Presentasi Kasus
Presentasi Kasus
THALASEMIA
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Disusun Oleh:
Sari Murnani
20050310091/31-050-05-1-2009
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD SALATIGA
2010
Halaman Pengesahan
THALASEMIA
Disusun Oleh :
SARI MURNANI
31-050-05-1-2009
Dokter Pembimbing,
PRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. H
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 5 tahun
Alamat
: krajan Suruh
Agama
: Islam
Tanggal Masuk
: 20 Juli 2010
Masuk Melalui
Nama ayah
: Tn. S
Umur
: 35 tahun
Pendidikan
: SLTA
Pekerjaan
: Swasta
Nama Ibu
: Ny. R
Umur
: 25 tahun
Pendidikan
: SLTP
Pekerjaan
: IRT
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : pucat
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
2 bulan sebelum masuk rumah sakit anak mondok tampak pucat, lemas, dan demam.
pasien dirawat selama tujuh hari dan mendapat tranfusi darah 2 kantong. Kemudian
pasien kontrol ke poli anak dan dokter meminta untuk melakukan pemeriksaan
laboraturium lebih lanjut dengan hasil terlampir.
2 hari sebelum masuk rumah sakit tampak pucat dan lemas, mudah letih, anak malas
untuk beraktifitas/ bermain bersama teman , badan anak terasa nglemeng terus menerus,
kejang (-), , pusing, dada berdebar debar (+), sakit kepala (-), perut terasa penuh dan
membesar, nafsu makan kurang, makan dan minum sulit terutama sayuran dan berat
badan tidak naik- naik, BB turun (-), nyeri pada tulang (-), pilek (-), batuk (-), sesak napas
(-), diare (-), mual (-), muntah (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), keluar cairan dari
telinga (-), BAB dbn, tidak ditemukan cacing, darah (-),BAK dbn, tidak berwarna merah
atau coklat, anak gampang sekali sakit, anak terlihat kurang bergairah serta tidak selincah
anak seusianya yang normal.
Hari masuk rumah sakit keluhan anak masih menetap, anak tampak pucat dan semakin
lemas, badan panas tapi kedua kaki dingin, riwayat trauma (-),
Riwayat Penyakit Dahulu:
-
Ikhtisar Keluarga
55
37
36
70
34
45
40
26
: anak lahir spontan, cukup bulan ditolong oleh bidan presentasi kepala, menangis,
BBL: 3000 gram, PB: 50 cm. Tidak ada tanda tanda ikterik, sianosis pada anak
PNC
Riwayat Makanan
0-4 bulan : ASI saja, semau bayi
4-6 bulan : ASI dan susu formula
6-9 bulan : ASI, tim saring, susu formula, buah
9-12 bulan: ASI, bubur, susu formula, buah
1 th- sekarang: ASI sampai usia 2 tahun, nasi, sayur, lauk pauk, buah
Perkembangan dan Kepandaian
Motorik Kasar
-
Motorik Halus
-
Bicara
-
Mengoceh 3 bln
Berteriak 4 bln
Bicara 1 kata 10 bln
Bicara jelas 3 thn
Bicara lancar 4 tahun
Sosial
-
Vaksinasi
BCG: 1x usia 0 bulan
DPT: 3x usia 2,3,4 bulan
Polio: 4x usia 0,2,3,4 bulan
Campak: 1x usia 9 bulan
Hepatitis B: 3 x usia 1, 2, 6 bulan
Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena
bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan
anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya
Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Anak tinggal bersama kedua orang tua dirumah sendiri, dinding rumah dari beton, atap
genteng, lantai ubin, WC ada, listrik ada, air sumur dan PAM, ventilasi cukup.
Pendapatan keluarga tidak tentu, 800ribu/bulan
Anamnesis Sistem
Sistem cerebrospinal: mual (-), muntah (-), kejang (-), demam (+)
: tampak pucat
Kesadaran
: Composmentis
Keadaan Umum
: lemah
Vital Sign
: RR
Status Gizi
Kesan
: 38,2 C
: BB
: 13 kg
TB
: 95 cm
LK: 48 cm
LD: 49 cm
: Gizi kurang
Status Generalis
Kulit
Kepala
Wajah
Mata
Hidung
Mulut
Tenggorokan
Telinga
Leher
Ekstrimitas
Thoraks
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Cor pekak
Pulmo sonor
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Ekstrimitas
lengan
Kanan
kiri
kanan
kiri
Gerakan
bebas
bebas
bebas
bebaas
Tonus
normal
normal
normal
normal
Trofi
eutrofi
eutrofi
eutrofi
eutrofi
Refleks fisiologis
(+)N
(+)N
(+)N
(+)N
Refleks patologis
(-)
(-)
(-)
(-)
Sensibilitas
normal
normal
normal
normal
Angka Leukosit
Angka Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Angka Trombosit
18/05
9,38
4,19
9,5
26,8
68,7
22,7
33,0
263
22/07
6,6
2,17
4,7
14,7
67,6
21,8
31,7
166
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Kesan
Analisa Hb (HPLC)
Hasil
>13,0 + HbE
15,0
HbA2
HbF
Nilai rujukan
2,1- 3,1
Tidak terdeteksi
Keterangan
Usia 5-6 thn
Beta thalasemia short
program
Usia
Fraksi lain
>2
thn-usia
dewasa
-
Follow up
Hari 2
S: nampak pucat, lemes, makan minum sulit, mimisan (-), sesak napas(-), gatal(-),
demam (-), sakit kepala (-).
O: KU: CM, lemah
CA+/+, SI-/t: 37oC
HR: 110x/min regular isi dan tekanan cukup
Thorax: simetris, ketinggalan gerak (-), sonor, SD: vesikuler, bising sistolik (+/-)
Hari ke 3
S: demam (-), lemes (+), makan dan minum mau sedikit2, sesak napas(-), gatal(-),
sakit kepala (-), mimisan (-)
KU: CM, lemah
CA+/+, SI-/t: 37oC
HR: 110x/min regular isi dan tekanan cukup
Thorax: simetris, ketinggalan gerak (-), sonor, SD: vesikuler, bising sistolik (+/-)
Abdomen: BU (+),hepatomegali(+), splenomegali (+) S1, NT (-)
A: thalasemia
Gizi buruk
P: tranfusi PRC 150 cc
Observasi TTV, tanda tanda reaksi transfusi
Angka Leukosit
Angka Eritrosit
24/07
4,8
2,28
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Angka Trombosit
Hari ke 4
5,9
18,2
69
21,8
32,5
193
Angka Leukosit
Angka Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Angka Trombosit
26/07
5,0
3,77
9,1
27,9
74,0
24,1
32,6
226
Hari ke 6
S: demam (-), lemes (-), makan dan minum mau,
KU: CM, baik
CA-/-, SI-/t: 37oC
HR: 110x/min regular isi dan tekanan cukup
Thorax: simetris, ketinggalan gerak (-), sonor, SD: vesikuler, bising sistolik (-/-)
Abdomen: BU (+),hepatomegali(+), splenomegali (+) S1, NT (-)
A: thalasemia
Gizi buruk
P: BLPL
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Thalassemia merupakan penyakit herediter yang disebabkan akibat menurunnya
kecepatan sintesis rantai alfa atau beta pada hemoglobin. Penyakit ini akan menyebabkan
perbandingan rantai globin yang jumlahnya abnormal sehingga mempengaruhi bentuk
eritrosit. Morfologi eritrosit yang abnormal akan merangsang destruksi eritrosit
(hemolisis) berlebihan yang menyebabkan eritropoesis berlebihan pada sumsum tulang.
Hal ini akan menyebabkan keluarnya normoblast-normoblast ke darah tepi dari sumsum
tulang.
B. Epidemiologi
Frekuensi gen thalassemia di Indonesia berkisar 3-10%. Berdasarkan angka ini,
diperkirakan lebih 2000 penderita baru dilahirkan setiap tahunnya di Indonesia
C. Etiologi
Umumnya penderita memiliki jangka waktu hidup yang lebih lama dibandingkan
thalasemia beta mayor.
E. Patofisiologi
Secara normal Hb terdiri dari Hb A dengan 2 polipeptida rantai Alpha dan
2 rantai Beta. Sedangkan pada thalasemia ditemukan kelebihan, kekurangan, dan
tidak adanya rantai beta dalam Hb. Keadaan tersebut menyebabkan kerusakan
pada eritrosit, hemolisis, hemosiderosis dan gangguan pada organ lain seperti
jantung, limpa, dan liver.
Pada thalasemia, penurunan jumlah Hb menstimulasi sum-sum tulang
untuk memproduksi sel darah merah yang lebih banyak, kompensani
pembentukan sel-sel darah merah yang berlebihan scara kronik serta cepatnya
destruksi sel darah merah yang akan menyebabkan ketidak adekutan sirkulasi Hb.
Dan sum-sum yang telah bekerja scara berlebihan akan menjadi tipis, mudah
pecah dan rapuh.
Keadan kulit pucat dan kekuningan, jika anak telah sering mendapatkan
transfusi darah maka kulit akan menjadi kelabu atau kecoklatan serupa dengan
besi akibat penimbunan besi (hemosiderosis) dalam tubuh. Selain itu, juga akan
menyebabkan gangguan fungsi alat-alat tersebut (hemakromatosis), pada limpa
dan hati akan terjadi pembesaran.
F. Tanda dan Gejala
1. Anemia yang ditandai dengan pucat lemah
2. Letargie
3. Anorexia
4. Cyanosis
5. Penebalan tulang kranial, menipisnya tulang kartilago
6. Splenomegali, kadang juga ditemukan hepatomegali
7. Kadang ditemukan wajah mongoloid seperti katak
8. Perkembangan fisik anak tidak sesuai dengan umur
9. Berat badan kurang dari batas normal
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah
Eritrocyt
Penurunan Hb dan Hk
Trombosit normal/tinggi
2. Elektroforesis hemoglobin
Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar
feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%,
atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg
berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan
minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah. Iron chelating
agent (desferoksamin) mengatasi kelebihan Fe dalam jaringan tubuh
II.
Bedah
III.Suportif
Transfusi darah :
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl tidak melebihi 15g/dl.
Dengan kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tualang yang adekuat,
menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan
dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red
cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl atau
PRC = (Hb yang diinginkan (12) Hb sekarang) x 4 x Berat Badan (kg).
Maksimal pemberian PRC 10-15 ml/kgBB/hr
Bila terdapat tanda gagal jantung, pernah ada kelainan jantung atau Hb < 5 gr/dl,
maka dosis untuk satu kali pemberian tidak boleh lebih dari 5 ml/kgBB dengan
kecepatan tidak lebih dari 2 ml/kgBB/jam. Sambil menunggu transfusi darah,
diberikan O2 dengan kecepatan 2-3 L/mt.
Umum :
Makanan gizi seimbang
Dietetik : makanan, obat yang banyak mengandung zat besi sebaiknya
dihindarkan..
Pemantauan
I.
Terapi
Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi
sebagai akibat absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang.
Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal, sukar
bernapas. Bila hal ini terjadi kelasi besi dihentikan.
II.Tumbuh Kembang
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya diperlukan
perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita.
III. Gangguan jantung, hepar dan endokrin
Anemia kronis dan kelebihan zat besi dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung
(gagal
jantung),
hepar
(gagal
hepar),
gangguan
endokrin
(diabetes
melitus,
Urtikaria
Ruam
Gejala
Hipersensitifitas
Pruritus
Kemungkinan Penyebab
Gejala
Kemungkinan Penyebab
Flushing
Kecemasan
Hipersensitifitas
Urtikaria
Pruritus
berat
Menggigil
Palpitasi
Reaksi
Febris
Dispnoe ringan
nonhemolitik:
Gelisah
Sakit kepala
Takikardia
transfusi
Antibodi
sedangfebris
terhadap
leukosit, trombosit
- Antibodi terhadap protein
(IgA)
Kemungkinan kontaminasi
dgn bakteri
Gejala
Kemungkinan Penyebab
Menggigil
Kecemasan
Hemolisis
Febris
Nyeri dada
intravascular
Gelisah
Hipotensi (TD
Sesak nafas
septik
20%)
Overload cairan
Hemoglobinuria
Sakit kepala
Anafilaksis
DIC
Dispnoe
TRALI
akut
2.
3.
4.
5.
mengandung
antigen
spesifik-trombosit.
Pemulihan
jumlah
setengah pasien thalassemia yang mendapat transfusi teratur tanpa terapi pengikatan besi.
Pada pasien-pasien yang lebih tua, penyakit hati adalah penyebab kematian yang umum,
dan sering diperberat dengan infeksi virus hepatitis C. Kelainan fungsi endokrin juga
ditemukan, dimana kelebihan besi di hipofisis anterior dapat menyebabkan gangguan
maturasi seksual. Di RSCM, Batubara dkk menemukan sebanyak 56% pasien thalassemia
mengalami hambatan pubertas. Lebih jauh lagi, dapat terjadi amenore sekunder pada
seperempat pasien yang berusia > 15 tahun, diabetes mellitus pada 5-10% pasien dewasa,
serta kerusakan kelenjar tiroid, paratiroid, dan adrenal. Selain itu, kelebihan besi juga
telah dihubungkan dengan penurunan densitas tulang, hipertensi pulmonal, dan
penurunan fungsi paru. Kadar kelebihan besi dalam tubuh dapat diukur dengan
melakukan berbagai pemeriksaan penunjang, baik pengukuran secara langsung maupun
tidak langsung.
