Anda di halaman 1dari 16

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol.

19, Nomor 2, Juni 2013

MEREKA YANG MEMILIH TINGGAL


TELAAH STRATEGI ADAPTASI MAHASISWA
PERANTAU BUGIS-MAKASSAR DI MELBOURNE, AUSTRALIA*)
THOSE WHO PREFER TO STAY
STUDY ABOUT ADAPTATION STRATEGIES OF BUGIS-MAKASSAR STUDENTS IN
MELBOURNE, AUSTRALIA
Lukman Solihin
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan
Gedung E lantai 9, Senayan-Jakarta Pusat
email: lukman_adalah@yahoo.com
Diterima tanggal: 17/04/2013; Dikembalikan untuk revisi tanggal: 22/04/2013; Disetujui tanggal: 05/05/2013
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi: 1) proses mahasiswa Bugis-Makassar
merantau ke Melbourne; 2) alasan-alasan mereka untuk menetap; 3) adaptasi dengan lingkungan
baru; dan 4) aspek-aspek sosial budaya yang bertahan dan berubah seiring perjalanan waktu.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, di mana pengumpulan data dilakukan melalui
studi pustaka, observasi, dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
mahasiswa Bugis-Makassar merantau ke Melbourne dengan memanfaatkan kesempatan
beasiswa pendidikan. Setelah kuliah mereka memilih untuk tinggal secara permanen. Keputusan
itu dipengaruhi oleh 2 (dua) hal, yaitu faktor internal berupa spirit merantau (masompe) yang
dimiliki orang Bugis-Makassar, serta faktor eksternal berupa kondisi kehidupan di Melbourne
yang dirasa jauh lebih baik dan nyaman. Keputusan merantau ke Melbourne kemudian
mendorong mereka untuk beradaptasi dengan lingkungan baru, yaitu lingkungan alam yang
mengalami 4 (empat) musim serta lingkungan sosial-budaya yang majemuk. Di tengah kehidupan
yang serba modern dan majemuk, mereka berusaha bertahan meskipun pada akhirnya harus
mengalami berbagai perubahan.
Kata kunci: diaspora, Bugis Makassar, strategi adaptasi, dan beasiswa pendidikan.
Abstract: This research attempts to explain 1) the process of the Bugis-Makassar students
whom migrated to Melbourne; 2) their reason(s) to stay; 3) the adaptation process to the new
environment; 4) and the socio-cultural aspects that become endure and change. This research
used qualitative approach, in which observation is one of the process of data collection besides
in-depth interviews and literatures review. The conclusion of this study shows that Bugis-Makassar
students had migrated to Melbourne by using educational scholarship opportunity. After
completing the study, they chose to live in Australia as permanent resident. Those decision was
influenced by internal factors such as wandering spirit (masompe) and external factors such as
the condition in Melbourne that feels much better and comfortable. After all, they were success
with those adjustment within natural and social life in Melbourne. Still, they tend to maintain the
identity as Bugis-Makassar, although in the end they had to experience some alteration.
Keyword: diaspora, Bugis Makassar, and adaptation strategies.

Penelitian ini dibiayai oleh Direktorat Tradisi dan Seni Rupa, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (saat ini Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif), tahun 2012, dalam rangka melakukan inventarisasi diaspora masyarakat Indonesia dan strategi adaptasi mereka di luar negeri.

252

Lukman Solihin, Mereka yang Memilih Tinggal Telaah Strategi Adaptasi Mahasiswa Perantau Bugis-Makassar di Melbourne, Australia

Pendahuluan

antarnegara, agar Indonesia lebih dikenal secara

Diaspora suku-suku bangsa di Indonesia ke

positif di dunia internasional (Nasir, 2010).

berbagai belahan dunia telah berlangsung sejak

Diplomasi budaya macam ini, selain meningkatkan

ratusan tahun yang lalu. Namun seperti diakui oleh

pem aham an

Dino Patti Djalal, Duta Besar RI untuk Amerika

Indonesia, juga dapat sekaligus menjadi promosi

Serikat, yang menjadi penyelenggara Congress of

untuk dunia pariwisata, khususnya pariwisata

Indonesians Diaspora (CID) pertama di Los Angeles,

budaya.

m enge nai

keka yaan

bud aya

Amerika Serikat pada Juli 2012, bangsa Indonesia

Salah satu suku bangsa yang menjadi bagian

belum mempunyai perspektif yang komprehensif

dar i di aspora I ndonesia yai tu orang Bug is-

untuk meny ikap i ke ber adaa n jutaan war ga

Makassar. Menurut catatan sejarah, mereka mulai

Indonesia di seluruh dunia. Peran mereka belum

merambah lautan setelah kejatuhan Makassar ke

be gitu dip erhi tung kan, bahkan kera p ka li

tangan Belanda di tahun 1669. Belanda ingin

nasionalisme mereka dipertanyakan. Dino lantas

menyaingi kekuasaan Portugis di Malaka dengan

menawarkan paradigma untuk melihat seluruh

cara mengontrol dan memonopoli perdagangan

insan Indonesia di luar negeri sebagai unsur

lada. Setelah berhasil menundukkan Makassar,

bangsa yang produktif, dinamis, dan kunci penting

Belanda segera memonopoli perdagangan dan

bagi sukses Indonesia di masa depan. Berbagai

membatasi kekuasaan politik dan ekonomi di

kajian, pertemuan ilmiah, dan upaya lainnya

wilayah ini (Lineton, 1975). Tak kuasa dikekang

penting dilakukan guna mendukung pemahaman

oleh tirani penjajahan, pada akhir abad ke-17 itu

yang utuh mengenai diaspora Indonesia ini (http:/

mulailah para pelaut Bugis-Makassar mengembara

/ www.em bassy of indonesia.org / diaspora/

ke pulau-pulau di kawasan Nusantara, seperti

undangan.php).

Jaw a, K alim anta n, Sumate ra, Seme nanj ung

Menurut per kira an, diaspora Ind onesia

Melayu, Tanjung Harapan, hingga Pantai Utara

berjumlah sekitar 8 juta sampai 10 juta orang,

Australia. Di Pantai Utara Australia, orang Bugis-

baik yang menyandang status warga Negara

Makassar mencari teripang, hewan laut yang

Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing

banyak dicari oleh pedagang Cina (Ambo Tuwo

(WNA). Sementara data yang tercatat di Ke-

dan Tresnati, 2012).

menterian Luar Negeri sekitar 4.485.431 orang,

Kenyataan di masa lalu bahwa telah terjadi

tersebar mulai dari benua Amerika, Eropa, Asia,

jalinan kerja sama antara orang Bugis-Makassar

Afrika, hingga Australia (Dika Dania Kardi, Media

dengan kawasan Australia menunjukkan bahwa

Indonesia, Selasa 19 Maret 2013). Catatan ini tentu

negara benua ini bukan tanah yang asing untuk

belum mencakup keseluruhan, karena banyak

disinggahi. Dengan perkembangan dan peru-

keturunan orang Indonesia yang telah menyebar

ba han zama n, orang Bugis- Maka ssar tet ap

sejak zaman penjajahan, seperti orang Jawa di

melanjutkan tradisi merantau ke negara benua

Suriname, orang Bugis-Makassar di Cape Town,

ini, kendati dengan kondisi dan faktor pendorong

Afrika Selatan, dan orang Maluku di Belanda.

yang berbeda. Pada masa sekarang, dengan

Fenomena diaspora Indonesia ke berbagai

banyaknya kesempatan memperoleh beasiswa

belahan dunia tak hanya memiliki arti dari segi

bagi calon master atau doktor dari kawasan timur

ekonomi untuk mendukung pembangunan di

Ind onesia, terutama dar i Ma kassar, banyak

Indonesia, misalnya melalui investasi dan aliran

mahasiswa dari daerah ini menuntut ilmu di

dana dari luar negeri, akan tetapi juga memiliki

Austral ia,

makna dari segi budaya. Masyarakat diaspora

Melbourne, Darwin, maupun kota-kota lain. Selain

Indonesia dapat menjadi bagian dari penye-

menuntut ilmu, ada kalanya para mahasiswa ini

barluasan informasi dan pengetahuan positif

menyambi bekerja paruh waktu, sehingga lambat

tentang kekayaan budaya Indonesia. Dengan

laun mereka menjadi bagian dari masyarakat

kata lain, melalui mereka dapat dilakukan diplo-

Austra lia. Kenyata an bahw a ke hidupan di

masi budaya, yaitu upaya membangun pengertian

Australia sangat berbeda dengan di tanah air,

da n pe maha man mela lui ber baga i ke giat an

terutama dari segi gaji, jaminan sosial, jaminan

budaya, pendidikan, serta hubungan individu

kesehatan, serta kehidupan yang layak dan

sepe rti di Kota Sydney,

Pert h,

253

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19, Nomor 2, Juni 2013

sejahtera memicu sebagian dari mereka untuk

(KBBI, 2005). Pada masa lalu, rantau selalu

bekerja dan menetap di sana.

dikaitkan dengan dataran rendah atau daerah

Fenomena mahasiswa Bugis-Makassar yang

aliran sungai, jadi dekat dengan pesisir. Kata

menetap di Australia menarik untuk ditelaah lebih

benda ini lantas melahirkan kata kerja meran-

jauh. Dalam kajian-kajian sebelumnya, diaspora

tau, yang bermakna pergi ke daerah rantau.

