Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Muamalah
Muamalah dapat dilihat dari dua segi, yaitu dari segi bahasa
dan dari segi istilah atau terminologi. Menurut bahasa, muamalah
berasal dari kata:





Artinya :
Saling bertindak, saling berbuat, dan saling berhubungan antara
seorang dengan lainnya.
Secara terminologi, muamalah dapat dibagi menjadi dua
macam, yaitu pengertian muamalah dalam arti luas dan dalam arti
sempit. Pengertian muamalah dalam arti luas yaitu menghasilkan
duniawi supaya menjadi sebab suksesnya ukhrawy. Menurut
Muhammad Yusuf Musa yang dikutip Abdul Majid : Muamalah
adalah peraturan- peraturan Allah yang harus diikuti dan ditaati
dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia.
Jadi muamalah dalam arti luas, yaitu aturan- aturan (hukum- hukum)
Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan
duniawi dalam pergaulan sosial.
Adapun pengertian muamalah dalam arti sempit (khas), para
ulama memberikan defenisi yang berbeda menurut Hudhari Byk
yang dikutip oleh hendi Suhendi, muamalah adalah semua akad
yang membolehkan manusia saling menukar manfaatnya
3

Berdasarkan

defenisi

di

atas

dapat

dipahami

bahwa

pengertian muamalah dalam artian sempit (khas), yaitu semua


akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaatnya
dengan cara dan aturan yang telah ditentukaan Allah. Manusia
berkewajiban mengikuti cara- cara itu dan menaati aturan- Nya.
Adapun pengertian fiqh muamalah, menurut Abdullah al-
Sattar fathullah Saiid yang dikutip oleh Nasrun Haroen, yaitu
hukum- hukum yang berkaitan dengan tindakan manusia dalam
persoalan- persoalan keduniaan. Misalnya persoalan jual beli, utang
piutang,

kerja

sama

dagang,

perserikatan,

kerjasama

dalam

penggarapan tanah dan sewa- menyewa. Manusia dalam defenisi


ini adalah seorang yang telah mukallaf, yaitu yang telah dikenai
beban taklif karena telah balig, berakal dan cerdas.

B. Ruang Lingkup Fiqh Muamalah


Sesuai dengan penjelasan pengertian muamalah yang telah
diuraikan sebelumnya, maka ruang lingkup fiqh muamalah juga
terbagi dua, yaitu ruang lingkup muamalah madiyah dan muamalah
adabiyah.
Ruang

lingkup

pembahasan

muamalah

madiyah

ialah

masalah jual beli (al- bai/al- tijarah), gadai al- rahn), jaminan dan
tanggungan (kafalah dan dhaman), pemindahan utang (Al- hiwalah), jatuh
bangkrut

(taflis),

batasan

bertindak

(al-

hajru),

perseroan

atau

perkongsian (al- syirkah), perseroan harta tenaga (al- mudhorobah), sewa

menyewa (al- ijarah), pinjam- meminjam (al- ariyah), barang titipan (al-
wadlitah), barang temuan (al- luqathah), garapan tanah (al- mujaraah)
sewa- menyewa tanah (al- mukhabarah), upah (ujrah al- amal), gugatan
(al- syufah), sayembara (al- jialah), pembagian kekayaan bersama (al-
qismah), pemberian (al- hibah), pembebasan (al- ibra) damai (as- shulhu),
dan di tambah dengan beberapa masalah kontemporer (al- muasirah/ al
muhadisah), seperti masalah bunga bank, dan asuransi kredit.
Sedangkan ruang lingkup muamalah yang bersifat adabiyah ialah
ijab qobul, saling meridhoi, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak,
hak

dan

kewajiban,

kejujuran,

pedagang,

penipuan,

pemalsuan,

penimbunan, dan segala sesuatu yang bersumber dari indra manusia


yang ada kaitannya dengan peredaran harta dalam hidup bermasyarakat.
Bentuk- bentuk muamalah tersebut tidak keluar dari tiga macam:
a. Muamalah yang difardukan, yakni yang diperintahkan oleh Allah
untuk dikerjakan.
b. Muamalah yang dilarang Allah atau Rasul- Nya. Ini yang dinamakan
mahram filuhu.
c. Muamalah yang boleh dikerjakan atau ditinggalkan.
Muamalah seperti ini terbagi menjadi tiga:
1. Muamalah

yang

diberi

pahala

kepada

orang

yang

mengerjakannya, tetapi tidak dikenakan dosa kepada orang yang


tidak mengerjakannya. Ini dinamakan mandud.

2. Muamalah

yang

diberi

pahala

kepada

orang

yang

meninggalkannya, tetapi tidak dikenakan dosa kepada orang


yang mengerjakannya. Ini dinamakan makruh.
3. Muamalah

yang

mengerjakannya

tidak

diberi

ataupun

pahala

kepada

meninggalkannya.

orang

Ini

yang

dinamakan

mubah.

