Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Perkembangan zaman dan teknologi mempengaruhi berbagai bidang
ilmu pendidikan di Indonesia, salah satunya adalah bidang farmasi. Dalam
bidang industri farmasi, perkembangan teknologi farmasi sangat berperan
aktif dalam peningkatan kualitas produksi obat-obatan. Hal ini

banyak

ditunjukan dengan banyaknya sediaan obat-obatan yang disesuaikan dengan


karakteristik dari zat aktif obat, kondisi pasien dan penigkatan kualitas obat
dengan meminimalkan efek samping obat tanpa harus mengurangi atau
mengganggu dari efek farmakologis zat aktif obat.
Farmasi merupakan salah satu bidang profesional kesehatan yang
mempunyai kombinasi dari ilmu kesehatan, ilmu kimia, ilmu fisika dan ilmu
biologi. Salah satu cabang dari ilmu farmasi adalah farmakognosi, yaitu ilmu
pengetahuan tentang bahan obat khususnya yang berasal dari nabati, hewani
maupun mineral.
Seorang farmasis dituntut untuk dapat membuat, mencampur dan
meracik formulasi obat dengan menggunakan bahan obat yang berasal dari
alam. Bahan obat dari alam biasanya merupakan bahan-bahan yang telah
mengalami pengolahan yang disebut simplisia. Simplisia inilah yang akan
diolah kembali dengan berbagai cara dan metode untuk menghasilkan obat
baru yang dapat digunakan untuk pengobatan salah satunya adalah tingtur.
Tingtur adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara maserasi atau
perkolasi simplisia nabati atau hewani atau dengan cara melarutkan senyawa
kimia dalam pelarut yang tertera pada masing-masing monografi, kecuali
dinyatakan lain dibuat dengan menggunakan 20% zat berkhasiat dan 10%
untuk zat berkhasiat keras (Dirjen POM, 1979).
Metode yang digunakan dalam pembuatan tingtur adalah maserasi.
Maserasi dapat diartikan sebagai proses dimana obat yang sudah halus dapat

memungkinkan untuk direndam dalam mesntrum sampaimeresap dan


melunakan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut
(Ansel, 1989).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilakukan percobaan mengenai
tigtur untuk mengetahui cara pembuatan, serta identifikasi organoleptik pada
simplisia kunyit (Curcuma Demostica)
I.2

Maksud dan Tujuan Percobaan


I.2.1

Maksud Percobaan
Mengidentifikasi dan memahami cara pembuatan tingtur
berdasarkan tingkat kekuatan rasa dan aroma dari simplisia kunyit
(Curcuma Demostica)

I.2.2 Tujuan Percobaan


1. Mengetahui cara pembuatan tingtur dari simplisia kunyit (Curcuma
Demostica).
2. Mengetahui rasa dan aroma dari simplisia kunyit ( Curcuma
Demostica)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1

Teori Umum

II.1.I Tingtur
Tingtur adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara maserasi atau
perkolasi simplisia nabati atau hewani atau dengan cara melarutkan senyawa
kimia dalam pelarut yang tertera pada masing-masing monografi. Kecuali
dinyatakan lain, tingtur dibuat menggunakan 20% zat berkhasiat dan 10%
untuk zat berkhasiat keras (Dirjen POM, 1979).
Cara pembuatan tingtur terbagi atas 2 yaitu (Syamsuni, 2005):
Cara Perkolasi Perkolasi adalah suatu cara penarikan memakai alat yang di
sebut perkolator, yang simplisianya terendam dalam cairan penyari dimana
zat-zatnya terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara beraturan keluar
memenuhi syarat-syarat dalam Farmakope. Campur dengan hati-hati serbuk
bahan obat atau campuran bahan obat dengan pelarut atau campuran pelarut
tertentu secukupnya hingga rata dan cukup basah, biarkan selama 15 menit.
Pindahkan kedalam perkolator yang sesuai dan mampatkan. Tuangkan
pelarut atau campuran pelarut tertentu secukupnya sampai terendam
seluruhnya, tutup bagian atas perkolator dan jika cairan sudah hampir menetes
dari perkolator, tutup lubang bawah. Perkolasi dilakukan selama 24 jam
atau sesuai dengan waktu yang tertera pada monografi. Jika penetapan kadar
tidak dinyatakan lain, lakukan perkolasi secara perlahan atau pada kecepatan
yang telah ditentukan, dan secara bertahap tambahkan pelarut atau
campuran pelarut secukupnya hingga diperoleh 1000 mL tingtur. Prinsip kerja
perkolasi yaitu serbuk simplisia ditempatkan dalam bejana silinder, yang
bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke
bawah melalui serbuk tersebut. Cairan penyari akan melarutkan zat aktif
sel-sel yang dilalui sampai mencapa keadaan jenuh (Syamsuni, 2005).
Perkolasi, kecuali dinyatakan lain sebagai berikut (Syamsuni, 2005) :
Basahi 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang

cocok menggunakan 2,5-5 bagian cairan penyari, masukkan kedalam bejana


tertutup sekurang-kurangnya 3 jam pindahkan massa sedikit demi sedikit
dalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, tuangi dengan cairan
penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes, dan diatas simplisia masih
terdapat selapis cairan penyari, tutup perkolator, biarkan selama 24 jam.
Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 mL per menit, tambahkan
berulang-ulang cairan penyari secukupnya sehingga selalu terdapat selapis
cairan penyari diatas simplisia sehingga diperoleh 80 bagian perkolat. c. Peras
massa, campurkan cairan perasan kedalam perkolat, tambahkan cairan penyari
secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan kedalam bejana, tutup,
biarkan selama 2 hari ditempat sejuk terlindung dari cahaya.
Cara Maserasi Maserasi adalah cara penarikan sari dari simplisia
dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari pada suhu biasanya
15-25 C. maserasi juga merupakan proses pendahuluan untuk pembuatan
secara perkolasi. Prinsip kerja maserasi adalah pencucian zat aktif yang
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang
sesuai pada temperatur kamar, terlindung dari cahaya. Cairan penyari akan
masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan
yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan
penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebu berulang
sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan di
dalam sel. Maserasi bahan obat dengan 750 mL pelarut atau campuran pelarut
tertentu dalam wadah yang dapat ditutup, letakkan ditempat hangat. Diamkan
selama 3 hari sambil dikocok sesekali atau hingga terlarut. Pindahkan
campuran kedalam penyaring, dan jika sebagian besar cairan telah mengalir
keluar, cuci residu pada penyaring dengan sejumlah pelarut atau campuran
pelarut tertentu secukupnya hingga diperoleh 1000 mL tingtur. Tingtur harus
disimpan dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya, jauhkan dari

cahaya matahari langsung dan panas yang berlebihan. Menurut literatur


lain, tingtur adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara perkolasi atau
maserasi simplisia nabati atau hewani, atau dengan cara melarutkan senyawa
kimia dalam pelarut yang tertera pada masing-masing monografi. Kecuali
dinyatakan lain, tingtur dibuat menggunakan 20% zat berkhasiat dan 10% zat
berkhasiat keras (Syamsuni, 2005).
Maserasi,

kecuali

dinyatakan

lain

dilakukan

sebagai

berikut

(Syamsuni, 2005). Masukkan 20 bagian simplisia dengan derajat halus yang


cocok kedalam sebuah bejana, tuangi dengan 75 bagian cairan penyari, tutup,
biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil diaduk, lalu diperas. Cuci
ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian.
Pindahkan kedalam bejana tertutup, biarkan ditempat sejuk terlindung dari
cahaya selama 2 hari. Tuangkan dan saring. Tingtur dapat dibagi menjadi
beberapa macam yaitu sebagai berikut (Syamsuni, 2005).
Tingtur Asli adalah tingtur yang dibuat secara maserasi atau
perkolasi. Contoh: Tingtur yang dibuat secara maserasi; Opii Tinctura,
Valerianae Tinctura, Capsici Tinctura, Myrrhae Tinctura, Opii Aromatica
Tinctura, Polygalae Tinctura . Tingtur yang dibuat secara perkolasi, contoh:
Belladonae Tinctura, Cinnamomi Tinctura, Digitalis Tinctura, Lobeliae
Tinctura, Strychnini Tinctura, Ipecacuanhae Tinctura. Tingtur Tidak Asli
(Palsu) adalah tingtur yang dibuat dengan jalan melarutkan bahan dasar atau
bahan kimia dalam cairan pelarut tertentu. Contoh: Iodii Tinctura, Secalis
Cornuti Tinctura. Tingtur Keras adalah tingtur yang dibuat menggunakan 10
% simplisia yang berkhasiat keras. Contoh: Belladonae Tinctura, Digitalis
Tinctura, Opii Tinctura, Lobeliae Tinctura, Stramonii Tinctura, Strychnin
Tinctura, Ipecacuanhae Tinctura. Tingtur Lemah adalah tingtur yang dibuat
menggunakan 20 % simplisia yang tidak berkhasiat keras. Contoh:
Cinnamomi Tinctura, Valerianae Tinctura, Polygalae Tinctura, Myrrhae
Tinctura. Tingtur Lain Berdasarkan Cairan Penariknya. Tingtura Aetherea,

jika cairan penariknya adalah aether atau campuran aether dengan aethanol.
Contoh: Tingtura Valerianae Aetherea. Tingtura Vinosa, jika cairan yang
dipakai adalah campuran anggur dengan aethanol. Contoh: Tinctura Rhei
Vinosa (Vinum Rhei). Tinctura Acida, jika ke dalam aethanol yang dipakai
sebagai cairan penarik ditambahkan suatu asam sulfat. Contoh: pada
pembuatan Tinctura Acida Aromatica. Tinctura Aquosa, jika sebagai cairan
penarik dipakai air, contoh: Tinctura Rhei Aquosa. Tinctura Composita, adalah
tingtur yang didapatkan dari jika penarikan dilakukan dengan cairan
penarik selain aethanol hal ini harus dinyatakan pada nama tingtur tersebut,
misalnya campuran simplisia, contoh: Tinctura Chinae Composita.
II.2

Uraian Bahan

II.2.1 Alkohol (FI III, 1979)


Nama resmi

: Aethanolum

Sinonim

: Alkohol, etanol, ethyl alkohol

Rumus molekul

: C2H5OH

Rumus struktur

Berat molekul

: 46,07

Pemerian

: Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap


dan mudah bergerak; bau khas rasa panas, mudah
terbakar dan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.

