Diktat Kuliah Rekayasa Optik PDF
Diktat Kuliah Rekayasa Optik PDF
DIKTAT KULIAH
Oleh:
Dr. Ayi Bahtiar, M.Si.
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG
2008
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kepada Alloh SWT yang berkat
rahmat- dan karunia-Nya, penyusunan diktat huliah REKAYASA OPTIK akhirnya ini
dapat diselesaikan. Penulisan diktat ini dimotivasi oleh kurangnya referensi tentang
optik, khususnya optika modern di Jurusan Fisika, FMIPA UNPAD. Diktat ini
merupakan materi kuliah Rekayasa Optik yang diberikan pada semester-5 di Jurusan
Fisika FMIPA UNPAD, khususnya Kelompok Bidang Keahlian (KBK) Fisika Material.
Diktat ini bertujuan sebagai panduan untuk agar mahasiswa mampu merancang
divais-divais fotonik berkapasitas besar dan kecepatan tinggi untuk menggantikan divais
elektronik di masa mendatang. Materi diktat ini dibagi dalam 7-Bab, yang berisi tentang
sumber cahaya laser, jenis-jenis laser, optika berkas (beam optics), pandu gelombang
planar, serat optik, switching optik dan kristal fotonik. Disamping teori, beberapa hasil
eksperimen yang dilakukan oleh para peneliti juga diberikan, sehingga diharapkan
menjadi panduan bagi mahasiswa untuk mempelajari divais-divais fotonik modern,
terutama yang banyak dikembangkan saat ini.
Penulis menyadari bahwa diktat ini masih jauh dari sempurna, namun demikian
penulis berharap semoga diktat ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi
pendidikan fotonik/optik, khususnya di Jurusan Fisika FMIPA UNPAD. Kritik dan saran
penulis harapkan dari para pembaca untuk perbaikan materi dan isi diktat dimasa
mendatang.
Jatinangor
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
ii
Halaman
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Konfigurasi elektronik dari beberapa elemen tanah jarang dan logam 13
transisi yang sering digunakan sebagai material aktif laser ................
Tabel 2.2. Parameter optik dan spektroskopi laser rubi pada temperatur kamar.. 13
Tabel 2.3. Parameter optik dan spektroskopi laser dimana ion Nd3+ sebagai
doping pada beberapa material host..................................................... 14
Tabel 2.4. Parameter optik dan spektroskopi beberapa laser kuasi tiga level....... 15
Tabel 2.5. Parameter optik dan spektroskopi dari laser Ti:Safir, Cr:LiSAF dan
Cr:LiCAF.............................................................................................. 16
Tabel 2.6. Parameter optik dan spektroskopi dari tipikal media laser dye ........... 20
Tabel 7.1. Perbandingan konsep kristal fotonik dan kristal biasa ........................ 119
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1. Tiga jenis interaksi cahaya dengan materi, yaitu (a). absorpsi, (b).
emisi spontan dan (c). emisi terstimulasi........................................... 1
Gambar 1.2. Fluks cahaya input datang F melewati bahan menjadi F + dF akibat
absorpsi dan emisi terstimulasi.......................................................... 4
Gambar 1.3. Skema dasar dari Laser ..................................................................... 5
Gambar 1.4. Skema laser (a). three-level, dan (b). four-level ............................... 6
Gambar 1.5. Contoh gelombang EM dengan waktu koherensi 0......................... 8
Gambar 1.6. Difraksi berkas cahaya laser untuk kasus koheren ruang sempurna... 8
Gambar 1.7. Proyeksi sudut ruang yang dipancarkan ............................................ 9
Gambar 1.8. Diameter berkas laser D dan sudut difraksi .................................... 10
Gambar 1.9. Pemfokusan berkas cahaya laser oleh lensa dengan numerical
apertur NA menghasilkan intensitas yang tinggi................................ 11
Gambar 2.1. Struktur kimia dari beberapa dye (a). 3,3 diethylthiatri-
carbocyanine iodide, (b). rhodamine 6G, dan (c). coumarine 2 17
Gambar 2.2. Penampang absorpsi a, penampang emisi singlet-singlet e dan
penampang absorpsi triplet-triplet T, dari larutan rhodamine 6G
dalam etanol ........................................................................................ 18
Gambar 2.3. (a). Tipikal tingkatan-tingkatan energi pada larutan dye. Keadaan
singlet dan triplet ditunjukkan pada kolom terpisah. (b) Diagram
tingkat energi suatu dye ...................................................................... 19
Gambar 2.4. Prinsip kerja laser semikonduktor ...................................................... 21
Gambar 2.5. (a). Struktur pita laser semikonduktor sambungan p-n, dan (b) 22
tegangan maju yang diberikan pada sambungan ................................
Gambar 2.6. Tingkatan-tingkatan energi dari laser He:Ne ..................................... 25
Gambar 2.7. Tingkatan-tingkatan energi atom tembaga untuk proses laser ........... 26
Gambar 2.8. Tingkatan-tingkatan energi argon untuk laser .................................... 27
Gambar 2.9. Tingkatan-tingkatan energi dalam laser He:Cd .................................. 28
Gambar 3.1. Normalisasi intensitas berkas I/I0 sebagai fungsi dari jarak radial r
pada beberapa jarak aksial berbeda : (a). z = 0, (b) z = z0, dan (c) z =
2z0........................................................................................................ 33
Gambar 3.2 Jari-jari berkas W(z) mempunyai nilai minimum W0 pada waist (z =
0), 2 W0 pada z = z0, dan meningkat secara linier dengan z......... 35
Gambar 3.3 Kedalaman fokus dari berkas Gauss .................................................. 36
Gambar 3.4. Transmisi berkas Gauss pada suatu lensa tipis .................................. 37
Gambar 3.5. Kombinasi dua buah lensa untuk memperlebar berkas cahaya Gauss
(teleskop) ............................................................................................ 39
Gambar 3.6. Beberapa orde-terendah dari fungsi Hermite-Gauss: (a) G0(u), (b)
G1(u), (c) G2(u), dan (d) G3(u)............................................................. 41
Gambar 3.7. Distribusi intensitas beberapa orde terendah dari berkas Hermite- 42
Gauss dalam transverse-plane. Orde (l, m ) ditunjukkan dalam
setiap kasus..........................................................................................
v
Gambar 3.8. Distribusi intensitas dari berkas Bessel dalam bidang transverse
tidak bergantung pada jarak perambatan z; sehingga berkas tidak
mengalami disversi.............................................................................. 43
Gambar 3.9. Perbandingan antara distribusi radial dari intensitas berkas Gauss
dan berkas Bessel................................................................................ 44
Gambar 4.1. Pandu gelombang optik: (a) slab; (b) strip; (c) fiber .......................... 45
Gambar 4.2. Contoh dari pirantik optik terintegrasi yang digunakan sebagai
transmitter dan receiver optik. Cahaya yang diterima dikopling ke
dalam pandu gelombang dan diarahkan ke dalan fotodioda untuk
dideteksi. Cahaya dari laser dipandu, dimodulasi dan dikopling ke
dalam suatu serat optik........................................................................ 46
Gambar 4.3. Pandu gelombang planar logam atau cermin ...................................... 47
Gambar 4.4. Kondisi konsistensi diri; suatu gelombang memantul dua kali dan
menduplikasi dirinya sendiri............................................................... 47
Gambar 4.5. Sudut-sudut m dan komponen vektor gelombang dari modus suatu
pandu gelombang planar logam (ditunjukkan oleh titik-titik).
Komponen transversal kym adalah terpisah oleh /d, namun sudut m
dan konstanta perambatan m tidak terpisah dengan jarak yang
sama. Modus m = 1 mempunyai sudut yang paling kecil dan
konstanta perambatan yang paling besar............................................. 49
Gambar 4.6. Distribusi medan dari modus-modus stau pandu gelombang planar
logam .................................................................................................. 50
Gambar 4.7. Pandu gelombang planar dielektrik. Berkas-berkas cahaya
membentuk suatu sudut < c = cos-1 (n2/n1) dipandu oleh
pemantulan sempurna (total internal reflection)................................. 53
Gambar 4.8. Solusi grafis persamaan (4.19) untuk menentukan sudut-sudut m
dari suatu pandu gelombang planar dielektrik. Ruas kiri (LHS) dan
ruas kanan (RHS) persamaan () diplot sebagai fungsi sin (). Titik
potong kedua kurva (dicirikan oleh titik penuh) menentukan nilai
m. Titik-titik kosong mencirikan sin m = m/2d, yang memberikan
sudut-sudut modus suatu pandu gelombang logam untuk dimensi
yang sama............................................................................................ 54
Gambar 4.9. Sudut-sudut m dan komponen-komponen vektor gelombang dari
modus-modus pandu gelombang kz dan ky diindikasikan oleh titik-
titik. Sudut-sudut m terletak antara 0 dan c dan konstanta-
konstanta perambatan m terletak antara n2k0 dan n1k0....................... 55
Gambar 4.10. Jumlah modus TE sebagai fungsi dari frekuensi ................................ 56
Gambar 4.11. Distribusi medan untuk modus terpandu TE dalam suatu pandu
gelombang dielektrik........................................................................... 58
Gambar 4.12. Skematik hubungan dispersi; frekuensi terhadap konstanta
perambatan untuk modus-modus TE yang berbeda m = 0,1,2,...
Kecepatan group diperoleh dari kemiringan v = d d . Jika w
meningkat, maka kecepatan group untuk masing-masing modus
berkurang dari c2 = c0/n2 menjadi c1 = c0/n1........................................ 59
vi
Gambar 4.13. Modus dari pandu gelombang logam persegipanjang dikarakterisasi
oleh suatu jumlah nilai kx dan ky yang diskrit, seperti yang
digambarkan oleh titik-titik................................................................. 60
Gambar 4.14. Geometri dari pandu gelombang dielektrik persegipanjang. Nilai-
nilai kx dan ky untuk modus ditunjukkan oleh titik-titik...................... 62
Gambar 4.15. (Atas). Berbagai tipe geometri pandu gelombang: (a) strip; (b)
embedded-strip; (c) rib atau ridge; (d) strip-loaded. Daerah yang
lebih gelap menunjukkan indeks bias yang lebih tinggi. (Bawah).
Konfigurasi piranti-piranti optik dari pandu gelombang: (a) straight;
(b) S-bend; (c) Y-branch; (b) Mach-Zehnder; (e) directional
coupler; (f) intersection atau cross...................................................... 63
Gambar 4.16. Kopling dari suatu berkas optik ke dalam suatu pandu gelombang.... 64
Gambar 4.17. Prisma kopler ..................................................................................... 66
Gambar 4.18. Kopling antara dua pandu gelombang yang sejajar. Pada z1, cahaya
terpusat dalam pandu gelombang-1, pada z2 cahaya terbagi antara
dua pandu gelombang dan pada z3, akan terpusat dalam pandu
gelombang-2........................................................................................ 67
Gambar 4.19. Pertukaran daya secara periodic antara pandu gelombang-1 dan -2... 69
Gambar 4.20. Pertukaran daya antara pandu gelombang-1 dan -2 untuk kasus
phase matched..................................................................................... 69
Gambar 4.21. Kopler-kopler optik: (a). switching antara daya dari satu pandu
gelombang ke pandu gelombang lain; (b). kopler 3-dB...................... 70
Gambar 4.22. Kebergantungan dari rasio daya transfer pada parameter mismatch... 71
Gambar 5.1. Pandu gelombang dielektrik silinder atau fiber .................................. 74
Gambar 5.2. Geometri, profil indeks bias dan tipikal berkas-berkas dalam: (a).
multimode step-index fiber, (b). single-mode step-index fiber dan
(c). multimode graded-index fiber ...................................................... 75
Gambar 5.3. Trajektori berkas-berkas meridional yang terletak di dalam bidang
yang memotong sumbu serat optik...................................................... 76
Gambar 5.4. Suatu berkas terpelintir (skewed ray) terletak dalam suatu bidang
offset dari sumbu fiber dengan jarak R. Berkas dicirikan oleh sudut-
sudut dan . Berkas ini mengikuti trajektori (lintasan) heliks
didalam suatu kulit silinder dengan jari-jari R dan a........................... 77
Gambar 5.5. (atas). Sudut a dari fiber. Berkas dengan sudut tersebut dipandu
dengan TIR. NA adalah numerical aperture dari fiber. (bawah).
Kapasitas cahaya yang dikumpulkan ke dalam fiber dengan NA
yang besar lebih banyak daripada oleh NA yang kecil....................... 78
Gambar 5.6. Sistem koordinat silinder .................................................................... 79
Gambar 5.7. Contoh distribusi radial u(r) yang diberikan oleh pers. (5.9) untuk
l = 0 dan l = 3 .................................................................................... 81
Gambar 5.8. Geometri dan profil indeks bias graded-index fiber .......................... 83
Gambar 5.9. Berkas-berkas terpandu didalam core suatu fiber graded-index. (a).
berkas meridional berada dalam bidang meridional didalam silinder
dengan jari-jari R0. (b) Suatu berkas terpelintir mengikuti trajektori
suatu heliks didalam dua selubung silinder dengan jari-jari rl dan
R l ....................................................................................................... 84
vii
Gambar 5.10. (a). Vektor gelombang k = (kr, k, kz) dalam sebuah sistem
koordinat silinder. (b). Gelombang bidang-kuasi mengikuti arah
suatu berkas (heliks)............................................................................ 86
Gambar 5.11. Kebergantungan koefisien atenuasi dari gelas silika pada panjang
gelombang 0. Koefisien atenuasi minimum pada 1,3 m ( ~ 0, 3
dB/km) dan pada 1,55 m ( ~ 0,16 dB/km)...................................... 89
Gambar 5.12. Pelebaran pulsa akibat dispersi modus (modal dispersion) ................ 90
Gambar 5.13. Koefisien dispersi D dari gelas silika sebagai fungsi dari panjang
gelombang 0....................................................................................... 92
Gambar 5.14. Profil-profil indeks bias untuk mengurangi efek dispersi kromatik
dan skematik koefisien dispersi yang bergantung pada panjang
gelombang (kurva putus-putus) dan kombinasi dispersi material dan
koefisien dispersi pandu gelombang untuk serat optik (a).
dispersion-shifted dan (b). dispersion-flattened ................................. 94
Gambar 5.15. Respon dari fiber multimode terhadap pulsa tunggal (single pulse) .. 96
Gambar 5.16. Pelebaran pulsa optik pendek setelah transmisi melalui beberapa
tipe fiber (serat optik) yang berbeda. Lebar pulsa yang
ditransmisikan dibentuk oleh dispersi modus dalam fiber multimode
(step-index dan graded-index). Dalam fiber single-mode, lebar
pulsa ditentukan oleh dispersi material dan dispersi pandu
gelombang. Pada kondisi tertentu dengan intensitas pulsa yang
tinggi (soliton), pulsa dapat merambat melalui fiber nonlinier tanda
pelebaran. Hal ini sebagai hasil dari seimbangnya antara dispersi
material dan self-phase modulation (indeks bias yang bergantung
pada intensitas cahaya)........................................................................ 98
Gambar 5.17. Pelebaran pulsa pendek dalam medium linier dengan dispersi
anomali; panjang gelombang pendek dari komponen B mempunyai
kecepatan group yang lebih besar, karenanya menjalar lebih cepat
dibandingkan dengan panjang gelombang yang lebih panjang dari
komponen R. (b). Dalam medium nonlinier, self-phase modulation
(n2 > 0), mengakibatkan pergeseran frekuensi negatif dalam pulsa R
dan pergeseran frekuensi positif dalam pulsa B, sehingga pulsa
berbentuk chirped tetapi bentuk pulsanya tak berubah. Jika pulsa
chirped menjalar dalam medium linier, maka pulsa akan dikompres.
Namun jika mediumnya adalah medium nonlinier dispersif (c),
maka pulsa akan dikompres, diperlebar atau dijaga konstan (soliton)
bergantung pada besar dan tanda dari dispersi dan efek nonlinier
medium................................................................................................ 99
Gambar 5.18. Penjalaran pulsa Gauss dalam medium linier dan soliton dalam
medium nonlinier. (a) pulsa Gauss mengalami pelebaran pulsa
sedangkan soliton tidak mengalami pelebaran pulsa sepanjang arah
perambatannya, (b) pada intensitas tinggi berkas laser tidak
mengalami pelebaran dan pelemahan karena efek soliton ................. 101
Gambar 6.1. Contoh elemen swtiching, (a) 1 x 1, (b) 1 x 2, dan (c) 2 x 2. Unit
kontrol berfungsi untuk mengkontrol elemen sesuai dengan yang
dikehendaki.......................................................................................... 102
viii
Gambar 6.2. Proses switching sinyal optik menggunakan switching elektronik.
Fotodetektor digunakan untuk mengkonversi sinyal optik menjadi
sinyal elektronik (O/E), sedangkan sinyal elektronik dikonversi
menjadi sinyal optik (E/O) menggunakan LED (Light Emitting
Diode). Tahapan konversi sinyal menyebabkan waktu switching
menjadi lebih lama dan kerugian daya (power loss)........................... 104
Gambar 6.3. Switching opto-mekanik, dimana sinyal optik diswitch
menggunakan sistem mekanik. Keterbatasan utama sistem
switching ini adalah waktu yang relatif lama (mili-detik)................... 104
Gambar 6.4. Contoh penggunaan switching elektro-mekanik pada sambungan
serat optik input pada 5 (lima) serat optik output. Index matching
liquid digunakan agar kopling memiliki efisiensi yang tinggi............ 105
Gambar 6.5. Switching elektro-optik dengan konfigurasi (a). Mach-Zehnder
interferometer, dan (b). Directional coupler. Tegangan yang
diberikan pada bahan elektro-optik mengakibatnya perbedaan fasa
sehingga output dapat diatur dengan tegangan yang diberikan........... 105
Gambar 6.6. Defleksi sinyal optik oleh grating bunyi ............................................ 106
Gambar 6.7. Proses defleksi cahaya oleh bunyi, mengikuti hukum Bragg ............. 107
Gambar 6.8. Hubungan antara reflektansi dengan sudut cahaya datang pada
divais switching akusto-optik.............................................................. 108
Gambar 6.9. Contoh suatu switching dengan 4 x 4 magneto-optic crossbar.......... 109
Gambar 6.10. All-optical switching menggunakan Mach-Zehnder interferometer
dengan material yang memiliki efek optik Kerr.................................. 110
Gambar 6.11 Fiber optik nonlinier dan anisotropi digunakan sebagai retardasi
fasa untuk all-optical switching........................................................... 111
Gambar 6.12. Switching dengan material kristal cair (liquid crystal), dimana
liquid crystal mengontrol cahaya input .............................................. 111
Gambar 6.13. All-optical switching menggunakan divais directional coupler,
dimana intensitas input yang berbeda dipisahkan pada masing-
masing output...................................................................................... 112
Gambar 6.14. Hubungan antara rasio daya transfer dengan phase mismatch ........... 112
Gambar 6.15. Limit pada energi dan waktu untuk all-optical switching. Energi
switching harus diatas garis 100 foton. Jika switching dilakukan
berulang, maka energi dan waktu switching berada di sebelah kanan
garus heat transfer. Limit untuk divasi elektronik berbahan
semikonduktor adalah garis 1 W, 20 fJ dan 20 ps............................ 114
Gambar 6.16. Kurva bistabilitas optik, dimana satu nilai input memiliki dua buah
nilai output. Kurva ini banyak digunakan untuk switching dan flip-
flops pada gerbang logika optik.......................................................... 115
Gambar 6.17. Prinsip kerja flip-flops berdasarkan kurva histeresis (bistabilitas
optik) ................................................................................................... 115
Gambar 6.18. Gerbang logika AND .......................................................................... 116
Gambar 6.19. Penggunaan kurva bistabilitas untuk gerlang logika optik AND.
