

menular

dan

melalui

00
100

kader

yang

mendaftar
1 Jumlah
kader

yang

bertanya saat simulasi


Kesesuaian
demo
dengan simulasi

95

Posbindu PTM yang dapat di aplikasikan secara


Outcome

langsung menggunakan 5 meja.


% Kader dapat memahami dan mengetahui serta

80

survey

80
70

presensi
Jumlah kader dan tokoh

menjelaskan mengenai penyakit tidak menular


dengan benar secara berkelanjutan dalam waktu 3
bulan
3 MADU
Dukung

DESA

(Mari Proses

Deteksi

Awal)

% jumlah kader dan tokoh masyarakat


% antusiasme kader dan tokoh masyarakat

masyarakat

dengan Posbindu PTM

yang

Impact

%kader yang mampu melakukan sosialisasi/

80

bertanya saat acara


Survey, observasi

Outcome

penyuluhan
% penurunan angka kejadian penyakit tidak

80

Survey

aktif

menular dalam waktu 1 tahun

96

BAB 8
HEALTH PROMOTION OF ACTION

N
o

Tenaga
Kegiatan

Tujuan

Sasaran

Metode

Lokasi

Pelaksa

Waktu

Dana

naan

Persiapan
1 Persiapan

Mendapatkan

data Tata

sekunder

dari Puskesmas

pembuatan
proposal

dengan Puskesmas Dampit

pengumpulan data
primer

dan

data

sekunder

Mengetahui

Usaha Mengumpulkan

Dampit

profil

Puskesmas Dampit

data

PKM Dampit

DM

tugas PKM Dampit

DM

gg II

dari

puskesmas
kemudian

diolah

untuk rencana kerja


dan survey.

Mengetahui
permasalahan
Puskesmas
2 Pembuatan
.

proposal

Membuat rancangan Pembimbing DM

Membagi

kerja operasional

untuk

merancang

gg II

pembuatan
proposal diagnosa
komunitas
3 Melakukan Survey - Mendapatkan data Tenaga kesehatan -memberikan
.

awal ke enam desa

primer

(Dampit,

beberapa

Amadanom,

kesehatan

dari dan masyarakat


tenaga
dan

kuisoner
tenaga
dan

Posyandu tiap DM

dengan desa

di

g 50.000
g II-III

kesehatan kecamatan
masyarakat Dampit

97

Srimulyo, Bumirejo, masyarakat


Baturetno,

tiap

pada enam desa

desa

Sukodono)

(Dampit,

di

Amadanom,

Kecamatan Dampit

Srimulyo, Bumirejo,
Baturetno,
Sukodono)

di

Kecamatan Dampit.
Pelaksanaan
1 MADU RASA (Mari Memberi
Dukung
pengarahan
desa)

- 35 kader

penyuluhan :
kader - Deteksi dini dan
dengan pencegahan

Posbindu PTM

penyakit

1. Absensi

Ruang

2. Pre-test

Puskesmas

3. Presentasi

Dampit

4.
tidak

Diskusi

Rapat DM

Mgg V

100.000

Mgg V

200.000

dan

tanya jawab

menlar

5. Buku Panduan

- Pengertian, tanda-

Posbindu PTM

tanda, bahaya dan


pencegahan
penyakit
2 MADU
(Mari
Pelatihan

tidak

menular,
PEKAD Mengajarkan
Dukung kepada
Kader mengenai

35 kader
kader
aplikasi

1. Absensi

Ruang

2. Presentasi

Puskesmas

3.

Diskusi

Rapat DM

dan Dampit
98

Desa)

dengan simulasi deteksi dini

Posbindu PTM

dan

tanya jawab

pencegahan

penyakit

4.

tidak

alat-alat

digunakan

untuk

menular pada meja

pelaksanaan

1 sampai 5

Posbindu
(KMS

yang

PTM
Posbindu,

timbangan
badan,

berat
meteran,

tensimeter, lembar
balik, leaflet, buku
makanan sehat dan
buku

pencatatan

hasil

KMS

Posbindu)
4. Post Test
Pengaplikasian

3 MADU DESA (Mari Kegiatan launching 35 kader


.

Dukung

Deteksi posbindu ini akan

Awal)

dengan memberikan

Posbindu PTM

pemaparan tentang
Posbindu

PTM

kepada kader dan

30
masyarakat

tokoh

Balai

DM

Mgg V

650.000

langsung Posbindu Pertemuan


oleh kader kepada Umum
masyarakat.

alat- Kelurahan

alat

yang Dampit

digunakan

untuk

99

tokoh masyarakat.

pelaksanaan
Posbindu
(KMS

PTM
Posbindu,

timbangan
badan,

berat
meteran,

tensimeter, lembar
balik, leaflet, buku
makanan sehat dan
buku

pencatatan

hasil

KMS

Posbindu)
Evaluasi
1 Evaluasi
.

Meningkatnya

kader

desa
Penduduk

pengetahuan kader
dan

masyarakat

desa yang

mengenai
pentingnya
dini

deteksi
dan

berumur
rentang 1560 tahun

pencegahan
penyakit

tiap Evaluasi

tidak

Posbindu PTM

ke Pada

enam DM

desa yang di
gagas

Mgg
VII

untuk

dilakukan
pembentukkan
Posbindu
PTM,

yaitu

desa : Dampit,

100

menular.
-

LPJ

mengurangi

Srimulyo,

prevalensi penyakit

Bumirejo,

tidak menular pada

Baturetno,

kecamatan Dampit.
Melaporkan
hasil Kepala
kegiatan

3
.

