Anda di halaman 1dari 57

Apendisitis

Rizky Syarif Lubis


030 12 237
Dosen pembimbing:
Dr. Wuri Iswarsigit Sp. B, Sp. BA
Anatomi
Anatomi
Fisiologi
Apendiks adalah organ imunologik
Sekresi IgA karena termasuk dalam
komponen gut-associated lymphoid
tissue (GALT).
Pelindung terhadap infeksi.
FISIOLOGI
Memiliki membran
semipermeabel pertukaran
cairan
Fungsi:
- Mengontrol jumlah cairan Sirkulasi cairan di dorong oleh
dalam rongga peritoneum pergerakan diafragma
- Mendorong pembuangan atau Terdapat pori-pori dalam
pengeluaran bakteri dari peritoneum yang menutupi
rongga peritoneum permukaan inferior diafragma
(stomata) berhubungan dengan
- Memfasilitasi migrasi sel
pembuluh limfatik dalam
inflamasi dari mikrovaskular diafragma
ke dalam ronggaperitoneum
FISIOLOGI
Peritoneum dan rongga peritoneum dalam merespon infeksi melalui lima
cara:
1. Mikroorganisme dengan cepat dikeluarkan dari rongga peritoneum
melalui stomata diafragma dan limfatik
2. Mikroorganisme dan produknya berinteraksi dengan makrofag,
melepaskan mediator pro-inflamasi
3. Degranulasi sel mast peritoneum
4. Protein dalam cairan peritoneum akan mengopsonisasi bakteri
5. Sekuestrasi mikroorganisme di dalam matriks fibrin
Definisi
Apendisitis adalah peradangan dari
apendiks veriformis dan merupakan salah
satu penyebab abdomen akut yang
paling sering terjadi.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat setiap tahunnya terdapat
250.000 kasus apendisitis. Insiden apendisitis paling
tinggi pada usia 10-30 tahun, dan jarang
ditemukan pada anak usia kurang dari 2 tahun.
Pada remaja dan dewasa muda rasio
perbandingan antara laki-laki dan perempuan
sekitar 3 : 2. Setelah usia 25 tahun
Sekitar 20-30% kasus apendisitis perforasi terjadi di
Afrika, sedangkan di Amerika sebanyak 38,7%
insidensi apendisitis perforasi terjadi pada laki-laki
dan 23,5% pada wanita3.
Etiologi
a. Obstruksi lumen apendiks yang disebabkan oleh:
1. Fekalit (feses yang mengeras) adalah
penyebab tersering yang mengakibatkan
obstruksi
2. Oleh karena sebab lain termasuk:
a. Limfoid hipertrofi
b. Barium
c. Cacing di intestinal
d. Kanker sekum
b. Sekresi mukosa apendiks yang persistent, distensi
yang bertahap dengan inflamasi pada
apendiks, pertumbuhan bakteri yang berlebihan,
dan pada kondisi yang diikuti oleh progresivitas,
iskemia, gangrene, dan perforasi yang diikuti
oleh obstruksi lumen.
PATOGENESIS
Obstruksi lumen (fekalit, tumor, dll)