Nilai output akan berharga satu (1), jika kedua inputnya bernilai
satu (1)................................................................................................. 116
Gambar 6.20. Penggunaan kurva bistabilitas optik sebagai penguat cahaya input.... 117
ix
Gambar 6.21. Penggunaan kurva bistabilitas sebagai pembentuk dan pembatas
intensitas sinyal optik input................................................................. 117
Gambar 7.1. Kristal fotonik 1D, 2D dan 3D. Warna menggambarkan material
dielektrik dengan permitivitas atau indeks bias yang berbeda............ 118
Gambar 7.2. Perambatan medan dalam kristal fotonik 1D ..................................... 123
Gambar 7.3. Pembentukan PBG pada kristal fotonik 1D. Hubungan dispersi
untuk keistal 1D seragam (kiri), dan efek dari perubahan
permitivitas menyebabkan split pada batas daerah Brilloin k = /a 125
Gambar 7.4. Struktur kristal fotonik 2D, dimana indeks bias bervariasi pada
arah-x, dan y, namun seragam dalam arah-z..................................... 126
Gambar 7.5. Kristal fotonik 2D yang terdiri dari kolom-kolom silinder dielektrik
dengan permitivitas a dan jari-jari ra dalam udara (b) membentuk
kisi persegi dengan kosntanta kisi a ................................................... 128
Gambar 7.6. Struktur pita kristal fotonik 2D yang terdiri dari kolom-kolom
dielektrik dalam udara dengan kisi persegi (square lattice) ............... 130
Gambar 7.7. (a) konfigurasi kristal fotonik 2D persegi dengan lubang-lubang
udara dalam bahan dielektrik dan zona Brilloin, dan (b) struktur pita
pada polarisasi TM. Daerah yang diarsir merah menunjukkan PBG. 131
Gambar 7.8. (a) konfigurasi kristal fotonik 2D heksagonal dan zona Brilloin, dan
(b) struktur pita. Garis merah menunjukkan polarisasi TE dan garis
biru putus-putus menunjukkan polarisasi TM .................................... 131
Gambar 7.9. (a) konfigurasi kristal fotonik 2D yang terdiri dari lubang-lubang
udara dalam bahan dielektrik membentuk kisi heksagonal dan zona
Brilloin, dan (b) struktur pita. Garis merah menunjukkan polarisasi
TE dan garis biru putus-putus menunjukkan polarisasi TM .............. 132
Gambar 7.10. Struktur pita kristal fotonik 2D dengan lubang-lubang udara dalam
bahan dielektrik yang membentuk kisi heksagonal (a = 12 dan ra/a
= 0,3). Garis merah menunjukkan polarisasi TE dan garis biru untuk
polarisasi TM. Bandgap terjadi untuk kedua polarisasi ..................... 133
Gambar 7.11. Beberapa struktur kristal fotonik 3D; (a). Yablonovich (fcc mirip
intan), (b). Woodpile atau Lincoln/log like, dan (c). Tetragonal
square spiral (Sajeev John).................................................................. 133
Gambar 7.12. Struktur pita dari kristal fotonik 3D; (a). Yablonovich, dan (b).
Tetragonal square spiral...................................................................... 134
Gambar 7.13. (a). Struktur kristal fcc dari bola-bola silika, (b). Foto SEM struktur
kristal hasil eksperimen ...................................................................... 134
Gambar 7.14. (a). Prosedur pembuatan inverted opal, (b). Foto SEM inverted opal
silikon dan struktur pitanya (bawah), yang menunjukkan
terbentuknya bandgap sempurna (taken from A. Blanco, et al.,
Nature 405 (2000), p.437) .................................................................. 135
Gambar 7.15. Struktur pita kristal fotonik 3D inverted opal silikon hasil
perhitungan (atas) dan hasil pengukuran dalam dua-arah yang
berbeda (bawah). Garis merah menunjukkan polarisasi TE dan
hitam untuk polarisasi TM (taken from Y. A. Vlasov et al., Nature
414, (2001), p. 289) ............................................................................ 136
x
Gambar 7.16. Pengaruh penyisipan defect pada struktur pita bandgap (a). Point
defect, dan (b) Line defect................................................................... 137
Gambar 7.17. Hasil eksperimen dan kurva resonansi dari (a) point defect untuk
aplikasi resonator [taken from J.S. Foresi, et al, Nature 390 (1997),
p. 14], dan (b). Line defect untuk pandu gelombang [taken from S.
Olivier et al, Optical and Quantum Electronics 34 (2002), p.171]...... 138
Gambar 7.18. Kristal fotonik untuk aplikasi laser; (a). 1D dari material MEH-PPV
[taken from M. Gaal et al., Adv. Mater 15 (2003), p.1165], dan (b)
2D dari material InGaAsP [taken from O. Painter et al, Science 284
(1999), p. 1819]................................................................................... 139
Gambar 7.19. Foto pandu gelombang dengan sudut 1200 pada kristal fotonik 2D
(kiri), dan hasil pengukuran refleksi cahaya. Tampak bahwa cahaya
dengan panjang gelombang sekitar 1 m dapat ditransmisikan
[taken from M. Tokushima et al, Appl. Phys. Lett. 76 (2000), p.
952] ..................................................................................................... 140
Gambar 7.20. Disain, foto SEM dan hasil pengukuran spektrum filter add-drop
[taken from S. Noda et al, Nature 407 (2000), p.608] ........................ 140
Gambar 7.21. (a) Disain all-optical diode dan perhitungan transmitansi sebagai
fungsi dari frekuensi, dan (b) Karakteristik all-optical diode [taken
from S. Mingaleev & Y. Kivshar, J. Opt. Soc. Am. B 19 (2002),
p.2241] ................................................................................................ 141
Gambar 7.22. (a). Foto SEM struktur kristal fotonik (kiri) dan hasil pengukuran,
simulasi PBG (kanan), dan (b). Hasil pengukuran transmitansi pada
defect mode (551 nm) sebagai dungsi dari intensitas pumping
(bagian kiri adalah hasil pengukuran dan kanan adalah hasil
simulasi), sedangkan bagian kanan adalah perubahan transmitansi
sebagai fungsi dari waktu tunda (delay) ............................................. 142
xi
BAB 1
LASER
Gambar 1.1. Tiga jenis interaksi cahaya dengan materi, yaitu (a). absorpsi, (b). emisi
spontan dan (c). emisi terstimulasi.
1
Emisi radiatif (memancarkan foton dengan energi = E2 E1)
Emisi non-radiatif ( tidak memancarkan foton)
(c). Emisi terstimulasi adalah proses yang melibatkan elektron-elektron yang sudah
berada di E2 distimulasi/dirangsang oleh foton yang datang untuk meluruh ke E1,
sehingga akan memperkuat energi cahaya yang datang (amplification by
stimulated emission of radiation)
(1). Absorpsi
Laju transisi polulasi dari tingkatan energi-1 ke tingkatan energi-2 :
dN1
= W12 N1
dt a (1.1)
dengan W12 adalah laju absorpsi yang didefinisikan sebagai :
W12 = 12 F (1.2)
dimana 12 adalah penampang absorpsi, dan F adalah fluks foton (cm-2 det-1).
dN 2 N
= 2 (1.4)
dt nr nr
dimana nr = lifetime emisi spontan (det).
Perbedaan antara emisi spontan dan emisi non-radiatif adalah pada lifetimenya,
dimana nilai sp hanya bergantung pada transisi tertentu, sedangkan nr bergantung
pada transisi tertentu dan keadaan media sekelilingnya.
2
(2). Emisi Terstimulasi
Emisi terstimulasi sama dengan emisi spontan, dimana terjadi laju transisi dari E2
ke E1 :
dN 2
= W21 N 2 (1.5)
dt st
dengan W21 adalah laju emisi terstimulasi (det-1) yang didefinisikan sebagai :
W21 = 21 F (1.6)
dimana 21 adalah penampang emisi terstimulasi, dan F adalah fluks foton (cm-2
det-1).
Proses emisi terstimulasi dicirikan oleh emisi terstimulasi dan absorpsi, dimana
menurut Einstein:
g 2 W21 = g1W12
(1.7)
g 2 21 = g112
dengan g1 adalah jumlah degenerasi di tingkatan energi-1, dan g2 adalah jumlah
degenerasi di tingkatan energi-2
3
Gambar 1.2. Fluks cahaya input datang F melewati bahan menjadi F + dF akibat
absorpsi dan emisi terstimulasi.
SdF merupakan perbedaan emisi spontan dan absorpsi di daerah dz persatuan waktu,
yang didefinisikan sebagai :
S dF = (W21 N 2 W12 )S dF (1.8)
4
1.3. Komponen Dasar Laser
Pada persamaan (1.9), populasi pada keadaan kesetimbangan termal
(ekuilibrium), populasi-populasi digambarkan oleh statistik Boltzmann. Jika N1e dan
N e2 g 2 E E1
e
= exp 2 (1.10)
N1 g1 kT
dengan k adalah konstanta Boltzmann dan T adalah temperatur absolut dari material.
Pada kesetimbangan termal, berlaku N e2 < g 2 N1e / g1 , dimana ini terjadi pada kondisi
maka tipe material penguat ini disebut maser amplifier, dan jika berada pada daerah
optik, maka disebut laser amplifier.
Untuk membuat suatu osilator dari amplifier, maka diperlukan suatu feedback
positif yang sesuai. Dalam daerah gelombang mikro, hal ini dilakukan dengan
menempatkan bahan aktif dalam resonant cavity yang memiliki frekuensi 0. Dalam
kasus Laser, feedback sering diperoleh dengan menempatkan bahan aktif diantara dua
cermin pemantul (reflecting mirrors), seperti cermin bidang yang sejajar (Gambar 1.3).
output
Dalam kasus ini, gelombang bidang EM menjalar dalam arah yang tegak lurus dari
cermin, sehingga terjadi pemantulan oleh kedua cermin, dan dikuatkan pada setiap
lintasan melalui bahan aktif. Jika cermin-2 dibuat transparan sebagian, maka berkas
cahaya output akan diperoleh dari cermin-2.
5
Agar dapat diproduksi inversi populasi dalam bahan aktif, maka interaksi antara
cahaya dengan material/bahan harus cukup kuat, mungkin dengan menggunakan lampu
berintensitas cukup tinggi pada frekuensi = 0. Karena pada kesetimbangan termal
(N1 / g1 ) > (N 2g 2 ) , absorpsi lebih dominan daripada emisi terstimulasi, maka cahaya
datang akan lebih banyak menghasilkan transisi 12 daripada 21, sehingga
diharapkan akan terjadi inversi populasi. Namun kenyataannya tidak pernah terjadi
(setidaknya pada kasus steady state). Jika g2N2 = g1N1, proses absorpsi dan emisi
terstimulasi saling mengkompensasi, sehingga material menjadi transparan. Keadaan
ini disebut two-level saturation. Populasi inversi tidak akan pernah bisa dihasilkan oleh
material dengan dua tingkatan energi (two-level).
Agar terjadi inversi populasi, maka harus dilakukan pada three-level atau four-
level, seperti ditunjukkan pada Gb. 1.4.
3 3
fast decay fast decay
2 2
pumping pumping laser
laser 1
fast decay
1 0
(a) (b)
Gambar 1.4. Skema laser (a). three-level, dan (b). four-level
6
1.4. Sifat-sifat Berkas Cahaya Laser
Sifat cahaya laser dicirikan oleh monokromatik, koheren, terarah dan
brightness.
1.4.1. Monokromatik
Monokromatis artinya hanya satu frekuensi yang dipancarkan. Sifat ini
diakibatkan oleh :
Hanya satu frekuensi yang dikuatkan [ = (E2-E1)/h]
Susunan dua cermin yang membentuk cavity-resonant sehingga osilasi
hanya terjadi pada frekuensi yang sesuai dengan frekuensi cavity.
1.4.2. Koheren
(a). Koheren ruang (spatial coherence)
Pandang dua buah titik P1 dan P2 dimana pada waktu t = 0 terletak pada
bidang muka gelombang cahaya/EM yang sama. Andaikan E1(t) dan E2(t)
adalah medan-medan listrik pada kedua titik tadi. Pada t = 0 perbedaan fasa
kedua medan ini adalah nol. Jika perbedaan fasa ini dapat dipertahankan
pada t > 0, maka dikatakan koheren ruang sempurna (perfect spatial
coherence). Jika titik P1 dan P2 terletak pada beberapa titik memiliki
korelasi fasa yang baik (perbedaan fasanya kecil), maka disebut koheren
ruang sebagian (partial spatial cohenrence).
(b). Koheren waktu (temporal coherence)
Pandang medan listrik suatu gelombang EM pada titik P pada waktu t dan t
+ . Jika pada sembarang waktu yang diberikan, perbedaan fasa antara dua
medan tetap sama seperti pada waktu t, maka dikatakan terjadi koheren
waktu sepanjang waktu . Jika hal ini terjadi pada sembarang nilai , maka
gelombang EM dikatakan koheren waktu sempurna (perfect temporal
coherence). Jika hanya terjadi untuk waktu delay , dimana 0 < < 0,
maka gelombang EM dikatakan koheren waktu sebagian dengan waktu
koherense 0. Contoh suatu gelombang EM dengan waktu koherensi 0
ditunjukkan pada Gb. 1.5, dimana medan listrik mengalami lompatan fasa
pada interval waktu 0.
7
Gambar 1.5. Contoh gelombang EM dengan waktu koherensi 0.
Gambar 1.6. Difraksi berkas cahaya laser untuk kasus koheren ruang
sempurna
8
Prinsip Huyghens : muka-muka gelombang pada layar dapat diperoleh
akibat superposisi dari gelombang-gelombang yang dipancarkan oleh tiap
titik di apertur D, maka sudut difraksi diungkapkan oleh :
D = (1.11)
D
dimana adalah panjang gelombang laser, D adalah diameter celah dan
adalah koefisien numerik. Suatu berkas cahaya dimana divergensinya
dapat diungkapkan dalam bentuk D diatas disebut diffraction limited.
9
dP = B cos dS d (1.13)
Faktor cos secara fisis merupakan proyeksi dS para bidang ortogonal terhadap
arah OO. B adalah brightness sumber pada titik O dalam arah OO. Besaran ini
bergantung pada koordinat . Bila B merupakan suatu konstanta, maka sumber
cahaya dikatakan isotropik (sumber Lambertian).
Berkas laser dengan daya P mempunyai diameter berkas D dan divergensi
(biasanya <<), maka cos 1 (Gb. 1.8).
Karena luas berkas laser A = D2/4 dan sudut emisi 2, maka brightness
diungkapkan oleh :
dP 4P
B= = (1.14)
cos dS d (D)2
Ip = (NA )2 B (1.16)
4
D
NA = sin tan 1 L (1.17)
F
D
L
f
10
dengan DL adalah diameter lensa dan f adalah panjang fokus lensa. Pemfokusan
berkas cahaya laser dengan lensa diperlihatkan pada Gb. 1.9.
Gambar 1.9. Pemfokusan berkas cahaya laser oleh lensa dengan numerical
apertur NA menghasilkan intensitas yang tinggi.
Suatu berkas laser bahkan dengan daya yang sedang (mW) mempunyai
brightness beberapa orde yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumber cahaya
konvensional. Hal ini diakibatkan oleh sifat keterarahan yang tinggi.
11
BAB 2
Cahaya laser dapat dibedasakan berdasarkan bahan aktif yang dipakai, yaitu zat
padat, dye/cair, semikonduktor, dan gas. Dalam bab ini akan dibahas sekilas jenis-jenis
laser berdasarkan bahan aktif yang digunakan, yang sudah diproduksi secara masal dan
dikomersialisasikan.
12
Tabel 2.1. Konfigurasi elektronik dari beberapa elemen tanah jarang dan logam
transisi yang sering digunakan sebagai material aktif laser.
Tabel 2.2. Parameter optik dan spektroskopi laser rubi pada temperatur kamar
13
2.1.2. Laser Neodymium
Tipe laser ini merupakan laser yang paling populer. Sebagai material host
digunakan kristal Y3Al5O12 (Yttrium Aluminium Garnet, YAG) dimana beberapa ion
Y3+ diganti oleh ion Nd3+. Disamping material YAG, material lain yang banyak
digunakan sebagai host untuk laser neodymium adalah fluorida (YLiF4), vanadate
(YVO4), posfat dan gelas silika. Konsentrasi umum doping ion Nd3+ adalah sekitar 1%
atomik. Karakteristik beberapa laser neodymium ditunjukkan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Parameter optik dan spektroskopi laser dimana ion Nd3+ sebagai doping
pada beberapa material host.
Laser Nd:YAG dapat beroperasi pada kontinu dan pulsa, yang dipompa oleh
lampu atau laser semikonduktor AlGaAs. Laser ini banyak digunakan untuk berbagai
aplikasi, seperti : pemrosesan material (drilling dan welding), aplikasi medis (laser
Nd:YAG kontinu dengan daya 50 Watt digunakan untuk evaporasi jaringan dan
koagulasi), aplikasi scientific dan militer.
Laser Nd:gelas sering digunakan dalam peralatan militer dan sebagai laser
penguat untuk sistem energi sangat tinggi seperti untuk eksperimen reaksi fusi, seperti
yang digunakan di lawrence Livermore national Laboratory, USA dan Perancis.
14
2.1.3. Laser YAG lain
Disamping Nd:YAG, ada beberapa laser dimana YAG digunakan sebagai
material aktif laser yang didoping oleh ion-ion lain, seperti ion Yb, Er, Tm dan Ho.
Laser Yb:YAG merupakan contoh laser kuasi tiga-level yang paling populer, dimana ia
berosilasi pada panjang gelombang 1030 nm. Laser ini merupakan pesaing dari laser
Nd:YAG. Disamping laser YAG ada beberapa campuran doping, seperti Yb dan Er
yang didoping pada material host dari gelas. Parameter optik dan spektroskopi dari
laser kuasi tiga-level ditunjukkan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Parameter optik dan spektroskopi beberapa laser kuasi tiga level
15
2.1.4. Laser Titaniun Safir
Laser titanium safir (Ti:Al2O3) merupakan jenis laser zat padat tunable (panjang
gelombang yang dipancarkan dapat diubah) yang paling banyak digunakan. Laser ini
dapat dioperasikan pada rentang pita yang lebar ( 400 nm), sehingga memberikan
lebar-pita (bandwidth) yang paling besar. Material Ti:safire dibuat dengan mendoping
kristal Al2O3 dengan Ti2O3 (konsentrasi 0,1 0,5 % berat), sehingga beberapa ion Ti3+
menggantikan kedudukan ion-ion Al3+. Laser titanium safie dapat dibuat dalam bentuk
kontinu (cw) atau pulsa. Beberapa parameter optik dan spektroskopi dari laser titanium
safir ditunjukkan pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Parameter optik dan spektroskopi dari laser Ti:Safir, Cr:LiSAF dan
Cr:LiCAF
16
2.2. Laser Dye
Laser dye menggunakan medium aktif yang terdiri dari larutan dye organik
dalam pelarut cair, seperti etil, metil-alkohol, gliserol dan air. Dye organik merupakan
molekul-molekul poliatomik yang mengandung rantai ikatan konjugasi ganda yang
panjang [contoh (-CH=)n)]. Umumnya, laser dye termasuk ke dalam salah satu
golongan berikut:
1. Dye polymethine, yang memberikan osilasi laser pada daerah merah dan infra-
merah (0,7 1,5 m), sebagai contoh 3,3 diethyl thiatricarbocyanine iodide (Gb.
2.1(a)) yang berosilasi pada panjang gelombang puncak, p = 810 nm).
2. Dye xanthene, dimana laser beroperasi pada panjang gelombang cahaya tampak,
sebagai contoh dye rhodamine 6G (Gb. 2.1(b)) dengan p = 590 nm.
3. Dye coumarine, dimana ia berosilasi pada daerah hijau-biru (400 500 nm), sebagai
contoh coumarine 2 (Gb. 2.1(c)) yang berosilasi pada daerah biru (p = 450 nm).
Gambar 2.1. Struktur kimia dari beberapa dye (a). 3,3 diethyl thiatricarbocyanine
iodide, (b). rhodamine 6G, dan (c). coumarine 2.
17
Organik dyes umumnya memiliki pita absorpsi dan fluoresensi yang lebar tanpa
adanya fitur yang tajam; pita fluoresensi umumnya bergeser ke panjang gelombang
yang lebih panjang daripada pita absorpsi (Stokes-shift), sehingga memungkinkan
organik dyes ini digunakan untuk tunable laser. Gambar 2.2. menunjukkan contoh
karakteristik absorpsi dan emisi dari rhodamine 6G dalam larutan etanol.
Untuk memahami pembentukan fitur pada Gb. 2.2, umumnya kita harus
mempelajari tingkatan-tingkatan energi pada molekul dye. Tipikal dari tingkatan-
tingkatan energi dari molekul dye dalam larutan diperlihatkan pada Gb. 2.3. Absorpsi
terjadi karena penyerapan energi datang (berupa foton), yang membuat elektron-
elektron pada tingkat energi dasar S0 tereksitasi ke dalam tingkatan-tingkatan energi
tereksitasi singlet S1. Karena pada setiap tingkatan energi baik S0 maupun S1, terdiri
dari beberapa tingkatan energi, maka elektron-elektron yang tereksitasi akan meluruh
ke tingkat energi yang paling dasar pada S1 dengan lifetime yang relatif cepat (orde ms
atau s). Elektron-elektron tadi meluruh ke tingkat energi pada S0 sehingga
memancarkan foton (emisi), atau ada kemungkinan juga elektron dari S1 pindah ke
tingkat energi tiplet T1. Dari T1 ada dua kemungkinan proses yang terjadi, yaitu pindah
ke tingkatan energi yang lebih besar T2 atau meluruh kembali ke tingkatan energi dasar
18
S0. keseluruhan proses itu digambarkan pada Gb. 2.3(b), yang sering disebut diagram
Jablonski.