Kelarutan

: Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P


dan dalam eter P.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari cahaya,


ditempat sejuk jauh dari nyala api.

Kegunaan

: Sebagai zat tambahan, juga dapat membunuh


kuman.

Khasiat

: Antiseptikum dan Desinfektan

II.2.2 Aquadest (FI III, 1979)


Nama Resmi

: Aqua destilata

Nama Lain

: Aquadest

RM/BM

: H2O/18,02

Rumus Struktur

Pemerian

: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak


berasa.

II.3

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik.

Kegunaan

: Sebagai pelarut.

Uraian Tanaman
1. Kunyit (Curcuma domestica Val.)
a) Klasifikasi (Hapsoh dan Hasanah 2011)
Regnum

: Plantae

Divisio

: Spermatophyta

Kelas

: Monocotyledoneae

Bangsa

: Zingiberales

Suku

: Zingiberaceae

Marga

: Curcuma

Jenis

: Curcuma longa L..

b) Morfologi

Tanaman kunyit tumbuh berumpun dengan tinggi 40-100 cm.


Batang merupakan batang semu, tegak berbentuk bulat, tersusun dari
pelepah daun. Daun tunggal, bentuk bulat telur memanjang hingga 1040 cm, lebar 8-12,5 cm dan pertulangan menyirip dengan warna hijau
pucat. Ujung dan pangkal daun runcing tepi daun rata. Bunga
majemuk berambut dan bersisik panjang 10-15 cm dengan mahkota
panjang sekitar 3 cm dan lebar 1,5 cm, berwarna putih/kekuningan.
Kulit luar rimpang berwarna jingga kecoklatan, daging buah merah
jingga kekuning-kuningan (Hapsoh dan Rahmawati, 2008).
Rimpang atau akar tinggal berbentuk bulat memanjang dan
memiliki akar serabut. Rimpang kunyit memiliki dua bagian tanaman
yaitu rimpang induk (umbi utama empu) dan tunas atau rimpang
cabang. Rimpang utama ini biasanya ditumbuhi tunas-tunas yang
tumbuh kearah samping. Jumlah tunas umumnya banyak, tumbuh
mendatar atau melengkung, serta berbuku-buku pendek, lurus atau
melengkung. Kulit rimpang berwarna jingga kecoklatan. Warna daging
jingga kekuningan dengan bau khas dan rasanya agak pahit. Rimpang
cabang akan berkembang secara terus-menerus membentuk cabangcabang baru dan batang semu sehingga pada akhirnya terbentuk
rumpun (Nugroho, 1997).
c) Khasiat
Rimpang kunyit mengandung minyak menguap sebanyak 3-5%
v/b.

Terdiri

atas

turmeron,

zingiberen,

ar-turmeron,

sedikit

mengandung fellandren, seskiterpen alkohol, borneol, kurkumin,


desmetoksikurkumin, bisdesmetoksikurkumin, pati, tanin dan damar
(Dalimartha, 2009).
Rimpang kunyit digunakan sebagai bumbu dapur dan sebagai
obat yang berkhasiat sebagai antikoagulan, menurunkan tekanan darah
tinggi, sebagai obat malaria, obat cacing, bakterisida, obat sakit perut,

peluruh ASI, fungisida, stimulan, mengobati keseleo, memar, rematik,


obat asma, diabetes melitus, usus buntu, amandel, sariawan, tambah
darah, menghilangkan jerawat, penurun panas, menghilangkan rasa
gatal, menyembuhkan kejang dan mengobati luka-luka (Syukur dan
Hernani, 2001).

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M., 2005, Farmasetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.


Ansel, H.C. 1989. Pengatar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta: UI
Press
Dalimartha, S. (2009). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia: Hidup Sehat Alami
Dengan Tumbuhan Berkhasiat. Jilid VI. Jakarta: Pustaka Bunda.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Hapsoh dan Hasanah, Y., 2011. Budidaya Tanaman Obat dan Rempah. Medan:
USU Press.
Hapsoh., Rahmawati. 2008. Modul Agronomi: Budidaya Tanaman Obat-Obatan.
Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
Nugroho, N.A. 1997. Manfaat dan Prospek Pengembangan Kunyit. Yogyakarta:
Penerbit Trubus Agriwidya.
Syamsuni. 2005. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Syukur dan Hernani. (2001). Budi Daya Tanaman Obat Komersial. Jakarta:
Penerbit Penebar Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai