Anda di halaman 1dari 17

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG

NO.5 TAHUN 2014


TENTANG
PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN REMBANG

Disusun oleh:
Nama

: Alfado Haryadi Saputra

Nim

: 14010114140127

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK


UNIVERSITAS DIPONEGORO

1. Sejarah / Riwayat, dan asal mula munculnya kebijakan Peraturan Daerah


Kabupaten Rembang No.5 Tahun 2014 tentang pengelolaan cagar budaya
di Kabupaten Rembang ?
Berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata NOMOR :
PM. 57/PW.007/MKP/2010, menjelaskan bahwa lokasi dan bangunan tinggal
sejarah dan purbakala yang berlokasi di Provinsi Jawa Tengah dianggap
mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan;
sehubungan dengan hal tersebut hukum yang mengatur tentang perlindungan
dan pengelolaan cagar budaya adalah Undang-Undang republik Indonesia No.5
Tahun 1992 tentang benda Cagar Budaya.
Kabupaten Rembang merupakan wilayah Provinsi Jawa tengah yang
memiliki petensi peninggalan benda-benda bersejarah berupa cagar budaya
yang harus dijaga dan dipelihara secara berkeadialan dan berkelanjutan.
Contoh-contoh benda bersejarah :
Perahu Kuno
Situs Terjan
Situs Plawangan
Bupati selaku kepala Pemerintahan tingkat daerah kabupaten memiliki
wewenang untuk melakukan upaya pengembangan cagar budaya.

Pelaksanaan dan wewenang yang dimaksud pada ayat (1) pada Perda
No.5 tahun 2014 meliputi :
i) Pengembangan cagar budaya dilakukan dengan memperhatikan
prinsip pemanfaatan, keterawatan, keaslian, dan nilai-nilai yang
melekat padanya;
ii) Pengembangan cagar budaya dengan ijin pemerintah daerah dan
atau yang menguasai cagar budaya;
iii)Pengembangan
pengembangan

cagar

budaya

ekonomi

yang

diarahkan

untuk

memacu

hasilnya

digunakan

untuk

pemeliharaan cagar budaya dan peningkatan kesejahteraan


masyarakat.
LANDASAN HUKUM dari pembentukan Perda Kabupaten Rembang
No.5 tahun 2014, meliputi :
1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945;
2. Undang-Undang No.13 Tahun 1950 tetang Pembentukan Daerahdaerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah;
3. Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003 No.78,
Tambahan

Lembaran

Negara

Republik

Indonesia

No.4301

sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 32


Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71, Tambahan


Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5410);
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4421);
5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5059);
8. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168);
9. Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);

10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan


Daerah (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5589);
11. Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 2 Tahun 2008
tentang

Urusan

Pemerintahan

Yang

Menjadi

Kewenangan

Pemerintahan Daerah Kabupaten Rembang (Lembaran Daerah


Kabupaten Rembang Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Rembang Nomor 81);
12. Peraturan Daerah Kabupten Rembang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten
Rembang (Lembaran Daerah Kabupaten Rembang Tahun 2008
Nomor 12, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Rembang
Nomor 90) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Rembang Nomor 1 Tahun 2012 tentang Perubahan atas
Peraturan Daerah Kabupten Rembang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten

Rembang (Lembaran Daerah Kabupaten Rembang Tahun 2012


Nomor 1);
13. Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011
tentang

Rencana

Tata

Ruang

Wilayah

Kabupaten

Rembang(Lembaran Daerah Kabupaten Rembang Nomor 14,


Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Rembang Nomor 114 ).

2. Tujuan dan argumentasi?


Menurut Alfred Hoetaoeroek dan Maroelan Hoetaoeroek memberikan
pengertian tetntang tujuan hukum adalah mengatur hidup bersama manusia
supaya selalu ada suasana damai.. Menurut O. Notohamidjojo merumuskan
tentang tujuan hukum sebagai berikut :
Melindung hak dan kewajiban manusia dalam mayarakat, melindungi
lembaga-lembaga sosial dalam masyarakat, (dalam arti luas yang mencakup
lembaga-lembaga sosial dibidang politik,sosial, ekonomi, dan kebudayaan),
atas dasar keadilan, untuk mencapai keseimbangan serta damai dan
kesejahteraan umum.
Menurut Mahadi mengutip tulisan Wirjono, sebagai berikut : Tujuan dari
hukum ialah mengadakan keselamatan dan tata tertib dalam suatu masyarakat.
Sesuai dengan pengertian tujuan hukum tersebut diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa Peraturan Daerah yang merupakan produk perundanganundangan Pemerintah Daerah bertujuan untuk mengatur hidup bersama,
melindungu hak dan kewajiban dan tata tertib masyarakat di daerah yang