1. TIDAK LANGSUNG
Konsentrasi feritin serum/plasma
Saturasi transferin serum
Tes deferoksamin 24 jam
Pencitraan (CT scan hati, MRI hati, MRI jantung, MRI hipofisis anterior)
Evaluasi fungsi organ
2. LANGSUNG
Biopsi jumlah besi di hati dan jantung
Terapi kelasi besi secara umum harus dimulai setelah kadar feritin serum
mencapai 1000 g/L, yaitu kira-kira 10-20 kali transfusi ( 1 tahun). Olivieri dkk
menyarankan pemeriksaan kadar besi hati dengan biopsi hati sebelum memulai
terapi kelasi besi. Terapi hanya dimulai bila konsentrasi besi hati minimal 11mg/g
berat kering hati. Apabila biopsi tidak mungkin dilakukan, terapi kelasi besi dapat
dimulai pada pasien usia < 3 tahun yang sudah mendapat transfusi teratur selama
1 tahun.3 Hemosiderosis dapat diturunkan atau bahkan dicegah dengan pemberian
parenteral obat pengkelasi esi (iron chelating drugs).8 Obat pengkelasi besi yang
dikenal adalah deferoksamin, deferipron, dan deferasirox.3
bermakna
yang
disebabkan
oleh
eritropoeisis
ekstramedular. Meskipun
hipersplenisme kadang-kadang dapat dihindari dengan transfusi lebih awal dan teratur,
namun banyak pasien yang memerlukan splenektomi. Indikasi terpenting untuk
splenektomi adalah meningkatnya kebutuhan transfusi, yang menunjukkan unsur
hipersplenisme. Kebutuhan transfusi melebihi 240 mL/kg PRC/tahun biasanya
merupakan bukti hipersplenisme dan merupakan indikasi untuk mempertimbangkan
splenektomi. Splenektomi dapat menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30%
pada pasien yang indeks transfusinya melebihi 200 mL/kgBB/tahun. Karena adanya
risiko infeksi, splenektomi sebaiknya ditunda hingga usia 5 tahun. Sedikitnya 2-3 minggu
sebelum
dilakukan
splenektomi,
pasien
sebaiknya
divaksinasi
dengan
vaksin
pneumococcal dan Haemophilus influenzae tipe B dan sehari setelah operasi diberi
penisilin profilaksis.
BAB III
PEMBAHASAN
Penegakan diagnosis pada pasien ini didapatkan dari anamnesis yang menunjukan
adanya tanda- tanda anemia yaitu tampak pucat dan lemas, mudah letih, anak malas
untuk beraktifitas/ bermain bersama teman , badan anak terasa nglemeng terus menerus,
pusing, dada berdebar debar, perut terasa penuh dan membesar, nafsu makan kurang,
makan dan minum sulit terutama sayuran dan berat badan tidak naik- naik, anak gampang
sekali sakit Anak terlihat kurang bergairah serta tidak selincah anak seusianya yang
normal. Pada pemeriksaan fisik didapatka anak tampak kurus, pertumbuhan fisiknya terlalu
kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal, ukuran fisik anak terlihat lebih
kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya, anemis, lemas, adanya bising
sistolik, splenomegali sebesar 1 shuffner, hepatomegali sebesar 2 ibu jari di bawah arcus
costarum. Diangnosis thalasemia juga didukung dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan
yaitu pemeriksaan darah rutin dan gambaran darah tepi.Dari darah rutin didapatkan anemia yang
berat dan dari gambaran darah tepi didapatkan adanya sel target, anemia mikrositik hipokromik,
dengan jumlah leukosit dan trombosit normal yang merupakan gambaran darah tepi dari
thalasemia. Dilakukan pemeriksaan analisis Hb (HPLC) pemeriksaan uji saring thalasemia untuk
menentukan jenis thalasemia yang diderita pasien ini dan didapatkan hasil thalasemia pembawa
sifat. Pemeriksaan kadar feritin juga harus dilakukan untuk menentukan perlu tidaknya pasien
mendapatkan terapi kelasi besi. Pada pasien ini belum didapatkan peningkatan kadar feritin
sehingga pasien belum mendapatkan terapi kelasi besi.
Prognosis pasien thalasemia bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari
thalassemia. pada pasien ini perlu dilakukan transfusi untuk mempertahankan Hb antara 8
g/dl sampai 9,5 g/dl tidak melebihi 15g/dl. Transfusi biasanya dilakukan tiap 3 5
minggu untuk mempertahankan kadar hadar Hb yang optimal. Dengan kedaan ini akan
memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi,
dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak Volume 2. Edisi
ke-15. Jakarta : EGC ; 1996 Erythropoesis. November 4, 2009 (cited
December 6, 2009) Available at http://en.wikipedia.org/wiki/
2. Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
3. Erythropoiesis Hemoglobine. December 9, 2009 (cited December 12, 2009).
Available at http://en.wikipedia.org/wiki/
4. Hay WW, Levin MJ. Current Diagnosis and Treatment in Pediatrics. 18th
Edition. New York : Lange Medical Books/ McGraw Hill Publishing
Division ; 2007
5. Permono B, Sutaryo, dkk. Buku Ajar Hemotologi-Onkologi Anak Cetakan
Kedua. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia ; 2006
6. Sacher, Ronald A; Richard A.M. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Jakarta: EGC.
7. Yaish HM. Thalassemia. July 29, 2009 (cited December 5, 2009). Available
at : http://emedicine.medscape.com/article/958850-followup