Indonesia umumnya menyangkut kaum pekerja

Memperhatikan arti kata tersebut, maka aktivitas

tidak terampil yang mengadu nasib di negeri

merantau memberikan kesan bahwa kepergian

orang. Para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) itu kerap

perantau ke tanah seberang tidak dalam rangka

dijuluki pahlawan devisa. Hal ini berbeda dengan

menetap secara permanen. Apabila telah dirasa

para mahasiswa Bugis-Makassar yang merupakan

cukup apa yang dicari (uang, ilmu, dan seba-

kaum terdidik dan memiliki kualifikasi sebagai

gainya), maka perantau tersebut akan pulang ke

pekerja profesional, sehingga dapat terintegrasi

kampung halamannya (Indrawati, Sukiyah, dan

sebagai bagian dari dunia kerja di Australia.

Solihin, 2011).

Berangkat dari uraian di atas, kajian ini

Migrasi sendiri, seperti dikemukakan oleh Lee

berupaya menjawab beberapa permasalahan

(1976), merupakan perpindahan tempat tinggal

penelitian, yaitu: 1) bagaimana proses orang

secara permanen, tidak untuk sementara waktu,

Bugis-Makassar merantau ke Kota Melbourne; 2)

sehingga terdapat perbedaan mendasar antara

apa alasan yang melatari mereka memutuskan

merantau dan migrasi. Migrasi bersifat perpin-

menetap di kota ini; 3) bagaimana para perantau

dahan secara permanen, sementara merantau

Bugis-Makassar beradaptasi dengan lingkungan

lebih bersifat temporer. Secara khusus Naim (1979)

yang baru; dan 4) apa saja perubahan-perubahan

mendefinisikan merantau sebagai proses me-

yang mereka alami dan yang tetap diperta-

ninggalkan kampung halaman dengan kemauan

hankan. Dengan menj awab beb erap a pe r-

sendiri, dalam jangka waktu tertentu, dengan

masalahan tersebut penelitian ini bertujuan untuk

tujuan mencari penghidupan, menuntut ilmu atau

mengidentifikasi: 1) proses orang Bugis-Makassar

mencari pengalaman, dan biasanya dengan mak-

merantau ke Kota Melbourne; 2) alasan-alasan

sud untuk kembali pulang. Kebiasaan merantau

yang melatari mereka untuk menetap; 3) adaptasi

juga berkaitan erat dengan nilai budaya, di mana

mereka dengan lingkungan yang baru; dan 4)

kebudayaan asal mendorong atau memberikan

perubahan-perubahan yang terjadi dan hal-hal

nilai lebih kepada praktik merantau, sehingga

yang masih dipertahankan.

indivi du d alam seb uah komunita s te rger ak


melakukan aktivitas ini.

Kajian Literatur

Pada kenyataannya, fenomena merantau

Merantau atau Migrasi

sebagaimana ditulis oleh Naim dalam bukunya

Kajian terdahulu mengenai fenomena migrasi

Merantau: Pola Migrasi Suku Minangkabau (1979),

pada masyarakat Indonesia menunjukkan ciri-ciri

telah mengalami perubahan. Perilaku merantau

yang khas. Konsep mer anta u, ya kni pr oses

yang semula memiliki ciri menetap sementara

meninggalkan tanah asal untuk mencari kerja atau

untuk kemudian kembali ke kampung halaman

mencari ilmu ke tempat lain dalam jangka waktu

setelah dianggap berhasil, telah berubah menjadi

tertentu dengan maksud tidak untuk menetap,

menetap secara permanen. Apa yang ditunjukkan

merupakan konsep yang khas dan lahir dari

dalam penelitian Indrawati, Sukiyah, dan Solihin

bahasa Melayu. Pengertiannya agak berbeda

dalam buku Menjadi Boyan: Strategi Adaptasi

dengan konsep migrasi, yang mengacu kepada

Keturunan Bawean Singapura (2011), memper-

proses berpindah secara geografis untuk tinggal

li hatk an p erge sera n te rseb ut. Dala m buku

secara permanen.

tersebut dijelaskan tentang perubahan perilaku

Ka mus Besa r Ba hasa Indone sia (KBBI)

dari merantau menjadi migrasi yang dialami oleh

memberi arti kata rantau sebagai 1) pantai

perantau dari Pulau Bawean (Gresik, Jawa Timur)

sepanjang teluk (sungai); pesisir (lawan darat);

di Singapura. Pa da awalnya , para per antau

2) daerah (negeri) di luar daerah (negeri) sendiri

Bawean di Singapura hanya menetap sementara.

atau daerah (negeri) di luar kampung halaman

Secara teratur mereka kembali ke Pulau Bawean

254

Lukman Solihin, Mereka yang Memilih Tinggal Telaah Strategi Adaptasi Mahasiswa Perantau Bugis-Makassar di Melbourne, Australia

apabila dirasa sudah berhasil. Namun, setelah

(Kaplan dan Albert, 1999). Lingkungan yang

pengetatan peraturan keimigrasian pasca-Perang

dimaksud di sini, yaitu segala sesuatu yang berada

Dunia II, para perantau yang bekerja di Singapura

di luar diri manusia, baik berupa lingkungan fisik

akhirnya memilih menetap permanen dan menjadi

(alam, flora, fauna, dan sebagainya), lingkungan

warga Singapura, kendati hubungan mereka

sosial (individu, kelompok, dan interaksi sosial),

dengan tanah asal tidak putus sama sekali.

maupun lingkungan budaya (Ahimsa-Putra, 2004).

Beg itu pula dal am p enel itia n me ngenai

Melalui perspektif strategi adaptasi tersebut,

mahasiswa Bugis-Makassar di Kota Melbourne,

kajian ini diharapkan dapat memperlihatkan

Australia sebagaimana ditulis dalam artikel ini

perubahan (change) yang terjadi pada pelajar

memperlihatkan kecenderungan yang sama, di

Bugis-Makassar dalam upaya mereka menjadi

mana pa ra mahasiswa yang semula berniat

bagian dari warga Australia, sekaligus mem-

merantau untuk mencari ilmu, akhirnya memilih

perlihatkan keajekan (persistence) dalam me-

menetap dan menjadi warga Australia. Hasil

melihara sebagian dari identitas etnis mereka

penelitian mutakhir ini memperlihatkan bahwa

sebagai orang Bugis-Makassar. Keajekan yang

istilah merantau yang semula berbeda maknanya

dimaksud di sini adalah unsur-unsur budaya yang

dengan migrasi, kini semakin cair dan mengabur.

masih dipertahankan oleh pelakunya. Sebab,

Oleh sebab itu, aktivitas merantau saat ini tidak

me skip un

lagi hanya mengacu kepada proses meninggalkan

ke buda yaan tid ak seluruhnya hilang at au

kampung halaman untuk tinggal sementara,

berganti, melainkan menyesuaikan.

m enga lami

per ubahan,

sebuah

melainkan juga untuk tinggal dan menetap secara


permanen.

Spirit Sompe ke Tanah Marege


Diaspora orang Bugis-Makassar didorong oleh nilai

Teori Strategi Adaptasi

budaya yang yang mereka miliki. Orang Bugis

Kaj ian ini mencoba mema hami upa ya y ang

menyebutnya dengan istilah sompe yang secara

dilakukan oleh para pelajar Bugis-Makassar yang

harfiah berarti tanah rantau (pasompe=perantau).

menetap di Kota Melbourne dalam kerangka

Sompe pada awalnya merupakan misi dagang

strategi adaptasi. Strategi adaptasi merupakan

ma syar akat Sul awesi Selat an k e be rbag ai

salah satu studi dalam paradigma ekologi budaya

belahan wilayah Nusantara bahkan hingga ke

ya ng

d an

mancanegara (Mude dkk., 2009). Aktivitas sompe

perubahan b udaya sebagai proses inter aksi

ini, menurut Aditjondro (2006), berhubungan erat

manusia dengan lingkungannya. Paradigma ini

dengan nilai budaya mereka yang menjunjung

terinspirasi dari teori evolusi biologi sebagaimana

tinggi kehormatan dan kebebasan. Berkenaan

dikembangkan oleh Charles Darwin, di mana

dengan kebebasan itu, Aditjondro menggaris-

evolusi makhluk hidup sangat bergantung kepada

bawahi 3 (tiga) kebebasan yang senantiasa

seleksi alam dan adaptasi terhadap lingkungan

diperjuangkan oleh orang Bugis, yaitu kebebasan

(Kaplan dan Albert, 1999).

berpendapat, kebebasan berusaha, dan kebe-

b erusaha

mema hami

ke ajek an

Makhluk hidup harus melakukan adaptasi agar

basan bermukim. Manurutnya, apabila salah satu

ketidakcocokan dapat disesuaikan, sehingga

di antara ketiga kebebasan itu tidak diperoleh,

mereka dapat bertahan hidup di lingkungan yang

maka mereka memilih hijrah daripada hidup di

baru. Dalam konteks kebudayaan, upaya-upaya

bawah penindasan (Aditjondro, 2006). Inilah

yang dilakukan oleh manusia untuk menghadapi

konteks mentalitas orang Bugis yang membawa

lingkungan baru merupakan respon alamiah dan

mereka melanglang buana ke seantero Nusan-

budaya, sehingga mereka dapat diterima dan

tara, bahkan hingga ke Pantai Utara Australia.

menjadi bagian dari lingkungan baru tersebut.

