Pembimbing:
Sri Lestari, SP
Disusun oleh:
Wiraharto
090100034
ii
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN........................................................................
1.1.
1.2.
1.3.
Latar Belakang..............................................................
Tujuan............................................................................
Manfaat..........................................................................
1
2
2
TINJAUAN PUSTAKA...............................................................
2.1. Lansia...................................................................................... 3
2.2. Peran Nutrisi dalam Pencegahan Penyakit............................. 3
2.3. Perubahan Fisiologis Tubuh pada Lansia............................... 4
2.3.1. Komposisi Tubuh............................................................ 4
2.3.2. Hilangnya Kemampuan Sensorik.................................... 6
2.3.3. Kesehatan Oral................................................................ 6
2.3.4. Sistem Gastrointestinal.................................................... 7
2.3.5. Sistem Kardiovaskuler.................................................... 7
2.4. Kebutuhan Nutrisi pada Lansia............................................... 8
2.4.1. Karbohidrat..................................................................... 8
2.4.2. Lemak.............................................................................. 8
2.4.3. Protein............................................................................. 9
2.4.4. Cairan.............................................................................. 9
2.4.5. Vitamin dan Mineral....................................................... 10
BAB III KESIMPULAN............................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Malnutrisi merupakan salah satu masalah yang cukup sering menjadi
1.2.
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih mengerti dan
memahami tentang gizi pada lansia dan untuk memenuhi persyaratan dalam
mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
1.3.
Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan
pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara
umumnya agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai gizi
pada lansia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Lansia4
Menurut biro sensus Amerika Serikat, lansia dapat didefinisikan sebagai
2.1.
orang yang telah mencapai usia 65 tahun atau lebih. Lansia dapat diklasifikasikan
menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok usia 65-74 tahun dikategorikan sebagai
young old, 75-84 tahun dikategorikan sebagai old, dan 85 tahun atau lebih
dikategorikan sebagai oldest old4.
Peran Nutrisi dalam Pencegahan Penyakit4,5,6,7
Nutrisi dapat berperan dalam mencegah timbulnya suatu penyakit,
2.2.
terutama pada usia lanjut. Pada orang lanjut usia, nutrisi bukan hanya
diaplikasikan dalam terapi nutrisi medis, namun juga dapat dijadikan untuk
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit. Ada 3 peran nutrisi dalam
pencegahan penyakit, yaitu sebagai berikut:
1. Pencegahan Primer
Nutrisi sebagai pencegahan penyakit primer artinya nutrisi memiliki
peran sebagai promoter kesehatan dan pencegahan penyakit. Dalam hal
ini, nutrisi berperan sebelum seseorang menderita suatu penyakit. Dengan
kata lain, konsumsi nutrisi yang tepat dan proporsional dapat
mempertahankan
kesehatan
tubuh,
sehingga
kemungkinan
untuk
menderita suatu penyakit lebih rendah. Hal ini merupakan langkah pertama
dalam meningkatkan kesehatan pada lansia.
2. Pencegahan sekunder
Nutrisi sebagai pencegahan penyakit sekunder artinya nutrisi memiliki
peran untuk mengurangi risiko dan memperlambat progresivitas penyakit
kronis yang berhubungan dengan nutrisi. Dalam hal ini, nutrisi memegang
peran penting dalam menjaga dan mempertahankan fungsi tubuh dan
kualitas hidup penderita. Pada lansia, fungsi organ tubuh sudah mulai
menurun, sehingga sering menyebabkan ketergantungan terhadap orang
lain dan kecacatan. Penyakit-penyakit kronis degeneratif, seperti penyakit
jantung koroner, diabetes, dan osteoporosis, sangat mempengaruhi fungsi
tubuh dan kualitas hidup. Fungsi tubuh sangat dipengaruhi oleh pola
kortikosteroid, growth hormone, insulin-like growth factor -1, fungsi tiroid, dan
resistensi insulin dapat menyebabkan sarkopenia. Kerusakan neuron motorik
akibat trauma maupun penyakit neurodegeneratif menyebabkan impuls untuk
menginisiasi gerakan tidak dapat dihantarkan pada serabut otot. Dengan demikian,
otot menjadi tidak berfungsi, dan jika dibiarkan lama kelamaan akan
menyebabkan penurunan massa otot akibat imobilitas dan inaktivitas fisik. Proses
ini dikenal dengan sebutan disuse atrophy6.
