ii
ISBN 978‐602‐99344‐1‐0
MEKANIKA KUANTUM I
Dra. Suparmi, M.A., Ph.D
Editor
Drs. Cari, M.A., Ph.D
Penerbit :
Jurusan Fisika Fakultas MIPA
Universitas Sebelas Maret Surakarta
iii
Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Suparmi
Mekanika Kuantum I. Cetakan I . Surakarta . Jurusan Fisika MIPA
Universitas Sebelas Maret Surakarta . 2011
viii + 230 hal; 15,5 x 23 cm
MEKANIKA KUANTUM I
Hak Cipta© Suparmi 2011
Penulis : Dra. Suparmi, M.A., Ph.D
Editor : Drs. Cari, M.A., Ph.D
Ilustrasi Sampul : Tim
Penerbit : Jurusan Fisika Fakultas MIPA
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Jl. Ir. Sutami 36 A Kentingan, Surakarta 57126
Cetakan I, Juli 2011
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang
All Right Reserved
ISBN 978-602-99344-1-0
iv
KATA PENGANTAR
v
beberapa metode pada bab VI. Buku I diakhiri dengan penelaahan
tentang momentum sudut.
Buku II membahas aplikasi teori kuantum dalam zat padat
secara sederhana. Demikian juga penjumlahan momentum sudut dan
teori gangguan tak gayut waktu dibahas dengan contoh-contoh
sederhana. Penyelesaian pendekatan untuk sistem “bound states”
dari persamaan Schrodinger menggunakan pendekatan Semiklasik
WKB dibahas secara memadai yang dilengkapi dengan contoh
sederhana.
Yang menarik pada buku II adalah telah dimasukkannya
konsep supersimetri mekanika kuantum. Dengan menggunakan teori
supersimetri mekanika kuantum berbagai potensial yang cukup
kompleks dalam kelas “Shape invariant potential” dapat diselesaikan
lebih mudah. Supersimetri mekanika kuantum menggunakan model
potensial yang pada awalnya digunakan untuk membahas
mekanisme sistem simetri yang telah rusak bila supersimetri ada di
alam, namun dalam perkembangannya dapat diaplikasikan untuk
penyelesaian persamaan Schrodinger. Dengan menggunakan metode
deret, formula kuantisasi energi pada pendekatan semiklasik dapat
dijabarkan menjadi formula supersimetri WKB atau CBC. Telaah
spektrum energi dan fungsi gelombang yang berbasis SUSY
mekanika kuantum adalah bagian dari desertasi penulis. Disamping
menggunakan SUSY WKB, spectrum energi dan fungsi gelombang
untuk “shape invariant potential” juga ditelaah dengan fungsi
Hypergeometry dan Confluent Hypergeometry.
Penulis menyadari bahwa baik buku Mekanika Kuantum I
dan II jauh dari sempurna. Saran dan kritik dari para pembaca,
penulis terima dengan tangan terbuka untuk penyempurnaan edisi
berikutnya.
Akhir kata, puji syukur penulis panjatkan ke hadlirat Allah
swt. yang telah memberi kekuatan dan ridho Nya kepada penulis
sehingga penulis bisa menyelesaikan buku ini dan semoga buku ini
bermanfaat bagi mahasiswa jurusan Fisika Pendidikan Fisika, dan
Pendidikan Sains. Amien
vi
DAFTAR ISI
vii
3.10 Teorema Ehrenfest ............................................ 72
SOAL ....................................................................... 78
viii
6.3 Persamaan Azimuth ...................................... 166
6.4 Persamaan Polar ............................................. 167
6.5 Persamaan Schrodinger Bagian Radial .......... 179
6.5 Penyelesaian Fungsi Gelombang Bagian
Radial dengan Fungsi Pembangkit Laguerre . 188
6.6 Penyelesaian PD Laguerre dengan
menggunakan PD Confluent Hypergeometrik 195
SOAL ................................................................... 206
ix
x
BAB I
REVIEW DAN BATAS-BATAS
FISIKA KLASIK
1.1 Pendahuluan
Pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 terjadi krisis
dalam fisika. Serangkaian hasil eksperimen menunjukkan bahwa
konsep –konsep Fisika yang berdasarkan hukum-hukum Newton
tidak bisa digunakan untuk menjelaskan hasil eksperimen sehingga
diperlukan konsep baru yang tidak sama dengan konsep fisika
klasik.
Pengembangan konsep baru ini adalah hasil kerja sama yang
sangat mengagumkan antara dugaan yang radikal yang diusulkan
oleh kelompok teoritis dengan eksperimen yang brilian yang
dilakukan oleh kelompok eksperimen sehingga mendorong
munculnya teori kuantum. Bab ini bertujuan untuk menggambarkan
latar belakang krisis atau pergolakan fisika yang terjadi; walaupun
kurang tepat bila ditinjau dari sejarah pengembangan fisika, namun
pemaparan konsep baru dengan cara ini akan mempermudah para
pembaca untuk melakukan transisi dari mekanika Newton ke
kategori mekanika kuantum sedemikian hingga mekanika kuantum
tidak terlalu misterius. Dengan memperkenalkan konsep baru seperti
sifat radiasi dari partikel, sifat gelombang dari partikel, dan
kuantisasi besaran fisis yang tercakup dalam pembahasan sifat-sifat
partikel yang baru akan didiskusikan pada bab-bab berikut ini.
1
1.2 Tinjauan Umum Radiasi Benda Hitam
Bila sebuah benda dipanaskan, maka akan terlihat
memancarkan radiasi. Dalam keadaan setimbang cahaya yang
dipancarkan meliputi rentang seluruh frekuensi, yang mana
distribusi spektrumnya tergantung pada frekuensi atau panjang
gelombang dan temperatur.
Daya pancaran J (X,T), didefinisikan sebagai energi yang
dipancarkan pada panjang gelombang ( λ ) tertentu persatuan luas,
dan persatuan waktu. Riset secara teoritis dalam bidang radiasi
thermal sudah dimulai sejak tahun 1859, dilakukan oleh Kirchoff,
yang telah menunjukan bahwa untuk λ tertentu, perbandingan daya
pancaran J terhadap absorbsivitas A, yang didefinisikan sebagai
fraksi- radiasi (sinar) datang pada panjang gelombang ( λ ) yang
diabsorbsi oleh benda, adalah sama untuk semua benda.
Dalam menyelidiki emisi dan absorbsi, Kirchhoff
menggunakan dua plat sejajar dan terlihat bahwa dalam keadaan
setimbang besarnya emisi dan absorbsi sama untuk setiap λ , maka
rasio J/A untuk dua plat tersebut harus sama besar. Kemudian ia
mengamati benda hitam, yaitu sebuah benda yang mampu menyerap
semua radiasi yang jatuh padanya, sehingga A = 1 dan J ( λ ,T)
merupakan fungsi yang bersifat universal.
Untuk menyelidiki sifat-sifat J( λ ,T) diperlukan sumber yang
terbaik dari radiasi benda hitam. Solusi praktis untuk keperluan ini
dipilih benda berongga yang pada bagian dindingnya dilubangi
dengan ukuran yang sangat kecil dan seluruh permukaan dindingnya
dicat hitam. Radiasi akan keluar dari lubang kecil tersebut bila benda
berongga tersebut dipanaskan pada suhu T. Bila benda hitam tidak
memancarkan radiasi maka tidak ada apapun yang bearada di dalam
lubang karena bila ada sinar yang masuk ke dalam lubang, sinar
tersebut akan segera terserap, Bila ada berkas cahaya yang jatuh ke
dalam rongga juga tidak punya kesempatan untuk keluar dari rongga
tersebut, karena benda hitam tersebut mengabsorbsi secara total
maka radiasi yang keluar darinya disebut ”Radiasi Benda Hitam”.
Bila lubang rongga cukup kecil maka cahaya yang diabsorbsi sama
2
dengan yang diradiasikan. Maka perlu difahami distribusi radiasi
dalam rongga yang dindingnya bersuhu T.
Rapat energi dari radiasi yang dipancarkan oleh benda hitam
menurut teori secara klasik dideskripsikan dalam dua hukum radiasi
yang saling bertentangan yaitu 1) Hukum radiasi yang diusulkan
oleh Rayleigh –Jeans yang sesuai dengan hasil eksperimen hanya
pada bagian spectrum yang mempunyai panjang gelombang yang
panjang atau pada frekuensi yang rendah, 2) Hukum radiasi menurut
Wien hanya sesuai dengan hasil eksperimen pada spectrum dengan
panjang gelombang pendek atau pada frekuensi yang tinggi. Dengan
munculsuatu konstanta baru yang disebut konstanta Planck, h, yang
terkait dengan energy dari radiasi benda hitam, 3) Planck dapat
menunjukkan bahwa terdapat interpolasi antara spectrum radiasi
benda hitam menurut Rayleigh Jeans dan Wien, bahkan spectrum
yang diusulkan Planck mencakup seluruh rentang frekuensi baik
yang tercakup dalam spectrum Rayleigh-Jeans dan Wien, lihat
skema pada gambar 1.
Kirchhoff menunjukkan bahwa berdasarkan hukum
Thermodinamika ke II, radiasi dalam rongga bersifat isotropis yaitu
fluks radiasi bersifat homogen dalam seluruh bagian rongga dan
dalam semua arah, sehingga besarnya radiasi sama untuk semua
bagian rongga yang suhunya sama, T. Hubungan antara daya
pancaran dan rapat energi dinyatakan sebagai:
4 J (λ , T ) ( 1.1 )
u (λ , T ) =
c
dimana:
u (λ , T ) = rapat energi
J (λ , T ) = daya emisi / pancaran yaitu energy yang
dipancarkan pada panjang gelombang λ per satuan luas, per satuan
waktu.
3
Rapat
Energi R-J
Wien
Planck
hω
Gambar 1. 1 Rapat energy
hω kT
sebagai fungsi
kT
4
Implikasi dari hukum ini, yang diperkuat oleh hasil
eksperimen yang ditunjukkan pada gambar (1.2) adalah:
1. Dengan diketahuinya distribusi spektrum radiasi benda hitam
pada temperatur tertentu, distribusi spektrum pada
temperatur yang lain dapat ditentukan dengan persamaan
(1.4).
2. bila f ( x) atau g ( x) dari fungsi di atas mempunyai harga
maksimum untuk x > 0, maka λmax yaitu harga λ pada
u (υ , T ) maksimum, dapat dinyatakan sebagai:
b
λmax = , b adalah konstanta umum.
T
⎛υ ⎞
Wien memprediksikan g ⎜ ⎟ mempunyai bentuk
⎝T ⎠
⎛v⎞ −β v ( 1.5 )
g ⎜ ⎟ = ce T
⎝T ⎠
u (λ , T )
T5
λT
u (λ , T )
Gambar 1.2. Bukti hasil eksperimen pers 1.2,
T5
sebagai fungsi λT
5
Pada tahun 1900, Rayleigh mengusulkan hukum radiasi yang
dijabarkannya dalam bentuk persamaan:
8Tυ 2 ( 1.6 )
u (υ , T ) = kT
c 3
( ∇ 2 − 12 d 2 )A( r, t ) = 0
2
(1.7)
c dt
Persamaan differensial pada pers. (1.7) dapat diselesaikan dengan
metode pemisahan variabel, yaitu dengan memisalkan
A( r, t ) = A( r )T (t ) dan bila dimasukkan ke dalam pers. (1.7) akan
diperoleh
A( r ) d 2
(T ∇ A( r ) − 2 2 T ) = 0
2
(1.7a)
c dt
Dan bila pers (1.7a) dibagi dengan A(r)T(t) diperoleh
⎛1 2 1 d2 1 2
⎜ ∇ A( r ) − 2 2 T ) = 0 sehingga ∇ A( r ) =
⎝A Tc dt A
1 d2
T = kons tan = −k 2 (1.7b)
Tc dt
2 2
6
Pada pers (1.7b) terdapat dua differensial orde 2 dengan variabel
yang berbeda, posisi dan waktu, maka keduanya harus sama dengan
konstanta, -k2, sehingga diperoleh dua penyelesaian dengan variabel
yang sudah terpisah, yaitu merupakan fungsi posisi dan fungsi waktu
saja,
1 2
(1) ∇ A( r ) = -k2 atau ∇ 2 A( r ) + k 2 A( r ) = 0 (1.7c)
A
yang penyelesaiannya tergantung pada bentuk fungsi vektor medan
A(r), dan
1 d2 d 2T
(2) T = − k 2
atau + k 2 c 2T = 0 yang mempunyai
Tc dt
2 2
dt 2
penyelesaian
T = C exp {ikct} = C exp{ iωt} (1.7d)
Vektor potensial yang merupakan fungsi posisi dan waktu dapat
dituliskan kembali sebagai A(r,t) =A(r) exp(iωt) yang terurai
menjadi dua komponen yaitu
A(r,t) =A(r) cos(ωt) dan A(r,t) =A(r) sin(ωt)
ω
dimana k = dan pers ( 1.7 ) menjadi
c
ω2
( ∇ +
2
)A( r ) = 0 atau ( ∇ 2 + k 2 )A( r ) = 0 (1.8)
c 2
7
ω2
dimana k + k + k = k =
2
x
2
y
2
z
2
c2
k+dk
ky
π
a
(a) π kx (b)
a
Gambar 1.3 (a)Ilustrasi eigenfrekuensiGEM yang digambarkan sebagai titik-
titik dalam bidang dua dimensi. Banyaknya eigenfrekuensi yang terletak
antara dua lingkaran yang berjari-jari k dan k +dk adalah dN b) Medan
radiasi dalam rongga
8
Gambar 1.3 menunjukkan titik-titik kisi yang terletak pada kuadran
1
pertama dari koordinat bola yang tidak lain adalah dari bagian
8
volume bola. Setiap titik kisi mewakili satu eigen frekuensi. Dengan
menggunakan geometri bola kita dapat menentukan banyaknya
eigenfrekuensi (gelombang EM) dari vektor medan A(r,t) tersebut
1
yang terletak dalam daerah bagian bola yang jari-jarinya terentang
8
dari n sampai n + dn, yaitu
1
dN’ = .4πn2dn (1.10)
8
n2
Karena k 2 = 2 π 2 , maka
a
a3 π V
dN’ = k 2 dk = ω 2 dω (1.11)
π 2 3
2π c 2 3
9
Pers (1.14), merupakan persamaan dari Hukum radiasi menurut
Rayleigh-Jeans, dan sesuai dengan hasil eksperimen hanya untuk
frekuensi ω yang rendah saja karena untuk frekuensi tinggi, yaitu
bila ω mendekati harga ~ (tak terhingga) rapat energy menjadi ~.
Persamaan (1.6) adalah sesuai dengan hasil penjabaran yang
ditunjukkan pada pers (1.13).
10
thermodinamik dinana rerata energy untuk masing-masing eigen
osilasi adalah ε = kT , (1.17a)
maka besarnya rapat energy yang sesuai dengan perumusan
Rayleigh Jeans adalah
kT
u (ω,T) = ω2 (1.18)
π 2c3
hω
Untuk harga yang kecil pers (1.18) sesuai dengan hasil
kT
eksperimen,tetapi bila frekuensi cukup besar maka perumusan
tersebut tidak bisa diaplikasikan.
Kemudian Planck merubah definisi rata-rata energy per eigen
osilasi dari GEM dinyatakan pada pers (1.17a) sebagai
ε = nhω dimana n = 1, 2 , 3, …. (1.17b)
Besarnya energy rata-rata dalam suatu sistem yang berada dalam
kesetimbangan thermodinamik dapat diperoleh dengan statistika
sederhana, yaitu
∑ε e ε n
− n / kT
ε = n
∑e ε n
− n / kT (1.19)
1 −ε β d −ε n β
Kita misalkan = β dan ε ne n = − e , maka besarnya
kT dβ
rata-rata energy di atas dapat dituliskan menjadi
d
−
dβ
∑e ε β − n
ε = n
∑e
n
−ε n β
d
= − ln ∑ e ( − hωβ ) n
dβ
11
∑e ( − hωβ ) n 1
karena = maka
1 − e −hωβ
d 1
ε =− ln
dβ 1 − e − hωβ
=−
1 (−1)(hω )e − hωβ
1 (1 − e −hωβ ) 2
1 − e −hωβ
hω hω
ε = hωβ = hω / kT (1.20)
e −1 e −1
ε = hω e kT
12
hω
Faktor ( e kT
-1)-1pada pers (1.20) dapat diinterpretasikan sebagai
banyaknya foton dengan energy per foton sebesar hω dalam sistem
tersebut. Hypotheses Planck tentang energy osilator harmonic yang
besarnya E = nhω bertentangan dengan ide intuitif osilasi. Namun
prediksinya mengenai koreksi kuantisasi energy pada osilator
harmonik dengan memunculkan bilangan kuantum h (yang
merupakan konstanta Planck) pada kuantisasi energy untuk siatem
mikroskopik, dimana h = konstanta Planck = 6,63 x 10-27 erg sec.
mendorong munculnya era teori Fisika Modern yang disebut sebagai
Teori Kuantum.
13
dn dN Vω 2 1
= f BE = 2 3 (1.24)
dω dω π c exp( hω − 1
kT
Dan besarnya energy total dalam rongga sama dengan jumlah total
foton dalam rongga dikalikan dengan energy per foton, yaitu
∞ ∞
dE dn
E= ∫
0
dω
dω = ∫
0
hω
dω
dω (1.25)
∞
Vω 2
1
= ∫0
hω
π c exp( hω ) − 1
2 3
dω
kT
hω
Untuk menyelesaikan integral pada pers (1.25), dimisalkan = x,
kT
kT
sehingga dω = dx dan pers (1.25) dapat ditulis menjadi
h
∞
k 4T 4 x 3 dx Vk 4π 2T 4
E = ∫V = (1.25a)
0
h 3π 2 c 3 e x − 1 15h 3c 3
∞ ∞
x3 dx x 3 e − x dx
dimana ∫
0
e −1
x
= ∫
0
1 − e−x
∞ n =∞
∫ x e ∑ e dx
3 −x − nx
=
0 n =0
n =∞ ∞
1
= ∑
n =0 ( n + 1) 4 ∫
y 3 e − y dy (1.25b)
0
dan integral pada persamaan (1.25b) tidak lain adalah fungsi Γ(3)
1 n =∞
π4
yang besarnya = 3! =6, dan ∑
n = 0 ( n + 1)
4
=
90
(1.25c)
14
π 2k 4 4
dimana a = σ
=
15h c 3 3
c
Besarnya radiasi (intensitas) yang dipancarkan dari rongga lewat
celah sempit adalah
c dE
P= = σT 4 (1.26)
4 dV
Persamaan (1.26) merupakan hukum radiasi menurut Stefan-
Boltzmann.
15
x hω
y(x) = e x dan y(x) = (1 − ) −1 dimana x = . Bila harga x
3 kT
hωmaks
maksimum maka harga ω juga maksimum, yaitu xmaks = =
kT
2πc
h
λmaks hc
sehingga besarnya λmaks T = berdasarkan grafik adalah
kT kx maks
λmaksT = 0,3 cm K = konstan (1.28)
Pers (1.28) menunjukkan bahwa panjang gelombang pada saat
intensitas spectrum radiasi benda hitam maksimum, makin tinggi
suhu benda hitam, besarnya panjang gelombang λ maks makin kecil
atau panjang gelombang λ maks berbanding terbalik dengan suhu
benda hitam, dan pers (1.28) disebut hukum Pergeseran Wien.
Contoh Soal
0
1. Energi partikel kuantum untuk cahaya dengan λ = 6000 A , dapat
dihitung dengan menggunakan formula kuantisasi cahaya,
hc 6, 63 × 10−27 ⋅ 3 × 108
ε= =
λ 6 × 10−5
= 3,3 × 10−12 erg .
Untuk sumber cahaya100 watt, maka banyaknya kuanta yang
terkandung adalah:
100 × 107
N= = 3 × 1020 foton
3,3 × 10−12
Dari perhitungan tersebut ditunjukkan bahwa begitu banyak
jumlah foton yang dihasilkan oleh 100 watt lampu maka, tidak
mengherankan bila kita tidak merasakan sifat partikel dari
cahaya.
16
2. Jelaskan hubungan antara radiasi J (intensitas energi yang
dipancarkan persatuan sudut ruang) dan rapat energi u (ω , T )
dari radiasi benda berongga untuk sistem yang dilustrasikan pada
gambar di bawah ini!
l A
Penyelesaian
Terkait dengan energy dan intensitas, untuk gelombang bidang
berlaku :
l P U u 0 lA
t= dan energy E = u 0V = u 0 lA dan J0 = = =
c A At l
A
c
= u0 c
Dimana ρ 0 adalah rapat energy radiasi untuk satu gelombang
bidang dan J0 adalah intensitas yaitu daya pancar yang dipancarkan
per satuan luas untuk satu gelombang bidang., E adalah energy yang
dipancarkan oleh volume V dan satu gelombang bidang.
Misalkan rongga berisi medan elektromagnetik yang isotropic,
intensitas radiasi yang keluar dari lubang yang luasnya A dapat
ditentukan sebagai berikut:
k θ0
A
17
yang isotropis dan vector pointing k yang sama untuk semua arah,
maka setiap satu gelombang, besarnya intensitas adalah
J0 = u 0 c , bila ni adalah jumlah gelombang yang arahnya menuju
lubang dengan sudut ruang dΩi, maka
ni d Ω i 1
= = sin θ i dθ i
N Ω 2
dθi
dΩi
θi
18
1
= NJ 0
2
Sedangkan rapat energy total yang mencakup dua derajat polarisasi
adalah u = 2Nu0
1 u c
Karena J0 = u 0 c , maka besarnya Jtot = Nc = u
2 2N 4
Besarnya daya pancar per satuan luas per satuan sudut ruang dimana
besarnya sudut ruang untuk separuh ruang adalah sebesar 2π, maka
J tot c
J= = u
2π 8π
SOAL
1. Dengan menggunakan teori Stefan-Boltzmann, tentukan energy
radiasi total yang dipancarkan matahari yang berjari-jari 0,7 x
1011 cm!
2. Gunakan pers. 1.6 untuk menentukan rapat energi dalam interval
panjang gelombang Δλ . Gunakan pers. rapat energi tersebut
untuk menghitung λ = λ max dimana rapat energinya mencapai
maksimum.
3. Berapa besarnya energi matahari yang dipancarkan dalam
rentang panjang gelombang 4000 A0 – 7000 A0 ?
x
4. Gambarlah grafik y(x) = e x dan y(x) = (1 − ) −1 pada satu
3
system koordinat dan carilah titik potong kedua grafik tersebut!
19
BAB II
KUANTISASI BESARAN FISIS
20
terlempar dari permukaan logam ditentukan oleh frekuensi radiasi
yang jatuh ke logam, lihat gambar 2.1,
Plat kolektor Plat logam
21
elektron yang terbebaskan berbanding lurus dengan frequensi radiasi
foton yang dijatuhkan pada permukaan logam, lihat gambar 2.2,
E
ωa ω
Gambar 2.2 Grafik energi elektron bebas sebagai fungsi
dari frekuensi cahaya yang membebaskan elektron.
22
diam foton adalah nol. Dengan demikian diperoleh hubngan untuk
energi total pada efek fotolistrik :
E 2 = ( hω ) = ( mo c 2 ) + p 2 c 2
2
2 (2.3)
ω
Dimana, k = = angka gelombang , dan
c
ω (2.4)
p = hk = h
c
Arah momentum foton searah dengan arah rambatan gelombang
cahaya, maka
v v
p = hk (2.5)
m0 c 2 (2.6)
hω = hω '+ − m0 c 2
1 − vc2
2
23
Hamburan Compton
v2
1− 2
c
_______________________________________ (+)
m 2v 2 (2.8c)
h 2 k 2 + h 2 k ' 2 −2h 2 kk ' cosθ = 0 2
v
1− 2
c
24
Dari persamaan (2.6) diperoleh,
m0 2 c 4 (2.8d)
h 2 (ω − ω ') + 2h (ω − ω ') m0c 2 + m0 2c 4 =
2
1 − vc2
2
ω
Masukkan k= ke pers. (2.8c) dan kemudian kurangkan pers.
c
(2.8c) dari (2.8d), maka akan diperoleh,
m02c2 2 2
−2h2ωω'+2h(ω−ω') mc 0
2
+ m0 c
2 4
+ 2h2
ωω'cosθ = (
1− vc2
2 )
c −v = m02c4 (2.8e)
1 2h 2h sin 2 θ2
( λ '− λ ) = sin 2 ⇒ ( λ '− λ ) =
2 θ
(2.9)
2π c 2π mo c 2 mo c
25
hc ⎛ 1 1 ⎞
T = hω − hω ' = ⎜ − ⎟
2π ⎝ λ λ ' ⎠
2λe sin 2 θ2
= hω (2.10)
λ + 2λe sin 2 θ2
26
gelombang, partikel mempunyai sifat gelombang dalam situasi
tertentu yang dinyatakan sebagai,
h
λ=
p (2.11)
dimana p adalah momentum partikel. Bukti dari kerja De Broglie
dapat diamati dalam peristiwa defraksi elektron. Eksperimen difraksi
elektron dilaksanakan oleh Davidson dan Germer yang menemukan
bahwa dalam hamburan elektron oleh permukaan kristal, hanya ada
arah tertentu bagi elektron yang terhambur. Gambar 2.5 adalah
penyaderhanaan proses hamburan elektron. Ada beda fase antara
gelombang yang dihamburkan dari bidang-bidang kristal yang
⎛ 2π ⎞
berdekatan, yang dinyatakan sebagai ⎜ ⎟ 2a sin θ . interferensi
⎝ λ ⎠
gelombang yang dihamburkan saling konstruktif bila beda fasenya
adalah 2π n , maka
2π (2.12)
2π n = 2a sin θ ⇒ nλ = 2a sin θ
λ
27
Gambar 2.5. Geometri skema difraksi electron
28
memancarkan gelombang EM yang lama kelamaan dapat jatuh ke
inti.
Setelah dua tahun teori ini diusulkan, dalam tahun 1913
mengajukan serangkaian postulat yang secara terus menerus dikaji
sehingga akhirnya postulat yang dapat menjelaskan spectrum yang
dipancarkan atom tidak berakar dari fisika klasik. Postulat-postulat
yang diusulkan Bohr antara lain :
1. Elektron yang mengorbit inti memenuhi persyaratan bahwa
momentum sudut electron merupakan kelipatan bilangan bulat
h
dengan h = , yang mana kemudian akan ditunjukkan bahwa
2π
h adalah tetapan Plack, h = 1,0545 x 10-27 erg sekon, maka untuk
electron yang bergerak dalam lintasan berbentuk lingkaran
dengan jari-jari r yang mengelilingi inti dengan kecepatan v
maka besarnya momentum sudut electron dinyatakan sebagai
mvr = nh 2.14
Dalam kondisi ini walaupun elekron dipercepat tetapi tidak
memancarkan energi dan electron berada dalam keadaan
stasioner.
29
Ze 2 v2
=m 2.16
r2 r
Bila pers. (2.14) dimasukkan ke pers. (2.16) dapat diperoleh
Ze 2
v=
nh
dan (2.17)
n h
2 2
r=
mZe 2
Besarnya energi total electron yang merupakan jumlah total energi
kinetic dan potensial yang dinyatakan sebagai
1 2 Ze 2 mZ 2 e 4
E = mv − =− 2.18
2 r 2h 2 n 2
Pers. (2.18) ini cocok dengan persamaan panjang gelombang radiasi
yang dipancarkan oleh suatu atom yang dipostulatkan sebelumnya
pada pers. (2.13).
Seperti telah kita ketahui bahwa ω adalah besarnya frekuensi sudut
yang dinyatakan sebagai
ω = 2πν 2.19
dengan memasukkan pers (2.19) ke dalam pers. (2.15) diperoleh
E − E'
ω= (2.20)
h
Dari pers. yang dijabarkan di atas walaupun konsep Fisika
klasik tidak dapat menjelaskan radiasi yang dipancarkan atom
namun beberap konsep Fisika klasik tetap digunakan dengan kondisi
bila ukuran benda yang bersifat mikro menjadi besar sekali, seperti
contohnya massa inti sangat besar sehingga tetap mempertahankan
electron untuk mengorbit inti secara terus- menerus.
Postulat pertama yang diusulkan Bohr kemudian dikenal
sebagai aturan kuantisasi Bohr untuk momentum sudut ;
mvr = nh , n = 1, 2, 3, …
Untuk mempermudah dalam penggunaan selanjutnya, dapat
didefinisikan suatu konstanta yang disebut sebagai konstanta
struktur atom sebagai:
30
e2 1
α= ≅ 2.21
hc 137
dan besarnya kecepatan e,v yang mengorbit inti, jari-jari lintasan e,r
dan energi e,E dapat dinyatakan sebagai
Zαc n2 h 1 ( Zα ) 2
v= , r= dan E = − mc 2 2.22
n Zα mc 2 n2
Keberhasilan teori yang diusulkan oleh Bohr untuk atom-atom
sejenis atom Hydrogen mendorong dilakukan reset lebih jauh
mengenai atom model Bohr. Walaupun teori Bohr luar biasa, namun
teori berlaku dalam kondisi yang terbatas yaitu system periodik.
Hasil riset lebih lanjut yang dilakukan oleh Sommerfeld dan Wilson
untuk system periodic (sistem partikel yang terkungkung dalam
medan potensial tertentu) memberikan hasil yang berlaku lebih
umum untuk aturan kuantisasi sebagai
∫ pdq = nh 2.23
yang mana p adalah momentum yang dinyatakan dalam koordinat q.
Seperti pada Fisika klasik, besarnya momentum linear
p = 2m( E − E p ) 2.24
dimana E adalah energi total suatu partikel, misal untuk e dinyatakan
pada pers.(2.22) dan Ep adalah energi potensial dari partikel.
SOAL
1. Cahaya ultra violet yang panjang gelombangnya 3500 A0 jatuh
pada permukaan potassium (K) dan menyebabkan timbulnya
arus electron dengan energi kinetic maksimum sebeasar 1,6 eV.
Berapakah energi ikat electron atom Pottasium?
2. Photon dengan energi 100 MeV menumbuk sebuah proton yang
diam. Kira-kira berapakah nilai maksimum energi foton yang
hilang dalam tumbukan tersebut?
3. Energi maksimum arus electron yang timbul pada permukaan
aluminium yang dikenai radiasi adalah 2,3 eV untuk radiasi
dengan λ = 2000A 0 dan 0,90 eV untuk radiasi dengan panjang
31
gelombang λ = 3130A 0 . Gunakan data ini untuk menentukan
konstanta Planck dan energi ikat electron dengan inti!
4. Seberkas sinar X dihamburkan oleh electron yang diam. Bila
panjang gelombang sinar X yang dihamburkan pada sudut
hambur 600 adalah 0,035, berapakah energi sinar X yang jatuh
ke electron?
5. Berapakah panjang gelombang de Broglie untuk a) sebuah
electron dengan energi kinetic 1 eV, b). sebuah proton dengan
energi 10 MeV, c). sebuah electron dengan energi 100 MeV
(petunjuk, gunakan energi relativistic), d). neutron panas pada
suhu T=300 K
6. Sebuah kristal mempunyai jarak antar bidang kisi, a = 3,2 A0
Berapakah ukuran energi yang diperlukan bila dalam difraksi
partikel ini menggunakan a. electron, dan b. inti He yang mana
massanya 4 x massa proton agar teramati maksimum interferensi
yang ke 3?
7. Dari pers. (2.22) tunjukkan bahwa e yang mengorbit inti
a. mc 2 ≅ 0,51MeV
h
b. ≅ 3,9.10 −11 cm
mc
h
c. 1,3.10 −21 sekon
mc 2
0,53 0
d. a0 = A dimana r adalah jari-jari e pada lintasan
Z
pertama.
8. Prinsip korespondensi antara klasik dan kuantum menunjukkan
bahwa harga yang diperoleh dari system kuantum dengan
dimana nilai variable kuantum menuju tak hingga. sama besar
dengan harga yang dihitung secara klasik. Tunjukkan prinsip
korespondensi ini berlaku untuk frekuensi electron yang
mengorbit inti pada atom hydrogen sama dengan frekuensi yang
dipancarkan oleh e yang berpindah dari lintasan ke n menuju ke
(n-1) untuk n → ∞ . Diskusikan ini dengan teman-temanmu!
32
BAB III
TEORI DASAR KUANTUM DAN
PERSAMAAN SCHRODINGER
33
berbeda untuk benda yang sama, maka hubungan antara kuantitas
karakteristik keduanya harus valid, yaitu
E = hω = h υ (3.1)
r
r v h k
dan p = k h = (3.2)
λ |k|
Pers. (3.1) and (3.2) berlaku untuk foton dan juga
dipostulatkan berlaku untuk partikel bebas yang mana fungsi
gelombang yang menggambarkan partikel tersebut adalah fungsi
gelombang bidang yang dinyatakan sebagai
Ψ (r, t) = A exp{i(ωt- k.r)} (3.3)
or
i rr
Ψ (r, t) = A exp{ ( Et − p.r )
h
setelah pers (3.1) dan (3.2) dimasukkan ke dalam pers (3.3). Dan
mengikuti de Broglie, besarnya panjang gelombang partikel
dinyatakan sebagai
λ = 2π/k = h/(mv) (3.4)
dimana m adalah massa diam. Karena besarnya tetapan Planck, h,
sangat kecil, maka diperlukan partikel dengan massa yang sangat
kecil pula agar panjang gelombang partikel dapat terukur.
Berdasarkan alasan inilah panjang gelombang yang terukur adalah
panjang gelombang partikel yang berukuran seorde dengan atom.
Eksponen atau pangkat pada pers (3.3) disebut fase gelombang, α
α = ω t- k. r (3.5)
yang mana cepat rambat gelombang tersebut adalah u = (dr/dt) dan
dapat ditentukan dari kondisi bahwa fase gelombang tersebut
konstan terhadap waktu, yaitu (dα)/dt = 0 dan diperoleh
ω - k. (dr/dt) = 0 atau
|u |= (ω / k) (3.6)
Untuk partikel-partikel atomik yang bergerak dengan kecepatan
mendekati kecepatan relativistik, besarnya energi partikel adalah
E =mc2 = √ (m02c4 + p2 c2), (3.7)
34
bila v<<c, dengan menggunakan deret binomial maka energi partikel
relativistik pers (3.7) dapat dituliskan menjadi
35
Oleh karena itu kecepatan group dari gelombang materi identik
dengan kecepatan partikel, vg = v.
Cara lain untuk menunjukkan hubungan antara kecepatan
group dan kecepatan partikel adalah dengan cara mendeskripsikan
partikel dengan paket gelombang terbatas dengan menggunakan
integral Fourier yang merupakan superposisi dari gelombang
harmonik yang berbeda panjang gelombang dan kecepatan fasenya,
yang dapat ditulis sebagai
k0 + Δk
Ψ (x, t) = ∫ c(k) exp{i[ω(k)t – kx]}dk (3.14)
k0 - Δk
36
dimana C(x, t) = 2 c(k0) {sin( Δk (vg t – x)) / (vg t – x)} (3.17b)
Karena argument fungsi sin mengandung besaran Δk yang harganya
cukup kecil maka C(x, t) bervariasi secara perlahan-lahan terhadap
fungsi waktu t dan posisi x, maka C(x, t) ditinjau sebagai amplitude
gelombang yang hampir monokromatik dan ω(k0 )t – k0 x adalah
fasenya. Dengan mengalikan pembilang dan penyebut pada pers
(3.17b) dengan Δk dan dengan memisalkan Δk (vg t – x) = z,
diperoleh
sin z
lim = 1 untuk z ≠ 0
z →0 z
dan lim sin z = 0 untuk z = ± π, ± 2π, … (3.18)
z →0 z
C(x,t)
37
fungsi di titik x = 0 dan kemudian menjadi nol. Maka dapat
disimpulkan bahwa superposisi antara beberapa gelombang
menghasilkan sebuah paket gelombang yang mana amplitudonya
tidak nol hanya pada interval tertentu, lihat gambar 3.1.
Faktor modulasi amplitude, (sin z) /z, mempunyai harga maksimum
untuk z = 0, vg t – x = 0 yang berarti bahwa gelombang dengan
amplitude maksimum tersebut adalah gelombang bidang yang
merambat dengan kecepatan
vg = dx/dt (3.19)
Cepat rambat gelombang bidand yang beramplitudo maksimum ini
harus diidentifikasi sebagai kecepatan group yang tidak lain adalah
kecepatan perpindahan energi. Kecepatan gelombang, kecepatan
group adalah kecepatan seluruh paket gelombang ( group gelombang
materi).
Bila ⎢Ψ (r, t)⎢2 dari pers (3.16) harus konstan maka vg t – x =
konstan, maka dx/dt = vg dan nilai ⎢Ψ (r, t)⎢2 yang konstan bergerak
dengan kecepatan vg, dengan mendiferensialkan pers dispersi (3.9)
terhadap k diperoleh
vg = (dω /dk) k =k0 = (hk)/m0 = (hk0 )/m0 = p/m0 (3.20)
Tetapi tidak semua gelombang materi besarnya kecepatan paket
gelombang sama dengan kecepatan partikel pada mekanika klasik.
Menurut de Broglie, bila setiap partikel yang bergerak secara
teratur sebagai gelombang bidang dengan panjang gelomabang λ
dimana λ = h/p dan bila kecepatan partikel cukup kecil, v<<c, maka
besarnya energi total adalah E = p2 / 2m0 sehingga diperoleh
h
λ= (3.21)
2 m0 E
Contoh: electron yang mempunyai energi 10 keV dan mempunyai
massa (diam),
m0 = 9,1x10-31kg, panjang gelombangnya adalah λe = 0,122 A0.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa besarnya daya resolusi
sebuah mikroskop tergantung pada panjang gelombang cahaya yang
digunakan. Semakin kecil panjang gelombang cahaya yang
38
digunakan, makin pendek jarak antara dua titik yang berbeda yang
dapat dilihat degan mikroskop. Misalnya kita gunakan cahaya
tampak yang panjang gelombangnya sekitar 5000A0, maka
perbesaran yang dihasilkan mikroskop sekitar 2000x. Bila kita
gunakan mikroskop elektron maka mikroskop dapat menghasilkan
perbesaran 500.000x dan resolusi yang dapat dicapai adalah 5-10 A0.
Pada dasarnya cukup sulit untuk membayangkan partikel
yang berperilaku sebagai gelombang, tetapi untuk membayangkan
gelombang yang terlokalisasi lebih mudah karena gelombang yang
terlokalisasi, yang disebut sebagai paket gelombang dapat diperoleh
sebagai hasil superposisi antara beberapa gelombang yang berbeda
frekuensi secara khusus sedemikian hingga superposisi diluar paket
adalah nol. Superposisi antara beberapa gelombang dapat diperoleh
dengan menggunakan deret Fourier.
Contoh
Bila suatu fungsi f(x) didefinisikan sebagai
∞
∫ dk g (k )e
ikx
f(x) = (3.22)
−∞
∫ dke exp{−α ( k − k 0 ) 2 }
ikx
f(x) =
−∞
’
set k = k-k0 ke dalam pers integral sehingga diperoleh
∞
∫ dk exp{−αk ′ }e
ik ′x ik0 x
f ( x) = 2
e
−∞
∞
= e ik0 x ∫ dk ′ exp{−α ( k ′2 ) + ik ′x}
−∞
∞
ix ix 2 − x2
∫ dk ′ exp{−α ( k ′2 − k′ + (
ik 0 x
=e ) }exp{ }
−∞
α 2α 4α
39
∞
ix 2 − x2
∫ dk ′ exp{−α ( k ′2 −
ik 0 x
=e ) }exp{ }
−∞
2α 4α
ik 0 x − x2 π
=e exp{ }
4α α
− x2 π
f(x) = exp{ + ik 0 x} (3.22b)
4α α
− x 2 ixk0 2 π
2 − x2 π
Besarnya |f(x)| = exp{ }e = exp{ } (3.23)
2α α 2α α
2
karena e ixk0 = e ixk0 e − ixk0 = 1
Dari grafik pers (3.23) |f(x)|2 sebagai fungsi posisi, x, dapat dilihat
bahwa nilai maksimum dari |f(x)|2 dicapai pada saat x = 0 yang
berarti bahwa sebaran partikel terlokalisasi ( terkonsentrasi di sekitar
posisi x = 0, dan grafik akan mengalami penurunan drastik sebesar
1 x2
bila harga = 1atau x = ± 2α , maka dapat dikatakan lebar
e 2α
|f(x)|2 adalah 2 2α . Lebar grafik dalam ruang posisi x bersesuaian
dengan lebar grafik dalam ruang k yang lebarnya dapat dicari dari
grafik persamaan |g(k)|2 = exp{−2α ( k − k 0 ) 2 } , |g(k)|2 sebagai fungsi
k. Harga maksimum |g(k)|2 dicapai pada saat − 2α ( k − k 0 ) 2 = 0 atau
k = k0 , ini berarti bahwa distribusi partikel terkonsentrasi disikitar
1
titik k = k0 dan grafik mengalami penurunan secara tajam sebesar
e
±1
bila − 2α ( k − k 0 ) 2 = 1 atau k – k0 = , sehingga lebar grafik
2α
2
|g(k)|2 sebesar . Karena masing-masing fungsi terlokalisasi
2α
2
selebar 2 2α dan , kemudian lebar lokalisasi masing-masing
2α
40
2
fungsi kita definisikan sebagai Δx = 2 2α dan Δk = , maka
2α
diperoleh Δx Δk = 4. Dari gelombang de Broglie diperoleh
Δp Δp
Δk = , maka Δx = 4 atau Δx Δp = 4h
h h
Lebar kuadrat harga mutlak fungsi diinterpretasikan sebagai lebar
kebolehjadian ditemukannya suatu partikel pada posisi tertentu atau
dengan momentum tertentu dalam rentang variasi posisi atau
momentum, maka besaran lebar tersebut merupakan deviasi standard
posisi atau momentum yang harganya bervarisi sejalan dengan
bertambahnya waktu.
41
C
θ θ
θ
A d B
Gambar 3.2. Prinsip hamburan
gelombang materi pada kristal
θ
θ
A C d
B
Gambar 3.3 Difraksi sinar x
pada bidang kristal
42
pada layar. Bila jarak antara kisi difraksi dengan layar (plat film)
adalah L dan D adalah jari-jari lingkaran yang merupakan tempat
kedudukan hasil interferensi kisi Kristal maka berlaku hubungan tan
2θ = D/2L . Karena besarnya sudut difraksi θ cukup kecil maka
tan 2θ ∼ 2θ dan sinθ ∼ θ dan pers (3.23) dan (3.24) dapat ditulis
menjadi
D√(U) = (2nhL)/{d √(2m0e)} (3.25a)
Dd = 2nλL (3.25b)
43
Dalam listrik magnet, kita telah mempelajari gelombang
electromagnet (GEM) yang dihasilkan oleh adanya perubahan
medan electromagnet di dalam vakum. GEM merambat dengan
kecepatan cahaya yaitu 3.0 x 108 m/s. Persamaan GEM secara
matematik dinyatakan sebagai
Ψ = Ψo sin (kx –ωt) atau Ψ = Ψo ei (kx- ωt) (3.26)
44
Klasik dengan Kuantum dan pers. Schrodinger adalah
Hamiltonian dalam Mekanika Klasik.
5) Pengubahan variabel menjadi operator dilakukan dengan
menggunakan definisi persamaan GEM dan ke 3 definisi
(prinsip) di atas sebagai berikut:
Misalnya kita memilih sistem partikel yang paling sederhana
yaitu sebuah partikel bebas dimana partikel hanya mempunyai
energi kinetik dan energi potensial partikel adalah nol. Jadi
energi total partikel hanya sama dengan energi kinetik partikel,
p2
E= 2m = hν
Karena partikel berperilaku sebagai gelombang, kemudian pers.
GEM kita differensialkan terhadap variabel-variabelnya yaitu
terhadap x dan t sebagai berikut.
dΨ dΨ0 exp(i (kx − ωt ))
= = ik Ψ
dx dx
d 2Ψ
2
= (ik)2 Ψ0 exp(i (kx − ωt ))
dx
= -k2 Ψ0 exp(i (kx − ωt )) = -k2 Ψ (3.30)
p2
Dari pernyataan (1) dapat dituliskan harga –k2 = - , maka
h2
energi total partikel bebas yang besarnya sama dengan energi
kinetik dapat diperoleh bila ruas kiri dan kanan pers (3.30)
h2
dikalikan dengan -
2m
h d Ψ
2 2 2 2
k h
- 2
= Ψ0 exp(i (kx − ωt ))
2m dx 2m
p2 p2
= 2m Ψ0 exp(i (kx − ωt )) = 2m Ψ (3.31)
Dari pers (3.31) dapat ditunjukkan bahwa variabel momentum
linier p dalam Mekanika Klasik diubah menjadi operator
momentum linier, p, dalam Mekanika Kuantum yang dinyatakan
sebagai
45
2 d2 d
p = −h 2
2
= (- i h )2, maka
dx dx
d
p=-i h (3.32)
dx
dan operator energi kinetiknya adalah
h2 d 2
Ek = T = - (3.32a)
2m dx 2
dimana i adalah bilangan imaginer, i = − 1 . Dengan jalan yang
sama bila pers gelombang pada pers (3.26) didiferensialkan
terhadap t diperoleh
dΨ
= -iω Ψ0 exp(i (kx − ωt )) (3.33)
dt
Dengan menggunakan pers (3.28) dan pers (3.33) dikalikan
dengan i h sehingga diperoleh
dΨ
ih = h ω Ψ0 exp(i (kx − ωt )) = h ω Ψ = E Ψ (3.34)
dt
Pers (4.9) menunjukkan bahwa
d
E = H = h ω = ih (3.34a)
dt
Yang tidak lain merupakan operator energi total (Hamiltonian
H) dalam Mekanika Kuantum. Dengan demikian kita dapat
menuliskan pers. Schrodinger untuk sebuah partikel bebas dalam
sistem satu dimensi ( arah sumbu x) dalam Mekanika Kuantum
sebagai
h2 d 2Ψ dΨ
- 2
= ih (3.35)
2m dx dt
Untuk partikel yang dipengaruhi oleh suatu medan yang
mempunyai energi potensial V(x), maka pers. Schrodinger yang
p2
merupakan energi total E = + V(x) dapat diperoleh dengan
2m
menambahkan V(x) ke dalam pers (3.35) sehingga pers (3.35)
menjadi
46
h2 d 2Ψ dΨ
- 2
+ V(x) Ψ = i h (3.36)
2m dx dt
Pers (3.36) adalah pers Schrodinger satu dimensi yang
merupakan fungsi posisi dan waktu dan dapat diuraikan menjadi
pers Schrodinger yang merupakan fungsi posisi saja dan waktu
saja dengan cara menyelesaikan persamaan differensial orde dua
tersebut dengan menggunakan metode pemisahan variabel.
Dengan memisalkan Ψ (x,t) = ψ ( x)T (t ) (3.37)
dan kemudian pers (3.37) dimasukkan ke dalam pers (3.36)
diperoleh
h2 d2 d
- T (t ) 2 ψ (x) + V(x)ψ (x)T(x) = ψ (x)ih T(t) : ψ ( x)T (t )
2m dx dt
h2 1 d 2ψ 1 dT
− . + V(x) = ih =E
2m ψ (x) dx 2
T dt
Kedua ruas harus sama dengan konstanta, E, karena kedua ruas
mempunyai variabel yang berbeda tetapi disamakan, dan
konstanta tersebut sama dengan energi total E, maka
ih dT dT i
=E→∫ = − ∫ E dt
T dt T h
i
In T = − Et
h
i
− Et
T = c.e h
(3.38)
dan
h 2 1 d 2ψ
− + V(x) = E yang dapat dituliskan kembali menjadi
2m ψ dx 2
h 2 d 2ψ
− + V(x)ψ = Eψ (3.39)
2m dx 2
Pers (3.39) adalah pers Schrodinger (PS) stasioner satu dimensi.
Untuk selanjutnya pers (3.39) akan kita gunakan untuk
menyelesaikan beberapa contoh sistem partikel yang
47
dipengaruhi oleh suatu medan, misalnya partikel dalam potensial
Kotak, potensial Undak, Sumur, Tanggul, Osilator Harmonik
dan potensial Coulomb untuk atom Hidrogen.
Persamaan Schrodinger pada pers.(3.36) berbeda dengan pers
(3.39) karena pers (3.36) menggambarkan dinamika fungsi
gelombang Ψ (x,t) terhadap waktu sedangkan pers. (3.39)
merupakan persamaan eigenvalue. Secara umum, persamaan
eigen value dideskripsikan sebagai sebuah operator yang
beroperasi (bekerja) pada sebuah fungsi dan memetakan fungsi
menjadi fungsi yang lain. Marilah kita tinjau beberapa contoh
pemetaan fungsi oleh operator Oˆ :
Ô f(x) = f(x) + x2
Ô f(x) = [f(x)]2
Ô f(x) = f(3x2+1 )
Ô f(x) = [df(x)/dx]3
Ô f(x)=df(x)/dx-2f(x) = {(d/dx) – 2}f(x)
Ô f(x)=λf(x) (3.40)
Semua contoh pada pers (3.40) menunjukkan adanya sifat
bersama bila f(x) diketahui terdapat aturan tertentu pada operasi
Ô pada f(x). Suatu operator disebut linear operator L bila
operator tersebut bekerja pada suatu fungsi maka akan
memetakan ke fungsi yang berbanding langsung dengan fungsi
tersebut, seperti terlihat pada contoh (5) dan (6) pada pers (3.40).
Persamaan (3.39) dapat juga ditulis dalam bentuk
H ψE (x) = E ψE (x) (3.41)
dimana operator Hamiltonian bekerja pada fungsi gelombang
tertentu dan menghasilkan kembali fungsi gelombang tersebut
yang dikalikan dengan suatu konstanta E dan konstanta E
disebut sebagai eigenvalue, dan penyelesaian ψE (x) tergantung
pada nilai E yang dapat bernilai diskrit atau kontinyu dan ψE (x)
disebut eigenfunction (fungsi eigen) yang berkorespondensi
dengan eigenvalue E oleh operator H.
48
Dari penjabaran diatas dapat dikatakan bahwa ψ (x,t)= ψE (x)
iEt
−
e merupakan penyelesaian pers (3.36). Karena operator
h
49
ruangan sebagai fungsi posisi untuk suatu waktu tertentu. ( misalnya
gelombang cahaya) Kalau begitu, bagaimana gelombang dapat
digunakan untuk mendiskripsikan sebuah partikel? Menurut Born,
mengenai interpretasi statistika tentang fungsi gelombang,
2
ψ ( x, t ) merupakan besarnya peluang untuk ditemukannya
partikel pada sebuah titik x pada saat t, atau tepatnya
2
ψ ( x, t ) dx adalah besarnya peluang untuk ditemukannya
A B C
x
Gambar 3.4 Tipe fungsi gelombang
Dari gambar 3.4 dapat dikatakan bahwa peluang yang paling besar
ditemukannya partikel di titik B, dan paling tidak mungkin
ditemukan partikel di titik A atau C. Interpretasi statistika mengenai
fungsi gelombang menunjukkan bahwa kita tidak dapat meramalkan
secara pasti hasil pengukuran , misalnya posisi, walaupun alat yang
dipakai untuk melakukan pengukuran akurat dan tepat karena
pengukuran dalam mekanika kuantum selalu mengandung
ketidakpastian.
Karena interpretasi statistika fungsi gelombang tersebut,
maka probabilitas (peluang) memainkan peran sentral dalam
mekanika kuantum. Kemungkinan ditemukannya partikel dalam
interval tertentu, misalnya antara a dan b dapat diperoleh dengan
mengintegralkan pers (3.44) dengan batas integral dari a sampai b,
50
b
∫ ψ ( x, t )
2
dx (3.45)
a
2
dimana ψ ( x, t ) = P(x) disebut sebagai rapat probabilitas untuk
ditemukannya partikel dititik x pada saat t. Bila pers. (3.41)
diintegralkan dari - ∞ sampai ∞, maka dalam interval tersebut pasti
ditemukan partikel, maka
∞
∫ ψ ( x, t )
2
dx = 1 (3.46)
∞
51
d 2 d dψ * dψ
Karena ψ ( x, t ) = (ψ *ψ ) = ψ +ψ * (3.48)
dt dt dt dt
dan pers Schrodinger yang merupakan fungsi posisi dan waktu pers
(3.36) dapat ditulis
dψ 1 ⎡ h 2 d 2 ψ ⎤ ih d 2ψ i
= ⎢− + V ( x )ψ ⎥ = 2
− Vψ (3.49)
dt ih ⎣ 2m dx 2 ⎦ 2 m dx h
serta Complex conjugate dari pers (4.20 ) adalah
dψ ∗ ih d 2ψ i − ih d 2ψ • i
=( 2
− V ψ ) *
= 2
+ Vψ • (3.50)
dt 2m dx h 2m dx h
maka bila pers (3.49) dan (3.50) dimasukkan kedalam pers ( 4.19 )
diperoleh
dP d ⎛ −ih d2ψ• i ⎞ • ⎛ ih d ψ i
2
⎞
2
= ψ ( x, t ) = ⎜⎜ 2
+ V( x)ψ *⎟
⎟ ψ +ψ ⎜
⎜ 2
− V(x)ψ⎟⎟
dt dt ⎝ 2m dx h ⎠ ⎝ 2m dx h ⎠
dP ih d 2ψ d 2ψ •
= (ψ • − ψ ) (3.51)
dt 2m dx 2 dx 2
Dari manipulasi operasi differensial sederhana dapat diperoleh
d 2ψ d ⎛ * dψ ⎞ dψ • dψ
ψ* = ⎜ψ ⎟−
dx 2 dx ⎝ dx ⎠ dx dx
(3.52)
dan
d 2ψ • d ⎛ dψ * ⎞ dψ dψ *
ψ = ⎜ψ ⎟− .
dx 2 dx ⎜⎝ dx ⎟⎠ dx dx
Bila pers (3.52) dimasukkan ke dalam pers (3.51) maka
dP ih ⎡ d ⎛ * d ψ ⎞ d ψ * d ψ ⎤ ⎛ d ⎛ dψ * ⎞ dψ dψ * ⎞
= ⎜ψ ⎟− −⎜ ⎜⎜ψ ⎟⎟ − . ⎟
dt 2 m ⎢⎣ dx ⎝ dx ⎠ dx dx ⎥⎦ ⎜⎝ dx ⎝ dx ⎠ dx dx ⎠
⎟ (3.53)
ih d ⎛ * d ψ dψ * ⎞
= ⎜⎜ψ −ψ ⎟⎟
2 m dx ⎝ dx dx ⎠
dP ih d ⎛ dψ dψ *
⎞
∫ dx = ∫ ⎜ψ −ψ ⎟⎟ dx
*
dt 2 m dx ⎜⎝ dx dx ⎠
52
∞
d ih ⎛ * d ψ dψ * ⎞
dt ∫
Pdx = ⎜ψ − ψ ⎟ =0
2 m ⎜⎝ dx dx ⎟⎠ − ∞
Karena ψ harus berharga nol pada saat harga x menuju ±∞, sebab
bila tidak nol fungsi gelombang menjadi tak ternormalisasi, maka
∞
d d
∫ ∫
2
Pdx = ψ ( x, t ) dx = 0
dt dt −∞
Bila didefinisikan
ih dψ • dψ
J ( x, t ) = (ψ −ψ • ) (3.54)
2m dx dx
didefinisikan sebagai arus probabilitas, maka pers (3.53) dapat
ditulis menjadi
dP − dJ ( x, t )
=
dt dx
atau secara umum dapat ditulis menjadi
dP
+∇ o J = 0 (3.55)
dt
yang tidak lain merupakan persamaan kontinyuitas yang
mencerminkan hukum kekekalan muatan.
Dari diskusi di atas dapat dikatakan bahwa pengukuran
benda-benda dalam skala mikroskopik hasilnya hanya dinyatakan
sebagai peluang, P, dengan demikian hasil pengukuran tersebut
adalah merupakan nilai harap yang analogi dengan rerata yang
diperoleh dari pengukuran berulang kali pada mekanika klasik.
Besarnya simpangan pengukuran yang juga disebut sebagai
ketidakpastian pengukuran posisi didefinisikan sebagai
1
2
Δx = < x 2 > −(< x >) 2 = (x 2 − x ) 2 (3.56)
Dengan jalan yang sama besarnya ketidakpastian pengukuran
momentum yang dilakukan bersamaan dengan pengukuran posisi
dapat dinyatakan sebagai
53
1
dan Δp = < p > −(< p >)
2 2
= (p − p )
2 2 2
(3.57)
Di dalam pengukuran benda-benda yang berukuran atomik
(bersifat mikroskopik) hasil pengukuran yang diperoleh adalah
hanya bersifat probabilistik yang merupakan nilai harap atau dapat
didekati sebagai nilai rerata saja.
<x> = nilai harap ditemukan partikel pada posisi (a, b) didefinisikan
sebagai
< x >=
∫ψ ∗ xψdx
∫ ψ dx
2
b
< x >= ∫ψ • (x)xψ (x)dx
a
(3.58)
54
dalam suatu material, maka material tersebut disinari dengan cahaya
yang mempunyai panjang gelombang λ dan citra yang terbentuk
karena penyinaran tersebut diproyeksikan ke layar seperti pada
eksperimen optika. Gambar 3.5 menunjukkan peralatan eksperimen
utama yang disederhanakan Jarak terkecil antara posisi dua benda
mikroskopik yang dapat ditentukan (dideteksi) oleh mikroskop
disebut sebagai daya resolusi mikroskop yang dinyatakan sebagai
λ
d= dan ketidakakuratan lokalisasi electron sebanding dengan
sin ϕ
jarak terkecil yang terdeteksi yaitu,
λ
Δx ≈ d = (3.60a)
sin ϕ
layar
lensa
ϕ
ν ,λ
elektron
x
Gambar 3.5 Penentuan posisi
electron dengan mikroskop
55
Maka Δx Δp x ≈ 2πh
Makin kecil harga Δx atau Δp x makin akurat hasil pengukuran x atau
px. Karena hasil kali keduanya konstan, maka dapat disimpulkan
bahwa tidak dapat dilakukan pengukuran posisi dan momentum
secara serentak yang memberikan hasil pengukuran yang cukup
akurat.
ψψ * ( x,0)
Δx x
Gambar 3.6 Rapat probabilitas dari paket
gelombang pada pers (3.17a) pada saat t=0
56
Ekstensi dari gelombang group ditunjukkan dengan Δx yaitu jarak
dari minimum pertama ke titik maksimum. Dan besarnya rapat
probabilitas pada titik minimum adalah nol,
sin 2 ( Δk{v g t − x})
| |ψ ( x, t ) |2 = 4c 2 ( k 0 ) =0 (3.62)
(v g t − x ) 2
Bila vg –x = Δx , dari pers (3.54),
sin Δx Δk =0 = sin n π
Maka diperoleh harga ketidakpastian untuk minimum pertama n=1
Δx Δk ≈ π
Dengan memasukkan harga momentum menurut de Broglie dapat
diperoleh estimasi ketidakpastian Δx Δp ≈ πh .
Prinsip ketidakpastian Heisenberg sebagai konsekuensi sifat materi
sebagai gelomband, hal ini berarti bahwa gelombang sebagai medan
pemandu dari partikel. Dengan menggunakan prinsip superposisi
mpprobabilitas medan adalah paduan paket gelombang dari
gelombang-gelombang yang mempunyai momentum yang definit
(gelombang bidang). Partikel yang dipandu oleh paket gelombang
dapat ditemukan dengan kebolehjadian yang cukup tinggi dalam
rentang Δx karena partikel terlokalissi dalam rentang Δx . Untuk
lokalisasi partikel dalam Δx tersebut, diperlukan sejumlah besar
paket gelombang yang mempunyai momentum mendekati hk 0 yaitu
momentum dari paket gelombang yang lebarnya hΔk .
Untuk menjabarkan prinsip ketidakpastian, perlu
didefinisikan lebih dulu sebuah ukuran deviasi (simpangan) px atau x
terhadap nilai reratanya, <px> atau <x>, yang akan didiskusikan
pada sub bab berikutnya.
∫ dx |ψ ( x, t ) |
2
<x>= x dan kuadrat deviasi
57
d
∫ dxψ ( x, t )( −ih )ψ ( x, t )
*
<p>= dan
dx
( Δp ) 2 = < ( p − < p > ) 2 > = < p 2 > − ( < p > ) 2
untuk momentum.
Pada pembahasan penjabaran prinsip ketidakpastian berikut
ini kita pilih sistem koordinat sedemikian hingga titik awal koordinat
adalah titik tetap yang berimpit dengan titik <x> = x yang
merupakan pusat dari distribusi partikel, maka x di set sama
dengan nol , karena kedua titik yang berimpit tersebut selalu
dx
bergerak bersama maka kecepatan pusat distribusi partikel = <p>
dt
= p juga sama dengan nol. Untuk menciptakan hubungan antara
besaran x2 dan ( p x ) 2 , marilah kita tinjau bentuk integral dari
kuadrat suatu fungsi yang mencakup operator posisi x dan operator
d
momentum , yaitu
dx
∞
dψ ( x )
I( α ) = ∫ αxψ ( x, t ) +
2
dx (3.63)
−∞
dx
Fungsi dalam integral pada pers (3.63) merupakan fungsi kuadrat,
maka harga I( α ) selalu positif atau sama dengan nol. Penyelesaian
integral pada pers (3.63) dapat dilakukan dengan menguraikan
bentuk kuadrat dari fungsi menjadi
∞ ∞
dψ*(x) dψ dψ* dψ(x)
I(α ) = ∫ α2x2ψ dx+α ∫ x{ ψ +ψ* }dx+ ∫
2
dx (3.64a)
−∞ −∞
dx dx −∞
dx dx
A -B C
∞
∫
2
A= x 2 ψ dx = <x2> = Δx 2 (3.64b)
−∞
dψ * ( x ) dψ d
B=- −
−∞
∫ x{
dx
ψ +ψ *
dx
}dx = − ∫ x (ψ *ψ )dx
−∞
dx
58
∞
= − x (ψ *ψ ) ∫ ψ ψ )dx =1
*
+ (3.64c)
−∞
−∞
∞ ∞
dψ * dψ ( x) d ∞ d 2ψ ( x )
∫ dx = (ψ * ψ ) - ∫ψ *
C= dx
−∞
dx dx dx −∞
−∞
dx 2
∞ 2
1 −h d2 1 Δp x2
∫ ψ { dx 2 }ψ ( x )dx = h 2 < p x > = h 2
* 2
= 2 (3.64d)
h −∞
dan I( α )= α 2 A - B α + C ≥ 0 (3.64e)
Pertidaksamaan kuadrat pada pers. (3.64e) selalu berharga positif
atau nol , maka harga diskriminan dari persamaan kuadrat dengan
variable α tersebut harus kurang dari nol atau nol,
D=B2-4AC ≤ 0 (3.64f)
maka akar-akar dari pers kuadrat tersebut merupakan bilangan
kompleks.
Kemudian hasil perhitungan pada pers (3.64b), (3.64c) dan (3.64d)
dimasukkan ke dalam pers (3.64a) dan menggunakan kondisi pers
(3.64f) diperoleh
Δp x2 h2
1-4 Δx 2 ≤ 0 atau Δx 2
Δ p 2
x ≥ (3.65)
h2 4
Beberapa contoh ilustrasi prinsip ketidakpastian Heisenberg pada
pengukuran serentak antara posisi dan momentum yang tak akan
mungkin memberikan menghasilkan kedua pengukuran secara tepat.
