PERSETUJUAN
Presentasi Kasus
Judul:
PARKINSON SYNDROME
Pembimbing,
1
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN.1
DAFTAR ISI .. 2
BAB I PENDAHULUAN .......3
BAB II LAPORAN KASUS.........5
BAB III ANALISIS KASUS ...........19
BAB IV DAFTAR PUSTAKA ........25
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
paling sering muncul pada kelompok usia 60-70 tahun. Rata-rata usia terhadap
onset terjadinya Parkinson Syndrome adalah usia 59 tahun. 1
Penyebab degenerasi dari sel saraf pada Parkinson Syndrome masih
belum diketahui. Penelitian masih berhipotesis antara faktor genetik atau
lingkungan atau kombinasi diantara keduanya yang berperan. 3 Parkinson
Syndrome merupakan penyakit yang kronis dan progresivitasnya lambat, namun
tingkat progresivitas tersebut bervariasi pada masing-masing individu. Beberapa
gejala pada orang tertentu akan tetap ringan dan tidak memgganggu aktivitas
sehari-hari selama beberapa tahun, sementara gejala pada orang lain dapat
berkembang menuju kecacatan lebih cepat. Diagnosis Parkinson Syndrome secara
eksklusif hanya berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan klinis dokter.4
Tidak terdapat pemeriksaan spesifik darah atau pun radiologi yang bermakna
digunakan dalam diagnosis Parkinson Syndrome. Meskipun belum ada obat yang
dapat menyembuhkan Parkinson Syndrome, namun terdapat beberapa obat yang
berkembang untuk meningkatkan atau bahkan menormalkan kualitas hidup pasien
dengan Pakinson dalam jangka waktu panjang. Dukungan dari keluarga dan
masyarakat menjadi faktor yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas
hidup pasien Parkinson sebab depresi tidaklah jarang terjadi. 1,2,3,7
4
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
No. Rekam Medik : 01-01-9953
Usia : 73 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Karyawan Swasta (pensiun)
Alamat : Jatinegara Lio RT/RW 07/04, Jatinegara, Cakung,
Jakarta Timur
Suku Bangsa : Betawi Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMA
Tanggal masuk poli : 15 September 2016
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan aloanamnesis pada
tanggal 15 September 2016 pada pukul 11.00 WIB di Poliklinik saraf RSUD
Budhi Asih.
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan tangan kanan gemetar sejak 1 minggu
yang lalu.
5
Pasien sudah didiagnosis parkinson dan berobat jalan di puskesmas kemudian
awal tahun 2016 dilanjutkan berobat di RSUD Budhi Asih. Pada awalnya
tangan kanan terasa lemas dan pegal lalu lama kelamaan menjadi gemetaran
yang kemudian menyebar ke tangan sebelah kiri. Pasien menyatakan bahwa
tangan kanan dirasa lebih gemetaran dibanding tangan kiri. Gemetar pada
kedua tangan tidak terkendali. Gemetar muncul baik dalam keadaan istirahat
ataupun aktivitas. Kedua tangan pasien juga dirasa kaku.
Kemudian sekitar satu bulan setelah keluhan awal, kaki pasien juga
menjadi kaku dan terkadang gemetar sehingga menjadi sulit untuk berjalan.
Ketika berjalan langkah pasien menjadi kecil-kecil, terbatas, lambat, dan tidak
seimbang. Disusul kemudian mulut pasien juga gemetar dan wajah dirasa
kaku. Selama kontrol, keluhan pasien membaik namun apabila tidak minum
obat selama beberapa hari, keluhan gemetar tersebut kembali muncul.
Pasien menyatakan keluhan tersebut mengganggu aktivitas sehari-
harinya seperti, mengancing baju, naik tangga, memegang barang, dan lain-
lain. Pasien juga mengaku menjadi sulit tidur. Terkadang ketika buang air
kecil tidak dapat ditahan dan buang air besar sulit sekitar 2x/minggu. Nafsu
makan pasien baik. Anak pasien mengeluhkan pasien sejak beberapa bulan
terakhir menjadi pelupa seperti pasien terkadang tidak mengingat makanan
apa yang sudah dimakan.