bersangkutan. Sehingga dengan demikian pada dasarnya Peraturan Daerah


adalah merupakan sarana demokrasi dan sarana komunikasi timbal balik antara
Kepala Daerah dengan masyarakat di daerahnya. Oleh karena itu, setiap
keputusan yang penting berrkaitan dengan ruang lingkup pengaturan dan
pengurusan rumah tangga daerah harus mengikutsertakan rakyat di daerah
yang bersangkutan dengan melalui wakil-wakilnya di lembaga/ badan
perwakilan rakyat di daerah.
Menurut pendapat saya, Peraturan Daerah di Kabupaten Rembang No.5
Tahun 2014 dibuat untuk :
o

Pengelolaan Cagar budaya bertujuan untuk memberikan pedoman


pengelolaan cagar budaya di kabupaten Rembang;

Untuk perlindungan terhadap cagar budaya yang merupakan


peninggalan bersejarah dari peradaban terdahulu;

Untuk Penyelamatan dan pengamanan terhadap cagar budaya agar


tidak rusak kareana ulah manusai maupun dari alam, agar tetap
terjaga keaslian, agar tetap terjaga dan mencegah dari cagar budaya
dari aspek menghilang dan musnah;

Untuk pengembangan cagar budaya diarahkan dapat memacu


pengembangan

ekonomi

yang

hasilnya

digunakan

untuk

pemeliharaan cagar budaya dan peningkatan kesejahteraan


masyarakat;
o

Untuk

pemanfaatan

cagar

budaya

dapat

dilakukan

untuk

kepentingan agama, sosial, pendidikan, iptek, dan kebudayaan.

3. Proses pembuatan kebijakan


Menurut Irawan Soejito Peraturan Daerah terdiri dari beberapa bagian yaitu :
a. Penamaan
b. Pembukaan
c. Batang tubuh
d. Penandatangan

Berikut penjelasan dari bagain peraturan daerah:


a.

Penamaan adalah merupakan penguraian secara singkat dan tegas


mengenai isi dari suatu peraturan daerah, sehingga dapat diketahui secara
langsung masalah apa yang diatur di dalam peraturan daerah tersebut.
Mengubah perda hanyalah dapat dilakukan dengan perda pula dan oleh
penguasa yang diwenangkan untuk menetapkan peraturan daerah, yakni
Kepala Daerah dengan persetujuan DPRR, Penguasa lain tidak berwenang
untuk mengubahnya, sekalipun penguasa itu berwenang untuk mengawasi
Peraturan Daerah tersebut.

b. Pembukaan terdiri atas:


Kalimat DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA
ESA.
Pejabat yang berwenang menetapkan peraturan daerah ialah
Gubernur/Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah
Konsideran, yang dicantumkan dengan kata Menimbang

Pada konsideran dicantumkan pertimbangan, latat belakang serta


alasan-alasan yang menggerakkan pembuat Peraturan Daerah
untuk mengadakan Peraturan Daerah. Sehubunga dengan itu, M
Solly Lubis membedakkan konsiderans dalam arti sempit dan
luas berikut :
Considerans dalam arti sempit ialah apa yang tersebut pada
bagian Menimbang sesuai dengan asal to consider.
Considerans dalam arti luas ialah keseluruahan pertimbangan,
baik dari segi filosofis (ide, motif), segi yuridis, segi politis
sehingga lahirnya Rancangan peraturan itu, jadi mencakup
bagian-bagian: mendengar, memperhatikan, mengingat,
menimbang, membaca, bahkan termasuklah disini dasardasar pertimbangan dari segi keserasian dengan hukum yang
berlaku (Rechtmatigheid).

Dasar hukum, yang dicantumkan dengan kata-kata


Mengingat. Di dalam mencantumkan peraturan perundangundangan hendaknya selalu diingat tata urutan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan telah diatur di dalam
Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966. Sehingga jika
terdapat dua atau lebih dasar hukum yang mempunyai tingkat
yang sama, maka peraturan perundang-undangan yang lebih tua
ditempatkan dibagian atas.

