Anda di halaman 1dari 12

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. BPJS
BPJS Kesehatan merupakan badan hukum publik yang dibentuk oleh pemerintah untuk
mewujudkan terlaksananya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang ditujukan bagi
seluruh masyarakat di Indonesia. Pembentukan BPJS Kesehatan ini dasari oleh Undang-Undang
No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS Pasal 14 yang menyatakan bahwa setiap orang, termasuk orang
asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta program Jaminan
Sosial (Dept. Hubungan Masyarakat, 2014).
Pelaksanaan JKN melibatkan tiga unsur yang tidak dapat dipisahkan yaitu peserta,
pemberi pelayanan dan BPJS Kesehatan. Dengan banyaknya fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan diketahui bahwa setiap Fasilitas Kesehatan membuat
Sistem Informasi dengan berbagai platform, hal ini menyebabkan kesulitan yang akan muncul
jika antar sistem akan berkomunikasi (BPJS Kesehatan dengan RS) (Dept. Hubungan
Masyarakat, 2014).
JKN merupakan program pelayanan kesehatan terbaru yang merupakan kepanjangan dari
Jaminan Kesehatan Nasional yang sistemnya menggunakan sistem asuransi. Artinya, seluruh
warga Indonesia nantinya wajib menyisihkan sebagian kecil uangnya untuk jaminan kesehatan di
masa depan (JKN, 2014).
Sementara BPJS adalah singkatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. BPJS ini
adalah perusahaan asuransi yang kita kenal sebelumnya sebagai PT Askes. Begitupun juga BPJS
Ketenagakerjaan merupakan transformasi dari Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) (JKN,
2014).
Antara JKN dan BPJS tentu berbeda. JKN merupakan nama programnya, sedangkan
BPJS merupakan badan penyelenggaranya yang kinerjanya nanti diawasi oleh DJSN (Dewan
Jaminan Sosial Nasional) (JKN, 2014).
Manfaat JKN mencakup pelayanan pencegahan dan pengobatan termasuk pelayanan obat
dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis. Seperti misalnya untuk pelayanan

pencegahan (promotif dan preventif), peserta JKN akan mendapatkan pelayanan (JKN, 2014):
- Penyuluhan kesehatan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko
penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.
- Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri pertusis tetanus dan Hepatitis
B (DPT-HB), Polio dan Campak.
- Keluarga Berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi
- Skrining kesehatan diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit
dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.
- Jenis penyakit kanker, bedah jantung, hingga dialisis (gagal ginjal).
Bila peserta tidak puas terhadap pelayanan jaminan kesehatan yang diberikan oleh
fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka peserta dapat
menyampaikan pengaduan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan dan atau BPJS Kesehatan
(JKN, 2014).
2.2. Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan salah satu sarana pelayanan
kesehatan masyarakat yang sangat penting di Indonesia. Adapun yang dimaksud dengan
Puskesmas adalah satuan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang
bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan
peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan
tehnologi tepat guna dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintahan dan masyarakat.
Uapaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitik beratkan kepada pelayanan untuk
masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu
pelayanan kepada perorangan (Depkes RI, 1999).
Peranan dan kedudukan Puskesmas bila ditinjau dari sistem pelayanan kesehatan
masyarakat Indonesia, maka Puskesmas sebagai ujung tombak sistem pelayanan kesehatan di
Indonesia. Ini disebabkan karena peranan dan kedudukan Puskesmas di Indonesia sangat unik.
Sebagai sarana pelayanan kesehatan terdepan, maka Puskesmas selain bertanggungjawab dalam
menyelenggarakan

pelayanan

kesehatan

masyarakat

menyelenggarakan pelayanan kedokteran (Azwar A, 1996).

juga

bertanggung

jawab

dalam

Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan masyarakat tingkat pertama di Indonesia,


program kerja Puskesmas berpedoman pada empat asas pokok yaitu (Azwar A, 1996):
1.
2.
3.
4.

