Anda di halaman 1dari 34

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara (Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional).

Seluruh kegiatan pendidikan, yakni bimbingan pengajaran dan/ atau

latihan diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Dan, tujuan pendidikan itu

sendiri menurut Oemar Hamalik (2009 : 3) adalah seperangkat hasil pendidikan

yang tercapai oleh peserta didik setelah diselenggarakannya kegiatan pendidikan.

Banyak jenis mata pelajaran disekolah, salah satu mata pelajaran yang

diajarkan disekolah adalah mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Mata

pelajaran ini mengajarkan bagaimana mengembangkan kemampuan dan

membentuk sifat-sifat luhur seorang warga negara.

Solihatin (2007:96) mengemukakan bahwa PKn sebagai wahana untuk

mengembangkan kemampuan, watak dan karakter warga negara yang demokratis

dan bertanggung jawab, PKn memiliki peranan yang amat penting.

Namun pada kenyataannya, mata pelajaran PKn umumnya dipandang

mudah dan kurang diperhatikan oleh siswa. Siswa sering menganggap mata

pelajaran PKn ini membosankan karena hanya bersifat hafalan. Dan selama ini
2

guru yang mengajar hanya dengan metode ceramah yang mengakibatkan siswa

mudah bosan dan pada akhirnya hasil belajar PKn siswa banyak yang dibawah

nilai KKM yang telah ditentukan.

Hal ini juga dialami oleh siswa kelas VIII SMPN 1 Dumai, terutama siswa

kelas VIII.12. Berdasarkan data yang diperoleh pada mata pelajaran PKn materi

hukum siswa yang mencapai nilai ketuntasan haya 12 dari 35 siswa atau 24%

siswa yang tuntas. Data ini disajikan dalam tabel berikut :

Tabel :

Berdasarkan hasil wawancara guru dengan beberapa siswa hal ini terjadi

karena mereka merasa bosan dalam proses pembelajaran, proses pembelajaran

hanya menggunakan metode ceramah, dimana siswa mendengarkan penjelasan

guru yang bersifat teoritis, hafalan-hafalan, dan tanya jawab yang menurut

sebagian siswa membosankan dan kurang menarik setelah guru ceramah

mengerjakan LKS dikumpulkan dan diberikan pekerjaan rumah.

Mencermati keadaan ini,guru perlu menciptakan suatu model

pembelajaran yang dapat membangkitkan semangat belajar siswa. Siswa harus

diajak aktif dalam menggali informasi. Dalam pembelajaran di dalam kelas

kegiatan yang dilakukan oleh siswa tidak hanya berpikir dan menerima materi

saja, tetapi juga kegiatan yang melibatkan fisik. Hal ini seperti yang dikemukakan

oleh Sardiman (2012: 100) bahwa keaktifan adalah kegiatan yang bersifat fisik
3

maupun mental, yaitu berbuat dan berfikir sebagai suatu rangkaian yang tidak

dapat dipisahkan. Pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang diperoleh

akan membentuk kepribadian siswa, memperluas kepribadian siswa, memperluas

wawasan kehidupan serta meningkatkan kemampuan siswa. Bertolak dari hal

tersebut maka siswa yang aktif melaksanakan kegiatan dalam pembelajaran akan

memperoleh banyak pengalaman. Dengan demikian siswa yang aktif dalam

pembelajaran akan banyak pengalaman dan prestasi belajarnya meningkat.

Sebaliknya siswa yang tidak aktif akan kurang pengalaman sehingga dapat

dikatakan prestasi belajarnya tidak meningkat.

Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2012: 19) prestasi adalah hasil dari

suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individu maupun

secara kelompok. Dalam kegiatan pembelajaran ini sangat dituntut keaktifan

siswa, dimana siswa adalah subjek yang banyak melakukan kegiatan, sedangkan

guru lebih banyak membimbing dan mengarahkan. Dari aktivitas belajar yang

dilakukan siswa di dalam kelas, dipilih empat kegiatan yang dapat dijadikan

sebagai aspek untuk mengobservasi keaktifan belajar siswa. Keempat aspek

beserta indikatornya adalah kegiatan visual meliputi memperhatikan, kegiatan

lisan meliputi menjawab, menanggapi, mengemukakan pendapat, diskusi,

kegiatan menulis meliputi mengerjakan tes, dan kegiatan mental meliputi

memecahkan masalah, membuat keputusan.

Seorang guru yang profesional dituntut agar dapat menunjukkan

keahliannya sebagai guru di depan kelas. Salah satu komponen yang harus

dikuasai adalah menggunakan bermacam-macam model pembelajaran yang


4

bervariasi sehingga dapat memotivasi siswa untuk belajar aktif. Oleh karena itu,

seorang guru perlu menguasai berbagai model pembelajaran pada pendidikan

modern seperti sekarang ini untuk meningkatkan keaktifan yang akan

berpengaruh terhadap prestasi belajar. Salah satu model pembelajaran yang diduga

dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar belajar adalah model kooperatif

tipe kancing gemerincing.

Model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah model

pembelajaran yang menempatkan siswa tidak hanya dituntut secara individual

berupaya untuk mencapai sukses atau berusaha mengalahkan rekan mereka,

melainkan dituntut dapat bekerjasama untuk mencapai hasil bersama, aspek sosial

sangat menonjol dan siswa dituntut untuk bertanggungjawab terhadap

keberhasilan kelompoknya (Hobri, 2010). Salah satu model pembelajaran

kooperatif adalah model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing

(talking chips). Dalam kegiatan pembelajaran kooperatif tipe kancing

gemerincing, masing-masing anggota kelompok mendapat kesempatan untuk

memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran

orang lain. Keunggulan teknik ini adalah untuk mengatasi hambatan pemerataan

kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok (Lie, 2005:54).

Berdasarkan pada latar belakang yang dipaparkan diatas, penulis mencoba

melakukan penelitian dengan judul Peningkatan Hasil Belajar PKn Siswa Kelas

VIII.12 Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kancing

Gemerincing (Talking Chips) Tahun Ajaran 2012/2013.


5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan

permasalahannya sebagai berikut : Bagaimanakah pengaruh Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Kancing Gemerincing (Talking Chips) dalam meningkatkan hasil

belajar PKn siswa Kelas VIII.12 SMP Negeri 1 Dumai Tahun Ajaran 2012/2013?

C. Cara Pemecahan Masalah

Permasalahan rendahnya hasil belajar siswa merupakan masalah yang

selalu dihadapi sekolah. Menurut hasil analisa sementara rendahnya hasil belajar

siswa di pengaruhi oleh model pembelajaran yang selama ini digunakan. Salah

satu metode dalam pembelajaran yang digunakan adalah model Kooperatif Tipe

Kancing Gemerincing (Talking Chips) merupakan suatu teknik sederhana dengan

keuntungan besar.

Model Kooperatif tipe kancing gemerincing (talking chips) dalam

kegiatannya masing- masing anggota kelompok mendapat kesempatan untuk

memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran

orang lain. Keunggulan teknik untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan

yang sering mewarnai kerja kelompok. Karena dalam kerja kelompok sering ada

anggota yang terlalu dominan bicara, sementara anggota lain pasif. Artinya

pemerataan tanggung jawab dalam kelompok tidak tercapai, karena anggota yang

pasif akan terlalu menggantungkan diri pada rekannya yang dominan (Lie, 2005:

54).

Dengan menerapkan model kooperatif kancing gemerincing (talking

chips) ini diharapkan dapat merangsang siswa dalam melakukan aktifitas belajar
6

individu maupun kelompok sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil

belajar siswa.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar PKn siswa

kelas VIII.12 SMP Negeri 1 Dumai melalui Penerapan model kooperatif kancing

gemerincing (talking chips) .

E. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat antara lain:

1. Bagi siswa, dapat memberikan nuansa yang berbeda, dimana siswa lebih

berperan aktif sehingga meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas VIII.10.

2. Bagi Guru, Penelitian ini merupakan salah satu usaha untuk memperdalam

dan memperluas ilmu pengetahuan guru dan penelitian ini diharapkan dapat

membantu dan mempermudah pengambilan tindakan perbaikan selanjutnya.

3. Bagi sekolah, penelitian ini memberikan masukan kepada kepala sekolah

untuk terus memperbaiki mutu sekolah, salah satunya dengan meningkatkan

hasil belajar PKn siswa.


7

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan

1. Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan

Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata pelajaran yang

memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-

kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia

yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD

1945. Mata pelajaran Kewarganegaraan berfungsi sebagai wahana untuk

membentuk warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada

bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan

berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.

Tujuan mata pelajaran Kewarganegaraan adalah untuk memberikan

kompetensi-kompetensi sebagai berikut:

1). Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu

kewarganegaraan,

2). Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara

cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,


8

3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri

berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup

bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.

4). Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara

langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi

dan komunikasi.

2. Hakekat Belajar

Pengertian belajar menurut para ahli memiliki definisi yang berbda-beda.

Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman

individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungan (Slameto, 1998:6).

Belajar adalah segenap rangkaian kegiatan/aktifitas yang dilakukan secara sadar

oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan

pengetahuan atau kemahiran yang sifaknya sedikit banyak permanen (The Liang

Gie, 2000 : 6).

Pengertian belajar seperti yang dikemukakan oleh Ahmadi (1978 : 36)

adalah : Belajar adalah perubahan murid dari usahanya sendiri dalam bidang

material, formil, serta fungsionil pada umumnya dan pada bidang-bidang intelek

khususnya. Singkatnya belajar adalah berusaha mengadakan perubahan situasi

dalam proses perkembangan dirinya mencapai tujuan. Belajar adalah suatu

aktivitas mental dan psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
9

lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,

ketrampilan, nilai dan sikap (Winkel, 2001: 36). Perubahan itu bersifat secara

relatif konstan dan berbekas.

Pendapat Winkel di atas dikuatkan Winarno Surachmad (1996: 57) sebagai

berikut : Belajar dapat dipandang sebagai proses dimana guru terutama melihat

apa yang terjadi selama murid menjalani pengalaman-pengalaman edukatif untuk

mencapai suatu tujuan. Yang diperhatikan adalah pola-pola perubahan tingkah

laku selama pengalaman belajar itu berlangsung. Karena itulah ditekankan pula

daya-daya yang mendinamisir proses itu.

Pendefinisian tentang pengertian belajar yang bermacam-macam

menunjukkan bahwa dijumpai konsep-konsep tentang belajar yang menimbulkan

corak khas uraian dan pembicaraan mengenai belajar, namun semua itu tergantung

sudut pandang dan penekanannya. Sumadi Suryabrata (1993:249) tidak

memberikan batasan secara langsung tentang belajar, melainkan mengidentifikasi

kegiatan-kegiatan yang disebut belajar.