Gambar 2.3. (a). Tipikal tingkatan-tingkatan energi pada larutan dye. Keadaan singlet
dan triplet ditunjukkan pada kolom terpisah. (b) Diagram tingkat energi suatu dye
Jika kita amati proses pada diagram Jablonski diatas, maka ada 3 proses
peluruhan yang melibatkan tingkatan energi S1 dan T1, yaitu :
1. Waktu paruh (lifetime) dari emisi spontan S1 S0, dengan konstanta sp.
2. Laju transisi intersystem crossing dari S1 ke T1 (S1 S0), dengan konstanta kST
3. Lifetime pada tingkatan energi T1, dengan konstanta T.
Karena elemen matrik dari dipol yang besar, maka lifetime dari emisi spontan berada
pada daerah nanodetik (contoh sp untuk rhodamine 6G adalah 5 ns). Disamping itu
karena kST-1 umumnya jauh lebih lama dibandingkan dengan sp (untuk rhodamine 6G
sekitar 100 ns), maka peluruhan molekul dari S1 ke S0 terjadi secara fluoresensi.
Dengan demikian quantum yield dari fluoresensi (jumlah foton yang dipancarkan oleh
fluoresensi dibagi dengan jumlah molekul yang tereksitasi ke S1) yang didefinisikan
sebagai :
19
= (2.2)
sp
menjadi berharga mendekati satu. Lifetime pada keadaan triplet T bergantung pada
larutan dye, khususnya pada jumlah oksigen yang terlarut, yang umumnya sekitar 10-7
detik dalam larutan oksigen tersaturasi sampai 10-3 atau lebih untuk larutan
deoksigenasi. Tipikal rentang parameter optik dan spektroskopi dari media laser dye
ditunjukkan pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6. Parameter optik dan spektroskopi dari tipikal media laser dye
20
2.3. Laser Semikonduktor
Laser semikonduktor merupakan golongan laser yang sangat penting saat ini,
bukan hanya karena berbagai aplikasi secara langsung, namun juga sebagai pembangkit
untuk laser zat padat. material aktif laser semikonduktor menggunakan material
semikonduktor direct-gap, sehingga semikonduktor elementer seperti silikon dan
germanium tidak dapat digunakan. Mayoritas bahan semikonduktor untuk laser
merupakan kombinasi antara golongan IIIA pada Tabel periodik (Al, Ga, In) dan
golongan IVA (N, P, As, SB), sehingga membentuk compound III-IV, seperti GaAs,
InGaAsP, AlGaAs. Laser ini memiliki panjang gelombang sekitar 630 nm 1600 nm.
Baru-baru ini dikembangkan laser InDaN yang dapat memancarkan cahaya pada
panjang gelombang biru (~ 400 nm). Disamping itu ada juga beberapa laser yang
menggunakan kombinasi golongan II-VI (CdSe, ZnS) yang memancarkan panjang
gelombang daerah hijau-biru.
Prinsip kerja laser semikonduktor dapat dijelaskan dengan bantuan Gb. 2.4.,
yang menunjukkan pita valensi V dan pita konduksi C yang dipisahkan oleh energi gap
Eg. Untuk semikonduktor non-degenerate, pita valensi terisi penuh oleh elektron-
elektron, sedangkan pita konduksi kosong sepenuhnya.
C C
EFC
Eg h Eg
V EFV V
(a) (b)
Sekarang anggap, beberapa elektron tereksitasi dari pita valensi ke pita konduksi akibat
mekanisme pumping. Setelah waktu tertentu (~ 1 ps), elektron-elektron pada pita
konduksi akan turun ke tingkatan energi paling bawah di pita konduksi, sementara itu
21
beberapa elektron di tingkatan energi paling atas pada pita valensi turun ke tingkatan
energi yang lebih rendah, sehingga meninggalkan lubang pada pita valensi (Gb. 2.4(b)).
Situasi ini digambarkan oleh tingkatan kuasi-Fermi EFC untuk pita konduksi dan EFV
untuk pita valensi. Emisi cahaya terjadi jika suatu elektron pada pita valensi meluruh ke
pita valensi dan berekombinasi dengan suatu lubang (hole). Pada kondisi tertentu, dapat
terjadi emisi terstimulasi dari proses rekombinasi sehingga menghasilkan lasing.
Energi yang dipancarkan didefinisikan sebagai :
(
E g h E 'FC E 'FV ) (2.3)
Fenomena laser pada semikonduktor pertama kali diamati pada tahun 1962,
menggunakan dioda sambungan p-n pada bahan semikonduktor GaAs, seperti
ditunjukkan pada Gb. 2.5.
p n
d
Eg EFn p n
Eg
EFp E = eV
(a) (b)
Gambar 2.5. (a). Struktur pita laser semikonduktor sambungan p-n, dan (b) tegangan
maju yang diberikan pada sambungan
Proses pumping terjadi pada sambungan p-n, dimana baik tipe-p maupun tipe-n
menggunakan material semikonduktor yang sama yaitu GaAs. Konsentrasi donor dan
akseptor yang besar ( 1018 atom/cm3) mengakibatkan tingkatan Fermi berada pada pita
valensi untuk tipe-p, EFp dan pita konduksi untuk tipe-n, EFn (Gb. 2.5(a)). Jika tidak ada
tegangan listrik luar yang diberikan pada sambungan p-n, kedua tingkatan Fermi berada
pada satu tingkatan (Gb. 2.5(a)). Jika diberikan tegangan maju sebesar V, maka kedua
tingkatan Fermi menjadi terpisah sejauh E = eV. Dengan demikian, maka pada daerah
22
sambungan elektron-elektron diinjeksikan kedalam pita konduksi (dari tipe-n) dan
lubang kedalam pita valensi (dati tipe-p). Akibatnya, untuk nilai rapat arus yang sesuai,
kondisi transparansi, maka kondisi ambang dari laser dapat diperoleh.Salah satu
kelemahan dari laser sambungan p-n adalah karena potensial barier yang kecil,
sehingga elektron akan masuk ke tipe-p dan menjadi pembawa minoritas dan kemudian
berekombinasi dengan lubang. Kedalaman penetrasi elektron d, diberikan oleh
d = D , dimana D adalah koefisien difusi dan t adalah lifetime dari elektron. Untuk
material GaAs, nilai D = 10 cm2/s dan t 3 ns, maka diperoleh d 1 m, yang
menunjukkan bahwa daerah aktif cukup tebal, sedangkan umumnya daerah sambungan
adalah sekitar 0,1 m. Dengan demikian maka proses penetrasi elektron ke tipe-p
menjadi dominan dan proses lasing akan sulit terjadi.
Keterbatasan laser sambungan p-n memacu orang untuk mendisain berbagai
bentuk laser dari bahan semikonduktor. Perkembangan disain laser sangat cepat,
dengan menggunakan berbagai struktur, seperti heterojunction tunggal, heterojunction
ganda, quantum well, multiple quantum well, distributed feedback (DBR), vertical-
cavitu surface-emitting laser (VCSEL). Jenis-jenis dan prinsip kerja masing-masing
struktur tidak memungkinkan dibahas dalam buku ini, sehingga disarankan untuk
membaca referensi yang komprehensif, seperti buku karangan O. Svelto,Principles of
Lasers; 4th Edition, Plenum Press, New York, (1998).
Laser semikonduktor memiliki aplikasi yang sangat luas baik untuk aplikasi
daya rendah maupun daya tinggi, diantaranya :
a. Laser AlGaAs berdaya rendah (5 20 Watt) banyak digunakan dalam CD player
dan printer, sedangkan yang berdaya tinggi digunakan sebagai pumping laser zat-
padat.
b. Laser InGaAsP/InP memiliki panjang gelombang 1310 nm dan 1550 nm, sehingga
digunakan untuk komunikasi optik.
c. Laser InGaAs/GaAs memiliki panjang gelombang emisi sekitar 900 1100 nm,
sehingga banyak digunakan sebagai pumping Er-doped fiber amplifier dan laser
Yb:Er:gelas dan Yb:YAG. Disamping itu jenis laser ini digunakan untuk
inerkneksi optik, komunikasi optik dan pemrosesan sinyal optik.
23
d. Laser InGaP/InGaAlP mengemisi radiasi pada spektrum merah, sehingga digunakan
sebagai pengganti laser He:Ne untuk scanner barcode.
e. Laser dioda nitrida III-V seperti In0,2Ga0,8N/In0,05Ga0,95N multiple quantum well
(MQW) menghasilkan emisi pada daerah biru (417 nm), berpotensi untuk high-
density CD.
24
Gambar 2.6. Tingkatan-tingkatan energi dari laser He:Ne
Pada Gb. 2.6 menunjukkan bahwa tingkatan-tingkatan He, 23S dan 21S hampir
resonan dengan keadaan 4s dan 5s atom Ne. Karena tingkatan-tingkatan 23S dan 21S
adalah metastabil (transisi S S adalah terlarang secara dipol listrik dan transisi 23S
21S juga terlarang secara spin), maka atom-atom He memberikan pumping yang
sangat efisien pada atom 4s dan 5s atom Ne melalui transfer energi resonan. Aksi
lasing terjadi pada peluruhan dari keadaan 5s ke 4p (3390 nm), 5s ke 3p (543 nm dan
632,8 nm) dan transisi dari 4s ke 3p (1152 nm). Salah satu karakteristik penting dari
laser He:Ne adalah daya output tidak meningkat secara monoton dengan arus discharge,
tetapi mencapai maksimum dan kemudian berkurang.
25
tingkatan-tingkatan 2D3/2 dan 2D5/2 adalah konfigurasi 3d94s2 dimana sebuah elektron
tereksitasi dari 3d ke orbital 4s. Laser terjadi pada transisi dari 2P3/2 2D5/2 dengan
memancarkan panjang gelombang hijau (510 nm), dan transisi dari 2P1/2 2D3/2 dengan
panjang gelombang kuning (578 nm).
26
Gambar 2.8. Tingkatan-tingkatan energi argon untuk laser
Eksitasi ion Ar melibatkan dua proses tumbukan dengan dua elektron berbeda,
yaitu tumbukan ionisasi pertama menyebabkan eksitasi ke keadaan dasar Ar+ dan
tumbukan kedua menimbulkan eksitasi ion Ar. Eksitasi ion Ar menghasilkan ion-ion di
keadaan 4p oleh tiga proses yang berbeda (Gb. 2.8):
a. Eksitasi langsung dari ground state Ar+ ke tingkatan 4p
b. Eksitasi ke tingkatan yang lebih tinggi diikuti oleh peluruhan radiatif ke tingkatan 4p
c. Eksitasi ke tingkatan metastable diikuti oleh tumbukan ketiga menghasilkan eksitasi
ke keadaan 4p.
Laser argon digunakan dalam opthalmology (khususnya perlakuan retionopati
dari diabetes) dan dalam hiburan (laser shows). Disamping itu laser argon juga
digunakan untuk mempelajari interaksi cahaya-materi (khususnya dalam mode-locked
operation) dan sebagai pumping laser zat-padat (khususnya Ti:safir) dan laser dye.
Laser argon berdaya rendah banyak digunakan dalam printer laser kecepatan tinggi dan
cell cytometry.
27
2.4.2.2. Laser He:Cd
Tingkatan-tingkatan energi sistem He:Cd untuk aksi laser ditunjukkan pada Gb.
2.9, dimana sekali lagi notasi Russel-Saunders digunakan. Pumping ke tingkatan laser
lebih tinggi dari Cd+ (2D3/2 dan 2D5/2) diperoleh dengan bantuan He dalam proses
ionisasi Penning, yang umumnya dapat ditulis dalam bentuk :
A* + B A + B+ + e (2.4)
dimana ion B+ mungkin tinggal atau tidak di keadaan tereksitasi. Proses ini hanya
terjadi jika energi ionisasi dari keadaan tereksitasi A* lebih besar atau sama dengan
energi ionisasi B (ditambah energi ionisasi B+, jika ion tertingga di keadaan tereksitasi).
Dalam kasus sistem He:Cd, keadaan metastable 21S dan 23S dari He bertindak sebagai
species A*; selama tumbukan, energi eksitasi ini diberikan untuk mengionisasi atom Cd
menjadi ion Cd+. Lasing terjadi karena peluruhan dari 2D3/2 2P1/2 (325 nm,
ultraviolet) dan transisi 2D5/2 2P3/2 (416 nm, biru).
Laser He:Cd digunakan untuk berbagai aplikasi, dimana berkas uv dan biru
dengan daya yang sedang diperlukan, sebagai contoh printer laser, holografi, cell
cytometry, analisis fluoresensi spesimen biologi.
28
Disamping itu ada beberapa jenis laser gas yang lain, yaitu laser molekul gas, seperti
laser CO2 ( = 9,6 m dan 10,6 m) yang banyak digunakan untuk ablasi material
plastik, laser CO ( = 5 m), laser nitrogen ( = 337,1 nm) dan laser eksimer (contoh
laser KrF dengan = 248 nm).
Jenis laser lain diluar laser zat-padat, dye (cair) dan laser gas, ada jenis laser lain
yaitu laser kimia (laser HF), laser elektron bebas (free-electron laser) dan laser x-ray.
Bagi yang tertaik untuk mempelajari jenis laser ini, silahkan baca buku karangan O.
Svelto,Principles of Lasers; 4th Edition, Plenum Press, New York, (1998).
29
BAB 3
OPTIKA BERKAS CAHAYA LASER (BEAM OPTICS)
1 2
2 =0 (3.3)
c 2 t 2
2 2 2
dimana: 2 + + = operator Laplace untuk koordinat Kartesian.
x 2 y 2 z 2
Persamaan(2.2) dapat ditulis dalam bentuk:
r r
( r , t ) = ( r ) exp(i2t ) (3.4)
r r r
dengan ( r ) = A( r ) exp[i( r )] adalah amplitudo kompleks. Subtitusi pers. (3.4) ke
dalam pers. (3.3), diperoleh persamaan Helmholtz:
( 2
) r
+ k 2 (r ) = 0 (3.5)
2
dimana k = = adalah bilangan gelombang.
c c
( )
r rr
a. Gelombang datar: (r ) = A exp ik. r
( r ) = exp( ik. r )
r A rr
b. Gelombang bola:
r
30
3.1. Gelombang Paraksial
Suatu gelombang paraksial adalah gelombang datar yang dimodulasi oleh
r
amplitudo yang berubah terhadap posisi A( r ) :
r r
( r ) = A( r ) exp( ikz ) (3.6)
r
Perubahan amplitudo terhadap posisi A (r ) harus secara lambat terhadap jarak
A A
A = .z =
z z
(3.7)
A k
<< A = A
z 2
A 2A
sehingga: << kA ; 2 << k 2 A . Dengan demikian persamaan Helmholtz
z z
menjadi:
A
T2 A = i 2k =0 (3.8)
z
2 2
dimana: T2 = + disebut dengan oprator Laplace transversal. Persamaan (3.8)
x 2 y 2
dikenal sebagai persamaan Helmholtz paraksial (slowly varying envelope
approximation of Helmholtz equation). Solusi sederhana dari persamaan Helmholtz
paraksial adalah gelombang parabola:
r A 2
A(r ) = exp ik ; 2 = x 2 + y 2 (3.9)
z 2z
Salah satu solusi yang menarik perhatian adalah berkas Gauss (Gaussian beam).
31
r A 2
A(r ) = exp ik
(3.10)
q (z ) 2 q (z )
adalah juga solusi persamaan (3.8). Pers. (3.10) adalah juga persamaan gelombang
parabola, namun mempunyai pusat di z = , bukan di z = 0.
r A 2
A(r ) = exp ik ; q (z ) = z + iz 0
(3.11)
q (z ) 2 q (z )
dimana z0 adalah rentang Rayleigh dan pers. (3.11) disebut dengan envelope kompleks.
Untuk memisahkan amplitudo dan fasa dari envelope kompleks ini, maka
didefinisikan bahwa:
1 1 1
= = i (3.12)
q ( z ) z + iz 0 R ( z ) W 2 ( z )
dimana W(z) adalah lebar berkas Gauss, dan R(z) adalah jarak muka gelombang dari
kurvatur.
r W0 2 2
(r ) = A 0 exp 2 exp ikz ik + i( z ) (3.13)
W( z ) W (z ) 2R (z )
32
3.2.1. Sifat-sifat Berkas Gauss
3.2.1.1. Intensitas
r r 2
Intensitas I( r ) = A( r ) yang merupakan fungsi dari arah rambat gelombang z
2
W 2 2
I (, z ) = I 0 0 exp 2 (3.15)
W( z ) W (z )
2
dengan I 0 = A 0 . Persamaan (3.15) disebut dengan fungsi Gauss, yang mempunyai
Gambar 3.1. Normalisasi intensitas berkas I/I0 sebagai fungsi dari jarak radial r pada
beberapa jarak aksial berbeda : (a). z = 0, (b) z = z0, dan (c) z = 2z0.
2
W I0
I(0, z ) = I 0 0 = 2
(3.16)
W( z ) 1 + z
z0
33
yang mempunyai nilai maksimum pada z = 0 (I/I0 = 1) dan berkurang dengan
z 02
meningkatnya harga z. Pada z = z 0 , maka I = I0/2. Jika z >> z 0 , maka I( z ) I 0 .
z2
3.2.1.2. Daya
Daya total yang dibawa oleh berkas Gauss adalah merupakan integral dari
intensitas di sepanjang bidang transversal:
P = I(, z )2d =
1
2
(
I 0 W02 ) (3.17)
0
2P 2 2
I (, z ) = exp 2 (3.18)
W 2 (z ) W (z )
0
1 2 2
P I(, z )2d = 1 exp 2 0
W (z )
(3.19)
0
Pada W( z ) terdapat intensitas sebesar 86%, dengan demikian maka W(z) dianggap
sebagai jari-jari berkas.
1/ 2
z 2
W(z ) = W0 1 + (3.21)
z 0
34
Pada z = 0, W(z) bernilai maksimum yaitu W0, sehingga W0 disebut dengan beam
waist. Diameter waist 2W0 disebut dengan spot size. Pada z = z0, W( z ) = 2 W0 .
Gambar 3.2. Jari-jari berkas W(z) mempunyai nilai minimum W0 pada waist (z = 0),
2 W0 pada z = z0, dan meningkatsecara linier dengan z.
W0
W( z ) z = 0 z (3.22)
z0
W0
dimana 0 = = .
z0 W0
Pada z >> z0, jari-jari berkas bertambah secara linier dengan z [pers. (3.22).
Terdapat sekitar 86% daya berkas terfokus pada sudut 0. Karenanya sudut 0 disebut
dengan sudut berkas.
2W02
b = 2z 0 = (3.23)
35
Contoh: Laser He-Ne, dengan panjang gelombang 633 nm, mempunyai 2W0 = 2 cm.
maka kedalaman fokusnya berdarkan pers. (3.23) adalah 1 km.
3.2.1.6. Fasa
k 2
(, z ) = kz (z ) + (3.24)
2R (z )
datang, dan (z) adalah perbedaan fasa dengan rentang dari /2 pada z = - sampai
+/2 pada z = . Perbedaan fasa ini berkaitan dengan delay antara muka-muka
gelombang (wavefront) dibandingkan dengan gelombang bisang atau bola. Total
perbedaan dari penjalaran gelombang dari z = - sampai z = adalah . Fenomenon
ini disebut dengan efek Guoy.
36
3.3. Transmisi melalui suatu lensa tipis
W0
W0'
W W
0 0 '0
z
R R
z'0
z0
z z
k 2
kz + (z ) (3.25)
2R (z )
k 2 2 k 2
kz + (z ) k = kz + (z ) (3.26)
2R (z ) 2f 2R ' (z )
k 2
dimana A 0 exp i adalah
transmittansi dari lensa tipis, dengan
2f
A 0 = exp( ink 0 d 0 ) dan k 0 = ( nc), dengan n adalah indeks bias lensa, d 0 adalah tebal
1 1 1
=
R' R f
W
W0' = (3.27)
( )
1/ 2
1 + W 2 R ' 2
R'
z' =
(
1 + R ' W 2 2
)
Bila besaran R dan W dalam pers. (3.14) disubsitusikan ke dalam pers. (3.27),
diperoleh:
37
a. Beam waist; W0' = MW0
20
d. Sudut divergensi; 2'0 =
M
Mr
e. Penguatan; M=
(1 + r ) 2 1/ 2
z0
r=
zf
f
Mr =
zf
Bila suatu lensa diletakkan pada posisi beam waist dari berkas Gauss, maka
berkas cahaya Gauss akan difokuskan. Substitusi z = 0 kedalam pers. (3.27), diperoleh:
W0
W0' =
[1 + (z 0 f )2 ]
1/ 2
(3.28)
f
z' =
[1 + (f z ) ]
0
2
Jika kedalaman fokus berkas cahaya datang (2z0) jauh lebih besar daripada folus dari
lensa (f), maka:
f
W0' W0 = 0 f
z0 (3.29)
z' = f
Pemfokusan berkas digunakan pada berbagai aplikasi, seperti scanning laser, printer
laser dan fusi laser. Dalam aplikasi-aplikasi tersebut, spot size diusahakan sekecil
mungkin, maka:
38
3.3.2. Ekspansi berkas
Dalam aplikasi, seringkali kita memerlukan berkas cahaya laser dengan spot
size yang besar. Cara yang seringkali digunakan adalah menggunakan teleskop, yaitu
kombinasi dua buah lensa dengan panjang fokus yang berbeda, seperti yang
diilustrasikan dalam Gb. 3.5.
d z
z z1
2W0"
2W0
f1 2W0'
f2
Gambar 3.5. Kombinasi dua buah lensa untuk memperlebar berkas cahaya Gauss
(teleskop)
Sebagai latihan: Hitung berapa fokus lensa f1 dan f2, agar berkas Gauss menjadi 4 kali
beam waist berkas cahaya datang.
Solusi persamaan paraksial Helmholtz [pers. (3.8)], bukan hanya berkas Gauss,
namun juga dapat berbentuk berkas-berkas non-Gauss.
A x 2 + y2
A G (x , y, z ) = exp ik
q(z ) 2q ( z ) (3.30)
q( z ) = z + iz 0
Sekarang kita tinjau suatu gelombang yang dimodulasi oleh berkas Gauss dengan
bentuk:
x y
A ( x , y, z ) = 2 2 exp[i( z )]A G ( x , y, z ) (3.31)
W( z ) W( z )
39
dimana X, Y dan Z adalah fungsi-fungsi riil. Bila persamaan tersebut disubstitusikan ke
dalam persamaan paraksial Helmholtz, diperoleh:
1 2X X 1 2 Y Y Z
2 2u + 2 2 + kW 2 (z ) =0 (3.32)
u
u Y
z
x y
dimana u = 2 dan = 2 .
W (z) W (z)
Dengan menggunakan teknik pemisahan variabel (dibahas dalam mata kuliah Fisika
Matematik), maka diperoleh:
1 d2X dX
2
+u = 1 X
2 du du
1 d2Y dY
+ = 2 Y (3.33)
2 d 2
d
z 2 dZ
z 0 1 + = 1 + 2
z 0 dz
Pers. (3.33) adalah persamaan eigen dengan nilai eigen 1 = l; l = 0,1,2,... dan
fungsinya adalah polinom Hermit.
X( u) = H l ( u) (3.34)
dimana:
2 = m
(3.36)
( ) = H m ( )
Z(z ) = (l + m )(z )
z (3.37)
(z ) = tan 1
z0
40
sehingga persamaan gelombangnya menjadi:
W 2x 2y x 2 + y2
U l,m ( x , y, z ) = A l,m 0 G l G
m exp ikz ik + i(l + m + 1)(z )
W( z ) W( z ) W( z ) 2R (z )
(3.38)
u2
G l ( u ) = H l ( u ) exp (3.39)
2
u2
G1 ( u ) = 2u exp : fungsi ganjil
2
u2
G 2 ( u ) = ( 4u 2 2) exp : fungsi genap
2
Gambar 3.6. Beberapa orde-terendah dari fungsi Hermite-Gauss: (a) G0(u), (b) G1(u),
(c) G2(u), dan (d) G3(u).
41
3.4.1. Distribusi Intensitas
Gambar 3.7. Distribusi intensitas beberapa orde terendah dari berkas Hermite-Gauss
dalam transverse-plane. Orde (l, m ) ditunjukkan dalam setiap kasus.
42
Persamaan gelombang ini memenuhi persamaan Helmholtz, 2 U + k 2 U = 0 , dimana
amplitudo A(x,y,z) memenuhi persamaan:
T 2 A + k T 2 A = 0
(3.42)
k T2 + 2 = k 2
Pers. (3.42) disebut dengan persamaan Helmholtz orde kedua. Dengan substitusi
x = cos dan y = sin , maka diperoleh:
sehingga memiliki wavefront planar. Normal dari wavefront adalah seluruhnya sejajar
dengan sumbu-z. Intensitas berkas Bessel diungkapkan oleh:
2
( )
I(, , z ) = A 0 J 02 k T (3.45)
yang merupakan simetri sirkular yang berubah terhadap , seperti diilustrasikan pada
Gb. 3.8. Intensitas tidak bergantung pada arah perambatan-z, sehingga tidak terjadi
pelebaran daya optik. Gelombang ini disebut berkas Bessel. Berkas cahaya Bessel ini
banyak digunakan dalam penelitian untuk komunikasi optik dengan menggunakan
hollow fibers, sehingga tidak terjadi pengurangan intensitas pulsa dengan pertambahan
jarak.
Gambar 3.8. Distribusi intensitas dari berkas Bessel dalam bidang transverse tidak
bergantung pada jarak perambatan z; sehingga berkas tidak mengalami disversi.
43
Jika dibandingkan antara berkas Gauss dan Bessel, maka terdapat tiga
perbedaan mendasar, yaitu :
a. Amplitudo kompleks dari berkas Bessel adalah solusi eksak dari persamaan
Helmholtz, sedangkan berkas Gauss adalah solusi aproksimasi (tepatnya complex
envelope-nya merupakan solusi eksak dari persamaan paraksial Helmholtz).
b. Distribusi intensitas dari berkas Gauss dan Bessel ditunjukkan pada Gb. 3.9.
Perilaku asimtotis dari kedua distribusi pada jarak radial yang besar sangat berbeda.
[
Jika intensitas berkas Gauss berkurang secara eksponensial, I ~ exp 2 2 / W 2 ( z ) ,]
2
maka intensitas berkas Bessel sebanding dengan J 02 ( k T ) cos 2 k T ,
k T 4
dimana merupakan fungsi osilator yang meluruh secara lambat (slowly decay).
c. Root-mean square (rms) dari lebar berkas Gauss adalah terbatas (finite)
= W (z) / 2 , maka rms lebar berkas Bessel adalah tak-terbatas (infinite) pada
semua nilai z, namun ada trade-off (kompomi) antara ukuran minimum berkas
dengan divergensi. Walaupun divergensi berkas Bessel adalah nol, namun lebar
rms-nya tak-terbatas. Berkas Bessel dibangkitkan dengan skema khusus,
sedangkan berkas Gauss dapat diperoleh pada resonator speris yang umum pada
laser.
Gambar 3.9. Perbandingan antara distribusi radial dari intensitas berkas Gauss dan
berkas Bessel.
44
BAB 4
PANDU GELOMBANG PLANAR
Gambar 4.1. Pandu gelombang optik: (a) slab; (b) strip; (c) fiber
45
miniaturisasi optik sebagaimana halnya pada miniaturisasi elektronik dengan sirkuit
terintegrasi.
Coupler Coupler
Cahaya masuk
Cahaya keluar
Serat optik
Modulator
Substrat
Pandu
gelombang
Laser Fotodioda
Gambar 4.2. Contoh dari pirantik optik terintegrasi yang digunakan sebagai transmitter
dan receiver optik. Cahaya yang diterima dikopling ke dalam pandu gelombang dan
diarahkan ke dalan fotodioda untuk dideteksi. Cahaya dari laser dipandu, dimodulasi
dan dikopling ke dalam suatu serat optik.
Dalam optik terintegrasi, ada dua jenis pandu gelombang, yakni pandu
gelombang logam dan dielektrik. Perbedaan antara kedua pandu gelobnag tersebut
adalah bahwa pada batas suatu pandu gelombang logam, medan harus sama dengan nol,
namun pada pandu gelombang dielektrik, medan akan berpenetrasi ke dalam selubung
dengan indeks bias ang lebih rendah. Modus-modus gelombang dapat dicari dengan
dua cara: dengan menyelesaikan persamaan-persamaan Maxwell atau dengan cara
analisa berkas (ray tracing).
Pandang suatu pandu gelombang yang terbuat dari dua buah cermin planar
sejajar yang panjangnya tak hingga (lihat Gb. 4.3). Cermin-cermin tersebut terpisah
oleh jarak d dan diasumsikan ideal, yaitu memantulkan cahaya tanpa kerugian (loss).
46
Gambar 4.3. Pandu gelombang planar logam atau cermin
Gambar 4.4. Kondisi konsistensi diri; suatu gelombang memantul dua kali dan
menduplikasi dirinya sendiri.
2 A C 2A B
2 = 2 N (4.1)
47
dimana N = 0,1,2,
2
2d sin = 2m (4.2)
m = sin 1 m (4.3)
2d
k ym = m (4.4)
d
2
m
2m 2 2 2
= k (1 sin m ) = k (4.5)
d
Modus dengan orde yang lebih tinggi menjalar dengan konstanta perambatan yang
lebih kecil. Nilai-nilai m, kym dan m untuk berbagai modus diilustrasikan dalam Gb.
4.5(bawah).
48
Gambar 4.5. Sudut-sudut m dan komponen vektor gelombang dari modus suatu pandu
gelombang planar logam (ditunjukkan oleh titik-titik). Komponen transversal kym
adalah terpisah oleh /d, namun sudut m dan konstanta perambatan m tidak terpisah
dengan jarak yang sama. Modus m = 1 mempunyai sudut yang paling kecil dan
konstanta perambatan yang paling besar.
E x ( y, z ) = a m u m ( y ) exp( i m z ) (4.6)
49
2 my
cos , m = 1,3,5,...
d d
u m (y ) = (4.5)
2 my
sin , m = 2,4,6,...
d d
d/2
d/2
u 2m ( y )dy = 1 (4.8)
d/2
d/2
u m ( y )u l ( y)dy = 0, l m (4.9)
Gambar 4.6. Distribusi medan dari modus-modus stau pandu gelombang planar logam
50
4.1.4. Jumlah Modus
m
sin m = (4.10)
d
Karena nilai maksimum adalah pada sin m = 1, maka jumlah maksimum modus
adalah:
2d
m max = M = (4.11)
Sebagai contoh, bila 1 < 2d/ < 2, pandu gelombang adalah modus tunggal. Bila d =
5m, maka panjang gelombang cut-off adalah max = 10m dan pandu gelombang
adalah modus tunggal antara 5 m dan 10 m serta multimodus untuk max < 5m.
(4.5) dan dikenal sebagai hubungan dispersi (dispersion relation). Kecepatan group
suatu modus m adalah:
m = c cos m (4.13)
Sehingga modus yang berbeda mempunyai kecepatan group yang berbeda. Modus
dengan orde yang lebih tinggi menjalar dengan kecepatan group yang lebih kecil,
karena modus tersebut diperlambat dengan lintasan cahaya yang lebih panjang.
51
4.1.6. Modus TM
Modus yang telah kita bahas sejauh ini adalah modus TE (medan listrik dalam
arah-x). Modus TM (medan magnet dalam arah-x) juga dapat disupport oleh pandu
gelombang logam/cermin. Sudut-sudut , komponen vektor gelombang transversal ky,
dan konstanta perambatan untuk modus TM adalah identik dengan modus TE.
Jumlah modus yang dapat disupport oleh pandu gelombang adalah M = 2d/.
2 my
a m cos exp( i m z ), m = 1,3,5,...
d d
E z (y, z ) = (4.14)
2 my
a m sin exp( i m z ), m = 2,4,6,...
d d
2 my
a m cot m cos exp( i m z ), m = 1,3,5,...
d d
E y (y, z ) = (4.15)
2 my
a m cot m sin exp( i m z ), m = 2,4,6,...
d d
Suatu pandu gelombang planar dielektrik adalah suatu bahan dielektrik papah
(slab) yang dikelilingi oleh bahan-bahan dengan indeks bias yang lebih rendah. cahaya
akan dipandu ke dalam pandu gelombang dengan prinsip pemantulan sempurna (total
internal reflection). Dalam piranti film tipis, papah disebut sebagai film, dan bahan
bagian atas dan bawah disebut pelindung (cover) dan substrat. Bahan bagian dalam
disebut core, sedangkan bagian luar disebut selubung (cladding) dari pandu gelombang.
Pada Sub-bab ini, akan dibahas perambatan cahaya dalam pandu gelombang planar
dielektrik simetris terbuat dari suatu papah dengan lebar d dan indeks bias n1 yang
dikelilingi oleh suatu selubung dengan indeks bias yang lebih kecil n2, sebagaimana
52
diilustrasikan dalam Gb. 4.5. Semua bahan diasumsikan tidak mempunyai koefisien
absorpsi (losses).
d
2
0
d
2
sebagai c = sin 1 ( n 2 / n1 ) .
(b). Terdapat suatu perubahan fasa r pada refleksi pada medium dengan indeks bias
lebih tinggi yang berubah antara 0 dan /2. Perubahan fasa untuk polarisasi TE
(Transverse- Electric) didefinisikan sebagai:
sin 2 (c ) sin 2 ()
tan r =
2 sin ()
53
2
2d sin() 2 r = 2m
(4.16)
2k y d 2 r = 2m
r 2 m
= 2d sin() (4.15)
2 2
2 m sin 2 (c ) sin 2 ()
tan r = tan 2d sin() = (4.16)
2 2 sin()
Persamaan diatas disebut kondisi konsistensi diri untuk modus TE. Untuk nilai yang
kecil, persamaan terbut identik dengan persamaan transedental untuk satu variabel
sin():
1
tan x + b) (4.17)
cx
Solusinya akan menghasilkan sudut-sudut modus m, yang diilustrasikan dalam Gb 4.8.
Gambar 4.8. Solusi grafis persamaan (4.19) untuk menentukan sudut-sudut m dari
suatu pandu gelombang planar dielektrik. Ruas kiri (LHS) dan ruas kanan (RHS)
persamaan (4.17) diplot sebagai fungsi sin (). Titik potong kedua kurva (dicirikan oleh
titik penuh) menentukan nilai m. Titik-titik kosong mencirikan sin m = m/2d, yang
memberikan sudut-sudut modus suatu pandu gelombang logam untuk dimensi yang
sama.
54
Sudut-sudut m terletak antara 0 dan c (0 < m < c ) , yang berhubungan
Karena cos m terletak antara 1 dan cos c = n2/n1, maka m terletak antara n2k0 dan
n1k0 sebagaimana diilustrasikan dalam Gb 4.9.
Jumlah modus adalah dibatasi oleh sudut kritis dari pemantulan sempurna c
dan didefinisikan sebagai:
sin c 2d 2d
M= = n12 n 22 = NA (4.21)
/ 2d
55
NA = n12 n 22 (4.22)
Bila /2d > sin(c) atau (2d/)NA < 1, maka hanya ada satu modus yang
diperbolehkan, karenanya pandu gelombanya disebut pandu gelombang modus tunggal
(single modus waveguide). Hal ini terjadi bila papah cukup tipis atau panjang
gelombang cukup panjang. Tidak seperti pada pandu gelombang logam, pandu
gelombang dielektrik ini tidak memiliki panjang gelombang atau frekuensi cut-off.
Dalam pandu gelombang dielektrik, minimal ada satu modus TE, karena modus
fundamental (m = 0) selalu diperbolehkan. Namun, untuk modus m = 1,2, ....
mempunyai frekuensi cut-off sendiri-sendiri.
Jumlah modus dapat juga diungkapkan sebagai fungsi dari frekuensi yang
diilustrasikan dalam Gb. 4.10.
NA
M= (4.23)
(c 0 / 2d )
Jumlah modus M
Gambar 4.10. Jumlah modus TE sebagai fungsi dari frekuensi
56
4.2.3. Distribusi Medan
2 sin m
cos y , m = 0,2,4,...
u m (y ) (4.24)
2 sin m
sin y , m = 1,3,5,...
dengan = 0/n1. Walaupun medan ini harmonik, namun ia tidak nol pada batas papah
(slab).
Medan di luar harus sama dengan medan di dalam pandu gelombang pada
semua titik-titik batas y = d / 2 . Dengan substitusi medan listrik Ex(y,z) ke dalam
persamaan Helmholtz:
( 2
)
+ n 22 k 02 E x ( y, z ) = 0 (4.25)
maka diperoleh:
d2um
2
2m u m = 0
dy
(4.26)
2m = 2m n 22 k 02
Untuk modus terpandu m > n 2 k 0 , maka 2m > 0 . Karena medan harus meluruh bila
menjauh dari pandu gelombang, maka fungsi um(y) adalah:
d
exp( m y ), y > 2
u m (y ) (4.27)
d
exp( m y ), y <
2
57
Laju peluruhan m disebut dengan koefisien ekstinsi (extinction coefficient) dan
gelombangnya disebut gelombang evanescent. Dengan substitusi nilai m dan cos c =
n2/n1 ke dalam persamaan (4.26), diperoleh:
1/ 2
cos 2 m
m = n 2 k 0 2
1 (4.28)
cos c
Gambar 4.11. Distribusi medan untuk modus terpandu TE dalam suatu pandu
gelombang dielektrik.
d/2
m =
0
u 2m ( y)dy
(4.29)
0
u 2m ( y )dy
Modus dengan orde terendah (m terkecil) memiliki faktor confinement daya paling
tinggi.
58
4.2.4. Kecepatan Group
1/ 2
2
2d 2 = 2 r + 2m (4.30)
c1
2
1/ 2
r
2 2 d 2 m 2 2 / c 22
tan = tan = 2 2 2
(4.31)
2 2
c1
2 / c1
Persamaan (4.31) disebut sebagai hubungan dispersi. Hubungan ini secara skematik
untuk berbagai modus m = 0,1,2,... diilustrasikan dalam Gb. 4.12. Kecepatan group
terletak antara c1 dan c2 (kecepatan fasa dalam slab dan substrat). Pada suatu nilai
tertentu, modus orde-terendah) mempunyai kecepatan group mendekati c1, sedangkan
modus-tertinggi mempunyai kecepatan group mendekati c2. Dengan demikian sebagian
besar energi dari modus tertinggi akan menjalar dalam substrat.
= c 2
m=2
m=1 = c1
m=0
59
4.3 Pandu Gelombang Dua-Dimensi
Pandu gelombang dua-dimensi memandu gelombang dalam dua arah transversal
(dalam arah-x dan y). Prinsip dasarnya adalah sama dengan pandu gelombang satu-
dimensi, hanya deskripsi matematisnya lebih panjang.
Bentuk umum yang paling sederhana dari pandu gelombang planar adalah
pandu gelombang persegipanjang (Gb. 4.13). Bila dinding-dindingnya terbuat dari
cermin, maka seperti pada kasus planar, cahaya akan dipandu dengan refleksi berulang-
ulang pada semua sudut. Untuk penyederhanaan, kita berasumsi bahwa penampang
lintang dari pandu gelombang adalah persegi dengan lebar d. Andaikan suatu vektor
gelombang dari gelombang bidang adalah kx, ky, dan kz serta pematulannya di dalam
pandu gelombang memenuhi kondisi konsistensi diri, maka:
2k x d = 2m x , m x = 1,2,...
(4.32)
2k y d = 2m y , m y = 1,2,...
ky
/d nk 0
kx
d
Gambar 4.13. Modus dari pandu gelombang logam persegipanjang dikarakterisasi oleh
suatu jumlah nilai kx dan ky yang diskrit, seperti yang digambarkan oleh titik-titik.
60
Konstanta perambatan = kz dapat ditentukan dari kx dan ky dengan
menggunakan hubungan:
k 2x + k 2y + 2 = n 22 k 02 (4.33)
Ketiga komponen dari vektor gelombang tersebut harus memiliki nilai diskrit, sehingga
menghasilkan jumbah modus yang terbatas. Masing-masing modus diidentifikasikan
oleh dua indeks mx dan my, dimana semua nilai-nilai positif dari mx dan my
diperbolehkan sepanjang k 2x + k 2y n 2 k 02 , sebagaimana diilustrasikan dalam Gb. 4.13.
2
2d
M (4.34)
4
Karena terdapat dua-polarisasi dalam setiap modus, maka jumlah total modus 2M.
Distribusi medan yang berkainkan dengan modus-modus ini digeneralisasi dari kasus
planar. Pola yang diilustrasikan dalam Gb. 4.6, berlaku juga untuk pandu gelombang
dua-dimensi, dengan nilai mx dan my.
61
berbeda dapat diperoleh dari kondisi konsistensi diri dimana mencakup pergeseran fase
pada batas dielektrik, seperti yang dilakukan dalam kasus planar.
Tidak seperti pandu gelombang logam atau cermin, nilai kx dan ky tidak terpisah
secara seragam. Namun, dua nilai kx atau ky yang berurutan dipisahkan oleh suatu
nilai rata-rata /d. Jumlah modus dapat diaproksimasi dengan menghitung jumah titik-
titik di dalam lingkaran pada diagram kx-ky dalam Gb.4.14.
ky
n1k 0
n1k 0 sin c
y
n2
d
x
d n1
/d kx
(n1k 0 sin c ) 2d
2 2
M = NA (4.36)
4 ( / d )2 4 0
(
dimana NA = n12 n 22 )
1/ 2
adalah bukaan numerik. Aproksimasi ini baik bila M besar.
Persamaan (4.36) ini juga berlaku untuk modus TM.
Beberapa geometri dari pandu gelombang yang banyak digunakan seperti strip,
embedded-strip, rib atau ridge dan strip-loaded diilustrasikan dalam Gb. 4.15. Analis
eksak untuk beberapa geometri tersebut tidak mudah dan memerlukan berbagai
pendekatan.
62
strip embedded strip rib/ridge Strip loaded
Gambar 4.15. (Atas). Berbagai tipe geometri pandu gelombang: (a) strip; (b)
embedded-strip; (c) rib atau ridge; (d) strip-loaded. Daerah yang lebih gelap
menunjukkan indeks bias yang lebih tinggi. (Bawah). Konfigurasi piranti-piranti optik
dari pandu gelombang: (a) straight; (b) S-bend; (c) Y-branch; (b) Mach-Zehnder; (e)
directional coupler; (f) intersection atau cross.
E( y, z ) = a m u m ( y) exp( i m z ) (4.37)
m
dimana am adalah amplitudo, um(y) adalah distribusi transversal (diasumsikan riil) dan
m adalah konstanta perambatan modus m.
63
Amplitudo-amplitodu dari modus-modus yang berbeda bergantung pada sumber
cahaya yang digunakan. Bila sumber cahaya mempunyai distribusi yang sesuai atau
cocok dengan suatu modus tertentu, maka hanya modus tersebut yang tereksitasi.
Suatu sumber dengan distribusi sembarang s(y) akan menimbulkan atau mengeksitasi
modus yang berbeda dengan jumlah modus yang berbeda pula. Fraksi daya yang
ditransfer dari sumber menjadi modus m bergantung pada kesamaan derajat antara s(y)
dan um(y). Kita dapat mengungkapkan s(y) sebagai superposisi ortogonal dari fungsi
um(y):
s(y ) = a
m
mum (y ) (4.38)
al = s(y )u l (y )dy (4.39)
Cahaya dapat dikopel secara langsung ke dalam suatu pandu gelombang dengan
pemfokusan cahaya pada salah satu ujung pandu gelombang (Gb. 4.16). Untuk
mengeksitasi suatu modus tertentu, distribusi transversal dari cahaya datang s(y) harus
sesuai (match) dengan modus tersebut. Polarisasi dari cahaya datang juga harus sesuai
dengan modus itu. Karena dimensi dari pandu gelombang papah (slab) sangat kecil,
maka pemfokusan dan penyearahan biasanya sangat sulit dan tidak efisien.
n2
z
n1 u m (y )
Lensa s(y )
Gambar 4.16. Kopling dari suatu berkas optik ke dalam suatu pandu gelombang.
64
Cahaya dapat dikopling kedalam pandu gelombang dengan memfokuskannya
secara langsung pada salah satu ujungnya. Untuk mengeksitasi modus yang diberikan,
distribusi transversal dari cahaya datang s(y) harus sesuai (match) dengan modus
tersebut. Polarisasi cahaya datang juga harus sesuai dengan modus yang diinginkan.
Karena dimensi pandu gelombang kecil, maka pemfokusan dan pengaturan (alignment)
biasanya sulit dan karenanya kopling menjadi tidak efisien.
Dalam pandu gelombang multimode, kopling dapat ditinjau dengan pendekatan
berkas-berkas optik (ray-optics). Berkas-berkas terpandu di dalam pandu gelombang
dalam suatu sudut :
c = cos 1 (n 2 n1 ) (4.40)
Karena refraksi dari berkas-berkas datang, sudut tersebut berkaitan dengan sudut
eksternal a yang memenuhi :
[
sina = NA = n1 sin c = n1 1 (n 2 / n1 )2 ] = (n
1/ 2 2
1 n22 )
1/ 2
(4.41)
Cahaya dapat juga dikopling dari sumber semikonduktor (LED atau dioda laser)
ke dalam pandu gelombang dengan meluruskan ujung sumber tadi dan pandu
gelombang dengan membuat jarak yang kecil agar kopling maksimum (lihat Gambar
4.16). Dalam LED, cahaya berasal dari sambungan semikonduktor dan dipancarkan ke
segala arah. Dalam dioda laser, cahaya yang dipandarkan sendiri sudah dipandu dalam
pandu gelombang. Metoda lain untuk mengkopling cahaya ke dalam suatu pandu
gelombang adalah dengan menggunakan prisma, grating atau pandu gelombang yang
lain.
Cahaya dapat dikopel ke dalam dan ke luar dari suatu pandu gelombang dengan
menggunakan prisma. Suatu prisma dengan indeks bias np > n2 diletakkan pada suatu
65
jarak dp dari pandu gelombang dengan indeks bias n1 dan n2 seperti diilustrasikan
dalam Gb. 4.17.
gelombang
datang np prisma
p n2
dp
n1
Pandu gelombang
p = n p k 0 cos p (4.42)
Distribusi medan transversal akan melebar keluar prisma dan meluruh secara
eksponensial di dalam ruang antara prisma dan slab pandu gelombang. Bila jarak dp
cukup kecil, gelombang akan dikopel menjadi suatu modus pandu gelombang dengan
konstanta perambatan m p . Bila daya dapat dikopel ke dalam pandu gelombang
melalui prisma, maka prisma bertindak sebagai input kopler. Output kopler bekerja
sebaliknya yaitu mengeluarkan cahaya dari pandu gelombang ke udara.
Bila dua pandu gelombang terpisah oleh jarak yang cukup dekat, dimana
medan-medannya overlap satu sama lain, cahaya dapat dikopel dari satu pandu
gelombang ke pandu gelombang yang lain. Daya optik yang ditransfer dapat digunakan
66
untuk membuat kopler dan saklar optik. Pandang dua buah pandu gelombang planar
sejajar dengan lebar d yang terpisah oleh jarak 2a dan indeks bias n1 dan n2, seperti
yang diilustrasikan dalam Gb. 4.18. Diasumsikan bahwa masing-masing pandu
gelombang memiliki modus tunggal.
Gambar 4.18. Kopling antara dua pandu gelombang yang sejajar. Pada z1, cahaya
terpusat dalam pandu gelombang-1, pada z2 cahaya terbagi antara dua pandu
gelombang dan pada z3, akan terpusat dalam pandu gelombang-2.
67
dA1
= i 21 exp(iz )A 2 (z )
dz
(4.43)
dA 2
= i12 exp( iz )A1 (z )
dz
dimana: = 1 2 adalah fasa mismatch per-satuan panjang, dan
21 =
2
(
1 2 k2
n2 n2 0
1
) u (y )ua +d
a
1 2 (y )dy
(4.44)
( )
2
1 2 2 k0
a
12 = n1 n u 2 (y )u1 (y )dy
2 2 a d
z
A1 (z ) = A1 (0) exp i cos z i sin z
2 2 (4.45)
z
A 2 (z ) = A1 (0) 12 exp i sin z
i 2
dimana:
2
2 2
= +
2 (4.46)
= (12 21 )
2 1/ 2
2
P1 (z ) = P1 (0)cos z
2
sin 2 z
2
(4.47)
2
12
P2 (z ) = P1 (0) 2
sin 2 z
Daya ini akan saling berpindah secara periodik antara dua pandu gelombang,
sebagaimana diilustrasikan dalam Gb. 4.19. Periodanya adalah 2/. Kekekalan daya
memerlukan 12 = 21 = .
68
Gambar 4.19. Pertukaran daya secara periodic antara pandu gelombang-1 dan -2.
P1 (z ) = P1 (0) cos 2 z
(4.48)
P2 (z ) = P1 (0 ) sin 2 z
dan pertukaran daya antara kedua pandu gelombang menjadi sempurna, seperti
diilustrasikan dalam Gb. 4.22.
Gambar 4.20. Pertukaran daya antara pandu gelombang-1 dan -2 untuk kasus phase
matched.
69
Gambar 4.21 adalah contoh piranti optik yang menggunakan kopling dua buah
pandu gelombang. Pada jarak z = L0 = /2a (jarak transfer), daya akan ditransfer secara
sempurna dari pandu gelombang-1 ke pandu gelombang-2 [Gb. 4.21(a)]. Pada jarak z =
L0/2, daya setengahnya ditransfer, sehingga piranti tersebut dikatakan sebagai kopler 3-
dB, yaitu pemisahan berkas cahaya (beam-splitter) 50/50 [Gb. 4.21(b)].
L0
(a) (b)
Gambar 4.21. Kopler-kopler optik: (a). switching antara daya dari satu pandu
gelombang ke pandu gelombang lain; (b). kopler 3-dB.
Suatu pandu gelombang kopler dengan panjang yang tetap, L0 = /2a merubah
rasio daya transfernya bila phase mismatch kecil. Perbandingan/rasio daya transfer
dapat ditulis sebagai fungsi :
2 1/ 2
P2 (L 0 ) L 0
2
2 1
= = sin c 1 + (4.49)
P1 (0) 2 2
L 0 = 3 .
70
Gambar 4.22. Kebergantungan dari rasio daya transfer pada parameter mismatch.
71
P = ( 2 )E 2 = 0 ( n 22 n 2 ) E 2 yang membentuk suatu radiasi optik ke dalam pandu
gelombang-1:
S1 = 0 2 P = 0 2 0 ( n 22 n 2 ) E 2 = k 02 ( n 22 n 2 ) E 2
(4.51)
S1 = ( k 22 k 2 ) E 2
Untuk menentukan efek sumber radiasi tersebut pada medan dalam pandu
gelombang-1, kita gunakan persamaan Helmholtz dengan efek kehadiran suatu sumber
yaitu:
2 E1 + k12 E1 = S1 = ( k 22 k 2 ) E 2 (4.52)
Dengan cara yang sama, kita bisa menuliskan persamaan Helmholtz untuk
gelombang dalam pandu gelombang-2 dengan suatu sumber yang dibangkitkan hasil
dari medan dalam pandu gelombang-1:
2 E 2 + k 22 E 2 = S 2 = ( k 22 k 2 ) E1 (4.53)
E1 ( y, z ) = A1 ( z )e1 ( y, z )
(4.54)
E 2 ( y, z ) = A 2 ( z )e 2 ( y, z )
2 e1 + k12 e1 = 0
(4.55)
2 e 2 + k 22 e 2 = 0
72
dengan k1 = n1k0 dan k2 = n2k0 untuk titik-titik di dalam pandu gelombang-1 dan -2,
serta k1 = k2 = nk0 untuk titik-titik diluar pandu gelombang-1 dan -2. Dengan substitusi
E1 = A1e1 ke dalam pers (4.53) diperoleh:
d 2 A1
dz 2
dA de
(
e1 + 2 1 1 = k 22 k 2 A 2 e 2
dz dz
) (4.56)
Dengan asumsi bahwa A1 berubah secara lambat (e1 berubah secara cepat) terhadap z,
maka suku pertama diabaikan dibanding suku kedua. Rasio antara kedua suku adalah:
d d
dz e1 dz e1 (d / )
= =i (4.57)
de1 [2 ( i1e1 )] 21dz
2 dz
dimana = dA1 / dz . Aproksimasi ini berlaku bila d / << 1z , yaitu bila variasi
dA1
2 ( i1 ) u1 ( y) exp( i1z ) = ( k 22 k 2 ) A 2 u 2 ( y ) exp( i 2 z ) (4.58)
dz
Kalikan kedua sisi dengan u1(y) dan kemudian intergalkan terhadap y, serta dengan
menggunakan asumsi bahwa u12 ( y) ternormalisasi (integralnya sama dengan satu),
maka:
dA1
exp( i1z ) = i 21A 2 (z ) exp( i 2 z )
dz
(4.59)
dA1
= i12 A 2 (z ) exp[i(1 2 )z ] = i12 A 2 (z ) exp(iz )
dz
Dengan menggunakan prosedur yang sama seperti diatas, kita akan memperoleh
persamaan pada pandu gelombang-2:
dA 2
= i 21A1 (z ) exp[ i(1 2 )z ] = i12 A1 (z ) exp( iz ) (4.60)
dz
73
BAB 5
SERAT OPTIK (FIBER OPTICS)
Serat optik atau fiber adalah pandu gelombang dielektrik silinder yang terbuat
dari material low-loss seperti gelas silika. Ia memiliki suatu pusat (core) dimana
cahaya dipandu yang disisipkan dalam suatu selubung/cladding dengan indeks bias
yang lebih rendah [lihat Gb. 5.1]. Berkas cahaya yang datang pada batas core/cladding
dengan sudut datang lebih besar dari sudut kritis akan mengalami pemantulan total
internal dan dipandu dalam fiber tanpa mengalami pembiasan. Berkas cahaya dengan
sudut inklinasi pada sumbu optik yang besar, dayanya akan hilang dalam cladding dan
karenanya tidak dipandu.
Pada prinsipnya, transmisi cahaya dalam fiber sama dengan pada pandu
gelombang dielektrik planar, kecuali bentuk geometrinya. Dalam kedua jenis pandu
gelombang, cahaya merambat dalam bentuk modus-modus. Masing-masing modus
menjalar sepanjang sumbu pandu gelombang dengan suatu konstanta perambatan dan
kecepatan group, dengan mempertahankan distribusi ruang transversalnya dan
polarisasinya. Bila diameter core-nya kecil, maka hanya satu modus yang
diperbolehkan dan fiber disebut dengan single-mode fiber (fiber modus tunggal). Fiber
dengan diameter core yang besar disebut multimode fiber.
n2
b
n1 a
n1 = core
n2 = cladding n1 > n 2
Salah satu masalah yang berkaitan dengan perambatan cahaya dalam fiber
multimode adalah ditimbulkan dari perbedaan kecepatan group dari masing-masing
modus. Akibatnya pulsa akan melebar sepanjang fiber. Efek ini dikenal sebagai modal
74
dispersion (dispersi modus), yaitu batas kecepatan dimana pulsa-pulsa dapat dikirim
tanpa saling tumpang tindih (overlapping). Modal dispersion dapat dikurangi dengan
gradien indeks bias dari core, yang mempunyai nilai maksimum pada pusatnya dan
nilai minimum pada batas core/cladding. Fiber tersebut dikenal sebagai graded-index
fiber, dimana pada fiber konvensional indeks bias core dan cladding adalah konstan
(step-index fiber) [lihat Gb. 5.2.]
n2
(a) n1
n2
(b) n1
n2
(c) n1
Gambar 5.2. Geometri, profil indeks bias dan tipikal berkas-berkas dalam: (a).
multimode step-index fiber, (b). single-mode step-index fiber dan (c). multimode
graded-index fiber.
75
n1 n 2
= << 1 (5.1)
n1
Kebanyakan fiber yang digunakan dalam sistem komunikasi optik terbuat dari
bahan gelas silika (SiO2) dengan kemurnian kimiawi yang tinggi. Perubahan kecil dari
indeks bias dapat dibuat dengan penambahan konsentrasi material doping yang rendah
(seperti titanium, germanium atau boron). Indeks bias n1 berada dalam rentang 1,44
sampai 1,46 bergantung pada panjang gelombang. Tipikal nilai dari adalah antara
0,001 dan 0,02.
c = cos 1 (n 2 / n1 ) .
Berkas-berkas meridional
Keadaan bagaimana cahaya dipandu dapat dilihat untuk berkas-berkas
meridional (berkas-berkas di dalam bidang yang memotong sumbu serat optik) seperti
yang diilustrasikan dalam Gambar 5.3. Berkas-berkas ini memotong sumbu serat optik
dan memantul dalam bidang yang sama tanpa adanya perubahan sudut datang (seperti
dalam kasus pandu gelombang planar). Berkas-berkas meridional dipandu jika sudut
di dalam serat optik lebih kecil dari sudut kritis tambahan: c = c = cos 1 (n 2 / n1 ).
2
Karena n1 n2 , maka sudut c kecil.
Bidang meridional
Gambar 5.3. Trajektori berkas-berkas meridional yang terletak di dalam bidang yang
memotong sumbu serat optik.
76
Berkas-berkas yang terpelintir (skewed)
Suatu berkas sembarang dicirikan oleh bidang datangnya, yaitu suatu bidang
yang sejajar dengan sumbu serat optik dan melewati berkas tersebut dengan
membentuk sudut terhadap sumbu fiber.
x
R
a
Gambar 5.4. Suatu berkas terpelintir (skewed ray) terletak dalam suatu bidang offset
dari sumbu fiber dengan jarak R. Berkas dicirikan oleh sudut-sudut dan . Berkas ini
mengikuti trajektori heliks didalam suatu kulit silinder dengan jari-jari R dan a.
hukum Snell pada batas udara-core, sudut a dalam udara berkaitan dengan c didalam
core adalah:
77
(
a = sin 1 n12 n 22 )
1/ 2
= sin 1 NA (5.2)
dimana NA = ( n12 n 22 )1/ 2 n1 ( 2 )1/ 2 adalah numerical aperture dari fiber. Berkas
yang datang dengan sudut lebih besar dari a akan dibiaskan ke dalam fiber dan hanya
dipandu dalam jarak yang pendek. Numerical aperture menggambarkan kapasitas
cahaya yang terkumpul ke dalam fiber. Jika berkas terpandu tiba di ujung fiber, maka
akan dibiaskan dengan membentuk sudut a. Karenanya sudut luar (acceptance angle
a) merupakan suatu parameter yang krusial dalam mendisain suatu sistem untuk
mengkopling cahaya kedalam atau keluar dari fiber.
c c
a
NA
kecil
NA
besar
Gambar 5.5. (atas). Sudut a dari fiber. Berkas dengan sudt tersebut dipandu dengan
TIR. NA adalah numerical aperture dari fiber. (bawah). Kapasitas cahaya yang
dikumpulkan ke dalam fiber dengan NA yang besar lebih banyak daripada oleh NA
yang kecil.
cladding b cukup besar, sehingga dapat dianggap tak-hingga dalam perhitungan cahaya
78
terpandu didalam core dan di dekat batas core -cladding. Dalam koordinat silinder,
persamaan Helmholz diberikan oleh:
2 U 1 U 1 2 U 2 U
+ + 2 + 2 + n 2 k 02 U = 0 (5.3)
r 2
r r r 2
z
Er
a cladding
Ez
r z
E core
Bentuk solusi dari gelombang harmonik yang menjalar dalam arah sumbu-z
dengan konstanta perambatan , diberikan oleh:
d 2 u 1 du 2 2 l2
+ + n k 2
u = 0 (5.5)
dr 2 r dr r 2
0
Gelombang akan dipandu, jika konstanta perambatan lebih kecil daripada bilangan
gelombang dalam core ( < n1k 0 ) dan lebih besar daripada bilangan gelombang dalam
79
k T2 = n12 k 02 2
(5.6)
2 2
= n 22 k 02
sehingga untuk gelombang terpandu, k T2 dan 2 positif maka kT dan adalah riil.
Persamaan (5.5) dapat dipisahkan untuk core dan cladding:
d 2 u 1 du 2 l 2
+ + k T 2 u = 0 , r < a (core) (5.7a)
dr 2 r dr r
d 2 u 1 du 2 l 2
+ + 2 u = 0 , r > a (cladding) (5.7b)
dr 2 r dr r
Pers. (5.7) dikenal sebagai persamaan diferensial dengan solusinya adalah fungsi
Bessel. Solusi persamaan diatas adalah:
J l (k T r ), core
u( r ) (5.8)
K (r ), cladding
l
dimana J l (x ) adalah fungsi Bessel jenis pertama dan orde ke- l , sedangkan K l ( x )
adalah fungsi Bessel jenis kedua dan orde ke- l . Fungsi J l (x ) berosilasi seperti fungsi
sinus atau cosinus tetapi dengan amplitudo yang meluruh. Dalam batas x >> 1:
1/ 2
2 1
J l (x ) cos x l + (5.9a)
x 2 2
1/ 2
4l 2 1
K l (x ) 1 exp( x )
(5.9b)
2x 8x
80
u (r ) u (r )
J 0 (k T r ) J 3 (k T r )
K 0 (r ) K 3 (r )
0 a r 0 a r
Gambar 5.7. Contoh distribusi radial u(r) yang diberikan oleh pers. (5.9) untuk
l = 0 dan l = 3
k T2 2 = ( n12 n 22 ) k 02 = NA 2 .k 02 (5.10)
sehingga bila kT meningkat, menurun dan medan berpenetrasi lebih dalam kedalam
cladding.
k T2 a 2 + 2 a 2 = ( NA ) 2 k 02 a 2 = V 2
a (5.11)
V = 2 . NA
0
Untuk fiber dengan parameter V besar (V >>1) jumlah modus yang dapat
disalurkan dalam step-index fiber diberikan oleh:
81
4 2
M V (5.12)
2
Karena jumlah modus, seperti yang digambarlan dalam pers. (5.12) dapat ditulis dalam
bentuk:
M
4
2
( )
2 n 12 k 02 a 2 (5.14)
maka:
1/ 2
l ,m
n1k 0 1 2
(l + 2m )2
(5.15)
M
(l + 2m )2
l,m n1k 0 1 (5.16)
M
( )
substitusikan n1k 0 = / c1 dan M = 8 / 2 a 2 2 / c12 , maka:
1
(l + 2m )2
v l ,m c1 1 + (5.17)
M
(l + 2m )2
v l,m c1 1 (5.18)
M
82
5.2. Graded-index Fiber
Graded-index fiber adalah suatu metode yang sederhana untuk mengurangi efek
pelebaran pulsa yang disebabkan oleh perbedaan kecepatan group dari modus-modus
dalam multimode fiber. Core mempunyai indeks bias yang bervariasi, yaitu nilai
tertinggi pada pusat dan berkurang secara gradual dan mempunyai nilai terendah pada
cladding. Indeks bias core adalah fungsi dari posisi radial, n(r) dan indeks bias
cladding adalah konstan, n2. Nilai tertinggi dari n(r) adalah n(r = 0) = n1 dan terendah
pada r = a [n(a) = n2], sebagaimana diilustrasikan dalam Gb. 5.8. Profil indeks bias
didefinisikan sebagai:
p
n 2
(r ) = n12 1 2 r
, r a (5.19)
a
dimana:
n12 n 22 n1 n 2
= ,
2n12 n1
dan p disebut dengan parameter profil gradien index. Untuk kasus graded-index fiber
p = 2 dan untuk step-index fiber p = .
r
cladding
core
a
0
n1 n 2 n
r
cladding
a p=2
core
0
p =1
n12 n 22 n2
83
5.2.1. Berkas-berkas Terpandu (Guided Rays)
a z
(a) R0
Berkas meridional 0
0 R0 a
r
Berkas terpelintir
(b)
0 rl R l a r
Gambar 5.9. Berkas-berkas terpandu didalam core suatu fiber graded-index. (a).
berkas meridional berada dalam bidang meridional didalam silinder dengan jari-jari R0.
(b) Suatu berkas terpelintir mengikuti trajektori suatu heliks didalam dua selubung
silinder dengan jari-jari rl dan R l .
84
pendekatan dengan metoda WKB (Wentzel-Kramers-Brillouin) yang hanya berlaku
untuk nilai V yang besar.
r
Fungsi S(r ) harus memenuhi persamaan eikonal S = n 2 dan cahaya menjalar dalam
2
r
arah gradien S . Jika kita ambil k 0S(r ) = k 0s(r ) + l + z , dimana s(r) berkurang
2
ds 2 l2 2 2
k 0 + + 2 = n ( r )k 0 (5.21)
dr r
ds
Dengan mendefinisikan k r = k 0 , maka pers. (5.20), menjadi:
dr
r r r
U ( r ) = a ( r ) exp i k r dr exp( il) exp( iz )
(5.22)
0
Pers. (5.22) dikenal sebagai gelombang quasi-plane, dimana:
l2
k r = n 2 ( r ) k 02 2 (5.23)
r2
persamaannya menjadi :
k 2r + k 2 + k 2z = n 2 (r )k 02 (5.24)
85
x
kr
k
kz
z
k
y
(a) (b)
Gambar 5.10. (a). Vektor gelombang k = (kr, k, kz) dalam sebuah sistem koordinat
silinder. (b). Gelombang bidang-kuasi mengikuti arah suatu berkas (heliks).
5.2.2.2. Modus
Modus-modus dalam serat optik ditentukan oleh kondisi konsistensi diri (self-
consistency), dimana gelombang memproduksi dirinya setelah satu periode heliks
antara rl dan R l . Panjang lintasan azimut berkaitan dengan :
k 2r = 2l ; l = 0, 1, 2,... (5.25)
Kondisi ini dipenuhi, karena k = l r . Sedangkan lintasan radial satu putaran harus
memenuhi :
Rl
2 k r dr = 2m , m = 1,2,..., M l
rl
(5.26)
Kondisi ini analog dengan kondisi konsistensi diri untuk pandu gelombang planar.
Rl Rl 1/ 2
1 1 2 l2 2
M l ( ) = k r dr = n (r )k 0 2
2
dr (5.27)
rl
rl
r
86
sehingga diperoleh (PR sebagai latihan):
p p V2
M n12 k 02 a 2 = (5.28)
p+2 p+2 2
V2
M (5.29)
2
V2
M (5.30)
4
Dari perbandingan pers. (5.29) dan (5.30) tampak bahwa jumlah modus optimal pada
graded-index fiber adalah setengahnya dari jumlah modus pada step-index fiber,
dengan parameter n1, n2, dan a yang sama.
p /( p+ 2 ) 1/ 2
q
q n1k 0 1 2 (5.31)
M
Karena nilai << 1 dan dengan menggunakan aproksimasi (1 + )1/ 2 1 + , maka
2
pers. (5.31) menjadi:
p /( p+ 2 )
q
q n1k 0 1 (5.32)
M
Karenanya konstanta perambatan berkurang dari n1k0 pada q = 1 dan n2k0 pada q = M.
Untuk step-index fiber ( p = ):
q
q n 1k 0 1 (5.33)
M
Persamaan ini identik dengan yang diungkapkan oleh pers. (5.16), jika indek q = 1,2,
87
5.2.2.5. Kecepatan Group
p 2 q p /( p+2 )
v q c1 1 (5.34)
p + 2 M
q 2
v q c1 1 (5.35)
M 2
q
v q c1 1 (5.36)
M
yang bervariasi dari c1 sampai c1(1 ), seperti yang diberikan oleh pers. (5.18).
5.3.1. Atenuasi
5.3.1.1. Koefisien Atenuasi
Cahaya yang merambat melalui suatu serat optik akan berkurang secara
eksponensial dengan jarak, sebagai akibat absorpsi dan hamburan. Koefisien atenuasi
dalam satuan dB/km, didefinisikan sebagai:
1 P ( 0)
= 10 log10 (5.37)
L P( L )
dimana L adalah panjang serat optik [km]. Sebagai contoh, bila = 3 dB/km untuk
panjang serat optik 1 km, maka daya yang ditransmisikan akan berkurang sebanyak
50%.
88
5.3.1.2. Absorpsi
Koefisien absorpsi dari gelas silika (SiO2) sangat bergantung pada panjang
gelombang, seperti yang diilustrasikan dalam Gb. 5.11. Pita Absorpsi pada daerah mid-
infra-merah diakibatkan oleh transisi-transisi vibrasi dan pita absorpsi pada daerah
ultraviolet diakibatkan oleh transisi-transisi elektronik dan molekular. Material ini
mempunyai daerah dimana tak ada absorpsi intrinsik, yaitu di daerah infra-merah.
Karenanya sistem komunikasi optik bekerja pada daerah tersebut (1,3 m dan 1,55
m).
Atenuasi (dB/km)
Absorpsi OH
Hamburan
Rayleigh
Absorpsi Absorpsi
ultraviolet inframerah
Gambar 5.11. Kebergantungan koefisien atenuasi dari gelas silika pada panjang
gelombang 0. Koefisien atenuasi minimum pada 1,3 m ( ~ 0, 3 dB/km) dan pada
1,55 m ( ~ 0,16 dB/km).
5.3.1.3. Hamburan
Hamburan Rayleigh adalah efek intrinsik lain yang berperan pada atenuasi
cahaya dalam serat optik/gelas. Posisi molekul-molekul dalam gelas yang bervariasi
mengakibatkan indeks bias yang tak homogen, sehingga bertindak sebagai sumber
89
berawan tampak berwarna biru). Dalam daerah cahaya tampak, hamburan Rayleigh
lebih signifikan daripada pita absorpsi ultraviolet, tetapi pada daerah infra merah (~ 1,6
m) dapat diabaikan.
5.3.2. Dispersi
Bila suatu pulsa pendek menjalar melalui suatu serat optik, maka dayanya akan
terdispersi dengan waktu sehingga pulsa akan melebar, seperti diilustrasikan dalam Gb.
5.12. Terdapat empat sumber dispersi dalam serat optik, yaitu dispersi modus (modal
dispersion), dispersi material (material dispersion), dispersi pandu gelombang
(waveguide dispersion) dan dispersi nonlinier (nonlinear dispersion).
t 0 t 0 t
0
90
5.3.2.1. Modal Dispersion
Modal dispersion terjadi dalam serat optik multimode, sebagai akibat perbedaan
kecepatan group dari modus-modus. Suatu impuls cahaya tunggal dengan modus M
masuk ke dalam fiber pada z = 0 akan melebar menjadi pulsa-pulsa M dengan time
delay yang berbeda. Untuk suatu fiber dengan panjang L, time delay diberikan oleh:
q = L , dimana vq adalah kecepatan group modus q. Jika vmin dan vmax adalah
vq
kecepatan group minimum dan maksimum, maka pulsa yang diterima pada z = L akan
melebar sebesar:
1 L L
T = (5.38)
2 v min v max
L
T (5.39)
c1 2
L 2
T (5.40)
c1 4
91
terdiri dari spektrum panjang gelombang yang merambat dengan kecepatan group yang
berbeda, sehingga pulsa akan melebar sebesar:
T = D L (5.41)
dimana adalah lebar spektrum dari pula (spectral width) dan D adalah koefisien
dispersi material yang diberikan oleh:
0 d2n
D = (5.42)
c 0 d20
Sebagai contoh: Koefisien dispersi bahan gelas silika pada = 1,3 m berharga
negatif: artinya paket-paket gelombang dengan panjang gelompang panjang menjalar
lebih cepat dibandingkan dengan panjang gelombang pendek.
40
-200
0,6 Panjang gelombang 0 (m) 1,6
Gambar 5.13. Koefisien dispersi D dari gelas silika sebagai fungsi dari panjang
gelombang 0.
92
gelombang terjadi pada fiber modus tunggal, dimana efek modal dispersion dan
dispersi material diabaikan.
a a
V = 2 .NA = . NA (5.43)
0 c0
1 d d dV a d
= = = .NA (5.44)
v d dV d c 0 dV
d L
T = = D w L (5.45)
d 0 v
dimana:
d 1 d 1
Dw = = (5.46)
d 0 v 0 d v
adalah koefisien dispersi pandu gelombang. Dengan substitusi pers. (5.44) ke dalam
pers. (5.46), diperoleh:
1 2 d 2
D w = V (5.47)
2c 0 dV
2
Dari pers. (5.47), tampak bahwa kecepatan group berbanding terbalik dengan
(
d / dV dan koefisien dispersi pandu gelombang sebanding dengan V 2 d 2 / dV 2 . )
Karena berubah secara nonlinier dengan V, maka koefisien dispersi Dw juga sebagai
fungsi dari V dan panjang gelombang 0. Kebergantungan Dw pada 0 dapat dikontrol
dengan memvariasikan jari-jari core atau profil gradien indeks bias pada graded-index
fiber.
93
gelombang. Walaupun umumnya lebih kecil dari dispersi material, dispersi pandu
gelombang ini akan menggeser panjang gelombang pada dispersi kromatik minimum.
Dispersi kromatik akan membatasi kinerja dari fiber modus tunggal. Untuk
mengurangi efek tersebut, profil indeks bias core dipilih sedemikian rupa sehingga
dispersi pandu gelombang akan mengkompensasi dispersi material. Profil indeks bias
core yang umum digunakan, ditunjukkan dalam Gb.5.14.
a a
0 n 0 n
Koefisien dispersi
0 0
0 0
(a) (b)
Gambar 5.14. Profil-profil indeks bias untuk mengurangi efek dispersi kromatik dan
skematik koefisien dispersi yang bergantung pada panjang gelombang (kurva putus-
putus) dan kombinasi dispersi material dan koefisien dispersi pandu gelombang untuk
serat optik (a). dispersion-shifted dan (b). dispersion-flattened
94
dan n2 bergantung pada , dapat diasumsikan bahwa rasio = (n1 n 2 ) / n1 tidak
c0 p 2 q p / (p + 2 )
vq 1 (5.48)
N1 p + 2 M
L
(5.49)
(c 0 / N1 ) 2
Bila tak ada dispersi material, maka pers. (5.49) identik dengan pers. (5.39).
n = n0 + n2I (5.50)
dimana n0 adalah indeks bias linier, n2 adalah indeks bias nonlinier dan I adalah
intensitas cahaya. Bagian pulsa optik dengan intensitas tinggi akan mengalami
pergeseran fasa yang berbeda dibandingkan dengan bagian pulsa optik yang
mempunyai intensitas rendah, sehingga frekuensi akan berubah. Karena efek dispersi
material, kecepatan-kecepatan group akan dimodifikasi sehingga bentuk pulsa pun akan
berubah. Pada kondisi tersebut, dispersi nonlinier dapat mengkompensasi dispersi
material, sehingga profil pulsa tidak berubah. Gelombang-gelombang terpandu tersebut
dinamakan sebagai gelombang-gelombang soliter (solitary waves) atau soliton. Optik
nonlinier dibahas tersendiri dalam mata kuliah pilihan.
95
5.3.3. Perambatan pulsa
Suatu pulsa optik dengan daya 01p(t / 0 ) dan durasi singkat 0, dimana p(t)
adalah fungsi yang memiliki satuan durasi dan satuan luas, ditransmisikan melalui
suatu fiber multimode dengan panjang L. Daya optik yang diterima adalah :
M t q
P( t ) exp( 0,23 q L)q1p
(5.51)
q =1 q
dimana M adalah jumlah modus, indeks q mengacu pada mode q, q adalah koefisien
atenuasi (dB/km), q = L / v q adalah waktu tunda (delay time), vq adalah kecepatan
group dan q > 0 adalah lebar pulsa modus q. Persamaan (5.51) diasumsikan daya dari
pulsa yang datang secara sama tersebar diantara modus M. Juga diasumsikan bahwa
bentuk pulsa p(t) tidak berubah, ia hanya ditunda selama q dan mengalami pelebaran
q akibat dari perambatan. Profil pulsa Gauss akan mengalami pelebaran tanpa adanya
perubahan bentuk pulsa gauss itu sendiri.
Pulsa yang diterima (ditransmisikan) karenanya terdiri dari pulsa-pulsa M
dengan lebar q yang berpusat pada waktu delay q (lihat gambar 5.15). Campuran
pulsa memiliki lebar total yang menggambarkan waktu respon total dari fiber.
0 0 min q max
Gambar 5.15. Respon dari fiber multimode terhadap pulsa tunggal (single pulse)
Karenanya ada dua tipe dasar dari dispersi : intermodal dan intramodal.
Intermodal (modal) merupakan distorsi delay akibat disparitas antara watu delay q dari
96
terpendek merupakan dispersi modus (modal dispersion). Untuk fiber step-index dan
graded-index dengan jumlah modus M yang besar, diungkapkan berturut-turut oleh
persamaan (5.39) dan (5.40).
Dispersi material memiliki efek yang sama pada dispersi modus karena ia
mempengaruhi waktu tunda (delay time). Sebagai contoh persamaan (5.39)
memberikan dispersi modus dari fiber multimode dengan dispersi material. Dispersi
modus berbanding lurus dengan panjang fiber L, kecuali untuk fiber-fiber yang
panjang, dimana kopling modus berkontribusi, karenanya sebanding dengan L1/2.
Dispersi intramodal adalah pelebaran pulsa akibat individu mdus-modus. Hal
ini diakibatkan oleh kombinasi dispersi material dan dispersi pandu gelombang
dihasilkan dari lebar spektral terbatas (finite) pulsa optik awal. Lebar pulsa q diberikan
oleh :
q2 02 + (D q L )2 (5.52)
q2 D q L (5.53)
dispersi modus 1
2
( max min ) umumnya jauh lebih besar daripada dispersi
1
2
( max min ) . Dalam fiber graded-index multimode, 1
2
( max min )
sebanding dengan q sehingga lebar pulsa total mencakup seluruh efek-efek dispersi.
Dalam fiber modus tunggal (single mode), tidak ada dispersi modus dan transmisi pulsa
dibatasi oleh dispersi material dan dispersi pandu gelombang. Dispersi total yang paling
rendah diperoleh dalam fiber modus tunggal yang beroperasi pada panjang gelombang
dimana tidak ada kombinasi dispersi material-pandu gelombang.
97
0 step-index multimode fiber 0
0 0
graded-index fiber
0 0
step-index multimode fiber
(coupled modes)
0 0
single-mode fiber
soliton
0 0
Nonlinear fiber
Gambar 5.16. Pelebaran pulsa optik pendek setelah transmisi melalui beberapa tipe
fiber (serat optik) yang berbeda. Lebar pulsa yang ditransmisikan dibentuk oleh dispersi
modus dalam fiber multimode (step-index dan graded-index). Dalam fiber single-
mode, lebar pulsa ditentukan oleh dispersi material dan dispersi pandu gelombang.
Pada kondisi tertentu dengan intensitas pulsa yang tinggi (soliton), pulsa dapat
merambat melalui fiber nonlinier tanda pelebaran. Hal ini sebagai hasil dari
seimbangnya antara dispersi material dan self-phase modulation (indeks bias yang
bergantung pada intensitas cahaya).
98
5.3.4. Soliton
Jika pulsa cahaya merambat dalam suatu medium dispersif, maka bentuk pulsa
akan berubah secara kontinu, karena komponen-komponen frekuensi merambat dengan
kecepatan group yang berbeda dan time delay yang berbeda pula [lihat Gb. (5.15)].
Bila mediumnya adalah medium optik nonlinier, efek self-phase modulation (n2 > 0,
efek Kerr, dibahas terpisah dalam kuliah Optik Nonlinier) akan merubah fasa dan
frekuensi yang mempunyai intensitas lemah dengan jumlah yang tak sama. Akibat dari
dispersi kecepatan group, bagian pulsa akan merambat dengan kecepatan group yang
berbeda sehingga bentuk pulsa akan berubah. Kombinasi self-phase modulation dan
dispersi kecepatan group akan menghasilkan pelebaran pulsa secara keseluruhan atau
kompresi pulsa, bergantung pada besar dan tanda (signs) dari kedua efek tersebut.
Gambar 5.17. Pelebaran pulsa pendek dalam medium linier dengan dispersi anomali;
panjang gelombang pendek dari komponen B mempunyai kecepatan group yang lebih
besar, karenanya menjalar lebih cepat dibandingkan dengan panjang gelombang yang
lebih panjang dari komponen R. (b). Dalam medium nonlinier, self-phase modulation
(n2 > 0), mengakibatkan pergeseran frekuensi negatif dalam pulsa R dan pergeseran
frekuensi positif dalam pulsa B, sehingga pulsa berbentuk chirped tetapi bentuk
pulsanya tak berubah. Jika pulsa chirped menjalar dalam medium linier, maka pulsa
akan dikompres. Namun jika mediumnya adalah medium nonlinier dispersif (c), maka
pulsa akan dikompres, diperlebar atau dijaga konstan (soliton) bergantung pada besar
dan tanda dari dispersi dan efek nonlinier medium.
99
Pada kondisi tertentu, suatu pulsa optik dapat merambat dalam medium
nonlinier dispersif tanpa adanya perubahan bentuk pulsa. Hal ini terjadi bila dispersi
kecepatan group dikompensasi sepenuhnya oleh efek self-phase modulation. Pulsa
tersebut dinamakan sebagai solitary waves. Soliton adalah bentuk solitary wave
khusus yang ortogonal, dimana bila kedua pulsa saling bertemu dalam suatu medium,
profil intensitas pulsa tidak berubah sehingga masing-masing pulsa akan merambat
secara kontinu tanpa saling berinteraksi satu sama lain (independen). Variasi dispersi
kecepatan group dan self-phase modulation dapat dipahami dari intensitas pulsa I(z,t)
dan frekuensi 0 yang merambat dalam arah-z pada medium nonlinier dengan indeks
bias n = n0 + n2I(z,t). Bila pulsa merambat dengan jarak z, maka ia mengalami
pergeseran fasa sebesar k0[n0 + n2I(z,t)]z, sehingga fasa keseluruhan menjadi:
(t ) = 0 t k 0 [ n 0 + n 2 I( z, t )] (5.51)
d dI(z, t )
i = = 0 t k 0 n 2 z (5.52)
dt dt
Jika n2 > 0, frekuensi dari bagian pulsa sebelah kanan (red half) akan meningkat
(blue-shifted), karena dI/dt < 0, sedangkan bagian pulsa sebelah kiri (left half) akan
berkurang (red-shifted) , karena dI/dt > 0. Dengan demikian bentuk pulsa menjadi
chirped-pulse (frekuensi pulsa berubah terhadap waktu). Jika mediumnya mempunyai
dispesi anomali (koefisien dispersi positif), maka kecepatan group akan berkurang
dengan pertambahan panjang gelombang. Akibatnya bagian pulsa blue-shifted
merambat lebih cepat daripada pulsa red-shifted, sehingga akan terjadi kompresi
(penyempitan) pulsa.
Pada intensitas dan profil pulsa tertentu, efek self-phase modulation sebanding
dengan dispersi kecepatan group, sehingga bentuk pulsa menjadi stabil dan menjalar
tanpa adanya pelebaran pula (soliton). Soliton dapat dianggap sebagai modus-modus
(fungsi eigen) dari sistem medium nonlinier dispersif. Analisis matematik dari soliton
didasarkan pada solusi persamaan-persamaan gelombang nonlinier, sehingga
pembaca/mahasiswa memerlukan pemahaman tentang optik nonlinier yang cukup.
Perbandingan antara perambatan pulsa Gauss dalam medium linier dan dispersip dan
perambatan soliton pada medium nonlinier ditunjukkan pada Gb. 5.18. Tampak bahwa
soliton tidak mengalami pelebaran pulsa sepanjang arah perambatannya.
100
Gambar 5.18. Penjalaran pulsa Gauss dalam medium linier dan soliton dalam medium
nonlinier. (a) pulsa Gauss mengalami pelebaran pulsa sedangkan soliton tidak
mengalami pelebaran pulsa sepanjang arah perambatannya, (b) pada intensitas tinggi
berkas laser tidak mengalami pelebaran dan pelemahan karena efek soliton.
101
BAB 6
SWITCHING OPTIK
6.1. Switching
Switching adalah suatu divais untuk membuat dan memutuskan kontak diantara
lintasan-lintasan transmisi dalam sistem komunikasi atau pengolahan sinyal. Beberapa
contoh sederhana dari elemen switching ditunjukkan pada Gb. 6.1. Unit kontrol
berfungsi untuk memproses perintah untuk koneksi dan mengirimkan suatu kontrol
sinyal untuk mengoperasikan switching sesuai dengan yang dikehendaki.
Gambar 6.1. Contoh elemen swtiching, (a) 1 x 1, (b) 1 x 2, dan (c) 2 x 2. Unit kontrol
berfungsi untuk mengkontrol elemen sesuai dengan yang dikehendaki.
102
Suatu piranti switching dicirikan oleh parameter-paramater berikut:
(a) Ukuran (jumlah saluran input dan output) dan arah (apakah data dapat ditransfer
kedalam satu atau dua arah).
(b) Waktu switching (waktu yang diperlukan untuk merubah dari kondisi ON ke
kondisi OFF atau sebaliknya)
(c) Waktu tunda (delay time) perambatan (waktu yang diperlukan sinyal untuk
melewati piranti switching)
(d) Throughput (laju transmisi data yang dapat dialirkan melalui piranti jika ia
dihubungkan)
(e) Energi switching (energi yang diperlukan untuk mengaktifkan dan menonaktifkan
switching)
(f) Disipasi daya (energi yang hilang per detik didalam proses switching)
(g) Insertion loss (daya sinyal yang berkurang/drop akibat adanya sambungan)
(h) Crosstalk (kebocoran daya ke jalur yang lain)
(i) Dimensi fisik (ukuran fisik dari piranti)
103
Gambar 6.2. Proses switching sinyal optik menggunakan switching elektronik.
Fotodetektor digunakan untuk mengkonversi sinyal optik menjadi sinyal elektronik
(O/E), sedangkan sinyal elektronik dikonversi menjadi sinyal optik (E/O) menggunakan
LED (Light Emitting Diode). Tahapan konversi sinyal menyebabkan waktu switching
menjadi lebih lama dan kerugian daya (power loss).
104
Contoh lain dari penggunaan sistem switching elektro-mekanik adalah suatu fiber optik
yang dihubungkan dengan sejumlah fiber optik yang lain secara mekanik dengan cara
menggerakkan fiber input sejajar dengan fiber output, seperti ditunjukkan pada Gb. 6.4.
105
Dalam divais switching elektro-optik, jika bahan elektro-optik diletakkan dalam
salah satu cabang dalam interferometer atau diantara dua polarisator yang berlawanan,
ia dapat mengontrol modulasi cahaya atau switching 1 x 1. Switching ini dapat
beroperasi pada beberapa Volt dan kecepatan > 20 GHz. Transmitansi divais
bergantung pada tegangan yang diberikan (V) berdasarkan persamaan :
V
(V) = sin 2 0
2 2 V
0 = k 0 (n1 n 2 )L
d 0
V = (6.1)
L 1n1 2 n 32
3
Dimana jika medium memiliki efek Pockels, indeks biasnya menjadi anisotropi karena
kehadiran medan listrik E :
1
n1 (E ) n1 1n13E
2
i = koefisien Pockels (6.2)
1
n 2 (E ) n 2 2 n 2 E
3
2
Keterbatasan switching ini adalah dimensi yang relatif besar, kesulitan kopling dengan
fiber optik, khususnya bila single mode fiber dihubungkan dengan directional coupler.
106
Prinsip kerja dari switching akusto-optik ditunjukkan pada Gb. 6.7, dimana defleksi
sinyal optik oleh bunyi mengikuti hukum Bragg.
Gambar 6.7. Proses defleksi cahaya oleh bunyi, mengikuti hukum Bragg
sin B =
q
=
(2 / )
2k 2(2 / )
(6.3)
=
2
dengan adalah panjang gelombang cahaya dan adalah perioda grating dari bunyi.
Koefisien refleksi dari divais switching diatas diungkapkan oleh :
1 L
r= jr ' L sin c (q 2k sin ) e jt
2 2
q (6.4)
r' = n 0 ; t =
2n sin 2
sehingga reflektansinya menjadi :
2
2 L
R= 2 I S
2 0 sin
2 n 6
= (6.5)
v3s
107
dimana adalah figure of merit (FOM) untuk kekuatan efek akusto-optik dalam bahan,
dan adalah konstanta fotoelastik (strain-optic coefficient). Jelas bahwa untuk
meningkatkan kinerja dari switching akusto-optik, FOM dan konstanta fotoelastik dari
bunyi harus tinggi. Hubungan antara reflektansi dan sudut cahaya datang ditunjukkan
pada Gb. 6.8.
Gambar 6.8. Hubungan antara reflektansi dengan sudut cahaya datang pada divais
switching akusto-optik.
108
Gambar 6.9. Contoh suatu switching dengan 4 x 4 magneto-optic crossbar
n ( I) = n 0 n 2 I
dimana n0 adalah indeks bias linier, n2 adalah indeks bias nonlinier dan I adalah
intensitas cahaya. Tanda plus dan minus mengandung arti bahwa nilai n2 bisa
positif atau negatif bergantung pada bahan dan panjang gelombang cahaya.
2. Saturable absorption (koefisien absorpsi berubah terhadap intensitas cahaya)
( I) = 0 2 I
dimana 0 adalah indeks bias linier, 2 adalah indeks bias nonlinier dan I adalah
intensitas cahaya. Tanda plus dan minus mengandung arti bahwa nilai 2 bisa
positif atau negatif bergantung pada bahan dan panjang gelombang cahaya.
109
Efek optik nonlinier tidak langsung meliputi suatu proses, dimana cahaya
menimbulkan muatan listrik atau medan listrik yang memodifikasi sifat-sifat optik
medium:
(a). Material fotorefraktif : absorpsi cahaya yang tak seragam menimbulkan muatan-
muatan berdifusi menjauhi daerah yang memiliki konsentrasi tinggi dan terjebak
dimana-mana, sehingga membentuk medan listrik yang memodifikasi sifat-sifat
optik medium.
(b). Optically-addressed liquid crystal saptial light modulator : cahaya diserap oleh
lapisan fotokonduktif dan menimbulkan muatan-muatan listrik (medan listrik)
yang memodifikasi orientasi molekul sehingga indeks bias material berubah.
Dengan demikian transmisi cahaya dikontrol dengan cahaya.
Efek-efek optik nonlinier (langsung dan tidak langsung) dapat digunakan untuk
membuat all-optical switching.
(1). Material yang memiliki efek Kerr, digunakan untuk modulasi intensitas
ditempatkan didalam salah satu lengan interferometer sehingga dapat mengontrol
transmitansi interferometer (ON dan OFF), seperti tampak pada Gb. 6.10.
(2). Retardasi, yaitu suatu divais dimana material nonlinier anisotropi diletakkan
diantara dua polarisator. Contoh divais ini adalah fiber optik nonlinier dan
anisotropi yang digunakan untuk all-optical switch (Gambar 6.11). Kontrol
cahaya ke dalam fiber mengakibatkan kelambatan fasa (retardasi) sebesar ,
sehingga polarisasi input berubah sebesar 900. Dengan demikian ouptput berbeda
polarisasinya dengan input sebesar 900. Jika kontrol cahaya ditiadakan, maka
110
didalam fiber tidak terjadi kelambatan fasa, sehingga output dan input sefasa.
Filter digunakan untuk memfilter cahaya/sinyal yang berbeda panjang gelombang.
Gambar 6.11. Fiber optik nonlinier dan anisotropi digunakan sebagai retardasi
fasa untuk all-optical switching.
Gambar 6.12. Switching dengan material kristal cair (liquid crystal), dimana
liquid crystal mengontrol cahaya input.
(4). Directional coupler : Indeks bias dapat dipilih sedemikian rupa sehingga input
yang rendah dapat berpindah ke channel waveguide yang lain, sedangkan input
yang tinggi dapat bertahan dalam channel waveguide yang sama. Indeks bias
yang dapat diatur adalah material optik nonlinier (efek Kerr). Contoh divais
directional coupler untuk all-optical switching diperlihatkan pada Gb. 6.13.
111
Gambar 6.13. All-optical switching menggunakan divais directional coupler,
dimana intensitas input yang berbeda dipisahkan pada masing-masing output.
P2 (L 0 )
2 1
2 1/ 2
L 0
= = sin c 2 1 + (6.7)
P1 (0) 2 2
Gambar 6.14. Hubungan antara rasio daya transfer dengan phase mismatch
112
Dalam all-optical switching, ada beberapa keterbatasan fundamental, dimana
nilai minimum energi switching (E) dan waktu switching (t) dari divais all-optical
switching dibatasi oleh fundamental physical limits, yaitu:
(1). Fluktuasi jumlah foton.
Pada prinsipnya energi minimum yang diperlukan untuk switching adalah
satu foton. Namun jumlah foton yang dihasilkan sinar laser selalu jauh lebih besar
dari satu. Akibatnya energi minimum yang diperlukan untuk switching akan
lebih besar. Jumlah foton yang dihasilkan oleh sumber cahaya umumnya
memenuhi distribusi random Poisson, dengan probabilitas :
p(n ) = n n exp( n ) / n! (6.8)
dimana n adalah jumlah foton rata-rata.
Contoh : Jika ada 21 foton yang dihasilkan oleh laser, untuk panjang gelombang
= 1 m diperlukan energi switching E = 21 x 1,24 = 4,2 aJ (26 eV).
Sebagai referensi, biasanya digunakan 100 foton, sehingga untuk = 1
m energi minimum switching yang diperlukan adalah 20 aJ.
h
Et (6.9)
4
Perkalian E dan t harus lebih besar daripada h/4 (E h/4t = h/4t). Karena
waktu switching tidak lebih kecil daripada satu putaran optik (1/), maka bagian
4t selalu lebih besar dari 1. Karena E dipilih lebih besar daripada energi satu
foton (h), maka kondisi ketidakpastian energi-waktu selalu terpenuhi.
(4). Ukuran
Limit dari ukuran switching foton dibentuk oleh efek difraksi, dimana sulit untuk
mengkopel cahaya ke dalam dan keluar dari divais dengan dimensi lebih kecil
dari panjang gelombang cahaya.
113
(5). Keterbatasan Praktis
Masalah utama untuk all-optical switching adalah sulitnya memperoleh material
dengan efek optik nonlinier yang besar, sehingga energi switching yang
diperlukan cukup besar. Masalah lain adalah panas yang dihasilkan dari proses
switching terutama jika switching dilakukan secara berulang. Jika energi
minimum untuk setiap switching adalah E, maka total energi yang diperlukan per
detik adalah E/t. Jika waktu switching sangat kecil (fs atau ps), maka total energi
menjadi besar, sehingga membuat switching dengan kombinasi energi yang kecil
dan waktu yang pendek sangat sulit.
Gambar 6.15. menunjukkan grafik hubungan antara energi switching dan waktu
switching untuk all-optical switching dibandingkan dengan switching elektronik dari
bahan semikonduktor. Tampak bahwa all-optical switching membutuhkan energi yang
kecil dan waktu switching yang sangat cepat (orde femto-detik atau 10-15 detik).
Namun untuk all-optical switching pun ada keterbatasan fundamental, seperti yang
diuraikan diatas.
Gambar 6.15. Limit pada energi dan waktu untuk all-optical switching. Energi
switching harus diatas garis 100 foton. Jika switching dilakukan berulang, maka energi
dan waktu switching berada di sebelah kanan garus heat transfer. Limit untuk divasi
elektronik berbahan semikonduktor adalah garis 1 W, 20 fJ dan 20 ps.
114
6.8. Divais Bistable Optics
Dalam sistem elektronik digital (komputer digital) mengandung sejumlah besar
elemen-elemen dasar : switching, gerbang dan elemen-elemen memori (flip-flops).
Dalam bagian ini akan dibahas divasi bistable optics yang dapat digunakan untuk
gerbang-gerbang optik dan flip-flops. Sistem bistabil memiliki output dalam dua harga
yang stabil, berapapun input yang diberikan, seperti tampak pada Gb. 6.16. Switching
antara dua harga tersebut diperoleh dengan perubahaan sesaat dari input.
Gambar 6.16. Kurva bistabilitas optik, dimana satu nilai input memiliki dua buah nilai
output. Kurva ini banyak digunakan untuk switching dan flip-flops pada gerbang
logika optik.
Sistem ini dapat dioperasikan untuk input yang kecil, maka outputnya kecil ;
input besar maka output juga besar. Jika nilai input melebihi nilai kritis (v2), maka
output loncat dari rendah ke tinggi. Jika input diperkecil sehingga melewati nilai kritis
yang lain (v1, dimana v1 < v2), maka output loncat dari tinggi ke rendah. Hubungan ini
disebut dengan kuva histeresis.
Gambar 6.17. Prinsip kerja flip-flops berdasarkan kurva histeresis (bistabilitas optik)
115
Nilai input antara v1 dan v2 ; nilai output bisa rendah atau tinggi bergantung pada
histori dari input. Dalam daerah ini sistem berperilaku seperti sebuah seesaw. Jika
output rendah, input positif yang besar menyebabkan flip output ke tinggi dan jika input
negatif yang besar menyebabkan flops ke output yang rendah (Gambar 6.17).
Berikut ini beberapa contoh pemakaian kurva bistabilitas optik untuk berbagai
divais, seperti gerbang logika AND, penguat sinyal (amplifier) dan optical limiter atau
optical pulse shaper.
1. Gerbang logika AND
Prinsip kerja gerbang logika AND ditunjukkan pada Gb. 7.18, dimana input
berharga 1 jika kedua input juga berga satu, sisanya nol (0).
Kurva bistabilitas dapat digunakan sebagai gerbang logika AND, dimana output
akan tinggi jika kedua input memiliki intensitas cahaya tinggi, seperti diperlihatkan
pada Gb. 6.19.
Gambar 6.19. Penggunaan kurva bistabilitas untuk gerlang logika optik AND. Nilai
output akan berharga satu (1), jika kedua inputnya bernilai satu (1).
116
2. Penguat Optik (Optical Amplifier)
Nilai/intensitas input dapat diperkuat oleh suatu sistem yang memiliki kurva
bistabilitas, seperti ditunjukkan pada Gb. 6.20.
Gambar 6.20. Penggunaan kurva bistabilitas optik sebagai penguat cahaya input.
117
BAB 7
KRISTAL FOTONIK
Kristal fotonik (photonic crystal, PhC) atau material photonic bandgap (PBG)
adalah struktur periodik dari material dielektrik dengan permitivitas (e) atau indeks
boas (n) yang berbeda, sehingga dapat menghambat perambatan gelombang dengan
frekuensi dan arah tertentu. Periodisitas dapat berupa satu, dua dan tiga dimensi,
sehingga PhC disebut kristal fotonik 1D, 2D dan 3D, seperti ditunjukkan pada Gb. 7.1.
PhC pertama kali diusulkan oleh Sajeev John dan Eli Yablonovitch pada tahun 1987
yang bertujuan untuk merancang suatu material yang dapat mempengaruhi sifat-sifat
foton seperti halnya kristal semikonduktor yang dapat mempengaruhi sifat-sifat
elektron.
Gambar 7.1. Kristal fotonik 1D, 2D dan 3D. Warna menggambarkan material
dielektrik dengan permitivitas atau indeks bias yang berbeda.
118
berkaitan dengan tidak adanya moda fotonik dalam suatu frekuensi tertentu untuk satu
arah tertentu. Bandgap adalah tidak adanya modus fotonik dalam suatu rentang
frekuensi tertentu untuk segala arah tetapi hanya satu polarisasi saja, yang hanya ada
pada PhC 2D. Sedangkan bandgap sempurna berarti tidak ada moda dalam semua arah
dan polarisasi.
119
7.2. Pembentukan PBG (Dispersi Relation)
Salah satu metoda untuk kalkulasi PBG adalah menggunakan ekspansi
gelombang bidang. Analisis medan radiasi/ perambatan gelombang EM dalam kristal
fotonik, diawali dengan memformulasikan persamaan nilai eigen dari persamaan
Maxwell. Diasumsikan bahwa tak ada sumber muatan-muatan bebas ( = 0) dan tak
ada sumber arus listrik (J = 0), maka bentuk persamaan Maxwell :
r r r
D( r , t ) = 0
r r r
B(r , t ) = 0
r r
r r r B(r , t )
E(r , t ) = (7.1)
t
r r
r r r D(r , t )
H(r , t ) =
t
r r r
dimana D adalah perpindahan listrik, B adalah induksi magnet, H adalah intensitas
r
magnet dan E adalah medan listrik. Jika diasumsikan bahwa material kristal fotonik
bukan material magnetik, sehingga permeabilitas kristal fotonik sama dengan
permeabilitas ruang hampa 0, maka berlaku :
r r r r
B( r , t ) = 0 H(r , t )
r r r r r (7.2)
D( r , t ) = 0( r )E(r , t )
r r r
Karena permitivitas PhC bersifat periodik dalam ruang ( r ) = ( r + a i ) , dengan i = 1, 2,
r r
3, ...dan {a i }adalah vektor kisi elementer dari kristal fotonik, maka 1 (r ) dapat
diungkapkan dalam deret Fourier:
r 1
( ) (
r
1 (r ) = r = G exp iG r
(r ) Gr
r r
) (7.3)
{}
r
dengan G adalah vektor kisi balik.
r r r r
G = l 1b1 + l 2 b 2 + l 3b3 r
r r bi = vektor elementer kisi balik (7.4)
a i b j = 2ij
( ) ( )
r r
Sekarang, jika diasumsikan bahwa fungsi dielektrik adalah riil G = * G , maka
persamaan Maxwell dalam kristal fotonik menjadi :
120
{ }
r r r r
( r )E( r , t ) = 0
r r r
H( r , t ) = 0
r r
r r r H( r , t )
E( r , t ) = 0 (7.5)
t
r r
r r r r D( r , t )
H ( r , t ) = 0 ( r )
t
Dengan mengeliminasi medan-medan E dan H, maka diperoleh persamaan gelombang
EM :
1 r r r r
r
( r )
{ E ( r , }
t ) =
1 2 r r
c 2 t 2
E(r , t )
r 1 r r r 1 2 r r
r H( r , t ) = 2 2 H( r , t ) (7.6)
( r ) c t
1
c=
0 0
{ }
r r 1 r r r r 2 r r
LE E ( r ) r E ( r ) = 2 E ( r )
( r ) c
(7.7)
r r r 1 r r r 2 r r
LH H( r ) r H( r ) = 2 H( r )
( r ) c
Persamaan (7.7) dikenal sebagai persamaan Master untuk kristal fotonik, dengan
LE , LH adalah berturut-turut operator-operator untuk medan E dan medan H.
r r 1 r r
LE E ( r ) r
( r )
(7.8)
r r r 1 r
LH H( r ) r
( r )
Operator-operator LE , LH memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
r r 2 r r
LH H ( r ) = 2 H ( r )
c
(7.9)
r r 2 r r
( H, LH H ) = 2 ( H, H )
c
Karena frekuensi adalah riil, maka :
121
r r r r
( )
(H, LH H)* = 2 c 2 * (H, H )
r r
(
= 2 c 2 (H, H)) (7.10)
( )
r r
= L H H, H
Maka operator LH adalah Hermitian. Karena itu biasanya untuk menghitung bandgap
pertama dilakukan untuk medan H, baru kemudian medan E melalui :
r r ic r r r
E( r ) = r H( r ) (7.11)
( r )
Karena bersifat periodik dalam ruang, maka kita dapat menerapkan teorema
Bloch ke dalam persamaan Master, seperti halnya dalam kasus persamaan elektron
dalam kristal biasa dengan potensial periodik akibat susunan atom yang teratur. Medan
E dan H dicirikan oleh vektor gelombang k dalam zona Brillouin pertama dan indeks
pita/band n:
( )
r r r r r r r r
E (r ) = E krn ( r ) = u krn (r )exp ik r
(7.12)
( )
r r r r r r r r
H( r ) = H krn ( r ) = v krn ( r )exp ik r
r r r r
dimana fungsi-fungsi u krn (r ) dan v krn (r ) adalah periodik yang memenuhi
r r r r r r r r r r
u krn (r + a i ) = u krn (r ) dan v krn (r + a i ) = v krn ( r ) . Karena fungsi-fungsi diatas juga periodik
r
terhadap ruang, maka dapat diungkapkan dalam deret Fourier seperti halnya 1 (r ) :
( ) {( ) }
r r r r r r r
E krn ( r ) =
r
E r G exp i k + G r
kn
G
(7.13)
(Gr )exp{i(k + Gr ) rr }
r r r r
H krn (r ) = H krn
r
G
( )( ) {( )
2krn r r
( )} ( )
r r r r r r r r
G G ' k + G ' k + G ' E kn G ' = 2 E krn G
r
r
G' c
(7.14)
( )( ) {( )
2krn r r
( )} ( )
r r r r r r r r
G G ' k + G ' k + G ' H krn G ' = 2 H krn G
r
G' c
r r r r
Dimana kn merupakan frekuensi eigen dari medan E krn ( r ) dan H krn ( r ) . Dengan
menyelesaikan salah satu dari dua persamaan diatas secara numerik, maka akan
diperoleh hubungan dispersi dari eigenmodes atau photonic bandgap (PBG) stucture.
122
7.2.1. PBG pada Kristal Fotonik 1D
Dalam struktur kristal fotonik 1D, persamaan nilai eigen jauh sederhana karena
hanya ada satu nilai k, dan indeks bias atau permitivitas seragam dalam dua arah
(misalnya arah-x dan z), sehingga permitivitas, medan H, dan medan B hanya
bergantung pada satu koordinat saja (misalnya arah-y), seperti ditunjukkan pada Gb.
7.2. Perhitungan PBG dapat dilakukan dengan dua metoda, yaitu plane-wave
expansion (solid state) dan matriks transfer.
123
maka subsitusi persamaan (7.18) kedalam persamaan (7.17), diperoleh :
2(m 1) 2(m + 1) 2k 2m
2 2 2
1 k + E m 1 + 1 k + E m +1 2 0 k + E m
a a c a
(7.19)
yang dapat diurai untuk masing-masing nilai m.
c2 2
2
2
2
E0 2 1 k E 1 + 1 k + E1 ;m=0
k 0c 2 k 2 a a
c2 4
2
E 1 2 k
2 1 E 2 + 1k E 0 ; m = 1
2
(7.20)
k 0c (k 2 a )
2
a
c2 4
2
E1 2 k+
2 1 E 2 + 1k E 0
2
; m =1
k 0c (k + 2 a )
2
a
Ketiga persamaan pada pers. (7.20) akan bernilai sama jika k ; 2k 0c 2 k 2 , maka
a
hanya E0 dan E-1 saja yang dominan, sehingga suku yang lain dapat diabaikan, dengan
demikian diperoleh dua persamaan terkopel :
2
2
( 2
k
2 2
)
0c k E 0 1c k E 1 = 0
a
2
(7.21)
2 2
2
2
1c k E 0 + k 0c k
2 2
E 1 = 0
a
Kedua persamaan linier ini mempunyai solusi nontrivial jika determinan koefisien-
koefisiennya nol :
2
2
2k 0c 2 k 2 1c 2 k
a
2 = 0
2 2
1c 2 k 2 k 0c k
2
(7.22)
a
2 2
2
2 2
2
( 2
k
2
)
2
0c k k 0c k 2 2
1c k 1c k
a
=0
a
124
Ilustrasi persamaan (7.22) diperlihatkan pada Gb. 7.3., dimana terbentuk bandgap, jika
kedua material dielektrik memiliki permitivitas yang berbeda.
Gambar 7.3. Pembentukan PBG pada kristal fotonik 1D. Hubungan dispersi untuk
keistal 1D seragam (kiri), dan efek dari perubahan permitivitas menyebabkan split pada
batas daerah Brilloin k = /a .
a a a
2
1 = 1 1
2 (7.23)
2 = c 2 (0 1 )
a
= c 0 1
a
c c
maka bandgap terjadi pada rentang frekuensi 0 1 < < 0 + 1 . Jika
a a
tidak ada variasi indeks bias (permitivitas, |1| = 0), seperti pada medium 1D seragam,
maka tidak akan terbentuk bandgap ( = 0), seperti pada Gb. 7.3 (kiri), sehingga
c
hubungan dispersi menjadi = = ck . Lebar bandgap pada k = /a sebedar
a
c
= 2 1 , sehingga lebar bandgap bergantung pada perbedaan indeks bias dua
a
medium dalam kristal fotonik.
Perhitungan PBG kristal fotonik 1D dengan metoda matrik transfer dapat dilihat pada
perhitungan multilayer dalam buku karangan P. Yeh, Optical waves in Layered
Media, John Wiley, NY, 1988.
125
7.2.2. PBG pada Kristal Fotonik 2D
Dalam PhC 2D, variasi indeks bias/permitivitas terjadi dalam dua arah
koordinat (misalnya arah-x, dan arah-y) tapi seragam dalam arah-z, seperti ditunjukkan
pada Gb. 7.3. Akibatnya gelombang merambat dalam bidang x-y dan seragam dalam
arah-z, sehingga permitivitas , medan E dan medan H tidak bergantung pada sumbu-z.
Gambar 7.4. Struktur kristal fotonik 2D, dimana indeks bias bervariasi pada arah-x,
dan y, namun seragam dalam arah-z.
sedangkan dari persamaan (7.24b), dengan mengeliminasi medan Ex(r//,t) dan Ey(r//,t),
diperoleh :
126
1 1 r 1 2 r
r + r H z ( r// , t ) = 2 2 H z ( r// , t ) (7.26)
x ( r// ) x y (r// ) y c t
r 1 2 2 r 2 r
L(E2 ) E z ( r// ) r 2 + 2 E z ( r// ) = 2 E z (r// )
( r// ) x y c
(7.28)
r 1 1 r 2 r
L(H2 ) H z (r// ) r + r H (
z //r ) = H z ( r// )
x (r// ) x y (r// ) y
2
c
dimana L(E2 ) , L(H2 ) adalah operator-operator untuk medan listrik dan medan magnet dalam
kristal fotonik 2D. Dua jenis operator ini menghasilkan dua fungsi eigen dengan dua-
polarisasi yang berbeda :
1. Polarisasi E (TE), dimana medan listrik E sejajar sumbu-z
2. Polarisasi H (TM), dimana medan magnet H sejajar sumbu-z.
Dengan menerapkan teorema Bloch, maka medan E// dan H// dapat diungkapkan
sebagai :
r r r
{(
r r
E (r// ) = E z ,k // n ( r// ) = E z ,kr n (G // ) exp i k // + G // r//
//
) }
G //
(7.29)
) exp{i(k + G ) r }
r r r r r
H (r// ) = H z ,k // n ( r// ) = H z ,kr n (G // // // //
//
G //
Dimana k// dan G// adalah vektor gelombang dan vektor kisi resiprok/balik dalam 2D.
Substitusi persamaan tersebut ke dalam persamaan nilai eigen (7.28), diperoleh :
(kE// )n2
r
r
( r' r
) r' 2 r' r
G // G // k // + G // E z ,k n (G // ) = 2 E z ,kr n (G // )
r
G
r
//
c //
G '//
(7.30)
( r' r
)( )( )
(kH// n) 2
r r r r' r' r
r
r G G
G // // k // + G // k // + G // H z ,
r (G ) =
k // n //
c 2
H z ,
r (G )
k // n //
G '//
Hermitian :
127
( )r r
( )( )( )
r r r r r r
M kr G // , G '// = Gr G // G '// k // + G // k // + G '//
//
(7.31)
( ) ( )
r r r r
M kr G // , G '// = M *kr G '// , G //
// //
(G ) bersifat ortogonal :
r
dimana medan H z ,kr //
// n
r
d r// H *z ,kr
// n
(rr// )H z,kr ' n ' (rr '// ) = V (2 ) kr
// //
r
k '//
nn ' (7.33)
V( 2)
dengan V(2) adalah volume kristal fotonik 2D. Ortogonalitas ini konsekuensi dari
operator L(H2 ) yang Hermitian. Sedangkan operator L(E2 ) tidak Hermitian, maka fungsi-
fungsi eigennya tidak perlu saling ortogonal.
Untuk menghitung PBG dengan metoda plane-wave expansion, diperlukan
ekspansi dari koefisien-koefisien Fourier :
( ) ( )
r r r r
( r ) =
r
Gr G exp iG r
G
(7.34)
r
Gr G =( )
1
V0
r 1 r r
V d r (rr ) exp iG r ( )
0
dengan V0 adalah volume sel-satuan (unit cell) dari kristal fotonik. Integral ini
umumnya diselesaikan secara numerik.
Gambar 7.5. Kristal fotonik 2D yang terdiri dari kolom-kolom silinder dielektrik
dengan permitivitas a dan jari-jari ra dalam udara (b) membentuk kisi persegi dengan
kosntanta kisi a.
128
Karena strukturnya uniform dalam arah-z, integral koefisien-koefisien Fourier adalah
nol, jika Gz 0, sehingga kita hanya membahas vektor-vektor {G//}:
r
( ) 1
Gr G // = ( 2 )
V0
d
r 1
// (r// )
r r exp i
r r
G (
// r// )
V( 2)
0
(7.35)
1 1 1 1 ( 2) r
r = + S (r// )
( r// ) b a b
dimana :
r
r 1 untuk r// ra
S (r// ) =
(2 )
r
0 untuk r// > ra
sehingga diperoleh :
r
( )1
Gr G // = Gr 0 +
b //
1 1 1 r (2 ) r r r
d r// S ( r// ) exp iG // r//
V0 a b V ( 2 )
( ) (7.36)
0
Untuk menghitung integral ini, kita gunakan koordinat polar (r,). Jika kita ambil arah
dengan = 0 sebagai arah dari G//, maka untuk G// 0:
( )
r r ra 2
r (2 ) r
( 2d) r// S (r// )exp iG // r// = 0 dr 0 d r expiGr sin 2
V0
ra 2
= dr d r J l (Gr ) expil (7.37)
0 0 l = 2
ra
= 2 dr r J 0 (Gr )
0
Dimana G = | G// | dan J l adalah fungsi Bessel orde- l . Jika kita turunkan persamaan
maka diperoleh :
d
r r
r S(
( 2) // //r ) exp( i
r r
G )
// r// =
2ra
G
J1 (Gra ) (7.40)
V 0
129
ra2
Dengan mendefinisikan fraksi volume kolom silinder adalah f = , maka untuk
V0( 2)
r
G // 0 :
1 1 J (G ra )
r
( )
Gr G // = 2 f 1 (7.41)
a b G ra
r
dan untuk G // = 0 diperoleh :
f f -1
(0 ) = + (7.42)
a b
Dengan menggunakan perhitungan numerik, struktur pita untuk ra/a = 0.2, konstanta
dielektrik silinder (a = 8,9) dan bahan latar belakang udara (b = 1,0), ditunjukkan pada
Gb. 7.6. Garis merah menunjukkan polarisasi E (E//z, TE) dan garis biru untuk
polarisasi H (H//z, TM). Gambar indeks adalah zona Brillouin pertama untuk kisi
kuadrat (quadratic lattice). Tampak bahwa bandgap hanya terjadi untuk kasus
polarisasi H (TM).
Gambar 7.6. Struktur pita kristal fotonik 2D yang terdiri dari kolom-kolom dielektrik
dalam udara dengan kisi persegi (square lattice)
7.2.2.2. PBG Lubang udara dalam bahan dielektrik (kisi persegi, square lattice)
Kristal fotonik 2D dengan kisi persegi dapat juga dibuat dengan membuat
lubang-lubang udara berbentuk silinder dalam bahan dielektrik, seperti ditunjukkan
pada Gb. 7.7 (b). Struktur pita untuk polarisasi TM dengan lubang udara yang disusun
menurut kisi heksagonal dalam bahan dielektrik, dengan konstanta dielektrik silinder a
130
= 12 dan ra/a = 0,475, ditunjukkan pada Gb. 7.7(b). Dalam struktur ini, bandgap tidak
terjadi pada polarisasi TE.
Gambar 7.7. (a) konfigurasi kristal fotonik 2D persegi dengan lubang-lubang udara
dalam bahan dielektrik dan zona Brilloin, dan (b) struktur pita pada polarisasi TM.
Daerah yang diarsir merah menunjukkan PBG.
Gambar 7.8. (a) konfigurasi kristal fotonik 2D heksagonal dan zona Brilloin, dan (b)
struktur pita. Garis merah menunjukkan polarisasi TE dan garis biru putus-putus
menunjukkan polarisasi TM.
131
Bagian kiri menunjukkan konfigurasi PhC dan zona-Brillouin pertama-nya. Tampak
bahwa bandgap hanya terjadi pada polarisasi TM saja. Dengan mengatur rasio ra/a,
maka bandgap pada polarisasi TE dapat diperoleh, namun tidak dapat diperoleh
bandgap pada frekuensi yang sama untuk kedua polarisasi, sehingga tidak memiliki
bandgap sempurna.
7.2.2.4. PBG Lubang dalam bahan dielektrik (kisi heksagonal, hexagonal lattice)
Struktur pita untuk kolom-kolom silinder dielektrik yang disusun menurut kisi
heksagonal dalam udara, dengan konstanta dielektrik silinder (a = 12 dan ra/a = 0,3)
dan bahan latar belakang udara (b = 1,0), ditunjukkan pada Gb 7.9. Bagian kiri
menunjukkan konfigurasi PhC dan zona-Brillouin pertama-nya. Dalam struktur pita,
tampak bahwa bandgap hanya terjadi pada polarisasi TE saja.
Gambar 7.9. (a) konfigurasi kristal fotonik 2D yang terdiri dari lubang-lubang udara
dalam bahan dielektrik membentuk kisi heksagonal dan zona Brilloin, dan (b) struktur
pita. Garis merah menunjukkan polarisasi TE dan garis biru putus-putus menunjukkan
polarisasi TM.
Dengan mengatur rasio ra/a, maka bandgap pada kedua polarisasi TE dan TM
dapat diperoleh pada rentang frekuensi yang sama, seperti yang ditunjukkan pada Gb.
7.10, untuk a = 12 dan ra/a = 0,3, sehingga struktur ini memiliki bandgap sempurna
(complete bandgap).
132
Gambar 7.10. Struktur pita kristal fotonik 2D dengan lubang-lubang udara dalam
bahan dielektrik yang membentuk kisi heksagonal (a = 12 dan ra/a = 0,3). Garis merah
menunjukkan polarisasi TE dan garis biru untuk polarisasi TM. Bandgap terjadi untuk
kedua polarisasi.
133
memperlihatkan contoh struktur pita dari kristal fotonik 3D Yablonovich dan tetragonal
square spiral.
(a) (b)
Gambar 7.12. Struktur pita dari kristal fotonik 3D; (a). Yablonovich, dan (b).
Tetragonal square spiral.
Struktur kristal fotonik 3D diatas dibuat teknik litografi yang berbiaya mahal,
sehingga dikembangkan kristal fotonik 3D menggunakan metoda sederhana yang
disebut dengan self-assembly. Kristal ini dibentuk dari bola-bola silika yang
membentuk kisi fcc, seperti yang ditunjukkan pada Gb. 7.13.
Gambar 7.13. (a). Struktur kristal fcc dari bola-bola silika, (b). Foto SEM struktur
kristal hasil eksperimen.
134
Dalam struktur diatas, karena perbedaan indeks bias sangat kecil, maka untuk
memperoleh bandgap yang cukup lebar digunakan teknik inversi, dimana bola-bola
silika yang terbentuk digantikan dengan material dielektrik lain yang memiliki indeks
bias tinggi, seperti silikon melalui proses etching secara kimia. Dengan demikian kristal
fotoniknya disebut inverted opal. Contoh prosedur pembuatan inverted opal silikon
diperlihatkan pada Gb. 7.14(a) dan foto SEM hasil eksperimen beserta struktur pitanya
pada bagian (b).
(a) (b)
Gambar 7.14. (a). Prosedur pembuatan inverted opal, (b). Foto SEM inverted opal
silikon dan struktur pitanya (bawah), yang menunjukkan terbentuknya bandgap
sempurna (taken from A. Blanco, et al., Nature 405 (2000), p.437).
Hasil pengukuran struktur bandgap dari kristal fotonik inverted opal silikon
menunjukkan kesesuaian dengan perhitungan teoritis, seperti yang ditunjukkan pada
Gb. 7.15. Hal ini berarti teknik pembuatan struktur ini sangat cocok untuk
dikembangkan pada fabrikasi kristal fotonik 3D berbiaya murah.
135
Gambar 7.15. Struktur pita kristal fotonik 3D inverted opal silikon hasil perhitungan
(atas) dan hasil pengukuran dalam dua-arah yang berbeda (bawah). Garis merah
menunjukkan polarisasi TE dan hitam untuk polarisasi TM (taken from Y. A. Vlasov et
al., Nature 414, (2001), p. 289)
136
(a)
(b)
Gambar 7.16. Pengaruh penyisipan defect pada struktur pita bandgap (a). Point defect,
dan (b) Line defect.
Pembuatan lapisan defect ini agar kristal fotonik dapat digunakan untuk
berbagai aplikasi, seperti resonator laser (point defect) atau pandu gelombang (line
defect). Gambar 7.17 menunjukkan hasil eksperimen dari point defect dan line defect.
Tampak bahwa frekuensi tertentu dapat merambat kedalam struktur.
137
(a) (b)
Gambar 7.17. Hasil eksperimen dan kurva resonansi dari (a) point defect untuk
aplikasi resonator [taken from J.S. Foresi, et al, Nature 390 (1997), p. 14], dan (b). Line
defect untuk pandu gelombang [taken from S. Olivier et al, Optical and Quantum
Electronics 34 (2002), p.171].
7.4.1. Laser
Laser yang efisien adalah laser yang hanya membutuhkan energi pembangkit
(dapat berupa arus, tegangan listrik atau energi foton) yang kecil atau threshold yang
kecil. Gambar 7.18 memperlihatkan hasil eksperimen aplikasi kristal fotonik 1D dan
2D untuk laser. Laser 1D dibuat dengan membentuk grating pada permukaan film tipis
polimer terkonjugasi MEH-PPV dengan teknik solvent-assisted micromolding [Gb.
138
7.18(a)] dan laser 2D dibentuk dengan membuat point defect pada kristal fotonik 2D
[Gb. 7.18(b)].
(a) (b)
Gambar 7.18. Kristal fotonik untuk aplikasi laser; (a). 1D dari material MEH-PPV
[taken from M. Gaal et al., Adv. Mater 15 (2003), p.1165], dan (b) 2D dari material
InGaAsP [taken from O. Painter et al, Science 284 (1999), p. 1819].
139
Gambar 7.19. Foto pandu gelombang dengan sudut 1200 pada kristal fotonik 2D (kiri),
dan hasil pengukuran refleksi cahaya. Tampak bahwa cahaya dengan panjang
gelombang sekitar 1 m dapat ditransmisikan [taken from M. Tokushima et al, Appl.
Phys. Lett. 76 (2000), p. 952].
.
7.4.3. Filter Add-Drop
Filter add-drop merupakan filter yang dapat mendistribusikan sinyal dengan
frekuensi yang berbeda pada tempat yang berbeda walaupun sinyal-sinyal tersebut
dibawa pada pandu gelombang yang sama. Filter add-drop banyak digunakan dalam
komunikasi optik, terutama pada pengolahan dan distribusi sinyal optik. Dengan
mengatur letak dan geometri point defect, kristal fotonik dapat diaplikasikan sebagai
filter add-drop, seperti ditunjukkan pada Gb. 7.20.
Gambar 7.20. Disain, foto SEM dan hasil pengukuran spektrum filter add-drop [taken
from S. Noda et al, Nature 407 (2000), p.608]
140
7.4.4. All-Optical Diode
Suatu all-optical diode adalah suatu divais yang mengijinkan propagasi suatu
sinyal dengan panjang gelombang/frekuensi tertentu dalam satu arah (unidirectional
propagation). Dalam kasus ideal, transmisi dioda adalah 100% dalam arah maju
(forward) dan sangat kecil atau tidak ada untuk arah perambatan balik (backward).
Disain all-optical diode menggunakan kristal fotonik 2D ditunjukkan pada Gb.
7.21, dengan menyisipkan beberapa point defect. Dengan bentuk kristal fotonik yang
terdiri atad kolom-kolom silinder dielektrik ( = 11,56 misalnya GaAs atau Si pada 1,5
m) dalam udara. Di dalam lapisan defect dibuat beberapa silinder dielektrik dengan
permitivitas nonlinier 7 dan rasio r/a = 0,18. Jika panjang gelombang/frekuensi cahaya
diambil 0,326(2c/a), maka transmitansinya bergantung dari arah dimana cahaya
datang, sehingga memiliki karakteristik dioda.
(a) (b)
Gambar 7.21. (a) Disain all-optical diode dan perhitungan transmitansi sebagai fungsi
dari frekuensi, dan (b) Karakteristik all-optical diode [taken from S. Mingaleev & Y.
Kivshar, J. Opt. Soc. Am. B 19 (2002), p.2241]
141
struktur yang dibuat untuk aplikasi all-optical switching. Tampak bahwa transmitansi
pada defect mode ( = 551 nm) berubah terhadap intensitas pumping, dan switching
(perubahan transmitansi) dapat berlangsung pada 40 ps (4 x 10-11 detik).
(a)
(b)
Gambar 7.22. (a). Foto SEM struktur kristal fotonik (kiri) dan hasil pengukuran,
simulasi PBG (kanan), dan (b). Hasil pengukuran transmitansi pada defect mode (551
nm) sebagai dungsi dari intensitas pumping (bagian kiri adalah hasil pengukuran dan
kanan adalah hasil simulasi), sedangkan bagian kanan adalah perubahan transmitansi
sebagai fungsi dari waktu tunda (delay).
142
REFERENSI
2. B.E.A. Saleh, and M.C. Teich, Fundamentals of Photonics, John Wiley & Sons
Inc., NY, 1991.
143