Mukus yg diproduksi akan mengalami bendungan

Peningkatan tekanan intra lumen/ dinding apendiks

Aliran darah berkurang

Edema dan ulserasi mukosa Apendisitis akut fokal

Terputusnya aliran darah Nyeri epigastrium

Obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri menembus
dinding

Peradangan peritoneum Apendisitis supuratif

Aliran arteri terganggu
Nyeri di daerah
kanan bawah
Infark dinding apendiks

Gangren

Dinding apendiks rapuh
Infiltrat Perforasi

Infiltrat apendikularis Apendisitis perforasi
Gejala Klinis
Nyeri dimulai dari epigastrium, secara bertahap
berpindah ke regio umbilical, dan akhirnya
setelah 1-12 jam nyeri terlokalisir di regio
kuadrant kanan bawah.
Anoreksia adalah gejala kedua yang menonjol
dan biasanya selalu ada untuk beberapa
derajat kasus. Muntah terjadi kira-kira pada tiga
perempat pasien.
Urutan gejala sangat penting untuk
menegakkan diagnose. Anoreksia diikuti oleh
nyeri kemudian muntah (jika terjadi) adalah
gejala klasik. Muntah sebelum nyeri harus
ditanyakan untuk kepentingan diagnosis.
Manifestasi Klinis
Apendisitis akut
Tanda awal nyeri mulai di epigastrium atau
region umbilikalis disertai mual dan anoreksia
Nyeri pindah ke kanan bawah menunjukkan
tanda rangsangan peritoneum local dititik
McBurney
Nyeri tekan
Nyeri lepas
Defans muskuler
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (rovsing
sign)
Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri
dilepaskan (Blumberg sign)
Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak,
seperti bernafas dalam, berjalan, batuk,
mengedan.
Apendisitis Kronis2
Pada stadium ini gejala yang ditimbulkan
sedikit mirip dengan gastroenteritis dimana
terjadi nyeri samar didaerah sekitar pusar dan
terkadang demam yang hilang timbul.
Sering kali disertai dengan rasa mual, bahkan
kadang muntah, kemudian nyeri itu akan
berpindah ke perut kanan bawah dengan
tanda-tanda yang khas pada apendisitis
akut.
Biasanya ditandai dengan adanya
penebalan dinding-dinding organ akibat
peradangan akut sebelumnya.
Appendisitis perforata
Demam tinggi > 38.5 C
Nyeri hebat meliputi seluruh perut dengan
nyeri tekan seluruh perut dan defense
muskular.
Peristalktik dapat menurun karena
adanya ileus paralitik.
Perut kembung dan gejala GI lainnya.
PF
TTV PEMERIKSAAN
1. INSPEKSI
KHUSUS
TD 2. AUSKULTASI 1. NT & N LEPAS MC
BURNEY
NADI 3. PALPASI 2. ROVSING
3. BLUMBERG
SUHU

4. PERKUSI 4. PSOAS SIGN
RR 5. OBTURATOR SIGN
Pemeriksaan fisik
Suhu dan nadi sedikit lebih tinggi pada awal
penyakit. Suhu yang lebih tinggi mengindikasikan
adanya komplikasi seperti perforasi maupun
abses.
Nyeri pada palpasi titik McBurney ( dua pertiga
jarak dari umbilicus ke spina iliaca anterior)
ditemukan bila lokasi apendiks terletak di anterior.
Jika lokasi apendiks pada pelvis, pemeriksaan fisik
abdomen sedikit ditemukan kelainan, dan hanya
pemeriksaan rectal toucher ditemukan gejala
significant.
Tahanan otot dinding perut dan rebound
tenderness mencerminkan tahap perkembangan
penyakit karena berhubungan dengan iritasi
peritoneum.
Palpasi Mc Burney
sign :
Nyeri tekan
Nyeri lepas
Defans muskular
lokal, defans
muscular
menunjukkan
adanya rangsangan
peritoneum parietal.
Rovsings sign yaitu nyeri pada kuadran
kanan bawah pada palpasi kuadran kiri
bawah.
Psoas sign yaitu nyeri rangsangan otot psoas
lewat hiperekstensi sendi panggul kanan,
kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks
yang meradang menempel di m.psoas
mayor, tindakan tersebut akan
menyebabkan nyeri2.
Obturator sign adalah nyeri pada gerakan
endotorsi dan fleksi sendi panggul kanan,
pasien dalam posisi terlentang6.
Rectal touche Nyeri abdomen
kanan bawah
pada jam 10 11.
Pemeriksaan penunjang
1. Lab: Leukositosis ringan (10.000
20.000/ul) dengan peningkatan neutrofil.
Leukositosis > 20.000/ul didapatkan pada
perforasi dan gangren.
Tes kehamilan bila curiga KET.
2. USG: diameter apendiks anteroposterior
> 7mm, penebalan dinding, adanya
apendikolit.
3. Foto polos abdomen : ileus kuadran kanan
bawah atau fekalith radioopak
4. Apendikogram (foto barium usus buntu).
5. CT scan : penebalan dinding apendiks yg
meradang dan perlengketan apendiks.
6. Laparoskopi : sebagai diagnosis dan terapi.
Dapat melihat organ intra abdomen pada
wanita dan pasien yg gemuk.
Diagnosis
Diagnosis
ditegakkan dengan anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Kemudian
pemeriksaan lab dan USG ato bisa
menggunakan Laparoskopi.
Skor Alvrado
Diagnosis banding
Gastroenteritis
Pada gastroenteritis gejalanya mual, muntah, dan diare mendahului
rasa nyeri. Nyeri perut sifatnya lebih rigan dan tidak berbatas tegas.
Sering di jumpai adanya hiperperistaltik. Panas dan leukositsis tidak
menonjol dibanding dengan apendisitis akut.
Limfadenitis Mesentrika
Didahului oleh enteritis atau gastrenteritis, ditandai dengan nyeri perut
kanan, serta mual dan nyeri tekan peut yang bersifat samar, terutama
pada sebelah kanan.
Kelainan Ovulasi
Folikel yang pecah paa ovulasi dapat menimbulkan nyeri pada perut
bagian kanan bawah di tengah siklus menstruasi. Pada anamnesis
nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang
dan biasanya nyeri hilang dalam 24 jam, tetapi mungkin dapat
menggangu selama 2 hari.
Infeksi Panggul
Salpingitis akut kanan sering dirancukan dengan apendisitis akut.
Suhunya biasanya lebih tinggi dibanding apendisitis dan nyeri perut
bagian bawah perut lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan
dan infeksi urin. Pada colok vagina, akan timbul nyeri hebat di pangul
jika perlu untuk diagnsos banding PID (Pelvi Inflamatory Disease).
Kehamilan diluar kandungan
Riwayat terlambat haid dengan tidak memnentu. Jika
ruptur tuba atau abortus kehamilan diluar rahim dengan
perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di
daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.
Kista ovarium terpuntir
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan
teraba masa dalam rongga pelvis pada pemmeriksaan
perut, colok vaginal atau colok rectal. Tidak ada demam.
USG untuk diagnosis.
Endometriosis eksterna
Nyeri ditempat endometrium berada.
Urolitiasis
Batu ureter atau batu ginjal kanan. Riwayat kolik dari
pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan
gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto
polos perut atau urografi intravena dapat memastikan
penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai demam tinggi,
menggigil, nyeri kostovertebral di sebelah kanan dan
piuria2.
Tatalaksana
Umumnya Operatif -> appendiktomi
(sebaiknya 2x 24 jam).
Pada penderita dengan diagnosis yg
tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi
terlebih dahulu.
Pra operatif:
Observasi ketat, tirah baring, dan puasa.
Pemeriksaan abdomen dan rektal serta
pemeriksaan darah.
Foto abdomen dan torak dapat dilakukan
untuk mencari penyulit lain.
Antibiotik intravena spektrum luas dan
analgesik dapat diberikan.
Pada perforasi apendiks perlu diberikan
resusitasi cairan sebelum operasi.
Operatif :
Appendiktomi Konvensional
Appendiktomi Laparoskopi
Appendiktomi Konvensional

