TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Alergi
Alergi merupakan suatu kelainan reaksi berlebih (hipersensitivitas) sistem
imun tubuh terhadap subtansi spesifik (alergen) yang mengakibatkan kerusakan
jaringan.21-22 Respon alergi sebagian besar dimediasi oleh imunoglobulin E
(IgE) dan dibagi dalam tiga fase, yaitu :
1. Fase sensitisasi Alergen
Protein dengan berat molekul antara 5-80 kDa, dapat memasuki tubuh
melalui berbagai macam rute seperti kulit, saluran nafas, saluran pencernaan,
maupun sengatan lebah. Saat pertama kali memasuki tubuh manusia, alergen
akan dijamu dan diproses dalam endosome antigen presenting cells (APCs)
pada lokasi terjadinya kontak. APC yang mengandung alergen ini akan
bermigrasi menuju organ limfe sekunder dan mempresentasikan Major
Histocompatibility Complex (MHC) kelas II kepada sel limfosit T Helper
yang masih polos (Th0). Kesesuaian antara reseptor Th0 dengan MHC kelas II
serta tersedianya kostimulator, menyebabkan sel Th0 mengeluarkan
Interleukin-4 (IL-4) yang merubah proliferasi sel Th ke arah Th2. Sel Th2 ini
akan meregulasi sel limfosit B (sel B) untuk memproduksi Imunoglobulin (Ig)
tertentu masih melalui IL-4. Pada orang dengan alergi, Th1 tidak cukup kuat
menghasilkan Interferon gamma (IFN- ) untuk mengimbangi aktivitas dari
Th2. Th2 akan aktif memproduksi IL-4 yang menyebabkan sel B menukar
produksi antibodi dari IgM menjadi IgE. IgE yang dihasilkan sebagian besar
akan menempel pada reseptor IgE berafinitas tinggi (FcRI) pada sel mast,
basofil, serta eosinofil yang aktif.
2. Fase reaksi
Pada paparan ulang, alergen akan segera bereaksi silang dengan bagian
Fc dari minimal 2 reseptor IgE yang menempel pada sel pengekspresi
FcRI. Agregasi dari sel-sel tersebut, menginisiasi kaskade sinyal dari sel
pengekspresi FcRI yang berujung dengan dikeluarkannya produk
simpanan granul sitoplasma, sintesis, dan sekresi mediator serta faktor
pertumbuhan. Pada sel mast misalnya, beberapa menit setelah terpapar
ulang alergen, sel mast akan mengalami degranulasi yaitu suatu proses
pengeluaran isi granul ke lingkungan ekstrasel yang berupa histamin,
prostaglandin, serta sitokin-sitokin yang menimbulkan berbagai gejala
klinis. Mediator-mediator yang menyebabkan gejala klinis pada alergi ini
digolongkan menjadi yang sudah terbentuk dan baru dibentuk saat
degranulasi terjadi. Yang sudah terbentuk dan tersimpan didalam granul
sel adalah histamin, heparin, serotonin, dan faktor kemotaksis. Sedangkan
yang baru dibentuk adalah leukotrien, tromboksan, prostaglandin, dan
platelet activating factor.
3. Fase reaksi lambat
Fase ini dimulai sekitar 2-6 jam setelah paparan alergen dan mencapai
puncaknya setelah 6-9 jam. Mediator inflamasi yang dikeluarkan dari hasil
degranulasi sel mast menarik sel T serta sel mast untuk menginduksi sel
imun yang lain seperti basofil, eosinofil, dan monosit bermigrasi ke tempat
kontak. Sel-sel ini masing-masing akan memproduksi substansi inflamasi
spesifik yang mengakibatkan aktivitas imun berkepanjangan dan
kerusakan jaringan.
B. Manifestasi klinis alergi
Manifestasi klinis alergi (asma, alergi makanan, alergi obat, alergi serbuk
bunga, dermatitis atopi, dll) merupakan ekspresi dari aktivitas mediator-mediator
reaksi alergi di sekitar daerah yang terpapar (terlokalisir) dan dapat juga
berlangsung sistemik. Variasi manifestasi klinis dimungkinkan pada tiap jenis
alergi dikarenakan jaringan tempat terjadinya kontak terhadap antigen yang
berbeda-beda. Namun, hal ini juga berarti dapat terjadi kesamaan manifestasi
klinis antar jenis alergi. Manifestasi klinis yang sering timbul pada bayi adalah
tipe cepat (dalam hitungan menit hingga 2 jam setelah terpapar alergen) yang
diperantai oleh IgE dengan gejala utama adalah ruam kulit, eritema perioral,
6
angioedema, urtikaria, dan anafilaksis. Bila gejala timbul lama (dalam 1 hingga 2
minggu) setelah paparan, mengenai saluran cerna berupa kolik, muntah, dan diare
biasanya bukan diperantarai IgE (bisa diperantarai neutrofil).
