Anda di halaman 1dari 4

KONSEP KARYA TARI SELIRING GENTING

A. Tema/Judul/Nama
1. Tema : Permainan Anak pada saat Bulan Purnama
2. Judul Karya : Seliring Genting
B. Gagasan Dasar Penciptaan
Seliring Genting adalah jenis permainan anak di wilayah sebaran kebudayaan
Banyumas yang dilakukan pada saat bulan purnama. Permainan ini dilakukan oleh
sekelompok anak-anak yang membentuk barisan mirip ular-ularan dan berhadapan
dengan satu orang anak yang berperan sebagai Maling Aguna. Seorang anak yang
berada dalam posisi paling depan disebut Nini-nini Sing Tunggu Wulan dan yang
paling belakang disebut pitik trondhol. Permainan didahului dengan tembang yang
dinyanyikan secara bersama-sama. Di dalam permainan, Maling Aguna berhadapan
langsung dengan Nini-nini Sing Tunggu Wulan. Pada pertemuan itu diceritakan
Maling Aguna bermaksud akan meminta api kepada Nini-nini Sing Tunggu Wulan.
Dipertanyakan, apakah tidak panas, karena Maling Aguna meminta api tanpa
membawa wadah apapun. Lalu Maling Aguna meminta dengan paksa seekor pitik
trondhol yang akan digunakan untuk cmpal (alas tangan agar tidak panas).
Permintaan itu tidak dipenuhi, maka kemudian Maling Aguna pun memaksa dengan
cara mengejar ekor dari barisan yang menyerupai ular-ularan itu dengan tujuan
untuk menangkap anak yang berada di urutan paling belakang dari barisan (pitik
trondhol). Apabila peran pitik trondhol berhasil ditangkap, maka permainan selesai
dan dimulai lagi dengan berganti peran; pitik trondhol berperan sebagai Maling
Aguna. Demikian seterusnya.
Pada saat kehidupan masyarakat di wilayah sebaran kebudayaan Banyumas masih
berlangsung dalam pola tradisional-agraris, Seliring Genting menjadi salah satu
permainan yang sangat digemari anak-anak pada saat bulan purnama. Sekelompok
anak biasanya berkumpul di halaman yang luas untuk jonjang (bermain bersuka-ria)
dengan berbagai macam permainan yang salah satunya adalah seliring genting. Di
dalam permainan ini sarat dengan ajaran yang sangat berguna sebagai sarana
mendapatkan pengalaman empirik yang berguna bagi masa depan mereka. Seliring
Genting selain berisi permainan olahraga adu ketangkasan, juga terdapat tembang
dan tarian. Melalui permainan ini anak-anak dapat belajar tentang strategi merebut
dan menghindar, kemampuan berkompetisi, ketahanan mental, kekuatan fisik, rasa
kebersamaan dan jiwa korsa, kedekatan dengan alam lingkungan, kemampuan olah
vokal, dan kemampuan gerak tarian. Semua itu merupakan representasi dari nilainilai dasar dalam kehidupan yang sangat penting bagi perkembangan jiwa anakanak.
Berbagai macam kekuatan yang terdapat dalam performa permainan seliring genting
sebagaimana tersebut di atas, sangat mungkin digarap atau dikembangkan ke
dalam suatu bentuk karya tari yang diperuntukkan bagi anak-anak. Penggarapan
atau pengembangan dapat dilakukan melalui cara membesut, menstilisasi,
mengubah, membuang, mengambil, menambah kekuatan-kekuatan yang ada ke
dalam karya baru dirasa cocok untuk dunia anak-anak. Dengan cara demikian