Cara pembedahan dilakukan dengan insisi transversal


pada kuadran kanan bawah (Davis-Rockey) atau insisi
oblik (McArthur-McBurney).
Panjang sayatan kurang dari 3 inci (7,6 cm).
Dokter bedah kemudian mengidentifikasi semua organ-
organ dalam perut dan memeriksa adanya kelainan organ
atau penyakit lainnya.
Lokasi apendiks ditarik ke bagian yang terbuka.
Memisahkan apendiks dari semua jaringan di sekitarnya
dan diletakan pada cecum kemudian menghilangkannya.
Jaringan tempat apendiks menempel sebelumnya, yaitu
cecum, ditutup dan dimasukkan kembali ke perut.
Lapisan otot dan kulit kemudian dijahit.
Apendiktomi laparoskopi

Memasukkan kamera super mini lubang dibuat


dibawah pusar, kamera akan terhubung dengan
monitor kedalam tubuh, lewat lubang itu pula
sumber cahaya di masukkan.
2 lubang lain di posisikan sebagai jalan masuk
peralatan bedah seperti penjepit atau gunting.
Kemudian kamera dan alat-alat khusus dimasukan
melalui sayatan tersebut dengan bantuan peralatan
tersebut, ahli bedah mengamati organ abdominal
secara visual dan mengindetifikasi apendiks.
Kemudian apendiks dipisahkan dari semua jaringan
yang melekat, kemudian apendiks diangkat, dan
dipisahkan dari cecum. Apendiks dikeluarkan melalui
salah satu sayatan.
Post operatif :
Observasi tanda vital untuk mengantisipasi
adanya perdarahan dalam, syok, hipertermia,
atau gangguan pernafasan
Posisi semi fowler dan selama 12 jam
dipuasakan terlebih dahulu.
Pada operasi dengan perforasi atau peritonitis
umum, puasa dilakukan hingga fungsi usus
kembali normal.
secara bertahap pasien diberi minum,
makanan saring, makanan lunak, dan
makanan biasa.
Penatalaksanaan pada
apindisitis perforata
Perbaikan Keadaan umum : infus
Pemberian A- biotik u/ kuman gram
negatif dan positif serta anaerob.
Pemasangan pipa nasogastrik.
Operatif dengan laparotomi
Komplikasi
Perforasi usus
Peritonitis umum
Abses apendiks
Trombofeblitis supuratif sistem portal
Abses subfrenikus
Sepsis
Prognosis
Apendiktomi yang dilakukan sebelum
perforasi prognosisinya baik.
Setelah operasi masih dapat terinfeksi
pada 30% kasus apendiks
perforasi/gangrenosa
Serangan berulang dapat terjadi bila
apendiks tidak diangkat
DEFINISI
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum, dan merupakan
suatu keadaan akut abdomen sehingga diperlukan penanganan
yang cepat dan tepat.
KLASIFIKASI
PERITONITIS