Pada perawatan dengan alat fixed appliance, reaksi alergi yang timbul
dapat disebabkan antara lain oleh senyawa kimia dari logam yang terkandung di
dalam bracket, arch wire, band, kawat ligature dan juga karet elastic, power O,
power chain serta bonding agent dan composite yang digunakan untuk melekatkan
bracket pada permukaan gigi.
C. Stomatitis
Stomatitis berasal dari Bahasa Yunani, stoma yang berarti mulut dan itis
yang berarti inflamasi. Stomatitis adalah inflamasi lapisan mukosa dari struktur
apa pun pada mulut; seperti pipi, gusi (gingivitis), lidah (glossitis), bibir, dan atap
atau dasar mulut. Kata stomatitis sendiri secara bahasa berarti inflamasi pada
mulut.Inflamasi dapat disebabkan oleh kondisi mulut itu sendiri (seperti oral
hygiene yang buruk, susunan gigi yang buruk), cedera mulut akibat makanan atau
minuman panas, atau oleh kondisi yang memengaruhi seluruh tubuh (seperti obatobatan, reaksi alergi, atau infeksi). 1
Stomatitis adalah inflamasi lapisan struktur jaringan lunak apa pun pada
mulut. Stomatitis biasanya merupakan kondisi yang menyakitkan, yang terkait
dengan kemerahan, pembengkakan, dan kadang-kadang perdarahan dari daerah
yang terkena. Bau mulut (halitosis) juga mungkin menyertai keadaan
ini.Stomatitis terjadi pada semua kelompok umur, dari bayi hingga dewasa tua. 1
a. Klasifikasi stomatitis
1. Stomatitis apthous Reccurent
Stomatitis yang sifatnya berulang atau Reccurent Apthous
Stomatitis dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik klinis yaitu
ulser minor, ulser major, dan ulser herpetiform:1
-
GAMBAR II.1 Minor apthous ulcer, Sumber : Laskaris G. Pocket atlas of oral
desease.Second Edition. New York: Thieme; 2006. P.159
Ulkus yang berkelompok dapat menetap dalam jangka waktu
beberapa bulan. Ulserasi yang menetap seringkali sangat sakit dan
biasanya mempunyai gambaran tak teratur. Frekuensi RAS lebih sering
pada laki-laki daripada wanita dan mayoritas penyakit terjadi pada usia
antara 10 dan 30 tahun. Pasien dengan ulser minor mengalami ulserasi
yang berulang dan lesi individual dapat terjadi dalam jangka waktu
pendek dibandingkan dengan tiga jenis yang lain. Ulser ini sering
muncul pada mukosa nonkeratin. Lesi ini didahului dengan rasa
terbakar, gatal dan rasa pedih dan adanya pertumbuhan makula
eritematus. Klasiknya, ulserasi berdiameter
penderita RAS dan lebih hebat dari bentuk minor. Secara klasik, ulser
ini berdiameter kira-kira 1-3 cm dan berlangsung selama empat
minggu atau lebih dan dapat terjadi pada bagian mana saja dari
mukosa mulut termasuk daerah-daerah yang berkeratin.4 Dasar ulser
lebih dalam, melebihi 0,5 cm dan seperti ulser minor, hanya terbatas
pada jaringan lunak tidak sampai ke tulang.6
GAMBAR II.2 Mayor apthous ulcer, Sumber : Laskaris G. Pocket atlas of oral
desease. Second Edition. New York: Thieme; 2006. p.160
Ulser mayor dikenal sebagai periadenitis mukosa nekrosis yang
rekuren atau disebut juga penyakit Sutton. Penyebabnya belum
diketahui secara pasti, namun banyak bukti yang berhubungan dengan
defek imun.11 Tanda adanya ulser seringkali dilihat pada penderita
bentuk mayor. Jaringan parut terbentuk karena keparahan dan lamanya
lesi terjadi.4 Awal dari ulser mayor terjadi setelah masa puberti dan
akan terus menerus tumbuh hingga 20 tahun atau lebih.3
b. Herpetiformis apthous stomatitis
Istilah herpertiformis digunakan karena bentuk klinis dari ulserasi
herpetiformis (yang dapat terdiri atas 100 ulser kecil pada satu waktu)
9
ulkus-ulkus
tersebut
berdiameter
1-2
mm
dan
timbul
10
11
12
13
tidak disadari atau dapat terjadi selama tidur dan luka juga disebabkan
oleh tergigitnya mukosa ketika makan dan tertusuk kawat gigi
sehingga dapat menimbulkan ulser yang mengakibatkan RAS. Luka
tergigit pada bibir atau lidah akibat susunan gigi yang tidak teratur.
e. Prosedur dental
Prosedur dental dapat mengiritasi jaringan lunak mulut yang tipis dan
menyebabkan terjadinya RAS. Terdapat informasi bahwa hanya
dengan injeksi novacaine dengan jarum dapat menyebabkan
timbulnya RAS beberapa hari setelah dilakukan penyuntikan.9
7. Stres
Banyak orang yang menderita stomatitis menyatakan bahwa
stomatitis yang mereka alami disebabkan oleh stres. Terkadang orang
secara objektif menghubungkan timbulnya stomatitis dengan peningkatan
stres. 6
8. HIV
Stomatitis dapat digunakan sebagai tanda adanya infeksi HIV.
