Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KASUS

ANEMIA

Disusun oleh:

Mochammad Syafie

(030.12.168)

Redy Rohmansyah

(030.12.223)

Rindah Nabilla Putri

(030.10.232)

Rizky Syarif Lubis

(030.12.237)

PANDAS FK TRISAKTI 2016


ILMU PENYAKIT DALAM
RSAL MINTOHARDJO
JAKARTA, JUNI 2016

BAB I
LAPORAN KASUS
Tanggal Masuk Pasien

: 7 Juni 2016

Hari Perawatan Ke-

: 2 (Dua)

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn.D

Usia

: 38 Tahun

Alamat

: Jl.Angin Sejuk 3 No.20, Jakarta Barat

Pekerjaan

: TNI AL

Agama

: Islam

Pendidikan Terakhir

: SLTA

Status

: Menikah

I. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada hari Kamis, 9 Juni 2016 pukul 9:30 WIB di ruang rawat inap
P.Sangeang kamar 6C dengan menggunakan metode autoanamnesis.
Keluhan Utama

: Lemas sejak 3 minggu SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien merasa lemas sejak 3 minggu SMRS disertai pusing, nyeri
perut, dan nafsu makan menurun. Tidak ada mual dan muntah,
BAB berwarna kehitamanan

sejak 3 bulan yang lalu. BAK

normal. Perut pernah membesar disangkal pasien. Tidak ada


bengkak dan lebam pada ekstremitas. Berat badan dirasa turun
namun tidak drastis. 1 tahun yang lalu pernah 3 kali dirawat
dengan keluhan yang sama tanpa ada perbaikan.
Riwayat Penyakit Dahulu:

Hemoroid, sudah di operasi sebelumnya.

Riwayat Hb rendah.

DM (-) Hipertensi (-) Hepatitis (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu dengan Hipertensi

Keganasan (-)

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal sama

Riwayat Pengobatan

: Pasien mengaku sering mengkonsumsi obat warung.

Riwayat Lingkungan

: Tidak ada yang mengalami hal sama dengan pasien.

Riwayat Kebiasaan

: Merokok (-), Alkohol (-), sering minum kopi dan makan pedas.

II. PEMERIKSAAN FISIK


Kesadaran Umum

: Compos mentis

Kesan Sakit

: Sakit sedang

Kesan Gizi

: Baik

Tanda vital
Tekanan Darah

: 120/70 mmHg

Suhu

: 36,8 celcius

Nadi

: 88 x / menit, regular, kuat, isi cukup, equal

Laju Nafas

: 18 x / menit, teratur, tipe pernafasan abdominotorakal

Data Antopometri
Tinggi Badan

: 167 cm

Berat Badan

: 64 kg

BMI

: 23

Pemeriksaan Generalis
Kepala : Normosefali, rambut hitam, distribusi merata.
Wajah

: Simetris, kulit sawo matang, tidak terdapat efloresensi yang bermakna.

Mata

: Tidak tampak cekung, edema palpebra (-), konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-),
pupil bulat isokor.

Hidung : Deformitas (-), sekret (-), epistaksis (-).


Telinga : Normotia, deformitas (-), sekret (-).

Mulut

: Mukosa bibir sedikit kering, agak pucat, uvula ditengah, normoglosia, gusi
berdarah (-), T1/T1, faring tidak hiperemis.

Leher

: Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening maupun kelenjar tiroid. Nyeri
menelan (-).

Pulmo

Inspeksi

: Bentuk dada normal, gerak nafas simetris, tidak terdapat retraksi sela iga.

Palpasi

: Gerak nafas simetris, vocal fremitus sama kuat.

Perkusi

: Hemitoraks kedua dada sonor.

Auskultasi : Suara nafas vesikuler dikedua lapang paru ronki (-), wheezing (-).
Cor

:
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba 1 cm lateral linea midclavicula kiri.

Perkusi

: Batas kanan berada di ICS III-V linea sternalis kanan. Batas kiri berada di ICS
VI, 3 cm lateral midklavikula sinistra. Batas atas berada di ICS III linea
parasternal sinistra.