Para pedagang Bugis-Makassar yang datang

Lingkungan baru ini memiliki perbedaan dengan

ke Pantai Utara Australia menamai tempat ini

tempat asal, seperti perbedaan lingkungan alam,

dengan sebutan Marege yang maknanya mengacu

sosial, dan budaya (Kaplan dan Albert, 1999).

kepada penduduk pribumi Australia yang berkulit

Adaptasi merupakan proses yang meng-

hitam (aborijin). Karena itulah, pada zaman

hubungkan sistem budaya dengan lingkungannya

dahulu mereka mengenal tradisi sompe ke tanah

255

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19, Nomor 2, Juni 2013

marege, yaitu pergi ke Pantai Utara Australia untuk

Karaeng Tumapa rissi Kalonna (15 10-154 6).

mencari teripang. Teripang merupakan binatang

Perkiraan ini menurut Poelinggomang (2002)

laut yang disukai oleh pedagang Cina, karena

didasarkan pada 3 (tiga) hal. Pertama, sebelum

dianggap memiliki kandungan obat dan dapat

Karaeng Tumaparissi Kalonna memerintah, istana

membangkitkan gairah seksual. Riwayat sompe

raja dan pusat pemerintahan berada di Tamalate

ke tanah marege ini dapat menerangkan lebih

(wilayah Sungguminasa), yaitu sekitar enam

jauh bagaimana etos merantau orang Bugis-

kilometer dari wilayah pantai. Fakta ini sekaligus

Makassar tersebut bermula dan bertahan hingga

menguat kan pendapat bahwa pada awalnya

sekarang.

Kerajaan Gowa berorientasi pada kehidupan

Pendapa t Aditjondro tentang mentalitas

agraris. Kedua, Karaeng Tumaparissi Kalonna

sompe yang timbul sebagai reaksi atas penin-

memindahkan pusat pemerintahan ke Benteng

dasan senafas dengan pendapat beberapa ahli

Somb a Opu, di pesisir d ekat muara Sungai

yang menyelidiki sejarah perantauan orang Bugis.

Jeneber ang. Som ba O pu k emud ian menj adi

Jacqueline Lineton dan Christian Pelras misalnya,

bandar niaga kerajaan. Ketiga, jabatan syah

mengatakan bahwa orang Bugis-Makassar baru

bandar baru dikenal pada masa pemerintahan

menjadi pelaut dan penjelajah samudera setelah

Karaeng Tumaparissi Kalonna.

mereka dijajah oleh kolonial Belanda. Berdasarkan

Dalam laku sompe (merantau) tersebut,

kajian mereka, terungkap bahwa kemahiran

orang Bugis lazimnya membawa bekal yang

melaut orang Bugis-Makassar rupanya terjadi

disebut Tellu Cappa, atau secara harfiah berarti

baru-baru saja, yaitu sekitar abad ke-18 Masehi.

tiga ujung. Ketiga ujung atau cappa itu adalah

Seperti dikemukakan oleh Pelras (2006), pada

ujung lidah, ujung kemaluan laki-laki (penis), dan

dasarnya orang Bugis adalah petani. Kawasan

ujung senjata (badik). Ujung lidah diperlukan

sem enanjung

mer upak an

untuk bernegosiasi, diplomasi, serta menye-

wilayah yang subur, sehingga amat cocok untuk

suaikan diri di negeri rantau dengan tutur kata

per tani an

m enja di

yang sopan dan santun. Ujung yang kedua, yaitu

masyarakat maritim baru terbentuk sekitar abad

kemaluan merupakan kehormatan yang harus

ke-18. Sementara perahu pinisi yang dianggap

dijaga dan disarungkan dengan baik, yaitu

telah berusia ratusan tahun sebetulnya baru

me lalui pe rnik ahan. Se ment ara ujung ya ng

ditemukan pada penghujung abad ke-19 hingga

tera khir, yaitu senjata yang me lambangkan

dekade 1930-an.

keberanian orang Bugis untuk membela harga diri

sel atan

sawah.

Cel ebes

Pe rkem bang an

Sementara Lineton (1975) secara khusus

dan martabatnya (Andi Harianto, dalam http://

menyatakan bahwa aktivitas emigrasi masyarakat

sosbud.kompasiana.com/2010/08/21/nyanyian-

Bugis baru dimulai sejak ditaklukkannya Makassar

rindu-perantau-bugis-dan-bekal-tellu-cappa/).

oleh Belanda pada tahun 1667, ditandai dengan

Riwayat inilah yang mendorong orang Bugis-

direbutnya Benteng Somba Opu dan ditanda-

Mak assa r me rant au d an b erda gang hingga

tanganinya Perjanjian Bongaya. Praktis setelah

Perairan Utara Australia, jauh sebelum James Cook

itu, Pemerintah Kolonial Belanda menguasai

menemukan Australia pada 1770. Pencarian

Makassar dan menerapkan politik perdagangan

teripang hingga pantai utara Australia menye-

yang membatasi hak pribumi berdagang bebas.

babkan relasi yang cukup intens antara pendatang

Kondisi inilah yang menyulut orientasi masyarakat

Bugis-Makassar dengan orang aborijin. Beberapa

Bugis-Makassar merambah lautan.

di antara mereka bahkan melakukan perkawinan.

Pelabuhan Makassar sendiri berkembang

Re lasi yang cukup dek at i ni m enye babk an

pesat setelah Kota Pelabuhan Malaka direbut oleh

percampuran budaya, sehingga ada beberapa

Portugis pada 1511. Makassar menjadi penting

unsur budaya Bugis-Makassar yang kemudian

sebagai alternatif bandar perdagangan rempah-

diterima dan menjadi bagian dari kebudayaan

rempah karena Portugis memperketat perda-

aborijin di Pantai Utara Australia. Macknight (1976)

gangan di sekitar Selat Malaka. Kemunculan Kota

memaparkan bukti beberapa kata dalam bahasa

Pelabuhan Makassar diperkirakan dimulai pada

lokal yang diserap dari perkataan orang Bugis-

ma sa p emer inta han Raj a Gowa k e-9, yai tu

Makassar, seperti kata djama yang berarti kerja

256

Lukman Solihin, Mereka yang Memilih Tinggal Telaah Strategi Adaptasi Mahasiswa Perantau Bugis-Makassar di Melbourne, Australia

(dari Bahasa Makassar jama), wukiri untuk menulis

se dang dit elit i (Santa na K., 2010 ). M elal ui

(Makassar ukiri), djaka untuk jaga (Makassar jaga),

penelusuran terhadap literatur tersebut, diperoleh

botoru untuk hitung (Makassar botoro untuk

informasi mengenai karakteristik budaya Bugis-

berjudi), dan bilina untuk selesai (Makassar bilang

Makassar, serta sejarah perantauan mereka ke

untuk menghitung). Mereka juga mengenal kata

Australia. Selain melalui buku dan data dari

rupia untuk menyebut uang dan balanda untuk

internet, kajian pustaka juga diperkaya dengan

menyebut orang kulit putih (Macknight, 1976).

data dari Immigration Museum di Kota Melbourne.

Sementara Tuwo dan Tresnati (2012) merinci

Informan dalam penelitian ini, yaitu anggota

pengaruh budaya yang ditularkan oleh orang

Komunitas Anging Mamiri (KAM) yang merupakan

Bugis-Makassar meliputi berbagai produk budaya,

perk umpulan orang Bugis-Maka ssar di Kota

seperti pakaian, pisau dan senjata, beras, serta

Melbourne. Penentuan informan dilakukan dengan

perilaku mengisap tembakau dan minum-minuman

cara snow ball, yaitu atas saran dan informasi dari

kera s. Orang abor ijin di Arnhem Land juga

inform an p erta ma d an begi tu seter usny a.

mengenal sampan dan perahu dari orang Bugis.

Observasi atau pengamatan dilakukan melalui

Hal inilah yang menurut Tuwo dan Tresnati (2012),

penyelidikan secara sistematis menggunakan

mendorong perubahan basis ekonomi orang

kemampuan indra. Pengamatan dilakukan pada

aborijin di wilayah ini dari pertanian di pedalaman

saat terjadi aktivitas budaya dan dalam proses

menjadi komunitas berbasis ekonomi kelautan

melakukan wawancara mendalam (Endraswara,

(maritim).

2003).

Spirit sompe ke tanah marege ini rupanya

Sementara wawancara mendalam dilakukan

masih dijalankan oleh pelajar Bugis-Makassar di

untuk beberapa tujuan, antara lain: a) menggali

Kota Melbourne Australia. Mereka mewarisi etos

pemikiran informan yang menyangkut peristiwa,

merantau untuk mencapai cita-cita mereka, yaitu

organisasi, perasaan, perhatian, dan sebagainya

meraih gelar pendidikan dari perguruan tinggi

ya ng t erka it d enga n ak tivi tas buda ya; b)

terkemuka di Kota Melbourne. Namun, berbeda

merekonstruksi pemikiran ulang tentang hal ihwal

dengan pendahulu mereka yang mencari teripang

yang dialami informan; dan c) mengungkap

dengan orientasi tinggal sementara, sebagian

proyeksi pemikiran tentang kemungkinan budaya

ma hasi swa Bugi s-Ma kassar y ang bela jar di

miliknya di masa mendatang (Endraswara, 2003).

