Anda di halaman 1dari 59

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Upaya pembaharuan pendidikan sebagaimana yang tertuang di dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003, adalah reorientasi
pendidikan ke arah pendidikan berbasis kompetensi. Di dalam pembelajaran
tersebut tersirat adanya nilai-nilai pembentukan manusia Indonesia seutuhnya,
sebagai pribadi yang integral, produktif, kreatif dan memiliki sikap kepemimpinan
dan berwawasan keilmuan sebagai warga negara yang bertanggung jawab.
Indikator ini akan terwujud apabila diiringi dengan upaya peningkatan mutu dan
sumber daya manusia (SDM) melalui proses pada berbagai jenjang pendidikan
Pendidikan merupakan hal penting untuk membekali peserta didik
menghadapi masa depan. Di Indonesia pendidikan diatur dalam Undang-undang
tersendiri mengenai Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Seperti yang
tercantum dalam Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 bahwa : Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq
mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan sebagai salah satu sektor paling penting dalam pembangunan

nasional, dijadikan sebagai andalan utama untuk berfungsi semaksimal mungkin


dalam upaya meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Disamping
perkembangan ilmu pengetahuan, perkembangan teknologi yang pesat juga
menuntut kita untuk mampu bersaing dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain
dalam perkembangan tersebut. Yang menjadi masalah adalah lemahnya proses
pembelajaran sebagai proses interaksi guru dengan siswa dalam mempelajari
materi yang telah tersusun dalam suatu kurikulum. Permasalahan yang sering
ditemukan adalah minat dan keaktifan siswa dalam belajar. Hal ini dapat dilihat
dari hasil belajar siswa yang diperoleh setelah akhir pelajaran, ulangan harian dan
ujian semester yang masih rendah.
Kondisi ini juga terjadi pada sisa kelas VIII SMPN 1 Dumai, terutama
dalam mempelajari IPA. cukup banyak siswa yang tidak menyukai pelajaran IPA.
Menurut mereka, fisika merupakan mata pelajaran yang sangat sukar,
membosankan, dan sulit dipahami. Seringkali setelah menerangkan materi tertentu
guru menanyakan kepada siswa-siswanya, yang sering terjadi siswa hanya diam,
sebagian kecil yang menjawab paham atau belum paham. Namun ketika diberikan
tugas kebanyakan dari mereka masih kebingungan. Untuk mengatasi masalah
tersebut, siswa harus diberikan motivasi untuk aktif dalam bertanya.
Berdasarkan hasil studi penulis di kelas VIII.4 SMP Negeri 1 Dumai
diperoleh data bahwa rata-rata hasil belajar siswa kelas tersebut masih tergolong
rendah khususnya pada mata pelajaran IPA. Kriteria Ketuntasan Minimum
(KKM) yang ditetapkan sekolah adalah 78. Hal ini dapat dilihat dari tabel data

nilai ulangan siswa pada semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012 untuk materi
ajar bahan kimia dalam kehidupan.
Tabel 1 : Nilai Awal Ketuntasan Belajar Siswa

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti dan setelah mewawancarai siswa


peneliti mengambil kesimpulan bahwa: (1) siswa kurang atau tidak aktif bertanya
dalam pembelajaran IPA. Hal ini diduga karena kurangnya minat dan motivasi
siswa terhadap mata pelajaran IPA dan siswa tidak memiliki keberanian bertanya
pada guru tentang hal-hal yang kurang jelas yang diajarkan oleh guru serta guru

belum mampu mengembangkan semangat dan motivasi belajar siswa; (2) metode
pembelajaran yang dilaksanakan kurang melibatkan siswa, siswa hanya mencatat
dan mendengarkan serta melakukan kegiatan sesuai perintah guru, sehingga
menyebabkan siswa kurang aktif dalam mengajukan pertanyaan.
Menanggapi permasalahan di atas, maka guru dituntut untuk dapat
memilih metode yang lebih mengaktifkan siswa dalam pembelajaran IPA. Agar
proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik, seorang guru harus bisa
menciptakan suasana yang dapat menarik perhatian siswa dan melibatkan mereka
dalam proses pembelajaran. Untuk itu guru harus dapat merencanakan, menyusun
dan mendesain peroses pembelajaran dengan menggunakan model, metode
mengajar yang nantinya dapat memotivasi siswa dan meningkatkan hasil belajar
siswa. Sehingga siswa yang kurang atau tidak mengerti mau bertanya kepada guru
atau teman. Salah satu metode yang akan dicoba untuk dapat meningkatkan
aktivitas bertanya siswa dan motivasi siswa untuk belajar IPA adalah model
pembelajaran kooperatif think, pair and share dan melalui pendekatan pengajuan
masalah (problem posing).
Model pembelajaran think, pair and share ini dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa bersama pasangan kelompoknya untuk
merumuskan jawaban dari pertanyaan yang telah diajukan guru. Tahapan
terpenting dalam metode ini dalam metode ini siswa dituntut untuk bisa berfikir
terhadap materi atau soal yang diajukan guru, sehingga siswa dapat menggali
informasi sendiri dan akan berdampak pada pemahamannya yang baik. Melalui
metode think, pair and share diharapkan dapat lebih mempermudah pemahaman

materi pelajaran yang diberikan dan nantinya dapat mempertinggi kualitas proses
pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Model pembelajaran problem posing adalah salah satu bentuk kegiatan
yang dapat mengaktifkan siswa dalam memecahkan masalah. Siswa diminta
mengajukan soal dan mereka juga diminta untuk mencari penyelesaiannya. Soal
yang telah disusun dapat diajukan sebagai bahan diskusi bersama teman
sekelompoknya dan hasil yang telah dikerjakan dapat dijadikan sebagai kunci
jawaban dari soal-soal yang telah diajukan. Apabila menemukan permasalahan di
dalam menyelesaikan soal tersebut dapat ditanyakan kepada guru pengajar dan
dibahas kembali di dalam kelas secara bersama.
Problem posing dapat dilakukan berkolaborasi dengan kooperatif think,
pair and share, sebagaimana. Oleh karena itu sengaja peneliti menggabungkan
model pembelajaran kooperatif think, pair and share, dengan problem posing,
karena model pembelajaran kooperatif mempunyai sintak khusus yang dapat
dengan mudah dipahami dibandingkan dengan problem posing. Selama
pembelajaran dikelas, guru memberikan penjelasan materi agar lebih dapat
membantu siswa dalam memahami konsep IPA. Setelah guru memberikan
penjelasan maka siswa disuruh untuk membentuk kelompok kooperatif dan
menekankan agar siswa aktif bertanya baik dalam bentuk soal dengan kelompok
sendiri maupun dengan kelompok lain.
Berdasarkan latar belakang inilah, peneliti moncoba untuk
mengadakansuatu penelitian tindakan kelas (PTK) dengan judul Penerapan
Metode Problem Posing Dalam Model Pembelajaran Kooperatif Think, Pair And

Share Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Fisika Siswa Kelas VIII.4 SMP
Negeri 1 Dumai Tahun Ajaran 2011/2012.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan
permasalahannya sebagai berikut : Bagaimanakah pengaruh Metode Problem
Posing Dalam Model Pembelajaran Kooperatif Think, Pair And Share (TPS)
dalam meningkatkan hasil belajar fisika siswa Kelas VIII.4 SMP Negeri 1 Dumai
Tahun Ajaran 2011/2012?
C. Cara Pemecahan Masalah
Permasalahan rendahnya hasil belajar siswa merupakan masalah yang
selalu dihadapi sekolah. Menurut hasil analisa sementara rendahnya hasil belajar
siswa di pengaruhi oleh model pembelajaran yang selama ini digunakan. Salah
satu metode dalam pembelajaran yang digunakan adalah metode Think Pair Share
(TPS) merupakan suatu teknik sederhana dengan keuntungan besar. Think Pair
Share (TPS) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat suatu
informasi dan seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling
menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas.
Selain itu, Think Pair Share (TPS) juga dapat memperbaiki rasa percaya diri dan
semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas. Guru tidak lagi
sebagai satu-satunya sumber pembelajaran (teacher oriented), tetapi justru siswa
dituntut untuk dapat menemukan dan memahami konsep-konsep baru.
Metode Problem Posing sebagai pembuatan soal oleh siswa yang dapat
mereka pikirkan tanpa pembatasan apapun baik terkait isi maupun konteksnya.

Mrtode pembelajaran ini dapat memberikan kebebasan kepada siswa untuk


berpikir dalam memahami materi. Berpikir secara bebas dan mandiri sesuai
karakter dan kemampuan masing-masing siswa akan menumbuhkan sikap logis,
kritis, cermat, kreatif dan disiplin serta dapat membantu siswa dalam
mengembangkan keyakinan terhadap mata pelajaran yang dipelajari.
Dengan menerapkan metode Problem Posing dalam Model kooperatif TPS
ini diharapkan dapat merangsang siswa dalam melakukan aktifitas belajar
individu maupun kelompok sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil
belajar siswa.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa
kelas VIII.4 SMP Negeri 1 Dumai melalui Penerapan Metode Problem Posing
dalam Model kooperatif TPS
E. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat antara lain:
1. Bagi siswa, dapat memberikan nuansa yang berbeda, dimana siswa lebih
berperan aktif sehingga meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas VIII.4.
2. Bagi Guru, Penelitian ini merupakan salah satu usaha untuk memperdalam
dan memperluas ilmu pengetahuan guru dan penelitian ini diharapkan dapat
membantu dan mempermudah pengambilan tindakan perbaikan selanjutnya.
3. Bagi sekolah, penelitian ini memberikan masukan kepada kepala sekolah
untuk terus memperbaiki mutu sekolah, salah satunya dengan meningkatkan
hasil belajar IPA siswa.