Dalam uraian di atas dapat disimpulkan apabila siswa benar-benar merasa

tahu gunanya belajar, merasa butuh belajar, merasa dapat belajar, dan merasa

senang belajar maka dari siswa tersebut akan timbul motivasi diri yang kuat untuk

melakukan kegiatan belajar secara mandiri. Keputusan untuk melakukan kegiatan

belajar pada tiap-tiap individu tidak sama, tergantung pada kekuatan motivasi diri,

sebab jika motivasi kekuatan motivasi diri kuat maka keputusan utuk melakukan

kegiatan belajar juga tinggi. Hanya kekuatan motivasi yang berasal dari dalam diri
10

sendirilah yang merupakan faktor pendorong untuk melakukan belajar mandiri

karena belajar mandiri menekankan pada autoaktifitas siswa dalam belajar yang

penuh dengan tanggung jawab atas keberhasilan belajarnya.

3. Hasil Belajar

Menurut Chaplin, pengertian hasil belajar atau hasil belajar adalah : Hasil

belajar merupakan suatu tingkatan khusus yang diperoleh sebagai hasil dari

kecakapan kepandaian, keahlian dan kemampuan di dalam karya akademik yang

dinilai oleh guru atau melalui tes prestasi (1992: 159).

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia ingin

menerima pengalaman belajar atau yang optimal yang dapat dicapai dari kegiatan

belajar di sekolah untuk pelajaran. Hasil belajar seperti yang dijelaskan oleh

Poerwadarminta (1993 : 768) adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan).

Pengertian hasil belajar menurut pendapat Mochtar Buchari (1986 : 94) adalah

hasil yang dicapai atau ditonjolkan oleh anak sebagai hasil belajarnya, baik berupa

angka atau huruf serta tindakannya yang mencerminkan hasil belajar yang dicapai

masing-masing anak dalam periode tertentu.

Nasution (1972:45) berpendapat bahwa hasil belajar adalah kemampuan

anak didik berdasarkan hasil dari pengalaman atau pelajaran setelah mengikuti

program belajar secara periodik. Dengan selesainya proses belajar mengajar pada

umumnya dilanjutkan dengan adanya suatu evaluasi. Dimana evaluasi ini


11

mengandung maksud untuk mengetahui kemajuan belajar atau penguasaan siswa

atau terhadap materi yang diberikan oleh guru.

Berdasarkan pengertian tentang hasil belajar maupun faktor-faktor yang

mempengaruhinya maka harus diperhatikan faktor-faktor tersebut supaya

berpengaruh menguntungkan bagi belajarnya sehingga hasil belajar sebagai suatu

hasil yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan baik berupa angka

atau huruf dapat meningkat.

4. Hasil Belajar PKn

Hasil belajar PKn adalah kemampuan siswa dalam menguasai materi PKn

berdasarkan hasil dari pengalaman atau pelajaran setelah mengikuti pembelajaran

secara periodik dalam kelas. Dengan selesainya proses belajar mengajar diakhiri

dengan evaluasi untuk mengetahui kemajuan belajar atau penguasaan siswa atau

terhadap materi PKn terutama kompetensi dasar hakekat negara yang diberikan

oleh guru. Dari hasil evaluasi ini akan dapat diketahui hasil belajar siswa yang

biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai atau angka

B. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)


12

Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya

mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama

lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Model pembelajaran kooperatif

menurut Karli dan Margaretha (2004: 48) adalah Suatu strategi belajar mengajar

yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu

diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang

terdiri atas dua orang atau lebih untuk memecahkan masalah. Pembelajaran

kooperatif (Cooperative Learning) adalah pendekatan pembelajaran yang

berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam

memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa cooperative leraning

adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam

kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga

dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.

Dalam kegiatan kooperatif, siswa mencari hasil yang menguntungkan bagi

seluruh anggota kelompok. Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil

untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam

kelompok itu. Prosedur cooperative learning didesain untuk mengaktifkan siswa

melalui inkuiri dan diskusi dalam kelompok kecil yang terdiri atas 4-6 orang.

Anita Lie (dalam Isjoni, 2009: 16) menyebut cooperative learning dengan

istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi

kesempatan kepada pesertadidik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam

tugas-tugas terstruktur. Lebih jauh dikatakan, cooperative learning hanya berlaku


13

kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang didalamnya siswa

bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan

jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri dari 4-6 orang saja.

Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini

banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat

pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang

ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan

orang lain, siswa agresif dan tidak peduli dengan yang lain. Model pembelajaran

ini terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia

Isjoni (2009: 16-17).

Pembelajaran kooperatif bergantung pada kelompok-kelompok kecil si

pembelajar. Meskipun isi dan petunjuk yang diberikan oleh pengajar mencirikan

bagian dari pengajaran, namun pembelajaran kooperatif secara berhati-hati

menggabungkan kelompok-kelompok kecil sehingga anggotaanggotanya dapat

bekerja bersama-sama untuk memaksimalkan pembelajaran dirinya dan

pembelajaran satu sama lainnya. Masing-masing anggota kelompok

bertanggungjawab untuk mempelajari apa yang disajikan dan membantu teman

anggotanya untuk belajar. Ketika kerjasama ini berlangsung, tim menciptakan

atmosfir pencapaian, dan selanjutnya pembelajaran ditingkatkan (Karen,2001).

Cooperative Learning mengacu pada metode pengajaran dimana siswa

bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar.

Kebanyakan melibatkan siswa dalam kelompok yang terdiri dari 4 (empat) siswa

yang mempunyai kemampuan yang berbeda (Slavin, 1994).


14

Istilah cooperative learning dalam pengertian bahasa Indonesia dikenal

dengan nama pembelajaran kooperatif. Menurut Johnson yang dikutip Isjoni,

cooperative learning adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas kedalam

suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan

maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok.

Berdasarkan teori teori di atas dapat disintesiskan bahwa pembelajaran

kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama di

antara siswa dalam kelompok, yang angota kelompoknya terdiri dari beberapa

siswa yang memiliki kemampuan yang tidak sama (heterogen) untuk mencapai

tujuan pembelajaran.

2. Unsur unsur Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Ibrahim (2000) Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah

sebagai berikut:

a. Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup

sepenanggungan bersama.

b. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya.

c. Siswa harus melihat bahwa anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan

yang sama.

d. Siswa harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota

kelompoknya.
15

e. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga

akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.

f. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk

belajar bersama.

g. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang

ditangani dalam kelompok kooperatif.

3. Manfaat Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Sugiyanto (2009: 41-42) penerapan model pembelajaran

kooperatif dalam proses belajar mengajar mempunyai banyak manfat, tidak hanya

untuk siswa yang berprestasi tinggi tetapi juga bagi siswa yang berprestasi rendah.

Manfat atau nilai yang terkandung dalam pembelajaran kooperatif adalah :

1) Meningkakan kepekaan dan kesetiakawanan siswa;

2) Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan,

informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan,

3) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial;

4) Memungkinkan terbentuk dan berkenbangnya nilai-nilai sosial dan komitmen;

5) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois;

6) Membangun pershabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa;

7)Berbagai ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan

saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan;

8) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia,

9)Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai

perspektif;
16

10)Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih

baik;

11)Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan

kemampuan, jenis kelmin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama dan

orientasi tugas

4. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Bila dibandingkan dengan pembelajaran yang masih bersifat konvensional,

pembelajaran koooperatif memiliki beberapa keungulan. Keunggulannya dilihat

dari aspek siswa, adalah memberi peluang kepada siswa agar mengemukakan dan

membahas suatu pandangan, pengalaman, yang diperoleh siswa belajar secara

bekerjasama dalam merumuskan kearah satu pandangan kelompok (Cilibert-

Macmilan, dalam Isjoni 2009).

Dengan melaksanakan model pembelajaran kooperatif, siswa

memungkinkan dapat meraih keberhasilan dalam belajar., disamping itu juga bisa

melatih siswa untuk memiliki keterampilan, baik keterampilan berpikir (thinking

skill) mapun keterampilan sosial (social skill), seperti keterampilan untuk

mengemukakan pendapat, menerima saran dan masukan dari orang lain,

bekerjasama, rasa setia kawan, dan mengurangi timbulnya perilaku yang

menyimpang dalam kehidupan kelas (Stahl, dalam Isjoni 2009).

Selanjutnya menurut Sharan (dalam Isjoni, 2009: 23) siswa yang belajar

menggunakan metode kooperatif akan memiliki motivasi yang tinggi karena

didorong dan didukung dari rekan sebaya. Pembelajaran kooperatif juga

menghasilkan peningkatan kemampuan akademik, meningkatkan kemampuan


17

berpikir kritis, membentuk hubungan persahabatan, menimba berbagai informasi,

belajar menggunakan sopan santun, meningkatkan motivasi siswa, memperbaiki

sikap terhadap sekolah dan belajar mengurangi tingkah laku yang kurang baik,

serta membantu siswa dalam menghargai pokok pikiran orang lain (Johnson).

Menurut Jarolimek & Parker (dalam Isjoni, 2009: 24) mengatakan

keungulan yang diperoleh dalam pembelajaran [kooperatif] ini adalah: (1) saling

ketergantungan positif; (2) adanya pengakuan dalam merespon individu; (3) siswa

dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas; (4) suasana kelas yang rilek

dan menyenangkan; (5) terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara

siswa dengan guru; (6) memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan

pengalaman emosi yang menyenangkan.

Kelemahan model pembelajaran kopoeratif yaitu: 1) guru harus

mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih

banyak tenaga, pemikiran dan waktu; 2) agar proses pembelajaran berjalan

dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup

memadai; 3) selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan

topik permasalahan yang sedang berlangsung meluas sehingga banyak yang tidak

sesuai dengan waktu yang ditentukan; dan 4) saat diskusi kelas, terkadang

didominasi seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

5. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Tahap-tahap model pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim (2001)

seperti yang terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Tahap-tahap Model Pembelajaran Kooperatif


18

Fase Perilaku Guru


Fase-1
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran
Menyampaikan tujuan dan
yang ingin dicapai dan memotivasi siswa belajar
memotivasi siswa
Fase-2 Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan
Menyampaikan informasi jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Fase-3 Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara
Mengorganisasikan siswa membentuk kelompok belajar dan membantu
dalam kelompok-kelompok setiap kelompok agar melakukan transisi secara
belajar efisien
Fase-4
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
Membimbing kelompok
pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
bekerja dan belajar
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
Fase-5
yang telah dipelajari atau masing-masing
Evaluasi
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Guru mencari cara untuk menghargai, baik
Fase-6
upaya-upaya maupun hasil belajar individu dan
Memberikan penghargaan
kelompok

C. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kancing Gemerincing (Talking


Chips)

1. Pengertian Kancing Gemerincing (Talking Chips)

Pembelajar kooperatif tipe kancing gemerincing (talking chips) pertama

kali dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992. Dalam kegiatan talking

chips, masing-masing anggota kelompok mendapat kesempatan untuk

memberikan kontruksi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran

anggota yang lain. Keunggulan lain dari teknik ini adalah untuk mengatasi

hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok.

Dalam pelaksanaan talking chips setiap anggota kelompok diberi sejumlah

kartu / chips (biasanya dua sampai tiga kartu). Setiap kali salah seorang anggota

kelompok menyampaikan pendapat dalam diskusi, ia harus meletakan satu


19

kartunya ditengah kelompok. Setiap anggota diperkenankan menambah

pendapatnya sampai semua kartu yang dimilikinya habis. Jika kartu yang

dimilikinya habis, ia tidak boleh berbicara lagi sampai semua anggota

kelomoknya juga menghabiskan semua kartu mereka. Jika semua kartu telah

habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh mengambil kesempatan

untuk membagi-bagi kartu lagi dan diskusi dapat diteruskan kembali (Kagan,

2000 : 47).

Secara sederhana, penggunaan kartu dapat diganti oleh benda-benda kecil

lainnya yang dapat menarik perhatian siswa, misalnya kancing, kacang merah, biji

kenari, potongan sedotan, batang-batang lidi, sendok es krim, dan lain-lain.

Karena benda-benda tersebut berbunyi gemerincing, maka istilah untuk talking

chips dapat disebut juga dengan kancing gemerincing (Lie, 2002 : 63).

Model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing pertama kali

dikembangkan oleh Spencer Kagan (1990). Sehubungan dengan hal diatas,

Miftahul (2011: 142) berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif tipe

kancing gemerincing:

1. Dapat diterapkan semua mata pelajaran dan tingkatan kelas.


2. Dalam kegiatannya, masing-masing anggota kelompok berkesempatan

memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan anggota

yang lain.
3. Dapat digunakan untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan

yang sering mewarnai kerja kelompok.


4. Teknik ini memastikan setiap siswa mendapatkan kesempatan yang sama

untuk berperan serta dan berkontribusi pada kelompoknya masing-

masing.
20

2. Langkah-Langkah Tipe Kancing Gemerincing (Talking Chips)

Adapun prosedur dalam pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing

menurut Miftahul (2011: 142) yaitu:

1. Guru menyiapkan satu kotak kecil yang berisi kancing-kancing atau

benda- benda kecil lainnya.


2. Sebelum memulai tugasnya, masing-masing anggota dari setiap kelompok

mendapatkan 2 atau 3 buah kancing (jumlah kancing tergantung pada

sukar tidaknya tugas yang diberikan).


3. Setiap kali anggota selesai berbicara atau mengeluarkan pendapat, dia

harus menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakkannya di tengah-

tengah meja kelompok.


4. Jika kancing yang dimiliki salah seorang siswa habis, dia tidak boleh

berbicara lagi sampai semua rekannya menghabiskan kancingnya masing-

masing.
5. Jika semua kancing sudah habis, sedangkan tugas belum selesai,

kelompok boleh mengambil kesepakatan untuk membagi-bagi kancing

lagi dan mengulangi prosedurnya kembali.

3. Kelebihan dan Kekuranagan Tipe Kancing Gemerincing (Talking Chips)

Adapun kelebihan dan kelemahan dari kooperatif tipe kancing gemerincing yaitu:

Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing.

a. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep sendiri

dan memecahkan masalah

b. Masing-masing anggota kelompok mendapat kesempatan untuk

memberikan konstruksi mereka dan mendengarkan pandangan dan

pemikiran anggota yang lain.


21

c. Dapat mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering

mewarnai kerja kelompok.

Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing.

a. Persiapannya memerlukan lebih banyak tenaga, pikiran dan waktu.

b. Untuk mata pelajaran matematika, dapat digunakan untuk materi tertentu

saja.

c. Sulitnya mengontrol diskusi semua kelompok agar yang mereka

diskusikan tidak melebar kemana-mana.

D. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kancing


Gemerincing (Talking Chips)

Adapun dalam penelitian ini langkah-langkah pembelajaran yang akan di

laksanakan adalah sebagai berikut :

Tabel 3 : Langkah Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kancing


Gemerincing (Talking Chips)
No. Kegiatan Guru Kegiatan Murid
Kegiatan Awal
Fase 1: Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa
1. Guru memeriksa kesiapan siswa Bersiap untuk belajar dan
dalam mengikuti pelajaran dan mendengarkan nama siswa disebut
mengecek kehadiran siswa. oleh guru.
2. Guru menyampaikan topik Mendengarkan informasi yang
pembelajaran. disampaikan oleh guru dengan disiplin
3. Guru menyampaikan tujuan Mendengarkan tujuan pembelajaran
pembelajaran yang ingin dicapai. yang disampaikan oleh guru.
4. Guru memberikan motivasi Mendengarkan motivasi yang
dijelaskan oleh guru dengan disiplin.
5. Guru melakukan kegiatan Apersepsi Memperhatikan dan menjawab
pertanyaan Guru.
Kegiatan Inti
Fase 2: Menyajikan informasi.
1. Guru menjelaskan tentang materi Memperhatikan penjelasan Guru.
yang akan dipelajari

2. Memberikan contoh soal. Mencatat contoh soal dan


memperhatikan penjelasan guru.
22

3. Memberikan kesempatan kepada Menanyakan hal-hal yang belum


siswa untuk menanyakan hal-hal yang dipahami.
belum dipahami.
Fase 3: Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
1. Siswa dibagi menjadi beberapa Siswa membentuk kelompok sesuai
kelompok, masing-masing kelompok instruksi dari guru.
terdiri dari 4-5 orang dan harus
heterogen terutama jenis kelamin dan
kemampuan siswa.

2. Guru membagikan kancing-kancing Siswa mengambil kancing yang


dalam kotak pada siswa, setiap siswa dibagikan oleh guru.
mendapat dua buah kancing.
3. Guru memberikan penjelasan tentang Siswa menyimak penjelasan guru.
cara berdiskusi menggunakan media
kancing sebagai berikut:
a. Semua anggota kelompok harus
mengemukakan pendapatnya tentang
tugas yang diberikan.
b. Jika salah satu temanmu sedang
berbicara mengemukakan
pendapatnya, maka siswa yang lain
harus mendengarkan pendapat teman
tersebut dan yang telah berbicara
mengemukakan pendapatnya harus
menyerahkan salah satu kancingnya
dan meletakkannya di tengah-tengah
kelompok.
c. Jika kancing yang dimiliki seorang
siswa telah habis, dia tidak boleh
berpendapat lagi sampai rekan-
rekannya juga menghabiskan kancing
mereka.
d. Jika kancing yang dimiliki oleh siswa
dalam satu kelompok sudah habis,
sedangkan tugas belum selesai,
kelompok boleh mengambil
kesempatan untuk membagikan
kancing lagi dan prosedur atau
caranya diulangi lagi.
Fase 4: Membimbing kelompok bekerja dan belajar.
1. Tugas kelompok atau LKS dibagikan Siswa atau masing-masing anggota
kepada masing-masing kelompok. kelompok menelaah dan membaca
tugas yang diberikan.
2. Guru menugaskan siswa untuk Siswa mengerjakan tugas yang telah
mengerjakan tugas kelompoknya diberikan dengan teknik kancing
23

dengan teknik kancing gemerincing gemerincing, dan jika ada yang belum
yang telah dijelaskan dan memberikan dipahami siswa dapat bertanya kepada
kesempatan bertanya kepada siswa. guru. Setelah siswa dalam
kelompoknya menyelesaikan
tugasnya, maka kelompok tersebut
harus mengoreksi hasil kerja
kelompoknya.
Fase 5: Evaluasi
1. Setelah semua kelompok mengoreksi, Siswa atau anggota kelompok lain
guru membimbing siswa untuk mengoreksi jawaban dari kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya di yang melakukan presentasi dengan
depan kelas dengan cara menulis cara berdiskusi.
jawaban kelompok mereka di papan
tulis.
Fase 6: Memberikan penghargaan
1. Guru memberikan penghargaan
kepada siswa yang berprestasi untuk
menghargai upaya dan hasil belajar
siswa baik secara individu maupun
kelompok.
Kegiatan Akhir
Fase 7: Memberikan kesempatan latihan mandiri.
1. Memberikan kesempatan kepada Siswa bertanya mengenai materi yang
siswa untuk bertanya tentang materi belum dipahami.
yang masih kurang dipahami.
2. Guru membimbing siswa untuk Siswa merangkum materi yang telah
merangkum materi yang baru saja dipelajari.
dibahas.
3. Guru memberikan pekerjaan rumah Siswa mencatat PR yang diberikan
(PR). guru.
4. Guru menyampaikan topik untuk Siswa menjawab salam guru.
pertemuan selanjutnya serta menutup
pertemuan dengan mengucapkan
salam.

E. Hubungan Model Kooperatif Tipe Kancing Gemerincing Dengan dengan


Hasil Belajar PKn Siswa.

Pembelajaran koopertif tipe kancing gemerincing menekankan keaktifan

semua anggota kelompok dalam menyelesaikan sebuah permasalahan yang

mampu meningkatkan produktivitas mereka dalam pemecahan masalah, dimana

mereka saling membantu satu sama lain untuk mencapai sebuah tujuan yang sama
24

agar prestasi belajar mereka bisa meningkat secara merata. Di mana sangat

ditekankan peran serta dan kontribusi pada kelompoknya.


Untuk tugas-tugas yang sangat terstruktur seperti PKn, diskusi sangat

dibutuhkan, karena dalam tugas-tugas. Siswa di tuntut untuk menggali sendiri

informasi dari materi yang dipelajari. Mengingat pembelajaran kooperatif

dikembangkan dari teori konstruktivisme, dimana siswa dituntut untuk

mengembangkan pengetahuan awal mereka secara mandiri agar terjadi

pembelajaran yang bermakna. Dimana dituntut pula pembelajaran yang bermakna

agar konsep PKn itu sendiri dapat dengan mudah dipahami oleh siswa.

Kelompok kooperatif menekankan agar siswa aktif bertanya baik dalam

bentuk soal dengan kelompok sendiri maupun dengan kelompok lain, membuat

soal sendiri dan mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat,

membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu

masalah. Dengan langkah-langkah seperti ini akan menimbulkan keaktifan siswa

dalam proses pembelajaran yang akhirnya akan meningkatkan hasil belajar PKn

siswa.
25

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII.12 SMP Negeri 1 Dumai Tahun

Pelajaran 2012/2013. Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil. Adapun

jadwal penelitian untuk mata pelajaran fisika adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Jadwal Penelitian


Siklus Mata Pelajaran Hari /Tanggal
Pendidikan Rabu, 29 Agustus 2012
I
Kewarganegaraan Rabu, 5 September 2012
Ulangan Harian I Rabu, 12 September 2012
Pendidikan Rabu, 19 September 2012
II
Kewarganegaraan Rabu, 26 September 2012
Ulangan Harian II Rabu, 3 Oktober 2012

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII.12 SMP Negeri 1 Dumai

yang berjumlah 38 orang terdiri dari 17 orang siswa laki-laki dan 21 orang siswa

perempuan.

C. Bentuk Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas ( PTK) dan

dilakukan oleh peneliti sendiri sebagai guru serta dibantu oleh observer dengan

mengisi lembar observasi aktifitas siswa dan guru selama proses belajar mengajar

berlangsung. Wardani (2002) menyatakan penelitian tindakan kelas merupakan


26

penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri

dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru sehingga hasil belajar siswa

meningkat.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan

kelas merupakan penelitian dan pencermatan terhadap kegiatan belajar yang

dilakukan oleh guru untuk memperbaiki proses pembelajaran sehingga hasil

belajar siswa meningkat. PTK ini dilakukan dalam dua siklus terdiri dari empat

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).


25 Dua RPP untuk siklus I dan dua RPP
untuk siklus II. Adapun alur tahapan atau fase pada setiap siklus sebagaimana

ditunjukkan pada Gambar 1, meliputi 4 hal sebagai berikut: (1) Perencanaan

(Planning), (2) Pelaksanaan (Acting),(3) Observasi (Observing), (4) Refleksi

(Reflecting)

Perencanaan

Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan
Pengamatan

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan

Gambar 1: Alur Dasar Penelitian Tindakan Kelas


27

Adapun kegiatan yang dilaksanakan dengan melalui alur tahapan PTK

dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif kancing gemerincing

(talking chips) adalah sebagai berikut :

1. Perencanaan

Perencanaan merupakan persiapan yang dilakukan sebelum pelaksanaan

tindakan. Adapun yang akan dipersiapkan yaitu:

a. Menyusun RPP berdasarkan langkah-langkah penerapan model

pembelajaran kooperatif kancing gemerincing (talking chips).

b. Meminta kesediaan teman sejawat untuk menjadi observer dalam

pelaksanaan pembelajaran.

c. Menyiapkan format pengamatan atau lembar observasi terhadap aktivitas

yang dilakukan guru dan aktivitas yang dilakukan siswa dan kisi-kisi soal

berkaitan dengan materi yang akan diajarkan.

d. Pembentukan kelompok

Pembentukan kelompok dilakukan sebanyak dua kali, karena penelitian ini

dilaksanakan dalam dua siklus. Pembentukan kelompok siklus I

berdasarkan skor dasar yang diperoleh melalui ulangan harian sebelum

dilakukan proses pembelajaran dengan menerapkan kooperatif kancing

gemerincing (talking chips). yaitu pada materi kontruksi yang pernah

digunakan di Indonesia. Sedangkan pembentukan kelompok siklus II

berdasarkan skor yang diperoleh siswa pada ulangan harian I.

Pembentukan kelompok dilakukan secara heterogen dengan mengurutkan

skor perolehan siswa dari yang paling tinggi ke yang paling rendah.
28

Selanjutnya, siswa dibagi menjadi lima kelompok yang terdiri dari 25%

kelompok tinggi, 50% kelompok sedang, dan 25% kelompok rendah.

Setiap kelompok terdiri dari 1 orang dari siswa kelompok tinggi, 2 orang

dari siswa kelompok sedang, dan 1 orang dari siswa kelompok rendah.

2. Pelaksanaan Tindakan

Tindakan, yaitu apa yang harus dilakukan oleh guru atau peneliti sebagai

upaya perbaikan, peningkatan atau perubahan yang diinginkan. Kegiatan pada

tahap tindakan adalah menerapkan cara mengajar yang sudah direncanakan oleh

peneliti pada tahap perencanaan. Dalam pelaksanaan tindakan kelas yang

menggunakan metode problem posing dalam model pembelajaran kooperatif

kancing gemerincing (talking chips). melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Kegiatan Awal

Pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan RPP yang telah disusun

sebelumnya. Pada kegiatan pendahuluan ada beberapa hal yang peneliti lakukan

yaitu:

a. Pendahuluan atau kegiatan awal

1) Melakukan apersepsi dengan mengaitkan pelajaran yang lalu dengan

pelajaran yang akan dipelajari.

2) Menyiapkan sarana pendukung berupa kancing-kancing untuk

medukung jalannya proses pembelajaran.

b. Kegiatan inti

1) Menjelaskan materi yang akan dipelajari


29

2) Membagi siswa menjadi 5 kelompok dimana setiap kelompok

beranggotakan 5 atau 6 siswa yang heterogen.

3) Membagikan kancing kepada setiap siswa dalam kelompok dimana

setiap siswa mendapatkan 2 kancing.

4) Memberikan tugas dan masing-masing kolompok mengerjakannya.

5) Mengawasi kerja kelompok mereka agar tidak melenceng dari aturan

penerapan model pembelajaran kooperatif kancing gemerincing.

6) Setelah selesai kerja kelompok, guru meminta kelompok tersebut

untuk menyampaikan hasil kerja kelompok mereka.

7) Meminta siswa lain untuk menanggapi hasil kerja kelompok yang

dibacakan.

c. Kegiatan akhir

1) Memberi kesempatan siswa untuk bertanya

2) Menyimpulkan materi pelajaran yang sudah dilaksanakan dalam

pembelajaran.

3. Pengamatan

Pengamatan atau obsevasi yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan

oleh guru kelas VIIIyang telah bersedia menjadi observer dalam penelitian ini

dengan menggunakan format pengamatan yang telah disediakan. Aspek-aspek

yang diamati antara lain: Aktivitas guru dengan menggunakan lembar observasi

aktivitas guru dan Aktivitas siswa dengan menggunakan lembar observasi

aktivitas siswa.

4. Refleksi
30

Setelah perbaikan pembelajaran dilaksanakan guru dan observer

melakukan diskusi dan menganalisa hasil dari proses pembelajaran yang

dilaksanakan, sehingga diketahui keberhasilan dan kelemahan pembelajaran yang

telah dilaksanakan.

Hasil dari analisa data tersebut dijadikan sebagai landasan untuk siklus

berikutnya, sehingga antara siklus I dan siklus berikutnya ada kesinambungan dan

diharapkan kelemahan pada siklus yang pertama sebagai dasar perbaikan pada

siklus yang berikutnya.

D. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

a. Data tentang penggunaan pembelajaran metode problem posing dalam model

pembelajaran kooperatif tipe think pair share, yaitu data tentang aktivitas siswa

dan aktivitas guru dalam pembelajaran yang diperoleh melalui lembar

observasi.

b. Data tentang hasil belajar siswa dalam pembelajaran yang diperoleh melalui tes

hasil belajar yang dilaksanakan pada akhir tiap siklus.

c. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu perangkat pembelajaran dan

instrument pengumpulan data (lembar observasi, LKS dan lembaran ulangan

harian).

E. Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini berupa data kumulatif yang

diperoleh dari test pada ulangan 1 dan ulangan 2 setiap akhir siklus dan data

kwalitatif di peroleh dari kegiatan observerasi siswa.


31

Ketuntasan Belajar Siswa

a. Ketuntasan Individu dengan rumus

Jumlah jawaban yang benar


Ketuntasan individu = Jumlah seluruh soal x 100%

Seorang siswa (individu) dikatakan tuntas apabila telah mencapai

persentase 78% dari jumlah soal yang diberikan dapat dijawab dengan benar,

atau dengan nilai 78. Untuk nilai ketuntasan ini diambil dari nilai ulangan

harian.

b. Ketuntasan Klasikal

Jumlah siswa yang tuntas


Ketuntasan Klasikal = Seluruh siswa x 100%

Ketuntasan klasikal adalah minimal 85% dari seluruh jumlah siswa

memperoleh nilai minimal 75 (Wardani, 2006).

c. Aktifitas Belajar Siswa

Aktifitas belajar siswa diamati oleh seorang observer dengan

menggunakan lembaran observasi, kemudian dihitung dengan menggunakan

F
P x 100%
rumus : N

Keterangan:
F : Frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N : Number of Cases (jumlah frekuensi/banyaknya individu)
P : Angka persentase
100% : Bilangan Tetap (Anas, 2004)
32

Dalam menentukan kriteria penilaian tentang hasil penelitian, maka

dilakukan pengelompokkan atas 5 kriteria penilaian yaitu Baik Sekali, Baik,

Cukup, Kurang, Kurang Sekali. Adapun kriteria persentase tersebut yaitu

sebagai berikut:

Tabel 5. Interval Kategori Aktivitas Siswa


Interval (%) Kategori
80 100 Baik sekali
70 79 Baik
60 69 Cukup
50 59 Kurang
0 49 Kurang Sekali
Sumber: Depdiknas (2008)

d. Aktivitas Guru

Setelah data terkumpul melalui observasi, data aktivitas guru diolah

dengan menggunakan rumus persentase, yaitu sebagai berikut :

F
P x 100%
N

Keterangan:
F : Frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N : Number of Cases (jumlah frekuensi/banyaknya individu)
P : Angka persentase

Dalam menentukan kriteria penilaian tentang hasil penelitian, maka

dilakukan pengelompokkan atas 4 kriteria penilaian yaitu Sangat Baik, Baik,

Cukup, Kurang. Adapun kriteria persentase tersebut yaitu sebagai berikut:

Tabel 6. Interval Kategori Aktivitas Guru


Interval (%) Kategori
80 100 Baik Sekali
70 79 Baik
60 69 Cukup
50 59 Kurang
Sumber: Depdiknas (2008)
33

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas hasil penelitian tindakan yang dilakukan pada

siklus I, siklus II, dan pembahasan hasil penelitian.

a. Siklus I

Berdasarkan permasalahan dalam pembelajaran, maka direncanakan suatu

tindakan. Tindakan yang dilakukan terdiri dari perencanaan, pelaksanaan,

observasi, dan refleksi, agar siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya.

1. Perencanaan

Perencanaan yang dilakukan peneliti sebelum dilaksanakan penelitian

adalah : (1) Menyusun lembar observasi guru dan siswa, (2) Menyusun Silabus,

(3) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), (4) Menyusun Lembar

Kerja Siswa (LKS), (5) Menyusun soal ulangan harian I

2. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan pada penelitian ini terdiri dari dua siklus. Setiap

siklus terdiri dari 2 kali pertemuan.

Pelaksanaan Siklus I

a. Pertemuan Pertama (Rabu, 29 Agustus 2012)


34

Anda mungkin juga menyukai