59
dan rapat probabilitasnya adalah |ψ ( x, t ) |2 = c2 Bila sebuah partikel
yang direpresentasikan oleh ψ ( x, t ) terkungkung dalam volume V,
dan berdasarkan kondisi batas bahwa fungsi gelombang
1
ternormalisasi, maka ∫ d 3 xc 2 = 1 atau Vc2 =1 atau c =
V
Untuk keadaan –keadaan partikel (states ) yang terlokalisasi,
yaitu semua partikel terkonsentrasi pada suatu tempat , fungsi
gelombang sistem partikel tersebut merupakan perpaduan dari
masing-masing gelombang bidang yang dinyatakan sebagai
r d3p i r r i p2
ψ (r , t ) = ∫ ϕ ( p ) exp{ p.r − t} (3.67)
( 2πh) 3 h h 2m
60
∞
π
∫e
− ax 2
dx =
−∞
a
A π b2
ψ ( x, t ) = exp{ − c} (3.71)
2πh a a
Rapat probabilitas untuk partikel yang direpresentasikan dengan
fungsi gelombang pada pers (3.71) adalah
A 2π 2
ψ ( x, t ) 2 = ( ) exp{2 Re{b − c} } (3.72)
2πh a a
Faktor normalisasi fungsi gelombang pada pers (3.70) dapat
∫ dxψ ( x, t )ψ ( x, t ) = 1 dan
*
ditentukan dengan menggunakan definisi
61
maka harga faktor normalisasi A dapat diperoleh sebagai
A = 4 8πd 2 (3.75)
Dengan memasukkan harga A pada pers (3.75) dan pers (3.75) ke
dalam pers (3.72) maka pers (3.72) menjadi
1 ( x − vt ) 2
| |ψ ( x, t ) |2 = exp { − 2 } (3.76)
d 2π (1 + Δ2 ) 2d (1 + Δ2 )
Pers (3.76) menunjukkan rapat probabilitas yang merupakan fungsi
posisi dengan bentuk fungsi Gaussian. Kecepatan group maksimum
p ∂E
dari paket gelombang , v = 0 = | p , seperti pada mekanika
m ∂p 0
klasik, sedangkan kecepatan fase dari masing-masing individu
gelombang bidang yang merupakan komponen penyusun dari paket
E p
gelombang adalah v ph = = . Karena harga Δ merupakan
p 2m
fungsi waktu yaitu kenaikan Δ sebanding dengan kenaikan waktu,
maka dengan bertambahnya waktu nilai |ψ ( x, t ) |2 menjadi lebih
datar atau lebih menyebar ini berarti partikel-partikel dalam sistem
partikel menjadi lebih menyebar.
Rapat probabilitas pada pers (3.76) sangat bermanfaat untuk
digunakan dalam penentuan nilai rerata posisi suatu partikel dan
deviasi standard dari posisi partikel tersebut. Nilai harap dari posisi
partikel, <x>, dihitung dengan
∫ dx |ψ ( x, t ) |
2
<x>= x (3.77a)
∞ ∞
= ∫ dx |ψ ( x, t ) |2 ( x − vt ) - ∫ dx |ψ ( x, t ) |
2
vt ) = vt (3.77b)
−∞ −∞
62
= < x 2 > −( < x > ) 2
∞
1 ( x − vt ) 2
∫−∞dx d 2π (1 + Δ2 ) exp { − 2d 2 (1 + Δ2 ) } (x-vt)
2
∞
1 ( x − vt ) 2
+2vt ∫ dx exp { − } (x-vt)
−∞ d 2π (1 + Δ2 ) 2d 2 (1 + Δ2 )
∞
1 (x − vt ) 2
+ (vt)2 ∫ dx exp { − } (3.78)
−∞ d 2π (1 + Δ2 ) 2d 2 (1 + Δ2 )
< x > = d 2 (1 + Δ2 ) + ( vt ) 2
2
(3.79)
Hasil integrasi pada pers (3.79) diperoleh dari penyelesaian pers
(3.78) dengan menggunakan integral fungsi Gaussian. Dengan
memasukkan pers (3.77) dan (3.79) kedalam pers (3.80), maka
diperoleh nilai deviasi standard dari posisi partikel yaitu
Δx = d (1 + Δ ) 2 (3.80)
Contoh
1. Sebuah partikel yang bersifat makroskopik, bermassa m= 1023
mp dimana mp adalah massa sebuah proton. Dalam kondisi awal,
besarnya ketidak pastian posisi partikel adalah
Δx = d =10-8 cm dan pada saat 1 = 1010 s dimana besarnya
Δ = 1 , maka besarnya ketidakpastian posisi berubah menjadi
Δx = 2d ( nilai akhir ketidakpastian ini sedikit tak relevan
dengan pertambahan benda makroskopik. Dapat ditunjukkan
bahwa Δ = 1 !
63
t=0
t=t1
t=t2
h he-1
v.t1 v.t2
2d 2(1 + Δ2 )d
∫ W ( x, t )d
3
p=1 (3.81)
−∞
64
dengan transformasi Fourier dari pers (3.67). Pers (3.67) dapat
ditulis dalam bentuk
r d3p i rr
ψ (r , t ) = ∫ ϕ ( p, t ) exp p.r (3.82)
( 2πh) 3
h
i p2
dimana ϕ ( p, t ) = ϕ ( p ) exp{− t}
h 2m
Dengan menggunakan pers (3.82) akan ditentukan W(x,t) menurut
definisi pada pers (3.81), dan dengan menggunakan definisi dV=d3x,
r r
dan r = x = iˆx + ˆjx + kˆx 1 2 3
r 2 d3 p i r r r
∫ ψ ∫ (2πh)6 ∫ d p′ exp{h ( p − p′ ).x} ϕ ( p, t ) ϕ ( p′, t )
3 3 3 *
d x | ( r , t ) | = d x
d 3 p′ 3 r r
= ∫ d3p ∫ (2πh ) 3
δ ( p − p ′ ) ϕ ( p, t ) ϕ * ( p ′, t ) (3.83)
1
= ∫ d3p
(2πh )3
| ϕ ( p , t ) |2 (3.83a)
d 3 p′ 3 r r 1
dan ∫ (2πh) 3
δ ( p − p ′ ) ϕ ( p, t ) ϕ * ( p ′, t ) =
(2πh )3
| ϕ ( p, t ) (3.84b)
∫
−∞
dk
2π
= δ ( x − x ′) atau ∫
−∞
dp
2πh
= δ ( x − x ′) (3.84c)
65
Dari pers (3.83a) dapat disimpulkan bahwa rapat probabilitas
untuk penemuan partikel yang mempunyai momentum p dalam
ruang momentum adalah
1 r
W(x,t) = | ϕ ( p , t ) |2 (3.85)
(2πh )3
= p0
karena suku kedua ruas terkanan pada pers (3.87) diselesaikan
dengan integral bentuk Gaussian sehingga diperoleh
∞
2d d2
< p > = ∫ dp p0 exp{−2( p − p0 )2 2 }
−∞
πh h
2 d πh 2
= p0 = p (3.87a)
π h 2d 2
Dan integral suku pertamanya sama dengan nol karena fungsi yang
diintegralkan merupakan fungsi genap. Sedangkan besarnya kuadrat
standard deviasi dari momentum yang didefinisikan sebagai ( Δp ) 2
= < ( p − < p >) 2 > = < p 2 > − < 2( p ) < p >> + << p > 2 >
= < p 2 > −( < p > ) 2
dimana < p > = p0 = nilai harap momentum
66
∞
( Δp ) = < ( p − < p >) > = < ( p − p0 ) > = ∫ dp W ( x, t ) ( p − p0 ) 2
2 2 2
−∞
sehingga
∞
2 d d2
( Δp ) 2 = ∫ dp exp{−2( p − p0 ) 2 2 } ( p − p0 ) 2 (3.88)
−∞
π h h
Pers (3.88) dapat diselesaikan dengan menggunakan integral parsiil
terhadap variabel (p-p0),
∞ 2
1 h2 2 d 2 d
= ∫ 2 2d 2 π h
−∞
{− } d [exp{−2 ( p − p 0 )
h2
}] ( p − p0 )
2
h2 2 d 2 d ∞
( Δp ) = {− 2 }
2
[exp{−2( p − p0 ) 2 } ( p − p0 ) +
4d π h h −∞
∞ 2
h2 2 d 2 d
∫
−∞
{ }
4d 2 π h
exp{−2 ( p − p 0 )
h2
} d ( p − p0 ) (3.88a)
dimana suku pertama pada pers (3.88a) bernilai 0 dan suku kedua
tidak lain merupakan integral Gaussian yang hasilnya adalah
h2 2 d πh 2 h2
{ } = , maka
4d 2
π h 2d 2 4d 2
h2 h
( Δp ) 2 = 2
atau Δp = (3.89)
4d 2d
Besarnya Δx Δp dapat diperoleh dari pers (3.80) dan pers (3.89)
sebagai
h h
Δx Δp = d 1 + Δ2 = 1 + Δ2 (3.90)
2d 2
Pers (3.90) merupakan kasus khusus dari hasil kali ketidakpastian
pengukuran posisi dan momentum yang dilakukan secara serentak
yang secara umum dinyatakan sebagai
h
Δx Δp ≥ (3.90a)
2
Dalam pembahasan di atas kita telah mengaplikasikan sifat-sifat
transformasi Fourier.
67
3.8 Operator dan Hasil kali Skalar
Di dalam mekanika klasik kita telah mengukur besaran-
besaran fisika seperti posisi, momentum, enenrgi, gaya dan lain-lain,
dan besaran –besaran fisika tersebut disebut sebagai variable yang
dapat diamati yang diberi istilah sebagai observable. Dalam
mekanika kuantum kita tidak dapat mengukur secara langsung
besaran fisika diatas karena benda yang menjadi obyek dalam
mekanika kuantum berukuran mikroskopik (atomic) dan untuk
pengukuran atau pengamatannya kita perlu menginteraksikan
gelombang elektromagnetik dengan obyek tersebut. Seperti telah
didiskusikan pada sub bab sebelumnya obyek dalam mekanika
kuantum direpresentasikan dengan fungsi gelombang sebagai
pemandu medan, dan besaran fisika dalam kuantum dipandang
sebagai operator yaitu yang beroperasi pada fungsi gelombang.
Contohnya variable posisi x dalam mekanika kuantum menjadi
operator posisi x̂ , variable momentum linier satu dimensi, px
d
menjadi operator pˆ x = −ih , dll
dx
Tinjauan umum mengenai operator sebagai berikut: sebuah
operator A didefinisikan dengan formula bahwa untuk fungsi
gelombang ψ ( x ) ∈ L2 berlaku
Aψ ( x) =∈ L2ϕ ( x) (3.91)
d
Contoh : Aψ ( x ) = ψ 2 + ψ
dxi
Operator A disebut operator linier bila Aψ 1 ( x ) = ϕ1 ( x ) dan
Aψ 2 ( x ) = ϕ 2 ( x ) dimana c1 dan c2 adalah bilangan kompleks, maka
A(c1ψ 1 ( x ) + c2ψ 2 ( x )) = c1ϕ1 ( x ) + c2ϕ 2 ( x ) (3.92)
d d
Contoh : xi, , ∇2 , , dll
dxi dt
Berikut ini beberapa operasi aljabar pada operator :
Perkalian bilangan konstan dengan operator cAψ = A(cψ ) (3.93a)
Penjumlahan antara dua operator : (A + B ) ψ = Aψ + Bψ (3.93b)
68
Hasil kali antara dua operator : AB ψ = A(Bψ ) (3.93c)
Ada dua buah operator khusus yaitu operator satuan dan operator nol
: 1ψ = ψ , 0ψ = 0 (3.93d)
Hubungan komutasi antara dua operator A dan B didefinisikan
sebagai
[A,B] = AB – BA (3.94)
Secara umum dua atau lebih operator tidak komutatif, yaitu AB ≠
BA, bila dua buah operator bersifat komutatif, maka [A,B] = AB –
BA = 0
Berikut ini beberapa formula hubungan komutasi dari beberapa
operator :
[A+B,C] = [A,C] + [B, C] (3.95a)
[AB,C] = A[B,C] + [A,C]B (3.95b)
Contoh aplikasi sifat-sifat hubungan komutasi:
(ϕ ,ψ ) = ∫ d 3 xϕ * ( x )ψ ( x ) (3.96)
(ϕ , Aψ ) = ∫ d 3 xϕ * ( x ) Aψ ( x ) (3.98a)
69
6. Bila A+ adalah adjoint dari operator A maka
= ∫ d 3 xϕ * ( x ) Aψ ( x ) (3.98b)
Contoh 1:
Korespondensi antara frekuensi dari radiasi (foton) yang
dipancarkan oleh perpindahan electron dari orbit yang lebih tinggi
ke orbit yang lebih rendah dimana bilangan kuantum utama dari
orbit tersebut sangat besar dengan frekuensi electron yang mengorbit
inti untuk bilangan kuantum yang sama. Dengan kata lain dapat
70
dikatakan bahwa frekuensi radiasi sama dengan frekuensi rotasi
electron.
Frekuensi radiasi menurut model atom Bohr,
mz 2 e 4 mz 2 e 4
− 2 − ( − )
2h ( n + 1) 2 2h 2 n 2
υ rad = (3.99)
h
v
Dan frekuensi rotasi υ rot = yang diperoleh dari hubungan mvr
2πr
ze 2 mv 2
= n h dan 2 =
r r
Dapat ditunjukkan bahwa υ rad = υ rot untuk harga n menuju ∞ .
Contoh 2:
Korespondensi antara variable yang terukur dalam mekanika klasik
dengan operator dalam mekanika kuantum
d
1. momentum linier satu dimensi: p x = −ih
dx
r
2. momentum linier tiga dimensi p = −ih∇
p2 − h2 d 2
3. energy kinetik dalam satu dimensi Ek = = (3.100)
2m 2m dx 2
r
p2 − h2 2
4. Energi kinetic dalam tiga dimensi: Ek = = ∇
2m 2m
5. Energi mekanik = energy kinetic +energy potensial = E
Untuk partikel bebas, energy potensialnya nol, maka
d
Ek =E= energy total,E = ih
dt
d −h d 2 2
maka ih =
dt 2m dx 2
71
Dalam mekanika kuantum, energy total E adalah eigen nilai dari
operator Hamiltonian H, yaitu Hψ n = E nψ n
− h2 d 2
Untuk partikel bebas dalam H= dan untuk partikel
2m dx 2
− h2 d 2
yang dipengaruhi oleh suatu medan (potensial) H = +
2m dx 2
d
V(x) = ih
dt
72
d *
∫d (ψ ( x, t )) Aψ ( x, t ) +
3
= x
dt
d d
∫d xψ * ( x, t ) ( A)ψ ( x, t ) + ∫ d 3 xψ * ( x, t ) A (ψ ( x, t ))
3
(3.103b)
dt dt
dt
i ∂A
=
h ∫ d 3 xψ * ( x, t )( HA − AH )ψ ( x, t ) +
∂t
d i ∂A
A = [H , A] + (3.104)
dt h ∂t
Kesimpulan
1. Efek operator Hamiltonian yang hermitian ( Hermisitas
Hamiltonia) : Bila fungsi gelombang ψ dan ϕ berharga nol
ditak terhingga, setelah diintegralkan parsiil dua kali dapat
ditunjukkan
− h2 2 * − h2 2
∫ d x( ∇ ψ ) ϕ = ∫ d 3 xψ * ( ∇ ϕ)
3
(3.105)
2m 2m
Karena operator energy potensial V(x) hanya tergantung pada
posisi, maka
∫d x (Vψ ) * ϕ = ∫d xψ *Vϕ
3 3
(3.106)
73
2. Pembandingan dengan mekanika klasik didalam mekanika
klasik, koordinat umum posisi dan momentum q, p, persamaan
gerak dinyatakan sebagai
d ∂f
f ( p, q, t ) = {H , f }+ (3.107)
dt ∂t
∂g ∂f ∂f ∂g
dimana {g, f } = - (3.108)
∂p ∂q ∂p ∂q
disebut Poisson Bracket . Poisson Bracket dalam meknika klasik
berkorespondensi dengan hubungan komutasi dikalikan dengan
i i
, yaitu {g, f } = [g , f ] (3.109)
h h
3. Pembahasan operator yang paling penting yaitu operator
Hamiltonian yaitu dengan menyelidiki hubungan komutasi
dengan posisi:
⎡ p2 ⎤
[H , xi ] = ⎢∑ j , xi ⎥ = 1 ∑ p j [p j , xi ] + 1 ∑ [p j , xi ]p j
⎢⎣ j 2m ⎥⎦ 2m 2m
1 1 − ih
=
2m
∑ p j ( −ih )δ ij +
2m
∑ ( −ih ) p j δ ij =
m
pi (3.110)
74
Persamaan yang terakhir ini merupakan teorema Ehrenfest yang
secara klasik sebagai harga rerata.
Teorema Ehrenfest
(a) Misalkan fungsi gelombang ψ(x, t) merepresentasikan gerak
suatu partikel dan Persamaan Schrodinger untuk partikel tersebut
dapat ditulis:
∂ψ ( x, t ) ih ∂ 2 ψ ( x, t ) i
= − V ( x )ψ ( x , t ) (3.36)
∂t 2m ∂x 2 h
Dan konjugasi persamaan (3.36) adalah
∂ψ * ( x, t ) − ih ∂ 2ψ * ( x, t ) i
= + V ( x )ψ * ( x, t ) (3.113)
∂t 2m ∂x 2 h
Disini kita mengasumsikan bahwa V(x) riil. Integral
∞
∫ | ψ( x, t ) |
2
dx harus tertentu, maka:
−∞
∂ψ ( x, t ) ∂ψ( x, t )
Lim = Lim =0 (3.113a)
x →∞ ∂x x →−∞ ∂x
Perubahan nilai harap x, <x> terhadap berubahnya waktu atau
derivative pertama <x> terhadap waktu, dimana x adalah
variable yang tidak secara eksplisit merupakan fungsi waktu,
didefinisikan sebagai
dx d ∞
= ∫ ψ * ( x , t ) xψ ( x, t )dx
dt dt −∞
∞ ∂ψ * ( x , t ) ∞ ∂ψ ( x, t )
=∫ xψ ( x, t )dx + ∫ ψ * ( x, t ) x dx (3.114)
−∞ ∂t −∞ ∂t
Dengan subsitusi persamaan Schrodinger dan konjugasi ke
dalam pers (3.114) didapatkan:
75
dx
=
dt
ih ∞ ∂2ψ * ( x, t) i ∞
− ∫
2m −∞ ∂x 2
xψ ( x, t)dx + ∫ ψ * ( x, t ) xV ( x)ψ ( x, t)dx
h −∞
∞
ih ⎡ ∞ ∂2ψ ( x, t) ⎤ i
2m ⎢⎣∫−∞ ⎥ h ∫ψ *( x, t)xV( x)ψ ( x, t)dx
+ ψ * ( x, t ) x dx −
∂x2 ⎦ −∞
ih ⎡ ξ ∂2ψ*(x, t) ξ ∂2ψ(x, t) ⎤
= − lim⎢∫ xψ(x, t)dx− ∫ ψ*(x, t)x dx⎥ (3.115)
2m ξ→∞⎣ −ξ ∂x2 −ξ ∂x2 ⎦
∂ψ(x, t) ⎤
ξ ξ
∂ ⎫
⎡
− ⎢ψ * (x, t)x ⎥ + ∫ [ψ *(x, t)x] ∂ψ(x, t) dx⎪⎬ (3.116)
⎣ ∂x ⎦ −ξ −ξ ∂x ∂x ⎪⎭
Menggunakan (3.111a) suku pertama dan ketiga pada pers
(3.116) di atas sama dengan nol, maka kita dapatkan
dx ih ⎡ ξ ∂ψ * (x, t) ξ
∂ψ * (x, t) ∂ψ(x, t)
=− lim⎢− ∫ ψ(x, t)dx − ∫ x dx
dt 2m ⎣⎢ −ξ ∂x
ξ→∞
−ξ
∂x ∂x
∂ψ ( x, t ) ⎤
ξ ξ
∂ψ * ( x, t ) ∂ψ ( x, t )
+ ∫ ∂x x
∂x
dx + ∫ ψ * ( x , t )
∂x
dx ⎥ (3.117)
−ξ −ξ ⎦⎥
Pada pers (3.117), suku ke 2 dan ke 3 saling menghilangkan,
maka diperoleh
∞
dx − ih
= { −ψ * ( x, t )ψ ( x, t ) ∞−∞ + 2 ∫ ψ * ( x, t ) d ψ ( x, t ) }
dt 2m −∞
dx
76
∞
1 h ∂ψ ( x, t ) 1
= ∫
m −∞
ψ * ( x, t )
i ∂x
dx =
m
p
∞ ∞
h ∂ψ * (x, t) ∂ψ(x, t) h ∂ ∂ψ(x, t)
= ∫
i −∞ ∂t ∂x
dx + ∫ ψ * (x, t)
i −∞ ∂t ∂x
dx (3.118)
∂ψ ( x, t ) ih ∂ 2 ψ ( x, t ) i
= − V ( x )ψ ( x , t )
∂t 2m ∂x 2 h
∞ ∞
h2 ∂3ψ(x, t) ∂
+ ∫
2m −∞
ψ * ( x, t )
∂x 3
dx − ∫ ψ * (x, t) [V(x)ψ(x, t)]dx
−∞
∂x
(3.119)
77
Sekali lagi, bila diintegralkan secara parsiil diperoleh:
⎧⎪ ⎡ ∂ 2 ψ( x, t ) ⎤
ξ ξ
∂ 3 ψ ( x, t ) ⎫⎪
∂x 2 ⎦ −ξ −∫ξ
I = lim⎨− ⎢ψ * ( x, t ) ⎥ + ψ * ( x , t ) dx ⎬
ξ→∞
⎪⎩ ⎣ ∂x 3 ⎪⎭
ξ
∂ 3ψ(x, t )
= ∫ ψ * ( x, t )
−ξ
∂x 3
dx (3.122)
SOAL
⎡ h ∂⎤ dV
1. Tunjukkan bahwa [H , pi ] = ⎢V ( x ), ⎥ = ih
⎣ i ∂x ⎦ dxi
2. Sebuah peluru, massa m bergerak dengan kelajuan 108 cm/s dan
ketidakpastian kelajuannya adalah Δv = 10-1 cm/s
Tentukan ketidakpastian posisinya bila dilakukan pengukuran
posisi dan kelajuan secara serentak!
3. Buktikan pers (3.79) dari penyelesaian integral pada pers (3.78)!
4. Buktikan pers (3.99) !
5. Bila contoh 1a) diganti dengan partikel α, Δx = 2d , tentukan
waktu yang diperlukan agar ketidak pastian posisi yang mula-
mula Δx = d =10-11 cm pada saat t=0 sehingga harga
ketidakpastian posisinya berubah menjadi atau harga Δ yang
mula-mula nol menjadi berharga Δ = 1 !
78
6. Buktikan pers (3.111) dan (3.112) !
7. Tentukan ketidakpastian momentum yang besarnya samadengan
momentum electron itu sendiri!
8. Hitung ketidakpastian posisi yang terkait dengan ketidakpastian
momentum bila pengukuran dilakukan secara serentak!
79
BAB IV
APLIKASI PERSAMAAN SCHRODINGER
UNTUK SISTEM POTENSIAL
SEDERHANA
4.1 Pendahuluan
Pada bab sebelumnya telah dibahas tentang argumentasi
munculnya teori kuantum dan prinsip-prinsip yang digunakan untuk
mendiskripsikan perilaku partikel sub atomik . Prinsip –prinsip yang
dibahas terutama terkait dengan penjabaran persamaan Schrodinger
dan teori kebolehjadian yang sangat berguna untuk mendiskripsikan
dinamika partikel yang bergerak dalam suatu medan potensial.
Berikut ini akan dibahas aplikasi persamaan Schrodinger untuk
sistem potensial sederhana seperti potensial kotak, potensial tangga,
potensial sumur, potensial delta dan potensial tanggul.
80
daerah x > a, dan x<0, ψ (a) = ψ (0) = 0. Dengan menggunakan
pers (4.14) untuk daerah dalam interval o ≤ x ≤ a
− h 2 ∂ 2 ψ(x)
+ 0ψ = Eψ
2m ∂x 2
2mE
2
= k2 > 0
h
E>0
d 2ψ
+ k 2ψ = 0 (4.2)
dx 2
yang memberikan penyelesaian dalam bentuk
ψ = A sin kx + B cos kx atau Ψ(x) =A’ e ikx + B’ e ,
-ikx
(4.3)
dimana A, B, A’, B’ adalah konstanta tak tentu
Dengan mengaplikasikan syarat batas bahwa:
Ψ (0) = 0 = Ψ(a), karena gerak partikel terkungkung dalam kotak
sehingga setiap kali partikel menumbuk dinding kotak amplitude
gelombang, yang merepresentasikan partikel, menjadi nol, maka
untuk x = 0 pers (4.3) menjadi 0 = A sin 0 + B cos 0 sehingga B =
0 dan Ψ(x) = A sin kx
dan untuk x = a ; Ψ(a) = A sin ka = 0, atau sin ka = 0 = sin nπ ,
diperoleh nπ = ka ; n = 1, 2, 3, …
nπ
Jadi, ψ = A sin x (4.4)
a
Karena partikel terkungkung dalam kotak berarti partikel dapat
ditemukan di dalam kotak maka ψ(x) pada pers (4.4) ternormalisasi.
Dengan demikian konstanta tak tentu A dapat ditentukan dengan
menggunakan syarat normalisasi yaitu
∞
nπ nπ nπ
a a
81
dan A = konstanta tak tentu yang berharga riel yang disebut juga
sebagai amplitude gelombang. Untuk menentukan A, integral pada
pers (a) dapat diubah menjadi
2 nπ 2 nπ
a a a
1 2 1
∫0 ( 2 )(1 − cos a x)dx = 1 → A ( 2 ){∫0 dx − ∫0 cos a xdx} = 1
2
A
2 nπ 2nπ
a
a
karena ∫ cos
a
xdx = sin x =0
0
a 2nπ a 0
A2 2
maka a = 1 sehingga A =
2 a
Jadi persamaan fungsi gelombang untuk partikel yang terkungkung
dalam potensial kotak satu dimensi yang lebarnya a seperti yang
ditunjukkan pada Gamabar 1 adalah
2 nπ
ψ (x) = sin x (4.6)
a a
nπ
Besarnya energi total atau energi eigen value E dengan k =
a
adalah
h 2 n 2π 2
En = (4.7)
2m a 2
Dari persamaan (4.7) dapat ditentukan tingkat-tingkat energi partikel
yang terkungkung untuk selalu bergerak dalam kotak. Partikel
mungkin berada pada tingkat dasar yaitu partikel mempunyai energi
terendah dan dalam keadaan tereksitasi yaitu partikel mempunyai
energi tingkat atas yang lebih tinggi dari energi tingkat dasar. Untuk
h2 π 2
n=1 energi partikel pada tingkat dasar, E1 = , energi tingkat
2m a 2
h 2 4π 2
atas 1 untuk n = 2, E 2 = , dan seterusnya.
2m a 2
Nilai harap atau ekspektasi untuk ditemukan partikel dalam interval
posisi tertentu dan momentumnya dapat dicari sebagai berikut:
82
a. Nilai harap untuk ditemukan partikel pada posisi dari x =0
sampai x=a adalah
a
<x> = ∫ xψ dx
2
0
2 a nπ
=
a ∫0
x sin 2
a
dx
2 ax ⎛ 2nπx ⎞
= ∫ ⎜1 − cos ⎟dx
a 2⎝
0 a ⎠
2 a⎛ x x 2nπx ⎞
= ∫ ⎜ − cos
a ⎝2 2
0 a ⎠
⎟dx
a
⎛ 2nπx ⎞ ⎤
sin⎜ ⎟ ⎥
⎝ a ⎠ } − a . a cos⎛ 2nπx ⎞⎥
2
1 x
=[
x
− ⎜ ⎟
a 2 2q 2. nπ 4nπa 2nπa ⎝ a ⎠⎥
a ⎥⎦
0
1 ⎡a2 ⎤
= ⎢ − 0 − 0⎥
a⎣2 ⎦
a
< x >=
2
Sedangkan besarnya nilai ekspetasi momentum linier satu
dimensi adalah
a
<p> = ∫ ψ * pψ dx
0
a ⎛h d ⎞
= ∫ ψ *⎜ ⎟ψ dx
0
⎝ i dx ⎠
h 2 nπ a nπx nπx
=
i a a 0 ∫ sin
a
cos
a
dx
h 2 nπ a 2nπx a
= . . .( − cos ) 0
i a a 2nπ a
=0
83
Dari pers. (4.6) dapat diperoleh fungsi gelombang tingkat dasar,
n=1, dan fungsi gelombang tingkat yang lebih tinggi (dalam keadaan
tereksitasi) untuk n = 2,3,4,5,…
Fungsi gelombang tingkat dasar (tingkat satu) dan tereksitasi
pertama ( tingkat 2) adalah
0 1/2a a
2 π 2 2π
ψ1 = sin x dan ψ 2 = sin x (4.8)
a a a a
1
Dari gambar 4.2 dapat dilihat bahwa Ψ2= 0 untuk x = 0,
a , a.
2
Penyelesaian fungsi gelombang yang merupakan fungsi posisi dan
waktu untuk partikel yang terkungkung dalam potensial kotak
adalah Ψ ( x, t ) = ψ ( x)T (t )
h n 2π 2
2 nπ
− iE n t
2 nπ −i t
x e h =
2
ψ n ( x, t ) = sin sin x e 2m a (4.9)
a a a a
Penyelesaian secara lengkap fungsi gelombang yang hanya
merupakan fungsi posisi adalah
n
2 nπ
ψ ( x ) = ∑ Cn sin
n =1 a a
2⎛ πx 2πx 3πx ⎞
= ⎜ C1 sin + C2 sin + C3 sin + ..... ⎟ (4.10)
a⎝ a a a ⎠
dan yang merupakan fungsi posisi dan waktu adalah
84
− ih n 2π 2
2 n
nπ t
∑ n axe
2 m a2
ψ n ( x) = C sin (4.11)
a n=1
Contoh
1. Tunjukkan bahwa ∫ Ψ*m(x)Ψn(x)dx =0 bila m ≠ n
Penyelesaian:
Misal untuk m=2 dan n=1, maka
a 2 a 2πx 2 πx
∫ψ
0
2 *ψ 1 dx = ∫
0 a
sin
a
.
a
sin dx
a
2 1 a⎛ πx 3πx ⎞
= . ∫ ⎜ cos − cos ⎟dx
a 2 ⎝
0 a a ⎠
1⎧ a πx a 3π ⎫
= ⎨∫ cos dx − ∫ cos dx ⎬
a⎩ 0 a 0 a ⎭
=0
2. Tentukan konstanta Cn pada pers (4.11)!
Konstanta tak tentu Cn pada pers (4.35) dapat ditentukan dengan:
∫ψ n * ( x )ψ ( x )dx = ∫ ψ n * ( x )∑ C m .ψ m ( x )dx
= ΣC m ∫ ψ n * ( x ).ψ m ( x )dx
= Σ C mδ mn
∴ C n = ∫ ψ n *ψ ( x )dx
85
2 nπ
ψ ( x) = sin x untuk n genap (4.12a)
a a
2 nπ
ψ ( x) = cos x untuk n ganjil (4.12b)
a a
−a a
a
− a
2 2
Contoh soal 3:
Misalnya pengukuran energy partikel yang berada dalam potensial
kotak seperti yang dideskripsikan pada tugas 1) dilakukan dan hasil
h2 π 2
pengukuran tersebut adalah energy tingkat dasar, E1 = .
2m a 2
Dengan demikian diketahui bahwa partikel berada dalam keadaan
tingkat dasar. Kemudian dalam keadaan ini tiba-tiba dinding
potensial yang berisi partikel tersebut ditarik keluar secara cepat
sehingga keadaannya menjadi − a < x < a . Karena penarikan
dinding potensial dilakukan secara cepat maka diharapkan
perubahan ini tidak mengubah kondisi keadaan partikel. Coba
bandingkan fungsi gelombang sebelum dan sesudah lebar energy
potensial diubah dan bagaimana hasil pengukuran energy setelah
potensial diubah?
86
Karena keadaan partikel tidak berubah maka partikel masih berada
pada fungsi gelombang tingkat dasar. Seperti yang akan dibuktikan
untuk tugas 1, fungsi gelombang tingkat dasar, n=1, untuk lebar
potensial sebesar a adalah
2 π
ψ 1i ( x ) = cos x (4.13a)
a a
Analog dengan pers (4.13a), maka fungsi gelombang tingkat dasar
untuk potensial yang lebarnya 2a adalah
1 π
ψ 1 f ( x) = cos x (4.13b)
a 2a
Probabilitas ditemukannya partikel dalam keadaan awal pada lebar
potensial a pada pengukuran sesaat setelah secara cepat potensial
diperlebar menjadi 2a ditentukan oleh amplitude yang didefinisikan
sebagai
a
2
< ψ 1 f ( x ) | ψ 1i ( x ) > = ∫ dxψ
−a
1f ( x ) ψ 1i ( x ) (4.14)
2
a
2
1 π 2 π
= ∫ dx cos x cos x =
−a a 2a a a
2
a
( cos 3π x − cos π x
2
2 1 8
∫ dx )=
−a
2
a 2 2a 2a 3π
2
87
z
c
b y
a
x Gambar 4.4 Potensial Kotak
h 2 ⎛ ∂ 2ϕ ∂ 2ϕ ∂ 2ϕ ⎞
atau − ⎜ + + ⎟ = Eϕ (4.15b)
2 m ⎜⎝ ∂ x 2 ∂ y 2 ∂ z 2 ⎟⎠
Untuk menyederhanakan penyelesaian pers Schrodinger,
Operator diferensial nabla diuraikan dalam koordinat Cartesian agar
sesuai dengan bentuk potensial yaitu balok .
Penyelesaian persamaan (4.15b) dapat diperoleh dengan
metode separasi variable yaitu variable r diuraikan menjadi variable
x, y, dan z, yaitu ϕ (r ) = X(x) .Y(y).Z(z)
X(x) = bagian fungsi gelombang fungsi x
88
Y(y) = bagian fungsi gelombang fungsi y
Z(z) = bagian fungsi gelombang fungsi z
Bila pemisalan di atas dimasukkan ke dalam pers (4.15b) maka
diperoleh
− h2 ⎡ d2 d2 d2 ⎤
⎢ dx 2 XYZ + 2
XYZ + 2
XYZ ⎥ = EXYZ
2m ⎣ dy dz ⎦
E adalah energi total untuk sistem 3 dimensi
− h2 ⎡ ∂2 X ∂ 2Y ∂2Z ⎤
+ XZ 2 + XY 2 ⎥ = EXYZ : XYZ
2m ⎢⎣
YZ
∂x 2 dy ∂z ⎦
− h2 ⎡ 1 ∂ 2 X 1 ∂ 2Y 1 ∂ 2 Z ⎤
2m ⎢ X ∂x 2 + Y dy 2 + Z ∂z 2 ⎥ = E
⎣ ⎦
Bila diset
h2 d 2 X
− = Ex X
2m d x2
h 2 d 2Y
− = E yY (4.16)
2m d y2
h2 d 2Z
− = Ez Z
2m d z2
dimana E diuraikan menjadi E = Ex + Ey + Ez
89
dimana l. m. n = 1, 2, 3, 4, ….
Sedangkan besarnya energi E yang terkait dengan masing-masing
fungsi gelombang adalah
π 2h 2 2
Ex = l
2m a2
π 2h 2
Ey = 2
m2 (4.18)
2mb
π 2h 2
Ez = 2
n2
2mc
Masing-masing konstanta normalisasi dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan normalisasi pada masing-masing
komponen fungsi gelombang x, y, dan z sebagai berikut
∝ L lπ lπ
1 = ∫ X l ( x) X l ( x) dx = ∫ (Cl sin x) ∗ Cl sin x dx
∗
−∝ 0 a a
2 a lπ
= Cl ∫ sin 2 ( x ) dx
0 a
2 a 1 2lπ
= Cl ∫ (1 − cos ( x ) )dx
0 2 a
2lπ
a
1a 1
= C l {∫ dx − ∫ cos (
2
x) )dx}
0 2 2 a
0
12 a 2lπ
−
a
= Cl {x a
sin( x} .........
2lπ
0 0
2 a
1
= C l2 a
2
sehingga diperoleh C1x = 2
a
Secara umum besarnya Cl diperoleh dengan menggunakan formula
normalisasi.
Dengan demikian :
2 lπ
X l ( x) = sin ( x ) (4.19a)
a a
90
dan fungsi gelombang tingkat dasarnya adalah
2 π
X 1 ( x) = sin ( x )
a a
Dengan cara yang sama besarnya normalisasi pada arah
sumbu y dapat diperoleh dari
∝ b mπ ∗ mπ
1 = ∫ ϕ ∗ ( y ) ϕ ( y ) dy = ∫ (C m sin y ) C m sin y dy
−∝ 0 b b
b π
∫
2
= C1 sin 2 ( y ) dy
0 b
1 = C1 2 (b/2)
sehingga C1 = 2
b
Dengan demikian :
2 mπ
Ym ( y ) = sin ( y) (4.19b)
b b
dan fungsi gelombang tingkat dasarnya adalah
2 π
Y1 ( y ) =sin ( y )
b b
Dan untuk arah sumbu z diperoleh
∝ c π π
1 = ∫ ϕ ∗ ( z ) ϕ ( z ) dz = ∫ (C1 sin z ) ∗ C1 sin z dz
−∝ 0 c c
L π
∫
2
= C1 sin 2 ( z ) dz
0 c
1 = C1 2 (c/2)
91
2 π
Z1 ( z ) = sin ( z )
c c
sehingga fungsi gelombang untuk partikel yang bergerak dalam
kotak tiga dimensi yang merupakan hasil kali dari pers (4.19a),
(4.19b) dan (4.19c) adalah
v 2 lπ 2 mπ
ϕ ( r ) = ϕ lmn ( x, y , z ) = ( sin ( x ) )( sin ( y) )
a a b b
2 nπ
( sin ( z) )
c c
8 lπ mπ nπ
= sin ( x ) sin ( y ) sin ( z) (4.20)
abc a b c
92
Dalam keadaan tingkat dasar (l = m = n = 1), energy
berkorespondensi( bersesuaian) hanya dengan satu fungsi
gelombang saja yaitu ϕ 111( x, y , z ) .
Tetapi bila untuk l 2 + m2 + n2 = 6 =1 +1 +4 = 1 + 4 + 1 = 4 + 1 + 1,
maka energy partikel
6π 2 h 2
E112 = E121 = E211 =
2 m L2
dan fungsi gelombang yang terkait dengan energy tersebut adalah
8 π π 2π
ϕ 112( x, y , z ) = sin ( x) sin ( y ) sin ( z)
L L L L
8 π 2π π
ϕ 121( x, y , z ) = sin ( x) sin ( y ) sin ( z )
L L L L
8 2π π π
ϕ 211( x, y , z ) = sin ( x ) sin ( y ) sin ( z )
L L L L
Yang mana ke tiga fungsi gelombang tersebut tidak sama tetapi
semuanya mempunyai energy yang sama, kondisi ini dikatakan
sistem kuantum mengalami degenerasi. Dapat disimpulkan bahwa
bila partikel terkungkung dalam kubus, sistem tak terdegenerasi bila
harga l, n, dan m sama besar dan terdegenerasi bila harga l, n, dan m
tidak sama.
Θ( x ) = {10untukx
untukx<0
>0
93
V(x)
I II
V0
E
x
Gambar 4. 5 Potensial Tangga
94
ψ 1' (0) =ψ 2 ' (0) ; ikA − ikB = − κD (4.28b)
B dapat dieliminasi dari persamaan (4.28a) dan (4.28b) dengan
mengalikan (4.28a) dengan ik, dan diperoleh
2ik 2k
2ikA = D (ik − K ) atau D = A = A (4.29)
ik − K k + iK
2ik
Sehingga harga B = D − A = A ( − 1)
ik − K
ik + K k − iK
= A( ) =A ( ) (4.30)
ik − K k + iK
Dengan memasukkan harga-harga B dan D kedalam pers (4.25) dan
(4.27) maka diperoleh
ik + K −ikx
ψ 1 ( x ) = A(e ikx + e ) (4.31a)
ik − K
2ikA − Kx
ψ 2 ( x) = e (4.31b)
ik − K
2
D 4k 2
Bila didefinisikan T = = 2 ≠ 0 yang sebanding dengan
A k + K2
2
B
fluks partikel yang ditransmisikan, dan R = = 1, yang sebanding
A
dengan fluks partikel yang direfleksikan. Dari harga R =1
menunjukkan bahwa semua gelombang yang datang dipantulkan
secara sempurna. Namun karena T ≠ 0 maka ada gelombang atau
fluks partikel yang menerobos dinding potensial bila dalamnya
1
potensial tangga V0 ≤ . Namun tidak ada fluks arus partikel yang
K
melewati daerah II (x>0) karena R =1 atau karena j2
h
= (ψ 2*∇ψ 2 − ∇ψ 2*ψ 2 ) = 0
2iM
95
Tugas :
Tunjukkan dari pers (4.31a) dan (4.31b) bahwa fungsi gelombang
yang diperoleh dari penyelesaian di atas sebanding dengan
2
ψ ( x ) ≈ ( cos kx − sin kx )Θ( − x ) + e − Kx Θ( x ) )
K
(4.32)
k K
1+ i
k
b) Untuk energy partikel E > V0
Penyelesaian daerah I , x < 0 , sama dengan kasus sebelumnya
karena V(x) = 0 bila arus partikel berasa dari kiri bergerak ke kanan
(dari daerah satu menuju daerah dua), maka
d 2ψ 1 ( x) 2m
+ 2 Eψ 1 ( x) = 0
dx 2 h
2m
ψ 1 ( x) = A e i k x + B e − i k x , k2 = 2 E (4.33)
h
V(x)
E
V0
I II
x
Gambar 4. 6 Potensial Tangga
2m
Untuk daerah II, x > 0 ψ 2 ( x ) = Ce i q x + D e − i q x , q 2 =
(Vo − E )
h2
Karena pada daerah II hanya ada arus partikel yang mengalir ke
kanan, maka
ψ 2 ( x ) = Ce i q x (4.34)
Bentuk umum penyelesaian nya dapat dinyatakan sebagai
ψ ( x ) =ψ 1 ( x )Θ( − x ) + ψ 2 ( x )Θ( x ) (4.35)
Dengan mengaplikasikan syarat kontinyuitas di titik x=0 diperoleh
96
ψ 1 (0) =ψ 2 (0) ; A+ B =C (4.36a)
ψ 1' (0) =ψ 2 ' (0) ; ikA − ikB = i qC (4.36b)
Dengan mengalikan pers (4.36a) dengan ik, maka dari pers (4.36a)
dan (4.36b) dapat diperoleh 2ikA = i ( k + q )C atau
2kA
C= (4.37)
k+q
2kA (k − q) A
B=C− A= -A= (4.38)
k+q k+q
Interpretasi secara fisis tentang hubungan antara arus partikel
datang, yang direfleksikan dan ditransmisikan, kita bisa
mengaplikasikan persamaan rapat arus (fluks partikel) pada daerah I
dan II dan dengan menngunakan pers (4.33) dan 4.34):
h h
j1= (ψ1*∇ψ1 − ∇ψ1*ψ1 ) dan j2 = (ψ2*∇ψ2 − ∇ψ2*ψ2 ) (4.39)
2iM 2iM
Dengan memasukkan pers (4.37) dan (4.38) ke dalam (4.33) dan
(4.34 ) dan kemudian keduanya dimasukkan ke pers (4.39) akan
diperoleh hasil
2 2
hk B hq C
j1 ( x ) = (1 − ) dan j2 = j2 ( x ) = ( ) (4.40)
M A M A
97
II untuk –-a < x < a, dimana V = -V0 dan III untuk x>a dan V= 0
seperti ditunjukkan pada Gambar 4.7. Masing-masing persamaan
Schrodinger untuk setiap daerah dituliskan sebagai berikut:
V
-a a
I II III x
E
-V0
h 2 d 2ψ 1
I. − = − Eo ψ 1 (4.41a)
2m dx 2
h 2 d 2ψ 2
II. − − Voψ 2 = − E o ψ 2 (4.41b)
2m dx 2
h 2 d 2ψ 3
III. − = − Eo ψ 3 (4.41c)
2m dx 2
Dengan mengubah persamaan differensial kedalam bentuk standard
yaitu dengan mengubah persamaan sedemikian hingga koefisien
differensial orde duanya adalah satu, maka penyelesaian masing-
masing daerah I, II, dan III adalah
2m E
ψ 1 = A e α x + B e − α x →ψ 1 = A eα x α 2 = 2 o >0, (4.42a)
h
karena di daerah I bila x→-∞, e-αx →∞ dan fungsi gelombang tidak
diperbolehkan untuk mempunyai harga ∞
ψ 2 = C e iβ x + D e − iβ x →ψ 2 = C ' cos β x + D' sin β x
2m (4.42b)
β 2 = 2 (Vo − E0 ) > 0
h
ψ 3 = G e α x + F e −α x →ψ 3 = F e −α x (4.42c)
98
analogi dengan daerah I, di daerah III, bila x→∞, eαx →∞
Dengan menggunakan syarat kontinuitas dititik x = -a dan x = a
untuk fungsi gelombang pada semua pers (4.42) diperoleh:
ψ1(-a) = ψ2(-a A e −α a = C ' cos β a − D' sin β a (4.43a)
dψ 1 (−a) dψ 2 (−a)
= αA e −α a = C ' β sin β a + D' β cos β a (4.43b)
dx dx
ψ2(a) = ψ3(a) F e −α a = C ' cos β a + D' sin β a (4.43c)
dψ 2 (a) dψ 3 (a )
= −αF e−α a =−C' β sinβ a+D' β cosβ a (4.43d)
dx dx
Persamaan (b) dibagi persamaan (a) diperoleh
α A e −α a C ' β sin β a + D' β cos β a
= ⇔
A e −α a C ' cos β a − D' sin β a
β (C ' sin β a + D' cos β a)
α= (4.44a)
C ' cos β a − D' sin β a
Persamaan (d) dibagi persamaan I
− α F e −α a − C ' β sin β a + D' β cos β a
= ⇔
F e −α a C ' cos β a + D' sin β a
β (C ' sin β a − D' cos β a)
α= (4.44b)
C ' cos β a + D' sin β a
dengan menyamakan harga α pada pers (4.44a) dan (4.44b) di atas
diperoleh
C ' sin β a + D' cos β a C ' sin β a − D' cos β a
= ⇔
C ' cos β a − D' sin β a C ' cos β a + D' sin β a
atau C'2 sin βa cosβa + D'2 sin βa cosβa + C' D' (sin2 βa + cos2 βa)
= C'2 cosβa sin βa + D'2 sin βa cosβa − C' D' (sin2 βa + cos2 βa) (45)
Pada pers (45) dapat dilihat bahwa dua suku pertama pada ruas kiri
dan kanan sama besar maka akan saling menghilangkan dan sisa
suku terakhir memberikan hasil C’D’ = - C’D’ maka C’D’ = 0
sehingga dapat disimpulkan bahwa bila C’ = 0 maka D’ ≠0, hal ini
berarti penyelesaian ψ 2 = D ′ sin βx dan penyelesaian ini
99
merupakan penyelesaian ganjil. Tetapi bila D’=0 maka C’≠ 0 dan
penyelesaian ψ 2 = C ′ cos βx yang tidak lain adalah merupakan
penyelesaian genap. Dari kondisi ini dapat disimpulkan bahwa pada
daerah dua, penyelesaian fungsi gelombang terbelah menjadi dua,
genap saja atau ganjil saja. Gambar 4.8a menunjukkan sketsa fungsi
gelombang untuk fungsi genap dan fungsi ganjil pada gambar 4.8b.
-aa a
-a a
-a
a
-a
a
100
Cara lain untuk menunjukkan bahwa penyelesaian pers Schrodinger
untuk partikel yang berenergi negatif yang bergerak dalam potensial
sumur terbelah menjadi dua penyelesaian, genap dan ganjil, adalah
dengan cara menjumlahkan persamaan-persamaan (a) dan (c), (b)
dan (d), mengurangi pers (a) dengan (c), dan pers (b) dengan (d) dan
diperoleh
e −αa ( A + F ) = 2C ′ cos β a , αe −αa ( A − F ) = 2 D ′β cos βa (4.46a)
e −αa ( F − A) = 2 D ′ sin β a , αe −αa ( A + F ) = 2C ′β sin β a (4.46b)
Bila dari ke empat persamaan (4.46a ) dan (4.46b) dipilih A – F=0
maka D’ =0 sehingga A+F≠0 dan C’≠0 dan memberikan
penyelesaian genap, ψ 2 = C ′ cos β x Tetapi bila dipilih A+F=0
maka C’=0 sehingga A-F≠0 dan D’≠0 dan memberikan penyelesaian
ganjil ψ 2 = D ′ sin βx .
Penyelesaian Genap
Dengan menggunakan kondisi kontinyuitas seperti di atas, baik
untuk x = -a atau x = a, maka untuk penyelesaian genap diperoleh
A e −α a = C ' cos β a (4.47a)
αA e −α a = C ' β sin β a (4.47b)
Dari persamaan pers (4.47a) dan (4.47b) diperoleh α = β tan β a
yang dapat ditulis menjadi
α a = β a tan β a bila α a = y dan β a = ξ (4.48)
maka y=ξ tanξ (4.49)
Penyelesaian fungsi ganjil dapat diperoleh dengan cara seperti pada
penyelesaian fungsi genap, yaitu menggunakan persamaan
kontinyuitas di titik x = -a atau x = a:
A e −α a = − D' sin β a (4.50a)
αA e −α a = D' β cos β a (4.50b)
Dari persamaan pers (4.50a) dan (4.59b) diperoleh
(11) = α = − β cot β a
(10)
101
yang dapat ditulis menjadi
α a = − βa cot β a bila αa= y dan β a = ξ
maka y = − ξ cot ξ (4.51)
Untuk membandingkan penyelesaian fungsi genap dan ganjil, secara
skematik grafik penyelesaian fungsi genap y = ξ tan ξ dan
ganjil y=−ξ cotξ ditunjukkan pada gambar 4.
π 3π 5π
Pada gambar 4, ξ = , , ,........ merupakan asymptot untuk
2 2 2
fungsi genap positif dan ξ = π , 2π ,..... asymptot fungsi ganjil
positif.
Tingkat-tingkat energi partikel yang bergerak dalam potensial sumur
dapat ditentukan dengan menggunakan grafik pada gambar 4.9
dengan cara melukis lingkaran dengan jari-jari r dimana
y2 + ξ 2 = r2 (4.52)
Bila pers (4.48 ) dimasukkan ke dalam pers. (4.52) maka besarnya
jari-jari r dapat ditentukan, yaitu
2 m Eo 2 2m
2
a + 2 (Vo − Eo ) a 2 = r 2
h h
2m
2
Vo a 2 = r 2 (4.53)
h
102
y
ξ tan ξ
− ξ cot ξ
A2
−π 0 A1 π B1 π 3π 2π 5π ξ
2 2 2 2
103
meningkat dengan meningkatnya massa partikel, kedalaman
potensial dan lebar potensial.
Sebagai contoh, lingkaran (1) mempunyai jari-jari r = 1 =
2 m Vo a 2 2 h2
atau V0a = hanya memotong satu kali kurva grafik
h2 2m
y= ξ tan ξ maka hanya diperoleh satu tingkat energi dan besarnya
tingkat energi ditentukan dengan memproyeksikan titik potong
tersebut pada sumbu ξ atau juga titik tersebut dapat diproyeksikan
pada sumbu y, misal harga ξ dititik A1 = ξ1
2m
maka ξ1 = β1 a = (Vo + E1 ) a , dim ana − E o = E1 sehingga
h2
h 2ξ12
∴E1 = − Vo (4.54a)
2m a2
Bila grafik pada gambar 4.9 digambar dengan skala yang benar dan
tepat, kita dapat menunjukkan bahwa untuk r = 1 besarnya ξ1 = 0,74
dan kalau diproyeksikan pada sumbu y akan diperoleh harga y =
0,68 (grafik pada gambar 4.9 tidak digambar dengan skala yang
tepat dan benar!)
2mV0 a2
Pada lingkaran (4.52) dimana jari-jarinya r = 2 ⇒ =2 ,
h2
memotong 1 X pada kurva fungsi genap, y = ξtan ξ dan 1 X untuk
fungsi ganjil y = - ξCot ξ , maka diperoleh penyelesaian satu energi
genap dan satu energi ganjil. Penentuan energi juga menggunakan
metode grafik dengan memproyeksikan titik-titik potong antara
lingkaran yang berjari-jari 2 dengan grafik fungsi genap dan ganjil
ke sumbu ξ , misalnya pada titik A2 dan B1 atau y. Dari gambar
dapat dilihat bahwa jari-jari lingkaran sebesar 2 terletak antara
π 2π
<2 < dan banyaknya tingkat energi adalah 2 yaitu satu genap
2 2
dan satu ganjil. Tetapi bila kita pilih jari-jari lingkaran sebesar 4
104
2π 3π
yang terletak dalam interval <2 < , anda dapat menunjukkan
2 2
bahwa lingkaran tersebut akan memotong 2x dengan fungsi genap
dan 1x dengan fungsi ganjil.
Dari contoh-contoh di atas, secara umum dapat disimpulkan
bahwa jumlah penyelesaian (jumlah tingkat energi) ditentukan oleh
besarnya jari-jari lingkaran. Untuk jari-jari lingkaran yang terletak
π 2nπ
dalam interval (2n −1) < r < ,jumlah titik potong dengan
2 2
ξ tan ξ dan - ξ Cot ξ masing-masing sebanyak n buah . Tetapi
2 nπ ⎛ 2n + 1 ⎞
untuk < r <⎜ ⎟π , jumlah titik potong dengan ξ tan ξ
2 ⎝ 2 ⎠
sebanyak (n + 1)buah dan dengan - ξ Cot ξ n buah. Demikian juga
banyaknya penyelesaian fungsi gelombang sesuai dengan jumlah
penyelesaian amper dan juga terbagi menjadi dua jenis yaitu
penyelesaian genap dan ganjil.
Bila Mv0a2 → ∞ , maka lingkaran akan memotong grafik
2n − 1
tanβa → ∞, sehingga diperoleh βa = π dan memotong grafik
2
–cot βa → ∞ sehingga juga diperoleh βa = nπ, dimana n=1,2,3,….
Bila kedua hasil penyelesaian tersebut dikombinasikan maka
nπ
diperoleh 2βa = nπ atau , β = , dimana bila nilai n ganjil
2a
memberikan penyelesaian genap dan bila n genap memberikan
penyelesaian ganjil. Tingkat energi terendah (ground state energy)
diperoleh dengan mengambil n=1dan besarnya lebih besar sedikit
dari –V0 (lihat pers.13) Dengan mamasukkan β ke dalam pers
2m(V0 + E )
β= diperoleh persamaan ting-kat-tingkat energi
h2
h 2 nπ 2
sebagai En= ( ) − V0 (4.54b)
2m 2a
105
Bila massa partikel diperbesar atau kedalaman atau lebar
potensial diperbesar maka perbedaan tingkat-tingkat energi yang
berdekatan mengecil
Bagaimanakah penyelesaian fungsi gelombang dan tingkat-
tingkat energinya bila partikel yang melewati potensial sumur
mempunyai energi positif, E = E0, seperti diilustrasikan pada gambar
5! Dengan menerapkan persamaan Schrodinger pada daerah I, II,
dan III diperoleh pers.
h 2 d 2ψ 1 d 2ψ 1 2m
I. − 2
= E ψ 1 atau 2
= − 2 Eψ 1 (4.55a)
2m dx dx h
h 2 d 2ψ 2
II. − − Voψ 2 = Eψ 2 atau
2m dx 2
d 2ψ 2 2m 2m
2
+ 2 V0ψ 2 = − 2 Eψ 2 (4.55b)
dx h h
h 2 d 2ψ 3 d 2ψ 3 2m
III. − 2
= E ψ 3 atau 2
= − 2 Eψ 3 (4.55c)
2m dx dx h
Dari ke tiga persamaan differensial orde dua pada semua pers (4.55)
diperoleh penyelesaian persamaan Schrodinger untuk masing-
masing daerah I, II, dan III sebagai
2m E
ψ 1 = A e iα x + B e − iα x dim ana α 2 = 2 >0 (4.56a)
h
2m
ψ 2 = C e iβ x + D e − iβ x dim ana β 2 = 2 (Vo + E ) > 0 (4.56b)
h
ψ3 = F e iα x +Ge−iα x karena partikel hanya bergerak ke kanan
maka ψ 3 = F e iα x (4.56c)
Bila dibandingkan dengan gerak partikel pada Fisika Klasik, energi
partikel konstan bila partikel lewat diatas suatu lubang dan semua
partikel meneruskan geraknya (semua partikel ditransmisikan),
tetapi dalam tinjauan kuantum, energi partikel berubah bila partikel
melewati lubang potensial dan ada berkas partikel yang di
pantulkan. Sesuai dengan energi kekekalan fluks, dari semua pers
(4.56) dapat dinyatakan bahwa
106
hα 2 2 hβ 2 2 hα 2
(. A − B ) = (. C − D ) = .F (4.57)
m m m
hα 2 hα 2
dimana . A adalah fluks yang amper, . B adalah fluks
m m
hα 2
partikel yang dipantulkan dan . F adalah fluks partikel yang
m
diteruskan atau ditransmisikan.
I III
II
-a a
-V0
107
F
disubstitusi dengan F sehingga diperoleh persamaan-persamaan
A
B
dan sebagai berikut:
A
F 2αβ
= e − 2 i αa (4.60a)
A 2αβ cos 2β a − i (α 2 + β 2 ) sin 2βa
B − 2 i αa ( β 2 − α 2 ) sin 2β a
dan = ie (4.60b)
A 2αβ cos 2β a − i (α 2 + β 2 ) sin 2β a
Bila E>>V0, amper tidak ada berkas partikel yang direfleksikan
karena ( β 2 − α 2 ) << 2αβ , tetapi bila E mendekati nol, berkas
partikel yang ditransmisikan juga mendekati nol.
-a
a
I
II III IV V
ε ε
Gambar 4.11 Potensial Sumur Delta Ganda
108
dalam bentuk persamaan sebagai
− h2
V =− V0 δ ( x + a ) untuk x = − a
2m
− h2
V =− V0 δ ( x − a ) untuk x = a dan V = 0 untuk harga-
2m
harga x yang lain. (4.61)
109
Persamaan Schrodinger untuk daerah II :
h 2 d 2ψ 2 h 2 λ
− − δ ( x + a )ψ 2 = E ψ 2
2m dx 2 2m a
yang dapat ditulis menjadi
⎛ dψ 2 ⎞ λ 2m
d⎜ ⎟ + δ ( x + a)ψ 2 dx = − 2 Eψ 2 dx
⎝ dx ⎠ a h
ε ε
Ruas kiri dan kanan diintegralkan dengan batas ( − a − , − a + )
2 2
ε ε ε
−a + −a+ −a+
2
⎛ dψ 2 ⎞ λ 2
2m 2
∫ ε d ⎜⎝ dx ⎟⎠ + a ∫ δε ( x + a)ψ 2 ( x) dx = − h 2 ∫ εEψ 2 ( x) dx
−a− −a− −a−
2 2 2
ε ε
−a + −a +
dψ 2 2 λ 2 2m
+ ψ 2 (−a) = − 2 E ψ 2 ( x).ε
dx −a−
ε a −a −
ε h
2 2
110
d ψ 3 ( − a ) dψ 1 ( − a ) λ
Atau − = − ψ 3 ( −a ) (4.64b)
dx dx a
111
Bentuk penyelesaian umum dari pers (4.68) adalah
ψ ( x ) = A e k x + Be − kx (4.69)
Penyelesaian pada pers (4.69) untuk daerah I hanya bagian
eksponensial yang positif saja, ψ 1 ( x ) = A e k x (4.69a)
karena daerah I mencakup harga x menuju - ∞ , untuk x → −∞
menyebabkan harga e − kx menuju ∞ dan fungsi gelombang tidak
boleh mempunyai harga ∞ .
Untuk daerah III dimana –a < x < a, karena daerah III terbatas
maka kedua bagian eksponensial memenuhi syarat , maka
ψ 3 ( x ) = Ce k x + De − kx (4.69b)
Untuk daerah V, ψ 5 ( x ) = Fe − kx (4.69c)
karena untuk x → ∞ harga e menuju ∞ maka e tidak
kx kx
memenuhi syarat.
Persamaan Schrodinger pada daerah II dapat ditulis dalam bentuk
d 2ψ 2m λ
− 2 E0 ψ = − δ ( x + a )ψ
dx h a
2m d 2ψ λ
Bila k = 2 E0 , maka
2
− k 2 ψ = − δ ( x + a )ψ
h dx a
Seperti pada kasus partikel yang mempunyai energi positif, maka
penyelesaian di daerah II
⎛ dψ 3 ( − a ) ⎞ ⎛ dψ 1 ( − a ) ⎞ λ
⎜ ⎟ −⎜ ⎟ = − ψ ( −a ) (4.70)
⎝ dx ⎠ ⎝ dx ⎠ a
⎛ d ψ 5 ( a ) ⎞ ⎛ dψ 3 ( a ) ⎞ λ
dan ⎜ ⎟ −⎜ ⎟ = − ψ 5 (a ) (4.71)
⎝ dx ⎠ ⎝ dx ⎠ a
untuk daerah IV.
Karena energi potensial merupakan potensial sumur delta ganda
yang simetrik terhadap perubahan dari x → − x , maka
penyelesaian fungsi gelombang untuk daerah –a < x < a terbelah
menjadi dua, fungsi genap dan fungsi ganjil, jadi
ψ 3 ( x ) = Ce k x + De − kx = C(coshkx + sinhkx) + D(coshkx − sinhkx)
112
Atau ψ 3 ( x ) = C’cosh kx + D’sinh kx
113
λ λ
sehingga diperoleh < 2 atau k > . (4.75)
ka 2a
1
tanh y
λ
−1
y
y
114
1
tanh y
λ
( − 1) −1
y
λ y
2
Gambar 4.13 Penentuan energy dengan metode grafik
115
V0
E
a
I -a II III
116
B C D F
Koefisien , , dan dapat ditentukan dengan memasukkan
A A A A
syarat kontinuitas di titik x = -a pada pers (4.78a dan b) dan
turunan pertamanya diperoleh
A e − iα a + B ei α a = C e − β a + D e β a .. (4.79a)
iα ( A e −iα a − B e iα a ) = β (Ce − β a − D e β a ) (4.79b)
dan untuk x = a dimasukkan pada pers (4.78 b dan c) diperoleh
F eiα a = C e β a + D e − β a (4.79c)
iα F e iα a = βCe β a − D e − β a (4.79d)
Variabel D dapat dieliminasi dari pers (4.79a) dan (4.79b) bila
(4.79a) x β ⇒ β ( A e −iα a + B e iα a ) = β ( C e − β a + D e β a )
(4.79b)x 1 ⇒ iα ( A e − iα a − B e iα a ) = β ( Ce − β a − D e β a ) +
maka A e − i α a ( β + iα ) + B e i α a ( β − i α ) = 2 β C e − β a (4.80)
dan bila
(4.79c) x β ⇒ β F e iα a = β ( C e β a + D e − β a )
(4.79d) x 1 ⇒ iα F e iα a = β ( Ce β a − D e − β a ) +
maka F e i α a ( β + iα ) = 2 β C e β a (4.81)
2β C e β a
⇒ F=
(β + i α ) ei α a
(4.79a) x e − β a ⇒ e − β a ( A e − iα a + B e iα a ) = C e −2 β a + D
(4.79c) x e βa ⇒ e β a Fe iα a = Ce 2 β a + D _
e−β a ( Ae−iα a + B eiα a ) − F eβ a+iα a =C (e−2βa − e2βa ) (4.82)
117
= ( β + iα ) C e − β a + ( β − i α ) Ce 3 β a )
β − iα 3 β a
( A e −i α a + B e i α a ) = C (e − β a + e ) (4.83)
β + iα
(4.80) x 1 → A e −i α a ( β + iα ) + B e i α a ( β − iα ) = 2 β C e − β a
(4.83) x
β −iα 3β a
(β − i α ) → ( β − i α ) ( (Ae−iα a + Beiα a ))= C(β −iα)(e−β a + e )
β +iα
A e −i α a ( 2 i α ) =
C
(β + i α )
{
( β + i α ) 2 e − β a − ( β − iα ) 2 e 3 β a } (4.84)
C 2i α (β +i α ) e−iαa 2i α ( β +i α) e−iα a −β a
= = (4.85)
A (β +i α)2 e−β a −( β −iα)2 e3β a (β +i α)2 e−2β a − ( β −i α)2 e2β a
2
Besarnya koefisien transmissi adalah sama dengan F = T=
A
(4 β i α e −2i α a ) (− 4β i α e2i α a )
=
(2 Sinh (2 βa) ( − β 2 + α 2 ) + 4 i α β Cosh 2 β ) ( 2 (−β 2 + α 2 ) Sinh (2 β a) − 4i αβ Cosh2β a)
4β2 α2
T = (4.87)
( β 2 − α 2 ) 2 Sinh 2 ( 2 β a ) + 4 α 2 β 2 Cosh 2 ( 2 β a )
Koefisien transmisi T merupakan kebolehjadian berkas partikel
yang menumbuk potensial tanggul dapat menerobos dinding
potensial tersebut.
118
SOAL
1. Bila potensial tanggul sangat lebar dan tinggi, a) tunjukkan
bahwa βa >> 1 , b) Tentukan nilai T untuk kasus pada soal a)!
2. Jabarkan koefisien transmissi T dan koefisien refleksi R bila
partikel yang melalui potensial tanggul mempunyai energy E >
V0!
B B 2
3. Tentukan dan dengan memasukan pers (4.85) ke
A A
dalam pers (4.83)!
4. Dengan menggunakan perhitungan seperti pada pers (4.14),
tentukan probabilitas ditemukan partikel pada keadaan awal,
ψ 1i ( x ) , di dalam keadaan tingkat ke tiga untuk lebar potensial
2a, ψ 3 f ( x )
5. 5.Buktikan pers (4.40)!
6. Evaluasi T dan R untuk E<<V0 dan untuk E>>V0 untuk
partikel yang bergerak melewati potensial tangga!
7. Sebuah electron bergerak dalam potensial sumur dengan lebar
2a=4,0 x10-8cm dan dengan kedalaman V0 = 24 eV. Gunakan
gambar 4 untuk menentukan energi tingkat terendah dari
electron!
8. Gambar lagi grafik pada gambar 4.9 dengan menggunakan kertas
berskala dan hitunglah ξ tan ξ dan − ξ cot ξ untuk sudut-sudut
: 300, 370, 450, 530, 600, 900 dan sekawannya dalam kuadran II,
III dan IV!
9. a) Coba anda selidiki besarnya energi bila sin2βa = 0! Pada
pers (4.60b)
b) Jabarkan pers (4.60a) dan (4.60b) dengan langkah-langkah
yang telah disebutkan !
10. a) Dengan menggunakan pers (4.64a) atau (4.64b), (4.66) ,
(4.67a) dan (4.67b) tentukan koefisien ( konstanta ) A, B,
C, D, dan F!
119
2 2
B F
b) Dari hasil penyelesaian pada soal a) hitung dan !
A A
11. Tentukan koefisien transmisi bila sebuah partikel bergerak
melewati potensial V ( x ) = −λδ ( x ) !
12. Buatlah sketsa fungsi gelombang untuk potensial sumur delta
ganda yang diuraiakan pada sub bab diatas!
120
BAB V
OSILATOR HARMONIK 1 DIMENSI
121
dimana ω = ω0 = frekuensi alami dari benda yang melakukan gerak
harmonic tersebut.
v
122
d 2ψ ( y )
2
( )
+ k − y2 ψ = 0 (5.6)
dy
123
yaitu untuk y → ∞ maka harga k pada pers (5.6) diabaikan
relative terhadap harga y2, dan pers (5.6) dapat dituliskan sebagai
d 2ψ
2
− y 2ψ = 0 (5.7)
dy
Penyelesaian khusus untuk y → ∞ pada pers (5.7) dimisalkan
dalam bentuk
ay 2
ψ =e (5.8a)
kemudian ψ dideferensialkan dua kali sbb :
dψ 2
(1) = 2aye ay
dy
d 2ψ 2 2 2 2
(2) 2
= 2a.e ay + 2ay.2ay.e ay = 4a 2 y 2 e ay + 2aeay (5.8b)
dy
Bila persamaan (5.8a) dan (5.8b) dimasukkan ke dalam pers (5.7)
dan harga 2a pada pers (5.8b) diabaikan terhadap 4a2 y2 maka
diperoleh :
2
d 2ψ 2 2 2 ay
2
− y 2ψ = 0 4a 2 y 2e ay + 2aeay -y e =0
dy
ay 2
( 2a+ 4a y − y )e = 0 , karena suku kedua yang mengandung
2 2 2
diperoleh 4a 2 y 2 − y 2 = 0 atau ( 4 a
2
− 1) y 2 = 0 karena
y≠0
2
e ay ≠ 0 dan
2 1 1
maka a = atau a = ± sehingg penyelesaian khusus pers
4 2
(5.7) adalah
124
1 2 −1 2
y
ψ ≈ Ae
y
2 2
+ Be (5.9)
Karena y → ∞ maka pada pers (5.9) yang memenuhi syarat batas
penyelesaian di ∞ adalah suku yang mempunyai eksponen negatif
dan penyelesaian umum persamaan Schrodinger pada pers (5.6)
dapat dituliskan sebagai
y2
−
ψ = H ( y )e 2
(5.10)
dimana H adalah polynom Hermite yaitu H (y) merupakan
polynominal (deret suku banyak) dari yn
3. Penentuan Penyelesaian bentuk Umum dan PD fungsi Hermite
PD orde dua fungsi Hermite dapat diperoleh dari pers (5.10)
dengan cara sebagai berikut:
Kemudian pers (5.10) didifferensialkan dua kali yang hasilnya sbb :
y2 y2
− −
d ⎡ −2 ⎤
2
y
dψ
(1) = ⎢He ⎥ = H' e 2
− yHe 2
dy dy ⎢⎣ ⎥⎦
d 2ψ −
y2
−
y2
−
y2
−
y2
−
y2
(2) 2 = H"e
2
− H' ye − He − yH' e + y He 2
2 2 2 2
dy
d 2ψ −
y2
−
y2
−
y2
2 = H" e 2
− 2 yH ' e 2
+ He 2
( y 2 − 1) (5.11)
dy
dH d 2H
dimana ′
= H dan = H ′′ .
dy dy 2
Substitusi (5.11) ke dalam pers. (5.6) diperoleh
y2 y2 y2 − y2
− − −
H" e 2
− 2 yH' e 2
+ He 2
( y 2 − 1) + (k − y 2 ) He 2
= 0
2
y
−
ingat ψ = H ( y )e 2
125
y2 y2 y2
− − −
0 = H "e − 2 yH ' e
2 2
+ (k − 1) He 2
maka
persamaan dapat ditulis
d 2 P( x ) dP
2
+ A( x ) + B( x )P = 0
dx dx
disebut PD Standard PD Frobeneus ( 5.13)
c4 ( x − a) 4 + ….. (5.14)
dan titik x = a disebut titik ordinary .
Tetapi bila disekitar titik x = a membuat A(a) → ∞ atau B(a) → ∞
maka titik x = a disebut titik reguler singular dan penyelesaiannya
dinyatakan sebagai:
P ( x) = ( x − a) s ∑ C n ( x − a) n
n →0
= (x-a) { c0 + c1 ( x − a) + c 2 ( x − a) 2 + c3 ( x − a) 3 +
s
c4 ( x − a) 4 + …..} (5.15)
126
Bila pers (5.12) kita tinjau sebagai PD standard seperti pada pers
(5.13), maka A(y) = -2y dan B(y) = k-1, dan bila kita memilih
penyelesaian disekitar titik y =0 maka harga A(y) = -2y = 0 atau B =
k-1, yang mana baik A(y) dan B(y) ke dua berharga tertentu, maka
titik y = 0 merupakan titik ordinary sehingga penyelesaian PD
fungsi Hermite pada pers (5.12) adalah
H( y) = ∑ C n . y n = C0 + C1y + C2y2 + C3y3 + … (5.16)
n =0
Deret pangkat tinggi yang sama dengan nol pada pers (5.17) tersebut
dapat dikatakan sebagai persamaan identitas yang berarti untuk
setiap koefisien dari setiap sukunya sama dengan 0, maka
− ( k − 1)
y0 : (k - 1) C0 + 2C2 = 0 C2 = C0
2
− ( k − 1) + 2.1
y1 : (k - 1) C1 - 2C1 + 3.2C3 = 0 C3 = C1
3 .2
− ( k − 1) + 2.2
y2 : (k - 1) C2 – 2.2C2 + 4.3C4 = 0 C4 = C2
4 .3
− ( k − 1) + 2.3
C5 = C3
5 .4
127
dari uraian di atas dapat digeneralisasikan sebagai :
− ( k − 1 ) + 2 .( n − 2 )
C = C n−2
(5.18)
n ( n − 1)
n
128
− ( k − 1) + 2.1 − ( 2n + 1 − 1) + 2.1C1 − n +1
C3 = C1 = = C1
3. 2 6 3
− ( k − 1) + 2.2 − (2n + 1 − 1) + 4 −n+2
C4 = C2 = C2 = C2
4 .3 12 6
dan seterusnya.
Karena penyelesaian akhir hanya boleh genap saja atau ganjil saja,
semua C genap dapat dinyatakan dalam C0 atau semua C ganjil
dapat dinyatakan dalam C1.
129
dan fungsi gelombang osilator harmonik satu dimensi tingkat yang
− y2
130
dimana besarnya faktor normalisasi yang akan ditentukan kemudian
dinyatakan sebagai
α mω 4
1
1
Nn = =( ) (5.22)
2 n n! π hπ 2 n n!
131
f) Penentuan fungsi gelombang osilator harmonic tingkat ke-4,
sbb:
− y2
Bentuk : ψ 4 = N 4e H 4 ( y )
2
2 n n! π hπ 2 n n!
mω
1
α mω 4 1 mω 4
1 1
1 1
N4 = =( ) = ( )4 =( )
2 .4! π hπ 24.4! hπ 16.24 hπ
4
2 4 24
mω 4 mω 4 1
1 1
1
=) 2 ( = ( )
hπ 2 .2 6 hπ 8 6
g) Jadi fungsi gelombang harmonic osilator dapat ditulis sbb :
mω 2
mω 1
1 −
2h
x
mω 2 m 2ω 2 4
ψ4 = ( ) 4 e (1,5 – 6 x + 16 x)
hπ 8 6 h h2
132
tn nt n −1
( −2t + 2 y )Σ H n ( y) = Σ H n ( y)
n! n!
− 2t n+1 2 yt n t n−1
Σ{ H n ( y) + H n ( y)} = Σ H n ( y) (5.24)
n! n! (n −1)!
Kemudian dengan menggunakan logika iterasi untuk suku pertama
ruas kiri yaitu n diubah menjadi n-1 sebagai berikut
n!
t n+1 → t n , n! → (n-1)!, Hn(y) → Hn-1(y) dan (n-1)! = (5.25)
n
dan suku pada ruas kanan n diubah menjadi n+1
n!
t n−1 → t n , n! → (n+1)!, dan Hn(y) → Hn+1(y) dan (n-1)! = (5.26)
n
Kemudian pengubahan pada pers (5.25) dan (5.26) dimasukkan ke
pers (5.24) diperoleh
tn nt n
Σ{−2nH n −1 ( y ) + 2 yH n ( y )} = Σ H n +1 ( y )
n! n!
atau
− 2nH n−1 ( y) + 2 yH n ( y) = H n+1 ( y) (5.27)
Pers (5.27) disebut sebagai formula rekursi, yaitu n bisa diganti
dengan bilangan tertentu, misal untuk n=1, 2,3, maka pers (5.27)
menjadi
− 2H 0 ( y) + 2 yH1 ( y) = H 2 ( y)
− 4H1 ( y) + 2 yH 2 ( y) = H 3 ( y)
− 6H 2 ( y) + 2 yH3 ( y) = H 4 ( y)
133
tn tn
(2t )Σ H n ( y) = Σ H n′ ( y)
n! n!
Dengan menggunakan langkah seperti pada langkah (1) (mengubah
n dan iterasi logika) diperoleh
2nHn-1(y) = H n′ (y) (5.28)
Bila pers (5.27) dan (5.28) kita kombinasikan maka kita peroleh
H n′ ( y) = 2 yH n ( y) − H n+1 ( y) (5.29a)
Bila pers (5.28) n telah diubah menjadi n+1 dan kemudian
dimasukkan ke persamaan (5.29a) yang telah dideferensialkan ke y
maka diperoleh
H n′′( y ) − 2 yH n′ ( y ) + 2nH n ( y ) = 0 (5.29)
dimana 2n = k-1 seperti yang kita diskusikan pada subbab 5.1 dan
pers (5.29) tidak lain adalah PD orde dua fungsi Hermite seperti
yang ditunjukkan pers (5.12)
Dengan memanipulasi pers (5.23) secara matematik dapat diperoleh
formula (pers.) Polynom Hermite sebagai berikut:
Bila pers (5.23) dideferensialkan n kali terhadap t diperoleh
d n −t 2 + 2ty dn tn
(e ) = n (Σ H n ( y ))
dt n dt n!
dn d n y 2 −( t − y ) 2
S ( y , t ) = n (e ) t =0 = Hn(y) (5.30)
dt n dt
Karena ∂S (t − y) = - ∂S (t − y) maka
∂t ∂y
d n y 2 −( t − y ) 2 y2 ∂
n
2
(e )=e e −( t − y )
dt n
∂t n
2 ∂ n −( t − y ) 2
= e (−1)
y n
e
∂y n t =0
134
d n y 2 −( t − y ) 2 2 ∂ n − y2
= e (−1)
y n
Jadi (e ) t =0
e (5.31)
dt n ∂y n
Bila pers (5.31) dimasukkan ke pers (5.30) dan diambil t=0 maka
pers (5.30) berubah menjadi
∂ n − y2 y2
Hn(y) = (−1) e
n
e (5.32)
∂y n
Pers (5.32) menunjukkan formula polynom Hermite dimana n=0,
1,2,3,4,…..
∫ψ
−∞
n ( x ) dx = 1
∞
dy
⇔ ∫ψ n• ( y )ψ n ( y ) =1
−∞
α
∞
dy
∫
2
⇔ N n2 e − y H n2 ( y) =1 (5.33)
−∞
α
∞
α
∫
2
atau e − y H n2 ( y)dy =
−∞
N n2
Penentuan harga normalisasi Nn dapat di hitung dengan dua cara
yaitu dengan menggunakan persamaaan fungsi pembangkit dari
fungsi Hermite dan polinom Hermite.
1) Menggunakan persamaan fungsi pembangkit fungsi Hermite
Integral pada pers (5.33) dapat diselesaikan dengan
mengintegralkan hasil kali antara dua fungsi pembangkit dari
fungsi Hermite :
135
∞
∫
2 2
+ 2 ty − y 2
e −s +2 sy e −t e dy =
−∞
∞ ∞ ∞
snt m
∑
n =0
∑ ∫
m=0 n! m! −∞
e − y2
H n ( y ) H m ( y )dy (5.34)
∫ ∫
−( y − s −t )2 2 st 2
e e dy = e 2 st
e −( y−s−t ) d ( y − s − t )
−∞ −∞
∞
( 2 st ) p
= e
2 st
π = π∑ (5.35)
p =0 p!
Bila pers (5.35) disubstitusikan ke ruas kiri pers (5.34) dan ruas
kanannya di set n = m dan p juga sama dengan n, maka diperoleh
∞
∫ e H n ( y )dy = π 2n n!
2
−y 2
(5.36)
−∞
karena untuk n ≠ m, harga integral pada ruas kanan pers (5.34)
adalah nol. Kemudian nilai integral pada pers (5.36) dimasukkan ke
α
dalam integral pers (5.33) diperoleh π 2n n! =
N n2
1
⎡ α ⎤ 2
136
Cara II :
Bila salah satu Hn(y) pada pers (5.33) diganti dengan Hn(y) =
2 ∂ n − y2
(−1) n e y e maka pers (5.33) menjadi
∂y n
∞
N n2 d n − y2
∫ H n ( y)(−1) n
e dy = 1
α −∞
dy n
∞
N n2 d n−1 − y 2
<=> (−1) ∫ H n ( y)d ( n−1 e ) = 1
n
(5.38)
α −∞
dy
Kemudian pers (5.38) diintegralkan secara parsiel secara beruntun
untuk bagian yang di dalam integral saja
d n −1 − y 2 ∞
∞
dH n ( y ) d n −1
− ∫
2
H n ( y) e −∞ ( y ) n−1 e − y dy (5.39a)
dy n −1 −∞
dy dy
∞
dH n ( y ) d n−2 − y 2
=- ∫
−∞
dy
( y )d ( n−2 e )
dy
∞
d n −2 − y 2 d 2 H n ( y) d n −2 − y 2
= - H n′ ( y ) n−2 e ∫
∞
−∞ + ( y) n−2 e dy (5.39b)
dy −∞
dy 2 dy
Suku pertama baik pers (5.39a dan 5.39b) berharga nol karena
fungsi gelombang tidak bisa ditemukan di daerah tak terhingga.
Setelah dintegralkan secara parsiel sebanyak n kali diperoleh hasil
∞ ∞
d n − y2 d n H n ( y)
∫ H n ( y) n e dy = (−1) ∫ − y2
n
( y ) e dy (5.40)
−∞
dy −∞
dy n
Karena suku yang pangkatnya tertinggi dari polynom Hn(y) adalah
∞
d n H n ( y)
∫
2
2n yn, maka harga n
= 2 n
n! dan karena e − y dy = √π dan
dy −∞
bila hasil perhitungan ini dimasukkan ke pers (5.40) dan kemudian
pers (5.40) dimasukkan ke pers (5.38) diperoleh
N n2
(−1) n (−1) n 2 n n! π =1 yang memberikan harga Nn sebagai
α
137
α mω 4
1
1
Nn = =( ) (5.37b)
2 n! π
n
hπ 2 n n!
V, En
ψn n=5
n=4
n=3
n=2
n=1
hω
1 n=0
E0= hω
2 x
138
Contoh : Dengan menggunakan pers (5.32) dapat dihitung polynom
Hermite Hn(y),
misalnya
∂ 3 − y2
y2 y2 ∂
2
− y2
= (−1) e − −
3
H3(y) e = e ( 2 ye )
∂y 3 ∂y 2
y2 ∂ 2 2
=−e (−2e − y + 4 y 2 e − y )
∂y
y2 − y2 2 2
= − e (4 ye + 8 y e − y − 8 y 3e − y )
= (8y3 -12y)
− y2
mω 4
1
1
maka ψ 3 ( y ) = ( ) (8 y 3 − 12 y )e 2
hπ 3
2 .6
− (αx ) 2
mω 4 1
1
139
hilang di titik balik. Karena energi total partikel E =T + V maka
secara klasik partikel berosilasi pada daerah yang dibatasi oleh titik
potong antara energi potensial V(x) yang berbentuk parabola dengan
energi total E yang berupa garis lurus mendatar. Demikian juga
ditunjukkan pada gambar (5.2) nilai ekstrem ψn terlokalisasi dalam
daerah yang dimungkinkan secara klasik, tetapi ekor grafik
diperpanjang menuju tak terhingga.
Penyimpangan perilaku antara klasik dan kuantum semakin
menyolok bila kita membandingkan probabilitas posisi partikel, lihat
gambar 5.3.
ω(x)
ωcl
ωqu
n=1 x
140
Karena persamaan gerak partikel yang berosilasi secara klasik
dinyatakan sebagai
dx x2
x = a sin ωt, → = ωa cos ωt = ωa 1 − 2
dt a
maka besarnya peluang ditemukannya partikel dalam interval (dx , x
+ dx )adalah
1 dx
ωcldx = P dx = (5.41)
πa x2
1− 2
a
Amplitude a dapat ditentukan dari persamaan energi mekanik (total)
1
dari partikel yang bergerak harmonik E = mω2a2 yang
2
2E
memberikan harga a = ±√( )
mω 2
Sebaliknya, besarnya kebolehjadian (peluang) untuk ditemukan
partikel dalam interval (dx , x + dx ) secara kuantum dinyatakan
sebagai
2
ωqudx = P dx = ψ ( x ) dx ,
− mωx 2
mω 4 1
1
x
bila untuk n=1 dimana ψ 1 ( y ) = ( ) 2 2h
e
hπ 2 1
mω
h
− mωx 2
h
maka ωqudx = P dx = 2x e2
dxh
(5.42)
mωπ
Dari pers (5.42) dapat ditunjukkan bahwa besarnya peluang
ditemukan partikel mencapai harga minimum adalah di titik x = 0
h
dan mencapai harga maximum di titik x = ± .
mω
141
Harga minimum dan maximum ini diperoleh dari pernyataan bahwa
d
derevatif pertama dari pers (5.42) sama dengan nol, (ωqudx) =
dx
d
(Pdx) =0
dx
3
Secara klasik untuk n=1, E1 = hω ,
2
3hω 3h
maka besarnya x= ± a =± =±
mω 2 mω
W
ωcl(x
ωqu(x
x
n=
142
yaitu keduanya tidak mempunyai nilai yang tepat bersamaan karena
T tergantung p dan V tergantung x yang keduanya mengandung
ketidakpastian [ p, x] = −ih . Dapat dilihat bahwa lokalisasi partikel
pada daerah diluar daerah yang dibolehkan oleh klasik
mengimplikasikan terjadinya pelanggaran kekekalan energi. Namun
untuk system kuantum dikatakan tidak melanggar karena bila
partikel dilokalisasikan pada bagian kecil dari ekor gelombang
ketidakpastian momentum meningkat ke suatu titik dimana energi
total yang baru melebihi energi potensial partikel. Maka dalam
kuantum, partikel dibolehkan menerobos daerah yang dilarang oleh
klasik.
Satu hal lagi yang membedakan osilator harmonic menurut kuantum
dan klasik adalah harga energi minimumnya, pada klasik energi
minimumnya dicapai bila x=0, p=0, maka E=0, sedangkan pada
kuantum E0 = ½ hω yang disebut sebagai energi tingkat dasar.
h2
Energi tingkat dasar ini sebagai konsekuensi dari Δx Δp ≥
2 2
4
Karena fungsi gelombang pada system osilator harmonik merupakan
hasil kali antara fungsi eksponensial dari kuadrat variable posisi
dengan polynom Hermite yang merupakan fungsi genap saja atau
ganjil saja, maka nilai harap dari posisi dan momentum
∞
∫ψ ( x ) xψ n ( x) dx = 0
•
<x> = x = n (5.43)
−∞
143
y y
kedua ruas dengan x atau = dan kemusian ruas kiri
α mω
h
diintegralkan
∞ ∞
y ∞ ∞
∫α e
−s2 +2sy −t2 +2ty −y2 s nt m y − y2
e e dy= ∑
n =0
∑ ∫ e H n ( y) H m ( y)dy
m=0 n! m! −∞α
−∞
1 −( y − s −t ) 2 ∞
= e 2 st e =0
− 2α −∞
144
Perhitungan nilai harap posisi x, <x>, nilai harap momentum, <p>,
nilai harap kuadrat posisi, < x 2 > dan nilai harap kuadrat
momentum, <p2> , dapat menggunakan pers (5.10), (5.27) dan
(5.28).
Marilah kita simak salah satu contoh perhitungan nilai harap < x 2 >
sebagai berikut :
∞
x =< x > = ∫ψ ( x ) x 2ψ n ( x )dx
2 2 •
n
−∞
− y2 − y2
H n ( y ) x2 ( mω ) 4
1
mω 4
1
1 1
∫ ( ) e 2
e 2
H n ( y ) dx
hπ 2 n n! hπ 2 n n!
− y2 − y2
H n ( y ) x2 ( mω ) 4
1
mω 4
1
1 1
= ∫ ( ) e 2
e 2
H n ( y ) dx
hπ 2 n n! hπ 2 n n!
2 dy
mω 2 1
1 2
=(
hπ
) n
2 n!
∫ H n2 ( y ) y 2 e − y
α α
Dengan menggunakan pers (5.27), yHn(y) disubstitusi dengan
2 yH n ( y) = H n+1 ( y ) + 2nHn−1 ( y )
dan diperoleh harga di dalam integral saja sebagai
11
α ∫ 2
{ (3
H n +1 ( y ) + 2 nH n −1 ( y )}2 − y2
e dy
1 1
∫ 4(H ( y ) + 4n 2 H n2−1 ( y ) + 4nH n +1 H n −1 ) e − y dy
2 2
= n +1
α 3
1 2 3
145
Hasil integral untuk suku ke 3 nol karena hasil kali antara H n+1 ( y )
dan H n−1 ( y ) adalah orthogonal, hasil integral untuk suku ke 1
adalah
∫
2 2
1( y) e
−y
H n+ dy = 2 n +1 (n + 1)! π ,
∫
2 2
1( y) e
−y
4n2 H n− dy = 4. 2 n −1 (n − 1)! π
1 1
= 3 2n+1 n! π (n+1 +n)
α 4
mω 2 1
1 1 1 n+1
2
Maka besarnya <x > = ( ) n 2 n! π (n+1 +n)
2 n! α 4
3
hπ
1
( n + )h
= 2
mω (5.47c)
Untuk menghitung nilai harap kuadrat momentum pada osilator
harmonik satu dimensi
d2
< p > = < −h > dapat menggunakan pers (5.2) di mana
2 2
dx 2
2
2 d
−h 2
= − m 2ω 2 x 2 + 2mE
dx
1
dimana E = ( n + )hω dan nilai harap <x2> telah dihitung
2
h nω
sebelumnya, dapat ditunjukkan bahwa <p2> =
( n + 12 )
146
Sifat orthogonal dari oleh hasil kali skalar antara dua fungsi
gelombang yang masing-masing terkait dengan nilai energi yang
berbeda dapat ditunjukkan sama dengan nol
∫ψ n ( x )ψ m ( x )dx = δ nm
(5.48)
0 untuk n ≠m
dimana nilai Kronecker delta Dirac δ nm = { 1 untuk n =m
∂ n − y2 y2 mω
dimana Hn(y) = (−1) e
n
e dan y = x pada pers
∂y n h
(5.32).
147
diperoleh hubungan rekursi yang disajikan pada pers (5.27) dan
dH n ( y )
(5.28) sebagai 2 yH n ( y) = H n+1 ( y) + 2nH n−1 ( y) dan =
dy
2nHn-1(y).
Analogi dengan pers (5.37a) dapat dituliskan pers ψ n+1 ( x ) dan
ψ n−1 ( x ) sebagai
− mωx 2
mω
1
1 2h
ψ n+1 ( x ) = ( ) 4
Hn+1(x) e (5.49a)
hπ 2 n +1 (n + 1)!
dan
− mωx 2
mω
1
1 2h
ψ n−1 ( x ) = ( ) 4
Hn-1(x) e (5.49b)
hπ 2 n −1
(n − 1)!
Bila Hn, Hn-1 dan Hn+1 pada pers (5.27) disubstitusi dengan pers
(5.37a), (5.49a), dan (5.49b) diperoleh
n +1 n
yψ n ( y ) = ψ n +1 ( y ) + ψ n −1 ( y ) (5.50a)
2 2
Demikian juga bila pers (5.28) disubstitusi dengan pers. (5.37a) dan
(5.49bb) diperoleh
dψ n ( y ) n
= 2 ψ n−1 ( y ) - yψn (5.50b)
dy 2
148
d
(y − )ψ n ( y) = 2(n + 1)ψ n+1 ( y) (5.52b)
dy
Dengan pers ( 5.52a) dan (5.52b) kita dapat mengevaluasi fungsi
eigen disekitar fungsi eigen ψ n−1 ( y) dan ψ n+1 ( y ) dari fungsi eigen
ψn(y). Untuk mengevaluasi fungsi eigen tersebut, secara singkat kita
definisikan operator differensial yang setara dengan pers (5.52a)
dan (5.52b) yaitu
1 d 1 mω i
a+ = (y − )= ( x− px ) (5.53a)
2 dy 2 h mωh
1 d 1 mω i
a= (y + )= ( x+ px ) (5.53b)
2 dy 2 h mωh
d
dimana px = − ih . Dengan menggunakan definisi (5.53a) dan
dx
(5.53b), pers (5.52a) dan (5.52b) dapat ditulis ulang menjadi
a ψn(y) = n ψ n−1 ( y) dan a+ ψn(y)= √(n+1) ψ n+1 ( y) (5.54)
Dari kondisi pers (5.54) dapat dikatakan bahwa a adalah lowering
operator (ladder down operator = operator penurun) karena setelah
operator a dioperasikan pada eigen fungsi ψn(y) eigen fungsinya
turun menjadi ψ n−1 ( y) , dan a+ adalah raising operator ( ladder up
operator = operator penaik) karena setelah operator a+ dioperasikan
pada ψn(y) eigen fungsinya naik menjadi ψ n+1 ( y) .
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dari definisi
fungsi pembangkit fungsi Hermite dapat dijabarkan persamaan
differensial orde dua fungsi Hermite yang tidak lain merupakan
bagian dari penyelesaian persamaan Schrodinger stasioner untuk
osilator harmonik satu dimensi dan juga sepasang operator
differensial orde satu yaitu operator penaik dan penurun. Operator
Hamiltonian dari sistem osilator harmonik satu dimensi dinyatakan
dalam bentuk pernyatan differensial orde dua yang dapat difaktorkan
menjadi dua diferensial orde satu yang masing-masing adalah
operator penaik dan penurun.
149
Pada bab berikut ini kita akan mengaplikasikan operator
penaik dan penurun untuk memperoleh eigen fungsi dan tingkat-
tingkat energi partikel yang bergerak secara harmonik dalam satu
dimensi.
150
1 ⎡ 2 d 2ψ ⎛ dψ ⎞ dψ ⎤
= ⎢−h − hmω⎜ψ + x ⎟ + mωxh + m2ω2 x2ψ ⎥
2mhω ⎣ dx2
⎝ dx ⎠ dx ⎦
1 ⎡ h 2 d 2ψ 1 1 ⎤
= ⎢− − hωψ + m ω 2 x 2ψ ⎥
hω ⎣ 2m dx 2
2 2 ⎦
1 ⎡ h2 d 2 1 ⎤ 1 H 1
a+ a = ⎢ − + m ω2 x2 ⎥ − = − (5.59 a)
hω ⎣ 2m dx 2
2 ⎦ 2 hω 2
1 mω i 1 mω i
a a+ ={ ( x+ px ) }{ ( x− p x ) }ψn(x)
2 h mωh 2 h mωh
1 − h2 d 2 1 1 H 1
+
a.a = [ + mω 2 x 2 ] + = + (5.59 b)
hω 2m dx 2
2 2 hω 2
151
a+ Ψmax = 0 dimana Ψmax adalah fungsi gelombang tingkat
tertinggi dan a Ψ0 = 0 karena Ψ0 adalah funsi gelombang tingkat
terendah(ground state atau lowest wave function)
Maka berdasarkan sifat a Ψ0 = 0 akan diperoleh Ψ0 dari
persamaan
1 mω i
( x+ p x ) Ψ0 = 0
2 h mωh
1 mω i mω
( xψ 0 + p xψ 0 ) = 0 → xψ 0 =
2 h mωh h
h d
− ψ0)
mωh dx
− mω 2
dψ 0 mω x
=− xdx → ψ 0 = Ce 2h
(5.61)
ψ0 h
Harga C pada pers (5.61) dapat ditentukan dengan memasukkan
eigen fungsi pada pers. (5.61) ke dalam persamaan normalisasi
∞
mω
1
152
Bagaimanakah penentuan tingkat-tingkat energi partikel yang
bergetar secara harmonic dengan menggunakan metode operator?
Bandingkan dengan penyelesaian secara langsung persamaan
Schrodinger dengan menggunakan PD fungsi Hermite!
Dari kondisi a Ψ0 = 0, maka dapat dinyatakan juga bahwa a+ a Ψ0
)
= 0 dan dari pers (5.50a) dan dengan pers Hψ n ( x) = E nψ n ( x ) dapat
1
diperoleh {hω (a + a + )}ψ 0 ( x ) = E 0ψ 0 →
2
h ω
hωa + aψ 0 ( x ) + ψ 0 ( x) = E0ψ 0
2
hω
sehingga diperoleh E0 = (5.62)
2
E0 merupakan energi tingkat dasar atau energi terendah dari system.