Asas pertanggungjawaban wilayah


Asas peran serta masyarakat
Asas keterpaduan
Asa rujukan
Wilayah kerja Puskesmas bisa satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan. Faktor

kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografik dan infra struktur lainnya merupakan bahan
pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja Puskesmas (Depkes RI, 1999).
Lokasi wilayah kerja Puskesmas bisa di daerah perdesaan, daerah perkotaan, daerah
industri, daerah perbatasan, daerah masyrakat terasing, daerah transmigrasi/pemukiman baru,
daerah gugus kepulauan (Depkes RI, 1999).
Variasi lingkungan lokasi wilayah kerja Puskesmas perlu mendapatkan perhatian dalam
upaya menjangkau dan memenuhi kebutuhan penduduk wilayah kerjanya. Untuk menyesuaikan
dengan kebutuhan masyrakat masing-masing lokasi yang spesifik, tentunya Puskesmas pada
lokasi tertentu mempunyai corak tersendiri, baik jenis pelayanannya, maupun strategi untuk
menjangkau masyrakat seluas mungkin serta cara melindungi kesehatan masyarakat wilayah
kerjanya disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungannya (Depkes RI, 1999).
Program Puskesmas dibedakan menjadi program dasar dan program pengembangan.
Program kesehatan dasar adalah program minimal yang harus dilaksanakan oleh tiap Puskesmas,
yaitu (Depkes dan kesejahteraan sosial, 2001):
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Promosi kesehatan
Kesehatan lingkungan
Kesehatan ibu dan anak dan keluarga berencana
Perbaikan gizi
Pemberantasan penyakit menular
Pengobatan
Selain enam program kesehatan dasar tersebut di atas, tiap Puskesmas diperkenankan

untuk mengembangkan program lain sesuai situasi, kondisi, masalah dan kemampuan Puskesmas
setempat. Program lain di luar enam program kesehatan dasar tersebut disebut sebagai prgram
kesehatan pengembangan (Depkes dan kesejahteraan sosial, 2001).
Untuk memajukan fungsi Puskesmas ada lima pendekatan yaitu:
1. Meningkatkan jangkauan keberadaan
2. Meningkatkan jangkauan pencapaian

3. Meningkatkan jangkauan penerimaan dan menggarap:


a. Manusia (provider): pengetahuan, sikap dan tindakan
b. Masyarakat : agar masyarakat mempunyai persepsi yang sama mengenai sehat
4. Meningkaatkan jangkauan kontak
5. Meningkatkan jangkauan keefektifan

2.3. Pelayanan Puskesmas


Pelayanan Puskesmas dibagi menjadi dua, yaitu puskesmas rawat jalan dan puskesmas
rawat inap.
a. Pelayanan rawat jalan
Rawat jalan merupakan salah satu unit kerja di puskesmas yang melayani pasien yang
berobat jalan dan tidak lebih dari 24 jam pelayanan, termasuk seluruh prosedur diagnostik dan
terapeutik. Pada waktu yang akan datang, rawat jalan merupakan bagian terbesar dari pelayanan
kesehatan di Puskesmas. Pertumbuhan yang cepat dari rawat jalan ditentukan oleh tiga faktor
yaitu:
1. Penekanan biaya untuk mengontrol peningkatan harga perawatan kesehatan dibandingkan
dengan rawat inap,
2. Peningkatan kemampuan dan sistem reinbursement untuk prosedur di rawat jalan,
3. Perkembangan secara terus menerus dari teknologi tinggi untuk pelayanan rawat jalan akan
menyebabkan pertumbuhan rawat jalan.
Tujuan pelayanan rawat jalan diantaranya untuk menentukan diagnosa penyakit dengan
tindakan pengobatan, untuk rawat inap atau untuk tindakan rujukan.
Tenaga pelayanan di rawat jalan adalah tenaga yang langsung berhubungan dengan
pasien, yaitu:
i. Tenaga administrasi (non medis) yang memberikan pelayanan penerimaan pendaftaran dan
pembayaran,
ii. Tenaga keperawatan (paramedis) sebagai mitra dokter dalam memberikan pelayanan
pemeriksaan / pengobatan,
iii. Tenaga dokter (medis) pada masing-masing poliklinik yang ada.
Tujuan pelayanan rawat jalan di antaranya adalah untuk memberikan konsultasi kepada
pasien yang memerlukan pendapat dari seorang dokter spesialis, dengan tindakan pengobatan
atau tidak dan untuk menyediakan tindak lanjut bagi pasien rawat inap yang sudah diijinkan
pulang tetapi masih harus dikontrol kondisi kesehatannya.

Rawat Jalan hendaknya memiliki lingkungan yang nyaman dan menyenangkan bagi
pasien. Hal ini penting untuk diperhatikan karena dari rawat jalanlah pasien mendapatkan kesan
pertama mengenai puskesmas tersebut. Lingkungan rawat jalan yang baik hendaknya cukup luas
dan memiliki sirkulasi udara yang lancar, tempat duduk yang nyaman perabotan yang menarik
dan tidak terdapat suara-suara yang mengganggu. Diharapkan petugas yang berada di rawat jalan
menunjukkan sikap yang sopan dan suka menolong.
b. Pelayanan Rawat Inap
Puskesmas rawat inap adalah puskesmas yang diberi tambahan ruangan dan fasilitas
untuk menolong pasien gawat darurat, baik berupa tindakan operatif terbatas maupun asuhan
keperawatan sementara dengan kapasitas kurang lebih 10 tempat tidur. Rawat inap itu sendiri
berfungsi sebagai rujukan antara yang melayani pasien sebelum dirujuk ke institusi rujukan yang
lebih mampu, atau dipulangkan kembali ke rumah. Kemudian mendapat asuhan perawatan
tindak lanjut oleh petugas perawat kesehatan masyarakat dari puskesmas yang bersangkutan di
rumah pasien.
Pendirian puskesmas harus memenuhi kriteria sebagai berikut : (1) puskesmas terletak
kurang lebih 20 km dari rumah sakit, (2) puskesmas mudah dicapai dengan kendaraan bermotor
dari puskesmas sekitarnya, (3) puskesmas dipimpin oleh seorang dokter dan telah mempunyai
tenaga yang memadai, (4) jumlah kunjungan puskesmas minimal 100 orang per hari, (5)
penduduk wilayah kerja puskesmas dan penduduk wilayah 3 puskesmas disekelilingnya minimal
rata-rata 20.000 orang/Puskesmas, (6) pemerintah daerah bersedia untuk menyediakan anggaran
rutin yang memadai (Depkes RI, 2009).

Puskesmas rawat inap diarahkan untuk melakukan kegiatankegiatan sebagai berikut :


i.

Melakukan tindakan operatif terbatas terhadap penderita gawat darurat antara lain;
kecelakaan lalu lintas, persalinan dengan penyulit, penyakit lain yang mendadak dan

ii.

gawat.
Merawat sementara penderita gawat darurat atau untuk observasi penderita dalam rangka

iii.

diagnostik dengan rata-rata hari perawatan tiga (3) hari atau maksimal tujuh (7) hari.
Melakukan pertolongan sementara untuk mempersiapkan pengiriman penderita lebih
lanjut ke Rumah Sakit.

iv.

Melakukan metoda operasi pria dan metoda operasi wanita untuk keluarga berencana.
Selain itu ruang rawat inap dilengkapi dengan fasilitas tambahan berupa :

i.

Ruangan tambahan seluas 246 meter persegi yang terdiri dari ruangan perawatan, operasi
sederhana, persalinan, perawat jaga, pos operasi, kamar linen, kamar cuci, dapur,

ii.

laboratorium.
Peralatan medis dan perawatan berupa peralatan operasi terbatas, obstetric patologis,

iii.

resusitasi, vasektomi, dan tubektomi, tempat tidur dan perlengkapan perawatan.


Tambahan tenaga meliputi seorang dokter yang telah mendapat pelatihan klinis di Rumah
sakit selama 6 bulan (dalam bidang kebidanan, kandungan, bedah, anak dan penyakit
dalam), 2 orang perawat/bidan yang diberi tugas secara bergiliran dan seorang petugas
kesehatan untuk melaksanakan tugas administratif di ruang rawat inap.
Pendirian puskesmas rawat inap didasarkan pada kebijaksanaan :

i.

Puskesmas dengan ruang rawat inap sebagai pusat rujukan antara dalam sistem rujukan,
berfungsi untuk menunjang upaya penurunan kematian bayi dan ibu maternal, keadaan-

ii.

keadaan gawat darurat serta pembatasan kemungkinan timbulnya kecacatan.


Menerapkan standar praktek keperawatan yang bertugas di ruang rawat inap puskesmas

iii.

sesuai dengan prosedur yang diterapkan.


Melibatkan pasien dan keluarganya secara optimal dalam meningkatkan pelaksanaan
asuhan keperawatan (Depkes RI, 2009)

2.4. Pelayanan Kesehatan


Azrul Azwar (1988:40) mendefinisikan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang
diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan,

mencegah dan mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan

perseorangan, kelompok, dan atau pun masyarakat (Ratminto, 2006).


Azrul Azwar (1994:21) menyatakan bahwa kualitas pelayanan kesehatan adalah
menunjuk pada tingkat kesempurnaan penampilan pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan
setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, tata

cara penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan
(Ratminto, 2006).
Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan adalah kegiatan pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara
pelayanan publik yang mampu memenuhi harapan, keinginan, dan kebutuhan serta mampu
memberikan kepuasan kepada masyarakat luas (Ratminto, 2006).
Puskesmas sebagai salah satu unit pelaksana teknis Dinas kabupaten/kota berperan di
dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas kepada masyarakat dengan
melakukan berbagai upaya untuk memenuhi segala harapan, keinginan, dan kebutuhan serta
mampu memberikan kepuasan bagi masyarakat (Ratminto, 2006).
2.5. Kepuasan
Banyak pakar memberikan definisi mengenai kepuasan pelanggan. Day (Tse dan Wilton,
1998:204) menyatakan, bahwa kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan
terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma
kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya (Ratminto,
2006).
Engel, et al. (1990) mengungkapkan, bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi
pembeli, dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama
atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil diperoleh
tidak memenuhi harapan pelanggan. Sedangkan pakar pemasaran Kotler (1994) melandaskan,
bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja
atau hasil yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya (Ratminto, 2006).
Hakekad dasar dari diselenggarakannya pelayanan kesehatan adalah untuk memenuhi
kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan (health needs and demands),
yang apabila berhasil akan menimbulkan rasa puas (client satisfaction). Semakin sempurna
kepuasan tersebut, semakin baik pula mutu pelayanan kesehatan (Azwar, 1996).
Kepuasan dapat diartikan sebagai yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata
penduduk, dengan kata lain pelayanan kesehatan dinilai baik apabila pelayanan kesehatan
tersebut dapat menimbulkan rasa puas dalam diri setiap pasien yang sesuai dengan tingkat ratarata penduduk (Dinas Kesehatan Kota Medan).

2.6. Kepuasan Masyarakat


Dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan pihak penyedia dan pemberi layanan
harus selalu berupaya untuk mengacu kepada tujuan utama pelayanan, yaitu pencapaian
kepuasan konsumen(consumer satisfaction) atau kepuasan pelanggan (costumer satisfaction).
Oliver (dalam Koentjoro, 2007:10) menyatakan bahwa kepuasan merupakan respon pelanggan
terhadap dipenuhinya kebutuhan dan harapan. Berikut di bawah ini adalah konsep kepuasan
pelanggan (Ratminto, 2006).
Gambar 1.1 KonsepKepuasanPelanggan

Sumber: FandyTjiptono, 2005: 130


Kepuasan pelanggan terbentuk dari penilaian pelanggan terhadap kinerja suatu
perusahaan dalam merumuskan tujuan dan manfaat produk atau pelayanan yang diberikan dalam
memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan. Dengan demikian, kepuasan terjadi
karena adanya suatu pemenuhan terhad apa

yang dibutuhkandandiharapkanolehpelanggan

(Ratminto, 2006).
Dalam usaha memberkan pelayanan kepada pelanggan, pihak penyedia jasa tidak
selamanya mampu memenuhi harapan pelanggan, karena (Ratminto, 2006):

Gambar 1.2 Penyebab Utama Tidak Terpenuhinya Harapan Pelanggan

Sumber: FandyTjiptono, 2005:131


Salah satu penyebab tidak terpenuhinya harapan pelanggan adalah karena kesalahan
pelanggan dalam mengkomunikasikan jasa yang diinginkan. Pelanggan tidak mampu
menyampaikan apa yang menjadi keinginan dan harapannya, sehingga hal ini berakibat penyedia
layanan tidak mampu memenuhi apa yang menjadi harapan dari pelanggan (Ratminto, 2006).
Istilah kualitas telah didefinisikan dalam banyak cara. Suatu definisi kualitas yang paling sederhana, namun yang
menangkap pemikiran mutakhir, mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian dengan spesifikasi pelanggan. Ide
dasarnya, kualitas bukanlah memenuhi sejumlah kriteria y a n g d i t e t a p k a n p e r u s a h a a n / i n s t a n s i , s
ebaliknyakualitasadalah
memenuhi kriteria yang ditetapkan pelanggan. Kunci mencapai jenis kualitas ini, karena itu adalah mengetahui
siapa
pelanggannya dan apa yang mereka inginkan.
Kualitas biasanya tidak ditentukan oleh satu atribut atau dimensi tunggal dari suatu produk atau jasa, tetapi
ditentukan
oleh beberapa atribut. David Garvin[1] memperkenalkan subyek kualitas yang diterapkan pada produk sistem
informasi dan telah mengidentifikasi delapan dimensi yang berbeda. Dimensi-dimensi tersebut terdiri dari:
1) Kinerja
Dimensi ini mengenai seberapa baik suatu sistem informasi melakukan apa yang memang harus dilakukannya.
2) Features
Ini adalah "pernik-pernik" yang melengkapi atau meningkatkan fungsi dasar pada sistem informasi. Contohnya
adalah pada input, proses, dan output yang dihasilkan.
3) Keandalan
Dimensi kualitas ini berkaitan dengan kemampuan sistem informasi untuk bertahan selama penggunaan yang biasa.

4) Kesesuaian
Dimensi ini berkaitan dengan seberapa baik sistem informasi tersebut sesuai dengan standar. Bagi pelanggan
industri, yaitu perusahaan/instansi yang membeli dari perusahaan/instansi lain, standar tersebut biasanya dinyatakan
dalam istilah kuantitatif yang ketat
5) Daya Tahan
Daya tahan (durability) adalah ukuran umur ekonomis sistem informasi dan teknologi modern memungkinkan hal
ini. Sementara banyak produk sistem informasi yang dihasilkan yang berjenis sekali pakai. Ini berarti sistem
informasi yang ada tersebut samasekali tidak akan terpakai jika terjadi pengembangan sistem.
6) Kemudahan Perbaikan
Sistem informasi yang digunakan untuk jangka waktu lama sering harus diperbaiki atau dipelihara. Rancangan
sistem
informasi yang memudahkan perbaikan akan menambah nilai produk. Karakteristik personil yang melakukan
perbaikan juga bagian dari dimensi ini
7) Keindahan
Kualitas tidak selalu bergantung pada kemampuan fungsional. Keindahan (aesthetics) suatu sistem informasi
terletak bagaimana produk tersebut dilihat dan dirasakan, dapat menjadi dimensi yang penting.
8) Persepsi terhadap Kualitas
Dimensi ini tidak didasarkan pada sistem informasi itu sendiri tetapi pada citra atau reputasinya. Iklan, peringkat
dari
para pakar, dan pendapat teman dan keluarga dapat rnempengaruhi persepsi pemakai terhadap produk sistem
informasi.
Subyek kualitas yang diterapkan pada kualitas layanan sistem informasi harus dapat mengidentifikasi suatu daftar
dimensi-dimensi kualitas[2], seperti;
1) Berwujud (Tangibles)
Ini adalah hal-hal yang dilihat pelanggan saat jasa sedang dikerjakan seperti: fasilitas, pegawai, perlengkapan
dan peralatan.
2) Keandalan (Reliability)
Sama seperti produk harus andal, demikian pula personil jasa harus dapat melakukan pekerjaannya secara
konsisten, akurat dan dapat diandalkan.
3) Responsif (Responsiveness)
Pelanggan tidak ingin harus menunggu untuk dilayani.
4) Kepastian (Assurance)
Pelanggan mengharapkan personil jasa sopan dan terpelajar. Melalui tindakan dan penampilannya, orang yang
menyediakan jasa menampilkan kepercayaan dan keyakinan.
5) Empathy (Emphaty)
Personil jasa harus menunjukkan perhatian yang tulus pada para pelanggan dan kebutuhan mereka.
3. METODE SERVQUAL
Sektor jasa yang menghasilkan produk berupa pelayanan memiliki sifat yang khas, maka penggunaan teknik
manajemen kualitas standar tidaklah sesuai karena sifatnya yang khas tersebut, beberapa peneliti dan akademisi
mengembangkan beberapa metode untuk menemukan, mengukur, dan menganalisa determinan dari kualitas
pelayanan.
Kualitas pelayanan perlu diukur setidaknya karena tiga alasan [3], yaitu:
1. Hasil pengukuran dapat digunakan untuk melakukan perbandingan antara sebelum dan sesudah terjadinya
perubahan pada suatu organisasi
2. Pengukuran diperlukan untuk menemukan letak permasalahan yang terkait dengan kualitas
3. Hasil pengukuran diperlukan untuk menetapkan standar pelayanan kualitas.
Metode Servqual merupakan metode pengukuran kualitas pelayanan yang paling banyak digunakan karena frekuensi
penggunaannya yang tinggi[4]. Disamping itu, metode servqual dipandang memenuhi syarat validitas secara
statistik[3] .
Metode servqual terdiri atas lima dimensi kualitas pelayanan[1] , yaitu:
1. Tangibles (bukti terukur), menggambarkan fasilitas fisik, perlengkapan, dan tampilan dari personalia serta
kehadiran
para pengguna.
2. Reliability (keandalan), merujuk kepada kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan secara akurat
dan handal.

3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu kesediaan untuk membantu pelanggan serta memberikan perhatian yang
tepat.
4. Assurance (jaminan), merupakan karyawan yang sopan dan berpengetahuan luas yang memberikan rasa percaya
serta keyakinan.
5. Empathy (empati), mencakup kepedulian serta perhatian individual kepada para pengguna.

Daftar Pustaka
Azwar, A, 1999. Persepsi Pasien Terhadap Pelayanan Perawatan dan Fasilitas Pelayanan di
RSUP Bukit Tinggi, Skripsi FKM USU, Medan.
Azwar, Azrul, 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan Edisi Ketiga, Binarupa Aksara, Jakarta.

Azwar, Azrul, 2003. Pemanfaatan Pelayanan Rawat Jalan Pada Puskesmas dan Puskesmas
Pembantu.
BPJS Kesehatan Bridging System dengan RSUD Margono Soekarjo Purwokerto. Available from:
http://bpjs-kesehatan.go.id/berita

-175-bpjs-kesehatan-bridging-system-dengan-Rsud-

margono-soekarjo-purwokerto.html (Diakses: 19 Mei 2014)


Depkes RI, 1991. Pedoman Kerja Puskesmas Jilid 1. Jakarta.
Depkes RI, 2000. Kebijakan Pengembangan Tenaga Tahun 2000-2010. Jakarta.
Depkes RI, 2001. Penataan Sistem Kesehatan Daerah, Jakarta.
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Available from:
http://www.depkes.go.id/pdf.php?pg=JKN-SOSIALISASI-ISI FA REV (Diakses: 19 Mei
2014)
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/25/M.PAN/2/2004 Tentang
Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi
Pemerintah.
Ratminto dan Atik Septi Winarsih. 2006. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai