Anda di halaman 1dari 15

Nugroho Pola Hub. SDH Vol.3 No.

1
POLA HUBUNGAN ANTARA KADAR BILIRUBIN SERUM
DENGAN BILIRUBINURIA
Oleh
Nugroho Tristyanto
Dosen Analis Kesehatan Akademi Analis Kesehatan Malang
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara bilirubin serum dengan
bilirubinuria. Dilaksanakan dengan menganalisa pasien dengan kadar bilirubin direk dan
bilirubin total yang memberikan hasil positif bilirubinuria dari semua golongan usia. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang datang di RSI Unisma Malang.
Rancangan dengan menggunakan pandekatan observational analytical crossectional.
Pemeriksaan bilirubin serum dilakukan dengan cara reaksi diazotasi, sedangkan untuk
pemeriksaan bilirubin urin dilaksanakan dengan cara caik clup Combur 10 test M. Hasil
penelitian diperoleh 75 pasien dengan bilirubin urin positif, diantaranya: 49 pasien dengan
bilirubinuria +1, 15 pasien dengan bilirubinuria +2, dan 11 pasien dengan bilirubinuria +3.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan adanya korelasi positif antara bilirubin direk serum
dengan bilirubinuria. Ditemukan pula adanya hasil dengan bilirubinuria positif palsu, hal ini
dikarenakan adanya konsumsi obat piridium, indikan, klorpromasin oleh pasien, selain itu juaga
danya over estimasi pada pengukuran fraksi bilirubin direk, sehingga nilai normal dilaporkan
sebesar 0,1-0,5 mg/dl.
Kata Kunci : Faal Hati, Bilirubin Serum, Bilirubinuria
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pemeriksaan bilirubin merupakan salah satu dari beberapa pemeriksaan yang dilakukan
untuk mengetahui faal hati, trutama untuk mengetahui fungsi ekskresi hati. Bilirubin merupakan
pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin dalam proses pemecahan
eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu sekitar 20% bilirubin berasal dari perombakan
zat-zat lain. Sel retikuloendotel membuat bilirubin tidak larut dalam air, bilirubin yang
disekresikan dalam darah harus diikatkan kepada albumin untuk diangkut dalam plasma menuju
hati. Di dalam hati, hepatosit melepaskan ikatan itu dan mengkonjugasinya dengan asam
glukoronat sehingga bersifat larut air. Proses konjugasi ini melibatkan enzim
glukoroniltransferase.
Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin) masuk ke saluran empedu dan
diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya menjadi urobilinogen dan dibuang
melalui feses serta sebagian kecil melalui urin. Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam
sulfanilat yang terdiazotasi membentuk azobilirubin (reaksi van den Bergh), karena itu sering dinamakan
bilirubin direk atau bilirubin langsung.

Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas yang terikat albumin dan
harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain sebelum dapat bereaksi, oleh karena
itu dinamakan bilirubin indirek atau bilirubin tidak langsung. (labkesehatan.blogspot.com)

1 Hati
Hati adalah organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Walaupun hanya membentuk 2%
dari berat tubuh total, hati menerima 1500 ml darah per menit, atau sekitar 28% dari curah
jantung, agar dapat melaksanakan fungsinya. Hati melakukan berbagai proses metabolic terhadap
konstituen-konstituen darah yang mengalir kepadanya sebagai produk sisa atau zat gizi, dan
sebaliknya banyak aktifitas hati secara langsung tercermin dalam beberapa zat yang beredar
dalam darah dan juga terdapat di cairan tubuh yang lain. Walaupun fungsi hati mempengaruhi
banyak metabolit, beberapa uji dan manipulasi berkorelasi baik dengan integritas structural dan
fungsional hati; pemeriksaan-pemeriksaan ini secara konvesional disebut Uji Fungsi Hati.
(Ronald A. Sacher dan Richard A. McPherson, 2004 : 360)
a.Anatomi Fisiologik Hati
Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati, yang berbentuk silindris dengan panjang
beberapa millimeter dan berdiameter 0,8 sampai 2 milimeter. Hati manusia berisi 50.000 sampai
100.000 lobulus.
Lobulus hati, yang ditunjukan dalam bentuk potongan pada gambar 2.1, terbentuk
mengelilingi sebuah vena centralis yang mengalir ke vena hepatica dan kemudian ke vena cava.
Lobulus sendiri dibentuk terutama dari banyak lempeng sel hepar yang memancar secara
sentrifugal dari vena centralis seperti jeruji roda.

Gambar 1 : Struktur dasar lobulus hati, memperlihatkan lempeng sel hati, pembuluh darh sistem
saluran empedudan sistem aliran limfe.
Masing-masing lempeng hepar tebalnya satu sampai dua sel, dan di antara sel yang berdekatan
terdapat kanalikuli biliaris kecil yang mengalir ke duktus biliaris di dalam septum fibrosa yang
memisahkan amper hati yang berdekatan (Guyton & Hall,1997 : 1103).
Juga di dalam septum terdapat venula porta kecil yang menerima darah terutama dari
vena saluran pencernaan melalui vena porta. Dari venule ini darah mengalir ke sinusoid hepar

gepeng dan bercabang yang terletak di antara lempeng-lempeng hepar dan kemudian ke vena
centralis. Dengan demikian, sel hepar terus menerus terpapar dengan darah vena porta.
Selain vena porta, juga ditemukan arteriol hepar di dalam septum interlobularis. Arteriol
ini menyuplai darah arteri ke jaringan septum diantara amper yang berdekatan, dan banyak
arteriol kecil juga mengalir langsung ke sinusoid hati, paling sering pada sepertiga jarak septum
interlobularis seperti terlihat dalam gambar 1.
Selain sel-sel hepar, sinusoid vena dilapisi dua tipe sel yang lain; (1) sel endotel khusus
dan (2) sel kupffer besar, yang merupakan makrofag jaringan (juga disebut sel retikuloendotel),
yang mampu memfagosit bakteri dan benda asing lain dalam darah sinus hepatikus. Lapisan
endotel sinusoid vena memiliki pori yang sangat besar, beberapa diantaranya berdiameter amper
1 mikrometer. Di bawah lapisan ini, terletak diantara sel endotel dan sel hepar, terdapat ruang
disse. Jutaan ruang disse kemudian menghubungkan pembuluh limfe di dalam septum
interlobularis. Oleh karena itu, kelebihan cairan di dalam ruangan ini dikeluarkan melalui aliran
limfatik. Karena besarnya pori di endotel, zat di dalam plasma bergerak bebas ke dalam ruang
disse, bahkan banyak protein plasma berdifusi dengan bebas ke ruangan ini (Guyton &
Hall,!997 : 1104).
Fungsi dasar hati dapat dibagi manjadi: (1) fungsi vaskuler untuk menyimpan dan
menyaring darah, (2) fungsi metabolisme yang berhubungan dengan sebagian besar
metabolismetubuh, dan (3) fungsi sekresi dan ekskresi yang berperan membentuk empedu yang
mengalir melalui saluran empedu ke salura pencernaan (Guyton & Hall,!997 : 1103).
Fungsi hati diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :
1). Vaskuler; - menimbun dan filtrasi darah
2). Ekskresi; - Membentuk empedu dan mengekskresikan ke Usus
- Bilirubin, cholesterol, garam empedu empedu
- Logam berat , zat warna BSP
3). Metaboloik;
- Karbohidrat, protein, lemak, vitamin
4). Pertahanan Tubuh; - Detoksifikasi bahan bahan beracun, dengan : konjugasi, reduksi, metilasi,
asetilasi, oksidasi, hidroksilasi
- Sel sel kupfer
- fagositosis
- Pembentukan antibody
2 Fungsi Sistem Vaskuler Hepar
Kira-kira 1100 mililiter darah mengalir dari vena porta ke sinusoid hati setiap menit, dan
tambahan sekitar 350 mililiter lagi ke sinusoid dari arteri hepatica, dengan total rata-rata 1450
ml/menit. Jumlah ini sekitar 29% dari sisa curah jantung, amper satu pertiga aliran total darah
tubuh (Guyton & Hall,!997 : 1104).
a. Pasokan Darah
Darah masuk ke hati dari dua sumber: arteri dan vena. Arteri hepatica membawa darah
arteri langsung dari aorta. Pasokan darah ini kaya akan oksigen; darah
ini juga membawa
produk sisa dari seluruh tubuh yang sebelumnya kembali melalui aliran balik vena, ke vena kava,
dan kemudian ke jantung. Vena porta mengalirkan darah yang sebelumnya mengalir melalui
jaringan kapiler limpa dan dari saluran cerna.
Darah porta kaya akan zat gizi yang diserap dari makanan oleh usus, yaitu bahan yang
harus menjalani serangkaian perubahan metabolic agar dapat digunsksn sebagai karbohidrat,

protein, dan lemak tubuh. Saluran-saluran yang membentuk amper vena porta memungkinkan
hati bekerja terhadap zat-zat yagn diserap langsung dari organ pencernaan tersebut sebelum
mereka beredar ke jantung dan organ lain. Cabang arteri hepatica dan vena porta maencapai
bagian perifer setiap amper melalui saluran khusus yang disebut triad porta agar tercapai
distribusi zat gizi yang maksimum ke hepatosit. Dengan demikian, darah sinusoid adalah
campuran darah arteri dan vena. Vena central menerima semua darah dan mengembalikannya ke
sirkulasi sistemik melalaui vena hepatica yang besar, yang mengalirkan isinya ke vena cava
inferior.
Dua pertiga darah yang beredar melalui hati berasal dari vena porta, dan hanya sepertiga
amper langsung dari aorta. Dengan demikian, darah sinusoid mengandung lebih sedikit oksigen
daripada darah yang masuk ke sebagian besar oragan lain. Karena melakukan berbagai aktifitas
yang menguras amper dan beroperasi dalam batas oksigenasi yang relatife sempit, hepatosit
relatife rentan terhadap perubahan tekanan darah (syok), aliran darah, dan kandungan oksigen
(hipoksia).
b. Sistem Empedu
Salah satu dari berbagai fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya
antara 600 dan 1200 ml/hari. Empedu melakukan dua fungsi penting: Pertama, empedu
memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, bukan akibat enzim apa pun
dalam empedu yang menyebabkan pencernaan lemak tetapi karena asam empedu dalam dalam
empedu yagn melakukan dua hal: (1) asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel
lemak yang besar dalam makanan menjadi banyak bentuk partikel kecil yang dapat diserang oleh
enzim lipase yang disekresikan dalam getah pancreas dan (2) asam empedu membantu transport
dan absorpsi produk akhir lemak yagn dicerna menuju dan melalui membrane mukosa intestinal.
Kedua, empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang
penting dari darah. Hal ini terutama meliputi bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran
hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang dibentuk oleh sel-sel hati.
c. Anatomi Fisiologik dari Sekresi Empedu
Empedu disekresikan dalam dua tahap oleh hati: (1) Bagian awal disekresiakan oleh selsel hepatosit hati; sekresi awal ini mengandung sejumlah besar asam empedu, kolesterol, dan zatzat organic lainnya. Kemudian empedu disekresikan ke dalam kanalikuli biliaris kecil yang
terletak di antara sel-sel hati di dalam lempeng hepatic. (2) Kemudian, empedu mengalir ke
perifer menuju septa interlobularis, tempat kanalikuli mengosongkan empedu ke dalam duktus
biliaris terminal dan kemudian secara progresif ke dalam duktus yang lebih besar, akhirnya
mencapai duktus hepatikus dan duktus biliaris komunis, dari sini empedu langsung dikosongkan
ke dalam duodenum atau dialihkan melalui duktus sistikus ke dalam kandung empedu,
dintujukan pada gambar 2:

