Anda di halaman 1dari 6

Definisi

Multipel Sklerosis (MS) adalah penyakit degenerati sistem sarafpusat (SSP) kronis
yang meliputi kerusakan mielin (material lemak & protein dari selaput saraf)
(rencana asuhan keperawatan klinik, hal 247)
MS secara umum dianggap sebagai penyakit autoimun, dimana sistem imun tubuh sendiri,
yang normalnya bertanggung jawab untuk mempertahankan tubuh terhadap penyakit virus
dan bakteri, dengan alasan yang tidak diketahui mulai menyerang jaringan tubuh normal.
Pada kasus ini menyerang sel yang membentuk mielin.
(rencana asuhan keperawatan klinik, hal 247)
Ms merupakan penyakit kronis dimana terjadi demielinisasi ireguler pada susunan saraf pusat
/ perier yang mengakibatkan berbagai derajat penurunan motorik, sensorik dan juga kognitif.
MS merupakan penyakit kronis dari sistem saraf pusat degeratif dikarakteristikan oleh adanya
bercak kecil demielinasi pada otak dan medula spinalis.
(KMB, Brunner, hal 2182)
Multiple skleriosis adalah penyakit kronis pada system saraf pusat (SSP) yang dikateristikan
oleh sedikit lapisan dari batas substansia alba pada saraf optic, otak, dan medulla spinalis.
(asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system persarafan, hal 154)

2.2 Etiologi
a.
b.
c.
d.
e.

Multiple skleriosis biasanya disebabkan oleh beberapa hal seperti :


Lapisan merujuk pada destruksi myelin, lemak dan material protein yang menutupi lapisan
saraf tertentu dalam otak dan medulla spinalis.
Lapisan mengakibatkan gangguan transmisisi implus saraf
Perubahan inflamasi mengakibatkan jaringan parut (scar) yang berefek terhadap lapisan saraf
Penyebab tidak diketahui tetapi kemungkinan berhubungan dengan disfungsi autoimun,
kelainan genetic, atau proses infeksi
Prevalensi terbanyak diwilayah lintang utara dan diantara bangsa (caucasion)

2.3 Patofisiologi
Multiple Sclerosis ditandai dengan inflamasi kronis, demylination dan gliokis (bekas luka).
Keadaan neuropatologis yang utama adalah reaksi inflamatori, mediasi imune, demyelinating
proses. Yang beberapa percaya bahwa inilah yang mungkin mendorong virus secara genetik
mudah diterima individu. Diaktifkannya sel T merespon pada lingkungan, (ex: infeksi). T sel
ini dalan hubunganya dengan astrosit, merusak barier darah otak, karena itu memudahkan
masuknya mediator imun.
Faktor ini dikombinasikan dengan hancurnya digodendrosyt (sel yang membuat mielin) hasil
dari penurunan pembentukan mielin.
Makrofage yang dipilih dan penyebab lain yang menghancurkan sel. Proses penyakit terdiri
dari hilangnya mielin, menghilangnya dari oligodendrosyt, dan poliferasi astrosyt. Perubahan
ini menghasilkan karakteristik plak , atau sklerosis dengan plak yang tersebar. Bermula pada
sarung mielin pada neuron diotak dan spinal cord yang terserang. Cepatnya penyakit ini
menghancurkan mielin tetapi serat saraf tidak dipengaruhi dan impulsif saraf akan tetap
terhubung. Pada poin ini klien dapat komplain (melaporkan) adanya fungsi yang merugikan
(ex : kelemahan).
Bagaimanapaun mielin dapat beregenerasi dan hilangnya gejala menghasilkan pengurangan.
Sebagai peningkatan penyakit, mielin secara total robek/rusak dan akson menjadi ruwet.
Mielin ditempatkan kembali oleh jeringan pada bekas luka, dengan bentuk yang sulit, plak
sklerotik, tanpa mielin impuls saraf menjadi lambat, dan dengan adanya kehancuranpada
saraf, axone, impuls secara total tertutup, sebagai hasil dari hilangnya fungsi secara

permanen. Pada banyak luka kronik, demylination dilanjutkan dengan penurunan fungsisaraf
secara progresif.

