PENDAHULUAN
Uretra merupakan bagian terpenting dari saluran kemih. Pada pria dan wanita,
uretra mempunyai fungsi utama untuk mengalirkan urin keluar dari tubuh. Saluran
uretra juga penting dalam proses ejakulasi semen dari saluran reproduksi pria.
Pada striktur uretra terjadi penyempitan dari lumen uretra akibat terbentuknya
jaringan fibrotik pada dinding uretra. Striktur uretra menyebabkan gangguan dalam
berkemih, mulai dari aliran berkemih yang mengecil sampai sama sekali tidak dapat
mengalirkan urin keluar dari tubuh.
Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita, karena uretra
pada wanita lebih pendek. Segala sesuatu yang melukai uretra dapat menyebabkan
striktur.
zzzz
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. DEFINISI
Striktur uretra adalah penyempitan atau penyumbatan lumen uretra akibat
adanya jaringan fibrotik pada uretra dan/atau daerah peri uretra, yang pada tingkat
lanjut dapat menyebabkan fibrosis pada korpus spongiosum. Penyakit ini lebih
banyak terjadi pada pria daripada wanita karena adanya perbedaan panjang uretra.
Uretra pria dewasa berkisar antara 23-25 cm, sedangkan uretra wanita sekitar 3-5 cm.
3. ETIOLOGI
Striktur uretra dapat terjadi pada:
1. Kelainan Kongenital
Hal ini jarang terjadi. Misalnya: Meatus kecil pada
meatus
ektopik
pada
pasien
hipospodia.
Divertikula
Post Operasi
Beberapa operasi pada saluran kemih dapat menimbulkan striktur
uretra, seperti operasi prostat, operasi dengan alat endoskopi.
5.
Infeksi
Merupakan faktor yang paling sering menimbulkan striktur uretra,
seperti infeksi oleh kuman gonokokus yang menyebabkan uretritis
gonorrhoika ataupun non gonorrhoika, terutama yang terjadi secara berulang.
6. Tumor
4. PATOFISIOLOGI
Struktur uretra terdiri dari lapisan mukosa dan lapisan submukosa. Lapisan
mukosa pada uretra merupakan lanjutan dari mukosa buli-buli, ureter dan ginjal.
Mukosanya terdiri dari epitel kolumnar, kecuali pada daerah dekat orifisium eksterna
epitelnya skuamosa dan berlapis. Submukosanya terdiri dari lapisan erektil vaskular.
Apabila terjadi perlukaan pada uretra, maka akan terjadi penyembuhan secara
epimorfosis, artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan lain (jaringan ikat)
yang tidak sama dengan semula. Jaringan ikat ini menyebabkan hilangnya elastisitas
dan memperkecil lumen uretra, sehingga terjadi striktur uretra.
Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan
terbentuknya jaringan parut pada uretra. Jaringan parut ini berisi kolagen dan
fibroblas, dan ketika mulai menyembuh jaringan ini akan berkontraksi ke seluruh
ruang pada lumen dan menyebabkan pengecilan diameter uretra, sehingga
menimbulkan hambatan aliran urine. Karena adanya hambatan, aliran urine mencari
jalan keluar di tempat lain dan akhirnya mengumpul di rongga periuretra. Karena
7uiuekstravasasi urine, daerah tersebut akan rentan terjadi infeksi akan menimbulkan
abses periuretra yang kemudian bias membentuk fistula uretrokutan (timbul
hubungan uretra dan kulit).
5.
tiga tingkatan:
1. Ringan, jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra
2. Sedang, jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan diameter lumen uretra
3. Berat, jika terdapat oklusi lebih besar dari diameter lumen uretra
Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus
spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.
6. GEJALA KLINIS
Gejala penyakit ini mirip seperti gejala penyebab retensi urine tipe
obstruktif lainnya. Diawali dengan sulit kencing atau pasien harus mengejan
untuk memulai kencing namun urine hanya keluar sedikit-sedikit. Gejala
tersebut harus dibedakan dengan inkontinensia overflow, yaitu keluarnya
urine secara menetes, tanpa disadari, atau tidak mampu ditahan pasien.
Gejala-gejala lain yang harus ditanyakan ke pasien adalah adanya disuria,
frekuensi kencing meningkat, hematuria dan perasaan sangat ingin kencing
yang terasa sakit. Jika curiga penyebabnya adalah infeksi, perlu ditanyakan
adanya tanda-tanda radang seperti demam atau keluar nanah. Selain itu, bisa
juga disertai pembengkakan/abses di daerah perineum dan skrotum, serta bila
terjadi infeksi sistematik juga timbul panas badan, menggigil, dan kencing
berwarna keruh.
7. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
A. Anamnesa
Untuk mencari gejala dan tanda adanya striktur uretra dan juga mencari
penyebab striktur uretra.
B. Pemeriksaan Fisik Generalis dan Lokalis
Untuk mengetahui keadaan penderita dan juga untuk meraba fibrosis di uretra,
infiltrat, abses atau fistula.
2. Pemeriksaan Penunjang
A. Laboratorium
-
B. Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan
pancaran urin. Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan
lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran urin normal adalah 20 ml/detik.
Bila kecepatan pancaran kurang dari 10 ml/detik menandakan ada obstruksi.
C. Radiologi
Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk melihat letak
penyempitan dan besarnya penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih
lengkap mengenai panjang striktur adalah dengan membuat foto bipolar
sistouretrografi dengan cara memasukkan bahan kontras secara antegrad dari
buli-buli dan secara retrograd dari uretra. Dengan pemeriksaan ini panjang
Penggunaan
ultrasonografi
(USG)
cukup
berguna
dalam
mengevaluasi striktur pada pars bulbosa. Dengan alat ini kita juga bisa
mengevaluasi panjang striktur dan derajat luas jaringan parut, contohnya
spongiofibrosis.
D. Instrumentasi
Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan
memasukkan kateter Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba dengan
kateter dengan ukuran yang lebih kecil sampai dapat masuk ke buli-buli.
Apabila dengan kateter ukuran kecil dapat masuk menandakan adanya
penyempitan lumen uretra.
E. Uretroskopi
Untuk melihat secara langsung adanya striktur di uretra. Jika
diketemukan adanya striktur langsung diikuti dengan uretrotomi interna
(sachse) yaitu memotong jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse.
8. DIAGNOSIS
Diagnosis striktur uretra dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Diagnosis pasti striktur uretra didapat dari pemeriksaan radiologi, tentukan
lokasi dan panjang striktur serta derajat penyempitan dari lumen uretra.
9. PENATALAKSANAAN
Tujuan dari pengobatan striktur uretra adalah kesembuhan permanen,
tidak hanya sembuh sementara. Pengobatan terhadap striktur uretra tergantung
pada lokasi striktur, panjang/pendek striktur dan kedaruratannya. Contohnya,
jika pasien datang dengan retensi urine akut, secepatnya lakukan sistostomi
10
11
10. KOMPLIKASI
A. Trabekulasi, sakulasi dan divertikel
Pada striktur uretra kandung kemih harus berkontraksi lebih kuat, maka otot
kalau diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian
akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan menebal
terjadi trabekulasi pada fase kompensasi, setelah itu pada fase dekompensasi
timbul sakulasi dan divertikel. Perbedaan antara sakulasi dan divertikel adalah
penonjolan mukosa buli pada sakulasi masih di dalam otot buli sedangkan
divertikel menonjol di luar buli-buli, jadi divertikel buli-buli adalah tonjolan
mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot.
B. Residu urine
Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat tidak
timbul residu. Pada fase dekompensasi maka akan timbul residu. Residu adalah
keadaan dimana setelah BAK masih ada urine dalam kandung kemih. Dalam
keadaan normal residu ini tidak ada.
C. Refluks vesiko ureteral
12
Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine dikeluarkan buli-buli
melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesika yang
meninggi maka akan terjadi refluks, yaitu keadaan dimana urine dari buli-buli
akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai ginjal.
D. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal
Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu cara tubuh
mempertahankan buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan setiap saat
mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi
maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli mudah terkena infeksi.Adanya
kuman yang berkembang biak di buli-buli dan timbul refluks, maka akan timbul
pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan
segala akibatnya.
E. Infiltrat urine, abses dan fistulasi
Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang meninggi maka bisa
timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proksimal dari striktur. Urine
yang terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat
urine, kalau tidak diobati infiltrat urine akan timbul abses, abses pecah timbul
fistula di supra pubis atau uretra proksimal dari striktur.
11. PENCEGAHAN
-
13
12. PROGNOSIS
Striktur uretra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering menjalani
pemeriksaan yang teratur oleh dokter. Penyakit ini dikatakan sembuh jika
setelah dilakukan observasi selama 1 tahun tidak menunjukkan tanda-tanda
kekambuhan. Setiap pasien kontrol berkala dilakukan pemeriksaan pancaran
urine yang langsung dilihat oleh dokter atau dengan pemeriksaan
uroflowmetri. Untuk mencegah terjadinya kekambuhan, sering kali pasien
harus menjalani beberapa tindakan, antara lain dilatasi berkala dengan busi
dan kateterisasi bersih mandiri berkala (KBMB) atau CIC (clean intermitten
catheterization), yaitu pasien dianjurkan melakukan kateterisasi secara
periodik pada waktu tertentu dengan kateter yang bersih (tidak perlu steril).
14
DAFTAR PUSTAKA
15
16