Melbourne rupanya jatuh cinta kepada kota ini,

Mel alui waw ancar a me ndala m da pat di-

sehingga memutuskan untuk tinggal permanen.

himpun data mengenai kisah kedatangan mereka


ke Australia, alasan-alasan apa yang mendorong

Metode Penelitian

mereka untuk tinggal dan menetap, bagaimana

Pe neli tian ini dil akuk an di K ota Melb ourne,

cara mereka beradaptasi di lingkungan yang baru,

Australia pada bulan Juli 2012 dengan pendekatan

serta tradisi apa saja yang berubah dan masih

deskriptif kualitatif. Menurut Moleong (2000), riset

dip erta hank an.

kualitatif adalah riset yang dilakukan untuk

pengumpulan data tersebut diharapkan ter-

memahami fenomena tentang apa yang dialami

himpun data yang memadai yang akan dianalisis

ole h subyek penelit ian, misalny a pe rila ku,

melalui 3 (tiga) tahap, yaitu: 1) reduksi data (data

persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara

reduction); 2) pemaparan data (data display), dan

holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk

simpulan yang ditunjukkan melalui deskripsi hasil

kata-kata dan bahasa. Dalam proses pengum-

analisis (Endraswara, 2003).

Mela lui

berb agai

met ode

pulan data dilakukan beberapa teknik pengumpulan data yang biasa dilakukan dalam penelitian

Hasil Penelitian dan Pembahasan

kualitatif, yaitu kajian pustaka, observasi atau

Meraih Beasiswa untuk Tinggal di Australia

pengama tan,

Sebelum kedatangan para pelajar Bugis-Makassar,

dan

waw anca ra

m enda lam

(Santana, K. 2010).

para pelajar lain dari Indonesia telah mulai

Kajian pustaka diperlukan untuk menjelaskan

menimba ilmu di negeri kangguru sejak tahun

temuan-temuan yang didapat dari lapangan serta

1950-an. Catatan mengenai keberadaan para

untuk mendapatkan jawaban mengenai apa yang

pelajar Indonesia di Australia dapat dirunut dari

257

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19, Nomor 2, Juni 2013

kebijakan pemberian beasiswa. Salah satu yang

tinggal minimal dan tidak pernah melakukan

tertua adalah program beasiswa yang dise-

tindaka n

lenggarakan oleh Colombo Plan. Colombo Plan

faq_frame.html). Menurut salah satu informan,

merupakan organisasi regional yang anggotanya

perbedaan antara warga negara (citizen) dan

meliputi kawasan Asia dan Pasifik yang bekerja

pemegang PR, terutama berkenaan dengan hak

untuk memperkuat pembangunan ekonomi dan

politik, di mana warga negara memiliki hak untuk

sosial di wilayah ini. Fokus utama organisasi ini

memilih dan dipilih sementara pemegang PR tidak.

ada lah meni ngka tkan dan mengemb angk an

Orang Indonesia yang mengantongi PR tetap

sumber daya manusia, salah satunya melalui

merupakan warga Indonesia, namun mereka

pertukaran pelajar. Beasiswa Colombo Plan dimulai

bebas tinggal di Australia tanpa batas waktu.

kr iminal

( http ://m igra si.com/

sekitar tahun 1950-an, dan sejak itu pula para

Salah satu kisah mahasiswa Indonesia yang

pelajar Indonesia menjadi penduduk sementara

diabadikan di sebuah panel di Immigration Museum

di Australia. Selain beasiswa dari Colombo Plan,

adalah Zurlia Ismail. Perempuan kelahiran Malang

pada tahun 1980an, universitas-universitas di

ta hun 1962 ini mem per oleh bea sisw a da ri

Australia juga memberikan beasiswa untuk para

pemerintah Australia pada 1988 untuk kuliah di

pelajar dari 30 negara di kawasan Asia-Pasifik.

La Trobe University, Melbourne. Sejak saat itu dia,

Pada masa itu, ada juga para pelajar yang kuliah

suami, dan anaknya tinggal di Australia. Tahun

deng an menggunakan bia ya sendi ri ( da ta

1996, Zurlia mengajukan permohonan permanent

Immigration Museum, Melbourne).

residency dan dikabulkan. Sampai sekarang dia

Pada tahun 1961, jumlah orang Indonesia di


Australia tercatat sekitar 1.279 orang. Jumlah ini

tinggal dan menetap di Aust rali a (d ata di


Immigration Museum, Melbourne).

meningkat setelah berakhirnya kebijakan Kulit

Ke putusan untuk me neta p di Austral ia

Putih Australia (White Australia Policy) tahun 1970-

sebagaimana dilakukan oleh Zurlia Ismail di atas

an. Keb ijak an K ulit Put ih Austr alia ada lah

juga dilakukan oleh para pelajar Bugis-Makassar

kebijakan yang membatasi imigran kecuali bagi

yang menimba ilmu di Melbourne. Salah satu

orang kulit putih dari Eropa. Kebijakan ini dimulai

pelajar asal Bugis-Makassar yang pertama kali

sejak masa Federasi tahun 1901 dan berakhir di

menetap di Melbourne adalah NM. Sebelumnya,

tahun 1970an setelah kemenangan Partai Buruh

dia kuliah di Jakarta, dan setelah lulus kemudian

(Anonim, 2007). Antara tahun 1986 sampai

ikut bekerja kepada temannya, yaitu orang Bugis

dengan 1996, komunitas Indonesia di Australia

yang sedang membuka tempat kursus bahasa

meningkat empat kali lipat menjadi 12.128 orang.

Ing gris di Jaka rta. Tem pat kursus t erse but

Me njel ang tahun 20 06, pend uduk Austral ia

berkembang pesat, sehingga atasannya meng-

kelahiran Indonesia yang tinggal di Negara Bagian

anjurkannya untuk mengikuti pendalaman bahasa

Victoria (termasuk di Kota Melbourne) telah

Inggris di Australia. Kesempatan itu diperoleh

mencapa i 12 .604 ora ng ( data Im migr ati on

pada tahun 1973, tak lama setelah dia aktif dalam

Museum, Melbourne).

organisasi Australian Indonesian Association

Para pelajar ini selama tinggal di Australia


memegang visa pelajar yang berlaku sementara.

(Lembaga Persahabatan Indonesia AustraliaLPIA).

Setelah lulus, mereka yang ingin tinggal permanen

NM pertama kali tiba di Perth untuk mengikuti

mengajukan permohonan Permanent Residency.

kursus bahasa Inggris. Dari proses belajar bahasa

Permanent Residency atau biasa disingkat PR

Inggris dan tinggal sementara di Australia itu dia

merupakan izin tinggal tetap di Australia yang

mulai tertarik untuk menetap di sana. Setelah

berbentuk visa dan diperpanjang setiap 5 tahun.

menyelesaikan pelajarannya, NM enggan kembali

Pemegang status PR mendapatkan fasilitas yang

ke Indonesia. Dia memilih pindah ke Melbourne

sama dengan warga negara (citizen) Australia

untuk menghindari bekas atasannya di Jakarta

pada umumnya, seperti tunjangan pendidikan,

yang selalu mendesaknya untuk segera pulang

tunjangan kesehatan, dan tunjangan sosial.

ke Jakarta. Daya tarik Australia sebagai negara

Mereka juga memiliki hak untuk menjadi warga

maju yang menyediakan kesempatan kerja dan

negara (citizen) apabila telah melampaui syarat

kehidupan yang layak membuat NM memilih

258

Lukman Solihin, Mereka yang Memilih Tinggal Telaah Strategi Adaptasi Mahasiswa Perantau Bugis-Makassar di Melbourne, Australia

bekerja dan menetap di Melbourne. NM kemudian

permanent resident, dan citizen yang berasal dari

bekerja di pabrik Toyota sebagai Quality Control.

Bugis-Makassar di Melbourne.

Setelah beberapa tahun NM pindah ke pabrik


Nissan dan tetap bekerja di situ hingga pensiun.

Sp irit somp e ( mer ant au) seb aga ima na


di kemukaka n ol eh M ude

dkk

(200 9)

d an

Keputusan NM untuk bekerja dan menetap

Aditjondro (2006) telah mendorong para perantau

di Melbourne juga diikuti oleh sejawatnya. Sebut

Bugis-Makassar tidak hanya karena alasan-alasan

saja inisialnya TS. Sebelum pergi ke Australia, TS

tradisional, misalnya berdagang atau melaut.

sudah bekerja di Jakarta, di salah satu perusahaan

Tujuan-tujuan tersebut telah bertransformasi

negara (BUMN). Pekerjaannya di Jakarta dirasa

menjadi tujuan-tujuan kekinian, yaitu meraih

tidak cocok, sehingga dia memilih untuk me-

beasiswa dan kehidupan yang lebih maju di

lanjutkan sekolah di luar negeri. Keinginannya

Australia. Spirit sompe juga memperlihatkan

bersambut setelah seorang teman di kedutaan

bahwa proses merantau orang Bugis-Makassar

menawarinya untuk kursus bahasa Inggris di

tidak hanya dipicu oleh faktor pendorong dan

Austral ia selam a enam b ulan. Ak hirnya d ia

faktor penarik (push/pull factor) sebagaimana

memutuskan untuk merantau ke Australia dan

dipahami sebelumnya, melainkan juga sangat

bertemu dengan NM yang sama-sama berasal

dipengaruhi oleh misi budaya berupa spirit

dari Makassar. NM banyak membantunya, mulai

merantau (sompe). Misi budaya ini, menurut Pelly

dari menampungnya selama belum memiliki

(1994), sangat mempengaruhi praktik merantau,

tempat tinggal, hingga mencarikannya pekerjaan

proses adaptasi yang mereka lakukan, serta

setelah dia lulus. TS juga bekerja di pabrik Toyota,

kedekatan/hubungan yang mereka jalin dengan

sampai akhirnya memilih pindah ke jawatan kereta

tanah asal.

api. Dia akhirnya pensiun dini karena sebuah


kecelakaan di usianya yang baru menginjak 40

Alasan Memilih Tinggal

tahun ketika itu.