Pada usia 30-40 tahun, proses terjadinya sarkopenia mulai berlangsung,
dan proses ini bertambah cepat setelah mencapai usia 75 tahun. Obesitas
sarkopenik adalah istilah untuk menggambarkan penurunan massa otot rangka
yang disertai dengan massa jaringan lemak yang berlebihan. Pada kondisi seperti
keganasan, arthritis rheumatoid, dan proses penuaan, massa otot rangka akan
berkurang secara progresif, namun massa jaringan lemak hanya sedikit atau tidak
mengalami perubahan6. Sel-sel lemak (adiposit) secara aktif mensekresikan leptin
dan beberapa sitokin proinflamatorik yang kemudian akan menyebabkan
katabolisme jaringan otot. Penurunan massa otot rangka yang disertai dengan
beban tubuh yang berlebihan dapat meningkatkan risiko jatuh dan mengurangi
tingkat aktivitas fisik sehingga kemudian akan semakin mempercepat proses
sarkopenia. Penderita obesitas sarkopenik memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
menderita sindrom metabolik dibandingkan dengan yang hanya menderita
sarkopenia saja atau obesitas saja7.
gigi dan hidung yang buruk serta merokok dapat menyebabkan kehilangan
kemampuan sensorik.
Pada proses penuaan, terjadi peningkatan ambang sensasi. Dengan kata
lain, dibutuhkan stimulasi yang lebih untuk dapat mencetuskan sensasi yang
seharusnya.
Contohnya,
pada
lansia
yang
mengalami
disgeusia,
ada
kecenderungan untuk menambahkan gula atau garam pada makanan yang akan
dikonsumsi. Hal ini dapat menyebabkan kadar gula dan garam pada makanan
yang dikonsumsi bertambah. Jika hal tersebut berlanjut dalam jangka waktu yang
lama, maka akan meningkatkan risiko untuk menderita diabetes maupun
hipertensi.
2.3.3. Kesehatan Oral
Kesehatan oral memegang peranan yang sangat penting dalam asupan
nutrisi. Rongga mulut merupakan tempat pertama untuk asupan nutrisi. Gangguan
gizi dapat terjadi jika kesehatan rongga mulut tidak baik. Gigi yang rusak, mulut
kering, maupun penggunaan gigi palsu dapat menyebabkan kesulitan dalam
mengunyah dan menelan makanan, terutama makanan yang padat. Individu
dengan gangguan-gangguan tersebut lebih menyukai makanan yang lembut dan
mudah dikunyah, serta cenderung menghindari makanan bergizi yang lebih padat,
seperti daging, buah-buahan dan sayur-sayuran, serta biji-bijian.
bertambahnya usia. Hal ini disebabkan oleh karena kecepatan metabolik basal
tubuh yang dipengaruhi oleh fungsi tiroid serta komposisi tubuh lansia dimana
telah terjadi penurunan massa otot yang cukup signifikan. Kebutuhan energi
berkurang sekitar 1-2% setiap dekade 8. Kebutuhan energi dapat diperoleh dari 3
sumber energi utama, yaitu karbohidrat, lemak, dan protein.
2.4.1. Karbohidrat
Proporsi asupan karbohidrat yang dianjurkan pada lansia adalah sekitar 4565% dari jumlah energi total yang dikonsumsi setiap hari. Proporsi karbohidrat
cukup banyak karena karbohidrat merupakan sumber energi utama yang
diperlukan tubuh. Karbohidrat juga merupakan sumber energi paling utama
sebelum lemak dan protein digunakan4. Karbohidrat dapat diperoleh dari bijibijian, sayur, dan buah-buahan. Selain mengandung karbohidrat, sumber makanan
tersebut juga mengandung serat, yang sangat diperlukan untuk mencegah
terjadinya konstipasi, serta vitamin dan mineral. Asupan serat yang dianjurkan
pada lansia adalah sekitar 14 gram per 1000 kkal8.
2.4.2. Lemak
Proporsi asupan lemak yang dianjurkan pada lansia adalah sekitar 20-35%
dari total asupan kalori setiap hari. Jenis asam lemak yang utama harus
dikonsumsi adalah asam lemak tak jenuh rantai tunggal dan asam lemak tak jenuh
rantai ganda. Asam lemak jenuh yang dikonsumsi sebaiknya tidak melebihi 10%
dari total asupan kalori setiap hari. Pada lansia juga dianjurkan untuk
mengonsumsi kolesterol tidak melebihi 300mg per hari serta asupan asam lemak
trans seminimal mungkin. Pada lansia dengan kadar LDL yang meningkat, maka
dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang rendah lemak, serta asupan asam
lemak jenuh tidak boleh melampaui 7% dari total asupan kalori setiap hari, serta
konsumsi kolesterol di bawah 200mg per hari. Meskipun asupan lemak yang
berlebihan
pada
lansia
dapat
meningkatkan
risiko
terjadinya
kanker,
aterosklerosis, dan penyakit degeneratif lainnya, namun asupan lemak tidak boleh
dibatasi dalam jumlah yang sangat sedikit. Kekurangan asupan lemak juga dapat
menyebabkan defisiensi nutrisi dan kehilangan berat badan, yang merupakan
kedua hal yang menyebabkan risiko kesehatan yang buruk dibandingkan obesitas.
2.4.3. Protein
Proporsi asupan protein yang dianjurkan pada lansia adalah sekitar 1015% dari asupan total kalori setiap hari. Asupan protein pada lansia tidak jauh
berbeda dengan asupan protein pada usia muda. Protein cukup penting bagi lansia
untuk mempertahankan sistem imun tubuh, mencegah atrofi otot, dan
mengoptimalisasi massa tulang. Namun, bukan berarti asupan protein harus
ditingkatkan pada setiap lansia. Pada lansia yang menderita penyakit kronis,
10
penyerapan vitamin B12. Dampak paling utama pada defisiensi vitamin B12
adalah anemia dan gangguan neurologik. Asupan vitamin B12 yang dianjurkan
pada lansia sebaiknya diperoleh dari makanan suplemen dan fortifikasi karena
bioavailabilitas pada makanan tersebut lebih tinggi (Rolfes).
Vitamin D
Vitamin D merupakan salah satu vitamin yang cukup penting bagi lansia. Sejalan
dengan proses penuaaan, kulit tidak lagi mampu memproduksi vitamin D secara
efisien, penurunan fungsi ginjal juga menyebabkan berkurangnya kemampuan
ginjal untuk mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya. Lansia dianjurkan
untuk mengonsumsi sumber vitamin D diluar makanan yang dikonsumsi seharihari, terutama dari susu yang difortifikasi dengan vitamin D. Untuk
mempertahanakn kadar vitamin D dalam tubuh serta untuk mencegah
pengeroposan tulang, lansia dianjurkan untuk mengonsumsi vitamin D sebanyak
10-15 mikrogram per hari.
Natrium
Natrium memegang peranan yang sangat penting dalam nutrisi bagi lansia. Lansia
memiliki risiko yang cukup besar untuk terjadinya hipernatremia dan
hiponatremia. Hipernatremia dapat terjadi akibat asupan garam yang berlebihan,
yang mungkin disebabkan karena hilangnya sensasi kecap pada proses penuaan,
dan dehidrasi, yang dapat disebabkan terutama oleh kurangnya asupan cairan.
Sedangkan hiponatremia dapat terjadi karena proses dilusi akibat retensi air yang
disebabkan oleh gangguan fungsi ginjal. Lansia dianjurkan untuk mengonsumsi
natrium tidak lebih dari 1500mg per hari untuk mempertahanakan fungsi
fisiologis tubuh.
Kalium
11
Kalium juga merupakan salah satu mineral yang penting pada lansia. Menurut
Dietary Guidelines for Americans (DGA) tahun 2005, kalium dapat mengurangi
efek natrium terhadap peningkatan tekanan darah. Anjuran asupan kalium pada
lansia adalah sekitar 4700mg per hari, terutama dari buah-buahan dan sayuran.
Kalsium
Absorpsi kalsium sangat dibantu oleh keadaan asam dalam lambung. Pada proses
penuaan terjadi atrofi mukosa lambung serta penurunan produksi asam lambung,
sehingga terjadi gangguan penyerapan kalsium pada lansia. Oleh sebab itu, asupan
kalsium harus ditingkatkan pada lansia.
12
BAB III
KESIMPULAN
tubuh,
kemampuan
sensorik,
kesehatan
oral,
sistem
DAFTAR PUSTAKA
13
1. U.S. Census Bureau. 2005. Current Population Reports 65+ in the United
States. Washington DC. U.S. Government Printing Office.
2. Badan Statistik Indonesia. 2005. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok
Umur, Jenis Kelamin, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Available at:
http://www.datastatistik-indonesia.com/portal/index.php?option=com_
tabel&kat=1&idtabel=116&Itemid=165 (Accessed 3 February 2014)
3. Indraswari, W, Thaha, AR, Jafar, N. 2012. Pola Pengasuhan Gizi dan
Status Gizi Lanjut Usia di Puskesmas Lau Kabupaten Maros tahun 2012.
4. Wellman, NS, Kamp, BJ. 2006. Nutrition in Aging. Krauses Food and
Nutrition Therapy 12th edition. Philadelphia: Saunders Elsevier.
5. Stenholm, S, Harris, TB, Rantanen, T, et al. 2008. Sarcopenic obesity
definition, etiology and consequences. National Institutes of Health. Curr
Opin Clin Nutr Metab Care. 11(6): 693-700.
6. Cruz-Jentoft, AJ, Baeyens, JP, Bauer, JM, et al. 2010. Sarcopenia:
European consensus on definition and diagnosis. British Geriatric Society.
Age and Ageing. 39: 412-423.
7. Lim, S, Kim, JH, Yoon, JW, et al. 2010. Sarcopenic Obesity: Prevalence
and Association with Metabolic Syndrome in the Korean Longitudinal
Study on Health and Aging (KLoSHA). Diabetes Care. 33: 1652-1654.
8. Rolfes, SR, Pinna, K, Whitney, E. 2009. Life Cycle Nutrition: Adulthood
and the Later Years. Understanding Normal and Clinical Nutrition 8th
edition. USA: Yolanda Cossio.