Pasien menyangkal adanya lemas satu sisi tubuh, bicara pelo, kejang, dan
demam. Sekitar 8 bulan yang lalu pasien sering mengalami batuk, berat badan
menurun drastis dan keringat malam. Pasien sudah berobat ke spesialis paru
dan dinyatakan menderita tuberkulosis paru. Pasien sedang dalam pengobatan
tuberkulosis bulan ke-5. Selama pengobatan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
tidak pernah putus obat. Pasien sudah rutin kontrol ke poliklinik saraf
sebanyak 5 kali dan dosis obat parkinson yang diberikan tidak berubah.
6
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat pengobatan :
Pasien rutin mengkonsumsi amlodipin 1x5mg untuk penyakit hipertensi. Pasien
rutin mengkonsumsi sifrol 1x0,375mg, Levazid 3x1 tablet, dan Trihexyphenidyl 2
x 2 mg.
7
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Tekanan Darah : 160/90 mmHg
Nadi : 84x/menit
Suhu : 36,5oC
Pernafasaan : 20x/menit
Kepala
Ekspresi wajah : Datar (Mask Face)
Rambut : Merata, Tidak mudah dicabut
Bentuk : Normocephali
Mata
Konjungtiva : Pucat (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Kedudukan bola mata : Ortoforia/Ortoforia
Pupil : Bulat, Isokor dengan diameter 3mm/3mm.
Lensa : Katarak (+/+)
Telinga
Selaput pendengaran : tidak dinilai Lubang : lapang
Penyumbatan : -/- Serumen : +/+
Perdarahan : -/- Cairan : -/-
Mulut
Bibir : Sianosis (-) luka (-)
Tremor (+)
8
Leher
Trakhea terletak ditengah
Tidak teraba benjolan/KGB yang membesar
Kelenjar Tiroid : tidak teraba membesar
Kelenjar Limfe : tidak teraba membesar
Thoraks
Bentuk : Simetris
Pembuluh darah : Tidak tampak pelebaran pembuluh darah
Paru Paru
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak ictus cordis
9
Palpasi : Ictus cordis teraba di medial ICS V midklavikularis kiri
Perkusi : Tidak di lakukan pemeriksaan
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, gallop (-), murmur (-).
Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris, dilatasi vena (-)
Palpasi : Dinding perut : supel, nyeri tekan (-)
Hati : tidak dilakukan pemeriksaan
Limpa : tidak dilakukan pemeriksaan
Ginjal : tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi : Timpani di keempat kuadran abdomen
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral teraba hangat pada keempat ekstremitas. edema (-).
Resting Tremor ekstremitas atas (++/+)
Rigiditas pada ekstremitas atas dan bawah (+/+)
STATUS NEUROLOGIS
A. Kesadaran : Compos mentis
Bradikinesia (+)
C. Leher : Spasme
D. Nervus Kranialis
N.I (Olfaktorius)
10
Subjektif Tidak Dilakukan
N. II (Optikus)
Nistagmus - -
Pergerakan bola mata Baik ke segala Baik ke segala N.V
Membuka mulut + +
Kedudukan bola Menggerakan
mata Rahang Ortoforia Ortoforia
+ +
Reflek Cahaya Oftalmikus
Langsung & Tidak + + + +
Langsung
Maxillaris + +
Diplopia - -
Mandibularis + +
N. VII (Fasialis)
N.VIII (Vestibulokoklearis)
11
Tes pendengaran Tidak dilakukan
Tes Keseimbangan Tes Romberg (+), Tandem Gait (+),
Tunjuk hidung dan jari (+/+)
N. IX, X (Vagus)
N.XI (Assesorius)
N.XII ( Hipoglosus )
12
dan siku : Rigiditas (+) dan siku : Rigiditas (+)
A Refleks
Kanan Kiri
Resting Tremor ++ +
Chorea - -
Athetosis - -
Myocloni - -
Ties - -
A Fungsi Otonom
14
E. Keseimbangan dan koordinasi
Hasil
Tes disdiadokinesis +
Tes tunjuk hidung dan jari +
Tes tunjuk jari kanan dan kiri +
Tes romberg +
Tes tandem gait +
15
Foto Thorax (5/3/16)
16
Kesimpulan : Terdapat bercak infiltrat pada kedua lapang paru.
Echocardiography (5/3/16)
17
Hasil : Normal
V. RESUME
18
Seorang laki-laki usia 73 tahun datang ke poliklinik saraf RSUD Budhi
Asih dengan keluhan tangan kanan gemetar sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan
dirasakan kembali ketika obat habis. Keluhan pasien pertama kali dirasakan 1
tahun yang lalu. Pasien sudah didiagnosis parkinson dan berobat jalan di
puskesmas kemudian awal tahun 2016 dilanjutkan berobat di RSUD Budhi Asih.