Kalimat Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat


Daerah.

c. Batang Tubuh
Menurut Irawan Soejito, yang dimaksud dengan batang tubuh Peratutan
Daerah ialah: ... bagian daripada Peraturan Daerah yang memuat rumusrumusan dari Peraturan Daerah yang bersangkutan, sehingga dengan
demikian penamaan, pembukaan, dan penandatanganan itu berada diluar
batang tubuh Peraturan Daerah tersebut. Agar apa yang dimuat dalam
btang tubuh peraturan itu dapat dengan mudah dipahami oleh para
pemakai Peraturan Daerah, maka sekalipun membuat pembagian dalam
batang tubuh peraturan

itu tidak merupakan suatu keharusan. Demi

tercapainya suatu sistematika yang baik orang cenderung untuk masuk


mengadakan pembagian dalam batang tubuh itu, terkecuali apabila
peraturan daerah itu hanya terdiri dari beberapa pasal saja. Pembagian dari
masalah yang akan diatur dalam Peraturan Daerah secara sistematis pasti
akan sangat mempermudah pemakaian Peraturan Daerah itu. Walaupun
pembagian itu perlu, tapi pembagian yang berlebihan dan tidak seharusnya
diadakan perlu dihindari.
Menurut Irawan Soejito Peraturan Daerah dibagi atas bagian-bagian
tertentu sebagai berikut:
Pembagian suatu peraturan dalam Bab-bab pada umumnya sangat
bergantung dari materi yang diatur dalam Peraturan Daerah.

Bab-bab tetap adalah :


1. Ketentuan Umum.
2. Ketentuan Pidana.
3. Ketentuan Peralihan.
4. Ketentuan Penutup.
Yang dimuat dalam ketentuan umum adalah definisi-definisi, pengertianpengertian,istilah-istilah yang dipakai di dalam Peraturan daerah itu. Pada
lazimnya di dalam ketentuan pidana dimuat ancaman ancaman pidana yang
terdapat di dalam Peraturan Daerah yang bersangkutan. Sebagai dasar di
dalam menentukan ancaman pidana di dalam Peraturan Daerah harus
memperhatikan pasal 103 KUHP mulai dari Bab I sampai dengan Bab VIII
buku I KUHP, sehingga dengan demikian segala materi yang terdapat di
dalam perturan Daerah tidak boleh ada yang bertentangan dan tidak boleh
mengatur yang telah diatur di dalam KUHP. Menurut M. Solly lubis , dalam
hal ini yang dimaksud dengan Ketentuan peralihan (overnangspsling) pada
dasarnya adalah ketentuan yang menentukan hukum mana dan badan mana
yang berlaku pada masa peralihan, dari tertib hukum yang lama kepada tertib
hukum yang baru.
d. Penandatanganan
Menurut pasal 44 ayat (2) UndangUndang No.5 Tahun 1974
dinyatakan bahwa Peraturan Daerah ditandatangani oleh Kepala Daerah
dan ditandatangani serta oleh ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Di atas bagian tanda tangan tersebut dicantumkan tempat dan tanggal


ditetapkannya peraturan Daerah. Bagi Peraturan Daerah yang harus
memerlukan pengesahan dari pejabat yang berwenang, dimana dicantumkan
pejabat yang memberikan pengesahan serta tanggal dan nomor keputusan
pengesahan, keterangan pengesahan ini terletak di bawah dari tanda tangan
Kepala Daerah. Bagian akhir/bawah Peraturan Daerah baik yang memerlukan
pengesahan maupun yang tidak harus dicantumkan pula keterangan mengenai
pengundangan Peraturan Daerah tersebut yang memuat tempat, tanggal dan
nomor pengundangan dan pejabat yang ditunjuk untuk mengundangkan
Peraturan Daerah. Peraturan Daerah yang memerlukan penjelasan, dapat
diadakan bagian penjelasan yang memuat penjelasan umum maupun
penjelasan pasal demi pasal, maksudnya untuk memperjelas ketentuan yang
termuat di dalam Peraturan Daerah tersebut.

4. Implementasi kebijakan
Model implementasi menurut Van Meter dan Van Horn yaitu :
Model yang paling klasik, yakni model yang diperkenalkan oleh Donald Van
Meter dengan Carl Van Horn (1975). Model ini mengandalkan bahwa
implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik,implementor,
dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang dimasukkan sebagai
variabel yang mempengaruhi kebijakan publik adalah variabel berikut:

Aktivitas implementasi dan komunikasi antarorganisasi.

Karakteristik agen pelaksana/implementor.

Kondisi ekonomi, sosial, dan politik.

Kecenderungan (disposition) pelaksana/implementor.