Amadanom,

LPJ

Melaporkan
kegiatan

Presentasi

Puskesmas
Dampit
hasil Pembimbing DM

Sukodono
Puskesmas

DM

Dampit
Presentasi

FK UB

M
gg VII

DM

Mgg
VIII

101

BAB 9
EVALUASI PELAKSANAAN HEALTH PROMOTION
PROMOTION
Tabel 9.1 Sistem Evaluasi Program
N Kegiatan
o

Jenis

Kriteria Indikator

Target

Indikator
1 MADU RASA

Proses

(MAri

Metode

Pelaksanaan

Pencapaian

( Pengukuran
%

kehadiran

%)
100

(%)

presensi

Peserta kader yang hadir dan

peserta kader

mengisi absensi sebanyak

DUkung

100

35

kader dari 35 undangan

pengaRahan
kAder deSA)
% keaktifan peserta

20%

kader

Jumlah
yang
dan

kader

Peserta kader aktif dalam diskusi

bertanya

dimana terdapat 10 kader yang

menjawab

pertanyaan

saat

penyuluhan

menjawab

pertanyaan

28,57

yang

diajukan oleh dokter muda dan 10


santri

bertanya

mengenai

pengarahan materi PTM


%

materi

yang

100

tersampaikan

Impact

peningkatan

80

Jumlah

materi

Semua materi di slide

yang dibuat dan

telah dipresentasikan semua oleh

disampaikan

dokter muda

Pre test post test

waktu sesuai rundown


Rata-rata nilai pre test peserta

dengan alokasi

pengetahuan

penyuluhan pada kader adalah

92,85 dan nilai post test 98,57

kepuasan

100

95,71

peserta kader
102

80

Kuesioner

Berdasarkan kuisoner kepuasan

100

peserta kader 87,3 % merasa


sangat senang, 12,7% merasa
senang dengan adanya kegiatan
ini.

Outcome

%kader mengetahui

80

tanda-tanda

Survey,

Belum dapat dievaluasi

pencatatan

penyakit PTM
Dalam kegiatan ini, tidak ada masalah selama acara berlangsung. Berikut adalah pertanyaan yang diajukan peserta kader pada
saat sesi diskusi:
1. Apa saja tanda-tanda penyakit kencing manis dan tekanan darah tinggi?
2. Bagaimana cara mencegah masing-masing penyakit yang telah dijelaskan didepan ? (masing-masing kader menjawab dan
tunjuk jari)
3. Mengapa PTM itu penting ?
N Kegiatan

Jenis

Kriteria Indikator

Target

Metode

Pelaksanaan

Pencapaian

103

Indikator
2 MADU

pelatihan

PEKAD (MAri

( Pengukuran
% jumlah peserta

%)
100

kader

Jumlah

kader

yang mendaftar

Jumlah

peserta

mengikuti

pelatihan

kader

yang

adalah

35

DUkung

orang sesuai dengan undangan

PElatihan

awal,

KAder Desa)

dengan masing-masing kelompok

terdiri atas

100

7 kelompok

terdiri dari 5 orang kader


% keaktifan dalam

100

pelatihan kader

Jumlah
yang

kader

Jumlah kader yang berkumpul dari

melakukan

35 kader, semua nya melakukan

pelatihan sesama

100

pelatihan sesama kader

kader
Impact

kader

bisa

90

melakukan

Melihat langsung
ke

pemeriksaan

PTM

secara mandiri

Semua kader yang berkumpul,

kader, bisa melakukan pemeriksaan PTM

melakukan

secara mandiri yang telah dilatih

pemeriksaan

oleh dokter muda

secara

100

mandiri

dimasing-masing
Outcome

meja posbindu
Survey
desa

Langsung melihat ke lokasi desa

mempraktekkan ke

sukodono

sukodono,

masyarakat

nov 2016

kader

langsung

yang

sesuai

80

tgl

telah

100

menjalan

posbindunya. Dan semua yang


telah diajarkan sesuai dan dokter
104

desa

masing-

muda langsung bertanya ke kader

masing
3 MADU DESA

proses

agar kader ingat materi yang telah

% jumlah kader

100

diberikan
Jumlah kader yang hadir dan

Presensi

(MAri

mengisi absensi sebanyak 30 dari

Dukung

35 undangan (halangan karena

DEtekSi

acara)
Jumlah undangan

50 dari 65

undangan

hadir

Awal)

untuk

85,71

76,92

dalam

launching posbindu di kelurahan


%

antusiasme

90

kader

kader

dampit
10 kader dalam mempraktekkan

aktif

penjelasan lembar balik dan 20

berkontribusi saat

kader aktif sebagai warga desa

Jumlah
yang
penyuluhan

100

dan untuk diperiksa

pelatihan
penjelasan lembar
balik
Impact

kader

yang

80

Survey, observasi

mampu melakukan

Kader yang mampu melakukan

100

penyuluhan adalah 30 orang

sosialisasi/penyuluh
an
Outcome

Terdapat

data

kesehatan

yang

ada

Survey

Kader kesehatan mulai mengisi

ada

buku pedoman Posbindu dengan


105

lengkap

mengenai

penyakit

yang

pernah

mencatat teman-temannya yang


memiliki resiko PTM

dialami

kader

106

Anda mungkin juga menyukai