Pada awalnya tangan kanan terasa lemas dan pegal lalu lama kelamaan gemetaran
yang kemudian menyebar ke tangan sebelah kiri. Pasien menyatakan bahwa
tangan kanan dirasa lebih gemetar dibanding tangan kiri. Gemetar pada kedua
tangan tidak terkendali. Gemetar muncul baik dalam keadaan istirahat ataupun
aktivitas. Kedua tangan pasien juga dirasa kaku.
Kemudian sekitar satu bulan setelah keluhan awal, kaki pasien juga
menjadi kaku dan terkadang gemetar sehingga menjadi sulit untuk berjalan.
Ketika berjalan langkah pasien menjadi kecil-kecil, terbatas, lambat, dan tidak
seimbang. Disusul kemudian mulut pasien juga gemetar dan wajah dirasa kaku.
Selama kontrol, keluhan pasien membaik namun apabila tidak minum obat selama
beberapa hari, keluhan gemetar tersebut kembali muncul.
Pasien menyatakan keluhan tersebut mengganggu aktivitas sehari-
harinya. Pasien juga mengaku menjadi sulit tidur. Terkadang ketika buang air
kecil tidak dapat ditahan dan buang air besar sulit sekitar 2x/minggu. Anak pasien
mengeluhkan pasien sejak beberapa bulan terakhir menjadi pelupa seperti pasien
terkadang tidak mengingat makanan apa yang sudah dimakan. Pasien
mengeluhkan terkadang tidak bisa menahan buang air kecil. Buang air besar sulit
2x/minggu.
Sekitar 8 bulan yang lalu pasien sering mengalami batuk, berat badan
menurun drastis dan keringat malam. Pasien sudah berobat ke spesialis paru dan
dinyatakan menderita tuberkulosis paru. Pasien sedang dalam pengobatan
tuberkulosis bulan ke-5. Selama pengobatan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) tidak
pernah putus obat. Pasien mempunyai riwayat hipertensi dan katarak pada kedua
mata.
19
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis. Tekanan
darah 160/90mmHg. Pada pemeriksaan mata terdapat katarak pada kedua mata
pasien. Wajah datar seperti topeng (mask face). Mulut tremor. Pada pemeriksaan
paru didapatkan ronki pada kedua lapang paru. Postur tubuh membungkuk, lengan
dan jari jemari tangan fleksi. Terdapar rigiditas pada keempat ekstremitas. Resting
tremor pada kedua tangan terutama tangan kanan. Pada kekuatan motorik
didapatkan nilai masing-masing 4. Pemeriksaan keseimbangan dan koordinasi
seperti, tes disdiadokinesis, tunjuk hidung dan jari, tunjuk jari kanan dan kiri,
romberg, dan tandem gait positif.
VI. Diagnosis
VII. Penatalaksanaan:
1. Non medikamentosa
- Edukasi. Pasien serta keluarga diberi pengertian mengenai
penyakitnya, pentingnya minum obat teratur, makan makanan bergizi
dan menghindari jatuh.
- Latihan fisik teratur seperti latihan kebugaran, melemaskan otot, cara
berjalan, latihan keseimbangan untuk mempertahankan pasien agar
tetap dapat berjalan.
- Dukungan dari keluarga dan masyarakat agar pasien mendapat
dukungan baik secara fisik dan psikis.
20
1 Medikamentosa
Sifrol 1 x 0,375mg
Levazid (kombinasi Levodopa 100 mg, Benserazide HCl 25 mg) 3
x 1 tab
Trihexyphenidyl 2 x 2 mg
IX. Prognosis
Ad vitam : Ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad malam
Ad Sanationam : Dubia ad malam
21
BAB III
ANALISIS KASUS
22
keadaan istirahat dan berkurang bila ekstremitas digerakkan. Resting tremor akan
bertambah pada keadaan emosi dan hilang pada waktu tidur.8
Resting tremor adalah tremor yang timbul pada bagian tubuh yang
sepenuhnya ditopang melawan gravitasi dan tidak ada kontraksi otot volunter.
Resting tremor terjadi karena saat gerakan volunter yang bekerja adalah traktus
piramidalis dan traktus ekstrapiramidal tetapi traktus piramidalis masih dapat
menutupi kerja traktus ekstrapiramidalis sehingga tremor hanya terjadi saat
istirahat. 4,8
Pasien juga mengeluhkan leher, tangan, dan kaki menjadi kaku. Pada hasil
pemeriksaan tonus otot didapatkan adanya rigiditas pada keempat ekstremitas.