Untuk menentukan tingkat energi yang lebih tinggi (energi yang
tereksitasi), kita dapat menggunakan sifat pada pers (5.54) dimana
a+ψn(x) dianggap sebagai eigen fungsi, sehingga kita dapat
menentukan eigen nilai E n+ dari operator Hamiltonian
)
H yang dioperasikan pada eigen fungsi a+ψn(x) , dimana E n+ adalah
sama dengan En+1
) 1
Ha +ψ n ( x) = E n+ a +ψ n ( x) → {hω (a + a + )}a +ψ n ( x ) = E n+ a +ψ n
2
hω +
hωa + aa +ψ n + a ψ n ( x ) = E n+ a +ψ n
2
)
H 1
+
Kemudian aa pada pers (5.63a) diganti dengan ( + ) pada
hω 2
)
pers (5.61) dan kemudian menggunakan Hψ n = E nψ n , diperoleh
H 1 hω +
→ hω a + ( + )ψ n + a ψ n ( x ) = E n+ a +ψ n
hω 2 2
E 1 hω +
atau hωa + n ψ n + hω a +ψ n + a ψ n ( x ) = E n+ a +ψ n
hω 2 2
( E n + hω )a ψ n = E n a ψ n
+ + +
153
)
Jadi Ha +ψ n ( x) = E n+ a +ψ n ( x) = ( E n + hω )a +ψ n (5.63a)
)
maka Ha +ψ 0 ( x) = E 0+ a +ψ 0 ( x) = ( E0 + hω )a +ψ 0 =
hω
( + hω ) a +ψ n (5.63b)
2
hω
sehingga E1 = E 0+ = ( + hω )
2
Tingkat energi ke 2, E2 = E1+ dapat diperoleh dengan menggunakan
)
pers Ha +ψ 1 ( x) = E1+ a +ψ 1 ( x) = ( E1 + hω )a +ψ 1
hω
= ( + 2hω ) a +ψ 1 (5.63c)
2
hω
E2 = ( + 2h ω )
2
Dengan menggunakan pers (5.60) , (5.64), (5.63a) dan (5.63b) dapat
diperoleh
) )
Hψ n (x) = En ψn → H (a + ) nψ 0 ( x) = ( E 0 + nhω )(a + ) nψ 0 =
( E 0 + nhω ) n!ψ n
1
atau En = (n+ ) hω (5.64)
2
Dengan jalan yang sama kita dapat menunjukkan bahwa
)
Ha ψ n ( x) = ( E n − hω )a ψ n ( x) (5.65a)
1 1
Ha 2ψ n = hω ( aa + − ) aaψ n = hω(aa+ aaψ n − aaψ n ) (5.65b)
2 2
Dengan menggunakan pers (5.63c) dapat diperoleh aa+ aa =
a(aa+-1)a =
)
H 1
+
(aaa a-aa ) = aa( − ) - aa (5.65c)
hω 2
Bila pers (5.65c) dimasukkan ke dalam pers (5.65b) diperoleh
)
H 1 1
Haψn = hω (aa( − ) - aa - aa }ψn = (En – 2 hω )a2ψn
2
(5.66a)
hω 2 2
Pers (5.66a) dapat digeneralisasikan sebagai
154
Ha nψ n = (En – n hω )anψn (5.66b)
∫ψ
2
maka C + n +1 *ψ n +1 dx = (n +1) (5.67)
a+ (a+ )n+1
Jadi a+ .ψn = (n +1)ψ n+1 atau ψn+1(x) = ψn = ψ0 (5.69a)
n +1 (n +1)!
Dapat ditunjukkan bahwa aψ n = nψ n −1 (5.69b)
155
a÷ a÷ a÷
ψ2 = ψ1; ψ2 = ψ
ψ1; 3= ψ 2 ; .........
2 2 3
1 mω i
Contoh : Dari ( x+ p x ) ψ 0 =0
2 h mωh
1
mω
⎧ mω ⎫ 4 − 2 h x 2
diperoleh ψ 0 = ⎨ ⎬ e
⎩ hπ ⎭
1
mω
1 mω i ⎧ mω ⎫ 4 − 2 h x 2
dan ψ 1 = a +ψ 0 = ( x− px ) ⎨ ⎬ e
2 h mωh ⎩ hπ ⎭
1
mω
⎧ mω ⎫ 4 1 ⎧ mω i 2 h d ⎫ − 2h x2
= ⎨ ⎬ ⎨ x+ ⎬e
⎩ hπ ⎭ 2 ⎩ h mωh dx ⎭
1
⎧ mω ⎫ 4 1 ⎧ mω − h − mω ⎫ − mω x2
= ⎨ ⎬ ⎨ x+ x ⎬e 2 h
⎩ hπ ⎭ 2 ⎩ h mωh h ⎭
3
mω
⎧ mω ⎫ 4 2
2
− x
=⎨ ⎬ x e 2h
⎩ h ⎭ π
Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa penentuan fungsi gelombang
hanya melibatkan dua operator dan fungsi gelombang tingkat dasar
dengan menggunakan manipulasi aljabar yang sederhana.
156
variabel posisi x dan momentum linear p sebagai berikut: bila pers
(5.53a) dan (5.53b) dijumlahkan akan diperoleh
1 mω i
a+ = ( x− px )
2 h mωh
1 mω i
a= (x+ px )
2 h mωh
________________________ +
mω h
a+ + a = 2 x atau x = (a+ + a) (5.70a)
h 2mω
i
dan bila dikurangkan a+ - a = 2 (− px )
mωh
mωh +
atau px = i ( a - a) (5.70b)
2
Dengan menggunakan sifat-sifat opersai operator pada fungsi
gelombang yang ditunjukkan pada pers (5.69a) dan (5.69b) dan
menggunakan persamaan operator posisi dan momentum yang
dinyatakan pada pers (5.70a) dan (5.70b), nilai harap posisi, kuadrat
posisi, momentum linear, atau kuadrat momentum linear dapat
dihitung dengan lebih sederhana. Besarnya nilai harap posisi partikel
yang dipengaruhi oleh potensial osilator harmonik dapat ditunjukkan
dengan mudah dengan menggunakan sifat a +ψn = ( n + 1)ψ n +1
yang dapat ditulis sebagai a + n >= n + 1 n + 1 >
dan aψn = ( n − 1)ψ n −1 atau a n >= n n − 1 >
h
< x > = ∫ ψ n* ( x ) xψ n dx = < n x n > = <n{ (a+ + a)} n >
2mω
h h
= { < n a+ n > + < n a n >} = {< n
2mω 2mω
n +1n +1 > +< n n n −1 > }
157
h
= { n + 1δ n ,n +1 + nδ n ,n −1 } = 0
2mω
Eigen fungsi dari operator Hermitian membentuk set lengkap eigen
fungsi, yang mana eigen fungsi yang lengkap merupakan superposisi
dari eigen fungsi yang mempunyai eigen energy yang berbeda-beda
dan dinyatakan sebagai
Ψ = ∑ Cnψ n (5.71)
n
158
ψ0 ψ1 ψ2 ψ3 ψ4 ψ5
⎛1 ⎞
ψ0 ⎜ 0 0 0 . . ⎟ < ψ 2 H ψ 3 >= 0
⎜2 ⎟
⎜0 3
ψ1 0 0 0 . ⎟
⎜ 2 ⎟
⎜ 5 ⎟
ψ2 ⎜0 0 0 0 . ⎟
En = h ω 2 (5.74)
⎜ ⎟
⎜0 7
ψ3 0 0 0 . ⎟
⎜ 2 ⎟
⎜ 9 ⎟
ψ4 ⎜0 0 0 0 . ⎟
⎜ . 2
ψ5 ⎝ . . . . . ⎟⎠
Dengan cara yang sama, besarnya eigen nilai atau nilai harap dari
operator penaik dan penurun dalam sistem osilator harmonik dapat
dinyatakan sebagai
⎛ 0 0 0 0 0 0 ⎞
⎜ ⎟
⎜ 1 0 0 0 0 0 ⎟
⎜ 0 2 0 0 0 0 ⎟
< a + > = hω ⎜ ⎟ (5.75a)
⎜ 0 0 3 0 0 0 ⎟
⎜ 0 0 0 2 0 0 ⎟
⎜ ⎟
⎜
⎝ 0 0 0 0 5 0 ⎟⎠
⎛ 0 1 0 0 0 0 ⎞
⎜ ⎟
⎜ 0 0 2 0 0 0 ⎟
⎜ ⎟
0 0 0 3 0 0 ⎟
dan < a > = hω ⎜ (5.75b)
⎜ 0 0 0 0 4 0 ⎟
⎜ ⎟
⎜ 0 0 0 0 0 5⎟
⎜
⎝ 0 0 0 0 0 0 ⎟⎠
159
Dengan demikian nilai harap dari beberapa operator yang dapat
dinyatakan sebagai fungsi operator penaik dan penurun dapat
ditentukan dengan representasi matriks diatas yang hanya
memerlukan operasi aljabar sederhana.
SOAL
1. Tentukan Polynom Hermite H0, H1, H2, H4, H5, H6, dan H7
dengan menggunakan cara seperti di atas!
2. Dengan menggunakan pers (5.21) dan (5.22) serta hasil dari
penyelesaian pada soal (1) tentukan ψ0 , ψ1 , ψ2, ψ3, ψ4, ψ5!
3. Tentukan Polynom Hermite H0, H1, H2, H4, H5, H6, dan H7
dengan menggunakan pers (5.32)! dan bandingkan hasilnya
dengan soal pada Tugas I!
4. Hitunglah H3, H4, H5, H6, dan H7 menggunakan pers rekursi
(5.27) bila H1 dan H2 telah diketahui dari perhitungan soal no
(1)!
5. Dengan cara seperti di atas tentukan ψ1, ψ2, ψ4, dan ψ5!
6. Buktikan bahwa <x> =0 untuk ψn dengan n=1 dan n=2!
7. Hitung <p2> dan <x2> dengan menggunakan ψn dengan n=1 dan
n=2!
8. Hitung <p2> dengan menggunanakan petunjuk di atas!
∞
160
13. Dengan menggunakan cara yang sama tunjukkan bahwa
a.ψ n = n ψ n −1 = C-Ψ
n-1
ψ
15. Tentukan fungsi gelombang ψ 2 , 3 , dan ψ 4 dengan metode
operator
∞
∫ψ ψ dx = 0
•
2 1
16. Tunjukkan bahwa −∞
17. Hitung nilai harap posisi = < x >, kuadrat posisi = <x2>,
2
momentum = <px>, dan kuadrat momentum < p x > untuk
partikel yang bergetar secara harmonic menggunakan eigen
fungsi dan menggunakan operator!
18. Dengan menggunakan representasi matriks, tentukan nilai harap
pisisi x = < x >, kuadrat posisi = <x2>, momentum = <px>, dan
kuadrat momentum < p x2 > untuk partikel yang bergerak dalam
sistem harmonik.
161
BAB VI
ATOM HIDROGEN
6.1 Pendahuluan
Atom hidrogen merupakan atom paling sederhana yang
terdiri dari satu proton sebagai nukleus dan satu elektron yang
mengitarinya. Pada bab ini akan diuraikan penyelesaian persamaan
Schrodinger untuk atom hidrogen dan dan aplikasinya. Persamaan
Schrodinger untuk mendiskripsikan gerak elektron relatif terhadap
proton sehingga energi potensial sistem adalah energi potensial
elektron yang terikat pada inti. Karena elektron mengorbit inti pada
kulit yang berbentuk bola maka fungsi gelombang dan tingkat-
tingkat energi elektron ditentukan berdasarkan penyelesaian
persamaan Schrodinger dengan koordinat bola. Hasil dari
penyelesaian persamaan Schrodinger untuk atom Hidrogen dapat
digunakan untuk menjelaskan teori atom menurut Bohr dan sebagai
dasar teori atom secara umum.
162
penyerdahanaan pembahasan, proton diasumsikan diam di pusat
koordinat dan elektron bergerak mengelilinginya di bawah pengaruh
medan atau gaya coloumb.
z
me
θr
mp y
ϕ
x
r 2
p2 = − h ∇2 (6.1)
Ek =
2 me 2m
dan energi potensial sebuah elektron yang berjarak r dari inti
2
V(r)= − e 1 (6.2)
4πε 0 r
−
h2 1 ⎧ ∂ ⎛ 2 ∂ψ ⎞ 1 ∂ ⎛
⎜r ⎟+ ⎜ sinθ
∂ψ ⎞
⎟+ 2
1 ∂ 2ψ ⎫ ⎛ e2 1 ⎞
⎬−⎜ ψ ⎟ = Eψ (6.4)
2 ⎨
2me r ⎩∂r ⎝ ∂r ⎠ sinθ ∂θ ⎝ ∂θ ⎠ sin θ ∂ϕ 2 ⎭ ⎜⎝ 4πε0 r ⎟⎠
karena
163
1 ∂ ⎛ 2 ∂⎞ 1 ∂ ⎛ ∂ ⎞ 1 ∂2
∇2 = ⎜r ⎟+ 2 ⎜ sin θ ⎟+ 2
r ∂r ⎝ ∂r ⎠ r sin θ ∂θ ⎝
2
∂θ ⎠ r sin θ ∂ϕ 2
2
ψ ( r , θ , ϕ ) = R ( r )Y (θ ,ϕ ) = R ( r )Θ(θ )Φ (ϕ ) (6.5)
⎜ h2 ⎟
⎝ ⎠
⎧ ∂ ⎛ 2 ∂(RΘΦ) ⎞ 1 ∂ ⎛ ∂(RΘΦ) ⎞ 1 ∂2 (RΘΦ) ⎫ 2mer2 ⎛ e2 ⎞ (6.6a)
⎨ ⎜r ⎟+ ⎜sinθ ⎟+ 2 ⎬ + 2 ⎜⎜ E(RΘΦ) + (RΘΦ)⎟⎟ = 0
⎩∂r ⎝ ∂r ⎠ sinθ ∂θ ⎝ ∂θ ⎠ sin θ ∂ϕ ⎭ h ⎝
2
4πε0 ⎠
Dengan mendiferensialkan secara parsiel pers (6.6a) diperoleh
164
1 d ⎛ 2 dR ⎞ 2me r 2 ⎛ e2 ⎞
⎜r ⎟+ 2
⎜ E + ⎟⎟ = λ
⎜
R dr ⎝ dr ⎠ h ⎝ r ⎠
atau
d ⎛ 2 dR ⎞ 2me r 2 ⎛ e2 ⎞ (6.8)
⎜r ⎟+ ⎜⎜ E + ⎟⎟ R = λR
dr ⎝ dr ⎠ h2 ⎝ r ⎠
Dengan substitusi variable yang sesuai pada persamaan (6.8) akan
diperoleh PD. Fungsi Laguerre
Sedangkan suku yang hanya mengandung sudut θ dan ϕ dapat
dinyatakan sebagai
1 d ⎛ dΘ ⎞ 1 d 2Φ (6.9a)
⎜ sin θ ⎟+ = −λ
Θ sin θ dθ ⎝ dθ ⎠ Φ sin 2 θ dϕ 2
sin θ d ⎛ dΘ ⎞ 1 d 2 Φ
⎜ sin θ ⎟+ + λ sin 2 θ = 0
Θ dθ ⎝ dθ ⎠ Φ dϕ 2
Analogi dengan pemisahan variabel pada pers (6.7) , pers (6.9a)
dapat dipisahkan menjadi
sin θ d ⎛ dΘ ⎞ 1 d 2Φ (6.9b)
⎜ sin θ ⎟ + λ sin θ = − = m2
2
Θ dθ ⎝ dθ ⎠ Φ dϕ 2
Pada persamaan (1.9b) dapat dilihat bahwa ada bagian yang hanya
bergantung pada sudut azimut ϕ dan bagian yang bergantung pada
θ saja sehingga kedua variabel tersebut dapat dipisahkan seperti
pada persamaan (6.7a) dan suku tengah yang merupakan fungsi
azimut saja dimisalkan sama dengan konstanta - m 2 , yaitu.
1 d 2Φ (6.10a)
= −m 2
Φ dϕ 2
atau d Φ2 + m 2 Φ = 0
2
(6.10b)
dϕ
dan
sin θ d ⎛ dΘ ⎞ (6.11a)
⎟ + λ sin θ = m
2 2
⎜ sin
Θ dθ ⎝ dθ ⎠
165
atau setelah dikalikan Θ diperoleh
sin 2 θ
1 d ⎛ dΘ ⎞ ⎧ m2 ⎫ (6.11b)
⎜ sin θ ⎟ + ⎨λ − 2 ⎬Θ = 0
sin θ dθ ⎝ dθ ⎠ ⎩ sin θ ⎭
Φ m ≡ Am e imϕ (6.12b)
166
Dan A merupakan faktor normalisasi yang dapat diperoleh dari
penersyarat normalisasi
2π ⎧= 1..untuk ..m = n
∫ Φ (ϕ )Φ (ϕ )dϕ = δ
∗
⎨ (6.14)
⎩= 0..untuk ..m ≠ n
m n mn
0
∫Ae
* −inϕ
Aeinϕ dϕ = 1
0
2ϕ
2
∫ dϕ
2
1 = Am = Am 2π
0
1
Am =
maka 2π adalah faktor normalisasi fungsi gelombang
azimutal.
167
persamaan ini dapat diperolleh dengan menggunakann metode
Fro
obenius yang dinyatakan dalam bentukk deret pangkkat tinggi
berhingga yangg dikenal seb bagai polinomm Legendre teerasosiasi.
Unntuk menyederrhanakan peny yelesaian perss (6.11b), perttama-tama
dim
misalkan m = 0, dalam kondisi
k ini PDD Legendre associated
a
berubah menjadii PD Legendre seperti ditunjuukkan pada perrs (6.16)
1 d ⎛ dΘ ⎞ (6.16)
⎜ sin θ ⎟ + λΘ = 0
n θ dθ ⎝
sin dθ ⎠
d ⎝
dw dw
w⎠
d ⎛ 2 dΘ ⎞
⎜ (1 − w ) ⎟ + λΘ = 0
dw
w⎝ dw
w⎠
d 2Θ dΘ
(1 − w )
2
2
− 2w + λΘ = 0 (6.18)
dw dw
16
68
Bila
B q = q0 m menyebabkan nilai A(q) ataau B(q0) adalah tertentu,
maka
m q=q0 diseebut titik ordin
nary dan penyeelesaian pers diiff. orde dua
adalah
a merupakkan polynom (deret
( pangkat tinggi) yang dinyatakan
d
Q(q)
Q = (6.20)
Tetapi
T bila unntuk q = q0, harga A(q0) atau B(q0) adalah tak
terhingga,
t makka q = q0 dissebut titik reggular singular dan bentuk
penyelesaian
p uumum nya adallah
Q = (q − q0 ) s
Q(q) (6.21)
Bila
B prinsip di atas diaplikasikan pada PD fungsi legendrre pada pers
(6.18)
(
d 2Θ 2w dΘ λ
− + Θ=0
dw 2
(1 + w)((1 − w) dw (1 + w)(1 − w)
untuk
u w = 0,
= = =0
= =λ
Maka
M untuk w = 0 yang merupakan
m titikk ordinary, benntuk umum
penyelesaian
p P
PD fungsi Legeendre menurut pers (6.18) adaalah
Θ(w) = = c0 + c1w + c2w2 + c3w3 + … (6.22)
Tetapi
T untuk w = 1, yang memberikan
m harga A dan B sebagai
= = =
= = =
maka
m w= 1m merupakan titiik regular singuular yang bentuuk
∞
penyelesaian
p P
PD fungsi Legeendre adalah Θ(w) = ( w ± 1) s ∑ cn ( w ± 1) n
n=0
= ( w ± 1) (c 0 + c1 ( w ± 1) + c 2 ( w ± 1) + c3 ( w ± 1) + c 4 ( w ± 1)
s 2 3 4
+ c5 ( w ± 1) 5 + c6 ( w ± 1) 6 + ... 6.23)
169
Tetapi karena di dalam pembahasan prinsip-prinsip Fisika selalu
dipilih bentuk penyelesaian yang sederhana maka dipilih bentuk
penyelesaian pada pers (6.22), maka kemudian pers (6.22)
dimasukkan ke pers (6.18) yang dijabarkan dengan cara sebagai
berikut
dw 2
0 = λc0 + 2c2 + (λc1-2c1+6c3)w + (λc2 - 4c2– 2c2 + 12c4)w2+(λc3-6c3-6c3+20c5)w3 (6.24)
170
Deret pada pers (6.26), baik yang genap ataupun yang ganjil,
terputus bila pangkat tertinggi dari deret ditentukan, misal pangkat
tertinggi adalah n, maka cn+2 = 0, karena tidak diperbolehkan
variabelnya mempunyai pangkat yang lebih besar dari n, dari cn+2 =
0
− λ + (n +1)(n)
cn+2 = cn = 0 diperoleh λ = n ( n + 1) , n= 0,1,2,3,…. (6.27)
(n + 2)(n + 1)
Pada pers (6.27) n disebut bilangan kuantum orbital. Untuk
konsistensi penggunaan symbol yang mendiskripsikan bilangan
kuantum orbital baik untuk fungsi gelombang atau tingkat-tingkat
energy elektron pada atom biasanya bilangan kuantum n diganti
dengan symbol l sehingga harga λ menjadi
λ = l( l + 1) (6.27a).
Penentuan penyelesaian fungsi Θ(θ) dalam bentuk deret dapat
diperoleh dari pers (6.25), (6.26) dan (6.27) dengan cara pangkat
tertinggi dari deret sudah diketahui, misalnya pangkat tertinggi deret
adalah 4 atau 5, hal ini berarti bahwa l = 4 atau l = 5 . Kemudian
setelah pangkat tertinggi ditentukan, λ dihitung dan digunakan
untuk mencari hubungan antara koefisien c yang berhubungan dan
setelah dimasukkan ke pers (6.26), Θ(θ) masih mengandung
parameter yang harganya belum diketahui yaitu c0 atau c1.
Penentuan harga c0 atau c1 dilakukan dengan kondisi bahwa untuk
harga w=1, masing-masing harga Θ l ( θ ) = Θ l ( w ) harus sama
dengan 1.
Contoh
Marilah kita tentukan Θ 4 ( θ ) dan Θ 5 ( θ ) . Untuk Θ 4 ( θ ) ,
pangkat tertinggi w dari fungsi ini adalah 4, maka c6 harus sama
dengan nol dan Θ 4 ( w ) = c0 + c2w2 + c4w4
− λ + 5. 4
dan dengan menggunakan pers (6.25) c6 = c4 = 0
6. 5
171
sehingga diperoleh λ = 20 karena pembilang persaman di atas
harus sama dengan nol. Dengan menggunakan pers (6.25) diperoleh
− 20
c2 = c0 = −10c0
2 .1
− 20 + 3.2 −7 35
c4 = c2 = c2 = c0
4 .3 6 3
35
dan Θ 4 ( w ) = c 0 − 10 c 0 w 2 + c0w 4
3
untuk w = 1 harga Θ 4 ( w ) =1 sehingga diperoleh
35 3
Θ 4 ( w ) = c 0 − 10 c 0 + c 0 =1 yang memberikan harga c0 =
3 8
1
Jadi Θ 4 ( w ) = 8 { 3 − 30 w + 35 w }
2 4
172
pada pers (6.26) dimana harga c0 dan c1 diperoleh dari kondisi untuk
harga w=1, masing-masing harga Θ l ( θ ) harus sama dengan 1.
Dengan memasukkan harga λ = l( l + 1) pada pers (6.18) maka PD
fungsi Legendre dapat dituliskan sebagai
d 2Θ dΘ (6.28)
(1 − w 2 ) − 2w + l( l + 1)Θ = 0
dw 2 dw
Bentuk umum penyelesaian pers (6.28) dapat ditentukan dengan
bentuk deret pada pers (6.26) dan jika pangkat tertinggi fungsi juga
sudah ditentukan, kemudian menggunakan pers (6.25) dan (6.27)
untuk menentukan koefisien masing-masing suku dalam deret,
namun biasanya masih tersisa satu parameter yang harus ditentukan
yaitu c0 untuk penyelesaian genap dan c1 untuk penyelesaian ganjil
seperti pada contoh yang telah dibahas diatas.
Disamping penyelesaian bentuk deret, PD fungsi Legendre
dapat diselesaiakan dengan fungsi pembangkit PD legendre, yaitu
g (t, w) = (1 − 2 wt + t 2 )
∞
= ∑ Θl (w)t n
−1 2
(6.29)
l =0
173
Dengan memasukkan nilai λ = l( l + 1) dalam pers (6.11b)
diperoleh
1 d ⎛ dΘ ⎞ ⎧ m2 ⎫ (6.31)
⎜ sin θ ⎟ + ⎨l(l + 1) − 2 ⎬Θ = 0
sin θ dθ ⎝ dθ ⎠ ⎩ sin θ ⎭
Seperti pada PD fungsi Legendre, variabel θ diganti dengan w yaitu
d 2Θ dΘ m2
(1 − w 2 ) − 2w + (l(l + 1) − )Θ = 0 (6.31a)
dw 2
dw 1 − w2
Salah satu cara untuk menyelesaikan persamaan Legendre
associated pada pers (6.31a) adalah pertama-tama dengan
menyelesaiakan PD fungsi Legendre dan kemudian mengubah PD
fungsi legendre menjadi PD fungsi Legendre associated dengan
mendiferensialkan PD fungsi Legendre yang dinyatakan pada pers
(6.28) m kali terhadap w, lihat pers (6.32).
2 d Θ l ( w) d Θ l ( w)
2
dm
m
{(1 − w ) 2
− 2w + l (l + 1)Θ l ( w)} = 0 (6.32)
dw dw dw
Pers (6.32) diselesaikan dengan menggunakan formula Leibnitz’s
yang dinyatakan pada pers (6.33)
n ⎛ n ⎞ ⎛n⎞
dn d n−s ds n!
dx n
[ A( X ) B ( x )] = Σ ⎜
⎜
⎟
⎟
s −0 ⎝ s ⎠ dx n− s
A( x )
dx s
B ( x ), ⎜ ⎟=
⎜ ⎟ ( n − s)!s!
, (6.33)
⎝s⎠
Setelah didiferensialkan m kali terhadap w dengan menggunakan
formula Leibnitz’s, pers (6.32) menjadi
(1 − w 2 )u ′′ − 2 w( m + 1)u ′ − ( m 2 + m )u + l( l + 1)u = 0
atau
(1 − w 2 )u ′′ − 2 w ( m + 1)u ′ + ( l − m )( l + m + 1)u = 0 (6.34)
dm
dimana u ≡ Θ l (w)
dw m
Persamaan (6.34) adalah bukan self adjoint. Untuk membuatnya
menjadi bentuk self-adjoint, kita melakukan substitusi terhadap
fungsi u(w) yang dinyatakan pada pers (6.35)
d m Θl ( w)
v(w)=(1-w2)m/2 u(w) = (1-w2)m/2 (6.35)
dw m
atau u(w) = v(w) (1-w2)-m/2
174
Dengan memasukkan pers (6.35) ke pers (6.34) diperoleh
⎡ m2 ⎤
(1-w2) v′′ -2w v′ + ⎢l( l + 1) − v = 0, (6.36)
⎣ 1 − w 2 ⎥⎦
Pers (6.36) merupakan persamaan yang sama dengan pers
persamaan (6.31a)) yaitu PD Legendre associated dimana
d 2v d Θ l
2 m
∫ ∫
θ ϕ
=0 =0
| Ylm (θ ,ϕ ) |2 sinθdθdϕ = 1 (6.39)
175
2l + 1 (l − | m |)!
N orb = ( −1) ( m + | m|) / 2 (6.40)
4π (l + | m |)!
Dan pers (6.38) menjadi
2l + 1 (l − | m |)! m
Ylm (θ , ϕ ) = ( −1) ( m + | m|) / 2 Θl (θ )eimϕ (6.41)
4π (l + | m |)!
Dari pers (6.41) dapat dilihat bahwa harga ( −1) ( m + | m |) / 2 selalu 1 untuk
m genap baik positif maupun negatif dan untuk harga m yang
negative dan ganjil, dan selalu sama dengan -1 untuk harga m yang
positive dan ganjil.
∂ cosθ 1
( )
cos 2 θ − 1
3
Y10 = cosθ
4π
Untuk lebih mudahnya, kita hitung lebih dahulu polinom Legendre
associated Θ ml (w) = Θ ml (cosθ ) dengan menggunakan persamaan
(6.37), baik untuk harga m positive maupun negative, karena harga
Θ ml (w) = Θ −l m (w) , yaitu.
176
d | m |Θ l ( w)
Θlm = (1 − w2 )|m| / 2 u (w) = (1 − w 2 )| m| / 2 dimana
dw| m|
1 d l 2
Θ l ( w) = l
( ) ( w − 1) l ,
2 l! dw
1 d 1 2
Θ1 ( w) = ( ) ( w − 1)1 = w ,
211! dw
dw
maka Θ1±1 ( w) = (1 − w2 )1 / 2 = (1 − w2 )1 / 2 = sinθ
dw
d 0w
Θ ( w) = (1 − w )
0
1
2 0
= w = cosθ
dw0
Untuk l = 2 , maka harga m= -2, -1, 0, 1,2
1 d 1 3 1
Θ 2 ( w) = 2 ( ) 2 ( w2 − 1) 2 = (12 w2 − 4) = ( w2 − )
2 2! dw 8 2 2
3 1
d 2 ( w2 − )
maka Θ±2 2 ( w) = (1 − w2 )2 / 2 2 2 = (1 − w2 ).3 = 3sin2 θ
2
dw
3 1
d 1 ( w2 − )
Θ ±21 ( w) = (1 − w2 )1 / 2 2 2 = (1 − w2 )1 / 2 3w = 3sinθ cosθ
dw1
3 1
d 0 ( w2 − )
dan Θ02 ( w) = (1 − w2 )0 2 2 = 3 cos2 θ − 1
0
dw 2 2
Setelah Θ l (w) = Θ l (cosθ ) dihitung, kemudian kita hitung Ylm
m m
177
Untuk l = 2 ,
2.2 + 1 (2 − 2 )! 2 5 1
Y22 = (−1) 4 / 2 Θ 2 (cosθ )e i 2ϕ = .3 sin 2 θe i 2ϕ =
4π (2 + 2 )! 4π 4!
15
.sin 2 θe i 2ϕ
32π
2.2 + 1 (2 − 2 )! −2 15
Y2−2 = (−1) 0 / 2 Θ 2 (cos θ )e i.−2ϕ = .sin 2 θe −i 2ϕ
4π (2 + 2 )! 32π
2.2 + 1 (2 − 0 )! ⎛ 1
Y20 =
4π (2 + 0 )! ⎝ 2
2 1 ⎞ i 0ϕ
⎜ 3 cos θ − ⎟e =
2⎠
5
16π
3 cos 2 θ − 1( )
Dengan cara yang sama anda dapat menentukan Y21danY2 −1 .
Beberapa fungsi bola harmonik dituliskan pada tabel 6.1. fungsi
Ylm (θ , ϕ ) disebut fungsi harmonik bola dan memenuhi
ortonormalitas
∫ Y (θ ,ϕ )Y (θ ,ϕ )sinθdθdϕ = δ
li m i lm li l
δm m
i (6.42)
178
Grafik fungsi Ylm (θ , ϕ ) dilukiskan
l dalam
m diagram tiiga dimensi
ditunjukkan
d paada gambar 6.2
6.5
6 Persamaaan Schrodingeer Bagian Rad dial
Bagian radial dari persamaan Schrodinger
S u
untuk atom
hidrogen
h telahh dijabarkan pada
p bagian aw wal bab ini seperti
s yang
ditunjukkan
d ppada pers (6.88), dengan mengganti
m λ = l( l + 1) yang
diperoleh
d dalaam pembahasaan persamaann polar fungsii Legendre,
persamaan
p Schhrodinger bagiaan radial dinyaatakan sebagai
1 d ⎛ 2 dR ⎞ 2me r 2 ⎛ e2 ⎞
⎜r ⎟+ ⎜⎜ E + ⎟⎟ = l(l + 1) (6.8)
R dr ⎝ dr ⎠ h2 ⎝ r ⎠
untuk
u sistem C
CGS, atau
1 d ⎛ 2 dR ⎞ 2 m e ⎛ e2 l(l + 1)h 2 ⎞
⎜r ⎟+ ⎜⎜ E + − ⎟⎟ R = 0 (6.8a)
r 2 dr ⎝ dr ⎠ h 2 ⎝ 4πε 0 r 2me r 2 ⎠
untuk
u sistem SI
Karena
K elektroon dalam keaadaan terikat dengan
d inti maka
m energi
elektron
e negattif maka eneergi eigen nillai dapat dituulis menjadi
E = −E .
Dengan
D memissalkan
1/ 2
⎛ 8m E ⎞
1/ 2
⎛ 8m E ⎞
ρ = ⎜⎜ e2 ⎟ r =
⎟ αr dimana
i α = ⎜⎜ e2 ⎟
⎟ = 2γ
⎝ h ⎠ ⎝ h ⎠
179
ρ2
maka r = 2
2
(6.44)
α
2 2
e2 ⎛ me ⎞
1/ 2
e me e me
Dan β = ⎜ ⎟ = = (6.45)
2πε o h ⎜⎝ 8 E ⎟⎠ 2πε 0 h 2α 4πε 0 h 2γ
dan bila pers (6.44) dan (6.45) dimasukkan ke persamaan (6.8a)
maka diperoleh
α 2 ∂ ⎛ 2 ∂R ⎞ α 2 l (l + 1) ⎛β 1⎞ (6.46)
⎜⎜ ρ ⎟⎟ − R + α 2 ⎜⎜ − ⎟⎟ R = 0
ρ ∂ρ ⎝ ∂ ρ ⎠
2
ρ 2
⎝ ρ 4⎠
180
d2R 1
− R =0 (6.48)
dρ 2 4
Pers diferensial orde dua pada pers (6.48) merupakan persamaan
diferensial sederhana yang mempunyai penyelesaian bentuk
eksponensial yang dinyatakan sebagai
R ∝ e−ρ / 2 (6.49)
Sedangkan untuk daerah disekitar titik asal ρ → 0 , fungsi
gelombang R dimisalkan lebih dahulu dengan
U( ρ ) (6.50)
R( ρ ) =
ρ
181
Pers (6.53) dimasukkan ke dalam pers (6.52)
- l( l +2 1) U = - l( l +2 1) {c0 ρ s + c1 ρ s +1 + c2 ρ s + 2 + c3 ρ s + 3 + ……….}
ρ ρ
∂2U ∂ 2
= { c0 ρ s + c1 ρ s +1 + c2 ρ s + 2 + c3 ρ s + 3 + c4 ρ s + 4 + c5 ρ s + 5 …} +
∂ρ2 ∂ρ 2
0= ρ s − 2c0{−l(l + 1) + s( s − 1)} + ρ s −1{− c1l (l + 1) + s ( s + 1)c1 } +
ρ s c2 {− l( l + 1) + ( s + 2 )( s + 1)} + (6.54)
Dengan mengenolkan koefisien dari suku dengan variabel ρ pangkat
terendah, ρ s − 2 , yaitu − l( l + 1) + s ( s − 1) = 0 merupakan “index
equation” sehingga diperoleh s = −l atau s = l + 1 , dan untuk
penyelesaian pers ( 6.52) dipilih harga s = l + 1 , karena kalau
dipilih harga s = −l , untuk ρ → 0 menyebabkan harga U atau R
menuju tak berhingga sehingga fungsi gelombang tak ternormalisasi.
Untuk s = l + 1 , penyelesaian pendekatan disekitar titik ρ = 0
adalah
U ∝ ρ l +1
Penyelesaian umum untuk U adalah perkalian antara penyelesaian
pendekatan di titik ρ → ∞ dengan penyelesaian untuk ρ → 0 dan
suatu fungsi L( ρ ) yang dinyatakan sebagai
−ρ
U = ρ l +1e 2 L( ρ ) (6.55a)
atau R (ρ ) = ρ l e − ρ / 2 L(ρ ) (6.55b)
Kemudian kita masukkan pers (6.55a) ke dalam persamaan (6.51)
sehingga kita akan memperoleh PD orde dua fungsi Laguerre L
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
∂U 1 ∂L(ρ )
= (l + 1)ρ le− ρ / 2 L(ρ ) + ρ l+1. − e−ρ / 2 L(ρ) + ρ l+1.e−ρ / 2 (6.56a)
dρ 2 ∂ρ
A B C
182
Kemudian masing-masing bagian A, B, dan C didefernsialkan sekali lagi untuk
menghitung ∂ L
2
∂ρ 2
∂2U = ∂ { (l+1)ρle−ρ/2L(ρ) }= (l+1)lρl−1e−ρ/2L(ρ) + (l+1)ρl. −1e−ρ/2L(ρ) ∂L(ρ) (b)
+(l+1)ρl.e−ρ / 2
∂ρ A ∂ρ
2
2 ∂ρ
∂2U = ∂ { ρl+1. − 1 e−ρ/2L(ρ) }= l+1 1 −ρ/2 l+1 −1 −ρ / 2 ∂L(ρ)
(l+1)ρl. − e−ρ/2L(ρ) + ρ . e L(ρ) + +ρ
1 (c)
.e
∂ρ B ∂ρ
2
2 2 4 2 ∂ρ
∂2U = ∂ { l+1 −ρ/ 2 ∂L(ρ) }= ∂L(ρ) l+1 −1 −ρ / 2 ∂L(ρ) l+1 −ρ/ 2 ∂ L(ρ) (d)
2
ρ .e (l +1)ρl.e−ρ / 2 +ρ .e +ρ .e
∂ρ C ∂ρ
2
∂ρ ∂ρ 2 ∂ρ ∂ρ2
+
∂ U = (l + 1)lρ l−1e − ρ / 2 L(ρ ) +2
2 1
(l + 1) ρ l . − e −ρ / 2 L(ρ ) +2
∂ρ 2
2
∂L(ρ ) − 1 − ρ / 2 ∂L(ρ )
(l + 1)ρ l .e−ρ / 2 + 2 ρ l+1 .e
∂ρ 2 ∂ρ
1 ∂ 2 L(ρ )
+ ρ l+1 . e − ρ / 2 L(ρ ) + ρ l+1.e −ρ / 2
4 ∂ρ 2
∂ 2U = ρ l +1e − ρ / 2 [ { l(l + 1) (l + 1) 1 2(l + 1) ∂L( ρ )
− + }L( ρ ) +{ − 1}
∂ρ 2
ρ 2
ρ 4 ρ ∂ρ
∂ 2 L(ρ )
+ }] 6.56(e)
∂ρ 2
183
~
L=ρ s
∑a
k =0
k .ρ k = a0 ρ s + a1 ρ s +1 + a 2 ρ s + 2 + a3 ρ s + 3 + .... (6.58)
____________________________________________________ +
0= {2(l + 1)sa0 + s(s − 1)a0 }{ ρ
s −1
}+
184
l +1− λ + s +1
a2 = a1
( s + 2)(2l + 2 + s + 1)
untuk s = 0 diperoleh
l +1− λ +1
a2 = a1
(2)(2l + 2 + 1)
Untuk ρs+2 : {λ − (l + 1)}a2 + {2(l +1)(s +3)a3} −{s + 2}a2 + (s +3)(s + 2)a3 ] =0
l +1− λ + s + 2
Diperoleh a3 = a1
( s + 3)(2l + 2 + s + 2)
l +1− λ + 2
Di mana untuk s = 0 diperoleh a3 = a2
(3)(2l + 2 + 2)
Dari penjabaran di atas dapat digeneralisasikan untuk nilai ν tertentu
ν + s + l +1− λ
aν +1 = aν (6.60a)
( s + ν + 1)( s + ν + 2l + 2)
dan untuk s=0
ν + l +1− λ
aν +1 = aν (6.60b)
(ν + 1)(ν + 2l + 2)
Pers (6.60b) merupakan rumus rekursi untuk s = 0 yang menentukan
harga koefisien av pada deret dari fungsi L(ρ). Misalkan nilai
koefisien terendah adalah a0 = A dan berharga konstan yang
ditentukan dengan menggunakan kondisi normalisasi fungsi
gelombang, dengan menggunakan pers (6.60b) dapat ditentukan
harga a1 , dan dengan diketahui harga a1 akan dapat juga ditentukan
harga a2, dan seterusnya untuk harga koefisien yang lebih tinggi.
Untuk harga v yang besar yang bersesuaian untuk harga ρ
yang besar juga, dimana deret didominasi oleh pangkat tinggi,
sehingga pers (6.60b) dapat didekati dengan bentuk persamaan
ν
aν +1 = aν = ν 1+1 aν (6.60b)
(ν + 1)(ν )
185
A
Dari rumus rekursi pers (6.60b) diperoleh aν = dan pers (6.58)
ν!
dapat dituliskan menjadi
∞
ρν
L( ρ ) = A∑
ρ
= Ae
ν =0 ν !
186
Pers (6.62) sama dengan formula energi elektron yang diusulkan
oleh Bohr.
4πε 0 h 2
Bila didefinisikan ao = 2
= 0,529 x10−10 m adalah radius bohr,
me e
me2 1
dan γ n = = , maka pers (6.62) dapat ditulis menjadi
4πε0h n na0
2
h2 2
En = − γn (6.62a)
2me
Contoh:
me e 4
untuk n=1, E1 = − = -13,6 eV
(4πε o ) 2 2h 2
Karena n=1, maka l = 0 dan berdasarkan pers (6.61) maka υ = 0
sehingga dengan menggunakan pers (6.55b) diperoleh
R10 (ρ ) ≈ a0 e − ρ / 2
0
α3
Dengan substitusi λ = n persamaan (6.57) menjadi
∂2L ⎧ ∂L
ρ + ⎨2(l + 1) − ρ } + {n − (l + 1)}L = 0 (6.63)
∂ρ 2
⎩ ∂ρ
187
persamaan (6.63) ini tidak lain adalah persamaan differensial
Laguerre terasosiasi, yang mempunyai bentuk umum
∂2L ∂Lqp
ρ 2 + {p + 1 − ρ } + {q − p}Lqp = 0 (6.64)
∂ρ ∂ρ
Pers (6.64) equivalen dengan pers (6.63), maka 2(l + 1) = p + 1 atau
2l + 1 = p dan dari n − (l + 1) = q − p diperoleh n + l = q
188
Kemudian ruas kiri dan kanan pers (6.65) didiferensialkan terhadap
s dan diperoleh
− ρs
−
d d e 1− s d Lq s q
U ( ρ , s) = { } = {∑ }⇒
ds ds 1 − s ds q!
− ρs
⎛ − ρ ρs (−1) ⎞
e 1− s ⎜⎜ + ⎟
2 ⎟
− ρs
q −1
⎝ 1 − s (1 − s ) ⎠ − e 1− s ( −1) = Lq qs
1− s (1 − s ) 2
∑ q!
− ρs
e 1−s ⎧ ρs ⎫ Lq qs q−1
(1 − s ) 2
⎨− ρ −
⎩
+ 1⎬ =
1− s ⎭
∑ q!
− ρs
e 1−s ⎧ − ρ − s + 1⎫ Lq qs q−1
⎨ ⎬ = ∑ ⇒
(1 − s ) 2 ⎩ 1 − s ⎭ q!
Lq s q L qs q −1
(− ρ − s + 1)∑
q!
= ∑ q
q!
(
1 − 2s + s 2 )
189
Lq′ +1 = (2q + 1 − ρ ) Lq′ − Lq − q 2 Lq′ −1 (6.70a)
− q 2 Lq−1 = qLq′ − q 2 Lq′ −1 (6.68a)
_______________________________ _
190
∂ ∂ ∂
Lq′′ + ρ Lq′′ + (1 − ρ ) Lq′ − Lq′ + q Lq = 0
∂ρ ∂ρ ∂ρ (6.74a)
∂ ″ ∂ ′ ″ ∂
Bila Lq′′ = L1q , Lq′ = L1q = Lq dan Lq = L1q = Lq′ , maka
∂ρ ∂ρ ∂ρ
pers (6.74a) ditulis dalam bentuk
″ ′
Lq′′ + ρL1q + (1 − ρ ) L1q − Lq′ + qL1q = 0 atau
″ ′
ρL1q + (1 + 1 − ρ ) L1q + (q − 1) L1q = 0 (6.75)
Bila pers (6.75) didiferensialkan 1x lagi terhadap ρ diperoleh
″ ″ ′ ′
L1q + ρL2q + (1 + 1 − ρ ) L2q − L1q + ( q − 1) L2q = 0
″ ′
Atau ρL2q + (2 + 1 − ρ ) L2q + (q − 2) L2q = 0
(6.75a)
Dari hasil pendiferensialan pers (6.74) terhadap ρ sebanyak 1x, lihat
pers (6.75) dan 2x, lihat pers (6.75a), dapat ditarik generalisasi untuk
pendeferensialan sebanyak px yaitu
″ ′
ρLqp + ( p + 1 − ρ ) Lqp + (q − p ) Lqp = 0 (6.76)
″ ′ ′ ∂p ″
karena Lqp −1 = Lqp , Lqp −1 = Lqp , dan p Lq′′ = Lqp .
∂ρ
Bila pada pers (6.76), harga p = 2l + 1 dan q = λ + l = n + l , maka
pers (6.76) sama dengan pers (6.64) yang merupakan persamaan
Diferensial orde dua fungsi Laguerre terasosiasi.
Penyelesaian pers (6.76) dinyatakan dalam bentuk polinom Laguerre
terasosiasi Lqp yang dinyatakan dalam rumus Rodrigues
Lqp (ρ ) =
q!
eρ
(q − p )! dρ q
(e ρ )
d q − ρ q− p
(6.77)
191
q = n +l (6.78)
l
⎧ 1/ 2
1 ⎪⎛ 2 ⎞ (n + l)! ⎫⎪ ⎛ r ⎞ −r / nao 2l+1 ⎛ r ⎞
3
192
maka (2 l +1) ≤ n+ l , atau lebih tepatnya l ≤ n-1 (6.84b)
jadi untuk n tertentu maka
l = 0,1,2,3,...,n-1 (6.84c)
Contoh : Tentukan R 10 ,R 20 , R 21
Rumus umum fungsi gelombang bagian radial adalah:
l
⎧ 1/ 2
(n + l )! ⎫⎪ ⎛ r ⎞ −r / nao 2 l+1 ⎛ r ⎞
3
1 ⎪⎛ 2 ⎞
Rnl (r ) = ⎨⎜ ⎟ ⎬ ⎜2 ⎟ e Ln+l ⎜⎜ 2 ⎟⎟
(2l + 1)! ⎪⎜⎝ nao ⎟⎠ 2n(n − l − 1)!⎪ ⎜⎝ nao ⎟⎠ ⎝ nao ⎠
⎩ ⎭
Untuk R10, n=1 dan l =0 maka
0
⎧ 1/ 2
⎫⎪ ⎛ r ⎞
(1)!
3
⎪⎛ 2 ⎞ 2.0 +1 ⎛ r ⎞
R10 (r ) = ⎨⎜⎜ ⎟⎟ ⎬ ⎜⎜ 2 ⎟⎟ e −r /1.ao L1+0 ⎜⎜ 2 ⎟⎟
⎪⎩⎝ 1.ao ⎠ 2.1(1 − 0 − 1)!⎪⎭ ⎝ 1.ao ⎠ ⎝ 1ao ⎠
3/ 2
⎛1⎞ 1⎛ r ⎞
R10 (r ) = 2⎜⎜ ⎟⎟ 1.e −r / ao L1 ⎜⎜ 2 ⎟⎟
⎝ ao ⎠ ⎝ ao ⎠
diperoleh
⎛ 2r ⎞ 1!
2r
d1 ⎛ − 2 r ⎛ 2r ⎞
0
⎞
L ⎜⎜
1
⎟⎟ = e 1a 0 ⎜ e 1a 0 ⎜ ⎟⎟ ⎟
⎜ 1a
⎠ (1 − 1)!
1 1 ⎜ ⎟
⎝ 1a 0 ⎛ 2r ⎞ ⎝ ⎝ 0 ⎠ ⎠
d ⎜⎜ ⎟⎟
⎝ 1a 0 ⎠
⎛ 2r ⎞
L11 ⎜⎜ ⎟⎟ = 1
⎝ a0 ⎠
R10 (r ) = 2(a0 )
−3 / 2
sehingga .e −r / ao
Dengan jalan yang sama untuk R20 diperoleh
193
0
⎧ ⎫
1/ 2
( )
3
⎪ ⎛ 2 ⎞ 2 + 0 ! ⎪ ⎛ r ⎞ −r /1.ao 2.0+1 ⎛ r ⎞
R20 (r ) = ⎨⎜⎜ ⎟⎟ ⎬ ⎜⎜ 2 ⎟⎟ e L2+0 ⎜⎜ 2 ⎟⎟
⎪⎩⎝ 2 ao ⎠ 2.2 ( 2 − 0 − 1)! ⎪
⎭ ⎝
2 ao ⎠ ⎝ 2 ao ⎠
⎧⎪⎛ 1 ⎞3 / 2 1
−r / ao 1 ⎛ r ⎞
3
R20 (r ) = ⎨⎜⎜ ⎟⎟ 1.e L2 ⎜⎜ ⎟⎟ = 2{γ 2 }2 e −γ nr
⎪⎩⎝ a0 ⎠ 2 ⎝ ao ⎠
1
⎧ ⎫
1/ 2
(2 + 1)! ⎪ ⎛⎜ 2 r ⎞⎟ e− r / 2ao L2.1+1 ⎛⎜ 2 r ⎞⎟
3
1⎪ 2⎛ ⎞
R21 (r ) = ⎨⎜⎜ ⎟⎟ ⎬ 2 +1 ⎜ ⎟
3! ⎪⎝ 2ao ⎠ 2.2(2 − 1 − 1)!⎪ ⎜⎝ 2ao ⎟⎠ ⎝ 2ao ⎠
⎩ ⎭
⎧⎪⎛ 1 ⎞3 / 2 1 1 ⎫⎪⎛ r ⎞
− r / 2 ao 3 ⎛ r ⎞
R21 (r ) = ⎨⎜⎜ ⎟⎟ ⎬⎜⎜ ⎟⎟e L3 ⎜⎜ ⎟⎟
⎪⎩⎝ a0 ⎠ 2 6 ⎪⎭⎝ ao ⎠ ⎝ ao ⎠
⎛ r ⎞ 3!
r
d3 ⎛ − r ⎛ r ⎞0 ⎞
L ⎜⎜ ⎟⎟ =
3
e a0 ⎜ e a0 ⎜ ⎟ ⎟
⎜a ⎟ ⎟
⎝ a0 ⎠ (3 − 3)! ⎛ r ⎞ ⎜⎝
3 3
⎝ 0⎠ ⎠
d ⎜⎜ ⎟⎟
⎝ a0 ⎠
r r
⎛ r ⎞ −
L ⎜⎜ ⎟⎟ = 3.e a0 e a0
3
3
⎝ a0 ⎠
⎛ r ⎞
L33 ⎜⎜ ⎟⎟ = 3
⎝ a0 ⎠
194
3 ⎛ r ⎞ −r / 2 ao
sehingga R21 (r ) = (a0 )−3 / 2 ⎜⎜ ⎟⎟e
2 6 a
⎝ 0⎠
195
...... Bila a = -n atau b = -n, maka bentuk penyelesaian yang berupa
deret menjadi terputus sehingga diperoleh penyelesaian yang
berhingga yaitu polynomial pangkat n. Contoh aplikasi dari
penyelesaian PD Hypergeomtrik adalah penyelesaian Persamaan
diferensial fungsi Legendre
d 2 P( x ) dP
(1 − x 2 ) 2
− 2x + n(n + 1) P = 0 (6.89)
dx dx
Bila x pada pers (6.89) diubah menjadi (1-2x) maka P(x) menjadi
P(1-2x), dx menjadi d(1-2x)=-2dx dan persamaan diatas dapat ditulis
menjadi
d 2P dP
4 x(1 − x) − 2(1 − 2 x) + n(n + 1) P = 0
4dx 2
− 2dx
atau
2
d P( x) dP
x(1 − x) 2
+ (1 − 2 x) + n(n + 1) P = 0 ( 6.90)
dx dx
Dengan membandingkan antara bentuk pers (6.85) dengan pers
(6.90) maka didapat penyelesaian PD fungsi Legendre sama dengan
penyelesaian PD hypergeometric yang ditunjukkan oleh pers (6.91)
Pn (1 − 2 x)=2 F1 (−n, n + 1;1; x) (6.91)
Untuk s =1-c, maka penyelesaian ke 2 dari PD Hypergeometric pada
pers (6.85) adalah
Φ 2 ( z ) = z1− c 2 F1 ( a + 1 − c, b + 1 − c;2 − c; z ) (6.92)
Penyelesaian PD Hypergeometric jenis kedua ini tidak nol bila
c≠ 2,3, .....
Dari penyelesaian bentuk pertama dan kedua PD Hypergeomeric,
maka penyelesaian umum PD Hypergeometric dapat dinyatakan
sebagai
Φ( z) = A2 F1(a, b; c; z) + Bz1−c 2 F1(a + 1 − c, b + 1 − c;2 − c; z) (6.93)
196
Persaman Diferensial Confluent Hypergeometric
Bila disubstitusikan x=bz pada PD Hypergeometric pers (6.85),
diperoleh
x x ∂ 2Φ x ∂Φ (6.85a)
(1 - ) + (c − (a + b + 1) ) - abΦ = 0
b b 1 b 1 ∂x
∂x 2
b2 b
pers (6.68a) dapat disederhanakan menjadi
x ∂ 2Φ x ∂Φ
x(1 - ) 2 + (c − ( a + 1) − x) - aΦ = 0 (6.94)
b ∂x b ∂x
Bila pada pers (6.94) harga b→∞ maka pers (6.94) menjadi
persamaan diferensial Kummer yang dinyatakan sebagai
∂ 2Φ ∂Φ (6.95)
x + (c − x) - aΦ = 0
∂x 2
∂x
c-x −a
Untuk x=0, ≈ ∞..atau ≈ ∞ ,maka titik x=0 disebut titik
x x
regular singuler dan titik x= ∞ disebut sebagai titik ordinary.
Penyelesaian PD Kummer pada pers (6.95) disekitar titik x=0 dapat
dinyatakan sebagai
Φ ( x) = x s ∑ an x n (6.96)
197
n =∞
(a ) n x n a a(a + 1) x 2
Φ1 ( x)=1 F1 (a; c; x) = ∑ = 1+ x +
n =0 (c ) n n! c c(c + 1) 2!
a(a + 1)(a + 2) x 3
+ + ……. (6.98)
c(c + 1)(c + 1) 3!
Dan penyelesaian bentuk ke 2 untuk s=1-c adalah
n =∞
(a − c + 1) n x n
Φ 2 ( x)=1 F1 (a − c + 1;2 − c; x) = ∑ (6.99)
n =0 (2 − c) n n!
Dan penyelesaian umum dari PD Kummer adalah jumlah dari
penyelesaian bentuk pertama dan kedua dan dinytatakan sebagai
Φ ( x ) = A1 F1 ( a ; c; x ) + B 1 F1 ( a − c + 1;2 − c; x ) (6.100)
Untuk |x|→∞ , fungsi F1 ( a ; c; x ) dapat didekati dengan bentuk
Γ(c) −iaπ −a Γ(c) x a−c
F1 ( a ; c; x ) ≈ e x + e x (6.101)
Γ (c − a ) Γ( a )
Dengan menyatakan persamaan diferensial atom H bagian radial
dalam bentuk persamaan differensial Confluent Hypergeometrik,
maka fungsi gelombang bagian radial dari atom H dapat diperoleh
dengan sedikit lebih mudah. Dengan membandingkan parameter
persamaan diferensial Confluen Hypergeometrik standard dengan
persamaan diferensial bagian radial atom H sebagai berikut:
∂ 2 L ⎧⎪ ⎫⎪ ∂L
ρ 2 + ⎨2(l + 1) − ρ ⎬ + {λ − (l + 1)}L = 0 (6.63)
∂ρ ⎪⎩ ⎪⎭ ∂ρ
Bentuk umum PD Confluent Hypergeometric yang dinyatakan pada
persamaan (6.95)
∂ 2Φ ∂Φ
x + (c − x ) − aΦ = 0 (6.95)
∂Z 2
∂x
Agar penyelesaian PD berupa polynomial yang berhingga syaratnya:
a= -nr
Dan dengan membandingkan pers. (6.63) dan (6.95) diperoleh
hubungan
c = 2l + 2,...a = l + 1 − k = −nr ,..atau...n = k = nr + l + 1
198
dimana:
n r = bilangan kuantum radial
l = bilangan kuantum orbital
k = n =λ= bilangan kuantum utama
199
Contoh penentuan bilangan kuantum radial nr = n − (l + 1) dan
penentuan fungsi Confluent Hypergeometrik untuk kulit n dengan
nomor kulit
Untuk n = 1, L1 ( ρ ) =1 F1 (0;2;2γ n r ) = 1
1
Untuk n = 4:
n=k l nr
k=4 0 3
1 2
2 1
3 0
untuk harga l =0, nr = 3
L14(2γr)=1F1(−3;2;2γr) = (a)0 (2γr) + (a)1 (2γr) + (a)2 (2γr) + (a)3 (2γr) + ...
0 1 2 3
2 2 24
Untuk l =1, nr = 2, maka diperoleh harga
L35 (2γr )=1 F1 (−2;4;2γr ) = 1+ (−2)(2γr) + (−2)(−1)(2γr) + (−2)(−1)(0)(2γr) + 0..
2 3
2 20
Untuk l =2, nr = 1, harga 1 F1 (−1;6;2γr ) adalah
L56 =1 F1 (−1;6;2γr ) = 1 + (−1)(2γr ) + (−1)(0)(2γr ) + ..
2
(6)1! (6)(7)2!
( 2γr )
L56 ( 2γr ) = 1 −
6
200
Dari contoh perhitungan di atas dapat dilihat bahwa untuk setiap
nilai l deret akan terputus dengan sendirinya karena harga suku
tertentu yang menjadi nol.
Untuk n=2; l = 0,1, maka harga bilangan kuantum radial nr = 1, 0
sehingga menghasilkan fungsi
Confluent Hypergeometrik sebagai berikut :
L12 (2γr)=1F1 (−1;2;2γr) = 1 − ( 2γr ) = 1 − γr
2
1 ⎧⎪ (n + l )! ⎫
1/ 2
3! 4(0)!
3
1
R21 (r ) = (γ 2 ) 2 {(2γ 2 r )e −γr
3
Untuk n=3, harga l =0,1,2, maka harga n2 = n - ( l +1) =2, 1, 0
Untuk n=3, l =0, nr = 2, maka
⎧⎪ (3 + 0)! ⎫
1/ 2
1
R30 (r ) = ⎨(2γ n ) ⎬ (2γ n r ) e L3 (2γ n r )
3 0 −γr 1
201
(−2) 2γ 3r (−2)(−1) (2γ 3r )2
L13 ( ρ )=1 F1 (−2;2;2γ 3r ) = 1 + + +
(2) 1! (2)(3) 2!
(−2)(−1)(0) (2γ 3r )3
+0
(2)(3)(4) 3!
2
L13 ( ρ )=1 F1 (−2;2;2γ 3r ) = 1 − 2γ 3r + (γ 3r ) 2
3
0
⎧⎪ (3)! ⎫
1/ 2
2
Dan R30 (r ) = ⎨(2γ n ) ⎬ (2γ n r ) e (1 − 2γ 3r + (γ 3r ) )
3 −γr 2
⎪⎩ 2.3(2)!⎭ 3
3
2
R30 (r ) = 2(γ 3 ) 2 e−γr (1 − 2γ 3r + (γ 3r ) 2 )
3
Untuk n=3, l =1, nr =1
1 ⎧⎪ (3 + 1)! ⎫
1/ 2
⎬ 3
3
Untuk n=3, l =2, nr=0
Karena
2
⎧⎪ (3 + 2)! ⎫
1/ 2
1
R32 (r ) = ⎨(2γ 3 ) ⎬ (2γ 3r ) e L3+ 2 (2γ 3r )
−γr 2.2+1
3
202
3 7
1 4
Maka R32 (r ) = γ 32 {(2γ 3 r )2 e −γr = γ 32 r 2 e −γ 3r
3 10 3 10
Hasil ini cocok dengan baris terakhir Tabel 6.2 dengan mengganti
1
γ3 =
3a0
Perhitungan beberapa contoh di atas menunjukkan bahwa
penyelesaian fungsi gelombang bagian radial dapat dilakukan
dengan lebih mudah menggunakan penyelesaian PD fungsi
Confluent Hypergeometric yang dinyatakan pada pers (6.102 )
Fungsi gelombang bagian radial Rnl (r ) secara jelas tergantung pada
dua bilangan kuantum, n dan l , (atau nr dan l ). Ketergantungan
Rnl (r )
pada sebagai hasil dari penyelesaian persamaan Schrodinger
atom H dengan pemisahan variable seperti yang ditunjukkan pada
pers (6.8 ), dengan dimunculkannya kontribusi dari sumbangan gaya
l(l + 1)
fiktif sentrifugal, yaitu , sedangkan bilangan kuantum
r2
utama, n, muncul dari persamaan eigenvalue, yaitu persyaratan
bahwa supaya fungsi gelombang berhingga.
Beberapa fungsi Rnl dituliskan pada tabel 6.2. Dari tabel 6.1 dan 6.2
dapat disimpulkan fungsi gelombang lengkap
ψ nlm (r,θ ,ϕ ) = Rnl (r )Ylm (θ ,ϕ ) dari elektron atom H yang bergerak
mengorbit inti ditunjukkan pada tabel 6.3.
203
Ta
abel 6.2 Fungssi Radial yang
g dinyatakan sebagai fungsii a0
n l Rnl
1 0 2a o
−3 / 2
e − r / ao
2 0 1 −3 / 2
ao ( 2 − r / a o ) e − r / 2 ao
2 2
2 1 1 −3 / 2
a o ( r / a o ) e − r / 2 ao
2 6
3 0 1 −3 / 2
a o ( 6 − 4 r / a o + 4 r 2 / 9 a 0 ) e − r / 3 ao
2
9 3
3 1 1 −3 / 2
ao ( 2 r / 3ao )(( 4 − 2 r / 3ao )e −r / 3 ao
9 6
3 2 1 −3 / 2
a o ( 2 r / 3a o ) 2 e − r / 3 ao
9 30
Gamb
bar 6.3 Rapat Probabilitas sebagai fungsi jarak
20
04
Tabel 6.3 Fungsi ψ nlm yang dinyatakan sebagai fungsi a0
n l m ψ nlm
1 0 0 1 −3 / 2 − r / ao
ao e
π
2 0 0 1 −3 / 2
a o ( 2 − r / a o ) e − r / 2 ao
2 8π
2 1 -1 1
ao ( r / ao )e −r / 2 ao 3 sin θe −iϕ
−3 / 2
2 6 8π
2 1 0 1 −3 / 2
ao ( r / ao )e −r / 2 ao 3 cos θ
2 6 4π
2 1 1 1
ao ( r / ao )e −r / 2 ao 3 sinθeiϕ
−3 / 2
−
2 6 8π
1 −3 / 2
a o ( 6 − 4 r / a o + 4 r 2 / 9 a 0 ) e − r / 3 ao
2
3 0 0 9 12π
3 1 0 1 −3 / 2 3
ao ( 2 r / 3ao )( 4 − 2 r / 3ao )e −r / 3 ao cos θ
9 6 4π
3 2 0 1 −3 / 2 5
a o ( 2 r / 3a o ) 2 e − r / 3 ao (3 cos 2 θ − 1)
9 30 16π
Dari diskusi di atas dapat dijelaskan bahwa nlm eigen fungsi yang
ψ
terkait dengan energi eigen nilai En dimana nilai 0≤ l ≤ (n-1) dan
−l≤ m ≤ l.