Selain spirit sompe sebagaimana diuraikan di

Pa da t ahun 197 2, Austr alia mengala mi

atas, ada 2 (dua) faktor lain yang mempengaruhi

perubahan politik. Terjadi peralihan kekuasaan

pe rant au Bugis-Mak assa r untuk ting gal di

dari Partai Liberal ke Partai Buruh. Kemenangan

Australia. Semangat sompe memberikan pema-

Par tai

haluan

haman kepada kita mengenai faktor budaya

kebijakan imigrasi di Australia, dari Kebijakan Kulit

Buruh ke mudi an m engubah

orang Bugis-Makassar, sehingga meninggalkan

Putih menjadi kebijakan yang tidak membedakan

ta nah

ras dan bangsa para pendatang untuk menjadi

keputusan mereka memilih tinggal di Australia kita

bagian dari warga Australia (Anonim, 2007).

perlu kembali melihat 2 (dua) pisau analisis yang

Kesempatan itu dimanfaatkan oleh NM dan TS

sudah dianggap klasik, yaitu faktor eksternal

untuk mengajukan permanent residency di tahun

(dapat disebut juga faktor penarik/pull factor)

1976 dan permohonannya dikabulkan.

berupa keadaan di Australia yang dianggap lebih

asal nya.

Nam un,

untuk

me maha mi

Hingga seka rang NM dan TS b ersa ma

baik, serta faktor internal (faktor pendorong/push

keluarganya menetap di Melbourne. Anak-anak

factor) di kalangan orang Bugis-Makassar sendiri

mereka yang telah lulus dari universitas terkemuka

yang mendorong mereka merantau dan tinggal

di Melbourne juga telah berkeluarga dan memiliki

di Australia.

pekerja an yang mapan. Anak-anak mereka,

Pad a

fa ktor

per tama ,

na mpak

bahwa

karena terlahir di Australia secara otomatis

kemajuan di bidang ekonomi, stabilitas politik dan

me ndap atka n st atus se baga i wa rga nega ra

keamanan, serta adanya jaminan sosial, kese-

Australia (citizen). Kisah NM dan TS merupakan

hatan, dan kebebasan berekspresi telah menjadi

sekelumit cerita mengenai bagaimana para pelajar

daya tarik yang memikat banyak pendatang ke

Bugis-Makassar yang semula memanfaatkan

Kota Melbourne. Melbourne sendiri merupakan

beasiswa untuk mengenyam pendidikan kemudian

kota kedua terbesar di Australia yang dibangun

memilih tinggal menetap di Australia. NM dan TS

pada tahun 1835 atau 47 tahun setelah kolonisasi

kini menjadi sesepuh dari Komunitas Anging

Inggris di Australia. Kota ini sempat menjadi ibu

Ma miri (KAM) yang bera nggotaka n pe laja r,

kota negara federasi Australia di tahun 1901-1927

259

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19, Nomor 2, Juni 2013

(Anonim, 2007). Selain memiliki predikat sebagai

ke Kota Melbourne di tahun 1980an, Pemerintah

kota bersejarah, Ibu Kota Negara Bagian Victoria

Negara Bagian Victoria memfasilitasinya supaya

ini juga sudah empat kali mendapatkan predikat

meneruskan sekolah lanjutan atas yang belum

sebagai salah satu kota paling nyaman di dunia

tamat karena keburu menikah dengan NM. Di kota

untuk ditinggali (The Worlds Most Liveable Cities),

ini dia diberikan pilihan beberapa sekolah dan

yaitu pada tahun 2002 dan 2004, kemudian pada

akhirnya memutuskan untuk mengikuti kursus

tahun 2011 dan 2012 kota ini meraih peringkat

bahasa Inggris secara gratis. Dia juga men-

pertama dalam kategori tersebut. Penilaian ini

dapatkan tunjangan hidup yang dibayarkan setiap

diukur dari stabilitas politik, sosial, tingkat

dua minggu, mendapatkan uang untuk mengon-

kejahat an, akses terhadap kesehatan, ling-

trak rumah, serta mendapatkan fasilitas kese-

kungan, pendidikan, dan infrast ruktur yang

hatan dan pendidikan gratis. Tunjangan tersebut

be rkua lita s

http: //

baru terhenti setelah dia memiliki pekerjaan dan

internasional.kompas.com/read/2011/08/31/

(K usum aputra,

dal am

penghasilan yang cukup untuk me mbia yai

1 35 53 08 5/ Melbour ne .Kota.Paling .L ay ak .

hidupnya.

Ditinggali).

Sementara pada faktor kedua, dorongan

Pada awalnya penduduk Melbourne meru-

untuk merantau dan menetap di Australia berasal

pakan keturunan pendatang dari Britania Raya,

dari kalangan orang Bugis-Makassar sendiri

khususnya Inggris dan Irlandia yang sudah

(faktor internal). Nilai budaya berupa spirit sompe

menetap lama. Namun sejak puluhan dekade

misalnya, sebagaimana telah dibahas di bagian

terakhir Melbourne mengalami peningkatan dalam

sebelumnya, telah mendorong mereka untuk

jumlah pendatang. Tiga kelompok pendatang

merantau hingga Australia. Selain alasan budaya

terbesar berasal dari Yunani, Italia, dan Vietnam.

tersebut, ada pula alasan-alasan yang sifatnya

Selain itu, ada pula komunitas Tionghoa yang

pribadi, seperti diutarakan oleh TS yang mengaku

cukup besar di kota ini. Untuk memperlihatkan

memiliki dorongan batin yang dia rasakan sangat

ke bera gama n

me mili ki

membebaninya. TS merasa bahwa pekerjaannya

Imm igrat ion Museum, y ang peng elol aannya

di Indonesia tidak sesuai dengan keinginannya,

berada di bawah otoritas Museum of Victoria.

sehingga kondisi tersebut memicu dirinya untuk

Museum ini menerangkan dengan baik ihwal

belajar dan lalu bekerja di Melbourne. Katanya:

te rseb ut,

kot a

ini

identitas penduduk Australia yang terbentuk dari

Kita (baca: saya) memang melihat Asia tidak

keberagaman ras, etnis, serta kebudayaan yang

cocok dengan hati kecil saya. Di negara kita

datang hampir dari seluruh penjuru dunia.

(Indonesia), terlalu banyak yang tidak benar.

Menurut rilis QS World University Rankings,

Main sogok main itu. Karena saya kerja di

Kota Melbourne tercatat sebagai salah satu kota

proyek (di BMUN). Itu tahun 1973. Kalau saya

pendidikan terbaik dunia tahun 2012. Menurut

ke gudang periksa barang-barang, tidak

dat a te rseb ut, hamp ir seper tiga pel ajar di

se suai dengan daft ar y ang saya baw a,

universitas yang tersebar di Kota Melbourne

dengan kenyataan yang ada di situ. Nah, itu

dipenuhi oleh para pelajar asing. Kota Melbourne

timbul di hati saya, ini tidak sesuai dengan

juga telah menjadi ikon pendidikan di Australia

hati saya. Buat apa dunia ini hanya semen-

dan menjadi salah satu kota tujuan para pelajar

tara, untuk akhirat saya tidak ada.

dari seluruh dunia (http://uniqpost.com/ 47274/

Ala san yang ber sifa t pr ibad i ini te lah

kota-kota-pendidikan-terbaik-di-dunia-tahun-

mendorong sebagian perantau untuk menetap

2012/).

dan memilih Australia sebagai tempat tinggal

Sel ain

K ota

mereka. Bagi para perantau Bugis-Makassar ini,

Melbourne seperti telah disebutkan di atas, para

Australia telah menjadi rumah yang memberikan

perantau Bugis-Makassar juga merasakan bahwa

perlindungan, pekerjaan, serta hak-hak mendasar

Pemerintah Australia sangat peduli terhadap

yang mereka butuhkan. Tak ada alasan yang

imigran, setidaknya pada dekade 1980-an, di

cukup untuk membuat mereka meninggalkan

mana jumlah migran belum sebanyak sekarang.

negeri kangguru ini. Di samping itu, anak-anak

RN misalnya, bercerita ketika pertama kali datang

mereka yang kini telah bekerja, berkeluarga, dan

260

kele biha n

da n

ke nyam an

Lukman Solihin, Mereka yang Memilih Tinggal Telaah Strategi Adaptasi Mahasiswa Perantau Bugis-Makassar di Melbourne, Australia

menjadi warga negara Australia telah merasa

Adaptasi di Tengah Perbedaan Lingkungan

nyaman di negara ini. Seperti dikatakan oleh TS:

Tinggal di tempat yang berbeda dengan daerah

Coba bayangkan, anak saya di sini, saya

asal tentu memerlukan penyesuaian yang tidak

suda h tua, siapa ya ng akan urus saya?

mudah. Oleh karena itu, para perantau Bugis-

Karena anak saya juga pasti lebih senang di

Ma kassar harus menyesuaik an d iri deng an

sini. Kepingin sih pulang, tapi lantas saya mau

lingkungan baru tersebut. Lingkungan di sini tidak

bikin apa di sana?

hanya berupa lingkungan alam, melainkan juga

Nyamannya di sini kita tidak dihalangi. Asal

lingkungan sosial dan budaya (Ahimsa-Putra,

tidak mengganggu pemerintah, misalnya

2004). Keberhasilan menyesuaikan diri dengan

menjadi penjahat, perampok, atau kriminal.

lingkungan ini akan menjadi pintu masuk bagi

Kit a am an. Kita tid ak d ihal angi unt uk

keberhasilan mereka menetap di Kota Melbourne.

beragama, yang penting tidak mengganggu


masyarakat lain.