PENYEBAB PENYEBARAN INFEKSI

PRIMER SEKUNDER TERSIER LOKAL UMUM


KLASIFIKASI
PERITONITIS PRIMER
Kelainan organ intra-abdominal (-)
Tanda perforasi (-)
Ditandai dengan adanya akumulasi cairan (asites) dalam
rongga peritoneum medium pertumbuhan mikroba
(menyebar secara hematogen atau limfogen)
Patogen yang paling umum yaitu Escherichia coli, Klebsiella
pneumoniae, Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus
aureus, Mycobacterium tuberculosis
- Mesotelioma peritoneum primer
- Karsinoma serosa
Keganasan metastasis
- Karsinoma gastrointestinal
- Karsinoma genitourinari

KLASIFIKASI Obstruksi saluran limfatik retroperitoneum


Limfoma
Metastasis kelenjar getah bening
Penyebab utama dari asites dikategorikan menurut patofisiologi yang Obstruksi saluran limfatik pada dasar mesentrium
mendasari:(1) Tumor karsinoid gastrointestinal
Hipertensi portal Lain-lain
Sirosis Asites empedu
Non-sirosis Iatrogenik setelah operasi hepar atau saluran empedu
Obstruksi vena porta pre-hepatik Trauma setelah cedera hepar atau saluran empedu
- Trombosis vena mesenterika kronik Asites pankreas
- Metastasis hepar multipel
Pankreatitis akut
Obstruksi vena porta post-hepatik: Sindrom Budd-Chiari
Pseudokista pankreas
Jantung
Gagal jantung kongesti Chylous asites
Tamponade perikardial kronik Gangguan saluran limfatik retroperitoneum
Keganasan - Iatrogenik selama pembedahan retroperitoneum
Karsinomatosis peritoneum - Trauma tumpul atau tajam
Keganasan primer Keganasan
- Mesotelioma peritoneum primer - Obstruksi saluran limfatik retroperitoneum
- Karsinoma serosa - Obstruksi saluran limfatik pada dasar mesenterium
Keganasan metastasis Kelainan limatik kongenital
- Karsinoma gastrointestinal Hipoplasia limfatik primer
- Karsinoma genitourinari Infeksi peritoneum
Obstruksi saluran limfatik retroperitoneum Peritonitis tuberkulosis
Limfoma Myxedema
Metastasis kelenjar getah bening Sindrom nefrotik
Obstruksi saluran limfatik pada dasar mesentrium
Tumor karsinoid gastrointestinal
Lain-lain
Asites empedu
Iatrogenik setelah operasi hepar atau saluran empedu
Trauma setelah cedera hepar atau saluran empedu
Asites pankreas
KLASIFIKASI
PERITONITIS SEKUNDER
Kelainan organ intra-abdominal (+)
Tanda perforasi (+), dari sistem gastrointestinal atau
genitourinaria
Penyebab peritonitis sekunder yang paling sering yaitu
perforasi appendisitis, perforasi ulkus gaster, perforasi ulkus
duodenum, perforasi kolon akibat divertikulitis, trauma
tembus organ intra-abdomen, ruptur abses intra-abdomen,
kontaminasi pasca tindakan operasi, dan pada wanita seperti
infeksi uterus pasca operasi, endometritis, atau salpingitis
Umumnya ditemukan Escherichia coli dan Bacteroides
fragili
KLASIFIKASI
PERITONITIS TERSIER
Manifestasi lanjut dari peritonitis sekunder yang terus-
menerus atau persisten setelah setelah dilakukan terapi
medikamentosa ataupun pembedahan
Dengan tanda sistemik dari sepsis (demam, hipotensi,
takikardi, takipnea, penurunan resistensi vaskular sistemik,
leukopenia atau leukositosis, dan kegagalan multi organ)
KLASIFIKASI
PERITONITIS LOKAL DAN UMUM:
Perjalanan klinis berhubungan deengan letak perlengketan
Faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan dari
peritonitis lokal umum:
1. Kecepatan kontaminasi
2. Stimulasi dari peristaltik
3. Virulensi dari organisme penyebab infeksi
4. Pada anak omentum lebih kecil sehingga kurang efektif
5. Penanganan yang tidak adekuat
6. Imunodefisiensi
DIAGNOSIS
MANIFESTASI KLINIS :
1. Nyeri abdomen, memburuk apabila bergerak, batuk, atau pernapasan
dalam
2. Gangguan dasar: anoreksia, malaise, lemah
3. Gangguan gastrointestinal: nausea vomitus
4. Demam (mungkin tidak ada)
5. Denyut nadi meningkat
6. Nyeri tekan defans muskular/kekakuan/nyeri lepas dinding abdomen
7. Nyeri/nyeri tekan pada pemeriksaan rektal/vaginal (peritonitis pelvis)
8. Bising usus menurun atau menghilang
9. Hippocratic facies
10. Syok septik (SIRS dan MODS pada stadium lanjut)
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN LABORATORIUM:
Hitung sel leukosit biasanya didapatkan lebih dari
20.000/mm3
Hitung jenis leukosit menunjukkan pergeseran ke kiri dan
didominasi oleh sel PMN, apabila terjadi peradangan jumlah
PMN dapat meningkat sampai >3000/mm3 meskipun jumlah
sel leukosit tidak menunjukkan peningkatan yang nyata
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
1. FOTO BNO 3 Posisi
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
2. CT-Scan
Mengidentifikasi penyebab peritonitis dan
mungkin
juga mempengaruhi kepastian tatalaksana
PENATALAKSANAAN
PERAWATAN UMUM:
1. Koreksi kehilangan cairan dan volume sirkulasi
2. Kateterisasi urin dekompresi gastrointestinal
3. Pemberian antibiotik
4. Pemerian analgesik