2.4 Manifestasi Klinis


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Tergantung pada area system saraf pusat mana yang terjadi demielinasi :
Gejala sensorik : paralise ekstremitas dan wajah, parestesia, hilang sensasi sendi dan
proprioseptif, hilang rasa posisi, bentuk, tekstur dan rasa getar.
Gejala motorik : kelemahan ekstremitas bawah, hilang koordinasi, tremor intensional
ekstremitas atas, ataxia ekstremitas bawah, gaya jalan goyah dan spatis, kelemahan otot
bicara dan facial palsy.
Deficit cerebral : emosi labil, fungsi intelektual memburuk, mudah tersinggung, kurang
perhatian, depresi, sulit membuat keputusan, bingung dan disorientasi.
Gejala pada medulla oblongata : kemampuan bicara melemah, pusing, tinnitus, diplopia,
disphagia, hilang pendengaran dan gagal nafas.
Deficit cerebellar : hilang keseimbangan, koordinasi, getar, dismetria.
Traktus kortikospinalis : gangguan sfingter timbul keraguan, frekuensi dan urgensi sehingga
kapasitas spastic vesica urinaria berkurang, retensi akut dan inkontinensia.
Control penghubung korteks dengan basal ganglia : euphoria, daya ingat hilang, demensia.
Traktus pyramidal dari medulla spinalis : kelemahan spastic dan kehilangan refleks abdomen.

2.5 Komplikasi
Komplikasi yang biasanya terjadi pada multiple skleriosis adalah :
a. Disfungsi pernafasan
b. Infeksi kandung kemih, system pernafasan dan sepsis
c. Komplikasi dari imobilitas

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Dalam menegakkan diagnosa multiple skleriosis dibutuhkan beberapa pemeriksaan


penunjang sebagai berikut :
Pemeriksaan elektroporesis susunan saraf pusat, antibody Ig dalam SSP yang abnormal
Gambaran MRI ditemukan sedikit scar plag sepanjang substansia alba dari SSP
Penglihatan, pendengaran, dan sematosensorik dengan konduksi lambat menunjukkan
adanya kelainan
EEG : Menunjukan gelombang yang abnormal pada bebrapa kasus
DCT Scan : gambaran atrofi serebral, Menggambarkan adanya lesi otak, perbesaran/
pengecilan ventrikel otak
Urodinamik : jika terjadi gangguan urinarius.
Neuropsikologik : jika mengalami kerusakan kognitifif.

2.7 Penatalaksanaan
a.
1.
2.
3.
b.
1.

Tujuan pengobatan adalah menghilangkan gejala dan membantu fungsi klien.


Penatalaksanaan meliputi penatalaksanaan pada serangan akut dan kronik
Penatalaksanaan serangan akut
Hormon kortikosteroid atau adrenokortikosteroid digunakan untuk menurunkan inflamasi,
kekambuhan dalam waktu singkat atau eksaserbasi (exacerbation)
Imunosupresan (immunosuppressant) dapat menstabilkan kondisi penyakit
Beta interferon (betaseron)digunakan untuk mepercepat penurunan gejala
Penatalaksanaan gejala kronik
Pengobatan spastic seperti bacloferen (lioresal), (diantrolene (dantrium), diazepam (valium),
terapi fisik, intervensi pembedaha

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Control kelelahan dengan namatidin (simmetrel)


Pengobatan depresi dengan antidepresan dan konseling
Penatalaksanaan kandung kemih dengan antikolinergik dan pemasangan kateter total
Penatalaksanaan BAB dengan laksatif dan supositoria
Penatalksanaan rehabilitas dengan terapi fisik dan terapi kerja
Control distonia dengan karbamazim (treganol)
Penatalaksanaan gejala nyeri dengan karbamazepin (tegratol), tenitoin (dilantin), perfenazin
dengan amitripilin (triavili)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian
1. Identitas
Pada umunya terjadi pada orang-orang yang hidup di daerah utara dengan temperatus
tinggi, terutama pada dewasa muda (20-40th).
2. Keluhan Utama
Muncul keluhan lemah pada anggota badan bahkan mengalami spastisitas /
kekejangan dan kaku otot, kerusakan penglihatan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya klien pernah mengalami pengakit autoimun.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umunya terjadi demilinasi ireguler pada susunan saraf pusat perier yang
mengakibatkan erbagai derajat penurunan motorik, sensorik, dan juga kognitif
5. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit ini sedikit lebih banyak ditemukan di antara keluarga yang pernah menderita
penyakit tersebut, yaitu kira-kira 6-8 kali lebih sering pada keluarga dekat.
6. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi
klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat. Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pada pola persepsi dan
konsep diri, didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,mudah marah dan tidak
kooperatif.perubahan yang terpenting pada klien dengan penyakit mutiple sclerosis adalah
adanya gangguan afek, berupa euforia. Keluhan lain yang melibatkan gangguan serebral
dapat berupa hilangnya daya ingat dan dimensia.
7 Pemeriksaan Fisik
1 Keadaan umum
Klien dengan mutiple sclerosis umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya
perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi
pernapasan berhubungan dengan bercak lesi di medula spinalis.
3.1.7.2 B1 (Breathing)
Pada umumnya klien dengan mutiple sclerosis tidak mengalami gangguan pada sistem
pernapasan.pada beberapa klien yang telah lama menderita mutiple sclerosis dengan tampak
dari tirah baring lama, mengalami gangguan fungsi pernapasan. Pemeriksaan fisik yang
didapat mencakup hal-hal sebagai beikut:
Inspeksi umum : didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif,
peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot bantu napas.
Palpasi : taktil premitus seimbang kanan dan kiri

Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru


Auskultasi : bunyi napas tambahan seperti napas stridor,ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien dengan inaktivitas
3.1.7.3 B2 (Blood)
Pada umumnya klien dengan mutiple sclerosis tidak mengalami gangguan pada sistem
kardiovaskuler.akibat dari tirah baring lama dan inaktivitas biasanya klien mengalami
hipotensi postural.
3.1.7.4 B3 (Brain)
Pengkajian B3 (brain) merupakan pengkajian fokus atau lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya. Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi akibat
perubahan tingkah laku.
3.1.7.5 B4 (Bladder)
Disfungsi kandung kemih. Lesi pada traktus kortokospinalis menimbulkan gangguan
pengaturan spingtersehingga timbul keraguan, frekuensi dan urgensi yang menunjukkan
berkurangnya kapasitas kandung kemih yang spatis.selalin itu juga timbul retensi dan
inkontinensia.
3.1.7.6 B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena
kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif. Penurunan aktivitas umum klien sering
mengalami konstipasi.
3.1.7.7 B6 (Bone)
Pada keadaan pasien mutiple sclerosisbiasanya didapatkan adanya kesuliatan untuk
beraktivitas karena kelemahan spastik anggota gerak.kelemahan anggota gerak pada satu sisi
tubuh atau terbagi secara asimetris pada keempat anggota gerak.merasa lelah dan berat pada
satu tungkai, dan pada waktu berjalan terlihat jelas kaki yang sebelah terseret maju, dan
pengontrolan yang kurang sekali. Klien dapat mengeluh tungkainya seakan-akan meloncat
secara spontan terutama apabila ia sedang berada di tempat tidur.keadaan spatis yang lebih
berat disertai dengan spasme otot yang nyeri.
3.2 Diagnosa keperawatan
3.2.1
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, paresis, dan spastisitas.
3.2.2
Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kerusakan sensori dan penglihatan.
3.2.3
Defisit perawatan diri (makan,minum,berpakaian,higiene) berhubungan dengan perubahan kemampuan
merawat diri sendiri, kelemahan fisik spastis.
3.2.4
Resiko tinggi kerusakan intergrasi jaringan berhubungan dengan tirah baring lama.
3.3 Intervensi dan Rasional

3.3.1

Dix 1 : Hambatan mobilitas fisik yang b.d kelemahan, paresis, dan spastisitas
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam klien mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai dengan
kemampuannya
Kriteria :
Klien dapat ikut serta dalam program latihan
Tidak terjadi kontraktor sendi
Bertambahnya kekuatan otot
Klien menunjukkan tindakkan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi
Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan, kaji secara teratur
fungsi motoric
R/ mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Modifikasi peningkatan mobilitas fisik

3.3.2

R/ relaksasi dan koordinasi latihan otot meningkatkan efisiensi otot pada klien multipel
sklerosis.
Anjurkan teknik aktifitas dan teknik istirahat
R/ klien dianjurkan untuk melakukan aktifitas melelahkan dalam waktu singkat, karena
lamanya latihan yang melelahkan ekstremitas dapat menyebabkan paresis, kebas, atau tidak
ada koordinasi.
Ajarkan teknik latihan jalan
R/ Latihan berjalan meningkatkan gaya berjalan, karena umumnya pada keadaan tersebut kaki
dan telapak kaki kehilangan sensasi positif.
Ubah posisi klien tiap 2 jam
R/ menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada
daerah yang tertekan.
Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit
R/ Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki funsi jantung
dan pernapasan
Lakukan gerak pasif pada ekstermitas yang sakit.
R/ otot volunteer akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakan.
Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi
R/ untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuannya
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
R/ peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ektremitas dapat ditingkatkan dengan latihan
fisik dari tim fisioterapi
Dix 2 : Resiko cedera yang b.d kerusakan sensori dan penglihatan, dampak tirah baring lama
dan kelemahan spastis
Tujuan : dalam waktu 3x 24 jam resiko trauma tidak terjadi
Kriteria :
Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan trauma
Decubitus tidak terjadi
Kontraktur sendi tidak terjadi
Klien tidak jatuh dari tempat tidur
Intervensi
Pertahankan tirah baring dan imobilisasi sesuai indikasi
R/ meminimalkan rangsangan nyeri akibat gesekkan antara fragmen tulang dengan jaringan
lunak disekitarnya
Berikan kacamata yang sesuai dengan klien
R/ tameng mata atau kacamata penutup dapat digunakan untuk memblok implus penglihatan
pada satu mata bila klien mengalami diplopia atau penglihatan ganda
Minimalkan efek imobilitas.
R/ oleh karena aktifitas fisik dan imobilisasi sering terjadi pada multipel sklerosis, maka
komlikasi yang di hubungkan dengan imobilisasi mencakup dekubitus dan langka untuk
mencegahnya
Modifikasi pencegahan cedera :
R/ pencegahan cedera dilakukan pada klien multipel sklerosis jika disfungsi motorik
menyebabkan masalah dalam tidak ada koordinasi dan adanya kekakuan atau jika ataksia ada,
klien resiko jatuh.
Modifikasi lingkungan

3.3.3

R/ untuk mengatasi ketidak mampuan, klien di anjurkan untuk dengan kaki kosong pada ruang
yang luas untuk menyediakan dasar yang luas dan untuk meningkatkan kemampuan berjalan
dengan stabil
Ajarkan teknik berjalan
R/ jika kehilangan sensasi terhadap posisi tubuh, klien di anjurkan untuk melihat kaki sambil
berjalan
Berikan terapi okupasi
R/ terapi okupasi merupakan sumber yang membantu individu dalam memberi anjuran dan
menjamin bantuan untuk maningkatkan kemandirian
Meminimalkan resiko decubitus
R/ oleh karena hilangnya sensori dapat menyebabkan bertambahnya kehilangan gerakkan
motoric. Decubitus terus diatasi untuk inegritas kulit. Penggunaan kursi roda meningkatkan
resiko.
Inspeksi kulit dibagian distal setiap hari ( pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi,
kemerahan, atau lecet-lecet )
R/ deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnya sensasi resiko tinggi kerusakan
integritas kulit kemungkinan komplikasi imobilisasi
Minimalkan spastisitas dan kontraktur
R/ spastisitas otot biasa terjadi dan terjadi pada tahap lanjut, yang terlihat dalam bentuk
addukor yang berat pada pinggul, dengan spasme fleksor pada pinggul dan lutut.
Ajarkan teknik latihan
R/ latihan setiap hari untuk menguatkan otot diberikan untuk meminimalkan kontraktur sendi.
Perhatian khusus diberikan pada otot-otot paha, otot gatroknemeus, adductor, biseps dan
pergelangan tangan, serta fleksor jari-jari
Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki
R/ telapak kaki dalam posisi 90 derajad dapat mencegah footdrop
Evaluasi tanda / gejala perluasan cedera jaringan ( peradangan lokal / sistemik, sperti
peningkatan nyeri, edema dan demam )
R/ menilai perkembangan masalah klien
Dix 3 : Perubahan pola eliminasi urin yang b.d kelumpuhan saraf perkemihan
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam eliminasi urin terpenuhi
Kriteria hasil :
Pemenuhan eliminasi urin dapat dilaksanakan dengan atau tidak mengguanakan keteter
Produksi 50 cc/jam
Keluhan eliminasi urin tidak ada
Intervensi
Kaji pola berkemih dan catat urin setiap 6 jam
R/ mengetahui fungsi ginjal
Tingkatkan kontrol berkemih dengan cara berikan dukungan pada klien tentang pemenuhan
eliminasi urin, lakukan jadwal berkemih, ukur jumlah urin tiap 2 jam
R/ jadwal berkemih diatur awalnya setiap 1 sampai 2 jam dengan perpanjangan interfal waktu
bertahap. Klien diinstruksikan untuk mengukur jumlah air yang di minum setiap 2 jam dan
mencoba untuk berkemih 30 menit setelah minum.
Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih
R/ menialai perubahan akibat dari inkontinensial urin
Anjurkan klien untuk minum 2000 cc/hari
R/ mempertahankan funsi ginjal

Anda mungkin juga menyukai