Rigiditas adalah peningkatan tonus otot saat istirahat atau sepanjang melakukan
gerakan. Rigiditas seringkali keliru dengan athritis, dimana kondisi ini juga sering
menyertai Parkinson Syndrome. Perbedaannya keluhan ini akan berkurang dengan
obat anti parkinson, sementara obat anti athritis seperti anti inflamasi tidak akan
mengurangi keluhannya. Meningkatnya aktivitas alfa motoneuron pada otot
protagonist dan otot antagonis menghasilkan rigiditas yang terdapat pada seluruh
luas gerakan dari ekstremitas yang terlibat. Hipotesis menyebutkan bahwa
rigiditas terjadi karena keterlibatan dari traktus retikulospinal dimana aktivitas
dari interneuron inhibitori di spinal di fasilitasi oleh motor neuron alpha yang
prosesnya dipengaruhi oleh L-DOPA. 1,4
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya wajah datar (mask face), lambat
dalam memulai pergerakan, serta penurunan koordinasi motorik halus seperti
mengancing baju, tulisan tangan menjadi kecil-kecil, kesulitan membalikkan
badan saat tidur dan lain-lain yang disebut sebagai bradikinesia. Karakteristik dari
Parkinsonian Gait adalah langkah lambat, kecil-kecil dan agak diseret dengan
postur membungkuk, serta tangan cenderung fleksi dikarenakan hilangnya
gerakan ayunan tangan yang normalnya ada ketika berjalan, serta sulit memulai,
dan sulit berhenti ketika sedang berjalan yang disebut sebagai freezing. Oleh
karena itu pasien dengan parkinson cenderung mendorong tubuhnya ke depan
sebagai mekanisme kompensasi untuk memulai gerakan sehingga mempunya
risiko jatuh yang tinggi.1,4,8
23
Pada pasien juga terdapat gangguan non-motorik yaitu adanya gangguan
tidur, dan gangguan gastrointestinal seperti susah BAB dan sulit menahan BAK.
Susah buang air besar dapat disebabkan oleh Parkinson Syndrome sendiri karena
gerakan usus menjadi lambat ataupun karena efek samping dari obat anti
parkinson. Sulit menahan buang air kecil sering terjadi terutama saat malam hari
sebab mekanisme refleks untuk mengontrol kandung kemih terganggu pada pasien
parkinson. 1,8
Pada pasien Parkinson dapat ditemukan refleks postural yang hilang.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan pada pasien ini terdapat adanya
instabilitas postural. Instabilitas postural disebabkan kegagalan integrasi dari saraf
proprioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari mata, pada level talamus
dan ganglia basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan
ini yang menyebabkan pasien mudah terjatuh. Pasien cenderung untuk jatuh ke
belakang (retropulsion) sehingga penggunaan alat bantu keseimbangan sepeerti
tongkat, walker, atau pun kursi roda menjadi dibutuhkan. 5
Gejala motorik yang dialami pasien meliputi resting tremor, rigiditas,
bradikinesia, dan instablititas postural disebabkan oleh disfungsi dari ganglia
basalis. Ganglia basalis memiliki peran dalam mengontrol gerakan diseluruh
tubuh dengan cara memodifikasi aktifitas jalur motorik yang sedang berjalan.
Secara khusus, ganglia basalis penting dalam menghambat tonus otot di seluruh
tubuh (tonus otot yang sesuai normalnya dipertahankan oleh keseimbangan antara
input eksitatorik dan inhibitorik ke neuron-neuron yang mempersyarafi otot
rangka). Selain itu ganglia basal berfungsi untuk memilih dan mempertahankan
aktivitas motorik yang bertujuan dan menahan pola gerakan yang tidak
diinginkan, serta berperan dalam koordinasi kontraksi otot yang bersifat lambat
yang menetap, terutama yang berkaitan dengan postur dan penopangan. Pada
Parkinson Syndrome, disfungsi ganglia basalis disebabkan oleh defisiensi
dopamin, suatu neurotransmitter penting di ganglia basalis.1,8
Secara umum dapat dikatakan bahwa Parkinson Syndrome terjadi karena
penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron di substansia nigra pars
compacta (SNc) sebesar 40-50% yang disertai dengan inklusi sitoplasmik
24
eosinofilik (Lewy bodies) dengan penyebab multifaktor. Substansia nigra adalah
suatu regio kecil di otak yang terletak sedikit di atas medula spinalis. Sel-selnya
menghasilkan dopamin, neurotransmiter yang berfungsi untuk komunikasi
elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama dalam mengatur pergerakan,
keseimbangan dan refleks postural. Hipotesis proses patologi yang mendasari
proses degenerasi neuron SNc adalah stres oksidatif. Stres oksidatif menyebabkan
terbentuknya formasi oksiradikal yang menumpuk akan menyebabkan kematian
sel-sel SNc. Selain dopamin, asetilkolin juga merupakan neurotransmiter yang
berperan dalam timbulnya gejala kardinal gangguan motorik. Pada Parkinson
idiopatik, keseimbangan dari kedua neurotransmiter yang bersifat antagonis ini
terganggu akibat menurunnya kadar dopamin.8
Diagnosis dari Parkinson Syndrome dapat ditegakkan dengan
menggunakan kriteria diagnosis Hughes, dimana pada pasien ini masuk ke dalam
kriteria definite yaitu terdapat kombinasi tiga dari empat gejala motorik. Pada
pasien ini ditemukan kombinasi dari keempat gejala yaitu tremor, rigiditas,
bradikinesia dan ketidakstabilan postural.8
Berdasarkan kriteria Hoehn dan Yahr, perjalanan penyakit yang dialami
pasien ini masuk kedalam stadium III, gerak tubuh nyata melambat,
keseimbangan mulai terganggu saat berjalan atau berdiri dan disfungsi umum
sedang. Pada pasien juga terdapat gangguan non- yaitu adanya gangguan tidur,
dan gangguan gastrointestinal seperti susah BAB dan sulit menahan BAK.
Penyebab dari Parkinson Syndrome umumnya adalah idiopatik (parkinson
primer), diduga ada faktor genetik dan faktor lingkungan yang mempengaruhi..
Pasien menyangkal pernah menderita penyakit infeksi di otak maupun trauma di
kepala yang merupakan penyebab dari parkinson sekunder. Kekurangan dopamine
juga dapat menyebabkan tertekan, motivasi rendah, kesulitan memberikan
perhatian dan berkonsentrasi, berpikir lambat, mengalami gangguan tidur dan
merasa ada gejala depresi. Pada pasien terdapat kesulitan mengingat apa yang
sudah dikerjakan sebelumnya.8
25
Tatalaksana pada kasus ini adalah diberikan terapi kombinasi dari
dopamine agonist yaitu Sifrol (Pramipexole), Kombinasi levodopa dengan
dekarbolase inhibitor yaitu Levazid (Levodopa 100 mg dan Benserazid HCl 25
mg), serta antikolinergik yaitu Trihexyphenidyl.
Sifrol (Pramipexole) merupakan dopamine agonist yang bekerja meniru
dopamine di resepetor dopamine pada striatum. Obat ini tidak sekuat levodopa
dan biasanya diberikan sebagai tambahan untuk pasien yang tida respon dengan
pengobatan hanya menggunakan levodopa. Obat ini juga dapat diberikan pada
stage awal parkinson untuk menunda penggunaan levodopa. Efek samping yang
paling sering muncul adalah mual, mimpi buruk, dan halusinasi. Oleh karena itu
pasien yang menggunakan dopamine agonist akan ditanyakan apakah ada
perubahan perilaku selama penggunaan obat tersebut. Pemberian obat ini juga
dapat menurunkan insidens terjadinya fenomena on-off.
Levodopa merupakan obat yang paling efektif untuk Parkinson Syndrome
dan pasti akan diberikan. Levodopa adalah asam amino yang dapat masuk
melewati blood brain barrier yang nantinya di otak akan diubah menjadi
dopamine. Dopamine merupakan neurotransmitter yang berkurang pada
Parkinson Syndrome. Efek samping yang paling umum terjadi adalah mual.
Sebenarnya sudah ada kombinasi obat levodopa dengan carbidopa untuk
menghindari efek samping tersebut sebab menghambat konversi levodopa
menjadi dopamine pada usus dan darah namun tidak di otak. Metabolisme
levodopa sendiri akan menghasilkan radikal bebas sehingga ada hipotesis yang
bertentangan bahwa levodopa toksik untuk neuron penghasil dopamine. Namun
hipotesis ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. 1,8
Benserazide adalah suatu inhibitor dekarboksilase perifer (yang tidak
melewati sawar darah otak) yang akan menghambat biotransformasi levodopa
menjadi dopamin di perifer, meningkatkan jumlah levodopa yang mencapai sawar
darah otak, sehingga kerja levodopa lebih efektif. Selain itu terapi kombinasi ini
juga mengurangi efek fluktuasi yang sering ditimbulkan levodopa yang dikenal
dengan fenomena on-off. Diharapkan dengan terapi ini akan meningkatkan kadar
dopamin sehingga gejala ekstrapiramidal berkurang.1,8
26
Pemberian antikolinergik yaitu Trihexyphenidyl (THP) dengan dosis 3-15
mg per hari bertujuan untuk menurunkan asetilkolin sehingga kadar dopamin dan
asetilkolin menjadi seimbang dengan tujuan untuk mengurangi gejala tremor. Cara
kerja obat ini adalah menghambat asetilkolin sebab asetilkolin berinteraksi dengan
reseptor dopamine di striatum. Efek samping obat ini antara lain mulut kering,
daya ingat menurun, sulit BAB dan BAK, serta penglihatan kabur.1,8
Terapi pada parkinson meliputi simptomatik, untuk mempertahankan
independensi pasien, neuroproteksi, dan neurorestorasi, keduanya untuk
menghambat progresitivitas parkinson. Terapi lini pertama sesuai dengan
ketersediaan obat, harga obat, dan lain lain hal yang perlu dipertimbangkan.
Pemilihan obat anti Parkinson didasarkan pada usia pasien, gejala dominan dan
stadiumnya.3 Bila gejala tremor dominan, antikolinergik adalah obat pilihan utama
untuk gejala tremornya. Levodopa adalah obat tertua, dan murah, dan bisa
mengurangi gejala parkinson karena dia adalah prekursor dari dopamin. Namun
untuk jangka panjang obat ini banyak memiliki efek samping karena diteliti obat
ini dalam tubuh mempunyai zat sisa metabolit yang neurotoksis terhadap neuron
sel otak yang masih sehat. Jangka panjang dapat menimbulkan gejala motorik
yang lebih seperti korea, mioklonus, distonia, akatisia, dan timbul gejala non
motorik seperti gangguan otonom seperti sulit berkemih dan konstipasi, gangguan
suasana perasaan depresi dan terdapat gangguan tidur. Gejala ini muncul bila
kadar dopamin sudah lebih tinggi dibanding asetilkolin. 1,8
Penatalaksanaan lain untuk Parkinson Syndrome adalah surgery atau
pembedahan. Semua prosedur pembedahan dilakukan untuk mengurangi gejala
parkinson secara stereotactically. Hal ini dimaksudkan bahwa target sel di otak
dapat dicapai dengan bantuan komputerisasi melalui lubang kecil di tengkorak.
Jarum digunakan sebagai pemandu ke target sel yang kemudian akan dihancurkan
secara electrically. Pada kenyataannya sekarang yang digunakan adalah Deep
Brain Stimulation dimana lebih tidak invasif. Manfaat Deep Brain Stimulation ini
lebih aman sebab bila terjadi komplikasi maka alat dapat dimatikan. Tiga target
utama dari kedua cara tersebut adalah thalamus, internal globus pallidus, dan
subthalamic nucleus.1
27
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Golbe LI, Mark MH, Sage JI. Parkinson's Disease Handbook. The
American Parkinson Disease Association, Inc. New Jersey : April 2010.
2. Longo DL, et al. Parkinson's disease and other movement disorders. In:
Harrison's Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York: The
McGraw-Hill Companies; 2012. http://accessmedicine.com. Accessed
September 28, 2016.
3. Simon RP. Greenberg DA. Aminoff MJ. CLinical Neurology. 7th Ed. New
York : The McGraw-Hill Companies; 2009; Chap. 5. p. 246-52.
4. Kempster, PA, Hurwitz, B, and Lees, AJ. A new look at James Parkinson's
Essay on the Shaking Palsy. Neurology. 2007; 69: 482485
5. Jankovic J. Etiology and pathogenesis of Parkinson disease.
http://www.uptodate.com/home. Accessed September 28, 2016.
6. Chou KL. Diagnosis of Parkinson disease.
http://www.uptodate.com/home. Accessed September 28, 2016.
7. Tarsy D. Pharmacologic treatment of Parkinson disease.
http://www.uptodate.com/home. Accessed September 28, 2016.
28