PEMBEDAHAN
Operasi dilakukan untuk menghilangkan penyebab kontaminasi
peritoneum. Prosedur operasi yang digunakan bergantung pada
penyebab kontaminasi yang didapatkan pada saat tindakan
operasi berlangsung dan kemudian dilakukan peritoneal lavage
dan peritoneal drainage
KOMPLIKASI
LOKAL SISTEMIK
Ileus paralitik Bakteremia / syok endotoksik
Abses residual atau rekuren / Systemic inflammatory
masa inflamasi response syndrome (SIRS)
Portal pyaemia / abses hepar Multiple organ dysfunction
Obstruksi karena syndrome (MODS)
perlengketan usus kecil Kematian
PROGNOSIS
Dengan pengobatan modern, mortalitas peritonitis difus sekitar
10%. Faktor yang mempengaruhi mortalitas antara lain tipe
peritonitis, penyebab yang mendasari, durasi, keterlibatan
kegagalan organ multipel sebelum pengobatan, usia, dan kondisi
kesehatan awal pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Turnage RH, Badgwell B. Abdominal Wall, Umbilicus, Peritoneum, Mesenteries, Omentum, and
Retroperitoneum. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL, editors. Sabiston Text Book
of Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical Practice. 19th ed. Philadelphia: Elsevier Inc
2012.p.1097-102.
2. Drake RL, Vogl AW, Mitchell AWM. Abdomen: Peritoneum. In: Drake RL, Vogl AW, Mitchell AWM,
editors. Grays Anatomy for Students. 3rd ed. Philadelphia: Elsevier Inc 2015.p.303-5.
3. Knowles CH. The Peritoneum, Omentum, Mesentery and Retroperitoneal Space. In: Williams NS,
Bulstrode CJK, OConnell PR, editors. Bailey & Loves Short Practice of Surgery. 26th ed. Boca Raton:
Taylor & Francis Group 2013.p.970-6.
4. Sjamsuhidajat R, Dahlam M, Jusi D. Gawat Abdomen. In: Sjamsuhidajat R, Karnadiharja W, Prasetyono
TOH, Rudiman R, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong. 3rd ed. Jakarta: EGC
2012.p.237-48.
5. Slavoski LA, Levison ME. Peritonitis. In: Schlossberg D, editors. Clinical Infectious Disease. 1st ed. New
York: Cambridge University Press 2008.p.397-9.
6. Stan RV. Endothelial Stomatal and Fenestral Diaphragms in Normal Vessels and Angiogenesis. J. Cell.
Mol. Med. 2007;11(4):621-43.
7. Johnson CC, Baldessarre J, Levison ME. Peritonitis: Update on Pathophysiology, Clinical Manifestations,
and Management. CID 1997;24:1035-47.
8. Riwanto. Lambung dan Duodenum. In: Sjamsuhidajat R, Karnadiharja W, Prasetyono TOH, Rudiman R,
editors. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong. 3rd ed. Jakarta: EGC 2012.p.645-6.
9. Siswanto TA. Abdomen Akut. In: Ekayuda I, editors. Radiologi Diagnostik Sjahriar Rasad. 2nd ed.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2014.p.269-71
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai