Anda di halaman 1dari 10

ANGKLUNG PADAENG

(DAENG SOETIGNA SUTISNA)

Disusun Oleh :

 Lusi Komalasari

 Ronaldi Malik Al Aziz

Kelas XII

SMA PLUS PERSIS 111 PAMEUNGPEUK


Jl. Tegalgede, Ds. Jatimulya, kec. Pameungpeuk,

2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angklung Padaeng adalah alat musik dari bambu yang merupakan
varian modern dari Angklung. Dulunya, angklung tradisional memakai tangga
nada slendro, pelog atau madenda. Pada tahun 1938, Daeng Soetigna
melakukan inovasi agar angklung dapat memainkan nada diatonis. Untuk
menghargai karya dia, angklung bernada diatonis ini kemudian diberi nama
angklung padaeng.
B. Terminologi
Angklung adalah sebutan bagi alat musik yang terbuat dari bambu. Ada
yang mengatakan bahwa istilah ini berasal dari dua kata bahasa Bali yaitu
angka (artinya nada) dan lung (artinya patah/putus), karena memang alat ini
berbunyi dengan suara terputus-putus karena digetarkan. Sementara itu di
Sunda, istilah ini dianggap berasal dari kata angkleung-angkleungan (artinya
gerakan bergoyang) dan klung (bunyi bambu dipukul).
Sementara itu kata padaeng jelas berasal dari kata Pak (bapak, orang
laki-laki dewasa yang dihormati) dan Daeng (nama pencipta angklung
diatonis)
C. Tujuan
Tujuan dibuat nya makalah ini adalah untuk dijadikan sebagai media
untuk saling berbagi ilmu pengetahuan tentang seni musik khususnya sejarah
Angklung Padaeng dan untuk memenuhi dan melengkapi tugas yang di
berikan di mata pelajaran Seni Budaya. Selain itu tujuan penulisan makalah
ini di harapkan dapat menambah wawasan pembaca.
D. Manfaat
Manfaat dari dibuatnya makalah ini adalah agar kita dapat mengenal
seni dan kebudayaan kita lebih dalam terutama seni budaya lokal dan
sejarahnya, dan juga dapat menambah pengetahuan kita sehingga kita dapat
mengetahui semua kebudayaan yang ada di dunia ini.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah
Sekitar tahun 1930-an, Pak Daeng sedang menjadi guru di HIS (sekolah
dasar zaman Belanda) di Kuningan Jawa Barat, dan bertugas mengajar Seni
Musik. Alat yang dipakai waktu itu diantaranya: Mandolin, biola, atau piano.
Semuanya dibawa dari negeri Belanda, sehingga jumlahnya terbatas dan
harganya mahal. Dengan demikian, Pak Daeng ingin sekali mencari alternatif
alat musik yang lebih mudah dan murah.
Inspirasi datang ketika ada dua orang pengemis memainkan lagu cis
kacang buncis di depan rumah Pak Daeng dengan memakai angklung. Pak
Daeng sangat tertarik dan langsung membeli angklung dari pengemis itu.
Angklung tersebut bernada pentatonis (nada tradisionil sunda). Padahal, agar
dapat digunakan untuk mengajar seni musik barat, maka diperlukan alat
musik bernada diatonis. Karena itulah Pak Daeng bertekad membuat
angklung diatonis.
Pak Daeng kemudian bertemu dengan Pak Djaja, seorang empu
pembuat angklung yang mumpuni Walau sudah tua dan sebelumnya hanya
tahu musik pentatonis, Pak Djaja dengan senang hati membantu Pak Daeng
membuat angklung diatonis. Atas kerjasama mereka berdua, terciptalah alat
musik pribumi yang mudah dibuat, dan murah. Hal itu terjadi pada tahun
1938.
Selanjutnya Pak Daeng mengajarkan angklung diatonis ini pada anak
didiknya di kepanduan. Dengan sabar Pak Daeng melatih mereka sehingga
musik angklung bisa ditampilkan dengan sangat apik. Delapan tahun
kemudian, pada saat pertemuan perjanjian Linggarjati tahun 1946, presiden
Soekarno meminta Pak Daeng dan anak asuhnya untuk tampil memberi
hiburan. Merekapun membawakan lagu-lagu Indonesia modern dan Belanda
dihadapan para utusan, dan membuktikan bahwa alat musik tradisionil
Indonesia kini mampu berkiprah di musik Internasional, sekaligus