Stomatitis memiliki frekuensi yang lebih tinggi pada keadaan defisiensi
imun seperti yang telah dibahas sebelumnya. Namun infeksi akibat virus
HIV biasanya menunjukkan tanda klinis yang sangat jelas yaitu kerusakan
jaringan yang sudah parah.9
9. Kebiasaan merokok
Kelainan stomatitis biasanya terjadi pada pasien yang merokok.
Bahkan dapat terjadi ketika kebiasaan merokok dihentikan.9
10. Kondisi Medik
Beberapa kondisi medik yang berbeda juga dapat dihubungkan
dengan timbulnya stomatitis. Untuk pasien yang mengalami stomatitis
yang resisten harus mendapatkan evaluasi dan tes dokter untuk
mengetahui ada tidaknya penyakit sistemik. Beberapa kondisi medik yang
dihubungkan dengan stomatitis yaitu seperti penyakit Behcet, disfungsi
neutrofil, radang usus, dan HIV-AIDS.3
11. Pengobatan
14
Fakta
Adanya defisiensi zat besi, asam folat, vitamin B12,
atau B kompleks
Psikologis
Trauma
Endokrin
Alergi
Merokok
Pembentukan
stomatitis
pada
perokok
yang
15
Inunologi
Sumber : Lewis MAO, Lamey PJ. Tinjauan klinis penyakit mulut. Jakarta: Widya
Medika; 1998. p.48-9
-
hari di daerah yang akan mengalami stomatitis. Rasa ini timbul sebelum luka
dapat terlihat di rongga mulut. Stomatitis dimulai dengan adanya luka seperti
melepuh di jaringan mulut yang terkena berbentuk bulat atau oval. Setelah
beberapa hari, luka tersebut pecah dan menjadi berwarna putih ditengahnya
dibatasi dengan daerah kemerahan. Bila berkontak dengan makanan dengan
rasa yang tajam seperti pedas atau asam, daerah ini akan terasa sakit dan
perih serta aliran saliva menjadi meningkat berdasarkan ciri khasnya secara
klinis. Adanya ulkus kecil didalam mulut biasanya dibagian dalam, atas, dan
bawah bibir pada pipi, lidah, dan gusi.4
Gejalanya berupa rasa sakit dan rasa terbakar yang terjadi satu
sampai dua hari yang kemudian menimbulkan luka di rongga mulut. Bercak
luka yang ditimbulkan akibat dari stomatitis ini agak kaku dan sangat peka
terhadap gerakan lidah atau mulut sehingga rasa sakit atau rasa panas yang
dirasakan ini dapat membuat kita susah makan, susah minum ataupun susah
bicara dan mengeluarkan banyak air liur.
Rasa sakit akibat stomatitis yang berukuran kecil biasanya akan
hilang antara 7 sampai 10 hari dan lesi ini akan sembuh secara sempurna
dalam waktu satu sampai dua minggu. Namun, apabila ukuran lesi stomatitis
cukup besar biasanya lesi membutuhkan waktu mulai dari beberapa minggu
sampai beberapa bulan untuk sembuh. Stomatitis yang tidak sembuh dalam
waktu 2 minggu sebaiknya segera dikonsultasikan dengan dokter gigi.4
16
Patofisiologi
17
18
2 hari sebelum tes, tidak boleh minum obat yang mengandung steroid
atau anti bengkak. Daerah pungung harus bebas dari obat oles, krim
atau salep.
- Diagnosa
Untuk mendiagnosa stomatitis kontak alergika Patch test merupakan
satu-satunya yang dapat digunakan untuk membedakan lesi akibat alergi
dengan lesi lainnya. Pada tes ini, alergen yang dicurigai diletakkan padakulit
normal yang tidak berambut. Substansiyang diuji,dibiarkan berkontak dengan
kulit selama 48 jam. Kemudian patch ini diangkat, setelah 2sampai 4 jam
kemudian daerahtersebut diperiksa apakah daerah itu terdapat kemerahan yan
gmenetap.(18)
-
Penatalaksanaan
Non medikamentosa:
1. Avoidence, yaitu menghindari alergen yang menjadi penyebabnya.
2. Perawatan dan menjaga kebersihan rongga mulut untuk menghindari
terjadinya infeksi sekuder dan komplikasi lebih lanjut.
Medikamentosa:
Tergantung pada tingkat keparahan dari lesi. Pada kasus yang parah disertai
dengan eritema atau ulser, aplikasi preparat kortikosteroid topikal akan sangat
membantu.(18)
19