Anda di halaman 1dari 54

Laporan Kasus

Manajemen Anestesi pada EDH

Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan 2014
Pembimbing :
DR.dr. Nazaruddin Umar, Sp.An KNA

Disusun Oleh :
Habibi Tanjung 090100332
Nurtilawati Siregar 090100310
Shubash CB Veeramohan 090100418
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
Trauma Kepala
Trauma otak primer adalah kerusakan
fisik yang terjadi pada parenkim otak
sesaat setelah trauma, menyebabkan
regangan dan kompresi.
Trauma otak sekunder adalah hasil suatu
proses kompleks, yang merupakan
penyerta dan komplikasi trauma otak
primer yang dapat terjadi dalam hitungan
jam dan hari setelah trauma kepala.
PERDARAHAN
EPIDURAL
Epidural Hematoma
Epidural Hematoma (EDH)
merupakan akumulasi darah yang
potensial di ruangan epidural (antara
tabula interna dan duramater)
Patofisiologi
Diagnosis
Riwayat :
Adanya riwayat EDH yang mengakibatkan kehilangan
kesadaran
Adanya lucid interval

Gejala Klinis :
Nyeri kepala, penurunan GCS
Muntah proyektil
Kejang
Bradikardi dengan atau tanpa hipertensi menandakan
peningkatan TIK
Adanya fraktur pada cranium, hematom, atau laserasi.
Pupil anisokor
Hemiparese
Pemeriksaan Penunjang :
Foto x-ray bisa menunjukkan adanya fraktur pada
cranium
Foto servical untuk menilai apakah ada fraktur
pada bagian servikal
CT-Scan menunjukkan informasi untuk melihat
hematoma dan edema otak
Anestesi Pada EDH
Tujuan :
Mempertahankan CPP(cerebral perfusion
pressure)
Mencegah peningkatan ICP(intra cranial
pressure)
mencegah terjadinya cedera otak sekunder.
Pemantauan ICP diindikasikan pada
pasien dengan lesi yang berhubungan
dengan hipertensi intrakranial
Manajemen Preoperatif
di instalasi gawat darurat (IGD). pastikan
airway pasien clear, ventilasi dan oksigenasi
yang adekuat dan support sistemik dilakukan
secara simultan dengan evaluasi neurologi dan
pembedahan.
Pasien dengan peningkatan TIK dberikan
diuretik osmotik dan hiperventilasi, dengan
head up 300..
Pasien harus dianggap mengalami trauma
servikal hingga hasil radiologi memastikan
tidak ada trauma servikal.
Indikasi pemasangan intubasi pada EDH
diantaranya : hipoventilasi, refleks muntah
tidak ada, GCS dibawah 8 yang menetap.
Apabila direncanakan tindakan intubasi :
lambung pasien dalam keadaan penuh
adanya fraktur servikal sehingga dilakukan inline-
stabilization,
pre-oksigenasi
obat induksi propofol dengan dosis 1,5-3 mg/kg
obat relaksan otot non-depolarisasi dengan pilihan
roccuronium dosis 0,6-1 mg/kg
Manajemen Intra-operatif
Hipotensi dapat terjadi setelah
induksi akibat vasodilatasi dan
hipovolemi pemberian agonist
reseptor alfa dan resusitasi cairan.
Sedangkan pada saat pembedahan
dapat terjadi respon berupa
hipertensi dan takikardi, tetapi dapat
pula terjadi bradikardi akibat TIK
yang meningkat (refleks cushing).
Hipertensi dapat diatasi dengan penambahan
dosis agen induksi (efek dari vasodilatasi
ataupun inhalasi).
Sediaan beta-blocker dapat pula digunakan
pada kondisi hipertensi yang disertai takikardi.
CPP yang diharapkan adalah 70-110 mmHg.
Vasodilator sebaiknya dihindari sampai dengan
pembukaan duramater. Hiperventilasi hingga
PCO2 < 30 mmHg juga dihindari pada pasien
trauma karena ditakutkan terjadi penurunan
signifikan dari delivery oxygen.
Penatalaksanaan
EDH
Penatalaksanaan
Trauma Kepala Ringan

Observasi
dan
dirawat
di RS
Penatalaksanaan
Trauma Kepala Sedang
Penatalaksanaan Awal
Trauma Kepala Berat
BAB 3
LAPORAN KASUS
Laki-laki, 25 tahun, 70 kg
Riwayat Perjalanan Penyakit
Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran
Telaah : Dialami pasien sejak 2 hari SMRS. Awalnya
OS jatuh dari atap rumah. Riwayat pingsan tidak
ditemukan, riwayat muntah proyektil ditemukan dan
riwayat kejang tidak ditemukan. Kemudian OS
dirawat di RS luar daerah tempat tinggal OS sebelum
dirujuk ke RSUP HAM pada tanggal 12 Juni 2014.