C. Prinsip-Prinsip Muamalah
Kata

prinsip

diartikan

sebagai

asas,

pokok,

penting,

permulaan, fundamental, dan aturan pokok. Sedangkan kata


muamalah

berarti

hukum

yang

mengatur

hubungan

antara

manusia. Prinsip muamalah dibagi menjadi dua, diantaranya prinsip


dasar (asas) dan prinsip umum.
1. Prinsip Dasar (Asas)
a. Hukum asal dalam Muamalah adalah mubah (diperbolehkan)
Ulama fiqih sepakat bahwa hukum asal dalam transaksi muamalah
adalah diperbolehkan (mubah), kecuali terdapat nash yang melarangnya.
Dengan demikian, kita tidak bisa mengatakan bahwa sebuah transaksi itu
dilarang sepanjang belum/ tidak ditemukan nash yang secara sharih
melarangnya. Berbeda dengan ibadah, hukum asalnya adalah dilarang. Kita
tidak bisa melakukan sebuah ibadah jika memang tidak ditemukan nash yang
memerintahkannya, ibadah kepada Allah tidak bisa dilakukan jika tidak
terdapat syariat dari-Nya.
b. Konsep Fiqih Muamalah untuk mewujudkan kemaslahatan

Fiqih muamalah akan senantiasa berusaha mewujudkan kemaslahatan,


mereduksi permusuhan dan perselisihan di antara manusia. Allah tidak
menurunkan

syariah,

kecuali

dengan

tujuan

untuk

merealisasikan

kemaslahatan hidup hamba-Nya, tidak bermaksud memberi beban dan


menyempitkan ruang gerak kehidupan manusia.
c. Menetapkan harga yang kompetitif

Islam melaknat praktik penimbunan (ikhtikar), karena hal ini


berpotensi menimbulkan kenaikan harga barang yang ditanggung oleh
konsumen. Di samping itu, Islam juga tidak begitu suka (makruh) dengan
praktik makelar (simsar), dan lebih mengutamakan transaksi jual beli
(pertukaran) secara langsung antara produsen dan konsumen, tanpa
menggunakan jasa perantara. Karena upah untuk makelar, pada akhirnya akan
dibebankan kepada konsumen. Untuk itu Rasulullah melarang transaksi jual
beli hadir lilbad, yakni transaksi yang menggunakan jasa makelar.
d. Meninggalkan Intervensi yang dilarang

Perlu disadari bahwa nilai-nilai solidaritas sosial ataupun ikatan


persaudaraan dengan orang lain lebih penting daripada sekedar nilai materi.
Untuk itu, Rasulullah melarang untuk menumpangi transaksi yang sedang
dilakukan orang lain, kita tidak diperbolehkan untuk intervensi terhadap akad
atau pun jual beli yang sedang dilakukan oleh orang lain.
e. Menghindari Eksploitasi

Sebagai seorang mslim hendaknya kita tidak mengeksploitasi sesama


saudara muslim yang sedang membutuhkan sesuatu, dengan cara menaikkan

harga atau syarat tambahan yang memberatkan. Kita tidak boleh


memanfaatkan keadaan orang lain demi kepentingan pribadi.
f.

Memberikan Kelenturan dan Toleransi


Kelenturan dan toleransi itu bisa diberikan kepada debitur yang sedang
mengalami kesulitan finansial, karena bisnis yang dijalankan sedang
mengalami resesi.

g. Jujur dan Amanah

Satu hal yang bisa menafikan semangat kejujuran dan amanah adalah
penipuan. Dalam konteks bisnis, bentuk penipuan ini bisa diwujudkan dengan
melakukan manipulasi harga, memasang harga tidak sesuai dengan kriteria
yang sebenarnya. Menyembunyikan cacat yang bisa mengurangi nilai obyek
transaksi. Dalam hal ini, Rasulullah bersabda, Tidak dihalalkan bagi pribadi
muslim menjual barang yang diketahui terdapat cacatnya, tanpa ia
memberikan informasinya.

2. Prinsip Umum
a. Taawun (tolong- menolong)
Kita sebagai umat muslim harus saling tolong menolong, ini
juga

manandakan

kita

sebagai

makhluk

membutuhkan pertolongan satu sama lain.


b. Niat / Itikad baik

sosial

yang

saling

Dalam melakukan dan menciptakan keterkaitan hubungan


antar sesama manusia hendaknya didasari dengan Itikad yang
baik.
c. Al- Muawanah (kemitraan)
Al- muawanah atau kemitraan

merupakan hubungan

yang terjadi dengan tujuan saling mengisi dan memberi


peluang baik untuk kepentingan diri sendiri maupun orang
lain
d. Adanya kepastian hukum
Dengan

adanya

kepastian

hukum,

segala

keterkaitan,

hubungan, akad dan kerjasama antara dua pihak maupun lebih


dapat bebas dari rasa keragu- raguan sebab adanya aturan- aturan
yang telah ditetapkan yang bertujuan menjaga terlaksananya hak
dan kewajiban dalam suatu hubungan

Anda mungkin juga menyukai