Auskultasi : SI dan S2 reguler, murmur(-), gallop (-).


Abdomen :
Inspeksi

: Datar, simetris, tidak tampak pembesaran organ maupun gerak usus.

Auskultasi : Bising usus normal.


Perkusi

: Suara timpani di seluruh regio abdomen.

Palpasi

: Supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar lien tidak teraba, undulasi (-), shifting
dullness (-), ballottement (-), nyeri ketuk CVA (-).

Ekstremitas :
Inspeksi

: Tidak terdapat deformitas pada kedua ekstremitas.

Palpasi

: Akral hangat pada kedua ekstremitas. Edema (-).

III.

MASALAH

Anemia

Melena

Abdominal pain

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dilakukan pemeriksaan darah rutin dengan hasil :


Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC

7 Juni 2016
10.000/ul
1,83 juta/Ul
6,2 g/dl
17%

Nilai Normal
5000-10.000
4.6-6.2
14-16
42-48

360.000/ul

150.000-450.000

92,9 m3
36 pg/sel
33,9 g/dL

76 96 m3
32 38 % g/sel
32-38 g/Dl

V. DIAGNOSIS KERJA
1. Anemia normokrom normositer e.c perdarahan saluran cerna
2. Melena e.c perdarahan saluran cerna bagian atas susp. gastritis erosif
VI. DIAGNOSIS BANDING
1. Anemia e.c perdarahan saluran cerna bagian atas susp. sirosis hepatis
VII. RENCANA DIAGNOSIS
1. SGPT/ SGOT
2. Morfologi darah tepi

3. Uji retikulosit
4. Endoscopy

VIII. RENCANA TERAPI


1.
2.
3.
4.

Infus RL 20 tpm
Inj. Transamin 3x1
Inj. Vit. K 3x1
PCT 3x1 p.r.n

5. Transfusi PRC 250 cc


6. Sucralfat 3x1
7. Omeprazol 2x1

8. BAB II
9. TINJAUAN PUSTAKA
10.
11. DEFINISI
12.

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit


(red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam
jumlah yang cukup ke jaringan perifer.

13. EPIDEMIOLOGI
14.

Di Indonesia anemia yang paling sering dijumpai yaitu anemia defisiensi besi.

Dikarenakan negara berkembang dengan tingkat sosioekonomi masyarakat yang masih rendah.
Prevalensi anemia defisiensi besi terjadi pada 16 50% laki laki dan 25 48% perempuan; 42
92% ibu hamil dan 55.5% balita. Selain itu insiden anemia aplastik berkisar 2 6 kasus per 1
juta penduduk pertahun, kemudian insiden anemia hemolitik dengan 1 3 kasus per 100.000
individu per tahun, dan terakhir yaitu anemia aplastik yang relatif jarang dengan insiden 2 6
kasus per 1 juta penduduk per tahun.
15.

16. ETIOLOGI
17.

Menurut etiologinya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu

gangguan produksi sel darah merah pada sumsum tulang (hipoproliferasi), gangguan
pematangan sel darah merah (eritropoiesis yang tidak efektif), dan penurunan waktu hidup sel
darah merah (kehilangan darah atau hemolisis).
1. Hipoproliferatif
18. Hipoproliferatif merupakan penyebab anemia yang terbanyak. Anemia hipoproliferatif ini
dapat disebabkan karena:
a. Kerusakan sumsum tulang
19.

Keadaan ini dapat disebabkan oleh obat-obatan, penyakit infiltratif (contohnya:

leukemia, limfoma), dan aplasia sumsum tulang.


b. Defisiensi besi

c. Stimulasi eritropoietin (EPO) yang inadekuat (Keadaan ini terjadi pada gangguan fungsi
ginjal)
d. Supresi produksi EPO yang disebabkan oleh sitokin inflamasi (misalnya: interleukin 1)
e. Penurunan kebutuhan jaringan terhadap oksigen (misalnya pada keadaan hipotiroid)
20.

Pada jenis ini biasanya ditemukan eritrosit yang normokrom normositer, namun

dapat pula ditemukan gambaran eritrosit yang hipokrom mikrositer, yaitu pada defisiensi besi
ringan hingga sedang dan penyakit inflamasi. Kedua keadaan tersebut dapat dibedakan melalui
pemeriksaan persediaan dan penyimpanan zat besi.
21.
22.

23. Defisiensi besi

24. Inflamasi

25. Fe serum

26. Rendah

27. Rendah

28. TIBC

29. Tinggi

31. Saturasi
transferin
34. Feritin serum

32. Rendah
35. Rendah

30. Normal atau


rendah
33. Rendah
36. Normal atau
tinggi

37.
2. Gangguan pematangan
38. Pada keadaan anemia jenis ini biasanya ditemukan kadar retikulosit yang rendah,
gangguan morfologi sel (makrositik atau mikrositik), dan indeks eritrosit yang abnormal.
Gangguan pematangan dapat dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu:
a. Gangguan pematangan inti
39.

Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa makrositik.

Penyebab dari gangguan pematangan inti adalah defisiensi asam folat, defisiensi vitamin
B12, obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme DNA (seperti metotreksat, alkylating
agent), dan myelodisplasia. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan pematangan inti,
namun keadaan ini lebih disebabkan oleh defisiensi asam folat.
b. Gangguan pematangan sitoplasma

40.

Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa mikrositik dan

hipokromik. Penyebab dari gangguan pematangan sitoplasma adalah defisiensi besi yang
berat, gangguan sintesa globin (misalnya pada thalasemia), dan gangguan sintesa heme
(misalnya pada anemia sideroblastik)
3. Penurunan waktu hidup sel darah merah
41.

Anemia jenis ini dapat disebabkan oleh kehilangan darah atau hemolisis. Pada

kedua keadan ini akan didapatkan peningkatan jumlah retikulosit. Kehilangan darah dapat
terjadi secara akut maupun kronis. Pada fase akut, belum ditemukan peningkatan retikulosit
yang bermakna karena diperlukan waktu untuk terjadinya peningkatan eritropoietin dan
proliferasi sel dari sumsum tulang. Sedangkan pada fase kronis gambarannya akan
menyerupai anemia defisiensi besi.
42.

Gambaran dari anemia hemolitik dapat bermacam-macam, dapat akut maupun


kronis. Pada anemia hemolisis kronis, seperti pada sferositosis herediter, pasien datang
bukan karena keadaan anemia itu sendiri, melainkan karena komplikasi yang ditimbulkan
oleh pemecahan sel darah merah dalam jangka waktu lama, seperti splenomegali, krisis
aplastik, dan batu empedu. Pada keadaan yang disebabkan karena autoimun, hemolisis
dapat terjadi secara episodik (self limiting).

43. MANIFESTASI KLINIS


44.

Pada umumnya gejala klinis pada anemia adalah badan terasa lemah, cepat lelah,

mata berkunang kunang, pucat. Gejala lain seperti perdarahan mukosa dan mudah memar dapat
terjadi pada anemia aplastik. Pada kondisi berat dapat ditemukan gejala dispnoe dan jantung
berdebar.
45.

46. KLASIFIKASI ANEMIA


47. Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi. Klasifikasi morfologi
didasarkan pada ukuran dan kandungan hemoglobin.
48.
N

49. Morfologi
Sel

50. Keterangan

51. Jenis Anemia

54. Bentuk eritrosit


52.
1

53. Anemia

yang besar

makrositik -

dengan

normokromi

konsentrasi

hemoglobin yang

Anemia Pernisiosa

Anemia defisiensi folat


55.

normal
58. Bentuk eritrosit
56.
2

57. Anemia
mikrositik hipokromik

yang kecil
dengan
konsentrasi
hemoglobin yang

Anemia defisiensi besi

Anemia sideroblastik

Thalasemia

Anemia aplastik

Anemia posthemoragik

Anemia hemolitik

Anemia Sickle Cell

Anemia pada penyakit

menurun
61. Penghancuran
59.
3

60. Anemia
normositik normokromi
k

atau penurunan
jumlah eritrosit
tanpa disertai
kelainan bentuk
dan konsentrasi
hemoglobin

62.

kronis

63.
64. Gambar 1: Klasifikasi anemia berdasarkan indeks eritrosit
65.
66.
67.
68.
69. KRITERIA DIAGNOSIS
70.
adalah

Parameter yang paling umum untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit

kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan

hitung eritrosit. Harga normal

hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologis tergantung jenis kelamin, usia, kehamilan dan
ketinggian tempat tinggal.
71. Kriteria anemia menurut WHO adalah:
72.
N
75.

73. KELOMPOK
76. Laki-laki dewasa

74. KRITERIA
ANEMIA
77. < 13 g/dl

1.
78.
2.
81.
3.

79. Wanita dewasa tidak


hamil
82. Wanita hamil

80. < 12 g/dl


83. < 11 g/dl

84.
85. PENATALAKSANAAN
86. Penatalaksanaan secara umum pada anemia prinsipnya terdiri dari :
1. Terapi untuk mengatasi keadaan gawat darurat
a. Anemia dengan payah jantung
b. Sebaiknya diambil dulu spesimen untuk pemeriksaan sebelum terapi atau transfusi
diberikan
2. Terapi suportif: memperkuat daya tahan tubuh
3. Terapi khas untuk masing-masing anemia, misalnya besi untuk anemia defesiensi besi
4. Terapi untuk mengobati penyakit dasar
5. Terapi ex juvantivus : terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan,
jika terapi ini berhasil berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi hanya dilakukan jika tidak
tersedia fasilitas diagnosis yang mencukupi dan harus diawasi dengan ketat.
87.
88.
89. BAB III
90. ANALISIS KASUS
91.

92.

Berdasarkan anamnesis secara autoanamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah

dilakukan pada tanggal 9 Juni 2016 pukul 09.30 pada pasien laki - laki usia 38 tahun, didapatkan:

Keluhan utama lemas sejak 3 minggu SMRS.


Didapatkan konjungtiva anemis, mukosa bibir sedikit kering, agak pucat, nyeri perut.
Adanya BAB kehitaman.
93.

Berdasarkan hal diatas masalah yang didapat adalah anemia, melena, dan

abdominal pain. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium dan diperoleh hasil:

Eritrosit 1,83 juta/ul (nilai eritrosit turun)

Hemoblobin 6,2 g/dl (nilai hemoglobin turun)

Hematokrit 17% (nilai hematokrit turun)


94.

Berdasarkan besarnya sel dan konsentrasi hemoglobin didapatkan MCV: 92,9

m3, MCH: 36 pg/sel, MCHC: 33,9 g/dl. Hasil pemeriksaan di atas dapat mendukung
ditegakkannya diagnosa anemia normositik normokrom e.c perdarahan saluran cerna dan melena
e.c perdarahan saluran cerna bagian atas suspek gastritis erosif. Untuk menyingkirkan diagnosis
banding disarankan pasien melakukan pemeriksaan SGOT/SGPT, sediaan apus darah tepi untuk
mengetahui morfologi sel darah merah, uji retikulosit, dan endoscopy untuk menemukan sumber
perdarahan.
95.

96.
97.

BAB IV
KESIMPULAN
98.

99.

Anemia merupakan salah satu gejala yang sering ditemui pada berbagai macam

penyakit. Pada Tn. D dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat disimpulkan anemia
disebabkan karena perdarahan saluran cerna bagian atas yang ditandai oleh melena diikuti
dengan lemas, pusing dan demam. Untuk memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan
pemeriksaan SGOT/ SGPT, sediaan apus darah tepi, uji retikulosit, dan endoscopy.
100.

101.
102.
103.
104.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta : Interna publishing ; 2009
2. Tanto C,Liwang F, Hanipati S, Pradipta EA. Kapita Selekta kedokteran. 4th ed. Jakarta :
Media Aesculapius ; 2014
3. Marshall A Lichtman et al. Manual of Hematology. 6th ed. Mc Graw Hill Medical Publishing
Division. USA;2003
4. Adamson WJ,dkk. Harrisons principles of internal Medicine. 16th ed. New york : McGraw
Hill; 2005
105.

Anda mungkin juga menyukai