RPO : IVFD Ringer Lactate Solution, Ceftriaxon,


Ranitidin, Ketorolac
RPT : Tidak jelas
Time Sequence
12 Juni 2014
Pukul 19.10 WIB
Masuk RSUP H. Adam Malik

12 Juni 2014
Pukul 21.30 WIB
Konsul Anastesi

13 Juni 2014
Pukul 03.10 WIB
Operasi craniotomy
Pemeriksaan Fisik di IGD
Primary Survey
A (Airway) : Clear, terpasang nasal kanul 2L/I, gargling
(-), snooring (-), crowing (-),
B (Breathing) : Spontan, RR 16 kali/menit, SP : vesikuler, ST
: tidak dijumpai, pernafasan cuping hidung (-), jejas pada
thorak (-)
C (Circulation) : terpasang IV line. Frekuensi Nadi 80 x/i,
t/v kuat dan cukup, Tekanan Darah 130/80 mmHg, Akral
teraba hangat, merah, dan kering , temp 37C
D (Disability) : Sens: alert, GCS: 13 (E3V4M6), Pupil:
isokor, diameter kanan: 3mm / kiri: 3mm, RC +/+,Raccoons
eyes +/-, kejang (-), muntah (+), nyeri kepala (+).
E (Exposure): oedem (-), Lacerated wound o/t (R
)temporal pariental berukuran 6x2x1 cm sudah dijahit
Secondary survey (pukul 21.00)
B1 (Breath)
Airway: clear, terpasang nasal kanul 2 l/i S/G/C:-/-/-, SP:
vesikuler, ST: (-), RR: 20 x/i, Riw. asma/alergi/batuk : -/-/-.
B2 (Blood)
Akral: H/M/K, TD: 130/80 mmHg, HR: 88 x/i, t/v
kuat/cukup.CRT<2
B3 (Brain)
Sens: compos mentis,GCS 13 (E3V4M6), RC +/+ lambat,
pupil isokor ka=3mm,ki=3mm. Racoons eye +/-
B4 (Bladder)
Urine (+)Volume 500cc, Kateter terpasang
B5 (Bowel)
Soepel, peristaltic (+)
B6 (Bone)
oedem (-)Fraktur (-),Lacerated wound o/t (R)temporal
parietal berukuran 6x2x1 cm sudah dijahit
Pemeriksaan Laboratorium
(12/06/2014)
Hb/ Ht/Leu/Tr : 12.50/36.90/8.64/130
PT/aPTT/TT/INR
:14.5(14.7)/33.6(29.8)/16.9(14.2)/1.02
Na/K/Cl : 138/3.8/105
Ur/ Cr : 24.90/ 0,61
KGD Ad R : 98.80
Pemeriksaan AGDA
pH : 7.36
pCO2 : 36.4
pO2 : 106.5
HCO3 :20.3
BE : -4.5
Total CO2 : 21.5
Sat O2 :99.2
Foto thoraks

Tidak tampak
Head CT-scan (12/6/2014)
Head CT-Scan
Interpretasi :
Bone Window
Fraktur depressed o/t (R)
temporal parietal
Brain Window
EDH o/t (R) Temporal parietal
sekitar 50 cc
Sulkus dan girus jelas
Mildline shift < 5 mm
Tidak tampak fraktur
kranial
Tidak tampak fraktur
Tidak tampak
fraktur
Diagnosis fungsional: HI GCS 13 +
EDH o/t (R) Temporal parietal , vol
50 cc
Rencana tindakan:
Craniotomy evakuasi EDH
PS ASA : 2E
Anestesi : GA-ETT
Posisi: Supine
Pemeriksaan Fisik
B1 (Breath)
Airway: clear, c-spine stabil, maxilofacial injury (-),
S/G/C:-/-/-, SP: vesikuler, ST: (-), RR: 20x/min.
Mallampati 1, Riw. asma/alergi/batuk : -/-/-
B2 (Blood)
Akral: H/M/K, TD: 130/80 mmHg, HR: 80 x/i, t/v
kuat/cukup.
B3 (Brain)
Sensorium : Compos mentis, GCS 13, RC +/+ , pupil
isokor ka=3mm,ki=3mm.racoons eye +/-
B4 (Bladder)
Urine (+),volume 500cc, kateter terpasang
B5 (Bowel)
Abdomen soepel, peristaltic (+)
B (Bone)
Tindakan Preoperatif dan Intubasi
Teknik Intubasi
Preoksigenasi 8L/menit
IVFD propofol 100 mg Selick manuver
IVFD Rocuronium 50 mgApneu Intubasi
ETT No 7,5Cuff (+)SP Ka=KiFiksasi.
Tersambung dengan Ventilator mesin
anestesi, dilakukan pemberian O2 100 % 6
liter.
Teknik Anestesi
Head up 30
Premedikasi : IVFD Midazolam 2,5 mg +
Fentanyl 150 mcg
Induksi : Injeksi propofol 100 mg
Relaxan : Injeksi Rocuronium 10 mg
Maintenance fentanyl 50mcg/30 menit,
rocuronium 10mg/30 menit. Inhalasi Anestesi
dengan Sevoflurane 1-2%, O2 2 l/i, udara 2
L/i
Keadaan Durante Operasi
Tekanan darah : 110 140/50 - 90 mmHg
Denyut nadi : 84-110 x/menit
Respiratory rate: 14-20 x/menit
Cairan :
- Pre-Operasi Rsol 500 cc,
- Durante Operasi 1500 Rsol, 500 cc HES, 175
cc PRC
Perdarahan : + 500 cc
Penguapan : + 300 cc/jam
UOP : 350 cc/ jam
Lama operasi : + 2 jam 30 menit (03.00
05.30)
Pemeriksaan Post Operasi
B1 (Breath)
Airway: Clear, spontan SP: vesikular , ST: (-) , SpO2:
99%. , c-spine stabil, maxilofacial injury (-),
B2 (Blood)
Akral: H/M/K, TD: 110/70 mmHg, HR: 84 x/mnt, reg, t/v:
kuat/ cukup
B3 (Brain)
Sens: DPO, pupil isokor Ka=3mm,Ki=3mm, RC +/+,
racoons eye +/-
B4 (Bladder)
Urine (+), Vol: 300 cc/ jam, warna: kuning jernih
B5 (Bowel)
Abdomen soepel, peristaltik (+)
B6 (Bone)
Terapi Post Operasi
IVFD Ketorolac 30 mg/ 8 jam + IVFD. Tramadol 100
mg/12 jam
Inj. Ranitidin 50g/12jam
Inj. Ceftriaxon 1gr/12jam
Inj. Vitamin C 1gr/24 jam
Bila mual/muntah, kepala miring kiri atau kanan,
suction (k/p)
IVFD RSol 20 gtt/i
Diet MSS jika peristaltik (+) normal dan pasien
sadar penuh
Terapi lain sesuai dengan bedah syaraf
Pemeriksaan Lanjutan Post Operasi
Pemantauan tensi, nadi dan nafas
setiap 15 menit selama 2 jam post
operasi
Darah lengkap Post Operasi
Follow up
BAB 3
PEMBAHASAN