Penyesuaian fisik berkaitan dengan lingkungan alam di Kota Melbourne yang mengalami

Alasan serupa juga dikemukakan oleh RN, istri NM,

empat musim. Tantangan berupa kondisi iklim

katanya:

yang berbeda inilah yang pertama kali harus

Kalau secara pribadi saya rasa sudah tidak

dihadapi oleh para pelajar Bugis-Makassar di

mungkin (kembali ke Indonesia), karena saya

Mebourne. Pada musim dingin, mereka harus

sudah hampir empat puluh tahun di sini, usia

mengenakan jaket tebal, sarung tangan, serta

saya lebih lama di sini daripada di Indonesia.

sepatu boot untuk melindungi diri dari udara

Waktu pulang holiday saja saya sudah merasa

dingin. Kebiasaan makan nasi dengan lauk khas

terasing, dan situasi di sana sudah lain. Kami

Bugis-Makassar juga harus mereka sesuaikan

bikin rumah di sana (di Makassar) karena suka

dengan bahan-bahan yang ada. Tidak setiap hari

nggak enak kalau ngerepotin (ketika ber-

mereka dapat menikmati hidangan ala Bugis-

kunjung ke Makassar), jadi rumah itu untuk

Ma kassar k arena ba han ser ta w aktu unt uk

singgah. Kalau di sini enaknya, semua orang

membuat masakan tersebut sangat terbatas.

Indone sia, dar i ma na saja , ki ta seper ti

Selain lingkungan alam, lingkungan sosial

saudara. Jadi kalau ada apa-apa kita selalu

juga menjadi tantangan tersendiri. TS bercerita,

touching each other. Jadi kita belum tentu di

pada tahun 1980-an, ketika dia memutuskan

sana kenal, tapi sampai di sini jadi akrab

menetap di Melbourne, kota ini terbilang masih

kayak saudara.

sepi. Rumah-rumah penduduk masih jarang,

Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi

sehingga jarak antar-tetangga cukup jauh. Belum

juga memudahkan hubungan mereka dengan

lagi, kehidupan yang serba monoton, serta tidak

kerabat dan keluarga di Makassar. Mereka sering

ad anya keb iasa an b ert amu atau mengobr ol

menelepon keluarga, atau berkirim pesan pendek

dengan tetangga, membuat suasana hati makin

untuk sekedar menanyakan kabar. Selain itu, rute

kesepian. Aktivitas warga di luar rumah praktis

penerba ngan Mel bour ne k e Ma kassar a tau

berhenti setelah pulang kerja. Warga memilih

sebaliknya menjadikan Melbourne seolah-olah

tinggal di rumah untuk menghabiskan waktu

seperti di luar kota bagi mereka. Hampir setiap

bersama keluarga. Mereka mengisi kegiatan di

tahun,

rumah dengan banyak menonton televisi. Hal

keluarga

yang

sudah

mene tap

di

Melbourne mengunjungi orang tua atau sanak-

inilah yang menurut TS sangat membosankan.

sa udara me reka di Mak assa r. M erek a ak an

Untuk meng isi wakt u luang, TS bany ak

mengajak anak-anak m ereka untuk bersila-

bergaul dengan warga lain dari berbagai bangsa.

turrahmi sekaligus mengenalkan tempat kelahiran

Dengan cara itu pula dia akhirnya bertemu

ba pak- ibu mere ka. Pake t ib adah haj i juga

pe remp uan kuli t putih yang menjadi ist ri

mem beri kan kese mpat an untuk mam pir di

per tama nya. TS me nega skan bahwa per ka-

beberapa tempat di Asia, termasuk ke Jakarta.

winannya dilakukan setelah perempuan tersebut

Kadang kala, kesempatan ini juga digunakan oleh

be rjanji a kan masuk Islam. Penegasan i ni

mereka untuk berkunjung kepada sanak keluarga

menunjukkan bagaimana identitas keislaman TS

di Indonesia.

coba tetap dipertahankanidentitas sebagai

261

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19, Nomor 2, Juni 2013

muslim merupakan salah satu penanda penting

gagasan untuk membuat organisasi formal,

dari komunitas Bugis-Makassar. Dalam perjalanan

sehingga kepengurusannya lebih jelas, memiliki

waktu, istri TS ternyata memutuskan untuk tidak

program kerja, serta dapat berhubungan secara

masuk Islam. Merasa tidak cocok lagi, pasangan

resmi dengan pemerintah atau instansi lain.

ini akhirnya bercerai. Dua anak hasil pernikahan


mereka diasuh oleh mantan istrinya itu.

bahwa latar belakang dibentuknya KAM adalah

Pengalamannya yang pertama membuat TS


me mutuskan

unt uk

m enca ri

p asangan

Lily Yulianti Farid, Ketua KAM menjelaskan


untuk mempererat tali persaudaraan antar-warga

di

dari Sulawesi Selatan serta membantu kegiatan-

Makassar. Ketika pulang ke Makassar, dia menikah

kegiatan yang bersifat sosial budaya, pariwisata,

dengan SS, istri yang sekarang telah memberinya

serta pendidikan. KAM juga berupaya mening-

4 anak. Selain anak kandungnya, TS juga meng-

katkan partisipasi warga Bugis Makassar di tengah

asuh dua ke pona kannya y ang diba wa d ari

komunitas Indonesia di Australia, khususnya di

Makassar. Anak-anak dan keponakannya itu kini

Negara Bagian Victoria, misalnya melalui Festival

telah bekerja dan menjadi warga Australia.

Indonesia yang rutin diadakan di Kota Melbourne.

Menikah dengan sesa ma orang Bug isMakassar merupakan upaya untuk meminimalisasi

Dengan keikutsertaan itu, diharapkan budaya


Bugis-Makassar lebih dikenal dan makin lestari.

perbedaan, sehingga biduk rumah tangga dapat

Sejak terbentuk di tahun 2011, KAM telah

bertahan dan langgeng di tengah perbedaan

mengadakan beberapa kagiatan, seperti kegiatan

lingkungan sosial di Kota Melbourne. Cara ini juga

pengumpulan dana bersama Fadlivokalis band

cukup efektif untuk menjaga identitas mereka

Padi, diskusi dengan Ahmad Fuadipengarang

sebagai orang Bugis-Makassar di kota ini. Hal ini

novel Negeri Lima Menara, konser amal bersama

pula yang dilakukan oleh NM, yang setelah bekerja

Ari Lasso dan Andra & The Backbone, serta

selama 3 tahun di Melbourne, kemudian pulang

membantu sekolah untuk anak-anak kurang

kembali ke Makassar di tahun 1976 untuk mencari

mampu di Makassar. Donasi tetap KAM disalurkan

jodoh. NM kemudian menikah dengan RN di

kepada sekolah pesisir di Makassar yang bekerja

Makassar pada tahun 1979. Tahun 1980 istrinya

sama dengan organisasi Sekolah Rimba yang

diboyong ke Melbourne. Di tahun ini pula anak

did irik an Butet Manurung. M elal ui b erba gai

pertama mereka lahir.

kegiatan ini, KAM berusaha mengenalkan diri

Melahirkan anak pertama di negeri orang,

kepada masyarakat Kota Melbourne sekaligus

tanpa sanak-saudara membuat pasangan ini

mencoba berkontribusi terhadap tanah kelahiran

cukup kerepotan. Namun, seperti dikatakan oleh

mereka di Makassar.

RN, istri NM, para tetangga yang juga para imigran


banyak membantunya. Dia masih ingat, salah

Hal-hal yang Bertahan dan Berubah

seorang tetangganya yang merupakan imigran

Sebagai upaya menyesuaikan diri, proses adap-

dari Eropa banyak membantunya di saat hamil

tasi akan memperlihatkan keajekan (persistance)

tua.

dan perubahan (change) dalam kebudayaan para


Untuk menjaga eksistensi mereka sebagai

pelakunya. Keajekan di sini berkaitan dengan

komunitas perantau yang berasal dari Bugis-

unsur-unsur budaya yang masih dipertahankan

Makassar, mereka membentuk wadah organisasi

oleh pelakunya. Meskipun sebuah kebudayaan

bernama Komunitas Anging Mamiri (selanjutnya

berubah, tidak berarti seluruh unsurnya hilang,

disebut KAM) yang dideklarasikan pada tahun

melainkan menyesuaikan. Ada kalanya, unsur-

2011 lalu. Pendirian komunitas ini menunjukkan

unsur tertentu dipertahankan, bahkan dikem-

adanya adaptasi budaya, di mana komunitas ini

bangkan dengan cara-cara baru sesuai dengan

dibentuk sebagai kela njutan dari ke biasaan

lingkungan pelaku kebudayaan tersebut.

berkumpul yang dilakukan oleh warga Bugis-

Keturunan Bugis-Makassar yang tinggal di

Makassar di Kota Melbourne sejak tahun 2007.

Melbourne mencoba tetap mempertahankan

Mereka ada yang berstatus pelajar (pemegang

sebagian warisan budaya leluhur mereka. Dalam

visa pelajar), permanent resident, dan citizen.

kehidupan kota metropolitan seperti Melbourne,

Mel alui aca ra k umpul-kumpul itu, te rcet us

tidak mudah untuk mempertahankan kebudayaan

262

Lukman Solihin, Mereka yang Memilih Tinggal Telaah Strategi Adaptasi Mahasiswa Perantau Bugis-Makassar di Melbourne, Australia

Bugis-Makassar tersebut. Dalam hal bahasa,

komunitas Indonesia di Masjid Westall. Mereka

misalnya , seb agia n da ri m erek a ti dak la gi

ya ng d atang me rupa kan par a pe laja r da ri

mewariskan secara aktif bahasa daerah mereka.

Indonesia, serta pem egang vi sa per mane nt

Hanya dalam pertemuan sesama orang Bugis-

resident dan citizen asal Indonesia yang menetap

Makassar, seperti dalam arisan atau acara kumpul-

di Kota Melbourne dan sekitarnya (Negara Bagian

kumpul keluarga, mereka menggunakan bahasa

Victoria). Acara buka bersama dilaksanakan setiap

daerah. Dalam komunikasi sehari-hari di rumah,

hari Sabtu dan Minggu yang merupakan hari libur,

mereka menggunakan bahasa Indonesia, bahkan

sehingga mereka dapat leluasa untuk datang.

sebagian ada yang menggunakan bahasa Inggris.

Acara buka bersama juga dilakukan di Kantor KJRI

Alasannya sebagian dari perantau Bugis-Makassar

di Kota Melbourne. Acara buka bersama di Westall

tidak bersuami atau beristri orang Bugis juga,

yang kami datangi kebetulan disokong oleh

sehingga bahasa Indonesia atau bahasa Inggris

anggota Komunitas Anging Mamiri (KAM) yang

merupakan titik tengah yang dapat mereka pilih

saat itu mendapat giliran menyediakan makanan

untuk komunikasi sehari-hari di rumah.

berbuka. Melalui acara kumpul-kumpul sesama

Secara umum bagi komunitas Bugis-Makassar

komunitas Indonesia ini mereka saling mem-

di Melbourne, Bahasa Indonesia dirasa penting

bangun hubungan erat, sehingga meski jauh di

sebagai upaya tetap mengenalkan dan mem-

tanah rantau, mereka tetap merasa satu nasib

berikan perasaan identitas yang berbeda kepada

dan sepenanggungan.

anak-anak mereka, bahwa mereka berasal dari

Adanya Masjid Westall juga mempermudah

keturunan Indonesia. Seperti yang dilakukan oleh

para pemukim asal Indonesia apabila ada sanak

N misalnya, yang bersuamikan orang Australia. Dia

saudara atau sejawat mereka yang muslim yang

bersama mendiang suaminya mencoba meng-

meningg al

aj arka n ba hasa dan ke buda yaan Ind onesia

penguburan secara islami dilakukan oleh orang

kepada anak-anak mereka. Profesi N yang juga

muslim dari Timur Tengah yang memiliki adat yang

sebagai pengajar tari tradisional Indonesia,

berbeda. Beberapa informan kami menyebutkan,

termasuk tari Bugis-Makassar, juga membuat

ada kalanya keluarga duka dilarang menangis

dirinya sadar untuk mewariskan bekal kebu-

karena dianggap bertentangan dengan agama.

da yaan yang te lah dia mili ki. Kedua anak

Dengan adanya masjid di Westall, umat muslim

perempuannya pandai berbahasa Indonesia dan

dari Indonesia dapat menyelenggarakan pela-

menari tradisional, termasuk tarian Bugis. Salah

yanan k epad a je naza h de ngan car a ya ng

satu di antaranya bahkan kini sedang kuliah di

dianggap lebih pas menurut ukuran orang Indo-

Yogyakarta k arena me ndapat b easiswa dari

nesia, baik dalam hal memandikan, menguburkan,

Melbourne University.

maupun doa bersama yang dil akuk an oleh

Agama Islam juga merupakan salah satu

d unia .

Se belumnya ,

ta ta

cara

keluarga atau handai taulan.

identitas orang Bugis-Makassar. Oleh sebab itu,

Da lam hal kese nian, ti dak ada temp at

para orang tua di Melbourne mencoba meng-

pelatihan maupun sanggar yang khusus meng-

arahkan anak-anak mereka untuk belajar Al-

ajarkan tari Bugis-Makassar. Salah satu pemilik

Quran dan mendalami agama Islam melalui

sanggar yang kami temui mengatakan bahwa

sekolah Minggu atau melalui kursus-kursus privat.

umumnya sanggar tari yang ada mengajarkan tari

Sekolah Minggu dengan basis agama Islam diikuti

tradisional Indonesia, mulai dari tari Jawa, Bali,

oleh warga Australia dari berbagai bangsa, seperti

Bugis-Makassar, dan lain-lain. Meskipun demikian,

Indonesia, Arab, Pakistan, juga Bangladesh.

kesenian Bugis-Makassar pernah beberapa kali

Nam un,

di

tampil dan cukup memukau, misalnya dalam

Melbourne memiliki masjid sendiri, di daerah

festival yang diadakan oleh Kota Mebourne di

Westall, kegiatan pengajian, siraman rohani,

tahun 1981. Selain itu, dalam kegiatan Festival

maupun belajar Al-Quran untuk masyarakat

Indonesia yang diadakan oleh KJRI, kesenian

Indonesia mulai dipusatkan di masjid ini.

Bugis-Makassar juga pernah tampil.

sete lah

komunita s

Indone sia

Pada bulan puasa tahun 2012 penulis sempat

Menurut keterangan N yang kerap mendapat

mengikuti acara buka bersama yang dilakukan oleh

undangan mengajarkan kesenian Indonesia di

263

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19, Nomor 2, Juni 2013

sekolah-sekolah di Melbourne, terdapat sekitar

NM dan keluarga menyewa gedung khusus

500 sekolah di seluruh Negara Bagian Victoria

untuk acar a pe rnik ahan ana knya ter sebut.

yang mengajarkan bahasa Indonesia. Sekolah-

Tetamu yang datang dibuat terpesona dengan

sekolah ini terdiri dari sekolah negeri maupun

pakaian adat, ornamen, dan hiasan perkawinan

swasta. Setiap bulan Agustus, biasanya diadakan

dengan dominasi warna kuning menyala. Warna

program Language Other Than English (LOTE) yang

kuning merupakan warna khusus yang menan-

mengundang pelaku kesenian seperti N untuk

dakan keturunan bangsawan. Para tamu juga

tampil mempertunjukkan kesenian daerah dari

disambut dengan tarian khas Bugis, yaitu Marelou

Indonesia. Bahasa yang paling populer dalam

Pamasse yang artinya tarian untuk memohon doa

program LOTE itu, antara lain Bahasa Indonesia,

restu kepada para hadirin.

China, Perancis, dan juga Italia. Dalam program


ini si swa juga dia jak memp rakt ikka n ca ra

Simpulan dan Saran

membatik, membuat topeng, membuat layang-

Simpulan

layang, belajar main angklung, gamelan, dan lain-

Diaspora yang dilakukan oleh pelajar Bugis-

lain. Ada juga kegiatan bertajuk Fashion Parade

Mak assar ke Kot a Melb ourne berta lian e rat

yang juga memperkenalkan pakaian-pakaian dari

dengan sejarah pemberian beasiswa bagi warga

Indonesia. Selain itu, permintaan untuk menam-

ne gara ber kemb ang yang di prak arsa i ol eh

pilkan pakaian maupun kesenian Indonesia juga

Colombo Plan sejak tahun 1950an. Mulai saat itu

meningkat ketika sekolah-sekolah mengadakan

banyak mahasiswa dari Indonesia belajar di

acara Multicultural Day.

Australia yang jejaknya kemudian diikuti oleh

Kenyataan ini amat membanggakan karena

ma hasi swa Bugi s-Ma kassar di t ahun-tahun

kebudayaan Indonesia cukup mendapat tempat

kemudian. Kepergian pelajar Bugis-Makassar ini

di kalangan warga Australia. Hal ini pulalah yang

didorong oleh semangat merantau (sompe) yang

mem buat kom unit as I ndonesia , khususnya

merupakan spirit untuk meraih sukses dalam

keturunan Bugis-Makassar merasa perlu untuk

kebudayaan mereka.

tet ap m empe rkenalka n ba hasa dan bud aya

Ke putusan untuk ti ngg al p erma nen di

Indonesia kepada anak-anak mereka, kendati hal

Australia mula-mula didorong oleh faktor eksternal

itu tidak berarti selalu berhubungan dengan

yang kemudian didukung oleh kondisi internal

bahasa dan kebudayaan Bugis-Makassar.

ke buda yaan ora ng Bugi s-Ma kassar d i Kota

Hal lain yang masih dilakukan, yaitu tradisi

Melbourne. Faktor eksternal berupa lingkungan

yang berkenaan dengan agama, seperti memakai

hidup yang nyaman, layak, dan memberikan rasa

hi jab (ker udung/ji lbab ) untuk pere mpua n,

aman telah memantik keinginan mereka untuk

melakukan sunat untuk laki-laki, serta upacara

menetap. Selain itu, dorongan budaya berupa

pernikahan. Dalam hal pernikahan, ada keluarga

spirit merantau (sompe), serta alasan-alasan

yang melangsungkan pernikahan dengan adat

yang sifatnya personal, seperti keberadaan anak

Bugis, yaitu keluarga NM. Anak sulung mereka,

dan cucu mereka yang telah menjadi warga

seorang perempuan yang sudah menamatkan

negara Australia, makin meneguhkan pilihan

pendidi kan ting gi d i Me lbourne Univ ersi ty,

mereka untuk tidak pulang ke Indonesia.

menemukan jodohnya di tempat kuliah yang sama.

Keputusan tersebut kemudian melahirkan

Meskipun calon suaminya bukan berasal dari

dorong an untuk menyesuaik an d iri deng an

keturunan Bugis, kedua keluarga sepakat untuk

lingkungan yang berbeda dengan tempat asal.

melangsungkan pernikahan dengan adat Bugis.

Merek a terbuk ti berha sil meny esuaikan diri

Persiapan untuk melangsungkan upacara perni-

dengan lingkungan alam, sosial, dan budaya di

kahan tersebut dilakukan satu tahun sebelumnya,

Kota Melbourne. Selain berhasil menyesuaikan diri

karena berbagai perangkat seperti pakaian,

dengan kondisi lingkungan alam, para perantau

pelaminan, perhiasan, dan lain-lain yang menjadi

Bugis-Makassar juga berhasil menyesuaikan diri

citri khas perkawinan Bugis harus dibuat sendiri

dengan lingkungan sosial dan budaya di kota ini.

atau dikirimkan dari kampung halaman mereka di

Salah satu strategi budaya yang dilakukan oleh

Makassar.

perantau Bugis-Makassar untuk tetap menjaga

264

Lukman Solihin, Mereka yang Memilih Tinggal Telaah Strategi Adaptasi Mahasiswa Perantau Bugis-Makassar di Melbourne, Australia

identitas mereka adalah menikah dengan sesama

Indonesia untuk bekerja dan menetap di luar

ora ng

negeri kian tak terhindarkan seiring dengan

Bugis-Mak assa r,

serta

mendiri kan

organisasi Komunitas Anging Mamiri (KAM) yang

meningk atny a

pe nget ahua n,

p enga lama n,

ma mpu memb erik an w ada h be rsam a ba gi

kesempatan, dan daya tarik negara tempat

komunitas mereka.

mereka belajar. Menyikapi hal ini, Pemerintah

Mel alui proses adap tasi ter sebut, p ara

Indonesia dapat memanfaa tkan keber adaan

perantau Bugis-Makassar berupaya memperta-

mereka sebagai duta budaya dalam konteks

hankan identitas mereka, meskipun pada akhirnya

diplomasi budaya yang bisa mengenalkan masya-

mer eka harus re la m enga lami per ubahan.

rakat dan budaya Indonesia kepada khalayak

Identitas keislaman dan berbagai tradisi yang

dunia. Kecenderungan untuk bernostalgia bagi

bersifat islami masih mereka jalankan, bahkan

orang Indonesia di luar negeri dapat menjadi titik

berkembang dengan adanya Masjid Westall.

masuk bagi penyelenggaraan berbagai festival

Namun, perkawinan lintas suku bangsa dan lintas

budaya Indonesia yang diprakarsai oleh orang

ras yang dilakukan oleh anak keturunan perantau

Indonesia di sana.

Bugis-Makassar berpengaruh terhadap pewarisan

Kedua, keberadaan keturunan warga Indo-

budaya yang mereka tularkan kepada anak-anak.

nesia di luar negeri, seperti orang Bugis-Makassar

Dalam hal pewarisan bahasa, misalnya, keluarga

di Melbourne yang tidak lagi mengetahui dan

yang berasal dari kombinasi suku Bugis-Makassar

mengalami langsung kebudayaan nenek moyang

dan non-Bugis-Makassar akhirnya memutuskan

mereka, dapat mendorong Pemerintah Indonesia

mewariskan bahasa Indonesia sebagai bentuk

untuk menyediakan beasiswa pertukaran pelajar

dari pewarisan identitas keluarga mereka. Belum

yang melibatkan keturunan komunitas Indonesia

lagi lingkungan sehari-hari, mulai dari sekolah,

yang telah menjadi warga negara asing guna

tempat kerja, maupun di ruang-ruang publik,

belajar dan mengenal kebudayaan Indonesia di

mereka berkomunikasi dengan bahasa Inggris

tanah asalnya. Kondisi ini juga memperkuat

yang merupakan bahasa pergaulan dan bahasa

justifikasi pentingnya pendirian Rumah Budaya

nasional negara benua ini. Bahasa Bugis-Makassar

Indonesia di luar negeri sebagaimana diupayakan

akhirnya hanya diketahui dan dikuasai oleh kaum

oleh Direktorat Internalisasi dan Diplomasi Budaya,

tua, atau generasi pertama yang merantau ke

Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian

Australia.

Pendidika n dan Kebud ayaan. Ada nya up aya


tersebut menunjukkan bahwa perhatian Peme-

Saran

rintah Indonesia terhadap kelestarian budaya

Mempertimbangkan simpulan penelitian di atas,

Indonesia tidak hanya dilakukan di dalam negeri,

terdapat beberapa saran yang dapat disam-

melainkan juga di luar negeri.

paikan. Pertama, keputusan para mahasiswa


Pustaka Acuan
Aditjondro, George Junus. 2006. Terlalu Bugis-Sentris, Kurang Perancis, Makalah dalam Diskusi
Buku Manusia Bugis di Bentara Budaya, Jakarta 16 Maret 2006.
Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2004. Kearifan Tradisional dan Lingkungan Sosial, makalah dalam dalam
seminar sehari Forum Peduli Tradisi, diselenggarakan oleh Bidang Pelestarian dan
Pengembangan Kebudayaan, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, di Jakarta, 16
Februari 2004.
Anonim. Kota-kota Pendidikan Terbaik di Dunia Tahun 2012, dalam

http://uniqpost.com/47274/

kota-kota-pendidikan-terbaik-dii-dunia-tahun-2012/ diakses tanggal 12 September 2012.


Anonim. Apa keuntungan memiliki visa permanent residence Australia ?, dalam http://
www.migrasi.com/faq_frame.html#1, diakses tanggal 15 September 2012.

265

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19, Nomor 2, Juni 2013

Anonim. 2007. Kehidupan di Australia. Diterbitkan oleh Commonwealth of Australia.


Djalal, Dino Patti. Surat Undangan Terbuka http://www.embassyofindonesia.org/ diaspora/
undangan.php, diakses tanggal 25 September 2012.
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Harianto, Andi

Nyanyian Rindu Perantau Bugis dan Bekal Tellu Cappa, http://

sosbud.kompasiana.com/2010/08/21/nyanyian-rindu-perantau-bugis-dan-bekal-tellu-cappa/,
diakses tanggal 15 September 2012.
Indrawati, Dewi, Sukiyah, dan Lukman Solihin. 2011. Menjadi Boyan: Strategi Adaptasi Keturunan
Bawean Singapura. Jakarta: Direktorat Tradisi, Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni, dan Film,
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ed. III cet.3. Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Kaplan, David dan Albert A. Manners. 1999. Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kardi, Dika Dania. Mengumpulkan Anak Bangsa di Seantero Jagat. Artikel di harian Media Indonesia
halaman 2., Selasa 19 Maret 2013.
Lineton, Jacqueline. 1975. Pasompe Ugi : Bugis Migrants and Wanderers, Archipel. Volume 10,
1975. pp. 173-201.
Macknight, C.C. 1976. The Voyage to Marege, Victoria: Melbourne University Press.
Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mude, M. Saleh., Andang B. Malla, Asbar Atma, Abdul Muid Nawawi, Rudi Hartono. 2009. Bugis di Tanah
Rantau: Membangun Bangsa dan Negara, Merekat Etnis Nusantara. Jakarta: Penerbit FOCUS
Grahamedia bekerja sama dengan BPP Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS).
Naim, Mochtar. 1979. Merantau: Pola Migrasi Suku Minangkabau. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
S. Lee, Evert. 1976. Suatu Teori Migrasi. Yogyakarta: Lembaga Kependudukan UGM.
Nasir, Zulhasril. 2010. Diplomasi Kebudayaan dan Politik Luar Negeri, dalam Industri Budaya, Budaya
Industri: Kongres Kebudayaan Indonesia 2008, Kenedi Nurhan (Ed.). Jakarta: Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata.
Pelly, Usman. 1994. Urbanisasi dan Adaptasi: Peran Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing. Jakarta:
Pustaka LP3ES Indonesia.
Pelras, Christian. 2006. Manusia Bugis (terj.). Jakarta: NALAR bekerja sama dengan Forum JakartaParis, EFEO.
Poelinggomang, Edward L. 2002. Makassar Abad XIX: Studi tentang Kebijakan Perdagangan Maritim.
Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
R. Adhi Kusumaputra, Melbourne, Kota Paling Layak Ditinggali, http://internasional.kompas.com/
read/2011/08/31/13553085/Melbourne.Kota.Paling.Layak.Ditinggali, diakses tanggal 25
September 2012.

266

Lukman Solihin, Mereka yang Memilih Tinggal Telaah Strategi Adaptasi Mahasiswa Perantau Bugis-Makassar di Melbourne, Australia

Santana K., Septiawan. 2010. Menulis Ilmiah Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia.
Tuwo, Ambo dan Joeharnani Tresnati. 2012. The Bugis-Makassarese: From Agrarian Farmers To
Adventurous Seafarers, Presented at Symposium on Macassan History and Heritage Building
understandings of journeys, encounters and influences. Australian National University, Canberra,
9 10 February 2012.

267

Anda mungkin juga menyukai