Interorganizational
communication and
enforcement activities

Characteristics of the
implementating
agencies

RESOURCES

The disposition
of implementers

R
FO
R
PE

STANDART AND
OBJECTIVES

E
NC
A
M

POLICY

Model implementasi menurut Van Meter dan Van Horn yaitu :

Economic, sosical, and


political conditions

Model implementasi menurut Grndle yaitu:


Model Merilee S. Grindle (1980). Dikemukakan oleh Wibawa (1994, 22),
model Grindle ditentukan oleh isi kebijakan dankonteks implementasinya. Ide
dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditranformasikan, barulah implementasi

kebijakan dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementability


dari kebijakan tersebut. Isi kebijakan tersebut mencakup hal-hal berikut:
1. Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan.
2. Jenis manffat yang akan dihasilkan
3. Derajat perubahan yang diinginkan.
4. Kedudukan pembuat kebijakan.
5. (Siapa) pelaksana progam.
6. Sumber daya yang dikerahkan.
Sementara itu, konteks implemtasinya adalah
1. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang telibat.
2. Karakteristik lembaga dan penguasa.
3. Kepatuhan dan daya tanggap.
Namun demikian, jika kita mencermati model Grendle, kita dapat memahami
bahwa keunikan terletak pada pemahamannya yang komprehensig akan konteks
kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan implementor, penerima
implementasi, dan arena yang mungkin terjadi diantara para aktor implementasi,
serta kondisi-kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan.

Issue

Policy agenda

DECISION
STAGES

Policy
Characteristics
Arena of conflict

Public ......................................
Bureaucratic

Reject/implement
.......................
implement/reject

Policy
makers Asses
andMobilize
Resources to
fnancial
Sustain Reform

Policy
Managers
Asses and
Mobilize
Resources to
Sustain Reform

Resources requirement:
Political, fnancial, management and Technical
and Resouces to

Multiple Potential Outcome


Implementasi dari Peraturan Daerah Kabupaten Rembang No.5 Tahun 2014
yaitu:
Cagar budaya di Kabupaten Rembang jadi terjaga keaslian;
Cagar budaya di Kabupaten rembang jadi tetap aman, mencegah halhal-hal yang tidak diinginkan seperti pencurian, pengeruskan dll.
Terdapat Sanksi yang jelas ketika terdapat seseorang/sekelompok orang
melakukan perbuatan tidak baik terhadap cagar budaya.
5. Masalah kebijakan yang muncul serta penyelesainnya
Meskipun Peraturan/kebijakan telah dibuat tidak menutup kemungkinan masih
terdapat pelanggaran/masalah yang muncul. Berikut beberapa permasalahan
yang pada umumnya terjadi :
Masih kurangnya kesadaran, pada masyarakat yang di sebabkan
adanya tekanan ekonomi yang membuat masyarakat tidak
memikirkan tindakan secara rasional. Terjadinya kasus pencurian
terhadap arca/ batu-batu pada peninggalan megalitik ?
Solusi penyelesaian: Perlu adanya sosialisasi, kepada masyarakat
untuk mengingat betapa penting nya sebuah peninggalan bendabenda bersejarah untuk menjadi bukti nyata bahwa zaman dulu
masih

menginggalkan

peninggalan.

Mengingat

peninggalan

bersejarah untuk media pendidiakan, media pembelajaran untuk


mengembangkan sebuah pengetahuan yang sudah maju,
dan menjadikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
menjadi negara yang maju.

Pihak pengelola dan pemerintahan setempat tidak melakukan


tindakan yang tegas, ketika terjadi pencurian pada batu-batu situs
megalitik serta pihak pengelola dan pemerintahan setempat
melakukan penanganan masalah yang lambat.
Solusi penyelesaian: Seharusnya pihak pengelola dan pemerintah
harus menangani permasalahan dengan cepat karena sudah
merupakan tugasnya dan tanggungjawabnya, dan diharapkan dapat
mempercepat proses penanganan agar masyarakat dapat percaya
akan peran kinerja pemerintahan setempat.
Belum ada upaya dari Pemerintahan setempat untuk memberikan
perlindungan yang ketat atas cagar budaya, contoh di Rembang
terdapat Cagar budaya yaitu Kapal kono, perlindungan agar tidak
rusak hanya diberikan pagar kayu, seharusnya diberikan tembok
dari semen dan diberikan inovasi yang menarik untuk dapat
menarik touris berkunjung melihat perahu kuno tersebut dan dapat
menjadikan devisa Pariwisata untuk kabupaten Rembang
Solusi penyelesaian: Mentri kebudayaaan dan pariwisata pasti
memberikan
pengembangan

dana
dan

infrastruktur
perlindungan

untuk

dapat

terhadap

memberikan

cagar

budaya,

seharusnya dalam pengangggaran dana infrastruktur agar transparan


dan dapat di akses oleh khalayak. Agar masyarakat dapat memantau
effektifitas kinerja dari pihak berwenang.

Anda mungkin juga menyukai