TEORI
Teori
Penanganan anestesi
KASUS
pada trauma kepala
Penanganan anestesi Pada pasien ini,
pada sudah dimulai kepala
trauma sejak
sudah
awal di instalasi gawat
dimulai sejak datang dengan kondisi
darurat (IGD). Dengan
awal di instalasi gawat GCS 13 dan jalan
tetap memperhatikan
darurat
A-B-C
(IGD).
,
Dengan
pastikan
tetap memperhatikan A- napas yang adekuat
airway pasien clear,
B-C ventilasi
, pastikan airway dan sehingga tidak perlu
pasien clear, ventilasi
oksigenasi yang
dan adekuat
oksigenasi yang
dan support dilakukan three airway
adekuat
sistemik dilakukan
Indikasi
secara pemasangan
simultan manuver ataupun
intubasi
denganpada evaluasi
trauma tindakan intubasi.
kepala
neurologi diantaranya
dan
pembedahan refleks
:hipoventilasi,
muntah tidak ada, GCS
Kasus trauma
Teori kepala Pada pasien ini
sering didapati
bersamaan dengan tekanan darah
trauma di tempat lainya dalam batas
(multiple trauma)
dengan sumber
normal dan
perdarahan yang denyut nadi
banyak (terutama dengan tekanan
intraabdomen), laserasi
kepala (pada anak- dan volum yang
anak), selain itu dapat cukup sehingga
terjadi cedera medula tidak perlu
spinalis sehingga terjadi
simpatektomi. Ketiga hal dilakukan
ini akan menyebabkan resusitasi cairan.
hipotensi (TDS < 90
mmHg), yang harus
TEORI KASUS
Prinsip Pada pasien ini
pemberian cairan hanya
adalah dapat mendapatkan
diberikan cairan cairan normosalin
hiperosmolar berupa Rsol yang
untuk mengatasi mempunyai
edema cerebral osmolaritas
dengan sedikit lebih
membuat tinggi dibanding
gradient osmolar dengan
antara ruang osmolaritas darah
TEORI KASUS
Kondisi hiperglikemia Pada pasien ini,
merupakan
manifestasi respon
kadar gula darah
stress akibat trauma sewaktu masih
kepala yang berat. dalam batas
Pasien dengan trauma normal.
kepala berat
mempunyai kadar
gula darah yang lebih
tinggi dibanding
trauma ringan
maupun sedang.
Selain itu,
hiperglikemia juga
menjadi indikator
TEORI KASUS
General anestesi (anestesi Jenis anastesi yang
umum) adalah usaha untuk
menghilangkan rasa sakit
dilakukan pada pasien
seluruh tubuh secara sentral ini adalah general
disertai hilangnya kesadaran anastesi dikarenakan
yang bersifat reversible. tindakan operasi
Perbedaan dengan anestesi
lokal antara lain pada dilakukan pada bagian
anestesi lokal hilangnya rasa kepala.
sakit setempat sedangkan obat yang digunakan
pada anestesi umum pada obat melalui inhalasi
seluruh tubuh.
Teknik GA dapat dilakukan yaitu sevoflurance
dengan inhalasi, parental,
dan rektal.
Obat obat yang digunakan
melalui inhalasi antara lain :
N2O, Halothan, Enflurane,
Semua agen induksi Pada pasien ini
secara intravena
(thiopental, etiomidate
induksi dilakukan
dan propofol) kecuali dengan
ketamin, diketahui menggunakan
memiliki efek agen propofol.
vasokonstriksi dan
pilihan yang sesuai
untuk
mempertahankan
stabilitas
hemodinamik. Ketamin
dinilai dapat
menyebabkan
peningkatan cerebral
metabolic rate,
TEORI KASUS
Secara teori, Pada pasien ini
hiperventilasi dapat
mengontrol tekanan selama operasi
intrakranial dan dikondisikan
membalikkan kondisi
asidosi.
pernapasan
Bagaimanapun juga, sejumlah 14-20
pada pasien dengan x/menit
trauma kepala aliran
perfusi jaringan otak
menjadi rendah dan
juga terjadi
vasokonstriksi sehingga
dapat berakibat iskemik
jaringan. Dari beberapa
penelitian kondisi
KESIMPULAN
Laki-laki, 25 tahun, datang dengan keluhan
penurunan kesadaran yang dialami pasien sejak
2 hari SMRS.awalnya pasien jatuh dari atap rumah.
Riwayat mual-mual proyektil ditemui , riwayat
pingsan dijumpai, kejang tidak dijumpai , riwayat
kejang tidak dijumpai .
Di IGD dinilai primary dan secondary survey,
kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan laboratorium, x-ray dan CT-
Scan.
Dari hasil pemeriksaan fisik dan penunjang dapat
ditegakkan diagnosa HI GCS 13 + EDH o/t (R) TP
vol 50 cc.
Terapi definitif pada pasien ini yaitu dilakukan
craniotomy dengan general anestesi untuk
mengevakuasi EDH tersebut.
54

Anda mungkin juga menyukai