Puji syukur kepada Allah SWT berkat rahmat serta karunia-nya sehingga
kelompok kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HaKI). Mata kuliah ini merupakan mata kuliah yang dimana salah
satunya membahas mengenai studi Hak Cipta.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Dosen HaKI yang telah membimbing sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
guna kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya. kami berharap makalah ini
dapat bermanfaat serta memberi pengetahuan baik kami maupun pembacanya dan
menjadi dasar untuk makalah selanjutkan Akhir kata kami mengucapkan banyak
terima kasih.
PEMBAHASAN
I.
II.
konsep copyright dalam bahasa Inggris (secara harafiah artinya "hak salin").
Copyright ini diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum
penemuan mesin ini oleh Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari sebuah
karya tulisan memerlukan tenaga dan biaya yang hampir sama dengan proses
pembuatan karya aslinya. Sehingga, kemungkinan besar para penerbitlah, bukan
para pengarang, yang pertama kali meminta perlindungan hukum terhadap karya
cetak yang dapat disalin.
Awalnya, hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk
menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai
diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute of Anne di Inggris, hak tersebut
diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup
perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa penerbit tidak dapat
mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi jual beli berlangsung.
Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi
pemegang copyright, yaitu selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya
tersebut menjadi milik umum.
Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works
("Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra" atau "Konvensi
Bern") pada tahun 1886 adalah yang pertama kali mengatur masalah copyright
antara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara
otomatis kepada karya cipta, dan pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya
untuk mendapatkan copyright. Segera setelah sebuah karya dicetak atau disimpan
dalam satu media, si pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright
terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya derivatifnya, hingga si pengarang
secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku copyright
tersebut selesai.
III.
menciptakan
karya
turunan
atau
derivatif
atas
ciptaan
(mengadaptasi ciptaan),
Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya
pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara
orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan
pemegang hak cipta.
Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif
pemegang hak cipta termasuk "kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi,
mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan,
mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan,
merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana
apapun"[2].
Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula "hak
terkait", yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang
dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya),
IV.
Contoh Kasus
Budaya Indonesia kembali disebut-sebut diklaim oleh Malaysia. Tari
Pendet yang merupakan adalah tarian asal Bali dicantumkan dalam iklan visit year
mereka. Sebelum kasus Tari Pendet, Malaysia juga tercatat pernah mengklaim
berbagai budaya Indonesia, seperti angklung, reog Ponorogo, batik, Hombo Batu,
dan Tari Folaya. Atas kasus pengkaliman Tari Pendet Bali oleh Malaysia ini,
Budayawan, Radhar Panca Dahana, mengatakan pengklaiman budaya Indonesia
oleh Malaysia untuk kesekian kalinya merupakan kesalahan pemerintah Indonesia
sendiri. "Ya tidak apa-apa lah, kita juga suka mengambil budaya lain untuk untuk
promosi," katanya seperti yang dikutip dari situs Republika.com, Senin (24/8).
Ia menilai kecolongan budaya tersebut sebenarnya sebuah cermin atau refleksi. Ia
menilai kita terluka dan malu, karena kita sadar sebagai pemilik kebudayaan itu
kita tidak memperhatikannya. "Selama ini kebudayaan dipinggirkan, pemerintah
dan masyarakat tak lagi peduli," ujarnya. Sedangkan negara lain, seperti Malaysia,
kata Radhar, membutuhkan ekstensi kebudayaan, karena kebudayaan adalah
senjata terbaik untuk diplomasi internasional. Potensi bisnisnya bagus. "Malaysia
tahu mereka kekurangan budaya, mereka pintar melihat kebudayaan negara
tetangganya, dan mereka menghargai budaya untuk mencari keuntungan,
sedangkan pemerintah kita tidak peduli. Hanya peduli pada olahraga dan program
lainnya," katanya. Untuk itu, kata Radhar, kedepannya agar Indonesia tidak
kecolongan lagi, pemerintah harus perhatikan kebudayaan itu. "Kita majukan
budaya kita supaya kita ada di depan, munculkan budaya kita dalam upacaraupacara, acara-acara, jangan lagu-lagu masa kini yang dinyanyikan oleh Presiden
kita," tandasnya
KESIMPULAN
Dari hasil kasus diatas tari Pendet awalnya merupakan tari pemujaan yang
banyak diperagakan di pura. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya
dewata ke alam dunia. Lambat-laun, seiring perkembangan jaman, para seniman
Bali mengubah Pendet menjadi ucapan selamat datang, meski tetap
mengandung anasir yang sakral-religius. Pendet merupakan pernyataan dari
sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tariantarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan
oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, kaum wanita dan gadis desa.
Tarian ini diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakkan dan jarang
dilakukan di banjar-banjar. Para gadis muda mengikuti gerakkan dari para wanita
yang lebih senior yang mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan
contoh yang baik. Tari putri yang memiliki pola gerak yang lebih dinamis dari tari
Rejang yang dibawakan secara berkelompok atau berpasangan, ditampilkan
setelah tari Rejang di halaman pura dan biasanya menghadap ke arah suci
(pelinggih) dengan mengenakan pakaian upacara dan masing-masing penari
membawa sangku, kendi, cawan dan perlengkapan sesajen lainnya.
Kesadaran masyarakat Indonesia dan pemerintah Indonesia untuk
mendaftarkan Hak Cipta di bidang seni dan budaya sangat perlu digalakan.
Karena kita ketahui, Indonesia sangat kaya akan kekayaan seni dan budaya. Di
dalam undang-undang hak cipta sendiri di sebutkan bahwa perlindungan suatu
ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk yang
nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan
hak cipta. Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta yang
mendaftarkan ciptaannya akan mendapatkan surat pendaftaran ciptaan yang
dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di
kemudian hari terhadap ciptaan tersebut (Buku Panduan Hak Kekayaan
Intelektual, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/
http://karodalnet.blogspot.com/2009/08/kasus-tari-pendet-diklaim-malaysia.html
http://nazarkarimantoro.blogspot.com/2013/09/haki.html
http://karodalnet.blogspot.com/2009/08/kasus-tari-pendet-diklaim-malaysia.html