3
mengangkat harkat alat musik angklung dari alat musik pengemis, ke alat
musik konser antar negara.
Pada tahun 1989, berlangsung Seminar Seni Angklung Se Jawa Barat di
AUla Timur ITB. Pak Prof. Sudjoko Danoesoebroto, MA, Ph.D (guru besar ITB)
menyampaikan makalah berjudul "Memperkaya Angklung Daeng". Sementara
itu Prof. Dr. Oteng Sutisna, MSc. (guru besar IKIP Bandung) menulis makalah
berjudul "Musik Angklung Padaeng Sebagai Alat Pendidikan Musik". Sejak
itulah istilah angklung padaeng melekat sebagai nama bagi angklung
diatonis yang diciptakan oleh Daeng Soetigna.

B. Pendidikan musik
Dari awalnya, angklung Padaeng diciptakan untuk mengajar ilmu seni
musik barat. Pada era itu, hal ini merupakan terobosan karena untuk pertama
kalinya, alat musik Nusantara digunakan untuk tujuan tersebut,
menggantikan alat musik Eropa. Kekhasan angklung Padaeng sehingga cocok
untuk mengajarkan imu musik adalah:
 Mudah dimainkan. Hal ini membuat semua anak dengan cepat bisa
memainkannya tanpa perlu bakat musik yang kuat maupun latihan
panjang.
 Angklung adalah alat musik satu instrumen satu nada. Kekhususan ini
sangat memudahkan guru mengajarkan konsep tangga nada diatonis.
 Ada angklung melodi dan ada angklung akompanimen, yang secara
langsung mencontohkan teori harmonisasi suara (oktaf, akord)
 Angklung padaeng punya potensi sebagai alat musik konser yang
megah, mampu dipakai untuk berbagai genre musik.
Menyadari potensi itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia mengeluarkan peraturan pemerintah no 082/1968 yang
menetapkan angklung sebagai alat pendidikan musik.[1]

C. Perjuangan dan Diplomasi


Pada zaman Belanda berkuasa di Indonesia, angklung sempat dilarang
karena dianggap sebagai musik rakyat yang bisa mengobarkan semangat
pemberontakan. Ditengah-tengah kondisi itulah, Daeng Soetigna mulai

4
mengajarkan angklung kepada para pandu muda di HIS Kuningan. Setelah
zaman revolusi tahun 1945, terbukti bahwa para pandu ini menjadi pejuang
dan menggunakan angklung sebagai hiburan bagi para gerilyawan Indonesia,
dengan melantunkan lagu-lagu perjuangan. Kemudian, beberapa kiprah
angklung dalam perjuangan Indonesia adalah:
 Pada perundingan Linggarjati tahun 1946 kelompok angklung Pak
Daeng menjadi penghibur. Sedikit banyak, mereka berhasil
mengurangi ketegangan antara pihak NICA dan RI, sehingga perjanjian
tersebut bisa mendapatkan hasil.
 Pada Konferensi Asia–Afrika pertama tahun 1955, kembali kelompok
angklung Pak Daeng menunjukkan kebolehannya di hadapan para
delegasi manca negara.
Karena begitu khas Indonesia inilah, angklung menjadi salah satu
barang wajib yang harus ada di kedutaan luar negeri Indonesia, dan sering
menjadi duta kesenian dalam berbagai acara antar negara. Pada taun 2010,
akhirnya UNESCO mengakui angklung sebagai warisan budaya tak benda
Indonesia.[2]

D. Ekonomi rakyat
Setelah dunia mulai pulih dari suasana perang dunia, ekonomi pun
tumbuh pesat. Angklung berperan besar dalam memajukan ekonomi rakyat,
khususnya dari sektor pariwisata. Pada saat ini muncul sentra-sentra budaya
angklung dimana yang paling terkenal adalah Saung Angklung Udjo. Di sentra-
sentra tersebut, bisa kita lihat perang angklung sebagai:
 alat musik, dimainkan oleh pemain-pemain profesional
 alat hiburan, ketika para turis diajak bermain bersama secara
interaktif
 barang souvenir
 media belajar ketrampilan membuat angklung
Ini adalah bukti nyata peran angklung sebagai penghela ekonomi
kreatif, karena berhasil mempekerjakan para seniman, pengrajin, maupun
jasa pariwisata. Dengan demikian, sudah sepatutnya pada tahun 2010 muncul
koin Rp1.000 dengan gambar angklung.

5
E. Pendidikan karakter
Salah satu keistimewaan angklung adalah, alat ini harus dimainkan
beramai-ramai oleh banyak orang. Hal ini membuat angklung sangat cocok
untuk melatih kekompakan dan disiplin dalam suatu kelompok. Saat ini,
makin banyak pelatihan motivasi yang menggunaka angklung sebagai
medianya. Institusi pendidikan seperti UPI, juga sedang mulai menyusun
kurikulum agar angklung dapat menjadi alat pendidikan karakter. Salah
satunya adalah dengan menerapkan prinsip Pak Daeng Soetigna yang ditulis
dalam skripsi B1-nya, yaitu bahwa dalam melatih anak sebaiknya diberi
petunjuk "Bukan begini ..... tapi begitu".[3]

F. Anatomi

Anatomi Angklung
Angklung dibuat dari bambu, dan sedikit rotan sebagai pengikat.
Bagian-bagian alat musik ini adalah:
 Tabung suara, bagian utama yang mengeluarkan suara, berupa tabung
bambu dengan dasar yang tertutup dan diraut sedemikian rupa
sehingga bisa berbunyi dengan nada tertentu.
 Tabung dasar, tabung bambu yang diberi lubang untuk memasukkan
kaki tabung suara. Saat angklung gigetarkan, maka kaki tabung suara
akan bolak balik menumbuk tabung dasar sehingga berbunyi.
 Rangka, adalah bilah-bilah bambu yang merangkai tabung suara dan
tabung dasar, sehingga bisa dipegang dan dimainkan manusia.

6
G. Tabung suara
Tabung Suara adalah bagian yang mengeluarkan nada tertentu. Hal tersebut
bisa dicapai dengan cara:
1. Untuk nada tertentu, harus dipilih batang bambu dengan diamater
tertentu.
2. Batang bambu dipotong, bagian bawahnya harus tertutup ruas sementara
bagian atasnya terbuka. Tinggi bilah juga harus disesuaikan dengan nada
yang akan dibuat.
3. Batang tersebut dipotong setengan sehingga ada bagian resonator-nya.
Bagian resonator ini kemudian di-stem sehingga jika ditiup akan keluar
nada yang diinginkan.
4. Selanjutnya bilah di atas resonator diraut sebelah kiri maupun kanan
dengan seimbang, sehingga jika tabung dipukul akan keluar nada yang
diinginkan.
Karena prinsip yang mudah ini, banyak pengrajin yang belajar membuat
angklung secara otodidak, tanpa perlu mengacu pada standar tertentu.
Akibatnya angklung karya pengrajin satu dengan lainnya bisa berbeda ukuran
maupun bentuk, walau nadanya sama. Kenyataaanya, ukuran tabung suara
memang tak perlu sama, karena sedikit banyak perlu disesuaikan dengan
bahan bambunya yaitu:
1. Panjang ruasnya.
2. Ketebalan batang bambunya.
3. Kekerasan / kekenyalan daging bambunya.
Sejauh ini standar ukuran angklung yang beredar di kalangan pengrajin
adalah:
1. Standar padaeng asli, adalah standar ukuran yang dipakai oleh Pak Daeng
Soetigna, sesuai dengan bambu dari daerah Kuningan.
2. Standar Udjo, ukurannya lebih pendek sekitar 2 cm dibanding ukuran
padaeng asli. Hal ini karena mang Udjo memakai bambu dari daerah
Tasikmalaya.

7
3. Standar Handiman, ukurannya sekitar tengah-tengah standar Padaeng dan
standar Udjo.

H. Jenis Angklung
Menurut jumlah dan konfigurasi tabung suaranya, angklung padaeng
bisa dibagi menjadi dua jenis besar.
1) Angklung Melodi
Angklung melodi adalah angklung yang ditujukan untuk memainkan
melodi utama suatu lagu. Angklung ini memiliki dua atau lebih tabung
suara yang dikombinasikan dengan prinsip oktaf. [4] Angklung ini dibagi
menurut rentang nadanya:
1. Angklung melodi : dari nada F#3 - C6
2. Angklung bass-party : dari nada G2 - F3
3. Angklung semut: nada di atas C6.
2) Angklung Akompanimen
Angklung akompanimen bertugas menjadi pengiring lagu, biasanya
dimainkan dengan di-centok. Angklung ini memiliki tiga atau lebih tabung
suara yang dikombinasikan dengan prinsip akord. [5] Angklung ini dibagi
menurut jenis akord maupun rentang nadanya:
1. Angklung akompanimen major : akord mayor dan mayor-7 dengan
nada D#3 hingga D#4
2. Angklung akompanimen minor : akord minor dengan nada D#3
hingga D#4
3. Angklung cuk major : akord mayor dengan nada C4-C5
4. Angklung cuk major : akord minor dengan nada A3-A4

I. Unit Angklung Padaeng


Untuk memainkan suatu lagu tertentu, diperlukan sejumlah angklung yang
disesuaikan dengan:
 rentang nada lagu tersebut (nada-nada yang ada pada lagu)
 dinamika (keras lemah suara) lagu.
 akustik ruang.
 jumlah pemain, dan kemampuan mereka membawa angklung.

8
Guna memenuhi hal tersebut, para pengrajin menyediakan berbagai macam
unit angklung. Standar yang cukup umum dipasarkan adalah: [6]
Unit Standar Angklung Padaeng
Jumlah
No Nama Melodi Akompanimen Kegunaan
Angklung
nada penuh Untuk souvenir,
1 Sarinande 8 C4-C5, kunci tak ada bermain angklung
1=C interaktif
nada penuh
Sarinande berlatih lagu
2 13 G3-E5, kunci tak ada
Plus sederhana
1=C
nada penuh
berlatih lagu
Angklung F3-E5, kunci
3 18 tak ada cukup kompleks,
TK 1=C, 1=G,
dibawa demo
1=F
28 nada
lengkap (x2 konser/lomba
4 Unit Kecil 73 6 mayor, 5 minor
set), 6 bass lagu sederhana
party
31 nada
konser lagu
Unit lengkap (x2
5 86 8 mayor, 5 minor kompleks dengan
Sedang set), 11 bass
dinamika
party
31 nada
lengkap (x3 10 mayor, 7 minor,
konser di ruang
6 Unit besar 149 set), 11 bass 10 cuk mayor, 7 cuk
besar
party (x2 minor
set)

BAB III

9
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari penulisan makalah ini dapat disimpulkan bahwa Angklung Padaeng
adalah alat musik dari bambu yang merupakan varian modern dari Angklung.
Dulunya, angklung tradisional memakai tangga nada slendro, pelog atau
madenda. Pada tahun 1938, Daeng Soetigna melakukan inovasi agar angklung
dapat memainkan nada diatonis. Untuk menghargai karya dia, angklung
bernada diatonis ini kemudian diberi nama angklung padaeng..

B. SARAN
Penulis hanya bisa memberi saran kepada pembaca bahwa seni dan budaya
masih sangatlah dibutuhkan karna hidup tanpa seni tak akan indah dan
hidup tanpa mengenal budaya sering kali terjerumus ke arah yang
menjurangkan kehidupan.
Di dalam makalah ini mungkin ada kesalahan dan kekurangan oleh karena itu
penulispun meminta agar kiranya pembaca juga memberi keritik dan
sarannya agar kiranya makalah ini bisa menjadi lebih sempurna lagi.

10

Anda mungkin juga menyukai