Gambar 2 : Sekresi Hati dan Pengosongan kandung empedu


Dalam perjalanannya melalui duktus-duktus biliaris ini, bagian kedua dari sekresi
ditambahkan ke dalam sekresi empedu yang pertama. Sekresi tambahan ini berupa larutan ionion natrium dan bikarbonat encer yang disekresiakan oleh sel-sel epitel sekretoris yang terletak
di dalam duktulus dan duktus. Sekresi kedua ini dirangsang oleh sekretin, sehingga
menyebabkan peningkatan jumlah ion-ion bikarbonat yagn menambah sekresi pancreas dalam
menetralkan asam lambung (Guyton & Hall,!997 : 1028).
Tabel 1. Komposisi dari empedu;

97,5 gr/dl
1,1 gr/dl
0,04 gr/dl
0,1 gr/dl
0,12 gr/dl
0,04 gr/dl

Empedu kandung
empedu
92 gr/dl
6 gr/dl
0,3 gr/dl
0,3 sampai 0,9 gr/dl
0,3 sampai 1,2 gr/dl
0,3 gr/dl

Na+

145 mEq/liter

130 mEq/liter

Ca+
K+
Cl

5 mEq/liter
5 mEq/liter
100 mEq/liter

23 mEq/liter
12 mEq/liter
25 mEq/liter

Empedu Hati
Air
Garam empedu
Bilirubin
Kolesterol
Asam-asam lemak
Lesitin

HCO3
28 mEq/liter
Sumber: Guyton & Hall,1997 : 1030

10 mEq/liter

3. Bilirubin
Bilirubin merupakan hasil akhir pemecahan hem yang penting, sebagian besar (85-90%)
terjadi dari penguaraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti
mioglobin. (Ronald A. Sacher dan Richard A. McPherson, 2004: 363). Bilirubin juga terbentuk
dari hasil perputaran hemoprotein hati dan dari destruksi premature eritrosit yang baru terbentuk
dalam sum-sum tulang (Robbins, 2007 : 666).

Seperti tampak pada gambar 2 bila sel darah merah sudah habis masa hidupnya, rata-rata
120 hari, dan menjadi terlalu rapuh untuk bertahan lebih lama dalam system sirkulasi, membrane
selnya pecah dan hemoglobin yang lepas difagositosis oleh jaringan makrofag (disebut juga
system retikuloendotelial) di seluruh tubuh. Di sini, hemoglobin pertama kali dipecah menjadi
globin dan hem,dan cin-cin hem dibuka untuk memberikan; (1) besi bebas yang ditransport ke
dalam darah oleh transferin, dan (2) rantai lurus dari empat inti pirol yaitu substrat dari mana
nantinya pigmen empedu akan dibentuk. Pigmen pertama yang dibentuk adalah biliverdin, tetapi
ini dengan cepat direduksi menjadi bilirubin bebas, yang secara bertahap dilepaskan ke dalam
plasma. Bilirubin bebas dengan segera bergabung sangat kuat dengan albumin plasma dan
ditranspor dalam kombinasi ini melalui darah dan cairan interstisial. Sekali pun berikatan dengan
protein plasma, bilirubin ini masih disebut bilirubin bebas atau bilirubin tidak terkonjugasi
(indirek) untuk membedakanya dari bilirubin terkonjugasi yang akan dibicarakan nanti.
Sekali berada dalam usus, kira-kira setengah dari bilirubin konjugasi diubah oleh kerja
bakteri menjadi urobilinogen, yang mudah larut. Beberapa urobilinogen direabsorbsi melalui
mukosa usus kembali ke dalam darah. Sebagian besar dieksresikan kembali oleh hati ke dalam
usus, tetapi kira-kira 5% dieksresikan oleh ginjal ke dalam urin. Setlah terpapar dengan udara
dalam urin, urobilinogen teroksidasi menjadi urobilin, atau dalam feses urobilinogen diubah dan
dioksidasi menjadi sterkobilin (Guyton & Hall,1997 : 1108).
a.Bilirubin Direk dan Indirek
Sebagian besar bilirubin dalam darah normal terikat ke albumin, yaitu bentuk tidak larut atau
tidak terkonjugsi yang dibebaskan dari sel retikuloendotel sebelum dibersihkan oleh hati. Didalam plasma
umumnya juga terdapat sejumlah kecil bilirubin tekonjugasi yang larut air yang masuk ke dalam darah
karena kebocoran minor pada hepatosit dalam darah menjahui pembentukan dan ekskresi empedu. Baik
jumlah total maupun proporsi relative fraksi bilirubin terkonjugasi dan tidak terkonjugasi sangat
bermanfaat dalam diagnosa ikterus dan penyakit hati. Bilirubin pascahepatik terkonjugasi bereaksi cepat
pada berbagai uji yang sering digunakan karena kelarutan inheren zat ini sehingga disebut zat yang
bereaksi langsung; bilirubin tidak terkonjugasi harus dicampur dengan alcohol atau zat pelarut yang lain
sebelum dapat secara efisien bereaksi dalam pemeriksaan sehingga disebut sebagai zat yang bereaksi
secara tidak langsung. Bilirubin direk larut dalam air dan dapat dikeluarkan melalui urin. Sedangkan
bilirubin indirek tidak larut dalam air dan terikat pada albumin. Bilirubin total merupakan penjumlan
bilirubin direk dan indirek, sedangkan bilirubin total dan bilirubin direk diukur secara terpisah dan
perbedaan keduanya menghasilkan fraksi indirek (R.A. Sacher dan RA. McPherson, 2004 : 364).

b.Perubahan Patofisiologik
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit,
Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar
Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi
Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah
apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau yang mengalami gangguan ekskresi misalnya
sumbatan saluran empedu ( USUdigitalibrary. com).
Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana konsentrasi bilirubin darah melebihi 1 mg/dl.
Pada konsentrasi lebih dari 2 mg/dl, hiperbilirubinemia akan menyebabkan gejala ikterik atau
jaundice. Ikterik atau jaundice adalah keadaan dimana jaringan terutama kulit dan sklera mata
menjadi kuning akibat deposisi bilirubin yang berdiffusi dari konsentrasinya yang tinggi didalam
darah.

Hiperbilirubinemia dikelompokkan dalam dua bentuk berdasarkan penyebabnya yaitu


hiperbilirubinemia retensi yang disebabkan oleh produksi yang berlebih dan hiperbilirubinemia
regurgitasi yang disebabkan refluks bilirubin kedalam darah karena adanya obstruksi bilier.
Hiperbilirubinemia retensi dapat terjadi pada kasus-kasus haemolisis berat dan gangguan
konjugasi. Hati mempunyai kapasitas mengkonjugasikan dan mengekskresikan lebih dari 3000
mg bilirubin perharinya sedangkan produksi normal bilirubin hanya 300 mg perhari. Hal ini
menunjukkan kapasitas hati yang sangat besar dimana bila pemecahan heme meningkat, hati
masih akan mampu meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin larut. Akan tetapi lisisnya
eritrosit secara massive misalnya pada kasus sickle cell anemia ataupun malaria akan
menyebabkan produksi bilirubin lebih cepat dari kemampuan hati mengkonjugasinya sehingga
akan terdapat peningkatan bilirubin tak larut didalam darah. Peninggian kadar bilirubin tak larut
dalam darah tidak terdeteksi didalam urine sehingga disebut juga dengan ikterik acholuria.
Beberapa kelainan penyebab hiperbilirubinemia retensi diantaranya seperti Syndroma
Crigler Najjar I yang merupakan gangguan konjugasi karena glukoronil transferase tidak aktif,
diturunkan secara autosomal resesif, merupakan kasus yang jarang, dimana didapati konsentrasi
bilirubin mencapai lebih dari 20 mg/dl.
Syndroma Crigler Najjar II, merupakan kasus yang lebih ringan dari tipe I, karena
kerusakan pada isoform glukoronil transferase II, didapati bilirubin monoglukoronida terdapat
dalam getah empedu.
Syndroma Gilbert, terjadi karena haemolisis bersama dengan penurunan uptake bilirubin
oleh hepatosit dan penurunan aktivitas enzym konjugasi dan diturunkan secara autosomal
dominan.
Hiperbilirubinemia regurgitasi paling sering terjadi karena terdapatnya obstruksi pada
saluran empedu, misalnya karena tumor, batu, proses peradangan dan sikatrik. Sumbatan pada
duktus hepatikus dan duktus koledokus akan menghalangi masuknya bilirubin keusus dan
peninggian konsentrasinya pada hati menyebabkan refluks bilirubin larut ke vena hepatika dan
pembuluh limfe. Bentuknya yang larut menyebabkan bilirubin ini dapat terdeteksi dalam urine
dan disebut sebagai ikterik choluria. Karena terjadinya akibat sumbatan pada saluran empedu
disebut juga sebagai ikterus kolestatik.
Beberapa kelainan lain yang menyebabkan hiperbilirubinemia regurgitasi adalah
Syndroma Dubin Johnson, diturunkan secara autosomal resesif, terjadi karena adanya defek pada
sekresi bilirubin terkonjugasi dan estrogen ke sistem empedu yang penyebab pastinya belum
diketahui.
Syndroma Rotor, terjadi karena adanya defek pada transport anion an organik termasuk
bilirubin, dengan gambaran histologi hati normal, penyebab pastinya juga belum dapat diketahui.
Hiperbilirubinemia toksik adalah gangguan fungsi hati karena toksin seperti chloroform,
arsfenamin, asetaminofen, carbon tetrachlorida, virus, jamur dan juga akibat cirhosis. Kelainan
ini sering terjadi bersama dengan terdapatnya obstruksi. Gangguan konjugasi muncul besama
dengan gangguan ekskresi bilirubin dan menyebabkan peningkatan kedua jenis bilirubin baik
yang larut maupun yang tidak larut.
Terapi phenobarbital dapat menginduksi proses konjugasi dan ekskresi bilirubin dan
menjadi preparat yang menolong pada kasus ikterik neonatus tapi tidak pada sindroma Crigler
najjar. Phototerapi dengan cahaya dapat merubah bilirubin menjadi lebih polar dan merubahnya
menjadi beberapa isomer yang larut dalam air meskipun tampa konjugasi dengan asam
glukoronida sehingga dapat diekskresikan keempedu. Kasus obstruksi umumnya ditangani
dengan tindakan bedah.

Tabel 2 : Pemeriksaan Laboratorium Sebagai Petunjuk Diagnostik


Klinis
Normal
Hepatitis
Hemolotik
Obstruksi

Bilirubin
Plasma (mg/hari)
Urin

Indirect

Direct

0,2-0,7

0,1-0,4

Sumber : T. Helvi Mardiani, Metabolisme Heme, 2004, www.USUdigitalibrary.com

erangan : ; Terjadi peningkatan, jika menunjukan tanda panah dua, berarti peningkatan dua kali lipat
.

4.Ikterus
Bilirubin tak terkonjugasi dan bilirubin glukoronida dapat menumpuk secara sistemik dan
mengendap dalam jaringan, menimbulkan warna kuning ikterus. (Robbins, 2007 : 667).
Perkataan ikterus berarti jaringan tubuh berwarna kekuning-kuningan pada kulit dan jaringan
dalam. Penyebab umum ikterus adalah adanya sejumlah besar dalam cairan ekstraselular, baik
bilirubin terkonjugasi dan takterkonjugasi (Guyton & Hall,1997 : 1108).
Terdapat dua perbedaan patofisiologis penting antara kedua bentuk bilirubin. Bilirubin
takterkonjugasi berikatan kuat dengan albumin serum dan pada dasarnya tidak larut air pada pH
fisiologis. Bentuk ini tidak dapat diekskresikan dalam urin walaupun kadar dalam darah sangat
tinggi. Secara normal, sejumlah bilirubin tak-terkonjugasi terdapat sebagai anion bebas-albumin
di dalam plasma. Fraksi plasma yang tak-terikat dapat meningkat pada penyakit hemolitik yang
parah atau jika obat pengikat protein menggeser bilirubin dari albumin.
Sebaliknya, bilirubin terkonjugasi bersifat larut air, nontoksik, dan hanya berikatan secara
lemah dengan albumin. Karena kelarutan dan ikatannya yang lemah dengan albumin , kelebihan
bilirubin terkonjugasi dalam plasma dapat dikeluarkan melalu urin.
Pada orang dewasa normal, kadar bilirubin serum bervariasi antara 0,3 sampai dengan 1,2
mg/dl, dan laju pembentukan bilirubin sistemik setara dengan laju penyerapan oleh hati,
konjugasi, dan ekskresi empedu. Ikterus akan tampak jika kadar bilirubin serum meningkat
melebihi 2,0 ampai 2,5 mg/dl; pada penyakit yang parah, kadar dapat mencapai 30 hingga 40
mg/dl. Ikterus terjadi jika keseimbangan antara produksi dan pengeluaran bilirubin terganggu
oleh satu atau lebih mekanisme berikut ini : (1) produksi bilirubin yang berlebihan, disebabkan
oleh; Peningkatan sel darah merah, penurunan umur sel darah merah, peningkatan early bilirubin,
(2) penurunan penyerapan oleh hati, (3) gangguan konjugasi, (4) penurunan ekskresi
hepatoselular, dan (5) gangguan aliran empedu, baik intra maupun ekstrahepatik. Tiga
mekanisme yang pertama dapat menyebabkan hiperbilirubinemia tak-terkonjugasi, dan dua yang
terakhir menyebabkan hiperbilirubinemia yang terutama terkonjugasi (Robbins, 2007 : 668).

5.Biirubin Serum dan Bilirubin Urin


a.Bilirubin Serum
Bilirubin yang ada di dalam serum merupakan resultance dari kecepatan ekskresinya.
Mekanisme peningkatan bilirubin serum dapat berupa;
Produksi yang berlebih
Gangguan uptake, konjugasi dan ekskresi

a.
b.

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Refluk pigmen empedu akibat kerusakan hepatosit atau obstruksi saluran empedu.
Harga normal; Dewasa : total : 0,1 1,2 mg/dl
direk : 0,1 0,3 mg/dl
indirek : 0,1 1,0 mg/ dl
Anak : total : 0,2 0,8 mg/dl
indirek sama dengan kadar orang dewasa
Bayi baru lahir : total : 1 12 mg/dl,
indirek sama dengan kadar orang dewasa
b.Prosedur
Persiapan sampel:
Darah diambil menggunakan spuit kira-kira sebanyak 3 cc.
Darah dimasukkan ke dalam tabung eppendorf dan disentrifuge dengan kecepatan 4000 rpm
selama 10 menit, kemudian diambil serumnya untuk sampel.
Pemeriksaan bilirubin total:
Reagen AT 540 ml terdiri atas : sulfanilic acid 29 mmol/l, hydrocloric acid 0,2 mol/l,
cetrimide 50 mmol/l. Reagen BT 510 ml terdiri atas : sodium nitrit 11,6 mmol/l.
Campurkan reagen AT 4 ml ditamabah reagen BT 1 ml, masukkan didalam botol, dan
campurkan perlahan. Lalu masukan di dalam alat Biosystem.
Diambil serum dengan menggunakan mikropipet 200 ul.
Dimasukkan serum ke dalam cup sampel.
Diletakkan cup sampel pada rak sampel di alat Biosystem.
Dipilih program untuk tes bilirubin total, dengan menekan tombol program.
Selanjutnya hasil secara automatik didapatkan dalam bentuk prin out

Pemeriksaan bilirubin direct:


Reagen AD terdiri atas : sulfanilic acid 35 mmol/l, hydrocloric acid 0,24 mmol/l, sedangkan
reagen BD terdiri atas : sodium nitrit 3,5 mmol/l.
a. Campurkan 1 ml regen BD dengan 4 ml reagen AD ke dalam botol reagen, campurkan perlahan
dan letakkan di dalam alat Biosystem.
b. Diambil serum dengan menggunakan mikropipet 200 ul.
c. Dimasukkan serum ke dalam cup sampel.
d. Diletakkan cup sampel pada rak sampel di alat Biosystem.
e. Dipilih program untuk tes bilirubin direct, dengan menekan tombol program.
f. Selanjutnya hasil secara automatik didapatkan dalam bentuk prin out
Nilai diagnostik ;
Bilirubin Total, Direk;
Peningkatan kadar dapat disebabkan, karena: ikterik obstruktif karena batu atau
neoplasma,hepatitis , sirosis hati, mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson.
Pengaruh obat : antibiotic (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, oksasilin,
tetrasiklin), sulfonamide, obat antituberkulosis (asam para-aminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretic
(asetazolamid, asam etakrinat), mitramisin, dekstran, diazepam (valium), barbiturate, narkotik (kodein,
morfin, meperidin), flurazepam, indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin, prokainamid, steroid,
kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C, K.
Sedangkan untuk penurunannya dapat disebabkan, karena: anemia defisiensi besi. Pengaruh obat :
barbiturate, salisilat (aspirin), penisilin, kafein dalam dosis tinggi.
Bilirubin indirek;

Peningkatan kadar dikarenakan: eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria,
anemia pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis terdekompensasi, hepatitis.
Pengaruh obat : aspirin, rifampin, fenotiazin.
Untuk penurunannya disebabkan karena: pengaruh obat (lihat bilirubin total, direk). Faktor yang
dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
Makan malam yang mengandung tinggi lemak sebelum pemeriksaan dapat mempengaruhi kadar
bilirubin.
Wortel dan ubi jalar dapat meningkatkan kadar bilirubin.
Hemolisis pada sampel darah dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
Sampel darah yang terpapar sinar matahari atau terang lampu, kandungan pigmen empedunya akan
menurun.
Obat-obatan tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan kadar bilirubin.
6. Bilirubin Urin
Secara normal, bilirubin tidak dijumpai di urin. Bilirubin terbentuk dari penguraian hemoglobin
dan ditranspor ke hati, tempat bilirubin berkonjugasi dan diekskresi dalam bentuk empedu. Bilirubin
terkonjugasi (bilirubin direk) ini larut dalam air dan diekskresikan ke dalam urin jika terjadi peningkatan
kadar di serum. Bilirubin tak terkonjugasi (bilirubin indirek) bersifat larut dalam lemak, sehingga tidak
dapat diekskresikan ke dalam urin.

a.Prosedur
Uji bilirubinuria dapat menggunakan reaksi diazo (dengan tablet atau dipstick), atau uji
Fouchet (Harison spot test) dengan feri klorida asam (FeCl2). Uji bilirubinuria dengan reaksi
diazo banyak dipakai karena lebih praktis dan lebih sensitif. Di antara dua macam uji diazo, uji
tablet (mis. tablet Ictotest) lebih sensitif daripada dipstick.
1. Reaksi diazo
Kumpulkan spesimen urin pagi atau urin sewaktu/acak (random). Celupkan stik reagen
(dipstick) atau tablet Ictotest. Tunggu 30 detik, lalu bandingkan warnanya dengan bagan warna
pada botol reagen. Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk
memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual.
2. Uji Fouchet
Ke dalam 12 ml urin, tambahkan 3 ml barium klorida dan 3 tetes ammonium sulfat jenuh.
Centrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Buang supernatant, tambahkan 2 tetes
larutan Fouchet pada endapan. Amati perubahan warna yang terjadi.Reaksi negatif jika tidak
tampak perubahan warna. Reaksi positif jika terjadi perubahan warna : hijau atau biru.
Pengujian harus dilakukan dalam waktu 1 jam, dan urin harus dihindarkan dari pajanan sinar
matahari (sinar ultraviolet) langsung agar bilirubin tidak teroksidasi menjadi biliverdin.
Nilai Rujukan; Normal : negatif (kurang dari 0.5mg/dl)
7.Masalah Klinis
Bilirubinuria (bilirubin dalam urin) mengindikasikan gangguan hati atau saluran empedu, seperti
pada ikterus parenkimatosa , ikterus obstruktif, kanker hati , CHF disertai ikterik. Urin yang mengadung
bilirubin yang tinggi tampak berwarna kuning pekat, dan jika digoncang-goncangkan akan timbul busa.
Obat-obatan yang dapat menyebabkan bilirubinuria : Fenotiazin klorpromazin (Thorazine),
asetofenazin (Tindal), klorprotiksen (Taractan), fenazopiridin (Pyridium), klorzoksazon (Paraflex)
(labkesehatan.blogspot.com).
Kerangka Konsep

Gbr 3 : Kerangka Konsep Pola Hubungan Kadar Bilirubin serum Bilirubinuria


Ket :

: faktor penyebab
: yang akan diamati dalam penelitian

Hipotesis
Dari penjelasan teori teori di atas, hipotesis yang ditunjukkan adalah adanya hubungan antara
bilirubin serum dan bilirubin urin, dimana yang hanya terlarut dalam urin adalah bilirubin plasma direct,
sebab jenis bilirubin ini adalah larut air, sedangkan bilirubin indirect tidak dapat larut air. Jadi jika terjadi
peningkatan bilirubin indirect, bilirubin urin akan negatif, hanya akan tampak positif 1, atau negatif pada
alat carik clup. Tetapi jika terjadi peningkatan bilirubin direct dalam plasma, maka bilirubin urin akan
positif.

METODE PENILITIAN

Bertitik tolak pada tujuan penelitian untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kadar
bilirubin pada plasma dengan bilirubin pada urin, maka peneliti menggunakan metode penelitian
survei dengan pendekatan Observational analytical crossectional, di mana dalam penelitian ini
peneliti mengamati, melihat dan mencatat jumlah dan taraf aktivitas tertentu yang berhubungan
dengan masalah yang diamabil, dan dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Selain itu juga

melihat melihat hubungan antara gejala satu dengan gejala yang lain, atau variabel satu dengan
variabel yang lain.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang diukur kadar bilirubin serum dan
bilirubin urinnya di Laboratorium Patologi Klinik RSI Unisma, pada periode bulan Januari 2010
hingga Mei 2011.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 75 sampel yang
mempunyai kriteria sebagai berikut :
1. Semua kadar bilirubin direk dan bilirubin total yang memberikan hasil positif bilirubinuria dari
semua golongan usia.
2. Tidak memberikan hasil positif darah di dalam urin.
Variabel penelitian dalam penelitian ini digunakan dua variabel , yaitu variabel bebas
(independen), yaitu bilirubin urin dan variabel terikat (dependen), yaitu bilirubin serum.
Pengumpulan data diperoleh dari data primer yaitu dari pasien pada laboratorium
Patologi Klinik
Rumah Sakit Islam Unisma Malang dan data sekunder diperoleh dengan menggunakan dokumen
pendukung yang diperoleh dari bagian pendokumentasi laporan hasil laboratorium.
Metode analisis data menggunakan metode analisis bevariate, yang dilakukan terhadap dua
variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi.Terdapat pula pengumpulan data yang berbentuk

angka-angka, sehingga akan diggunakan analisa kuantitatif


HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis Data
Setelah dilakukan pengamatan terhadap 75 sampel hasil pemeriksaan bilirubin serum dan
bilirubin urin ternyata ditemukan 49 sampel kadar bilirubin serum dengan bilirubinuria positif
(+)1, 15 sampel dengan bilirubinuria positif (+)2, dan 11 sampel dengan bilirubinuria positif
(+)3 . rentang kadar bilirubin serum dan nilai rata-rata yang berhubungan dengan derajat posiif
biirubinuria tertera pada tabel 3.
Tabel 3: Rentang Kadar Bilirubin Direk dan Bilirubin Total Serum dan Nilai rata-rata yang Berhubungan
dengan derajat Positif Bilirubinuria
NO
1
2
3

Bilirubin direk
(mg/dl)
0,1 10,80
0,11 11,5
3,66 24,68

Rata-rata
1,52
5,39
13,23

Bilirubin total
(mg/dl)
0,17 16,92
1,22 14,67
7,43 36,82

Rata-rata
3,06
7,91
19,83

Sumber: data diolah

Gambar 4: Pola hubungan antara kadar


Bilirubin direk serum dan Bilirubinuria

Bilirubin
urin
(+) 1
(+) 2
(+) 3

Gambar 5: Pola hubungan antara kadar


Bilirubin total serum dan Bilirubinuria
Berdasarkan data dari hasil penelitian ini penulis melakukan kuantifikasi tipe
hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi dan hiperbilirubinemia terkonjugasi , dan hasilnya terlihat
pada tabel 4 berikut ini.
Tabel 4 : Kuantifikasi Jenis Hiperbilirubinemia
Bilirubi
n urin

(+) 1
(+) 2
(+) 3
Total

Hiperbilirubinemia
total
(> 1,1 mg/dL)

33
15
11
59

%
44
20
15
79

Hiperbilirubinemia
Terkonjugasi
(> 0,2 mg/dL)

32
14
11
57

Hiperbilirubinemia
Tidak Terkonjugasi
(> 0,8 mg/dL)

31
13
11
55

%
43
19
15
77

%
41
17
15
73

Sumber: data diolah


Berdasarkan nilai normal kadar bilirubin direk (< 0,3 mg/dL) dan kadar bilirubin total (<
1,1 mg/dL) diperoleh prosentase kadar bilirubin serum normal yang memberikan hasil positif
bilirubinuria, tertera pada tabel 5.

Tabel 5: Prosentase dan proporsi Sampel Kadar Bilirubin Serum Normal yang menunjukkan
hasil Positif Bilirubinuria
Bilirubin
Urine

sampel

(+) 1
49
(+) 2
15
(+) 3
11
Total
75
Sumber: data diolah
Pembahasan

Proporsi

Bil. Direk
Normal

Bili. Total
Normal

0,65
0,20
0,15
1

20
1
21

26,6
1,3
27,9

16
16

21,3
21,3

Mencermati hasil penelitian diperoleh adanya korelasi positif antara kadar bilirubin direk
serum dengan nilai bilirubin urin. Peningkatan kadar bilirubin serum terutama bilirubin direk
seiring dengan peningkatan nilai bilirubin dalam urin. Hal ini disebabkan karena bilirubin
terkonjugasi yang bersifat larut air mengalami aliran balik kedalam darah akibat obstruksi
saluran empedu (ekstrahepatik) atau gangguan ekskresi bilirubin oleh sel hepatosit (intrahepatik).
Bilirubin terkonjugasi yang menumpuk didalam darah diekskresikan ke dalam urin melalui
filtrasi glomerulus ginjal.
Sesuai dengan nilai normal biirubin serum menurut metode Jendarsik dan Groff
( bilirubin direk : < 0,3 mg/dL dan bilirubin total : < 1,1 mg.dL ), pada penelitian ini ( seperti
yang tertera pada tabel 1 dan 3 ) ditemukan bilirubin dalam urin orang dengan kadar bilirubin
normal. Hal ini dapat disebabkan adanya over estimasi pada pengukuran fraksi bilirubin direk,
sehingga nilai normal yang dilaporkan sebesar 0,1 0,5 mg/dL. Menurut dr. R. Wirawan, bagian
patologi klinik UI hasil positif palsu dapat terjadi bila dalam urin terdapat mefenamic acid,
chlorpromazine dengan kadar yang tinggi sedangkan negatif palsu dapat terjadi bila urin
mengandung metabolit pyridium atau serenium. Pada tabel 3 terlihat bilirubin direk dengan
kadar normal didalam serum dapat memberikan hasil positif bilirubinuria mencapai 27,9 %.
Sedangkan untuk bilirubin total sebesar 21,3 %. Ini berarti bahwa bilirubin dapat ditemukan
dalam urin orang normal.
Hal ini disebabkan karena adanya kebocorankebocoran minor pada hepatosit sehingga bilirubin
terkonjugasi dapat ditemukan dalam darah yang selanjutnya diekskresikan kedalam urin.
Terdeteksinya bilirubinuria ini dapat juga disebabkan oleh faktor sensitivitas dari carik
uji Combur 10 Test M itu sendiri, dimana tingkat sensitivitasnya > 90% dalam mendeteksi analit
yang ditentukan dalam urin.
Kadar bilirubin serum terendah yang menunjukkan positif bilirubinuria adalah 0,1 mg/dL
pada bilirubin direk dengan nilai bilirubinuria positif (+) 1 dan kadar tertinggi adalah 24,68
mg/dL pada bilirubin direk dengan nilai bilirubinuria positif (+) 3 , sedang kadar bilirubin total
serum terendah 0,17 mg/dL pada bilirubinuria positif (+) 1 dan kadar tertinggi sebesar 36,82
mg/dL pada bilirubinuria positif (+) 3. Sedangkan bilirbin indirek tidak berpengaruh terhadap
nilai positif bilirubinuria karena bilirubin indirek yang bersifat tidak larut dalam air, tidak
dieksresikan ke dalam urin oleh filtrasi glomerulus ginjal.
Hiperbilirubinemia lebih banyak oleh gabungan antara bilirubin direk dan bilirubin
indirek ( bilirubin total ), yang berarti bahwa sampel kebanyakan dari pasien yang menderita
kerusakan pada hati. Hasil bilirubinuria positif pada kadar bilirubin direk maupun indirek serum
yang tinggi dapat diakibatkan oleh adanya sampel serum yang hemolisis dan lipemik serta pasien
yang melakukan puasa dalam waktu yang lama.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Ditemukan adanya korelasi positif antara kadar bilirubin serum terutama bilirubin direk
( terkonjugasi ) dengan gradasi positif bilirubinuria. Kadar bilirubin direk serum terendah adalah
0,1 mg/dL dengan nilai bilirubinuria positif (+)1 dan kadar bilirubin direk tertinggi adalah 24,68
mg/dl dengan nilai bilirubinuria positif (+) 3. Sedangkan kadar bilirubin total serum terendah
adalah 0,17 mg/dL dengan nilai bilirubinuria positif (+) 1 dan kadar bilirubin total serum

tertinggi adalah 36,82 mg/dL dengan nilai bilirubinuria positif (+) 3 . pada orang dengan kadar
bilirubin serum yang normal, ditemukan bilirubin dalam urin.
Ditemukan pula adanya hasil dengan bilirubinuria positif palsu, hal ini dikarenakan
adanya konsumsi obat piridium, indikan, klorpromasin oleh pasien, selain itu juaga danya over
estimasi pada pengukuran fraksi bilirubin direk, sehingga nilai normal dilaporkan sebesar 0,10,5 mg/dl
Saran
Penentuan bilirubin dalam urin dilaboratorium klinik, dianjurkan untuk menggunakan
carik uji Combur 10 Test M karena memiliki sensitifitas yang tinggi.
Untuk memperoleh hasil pengukuran kadar bilirubin serum yang akurat, perlu diperhatikan
tahap-tahap persiapan pasien seperti tidak melakukan puasa dalam waktu yang lama ( 24 48
jam ) dan tidak menggunakan serum yang hemolisis dan lipemik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011, Etiologi & Patologi Ikterus, http://ilmubedah.info. Diakses pada Tanggal 14 April
2011.
Anonim , 2008, Hepatitis Viral, http://en.wikipedia.org. Diakses pada Tanggal 14 April 2011.
Anonim, 2009, Kolelititiasis, www.medicinenet.com. Diakses pada Tanggal 14 April 2011.
Anonim, 2009, Pemeriksaan Laboratorium Fungsi Hati dengan Menggunakan Parametr
Bilirubin,
http://webcache.googleusercontent.com. Diakses pada
Tanggal 2 April 2011.
AY. Sutedjo, SKM, 2007, Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium,
Amara Books Puri Arsita A6, Jogjakarta.
Guyton & Hall, 1996, Fisiologi Kedokteran, edisi 9, EGC, Jakarta.
Harrison, 1999, Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, edisi 13, volume 1, EGC, Jakarta.
LeFever JK. MSN. RN, 1997, Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik dengan
Implikasi Keperawatan, edisi 2, EGC, Jakarta.
LeFever JK. MSN. RN, 2007, Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, edisi 6,
EGC, Jakarta.
Mardiani HT, 2004, Metabolisme Heme, www.USUdigitalibrary.com. Pada
Tanggal
14
April.
Riswanto, 2009, Bilirubin Serum, http://labkesehatan.blogspot.com. Pada tanggal
2 April 2011.
Riswanto, 2010, Bilirubin Urin, http://labkesehatan.blogspot.com. Pada tanggal
2 April 2011.
Robbins, Stanley L, 2007, Buku Ajar Patologi, edisi 7, EGC, Jakarta.
Sacher RA, McPherson RA, 2004, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium, edisi 11, EGC, Jakarta.
Tarigan M, 2003, Asuhan Keperawatan Dan Aplikasi Discharge Planning Pada Klien dengan
Hiperbilirubinemia, www.USUdigitalibrary.com. Pada Tanggal 14

Anda mungkin juga menyukai