diharapkan akan terwujud sebuah karya tari anak-anak yang membumi dan mampu
memberikan kontribusi bagi perkembangan jiwa anak ke arah yang positif dan
konstruktif.
C. Konsep Penciptaan
Konsep dasar penciptaan karya tari Seliring Genting adalah dalam rangka
menambah khasanah tarian anak-anak gaya Banyumasan. Pengambilan sumber
garapan dari permainan anak seliring genting yang berkembang di wilayah sebaran
kebudayaan Banyumas tidak lain sebagai usaha pendekatan kultural antara
gagasan dasar atau gagasan isi dan rancangan wujud hasil ciptaan. Dengan sumber
garapan berupa permainan anak yang berkembang di Banyumas, maka
pengungkapan gagasan ke dalam wujud karya berlangsung mengalir sesuai dengan
ragam budaya yang melatarbelakanginya.
Wujud garapan adalah karya tari tradisi yang dirancang untuk anak-anak usia antara
10-15 tahun. Anak-anak yang berada pada tataran usia ini, memungkinkan
melakukan gerak-gerak tari yang variatif tanpa menghilangkan jatidiri dan dunianya.
Pola dasar permainan seliring genting sengaja tidak dihilangkan dengan harapan
nuansa permainan yang menjadi sumber garapan tidak hilang. Namun demikian, di
dalamnya dilakukan penambahan-penambahan gerak tarian yang disesuaikan
dengan pola ritme dan irama musik pengiringnya. Ragam gerak tarian dipilih ragam
gerak tari Banyumasan sebagaimana yang dapat ditemukan pada berbagai ragam
kesenian lokal setempat, seperti lengger, ebeg, aplang, cowongan, ujungan dan
aksimudha. Dengan demikian di dalam perwujudannya terdapat berbagai nuansa
sajian kesenian yang menjadi sumber inspirasi dalam penciptaan gerak tarian.
Langkah ini dimaksudkan untuk mewujudkan bentuk tarian yang variatif dan inovatif,
sehingga selain diharapkan mampu menghadirkan kualitas sajian yang memenuhi
standar estetik, juga memiliki dinamika sajian yang enak ditonton dengan tanpa
meninggalkan pola-pola yang umum berlaku dalam dunia kanak-kanak yang
sederhana, lugu, gembira, ceria, dan apa adanya.
Ragam gerak tari Banyumasan yang umumnya dinamis memang sangat
memungkinkan dijadikan sebagai media representasi bagi kehadiran dunia kanakkanak dalam sajian karya tari ini. Citra kanak-kanak yang gembira dan ceria diwakili
oleh ragam gerak tarian yang dinamis dan dalam tempo yang cenderung cepat.
Sebagai penghubung antara pola permainan anak dengan gerak tarian tradisi dalam
karya ini digunakan ragam gerak non-tradisi atau non-konvensional yang tetap
bersumber dari ragam gerak Banyumasan yang ada. Cara yang dilakukan adalah
melalui penambahan volume, aliran garis gerak, hingga pada bangunan gerak tarian
yang ditampilkan.
D. Tahap Penggarapan/Penyusunan
Dalam proses kreatif penciptaan karya tari ini terlebih dahulu dilakukan observasi
atau pengamatan langsung terhadap bentuk permainan seliring genting yang
menjadi sumber garapan. Hasil dari pengamatan langsung selanjutnya dijadikan
sebagai bahan dasar penciptaan sesuai dengan kerangka dasar bentuk bangunan
karya yang ingin diwujudkan. Di sini akan terlihat bahwa antara permainan yang
menjadi sumber garapan belum sesuai dengan kerangka dasar karya yang ingin
diwujudkan. Untuk itu kemudian pada bagian-bagian tertentu dari alur sajian

memungkinkan diisi dengan gerak-gerak tarian konvensional maupun nonkonvensional yang bersumber dari ragam tarian yang hidup dan berkembang di
wilayah sebaran kebudayaan Banyumas. dalam hal ini permainan seliring genting
diposisikan sebagai materi dasar, sedangkan ragam gerak tarian diposisikan
sebagai isian dan penghubung agar menjadi satu-kesatuan karya yang utuh.
Guna mewujudkan sebuah karya tari yang sesuai dengan gagasan dasar maupun
konsep penciptaan, maka dari keseluruhan sajian diwujudkan ke dalam plot-plot
sajian yang dapat dibedakan menjadi:
1. Plot awal. Pada plot awal disajikan sekelompok anak-anak yang masuk ke dalam
panggung dalam permainan seliring genting. Di sini permainan seliring genting
disajikan secara utuh. Namun demikian untuk memenuhi standar kualitas estetik
yang ingin diungkapkan, di sini dimasukkan pula ragam gerak tarian yang
diselaraskan dengan pola permainan sesungguhnya.
2. Plot tengah. Plot tengah diawali dengan sajian tetembangan yang dilakukan
bersama-sama oleh semua penari. Mereka melakukan tetembangan sambil menari
dengan pola tarian non-konvenasional sebagai jembatan menuju tarian konvensional
yang bersumber dari ragam gerak tarian Banyumasan. Secara tiba-tiba musik
mengubah tempo permainan ke arah irama yang sedemikian rancak. Di sini penari
mulai menari Banyumasan yang menggambarkan hasrat dan kekuatan diri pada
anak-anak untuk senantiasa bersemangat menyongsong masa depan.
3. Plot akhir. Pada plot akhir yang merupakan ending dari keseluruhan sajian
didahului oleh penampilan ragam gerak tarian non-konvensional dalam tempo yang
cenderung lambat. Pada kesempatan berikutnya, sesuai dengan tempo permainan
musik sajian beranjak ke tempo cepat dengan sajian ragam gerak tradisi
Banyumasan.
E. Medium/Elemen
Beberapa elemen penting di luar ragam gerak tarian dalam sajian karya ini antara
lain:
1. Iringan. Musik pengiring karya tari ini adalah calung Banyumasan dan genjringan
dengan sajian berupa gendhing-gendhing tradisi Banyumasan dan lagu yang lazim
dijumpai pada pertunjukan aplang. Sebagai penghubung antara satu aransemen
gendhing dengan aransemen gendhing yang lain disertai pula ragam aransemen
musikal non-tradisi. Sebagai bahan dasar dari keseluruhan sajian, dipilih beberapa
gendhing antara lain: (1) lagu dolanan Seliring Genting, (2) gendhing Tlutur
Banyumasan, (3) Jonjang Jolio, (4) lagu dolanan Buta Cakil, (5) gendhing Ilo
Gondhang, (6) gendhing Cowet-cowetan, dan (7) lagu Tunggak Jati Mati.
2. Rias dan Busana. Tata rias untuk penampilan karya tari ini adalah jenis rias ayu,
yaitu rias wajah dengan tujuan agar wajah kelihatan lebih cantik. Untuk keperluan
rias ayu diperlukan bahan-bahan sebagai berikut: (1) Cucumber/Milk Clenser, (2)
Astrengen/Face Tonic, (3) Pelembab, (4) Bedak dasar, (5) Bedak tabur, (6) Bedak
padat, (7) Eye shadow, (7) Pensil alis, (8) Lip stick, (9) Rouge, (10) Pensil alis, (11)
Bulu mata, dan (12) Eye liner. Penampilan karya tari ini mengacu pada busana
penari tradisional anak-anak di Banyumas yang dikembangkan untuk keperluan
sajian. Penari mengenakan kain yang lazim digunakan untuk penampilan busana tari
putri tetapi memungkinkan untuk jangkah lebar pada tari gagahan. Untuk keperluan

tata rambut dibutuhkan alat-alat antara lain: (1) gelung unthil dan (2) jamang terbuat
dari daun. Tata busana untuk bagian badan dibutuhkan jenis-jenis busana antara
lain: (1) Kain, (2) Mekak, (3) Ilat-ilatan, (4) Slepe, (5) Sampur, (6) Rampek, (7)
Stagen, dan (8) Cancut. Adapun accecories yang dibutuhkan antara lain: (1) kalung,
(2) gelang, (3) giwang, dan (4) Sari melati (keket).
3. Tata Lampu. Di dalam sajian karya tari ini digunakan lighting dengan warna bulan.
Untuk keperluan itu lebih dibutuhkan lampu netral dengan sorot cenderung redup
yang dipadu dengan lampu warna kuning dan biru. Untuk penggambaran wujud
bulan, pada awal sajian dipakai lampu hollow yang dishot ke arah belakang
panggung dengan wujud menyerupai bulan purnama.
4. Tata Panggung. Tata panggung pada sajian karya ini menyesuaikan dengan
tempat yang tersedia.
5. Durasi Sajian. Sajian karya tari ini berdurasi 10 menit.
6. Jumlah Penari. Jumlah penari yang dibutuhkan dalam sajian karya tari ini adalah
5 7 anak yang berusia 10 15 tahun.
F. Sinopsis
Seliring Genting adalah jenis permainan anak di wilayah sebaran kebudayaan
Banyumas yang dilakukan pada saat bulan purnama. Permainan ini dilakukan oleh
sekelompok anak-anak yang membentuk barisan mirip ular-ularan dan berhadapan
dengan satu orang anak yang berperan sebagai Maling Aguna. Seorang anak yang
berada dalam posisi paling depan disebut Nini-nini Sing Tunggu Wulan dan yang
paling belakang disebut pitik trondhol. Di dalam permainan, Maling Aguna
berhadapan langsung dengan Nini-nini Sing Tunggu Wulan. Pada pertemuan itu
diceritakan Maling Aguna bermaksud akan meminta api kepada Nini-nini Sing
Tunggu Wulan. Dipertanyakan, apakah tidak panas, karena Maling Aguna meminta
api tanpa membawa wadah apapun. Lalu Maling Aguna meminta dengan paksa
seekor pitik trondhol yang akan digunakan untuk cmpal (alas tangan agar tidak
panas). Permintaan itu tidak dipenuhi, maka kemudian Maling Aguna pun memaksa
dengan cara mengejar ekor dari barisan yang menyerupai ular-ularan itu dengan
tujuan untuk menangkap anak yang berada di urutan paling belakang dari barisan
(pitik trondhol). Karya ini digubah dalam bentuk karya tari anak-anak dengan ragam
gerak tari bersumber dari berbagai ragam kesenian tradisional di Banyumas seperti
lengger, ebeg, aplang, cowongan, ujungan dan aksimudha.
G. Penutup
Demikian konsep karya tari berjudul Seliring Genting ini disusun sebagai salah satu
tugas mata kuliah Pendidikan Seni di Universitas Terbuka Cab. Pulau KijangPendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Sebagai akhir tulisan disertai harapan
semoga rancangan karya ini mampu memberikan manfaat bagi semua pihak yang
terkait dengan usaha penggalian, pelestarian dan pengembangan seni tari. Amin.

Anda mungkin juga menyukai