BAB II
KAJIAN TEORI
A. Hasil Belajar
Muhibbin Syah (2007) menyatakan bahwa pada prinsipnya, pengungkapan
hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat
pengalaman dan proses belajar siswa. Namun demikian, pengungkapan perubahan
tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah murid, sangat sulit. Hal ini
disebabkan perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tak dapat
diraba). Oleh karena itu, yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya
mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan
diharapkan dapat menceminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar
siswa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi
karsa.Menurut Dimyati dan Mujiono (2000) hasil belajar adalah hasil dari suatu
interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar
diakhiri dengan proses evaluasi belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan
berakhirnya proses belajar.
Faktor yang dapat menentukan hasil belajar berdasarkan apa yang
dikemukakan Ahmadi dan Supriyono (2001) dapat digolongkan menjadi tiga
bagian yang diuraikan secara garis besar adalah sebagai berikut:
1) Faktor stimuli belajar, adalah segala hal di luar individu untuk
mengadakan reaksi atau perbuatan belajar.
2) Faktor metode belajar, metode yang digunakan guru sangat
mempengaruhi metode belajar yang dipakai oleh siswa.
8

3) Faktor individual, sangat besar pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa.


Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya
hasil belajar merupakan hasil yang dicapai oleh seorang siswa setelah mengikuti
pembelajaran atau tes yang dilaksanakan oleh guru di kelas. Sehubungan dengan
penelitian ini maka hasil belajar yang dimaksud adalah nilai yang diperoleh siswa
setelah melaksanakan pembelajaran dengan penerapan metode problem posing
dalam model kooperatif think pair share (tps)
B. Problem Posing
1. Pengertian Problem Posing
Suryanto, mengemukakan bahwa problem posing merupakan istilah dari
dalam Bahasa Inggris, sebagai padanan katanya digunakan istilah merumuskan
masalah (soal) dari situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum ketika atau
setelah pemecahan masalah.
Problem posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan
siswa menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaan
pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal tersebut.
Dalam pembelajaran problem posing (pengajuan soal) menempati posisi yang
strategis. Siswa harus menguasai materi dan urutan penyelesaian soal secara
mendetil. Hal tersebut akan dicapai jika siswa memperkaya khazanah
pengetahuannya tak hanya dari guru melainkan perlu belajar secara mandiri.
Suryanto menjelaskan tentang problem posing adalah perumusan soal agar
lebih sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan

10

agar lebih sederhana dan dapat dikuasai. Hal ini terutama terjadi pada soal-soal
yang rumit. (Pujiastuti, 2001:3)
Problem Posing merupakan suatu metode pembelajaran yang menekankan
pada kegiatan merumuskan masalah untuk membina siswa sehingga dapat
meningkatkan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah, sesuai pendapat
Cars dalam Sutiarso (1999:26), bahwa untuk meningkatkan kemampuan
menyelesaikan masalah dapat dengan cara membiasakan siswa untuk
merumuskan masalah (Problem Posing). Kegiatan merumuskan masalah juga
memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk merekonstruksi pikiran-pikiran
dalam rangka memahami materi pembelajaran. Kegiatan tersebut menentukan
pembelajaran yang dilakukan siswa lebih bermakna.
2. Kelebihan dan Kekurangan Metode Problem Posing
a. Keunggulan-Keunggulan Problem Posing
1) Siswa dapat berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran yaitu siswa
membuat soal dan menyelesaikannya,
2) Mendidik siswa berpikir secara sistematis
3) Mendidik siswa tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan,
4) Mampu mencari berbagai jalan dari suatu kesulitan yang dihadapi,
5) Akan mendatangkan kepuasan tersendiri bagi siswa jika soal yang dibuat tidak
mampu diselesaikan oleh kelompok lain,
6) Siswa akan terampil menyelesaikan soal tentang materi yang diajarkan,
7) Siswa berkesempatan menunjukkan kemampuannya pada kelompok lain.

11

b. Keterbatasan-keterbatasan problem posing


1) Pembelajaran model problem posing membutuhkan waktu yang lama,
2) Agar pelaksanaan kegiatan dalam membuat soal dapat dilakukan dengan baik
perlu ditunjang oleh buku yang dapat dijadikan pemahaman dalam kegiatan
belajar terutama membuat soal.
3. Langkah-Langkah Metode Problem Posing
Langkah-langkah pembelajaran menggunakan problem posing adalah
sebagai berikut:
a)
b)
c)
d)
e)

Membuka kegiatan pembelajaran


Menyampaikan tujuan pembelajaran
Menjelaskan materi pelajaran
Memberikan contoh soal
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal

f)

yang belum jelas.


Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membentuk soal dan

menyelesaikannya
g) Mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan
h) Membuat rangkuman berdasarkan kesimpulan yang dibuat sisw
i) Menutup kegiatan pembelajaran
C. Model Pembelajaran Kooperatif
Kunandar (2007) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang
saling asuh antar siswa untuk menghindari ketersinggungan dan kesalah pahaman
yang dapat menimbulkan permusuhan.
Menurut Lie (2003) pembelajaran kooperatif adalah sistem pengajaran
yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan
sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif atau

12

Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar


dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang
anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompok yang
bersifat heterogen.
Slavin (2008) menyatakan pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran
dimana siswa belajar secara kolompok. Pada pembelajaran ini siswa
dikelompokkan. Tiap-tiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang siswa. Anggota
kelompok harus heterogen baik kongitif, jenis kelamin, suku, dan agama. Belajar
dan bekerja setara kolaboratif, dengan struktur kelompok yang heterogen.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan Teknik pembelajaran yang dirancang agar siswa dapat menyelesaikan
tugasnya berkelompok. Pada pembelajaran kooperatif siswa diberi kesempatan
untuk berkerjasama dengan teman yang ada pada kelompoknya masing-masing.
Dengan demikian rasa setia kawan dan ingin maju bersama semakin tertanam
pada setiap diri siswa.
1. Keunggulan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif
Slavin dalam Sanjaya (2007) mengemukakan ada dua alasan penggunaan
pembelajaran kooperatif untuk memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini
memiliki kelemahan yaitu pertama, beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa
penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap
menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri.

13

Kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam


memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.
Hal senada dikemukakan oleh Kunandar (2007) bahwa pembelajaran
dengan kooperatif memiliki begitu banyak keunggulan diantaranya yaitu:
1)

Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial

2)

Mengembangkan kegembiraan dalam belajar yang sejati

3)

Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap,


keterampilan, informasi, prilaku sosial, dan pandangan.

4)

Terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen

5)

Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawaan sosial

6)

Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois

7)

Menghilangkan siswa dari penderitaan akibat kesendirian atau


keterasingan.
Kelemahan model pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor dari

dalam dan dari luar.


1)

Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang,


disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan
waktu.

2)

Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar, maka


dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup
memadai.

3)

Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada


kecendrungan topik permasalahan yang sedang dibahas

14

meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang


telah ditentukan, dan
4)

Saat diskusi kelas terkadang didominasi seseorang, hal ini


mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif


Tahap-tahap model pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim (2001)
seperti yang terlihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Tahap-tahap Model Pembelajaran Kooperatif
Fase

Perilaku Guru

Fase-1
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
Fase-2
Menyampaikan informasi
Fase-3
Mengorganisasikan siswa
dalam kelompok-kelompok
belajar
Fase-4
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
Fase-5
Evaluasi
Fase-6
Memberikan penghargaan

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran


yang ingin dicapai dan memotivasi siswa belajar
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan
jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara
membentuk kelompok belajar dan membantu
setiap kelompok agar melakukan transisi secara
efisien
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Guru mencari cara untuk menghargai, baik
upaya-upaya maupun hasil belajar individu dan
kelompok

D. Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS)


1. Pengertian Think Pair Share (TPS)
Model pembelajaran Think-Pair- Share (TPS) dikembangkan oleh Frank
Lyman dkk dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Model
pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) merupakan salah satu model pembelajaran

15

kooperatif sederhana. Teknik ini memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja
sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan teknik ini adalah
optimalisasi partisipasi siswa (Lie, 2004).
Think Pair Share merupakan suatu teknik sederhana dengan keuntungan
besar. Think Pair Share dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat
suatu informasi dan seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling
menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas.
Selain itu, Think pair share juga dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua
siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas. Think Pair Share
sebagai salah satu metode pembelajaran kooperatif yang terdiri dari 3 tahapan,
yaitu thinking, pairing, dan sharing. Guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber
pembelajaran (teacher oriented), tetapi justru siswa dituntut untuk dapat
menemukan dan memahami konsep-konsep baru (student oriented).
Model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) adalah salah satu model
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan
partisipasi kepada orang lain. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya
satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, tipe Think-PairShare ini memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada siswa
untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain (Lie, 2004).
Arends (Komalasari, 2010) mengemukakan bahwa: Model pembelajaran
Think Pair and Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi
suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi
membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan

16

prosedur yang digunakan dalam Think Pair and Share dapat memberi murid lebih
banyak waktu berfikir, untuk merespon dan saling membantu.
Bertitik tolak dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada
tiga hal mendasar yang harus dilakukan dalam model pembelajaran Think Pair
and Share antara lain : berfikir ( thinking ), berpasangan ( pairing ), dan berbagi
(share).
Alternatif proses belajar mengajar dengan model pembelajaran Think
Pair and Share merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi murid. Hal ini dapat dilihat dalam langkah langkah
dalam model pembelajaran ini, yaitu murid melakukan diskusi dalam dua tahap
yaitu tahap diskusi dengan teman sebangkunya kemudian dilanjutkan diskusi
dengan keseluruhan kelas pada tahap berbagi (sharing).
2. Langkah-langkah Pembelajaran Think Pair Share
Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran Think-Pair-Share(TPS)
adalah: (1) guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan
tugas kepada semua kelompok, (2) setiap siswa memikirkan dan mengerjakan
tugas tersebut sendiri, (3) siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam
kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya, (4) kedua pasangan bertemu
kembali dalam kelompok berempat. Siswa mempunyai kesempatan untuk
membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat (Lie, 2004).
Think-Pair-Share (TPS) memiliki prosedur yang ditetapkan secara
eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan
saling membantu satu sama lain. Sebagai contoh, guru baru saja menyajikan suatu

17

topik atau siswa baru saja selesai membaca suatu tugas, selanjutnya guru meminta
siswa untuk memikirkan permasalahan yang ada dalam topik/bacaan tersebut.
Tahap utama dalam pembelajaran think-pair-share (TPS) menurut Ibrahim
(2000) adalah sebagai berikut:
Tahap 1 : Thingking (berpikir)
Guru mengajukan pertanyaan atau yang berhubungan dengan pelajaran.
Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara mandiri
untuk beberapa saat.
Tahap 2 : Pairing
Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan
apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Dalam tahap ini, setiap anggota
pada kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan
mendefinisikan jawaban yang dianggap paling benar, paling meyakinkan, atau
paling unik. Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
Tahap 3 : Sharing (berbagi)
Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan
seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Keterampilan berbagi
dalam seluruh kelas dapat dilakukan dengan menunjuk pasangan yang secara
sukarela bersedia melaporkan hasil kerja kelompoknya atau bergiliran pasangan
demi pasangan hingga sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan
untuk melaporkan.
Sedangkan menurut Huda (2011) langkah-langkah pembelajaran thinkpair-share adalah sebagai berikut :

18

1. Siswa ditempatkan dalam kelompok. Setiap kelompok terdiri dari empat atau
enam anggota.
2. Guru memberikan tugas kelompok.
3. Masing-masing anggota kelompok mengerjakan tugas tersebut sendiri-sendiri
terlebih dahulu.
4. Kelompok membentuk anggota nya secara berpasangan. Setiap pasangan
mendiskusikan hasil diskusi individunya.
5. Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masing-masing
untuk membagikan hasil diskusinya.
E. Langkah Langkah Metode Problem Posing Dalam Metode Kooperatif
Think-Pair-Share(TPS)
Tabel 3 : Langkah Langkah Metode Problem Posing Dalam Metode
Kooperatif Think-Pair-Share (TPS)
Fase
Tingkah Laku Guru
Fase 1
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran
Menyampaikan tujuan dan
tersebut dan memotivasi siswa belajar
memotivasi siswa
Fase -2
Guru mempresentasikan informasi kepada siswa
Mempresentasikan informasi
dengan verbal atau lewat bahan bacaan (teks)
Fase-3
Guru menjelaskan kepada siswa tata cara
Mengorganisasikan siswa ke
membentuk kelompok belajar dan membantu
dalam
setiap kelompok agar melakukan transisi secara
kelompok-kelompok belajar
efisien
Fase 4
Tahapan Think
Membimbing (Membantu)
1. Guru memberikan LKS dan lembar
kelompok,
problem posting kepada tiap-tiap
belajar mengajar
kelompok
2. Masing-masing anggota memikirkan dan
mengerjakan tugas tersebut sendirisendiri terlebih dahulu
Tahapan Pair
1. Kelompok membentuk anggotanya
secara berpasangan. Setiap pasangan
mendiskusikan hasil pengerjaan
individunya.
2. Guru membimbing kelompok- kelompok
belajar pada saat mengerjakan tugas
3. Guru menanggapi pertanyaan setiap
siswa dalam lembar problem posing
4. Guru meminta siswa untuk menjawab

19

Fase -5
Mengujikan berbagai materi
(Evaluasi)
Fase-6
Memberi penghargaan/
pengakuan

soal yang telah mereka buat bersama


anggota kelompok dalam lembar
problem posing
Guru menguji pengetahuan siswa tentang materi
yang telah dipelajari dengan meminta masingmasing kelompok mempresentasikan hasil
pekerjaannya
Guru mencari cara-cara untuk menghargai
usaha/hasil belajar individu atau kelompok.

F. Hubungan Metode Problem Posing Dalam Model Kooperatif Think-Pair-

Share(TPS) Dengan Hasil Belajar Siswa


Problem posing memberikan kesempatan peserta didik berperan aktif
dalam mempelajari, mencari dan menemukan sendiri informasi/data untuk diolah
menjadi konsep, prinsip, teori atau kesimpulan. Metode ini digunakan guru
bersama dengan penggunaan metode lain. Seperti halnya yang dilakukan oleh
peneliti yaitu menggabungkan problem posing dengan model pembelajaran
kooperatif think-pair-share .
Problem posing dapat dilakukan secara berkelompok, sebagaimana
pembelajaran kooperatif think-pair-share . Oleh karena itu peneliti
menggabungkan model pembelajaran kooperatif dengan problem posing, karena
model pembelajaran kooperatif think-pair-share mempunyai sintak khusus yang
dapat dengan mudah dipahami dibandingkan dengan problem posing. Selama
pembelajaran di kelas, guru memberikan penjelasan materi agar lebih dapat
membantu siswa dalam memahami konsep matematika. Setelah guru memberikan
penjelasan maka siswa disuruh untuk membentuk kelompok kooperatif dan
menekankan agar siswa aktif bertanya baik dalam bentuk soal dengan kelompok
sendiri maupun dengan kelompok lain, membuat soal sendiri dan mengadakan

20

perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau


menyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah.
Lain halnya dengan problem posing, guru tidak memberikan informasi
dulu, tetapi informasi diperoleh siswa setelah memecahkan masalah, sehingga
aktifitas siswa untuk bertanya akan selalu dibutuhkan guna mengetahui alternatif
masalah tersebut. Akan tetapi dalam penelitian ini karena terjadi penggabungan
antara model pembelajaran kooperatif think-pair-share dengan problem posing,
maka dalam pelaksanaanya guru akan memberikan sedikit informasi kepada siswa
sebelum pembuatan soal. Hal ini memungkinkan siswa untuk berusaha
meningkatkan hasil belajar bagi dirinya maupun kelompoknya.

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian

21

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII.4 SMP Negeri 1 Dumai Tahun


Pelajaran 2011/2012. Penelitian dilaksanakan pada semester genap. Adapun
jadwal penelitian untuk mata pelajaran fisika adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Jadwal Penelitian
Siklus
Mata Pelajaran
Hari /Tanggal
Rabu, 11 Januari 2012
I
IPA Fisika
Jumat, 13 Januari 2012
Ulangan Harian I
Rabu, 18 Januari 2012
Jumat, 20 Januari 2012
II
IPA Fisika
Rabu, 25 Januari 2012
Ulangan Harian II
Jumat, 27 Januari 2012
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII.4 SMP Negeri 1 Dumai yang
berjumlah 35 orang terdiri dari 18 orang siswa laki-laki dan 17 orang siswa
perempuan.
C. Bentuk Penelitian
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang terdiri dari dua
siklus dan empat kali pertemuan. Arikunto (2006) menyatakan bahwa penelitian
tindakan kelas (PTK) adalah penelitian yang dilakukan di kelas dengan tujuan
memperbaiki atau meningkatkan mutu praktik pembelajaran. Tindakan kelas yang
diberikan pada penelitian ini adalah metode problem posing dalam kooperatif tipe
think pair share siswa dalam rangka meningkatkan hasil belajar fisika siswa
Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus, tiap siklus dilakukan dalam dua
21
Perencanaan
kali pertemuan, daur siklus penelitian tindakan kelas (PTK) menurut Arikunto
Refleksi
(2006) adalah sebagai
berikut :

SIKLUS I

Pelaksanaan

Pengamatan
Perencanaan
Refleksi

SIKLUS I
Pengamatan

Pelaksanaan

22

Gambar 1 : Desain PTK Arikunto (2006)


Penelitian ini merupakan PTK yang dilakukan oleh peneliti sendiri dengan
dibantu oleh observer yang mencakup kegiatan perencanaan, tindakan,
pengamatan dan refleksi. Keempat kegiatan ini berlangsung secara berulang
dalam bentuk siklus. Adapun uraian dari masing-masing tahapan adalah :
1. Perencanaan
Dalam kegiatan perencanaan meliputi: merancang perangkat pembelajaran
yang terdiri dari silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar tugas siswa;
memilih buku pegangan siswa; dan merancang instrumen antara lain: membuat
format lembar observasi aktivitas guru dan siswa, dan menetapkan jadwal
pelaksanaan. Berikut akan diuraikan kegiatan perencanaan ini:
a. Mengkaji silabus mata pelajaran matematika kelas VIII SMP.
Peneliti perlu mengkaji terlebih dahulu silabus mata pelajaran fisika kelas
VIII sebelum pembelajaran dimulai. Pengkajian dilakukan terhadap materi
pembelajaran, alokasi waktu dan indikator yang diharapkan dikuasai siswa
serta Rencana Pelakasanaan Pembelajaran (RPP). Pokok bahasan yang
akan dibahas dalam penelitian ini adalah gaya dan penerapannya.

23

b. Memilih buku pegangan siswa


Buku teks yang dipilih utuk mendukung pembelajaran fisika ini adalah
fisika untuk SMP Kelas VIII penerbit Erlangga.
c. Merancang Instrumen
Instrumen yang umum dipakai adalah (a) Lembar Kerja Siswa (LKS) (b)
lembar observasi siswa dan guru (c) ulangan harian I dan II.
d. Memberi informasi tentang kegiatan pembelajaran dengan metode
problem posing dalam model pembelajaran kooperatif tipe think pair
share. Sebelum memulai penelitian, guru memberi informasi tentang
kegiatan pembelajaran metode problem posing dalam model pembelajaran
kooperatif tipe think pair share. agar sebelum pelaksanaan proses
pembelajaran siswa sudah mengetahui tahapan-tahapan aktivitas
pembelajaran yang dilakukan.
e. Pembentukan kelompok
Pembentukan kelompok dilakukan sebanyak dua kali, karena penelitian ini
dilaksanakan dalam dua siklus. Pembentukan kelompok siklus I
berdasarkan skor dasar yang diperoleh melalui ulangan harian sebelum
dilakukan proses pembelajaran dengan menerapkan metode problem
posing dalam model pembelajaran kooperatif tipe think pair share. yaitu
pada materi gaya dan penerapannya. Sedangkan pembentukan kelompok
siklus II berdasarkan skor yang diperoleh siswa pada ulangan harian I.
Pembentukan kelompok dilakukan secara heterogen dengan mengurutkan
skor perolehan siswa dari yang paling tinggi ke yang paling rendah.

24

Selanjutnya, siswa dibagi menjadi lima kelompok yang terdiri dari 25%
kelompok tinggi, 50% kelompok sedang, dan 25% kelompok rendah.
Setiap kelompok terdiri dari 1 orang dari siswa kelompok tinggi, 2 orang
dari siswa kelompok sedang, dan 1 orang dari siswa kelompok rendah.
2. Pelaksanaan Tindakan
Tindakan, yaitu apa yang harus dilakukan oleh guru atau peneliti sebagai
upaya perbaikan, peningkatan atau perubahan yang diinginkan. Kegiatan pada
tahap tindakan adalah menerapkan cara mengajar yang sudah direncanakan oleh
peneliti pada tahap perencanaan. Dalam pelaksanaan tindakan kelas yang
menggunakan metode problem posing dalam model pembelajaran kooperatif tipe
think pair share. melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Kegiatan Awal
1.

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran


yang ingin dicapai

2. Guru melakukan apersepsi dengan tanya jawab bersama siswa tentang


materi yang telah lalu
3. Guru memotivasi siswa dengan menghubungkan materi yang dipelajari
dengan kehidupan sehari-hari

b.

Kegiatan Inti

1.
Guru menyajikan informasi tentang materi yang dipelajari.
2. Guru mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
yang telah ditentukan dan menjelaskan langkah-langkah pembelajaran
3. Guru memberikan LKS kepada setiap kelompok.
Tahapan Think

25

4.
Guru memberikan tugas LKS kepada setiap kelompok.
5. Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut
sendiri-sendiri terlebih dahulu.
6. Guru memberi tugas kepada masing-masing anggota kelompok untuk
membuat soal dan menjawabnya berdasarkan materi yang baru siswa
pahami. Dan soal ini akan dibahas bersama kelompok nantinya.
Tahapan Pair
7. Kelompok membentuk anggotanya secara berpasangan. Setiap pasangan
mendiskusikan hasil pengerjaan individunya.
8. Guru mengontrol kerja siswa dalam diskusi dan membantu siswa
mengarahkan jika masih terdapat hal-hal yang belum dipahami.
Tahapan Share
9. Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masing-masing
untuk memeriksa hasil diskusinya
10.
Guru memimpin jalannya diskusi kelas.
11. Setelah setiap kelompok selesai mengerjakan LKS, guru meminta
perwakilan dari setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja
kelompoknya ke depan kelas dan kelompok lain diminta untuk memberikan
tanggapan, guru bertindak sebagai fasilitator
12. Guru memberikan penghargaan berupa tepuk tangan kepada siswa yang
telah mempresentasikan hasil diskusinya dan kepada siswa yang telah
menanggapi hasil kerja temannya.
c.

Kegiatan Akhir
13.
Guru memberikan penguatan/ penghargaan terhadap hasil diskusi
siswa

26

14. Guru mengadakan evaluasi jawaban soal yang diperoleh dari hasil presentasi
dan menjelaskan jawaban soal yang masih rancu.
15. Guru menutup pelajaran dengan memberikan tugas rumah kepada siswa
3. Pengamatan
Pengamatan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan yang
dilakukan oleh observer dengan menggunakan lembar observasi. Pengamatan
dilakukan terhadap aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan
menggunakan lembar observasi. Observasi dilakukan pada tiap kali pertemuan.
Sebelum dilakukan observasi peneliti menjelaskan kepada observer mengenai
mekanisme pelaksanaan pembelajaran metode problem posing dalam model
pembelajaran kooperatif tipe think pair share dan terlebih dahulu melakukan
diskusi mengenai apa yang akan diobservasi nantinya.
4. Refleksi
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dijadikan sebagai bahan kajian
pada kegiatan refleksi. Hasil analisis dari refleksi ini disajikan sebagai bahan
untuk membuat rencana tindakan yang baru pada siklus berikutnya
D. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
a. Data tentang penggunaan pembelajaran metode problem posing dalam model
pembelajaran kooperatif tipe think pair share, yaitu data tentang aktivitas siswa
dan aktivitas guru dalam pembelajaran yang diperoleh melalui lembar
observasi.
b. Data tentang hasil belajar siswa dalam pembelajaran yang diperoleh melalui tes
hasil belajar yang dilaksanakan pada akhir tiap siklus.

27

c. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu perangkat pembelajaran dan


instrument pengumpulan data (lembar observasi, LKS dan lembaran ulangan
harian).
E. Teknik Analisa Data
Data yang diperoleh pada penelitian ini berupa data kumulatif yang
diperoleh dari test pada ulangan 1 dan ulangan 2 setiap akhir siklus dan data
kwalitatif di peroleh dari kegiatan observerasi siswa.
Ketuntasan Belajar Siswa
a. Ketuntasan Individu dengan rumus
Jumlah jawaban yang benar
Jumlah seluruh soal
Ketuntasan individu =
x 100%

Seorang siswa (individu) dikatakan tuntas apabila telah mencapai


persentase 78% dari jumlah soal yang diberikan dapat dijawab dengan benar,
atau dengan nilai 78. Untuk nilai ketuntasan ini diambil dari nilai ulangan
harian.

b. Ketuntasan Klasikal
Jumlah siswa yang tuntas
Seluruh siswa
Ketuntasan Klasikal =
x 100%

Ketuntasan klasikal adalah minimal 85% dari seluruh jumlah siswa


memperoleh nilai minimal 75 (Wardani, 2006).
c. Aktifitas Belajar Siswa

28

Aktifitas belajar siswa diamati oleh seorang observer dengan


menggunakan lembaran observasi, kemudian dihitung dengan menggunakan

rumus :

F
x 100%
N

Keterangan:
F
: Frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N
: Number of Cases (jumlah frekuensi/banyaknya individu)
P
: Angka persentase
100%
: Bilangan Tetap (Anas, 2004)
Dalam menentukan kriteria penilaian tentang hasil penelitian, maka
dilakukan pengelompokkan atas 5 kriteria penilaian yaitu Baik Sekali, Baik,
Cukup, Kurang, Kurang Sekali. Adapun kriteria persentase tersebut yaitu
sebagai berikut:
Tabel 5. Interval Kategori Aktivitas Siswa
Interval (%)
Kategori
80 100
70 79
60 69
50 59
0 49
Sumber: Depdiknas (2008)

d.

Baik sekali
Baik
Cukup
Kurang
Kurang Sekali

Aktivitas Guru
Setelah data terkumpul melalui observasi, data aktivitas guru diolah
dengan menggunakan rumus persentase, yaitu sebagai berikut :
P

Keterangan:

F
x 100%
N

29

F
N
P

: Frekuensi yang sedang dicari persentasenya


: Number of Cases (jumlah frekuensi/banyaknya individu)
: Angka persentase
Dalam menentukan kriteria penilaian tentang hasil penelitian, maka

dilakukan pengelompokkan atas 4 kriteria penilaian yaitu Sangat Baik, Baik,


Cukup, Kurang. Adapun kriteria persentase tersebut yaitu sebagai berikut:
Tabel 6. Interval Kategori Aktivitas Guru
Interval (%)
Kategori
80 100
70 79
60 69
50 59
Sumber: Depdiknas (2008)

Baik Sekali
Baik
Cukup
Kurang

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas hasil penelitian tindakan yang dilakukan pada
siklus I, siklus II, dan pembahasan hasil penelitian.

30

a. Siklus I
Berdasarkan permasalahan dalam pembelajaran, maka direncanakan suatu
tindakan. Tindakan yang dilakukan terdiri dari perencanaan, pelaksanaan,
observasi, dan refleksi, agar siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya.
1. Perencanaan
Perencanaan yang dilakukan peneliti sebelum dilaksanakan penelitian
adalah : (1) Menyusun lembar observasi guru dan siswa, (2) Menyusun Silabus,
(3) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), (4) Menyusun Lembar
Kerja Siswa (LKS), (5) Menyusun soal ulangan harian I
2. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan pada penelitian ini terdiri dari dua siklus. Setiap
siklus terdiri dari 2 kali pertemuan.
Pelaksanaan Siklus I
a. Pertemuan Pertama (Rabu, 11 Januari 2012)
Pada pertemuan pertama kegiatan proses belajar mengajar berlangsung
sesuai dengan silabus (lampiran 1) dan RPP-1 (lampiran 2) dengan materi
pembelajaran yaitu pengertian gaya dan jenis-jenis gaya. Pada kegiatan awal guru
memberi salam serta mengkondisikan kelas dan melakukan absensi, selanjutnya
guru memulai kegiatan pembelajaran dengan memberikan apersepsi kepada siswa
30
yaitu berupa pertanyaan dan dilanjutkan dengan
guru menjelaskan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai setiap siswa.
Pada kegiatan inti guru menjelaskan terlebih dahulu mengenai gaya dan
jenis-jenis nya. Siswa mendengarkan penjelasan guru. Kemudian guru

31

menceritakan idenya untuk menerapkan metode problem posing dalam model


pembelajaran kooperatif tipe think pair share.
Selanjutnya guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Setiap Pada
awal pembelajaran guru mengorganisasikan siswa dalam kelompok. Pada setiap
kelompok guru menunjuk dua orang untuk berpasangan. Guru menyampaikan
informasi mengenai unsur secara rinci. Guru juga memberikan contoh agar siswa
lebih memahami materi pembelajaran. Selanjutnya guru memberikan pertanyaan
kepada siswa mengenai materi yang disampaikan.
Setelah guru menjelaskan secara umum tentang materi yang akan
dipelajari, kemudian untuk lebih menguatkan pemahaman siswa, guru
memberikan LKS-1 yang berisi tentang soal-soal yang berhubungan dengan
materi yang telah disampaikan. Sebelum siswa disutuh untuk berpasangan pada
masing-masing kelompok, setiap siswa memikirkan terlebih dahulu cara
pemecahan soal pada LKS (tahap think). Setelah siswa memahami dan menjawab
materi ppada LKS guru meminta siswa untuk membuat pertanyaan dan
menjawabnya sendiri (problem possing). Setelah itu, baru siswa berpasangan.
Siswa yang berpasangan saling bekerjasama dalam menyelesaikan soal. Siswa
yang tahu memberikan informasi kepada siswa yang tidak tahu (tahap pair).
Akibatnya terjadi interaksi dalam kelompok. Siswa terlihat kurang begitu aktif
dalam pembelajaran karena masih beradaptasi. Lamanya waktu berpasangan
ditentukan oleh guru, kemudian siswa yang berpasangan tersebut kembali lagi
kedalam kelompok berempatnya untuk mencocokkan hasil yang telah diperoleh
pada saat berpasangan dan membahas soal-soal yang mereka buat sendiri.

32

Tahapan share kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya


masing-masing untuk memeriksa hasil diskusinya. Kegiatan selanjutnya Setelah
setiap kelompok selesai mengerjakan LKS, guru meminta perwakilan dari setiap
kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya ke depan kelas dan
kelompok lain diminta untuk memberikan tanggapan.Guru juga meminta
perwakilan kelompok membacakan soal yang telah mereka buat sendiri beserta
jawabannya. Guru bertindak sebagai fasilitator. Guru memberikan penghargaan
berupa tepuk tangan kepada siswa yang telah mempresentasikan hasil diskusinya
dan kepada siswa yang telah menanggapi hasil kerja temannya. Sebagai kegiatan
penutup guru membimbing siswa menyimpulkan materi pelajaran. Kemudian
guru mengevaluasi jawaban soal yang diperoleh dari hasil persentasi dan
menjelaskan jawaban soal yang masih kurang dimengerti oleh siswa. Guru
memberikan tugas untuk dikerjakan siswa dirumah kemudian menutup pelajaran.
Berdasarkan pengamatan peneliti, proses pembelajaran masih jauh dari yang
diharapkan. Hasil observasi aktivitas guru pada pertemuan pertama ini diperoleh
skor aktivitas yang dilakukan guru sesuai dengan tabel berikut :

Tabel 7: Aktivitas Guru Pertemuan I Siklus I

33

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh informasi bahwa aktivitas guru saat


pembelajaran masih berkategori cukup dengan total skor yaitu 53 atau 66,25%..
Pada aktivitas guru pembelajaran ini belum terlihat baik. Ini dapat dilihat dari
aktivitas 9 yaitu tahap (problem posing dan aktivitas 13 (share). Kedua aktivitas
ini masih berkategori cukup. Untuk aktivitas share masih berkategori kurang. Ini
dikarenakan ketika siswa diminta ke depan untuk mempresentasikan hasil
diskusinya siswa masih banyak yang menolak, sehingga guru harus lebih memberi
kan motivasi. Pada pertemuan pertama ini akibat banyaknya waktu yang terpakai
di kegiatan inti kegiatan penutup yaitu membuat kesimpulan juga tidak terjadi
dengan baik.

34

Adapun aktivitas siswa berdasarkan pengamatan observer juga masih jauh


dari yang diharapkan. Aktivitas siswa disajikan pada tabel berikut:
Tabel 8: Aktivitas Siswa Pertemuan I Siklus I

Keterangan aktivitas siswa :


1. Siswa melakukan Apersepsi dan mendengarkan tujuan pembelajaran
2. Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang materi pelajaran
3. Siswa mendengarkan penjelasan penerapan pembelajaran yang akan dilakukan
4. Siswa duduk dalam kelompok dengan tenang dan menerima LKS
5. Siswa mengerjakan soal di LKS secara individu terlebih dahulu (Think)
6. Siswa membuat soal dan menjawab nya sendiri (problem posing).
7.Siswa berpasangan dan membahas soal yang dikerjakan secara individu (Pair)
8. Siswa kembali bertemu bersama anggota kelompok yang lain (Share)
9. Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas (Share)
10. Siswa membuat rangkuman materi pelajaran dengan bimbingan guru

35

Berdasarkan tabel diatas aktivitas siswa masih jauh dari yang diharapkan.
Aktivitas siswa masih berkategori cukup dengan 65,43%. Dari 10 aktivitas yang
diamati pada tahap think aktivitas siswa masih berkategori cukup dengan 68,6%.
Begitu juga Pada tahap persentase (share) siswa masih banyak yang menolak
ketika diminta untuk kedepan. Ini dikarenakan siswa masih belum terbiasa dan
kurang percaya diri. Siswa takut kalau salah nanti akan ditertawakan teman,
sehingga pada tahap ini guru memerlukan banyak waktu untuk memotivasi siswa.
Pada akhirnya aktivitas membuat rangkuman tidak berjalan dengan baik hanya
60% dengan kategori cukup.
b. Pertemuan Kedua (Jumat, 13 Januari 2012)
Pada Pertemuan Kedua, Materi pelajaran yang akan dipelajari pada
pertemuan ini adalah resultan gaya yang searah dan berlawanan arah yang
berpedoman pada RPP-2 dan LKS-2. Pada kegiatan awal guru memberi salam
serta mengkondisikan kelas dan melakukan absensi, selanjutnya guru memulai
kegiatan pembelajaran dengan memberikan apersepsi kepada siswa yaitu berupa
pertanyaan dan dilanjutkan dengan guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang
akan dicapai setiap siswa.
Pada kegiatan inti guru menjelaskan terlebih dahulu mengenai resultan
gaya yang searah dan berlawanan arah. Siswa mendengarkan penjelasan guru.
Kemudian guru menceritakan idenya untuk menerapkan metode problem posing
dalam model pembelajaran kooperatif tipe think pair share.
Selanjutnya guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Setiap Pada
awal pembelajaran guru mengorganisasikan siswa dalam kelompok. Pada setiap

36

kelompok guru menunjuk dua orang untuk berpasangan. Guru menyampaikan


informasi mengenai resultan gaya secara rinci. Guru juga memberikan contoh
agar siswa lebih memahami materi pembelajaran. Selanjutnya guru memberikan
pertanyaan kepada siswa mengenai materi yang disampaikan. Setelah guru
menjelaskan secara umum tentang materi yang akan dipelajari, kemudian untuk
lebih menguatkan pemahaman siswa, guru memberikan LKS-2 yang berisi
tentang soal-soal yang berhubungan dengan materi yang telah disampaikan.
Sebelum siswa diminta untuk berpasangan pada masing-masing kelompok,
setiap siswa memikirkan terlebih dahulu cara pemecahan soal pada LKS (tahap
think). Setelah siswa memahami dan menjawab materi ppada LKS guru meminta
siswa untuk membuat pertanyaan dan menjawabnya sendiri (problem posing).
Setelah itu, baru siswa berpasangan. Siswa yang berpasangan saling bekerjasama
dalam menyelesaikan soal. Siswa yang tahu memberikan informasi kepada siswa
yang tidak tahu (tahap pair). Akibatnya terjadi interaksi dalam kelompok. Siswa
sudah terlihat aktif dalam pembelajaran dibandingkan dengan pertemuan pertama.
Tahapan share kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya
masing-masing untuk memeriksa hasil diskusinya. Kegiatan selanjutnya Setelah
setiap kelompok selesai mengerjakan LKS, guru meminta perwakilan dari setiap
kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya ke depan kelas dan
kelompok lain diminta untuk memberikan tanggapan, guru bertindak sebagai
fasilitator. Guru memberikan penghargaan berupa tepuk tangan kepada siswa yang
telah mempresentasikan hasil diskusinya dan kepada siswa yang telah
menanggapi hasil kerja temannya. Sebagai kegiatan penutup guru membimbing

37

siswa menyimpulkan materi pelajaran. Kemudian guru mengevaluasi jawaban


soal yang diperoleh dari hasil persentasi dan menjelaskan jawaban soal yang
masih kurang dimengerti oleh siswa. Proses pembelajaran pertemuan ini sudah
terdapat perbaikan terutama aktivitas kerja dalam kelompok. Hasil observasi
aktivitas guru pada pertemuan kedua ini dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 9 : Aktivitas Guru Pertemuan II Siklus I

Dari tabel diatas dapat disimpulkan aktivitas guru pada pertemuan kedua
ini berkategori baik dengan perolehan skor 63 atau 78,75%. Aktivitas guru tidak
ada lagi yang bernilai kurang. Guru sudah lebih bisa mengontrol jalan nya
pembelajaran, ini terlihat dari semua aktivitas yang telah terlaksana.

38

Adapun hasil pengamatan observer untuk aktivitas siswa juga


menunjukkan adanya peningkatan.
Tabel 10 : Aktivitas Siswa Pertemuan II Siklus I

Keterangan aktivitas siswa :


1. Siswa melakukan Apersepsi dan mendengarkan tujuan pembelajaran
2. Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang materi pelajaran
3. Siswa mendengarkan penjelasan penerapan pembelajaran yang akan dilakukan
4. Siswa duduk dalam kelompok dengan tenang dan menerima LKS
5. Siswa mengerjakan soal di LKS secara individu terlebih dahulu (Think)
6. Siswa membuat soal dan menjawab nya sendiri (problem posing).
7.Siswa berpasangan dan membahas soal yang dikerjakan secara individu (Pair)
8. Siswa kembali bertemu bersama anggota kelompok yang lain (Share)
9. Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas (Share)
10. Siswa membuat rangkuman materi pelajaran dengan bimbingan guru

39

Berdasarkan tabel diatas dapat terlihat telah terjadi peningkatan pada


pertemuan kedua. Tiap aktivitas siswa juga mengalami peningkatan. Pada
aktivitas 5 (think) telah mencapai 71,4%, tahap problem posing 77,1% ini artinya
siswa sudah mulai aktif mengerjakan soal terlebih dahulu sebelum berdiskusi
dengan pasangan nya. Tahap pair 71,4% Ini ini artinya siswa sudah mulai biasa
untuk berdiskusi dengan teman sekelompok. Walau pada aktivitas share siswa
masih memproleh skor 62,9 % atau masih berkategori cukup. Secara keseluruhan
aktivitas pada pertemuan ini memperoleh skor 77,43% dengan kategori baik.
c. Pertemuan Ketiga (Ulangan harian I/ Rabu, 18 Januari 2012)
Pada pertemuan ketiga, peneliti melaksanakan ulangan harian I. Soal
dibuat berdasarkan indikator ketercapaian. Ulangan harian I dilaksanakan selama
70 menit. Materi soal ulangan pengertian gaya, jenis-jenis gaya dan menghitung
resultan. Soal yang diberikan pada ulangan harian I ini berjumlah 10 soal
berbentuk 5 objektif dan 5 soal essay.
Pelaksanaan ulangan harian I berjalan tertib. Semua siswa mengikuti
ulangan harian I. Siswa diminta untuk mengerjakan soal ulangan harian I secara
individu. Setelah waktu pelaksanaan ulangan harian I berakhir peneliti
mengumpulkan lembar jawaban siswa dan meminta siswa untuk membawa
pulang lembar soal untuk dipelajari di rumah.
Setelah diperiksa hasil nya belum terlalu memuaskan. Siswa belum
mencapai KKM yakni 78. Secara keseluruhan siswa yang tuntas berjumlah 18
siswa dari 35 siswa. Dengan ketuntasan secara klasikal 65,71%.

40

Untuk lebih jelasnya, hasil ulangan harian I siswa disajikan dalam tabel
dibawah ini :
Tabel 11: Hasil Ulangan Siswa Kelas VIII.4 Siklus I

41

3. Tahap Refleksi
Pada siklus I ini aktivitas guru masih ada kekurangan-kekurangan yang
terjadi terutama pada pertemuan pertama dan kedua dalam menyampaikan tujuan
pembelajaran, meminta siswa untuk berada dikelompoknya, memotivasi siswa,
dan membimbing siswa agar mau mempresentasikan hasil kerja kelompok nya.
Kekurangan yang terjadi disebabkan karena guru belum dapat
memaksimalkan waktu dalam proses pembelajaran. Pada awal kegiatan
pembelajaran melalui penerapan metode problem posing dalam model
pembelajaran kooperatif tipe think pair share guru banyak menghabiskan waktu
menjelaskan langkah-langkah penerapan metode problem possing dan model
pembelajaran kooperatif tipe TPS kepada siswa dan tidak menegaskan waktu yang
dibutuhkan dalam menjawab individu, membuat soal dan diskusi kelompok.
Hasil belajar siswa pada siklus I juga meningkat. Hal ini dapat dilihat dari
perolehan hasil ulangan harian I siswa dan dibandingkan dengan hasil belajar
siswa sebelum diterapkan metode problem posing dalam model pembelajaran
kooperatif tipe think pair share. Selain terjadi peningkatan baik pada aktivitas
guru dan siswa serta hasil belajar siswa, pelaksanaan siklus I juga terdapat
permasalahan antara lain:
a. Pada awal pelaksanaan tindakan terlihat siswa belum maksimal mengikuti
pembelajaran. Hal ini disebabkan karena siswa baru mengenal metode problem
posing dalam kooperatif tipe think pair share. Siswa dalam keadaan
penyesuaian.

42

b. Dalam proses pembelajaran, masih ada siswa yang belum dapat bekerja sama
dengan baik dalam kelompoknya dan memberikan pendapat dalam
penyelesaian LKS yang diberikan guru.
c. Dalam penerapan metode problem possing dalam model pembelajaran
kooperatif tipe think pair share pada siklus I proses pembelajaran belum begitu
lancar. Hasil belajar siswa sudah meningkat, namun belum sesuai dengan
harapan.
Dari hasil refleksi ini maka dilakukan kembali perencanaan untuk
mengatasi permasalahan yang ditemui .Tindak lanjut dari refleksi sebagai berikut:
a. Menjelaskan langkah-langkah penerapan metode problem possing dalam model
pembelajaran kooperatif tipe think pair share Pada pembelajaran ini aktivitas
berpusat pada siswa sehingga siswa harus aktif.
b. Pada siklus berikutnya, siswa akan lebih ditegaskan lagi untuk dapat bekerja
sama dengan baik dalam kelompok kooperatifnya karena hasil yang diperoleh
bukan hanya untuk individu tetapi juga disumbangkan kepada kelompok.
c. Hasil analisis ini dan perencanaan akan diterapkan kembali pada siklus II
dengan pencapaian yang lebih sempurna.
d. Penggunaan waktu pembelajaran perlu diatur sebaiknya agar pencapaian materi
sesuai dengan yang direncanakan
b. Siklus II
Pada siklus I hasil belajar siswa belum mencapai tujuan yang diharapkan.
Tindakan utama pada siklus I tetap dipertahankan pada siklus II yaitu penerapan
metode problem posing dalam model pembelajaran kooperatif tipe think pair

43

share . Langkah-langkah yang akan dilakukan adalah perencanaan, pelaksanaan,


observasi, dan refleksi.
1. Perencanaan
Perencanaan yang dilakukan pada siklus II adalah mempersiapkan RPP 4,
RPP- 5, LKS - 4, LKS 5, Lembar observasi aktivitas guru dan siswa dan soal
ulangan harian II.
Penggunaan waktu pembelajaran perlu diatur sebaiknya agar pencapaian
materi sesuai dengan yang direncanakan. Tujuan pembelajaran lebih dijelaskan
lagi pada siswa sebelum pembelajaran dimulai.
2. Pelaksanaan Tindakan
a. Pertemuan Pertama (Jumat, 20 Januari 2012)
Pertemuan pertama siklus II membahas tentang Hukum Newton
berpedoman pada RPP-3 dan LKS-3. Kegiatan awal pembelajaran guru
menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Selanjutnya melakukan
apersepsi dengan tanya jawab bersama siswa. Guru memotivasi siswa dengan
mengingatkan materi sebelumnya.
Pada kegiatan inti, guru menyajikan informasi singkat tentang Hukum
Newton. Guru mengorganisasi siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar yang
telah ditentukan guru dan menjelaskan langkah-langkah pembelajaran yang
digunakan. Guru memberikan LKS kepada setiap sebelum siswa diminta untuk
berpasangan pada masing-masing kelompok, setiap siswa memikirkan terlebih
dahulu mencari cara pemecahan soal pada LKS (tahap think). Kemudian siswa
memahami dan menjawab materi pada LKS guru meminta siswa untuk membuat

44

pertanyaan dan menjawabnya sendiri (problem posing). Setelah itu, baru siswa
berpasangan. Siswa yang berpasangan saling bekerjasama dalam menyelesaikan
soal. Siswa yang tahu memberikan informasi kepada siswa yang tidak tahu (tahap
pair). Akibatnya terjadi interaksi dalam kelompok. Siswa sudah terlihat aktif
dalam pembelajaran dibandingkan dengan siklus I.
Kegiatan selanjutnya Setelah setiap kelompok selesai mengerjakan LKS,
guru meminta perwakilan dari setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil
kerja kelompoknya ke depan kelas dan kelompok lain diminta untuk memberikan
tanggapan, guru bertindak sebagai fasilitator. Guru memberikan penghargaan
berupa tepuk tangan kepada siswa yang telah mempresentasikan hasil diskusinya
dan kepada siswa yang telah menanggapi hasil kerja temannya.
Sebagai kegiatan penutup guru membimbing siswa menyimpulkan materi
pelajaran. Kemudian guru mengevaluasi jawaban soal yang diperoleh dari hasil
persentasi dan menjelaskan jawaban soal yang masih kurang dimengerti oleh
siswa. Guru memberikan tugas untuk dikerjakan siswa dirumah kemudian
menutup pelajaran.
Berdasarkan pengamatan peneliti, proses pembelajaran sudah jauh lebih
baik. Hasil observasi aktivitas guru pada pertemuan pertama siklus II ini diperoleh
skor aktivitas yang dilakukan guru sesuai dengan tabel berikut :

45

Tabel 12 : Aktivitas Guru Pertemuan I Siklus II

Dari tabel diatas sudah terlihat peningkatan aktivitas guru. Aktivitas guru
meningkat menjadi 88,75%. Ini menunjukkan guru telah terbiasa dengan
penerapan metode problem posing dalam model pembelajaran kooperatif tipe
TPS. Kekurangan-kekurangan selama siklus I sudah dapat teratasi. Secara
keseluruhan aktivitas guru telah berkategori sangat baik.
Adapun aktivitas siswa pada pertemuan ini juga mengalami peningkatan.
setiap aktivitas telah terlaksana dengan baik. Untuk lebih jelasnya aktivitas siswa
disajikan pada tabel berikut:

46

Tabel 13: Aktivitas Siswa Pertemuan I Siklus II

Keterangan aktivitas siswa :


1. Siswa melakukan Apersepsi dan mendengarkan tujuan pembelajaran
2. Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang materi pelajaran
3. Siswa mendengarkan penjelasan penerapan pembelajaran yang akan dilakukan
4. Siswa duduk dalam kelompok dengan tenang dan menerima LKS
5. Siswa mengerjakan soal di LKS secara individu terlebih dahulu (Think)
6. Siswa membuat soal dan menjawab nya sendiri (problem posing).
7.Siswa berpasangan dan membahas soal yang dikerjakan secara individu (Pair)
8. Siswa kembali bertemu bersama anggota kelompok yang lain (Share)
9. Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas (Share)
10. Siswa membuat rangkuman materi pelajaran dengan bimbingan guru

47

b. Pertemuan Kedua (Rabu, 25 Januari 2012)


Pertemuan kedua membahas tentang aplikasi dari Hukum Newton yang
berpedoman pada RPP 4 dan LKS 4. Kegiatan awal pembelajaran guru
menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Selanjutnya melakukan
apersepsi dengan tanya jawab bersama siswa.
Pada kegiatan inti, guru menyajikan informasi singkat tentang aplikasi
Hukum Newton. Guru mengorganisasi siswa ke dalam kelompok-kelompok
belajar yang telah ditentukan guru dan menjelaskan langkah-langkah
pembelajaran yang digunakan. Guru memberikan LKS kepada setiap kelompok
dan meminta siswa mengerjakan secara individu terlebih dahulu (tahap think).
Kemudian siswa memahami dan menjawab materi pada LKS guru meminta siswa
untuk membuat pertanyaan dan menjawabnya sendiri (problem posing). Setelah
itu, baru siswa berpasangan. Siswa yang berpasangan saling bekerjasama dalam
menyelesaikan soal. Siswa yang tahu memberikan informasi kepada siswa yang
tidak tahu (tahap pair). Siswa sudah terlihat aktif dalam pembelajaran, siswa
sudah terlihat berdiskusi dan mempertahankan pendapatnya.
Tahap selanjutnya, kelompok membentuk anggotanya secara berpasangan.
Setiap pasangan mendiskusikan hasil pengerjaan individunya. Selama proses
diskusi berlangsung guru mengontrol kerja siswa dalam diskusi dan membantu
siswa mengarahkan jika masih terdapat hal-hal yang belum dipahami. Pada tahap
ini karena siswa telah terbiasa dengan metode ini tidak terdapat kendala lagi.
Tahapan share kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya
masing-masing untuk memeriksa hasil diskusinya. Selanjutnya guru meminta

48

perwakilan dari setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja


kelompoknya ke depan kelas dan kelompok lain diminta untuk memberikan
tanggapan, guru bertindak sebagai fasilitator. Pada tahap mempresentasikan siswa
sudah tidak canggung lagi, siswa lebih percaya diri dengan hasil diskusinya. Guru
memberikan penghargaan kepada siswa yang telah mempresentasikan hasil
diskusinya dan kepada siswa yang menanggapi kerja temannya.
Sebagai kegiatan penutup guru membimbing siswa menyimpulkan materi
pelajaran. Kemudian guru mengevaluasi jawaban soal yang diperoleh dari hasil
persentasi dan menjelaskan jawaban soal yang masih kurang dimengerti oleh
siswa. Berdasarkan pengamatan peneliti, proses pembelajaran sudah jauh lebih
baik. Hasil observasi aktivitas guru pada pertemuan ini diperoleh skor aktivitas
yang dilakukan guru sesuai dengan tabel berikut :
Tabel 14 : Aktivitas Guru Pertemuan II Siklus II

49

Berdasarkan pengamatan observer, aktivitas siswa juga mengalami peningkatan.


Untuk lebih jelasnya aktivitas siswa dapat dilihat dari tabel dibawah ini:
Tabel 15 : Aktivitas Siswa Pertemuan II Siklus II

Keterangan aktivitas siswa :


1. Siswa melakukan Apersepsi dan mendengarkan tujuan pembelajaran
2. Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang materi pelajaran
3. Siswa mendengarkan penjelasan penerapan pembelajaran yang akan dilakukan
4. Siswa duduk dalam kelompok dengan tenang dan menerima LKS
5. Siswa mengerjakan soal di LKS secara individu terlebih dahulu (Think)
6. Siswa membuat soal dan menjawab nya sendiri (problem posing).
7.Siswa berpasangan dan membahas soal yang dikerjakan secara individu (Pair)
8. Siswa kembali bertemu bersama anggota kelompok yang lain (Share)
9. Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas (Share)
10. Siswa membuat rangkuman materi pelajaran dengan bimbingan guru

50

Dari tabel diatas telah terlihat bahwa setiap aktivitas pada pertemuan ini
sudah berkategori sangat baik karena sudah berada diatas 80%. Siswa tidak lagi
mengalami kendala dalam pembelajaran. Siswa sudah terlihat aktif disaat
berdiskusi (share) mencapai nilai 91,4%. Siswa sudah mulai terbiasa dalam
mempertahankan pendapat nya dan ketika diminta untuk persentase kedepan tidak
menolak lagi. Secara keseluruhan aktivitas siswa pada pertempuan ini mencapai
97,71% dengan kategori sangat baik.
c. Pertemuan Ketiga (Ulangan Harian II)
Pada pertemuan ketiga siklus II, peneliti melaksanakan ulangan harian II.
Soal dibuat berdasarkan indikator ketercapaian. Ulangan harian II dilaksanakan
selama 70 menit. materi yang diuji adalah Hukum Newton I, II dan III beserta
aplikasinya dalan kehidupan sehari-hari. Soal yang diberikan pada ulangan harian
II ini berjumlah 10 soal berbentuk 5 objektif dan 5 essay.
Pelaksanaan ulangan harian II berjalan tertib. Siswa diminta untuk
mengerjakan soal ulangan harian II secara individu. Setelah waktu pelaksanaan
ulangan harian II berakhir, peneliti mengumpulkan lembar jawaban siswa dan
meminta siswa untuk membawa pulang lembar soal untuk dipelajari di rumah dan
dijadikan sebagai tugas rumah yang akan dikumpulkan pada pertemuan
selanjutnya.
Setelah diperiksa hasil nya memuaskan. Siswa telah mencapai KKM yakni
78. Secara keseluruhan siswa telah mencapai nilai KKM yakni 35 siswa telah
tuntas 100% dengan nilai ketuntasan nilai klasikal 93,54%
Untuk lebih jelasnya nilai ulangan siswa disajikan pada tebel berikut:

51

Tabel 16 : Hasil Ulangan Harian II Siswa Kelas VIII.4

Dari tabel ini dapat terlihat bahwa pada ulangan harian II ini, siswa yang
tuntas 35 orang siswa dengan ketuntasan klasikal 100%. Dan pencapaian nilai
93,54%.

52

B. PEMBAHASAN
1. Aktivitas Guru
Aktifitas guru pada siklus I dan siklus II tampak pada rekapitulasi sebagai berikut:
Tabel 17 : Rekapitulasi Aktivitas Guru

Dari tabel di atas dapat disimpulkan aktivitas guru pada siklus I dan II
terjadi peningkatan. Pada pertemuan pertama siklus I jumlah skor aktivitas guru
adalah 53(66,25%) meningkat menjadi 63 (78,75%) pada pertemuan kedua.
Kemudian meningkat lagi menjadi 71 (88,75%) pada siklus II pertemuan pertama
dan terakhir 79(98,75%) pada pertemuan kedua.
Untuk lebih jelas, data ini disajikan dalam bentuk diagram seperti berikut:
Gambar 2 : Diagram Aktivitas Siswa Siklus I dan II

Dari tabel ini dapat diambil kesimpulan bahwa dengan penerapan metode
problem posing dalam model pembelajaarn kooperatif tipe TPS dapat
meningkatkan aktivitas mengajar guru.

53

2. Aktivitas Siswa
Aktifitas siswa pada siklus I dan siklus II tampak pada rekapitulasi
aktivitas siswa sebagai berikut :
Tabel 18. Rekapitulasi Aktivitas Siswa

Dari tabel dapat terlihat peningkatan tiap aktivitas siswa dari siklus I ke siklus II :
1. Aktivitas 1 rata-rata siklus I 84,28 % meningkat menjadi 100% pada siklus II.
2. Aktivitas 2 siklus I 75,71% meningkat menjadi 98,57 % pada siklus II
3. Aktivitas 3 rata-rata siklus I 80% meningkat menjadi 95,71%.
4. Aktivitas 4 rata-rata siklus I yaitu 62,85% meningkat menjadi 85,71%.
5. Aktivitas 5 pada siklus I 70% meningkat pada siklus II menjadi 88,57%. Pada
tahap think ini terjadi peningkatan yang sangat baik.
6. Aktivitas 6 pada siklus I 74,28% meningkat pada siklus II menjadi 90%. Pada
tahap problem posing ini siswa juga semakin baik.

54

7. Aktivitas 7 pada siklus I 70% meningkat pada siklus II menjadi 91,42%. Tahap
pair ini iswa sudah mulai terbiasa untuk berdiskusi dengan pasangannya.
8. Aktivitas 8 rata-rata pada siklus I 60% meningkat menjadi 82,85%. Tahap share
ini juga terjadi peningkatan yang sangat baik.
9. Aktivitas 8 rata-rata pada siklus I 71,42% meningkat menjadi 91,42%.
10.Aktivitas 8 rata-rata pada siklus I 65,71% meningkat menjadi 92,85%. Pada
aktivitas ini juga sudah meningkat. Guru dan siswa secara aktif menyimpulkan
materi pelajaran sebelum pembelajaran berakhir.
Untuk lebih jelasnya aktivitas siwa ini juga akan disajikan dalam diagram
sebagai berikut :
Gambar 3: Diagram Rata-rata Aktivitas Siswa Siklus I dan Siklus II

Dari diagram diatas dapat terlihat bahwa pada setiap aktifitas siswa terjadi
peningkatan dari siklus I ke siklus II. Siswa sudah semakin aktif dan terbiasa
dengan pembelajaran metode problem posing dalam model pembelajaran
kooperatif tipe think pair share ini. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan
pembelajaran ini dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.

55

3. Ketuntasan Hasil Belajar Siswa


Setelah siswa mengikuti pembelajaran maka data hasil belajar siswa
disajikan dari data awal, siklus I dan siklus II sebagai berikut :
Tabel 19: Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa Kelas VIII.4

56

Dari tabel diatas dapat diambil kesimpulan bahwa terjadi peningkatan


ketuntasan siswa dalam pembelajaran IPA Fisika dari siklus I ke siklus II. Pada
siklus I siswa yang tuntas 23 siswa dengan ketuntasan klasikal 65,71%. Pada
siklus II meningkat menjadi 35 siswa dengan ketuntasan klasikal 100%. Untuk
lebih jelas data ini disajikan dalam bentuk diagram sebagai berikut :
Gambar 4 : Diagram Hasil Belajar Siswa

Dari diagram ini dapat diambil kesimpulan bahwa dengan penerapan


pembelajaran metode problem posing dalam model pembelajaran kooperatif tipe
think pair share ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Ini terlihat dari
peningkatan hasil belajar siswa kelas VIII.4 SMPN 1 Dumai. Dengan penerapan
model pembelajran ini dapat meningkatkan ketuntasan hasil belajar siswa baik
secara individu maupun klasikal.

57

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan Penelitian Tindakan Kelas ini maka dapat di simpulkan
bahwa penerapan pembelajaran metode problem posing dalam model
pembelajaran kooperatif tipe think pair share dapat meningkatkan hasil belajar
siswa pada materi Gaya dan Perubahannya kelas VIII.4 SMP Negeri 1 Dumai, hal
ini dapat dibuktikan dengan:
1. Ketuntasan belajar siswa secara individu terjadi peningkatan. Pada siklus I
siswa yang tuntas berjumlah 23 siswa (65,71%) dan meningkat pada siklus
II meningkat menjadi 35 siswa tuntas (100%).
2. Aktivitas siswa pada siklus I rata-rata 71,42 % dengan ketegori baik dan
pada siklus II terjadi peningkatan yaitu 91,71 % sangat baik.
3. Penerapan pembelajaran metode problem posing dalam model
pembelajaran kooperatif tipe think pair share dapat meningkatkan
aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran IPA Fisika. Hal ini
dapat dilihat dari skor yang diperoleh guru dan siswa melalui lembar
pengamatan terhadap aktivitas guru dan siswa selama proses
pembelajaran. Pada siklus I rata-rata aktivitas guru hanya 72,50%
meningkat pada siklus II menjadi 93,75%.
4. Pengunaan metode problem posing dalam model pembelajaran kooperatif
tipe think pair share dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII.4
SMPN 1 Dumai T.A 2011/2012.
57

58

B. Saran
Bertitik tolak dari kesimpulan dan pembahasan hasil penelitian di atas,
berkenaan dengan metode problem posing dalam model pembelajaran kooperatif
tipe think pair share yang telah dilaksanakan peneliti untuk memberikan saran
yaitu:
1. Penggunaan metode problem possing dalam model pembelajaran
kooperatif tipe think pair share dapat dilakukan secara berkelanjutan agar
sasaran pembelajaran dapat dicapai dengan maksimal.
2. Untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa di sekolah diharapkan kepada
guru IPA dapat menerapkan metode problem posing dalam model
pembelajaran kooperatif tipe think pair share.
3. Bagi peneliti yang ingin menerapkan metode ini hendaknya dapat
mengatur waktu dengan baik, sehingga tidak banyak waktu yang terbuang
untuk mengkondisikan siswa di kelas.

59

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. 2002. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka
Cipta
Arikunto, Suharsimi, dkk. 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi
Aksara.
Bahri Djamarah, Syaiful. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta; PT Rineka Cipta
Dimiyanti, Mujiono (2006). Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta
Djamarah (2006), Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru,Usaha Nasional,
Surabaya.
Hamzah Upu, 2003. Problem Posing dan Problem Solving dalam Pembelajaran
Matematika. (Bandung: Pustaka Ramadhan, 2003)
Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) Dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Nur, Mohammad. 2001. Pembelajaran Kooperatif dalam kelas IPA. Surabaya:
UNESA
.
Ramanegalih. 2009. Belajar dan Hasil Belajar.
http://goeroendeso.wordpress.com/2009/11/09/belajar-dan-hasil-belajar/
(Diakses tanggal 6 September 2010)
Slavin, R, 2008, Cooperatif Learning Theory Research and Practice, Boston Ally
and Bacon.
Suciati. 2005. Modul Belajar dan Pembelajaran 2. Pekanbaru: Universitas
Terbuka.
Suharya. 2007. www.duniaguru.com.( diakses tanggal 06 September 2010)
Suhermi. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Pekanbaru: Universitas Riau.
Tatag Yuli Eko Siswono, Model Pembelajaran matematika berbasis pengajuan
dan pemecahan masalah untuk meningkatkan kemampuan berfikir kreatif,
(Surabaya : Unesa University Press, 2008), hal. 57

Anda mungkin juga menyukai