Dengan menghitung semua state yang mungkin untuk energi yang
sama, dapat dilihat bahwa setiap eigen value terdegenerasi sebanyak
n2 yaitu :
n −1 l n −1
∑ ∑ m =∑ (2l + 1) = n
l =0 −l l =0
2
205
ψ
Setiap state dengan eigen fungsi nlm ditandai dengan 3 bilangan
kuantum n, l dan m adalah eigen state dari 3 besaran yang terukur
secara serentak yaitu :
4
1) Energi En = − m2l 2
2h n
2) Kuadrat momentum sudut L2 dan
3) Proyeksi momentum sudut pada sumbuz, Lz.
SOAL
6.1 Persamaan gelombang atom H bagian radial dinyatakan sebagai
1 d ⎛ 2 dR ⎞ 2me ⎛ e 2 l(l + 1)h 2 ⎞
⎜r ⎟+ ⎜E + − ⎟R = 0
r 2 dr ⎝ dr ⎠ h 2 ⎜⎝ 2me r 2 ⎟⎠
(1)
r
U nl (r )
Bila Rnl (r ) =
r
a) Tunjukkan persamaan (1) menjadi
d 2U 2me ⎛ e 2 l(l + 1)h 2 ⎞
+ 2 ⎜⎜ E + − ⎟U = 0
2me r 2 ⎟⎠
(2)
dr 2 h ⎝ r
r dimana h2 e 2 maka
b) Bila ρ= aB = dan En = −
aB me 2 2a B n 2
tujukkan pers (2) berubah menjadi
d 2U nl ⎛ 2 1 l(l + 1) ⎞
+ ⎜⎜ − 2 − ⎟⎟U nl = 0 (3)
dr 2 ⎝ ρ n ρ 2
⎠
c) Bila pers (3) dikalikan dengan ρ k +1 dU nl − 1 (k + 1) ρ kU nl dan
dρ 2
kemudian diintegralkan secara bagian, tunjukkan hasilnya
206
adalah
(k + 1) k
n 2
k
[ ]
ρ − (2k + 1) ρ k −1 + (2l + 1) 2 − k 2 ρ k −2 = 0 ! (4)
4
1
d) tunjukkan bahwa persamaan (4) : d1) menjadi ρ −1 =
n2
untuk harga k = 0
1
d2) menjadi ρ = (3n 2 − l(l + 1)) untuk harga k = 1 dan
2
2 1
menjadi ρ = (5n 2 + 1 − 3l(l + 1))n 2 untuk harga k = 2
2
6.2 a) Bila pers (1) pada soal 6.1 dibagi dengan U nl kemudian
didiferensialkan ke l, tunjukkan bahwa
d U n′′l d ⎛ 2 1 l(l + 1) ⎞ 2 2l + 1
{ } = − ⎜⎜ − 2 − ⎟= + (5)
dl U nl dl ⎝ ρ n ρ 2 ⎟⎠ n 3 ρ2
b) Bila pers (5) dikalikan dengan U 2 nl dan kemudian
diintegralkan terhadap ρ dari 0 sampai ∞
1
tunjukkan bahwa hasilnya adalah ρ −2 = n −3 (l + ) −1 (6)
2
c) Dengan mengkombinasikan pers (4) dan (6) tunjukkan
1
bahwa ρ −3 = {n 3 (l + )(l + 1)l}−1
2
6.3 Dengan menggunakan penyelesaian dengan PD confluen
Hypergeometrik, tentukan
R40 , R41 , R42 , dan R43 !
207
DAFTAR PUSTAKA
208
GLOSARIUM
MEKANIKA KUANTUM I
209
Hukum pergeseran Wien menyatakan bahwa panjang gelombang
pada intensitas maksimum dari spectrum radiasi pada suhu yang
lebih tinggi akan bergeser ke panjang gelombang yang lebih pendek
( frekuensi yang tinggi)
Kuantisasi energi menurut Planck menyatakan bahwa radiasi
benda hitam terdiri dari foton-foton dimana setiap foton mempunyai
h
energi sebesar hω dimana h = dan h = konstanta Planck =
2π
6,63 x 10-27 erg sec dan total energi dari benda hitam merupakan
kelipatan bilangan bulat dari energi foton
Hukum radiasi menurut Stefan-Boltzmann adalah bahwa
besarnya radiasi (intensitas) yang dipancarkan dari rongga lewat
celah sempit berbanding lurus dengan pangkat empat dari suhu
benda hitam
210
diradiasikan ke permukaan material logam, maka sebagian dari foton
cahaya tersebut menumbuk elektron yang berada pada kulit atom
bagian dalam (n=1, atau 2) dan elektron tersebut akan terionisasi
setelah menyerap energi foton yang menumbuknya. Banyaknya
(intensitas) elektron yang dihasilkan oleh permukaan logam
tergantung pada intensitas cahaya tetapi kelajuan elektron bebas
yang terionisasi tergantung pada energi cahaya yang menumbuk
elektron.
Hamburan Compton adalah peristiwa dimana bila berkas cahaya
diradiasikan ke permukaan material logam, dan bila sebagian dari
foton cahaya tersebut menumbuk elektron pada kulit atom yang agak
luar kemudian elektron tersebut menyerap sebagian energi dari foton
sehingga elektron tersebut terpental dan foton dibelokkan
(dihamburkan) dengan sudut θ terhadap arah foton datang dan
dengan panjang gelombang yang lebih panjang λ’ atau mempunyai
energi yang lebih rendah dari energi radiasi yang datang setelah
menumbuk elektron.
Dualisme Partikel-Gelombang yang diusulkan oleh de Broglie
adalah analogi dengan prinsip Fermat dalam optika dan prinsip aksi
terkecil dalam mekanika, yaitu partikel yang berukuran atomic
mempunyai sifat gelombang atau gelombang mempunyai sifat
sebagai partikel. Sifat partikel sebagai gelombang ditunjukkan oleh
pernyataan bahwa momentum suatu partikel berbanding terbalik
dengan panjang gelombang, makin besar momentum suatu partikel
makin kecil panjang gelombang dari partikel tersebut. Sebuah bola
softball tidak berperilaku sebagai gelombang karena panjang
gelombang dari bola tersebut sangat sangat kecil sehingga tak bisa
diamati.
Difraksi Elektron adalah peristiwa yang menunjukkan bahwa
elektron berperilaku sebagai gelombang karena peristiwa difraksi
hanya bisa dijelaskan bahwa cahaya merupakan gelombang.
Davisson dan Germer melalui eksperimen menemukan bahwa
elektron dihamburkan oleh permukaan Kristal. Peristiwa difraksi
211
elektron menunjukkan bahwa elektron berperilaku sebagai
gelombang. dan Interferensi konstruktif antara elektron yang
dihamburkan kisi Kristal terjadi bila hasil kali antara jarak antar kisi
Kristal yang terdekat dengan sinus sudut hamburan sama dengan
kelipatan bilangan bulat denga panjang gelombang elektron tersebut.
Model Atom Bohr
Asumsi yang diusulkan Bohr
1. Elektron yang mengorbit inti memenuhi persyaratan bahwa
momentum sudut electron merupakan kelipatan bilangan bulat
h
dengan h = , h adalah tetapan Plack, h = 1,0545 x 10-27 erg
2π
sekon. Electron bergerak dalam lintasan berbentuk lingkaran dengan
jari-jari r yang mengelilingi inti dengan kecepatan v maka besarnya
momentum sudut electron sebanding dengan kelipatan bilangan
bulat dari tetapan Planck atau keliling lingkaran dari orbit elektron
sama dengan kelipatan bilangan bulat dari panjang gelombang
elektron pada lingkaran tersebut
Dalam kondisi ini walaupun elekron dipercepat tetapi tidak
memancarkan energi dan electron berada dalam keadaan stasioner.
2. Elektron dapat berpindah dari satu lintasan lebih tinggi ke lintasan
lain yang lebih rendah dan perubahan energi yang dialami electron
dapat menyebabkan timbulnya spectrum radiasi dengan frekuensi
yang berbanding lurus dengan beda energi elektron dari dua lintasan
(kulit) tersebut. Spektrum radiasi yang dipancarkan oleh atom H
yang panas dikelompokkan ke dalam deret Lymann, Balmer, Pascen,
Brackett, Pfund
Bila sebuah atom menyerap radiasi maka electron akan berpindah ke
orbit yang energinya lebih tinggi.
Bila elektron pada atom H tereksitasi dan kemudian terdeeksitasi
maka elektron tersebut kembali ke lintasan semula sambil
212
memancarkan gelombang elektromagnetik dengan frekuensi yang
sebanding dengan selisih energi kedua lintasan tersebut.
Energi elektron yang mengorbit inti mempunyai energi total yang
berbanding terbalik dengan kuadrat dari nomor kulit tersebut
213
Persamaan Schrodinger suatu partikel bebas dapat dijabarkan dari
asumsi bahwa partikel berperilaku sebagai gelombang
elektromagnetik yang mempunyai momentum yang berbanding
terbalik dengan panjang gelombang de Broglie, energi totalnya
terkuantisasi seperti energi satu foton, dan karena partikel bebas
maka energi totalnya sama dengan energi kinetik saja, maka
persamaan Schrodinger dapat dijabarkan dengan mendiferensialkan
persamaan gelombang elektromagnetik terhadap posisi dan waktu
dan menerapkan asumsi-asumsi di atas.
Prinsip korespondensi antara Klasik dengan Kuantum yaitu
persamaan Schrodinger adalah Hamiltonian dalam Mekanika Klasik,
dan besaran-besaran dalam mekanika klasik yang terukur adalah
merupakan operator dalam mekanika kuantum seperti operator
momentum linear dan sudut, operator posisi, operator energi kinetik
dan energi potensial, dll
Interpretasi Statistika Fungsi Gelombang
Besarnya peluang untuk ditemukannya partikel dalam interval antara
x dan x + dx pada saat t sama dengan kuadrat harga mutlak fungsi
gelombang.
Jumlah semua peluang untuk ditemukannya partikel yang besarnya
sama dengan satu digunakan sebagai analogi untuk kondisi sebagai
syarat bahwa fungsi gelombang ternormalisasi.
Persamaan kontinyuitas yang mencerminkan hukum kekekalan
muatan dalam mekanika kuantum dapat ditunjukkan dari rapat
probabilitas dan arus probabilitas.
Rapat probabilitas sebanding dengan kuadrat harga mutlak fungsi
gelombang.
Ketidakpastian pengukuran posisi dan momentum dalam mekanika
kuantum dapat dianalogikan sebagai simpangan baku dalam
pengukuran besaran fisis dalam mekanika klasik.
214
Nilai ekspektasi atau nilai harap suatu pengukuran dalam mekanika
kuantum analogi dengan nilai rerata pada mekanika klasik.
Besarnya nilai harap suatu operator sama dengan integral dari hasil
kali antara operator tersebut dengan rapat probabilitas.
Prinsip Ketidakpastian Heisenberg menyatakan bahwa dalam
pengukuran secara serentak terhadap besaran posisi dan momentum,
makin pasti hasil pengukuran posisi semakin tidak pasti hasil
pengukuran momentum, dan sebaliknya, dan hasil kali antara
ketidak pastian pengukuran momentum linear dan posisi lebih besar
atau sama dengan besaran tetapan Planck dibagi dengan bilangan
konstan .
Prinsip ketidakpastian Heisenberg juga berlaku untuk pengukuran
secara serentak terhadap besaran energi dan waktu, dan momentum
sudut dan simpangan sudut.
Operator dalam Mekanika Kuantum
Operator momentum linier, operator energi kinetik , operator energi
total= operator Hamiltonian, operator momentum sudut, operator
energi potensial
Operator disebut operator Hermitian bila operator tersebut dapat
diukur dalam mekanika klasik. Semua operator mekanika kuantum
yang disebutkan di atas adalah operator Hermitian.
Operator yang tak dapat diukur secara klasik disebut operator
nonhermitian, contoh operator d/dx, d/dy
Hubungan komutasi antara dua operator A dan B didefinisikan
sebagai [A,B] = AB – BA
Teorema Ehrenfest
Menurut teorema Ehrenfest, perubahan harga ekspektasi terhadap
waktu atau derivative harga ekspektasi suatu operator A terhadap
waktu sama dengan hasil dari hubungan komutasi antara operator
Hamiltonian dengan operator yang ditentukan harga ekspektasi
215
tersebut ditambah dengan harga ekspektasi dari turunan operator
tersebut terhadap waktu.
216
Partikel dengan energi total lebih kecil dari tinggi tangga (kurang
dari energi potensial) yang melewati potensial tangga dipantulkan
secara sempurna namun ada partikel yang menerobos tangga tetapi
tidak sempat mengalir dalam tangga.
4. Potensial Sumur
Potensial sumur adalah bentuk suatu fungsi energi potensial dimana
grafik dari energi potensial sebagai fungsi posisi berbentuk sumur
yaitu mempunyai energi potensial negative untuk interval posisi
tertentu dan nol untuk daerah yang lain.
Berkas partikel yang bergerak melewati atau yang dipengaruhi
potensial sumur, mempunyai penyelesaian gelombang genap dan
ganjil dan energinya ditentukan secara grafik dari grafik fungsi
genap atau ganjil sebagai fungsi posisi.
5. Potensial Delta
Potensial delta adalah energi potensial yang grafiknya berbentuk
fungsi delta baik fungsi delta positif ataupun fungsi delta negative.
Karena grafik fungsi delta mempunyai lebar yang sangat kecil dan
tinggi yang cukup besar maka syarat kontinyuitas untuk turunan
pertama dari fungsi gelombang yang merupakan representasi dari
partikel tidak berlaku.
Potensial delta diaplikasikan sebagai model potensial yeng
mempengaruhi elektron bebas atau Kristal dalam zat padat.
6. Potensial Tanggul
Potensial tanggul dapat dikatakan sebagai kebalikan dari potensial
sumur yaitu untuk interval posisi tertentu energi potensialnya positif
dan untuk daerah yang lain pada umumnya energi potensialnya nol
yang mempengaruhi perilaku partikel mikroskopik yang berada
dalam sistemnya.
Pada potensial tanggul terjadi peristiwa tunneling yaitu peristiwa
terjadinya penerobosan partikel pada tanggul yaitu ada arus partikel
yang melewati tanggul.
217
Bab V: Osilator Harmonik Satu Dimensi
Berkas partikel mikroskopik yang bergerak bolak-balik di dalam
parabola satu dimensi disebut sebagai sistem osilator harmonik satu
dimensi
Perilaku sistem partikel yang bersifat mikroskopik yang dipengaruhi
oleh osilator harmonik satu dimensi dapat ditelaah dengan tiga cara,
yaitu dengan deret fungsi Hermit, fungsi pembangkit Hermit dan
metode operator, yang memberikan penyelesaian fungsi gelomang,
tingkat energi dan nilai harap besaran-besaran fisika dengan cukup
mudah.
Metode operator memberikan cara penentuan nilai harap dari suatu
pengukuran besaran fisis dibanding kedua cara yang lain.
218
Untuk bilangan kuantum utama n>1, sistem bersifat terdegenerasi
karena setiap kulit hanya mempunyai satu tingkat energi tetapi
menmpunyai beberapa fungsi gelombang
219
Lampiran 1
1 −
1
1 − 2 xt + t 2
1
−
= {1 − ( 2 xt − t )}
2 2
1 3
( − )( − )
1
1 + ( − ){−( 2 xt − t 2 )} + 2 2 {−( 2 xt − t 2 )}2
2 2!
1 3 5
(− )(− )(− )
+
2 2 2 {−( 2 xt − t 2 )}3 + ….+ ……+
3!
1 3 5 7 2k −1
(− )(− )(− )(− ).......(− )
2 2 2 2 2 {−( 2 xt − t 2 )}k + …..
k!
Koefisien suku terakhir dari deret di atas yang diberi tanda kurung
kurawal dapat disederhanakan menjadi
( −1)( −3)( −5).....{−( 2k − 1)} ( −1) 1.3.5.7.....(2k − 1)
k
=
k!2 k k!2 k
( −1) k 1.2.3.4.5.6.7.8....(2k − 1)(2k ) ( −1) k (2k )!
= =
k!2 k ..2.4.6.8.......2k k!2 k 2 k k!
karena {−(2 xt − t )} = (−) (2 xt − t ) dan dengan mengganti
2 k k 2 k
220
1 ∞
(−1) 2 n (2n)!
∞
= ∑ (2 xt − t 2 ) n = ∑
1 − 2 xt + t 2
2n 2
n =0 2 (n!) n =0
(2n)!
2n 2
(2 xt − t 2 ) n (2)
2 (n!)
dengan mengekspansikan secara binomial dari faktor 2 xt − t 2 ( )
n
(2 xt − t ) = t (2 x − t )
2 n n n
= t n{(2 x) n + n(2 x) n −1 (−t ) +
n( n − 1)
(2x)n-2(-t)2+ +
2!
n(n − 1)(n − 2)...( n − (k − 1))
(2 x) n − k (−t ) k + ... (3)
k!
Kita dapat menuliskan koefisien dari suku ke k (2x)n-k tn+k
(-1)k pada pers (3) dalam bentuk
n( n − 1)( n − 2)( n − 3)...( n − (k − 1))
=
k!
n(n − 1)(n − 2)(n − 3)...(n − (k − 1))(n − k )(n − (k +))...3.2.1
k!(n − k )(n − (k + 1))...3.2.1
n!
= (4)
k!(n − k )!
Bila pers (3) dan (4) dimasukkan kedalam pers (2) maka akan
diperoleh deret ganda
(1− 2xt + t )
2 −1 2
∞
(2n)! n n
= ∑ 2n 2 t ∑(−1)
k n!
(2x)n−k t k
n=0 2 (n!) k =0 k! (n − k )!
∞ n
=∑∑(−1) 2n
k (2n)! (2x)n−k tn+k
2 n!k!(n−k)!
(5)
n=0 k=0
Dengan menyusun kembali orde penjumlahan pada pers (5) yaitu
dengan mengganti
221
n+k → n atau n → (n-k), maka Pers.(5) menjadi
Pn ( x ) =
[n 2 ]
(2n − 2k )!
∑ (− 1) x n−2k
k
(7)
k =0 2 n
k ! (n − k )!(n − 2k )!
Bentuk deret pangkat tinggi fungsi Legendre ( Persamaan 7 ) dapat
diubah parameternya dari k menjadi r, maka persamaan (7) menjadi
n
2 1 (2n − 2r )! n − 2 r
Pn ( x ) = ∑ ( −1) r x ( 7a)
r =0 2 r! (n − r )! (n − 2r )!
n
r! (n − r )!
x 2 n −2 r (9)
222
n( n − 1) 2 n −2
( x 2 − 1) n = x 2 n + n( x 2 ) n −1 (−1) + ( x ) ( −1) 2 + ....
2!
n(n − 1)(n − 2)...(n − k + 1) 2 n − k
+ ( x ) (−1) k
k!
dimana koefisien suku yang ke k dari ekspansi (x2-1)n dapat ditulis
kembali menjadi
n(n − 1)(n − 2)...(n − k + 1) (n − k )(n − (k + 1))...2.1 n!
. = ,
k! (n − k )(n − (k +!))...2.1 k!(n − k )!
maka
n
n!
2
(x-1) n
= ∑
k = 0 k!( n − k )!
x 2 n − 2 k (−1) k (10)
223
Pers.(12) dapat ditulis menjadi
x−t ∞
= (1 − 2 xt + t 2
) ∑ n Pn ( x )t n −1
(1 − 2 xt + t 2 12
) n =0
(1 − 2 xt + t )∑ n P (x )t
∞ ∞
atau 2
n
n −1
+ (t − x )∑ Pn ( x )t n = 0 (13)
n =0 n =0
Ruas kiri pers (13) adalah suatu deret pangkat tinggi dalam t , karena
deret ini nol untuk semua nilai t , kita dapat menyatakan bahwa
koefisien dari masing-masing suku t pangkat tertentu sama dengan
nol, karena deret suku banyak (deret pangkat tinggi) ini adalah unik.
Dengan menguraikan penjumlahan pada ruas kiri
∞ ∞ ∞
∑ n P ( x )t
n =0
n
n −1
− ∑ 2nx Pn ( x )t n + ∑ n Pn ( x )t n +1
n=0 n =0
∞ ∞
+ ∑ Pn (x )t n +1 − ∑ x Pn ( x )t n = 0 (14)
n =0 n=0
∞ ∞ ∞
224
dengan mudah dari kondisi P0 (1) = c0 = 1 , P0 ( x ) =1 dan
P1 (x = 1) = c1 x = c1 = 1 , P1 ( x ) =x, maka dapat diperoleh P2(x) dari
3 xP1 (x ) = 2 P2 ( x ) + P0 (x )
P2 ( x ) =
1
2
(3x 2 − 1 ) (17)
P2 ( x ) =
1
2
(
3x 2 − 1 )
1
(
P3 ( x ) = 5 x 3 − 3 x
2
)
1
(
P4 ( x ) = 35 x 4 − 30 x 2 + 3
8
)
1
(
P5 (x ) = 63 x 5 − 70 x 3 + 15 x
8
)
P6 (x ) =
1
16
(
231 x 6 − 315 x 4 + 105 x 2 − 5 )
P7 ( x ) =
1
16
(
429 x 7 − 693 x 5 + 315 x 3 − 35 x )
P8 ( x ) =
1
128
(
6435 x 8 − 12012 x 6 + 6930 x 4 − 1260 x 2 + 35 )
225
∂ g (t , x ) ∞
= ∑ Pn' ( x )t n
t
= (18)
∂x (
1 − 2 xt + t 2 ) 32
n =0
atau
(1 − 2 xt + t )∑ P (x )t
∞ ∞
2
n
' n
− t ∑ Pn ( x )t n = 0 (19)
n =0 n =0
∑ P′ (x )t − ∑ 2 x P′(x )t
m =0
n
n
n =0
n
n +1
+ ∑ Pn′(x )t n + 2 -
s =0
∑ P ( x)t
n
n +1
=0 (20)
226
4). Dan bila pers (21) dikurangi dengan pers (22) diperoleh
Pn'−1 ( x ) = − n Pn ( x ) + x Pn' ( x ) (24)
Kemudian pers (24) dikalikan dengan x diperoleh
xPn'−1 ( x ) = −nx Pn ( x ) + x 2 Pn' (x ) (25)
Dan bila pers (23) indeks n diubah menjadi n-1 dan suku-
sukunya di susun kembali diperoleh
x Pn' −1 (x ) = Pn' ( x ) − n Pn −1 ( x ) (23a)
5). Maka hasil dari pengurangan dari pers (23a) dengan pers (25)
diperoleh
( )
0 = 1 − x 2 Pn' ( x ) + n x Pn ( x ) − nPn −1 ( x) (26)
6). Bila pers (26) didiferensialkan terhadap x dan kemudian Pn'−1 ( x )
disubstitusi dengan menggunakan pers (24) diperoleh
( )
1 − x 2 Pn′′( x ) − 2 xPn′( x) + n x Pn′( x ) + nP n ( x)
+ n Pn ( x ) − nx Pn' ( x ) = 0
2
atau
( )
1 − x 2 Pn′′( x ) − 2 xPx′( x) + n(n + 1) P n ( x) = 0 (27)
227
d 2Θ dΘ m2
(1 − w 2 ) − 2 w + ( l( l + 1) − )Θ = 0 (6.29a)
dw2 dw 1 − w2
d m m! d Θ′l′ m
m! d 2 d
m−1
( ) {(1 − w 2 )Θ′l′} = (1 − w2 ) + (1 − w ) Θ′l′
dw 0!m! dwm 1!(m −1)! dw dwm−1
m−2
m! d2 2 d
+ (1− w ) Θ′l′
2!(m − 2)! dw2 dwm−2
d m Θ′l′ d m −1 m(m − 1) d m−2
= (1 − w ) 2
+ m(-2w) ′
′
Θl + ( −2) m − 2 Θ′l′
dwm dwm −1 2 dw
d Θ′l′
m
d m −1
d m−2
= (1 − w2 ) -2mw m −1
Θ′l′ - m(m-1) Θ′l′ (30a)
dw m
dw dwm − 2
d dm d m −1
( ) m {( −2 w)Θ′l } = (-2w) Θ ′ -2m Θ′l (30b)
dwm −1
l
dw dwm
Bila pers (30a)dan (30b) dimasukkan ke dalam pers (29) diperoleh
228
(1 − w 2 )u ′′ − 2 w( m + 1)u ′ − ( m 2 + m )u + l( l + 1)u = 0
atau
(1 − w 2 )u ′′ − 2 w( m + 1)u ′ + ( l − m )( l + m + 1)u = 0 . (31)
dm
dimana u ≡ Θ l (w) (32)
dwm
Persamaan (31) adalah bukan self adjoint. Untuk membuatnya
menjadi bentuk self-adjoint, kita menggantikan u(w) dengan
ekspresi
d m Θl ( w)
v(w)=(1-w2)m/2 u(w) = (1-w2)m/2 (33)
dwm
atau u(w) = v(w) (1-w2)-m/2
Turunan pertama dan kedua u(w) terhadap w dari pers (33) adalah
⎛ mwv ⎞
u'= ⎜ v '+ 2 ⎟
(1 − w 2 ) − m / 2 (34a)
⎝ 1− w ⎠
⎡ 2mwv' mv m( m + 2) w 2 v ⎤
u”= ⎢v"+ + + ⎥.(1 − w2 ) − m / 2 (34b)
⎣ 1− w 2
1− w 2
(1 − w ) ⎦
2 2
229
DAFTAR INDEX
Absorbsivitas 2
Adjoint 72
Arus probabilitas 54
Atom hidrogen 163
Aturan kuantisasi Bohr 31
Benda hitam 3
Berkas partikel 98, 117
Bilangan kuantum magnetik 168
Bilangan kuantum orbital 172
Bilangan kuantum radial 184
Bilangan kuantum utama 192
Bra 160
Cahaya sebagai gelombang 21
Cahaya sebagai partikel 21, 34
Complex conjugate 53
Davidson dan Germer 27
Daya pancaran menurut Rayleigh-Jean 2
Daya pancaran menurut Wien 2
De Broghlie 27
Degenerasi 94
Deret pangkat tinggi 168
Deret terputus 129
Deviasi 59
Deviasi standard 64, 65, 68
Difraksi elektron 27, 44
Difraksi neutron 28
Difraksi sinar X 42
230
Dualisme gelombang partikel 45
Efek Compton 25
Efek foto listrik 21
Eigen fungsi 90
Eigenfungsi tingkat dasar 153
Eigenilai 73
Einstein 27
Emisi 2
Energi foton 23
Energi kuantisasi 45
Energi negatif 98
Energi positif 98
Energi potensial 163
Energi tereksitasi 83
Energi tingkat dasar 83
Energi tingkat ke 2 155
Energi total 73
Faktor normalisasi fungsi gelombang 176
Faktor normalisasi fungsi gelombang azimuth 168
Fase gelombnag 35
Fluks partikel 96, 98, 117
Formula Leibnitz’s 175
Formula Rodrigues 174
Formula Rodrigues untuk fungsi Laguere 192
Asosiasi
Foton 21
Frekuensi gelombang 23
Fungsi delta Dirac 1 dimensi 67
Fungsi delta Dirac 3 dimensi 67
Fungsi gelombang bagian radial 193
Fungsi gelombang bidang 35, 61
231
Fungsi gelombang bola harmonik 179
Fungsi gelombang osilator harmonik tingkat 131
ke n (eigenfungsi)
Fungsi gelombang periodik 95
Fungsi gelombang tereksitasi 85
Fungsi gelombang terlokalisasi 141, 141
Fungsi gelombang tingkat dasar 85
Fungsi gelombang tingkat tertinggi 153
Fungsi Hermite 124, 127
Fungsi Laguerre 166
Fungsi pembangkit Hermite 133
Fungsi pembangkit Laguere 189
Fungsi sinusoidal 167
Hamburan elektron 27, 42
Hermitian 72
Hubungan anti komutasi 152
Hubungan komutasi 71
Hubungan komutasi posisi dan momentum 71
Hubungan rekursi 134, 153
Hukum pergeseran Wien 16
Identitas Baker Housdorff 72
Index equation 183,185
Integral Fourier 37
Integral Gaussian 62, 68, 69
Intensitas radiasi menurut Planck 12
Intensitas radiasi menurut Rayleigh-Jean 10
Intensitas radiasi menurut Stefan Boltzmann 15
Interferensi konstruktif 28
Keadaan partikel (state) 61
Kecepatan fase 36
Kecepatan group 36
232
Ket 160
Ketidakpastian 55
Kirchhoff 2,3
Koefisien pangkat tertinggi variabel fungsi 131
gelombang
Koefisien refleksi 112
Koefisien transmisi 112, 119
Kondisi normalisasi 155
Konjugate 151
Konstanta normalisasi fungsi gelombang 193
bagian radial
Konstanta Planck,h 12
Korespondensi antar mekanika klasik dan 73
kuantum
Kronecker delta dirac 148
Kuadrat amplitude 88
Kuantum cahaya 23, 26
Massa diam foton 23
Matriks eigennilai 159
Medan potensial Coulomb 163
Metode Debye-Schemer 43
Metode Laue 42
Metode operator 148
Metode separase variabel 89
Model atom Bohr 29
Model atom Rutherford 29
Model atom Tompson 28
Momentum 55, 57
Nilai ekspektasi momentum 68, 84
Nilai harap momentum osilator harmonik 144, 145
Nilai harap poisisi osilator harmonik 144, 145
233
Nilai harap posisi 55, 64
Nilai rerata 59
Normalisasi 52, 53, 54
Operator 46, 70
Operator differensial 70, 89, 150
Operator differensial orde 1 151
Operator Hamiltonian 73,76, 150, 153,
159
Operator momentum 70
Operator nol 71
Operator penaik 150
Operator penurun 150
Operator posisi 70
Operator satuan 71
Operetor linear 50, 70
Osilator harmonik 129
Osilator harmonik secara klasik 140
Osilator harmonik1 dimensi 122, 153
Paket gelombang Gaussian 62
Panjang gelombang Compton 26
Panjang gelombang partikel 35
PD standar 127
Peluang 51
Pemisahan variabel 166
Penentuan energi secara grafik 104
Penyelesaian ganjil 102, 104, 114,
115, 129, 171
Penyelesaian genap 102, 104, 114,
116
Penyelesaian pendekatan 124
Penyelesaian umum 126
234
Pergeseran frekuensi 26
Perkalian skalar antar fungsi gelombang 71
Perkalian skalar antar operator 71
Persamaaan Schrodinger bagian sudut polar 168
Persamaan azimuthal 167
Persamaan differensial fungsi Confluent 198, 199
Hypergeometry
Persamaan differensial fungsi Hypergeometrie 196
Persamaan differensial fungsi Laguere 183, 191
Persamaan differensial fungsi laguere 188, 192
terasosiasi
Persamaan differensial fungsi Legendre 169
Persamaan differensial Kummer 198, 199
Persamaan differensial legendre terasosiasi 168
Persamaan kontinyuitas 54
Persamaan Schrodinger 45, 123, 164
Persamaan schrodinger bagian radial 180
Persamaan Schrodinger stationer 49
Persamaan Schrodinger untuk partikel bebas 47
Perubahan panjang gelombang 26
Planck 13
Poisson Bracket 76
Polinom Hermite 131, 136
Polinom laguere terasosiasi 192
Polinom Legendre 174
Polinom legendre terasosiasi 169
Polinom Legendre terisolasi 176
posisi 55,57
Potensial kotak satu dimensi 81
Potensial kotak tiga dimensi 89
Potensial sederhana 81
235
Potensial sumur 98
Potensial sumur delta ganda 109
Potensial tangga 94
Potensial tanggul 119
Prinsip ketidakpastian Heinsberg 56, 57, 61
Prinsip korespondensi 72
Probabilitas posisi partikel secara klasik 142, 143
Probabilitas posisi partikel secara kuantum 142, 143
Radiasi benda hitam 3
Radius Bohr 193
Rapat arus 98
Rapat energi 3
Rapat energi menurut Planck 12
Rapat energi menurut Rayleigh 6
Rapat energi menurut Wien 4,13
Rapat probabilitas 52, 58, 64, 67, 68
Rayleigh-Jeans 3
Refleksi 96,109
Reprentasi matriks 161
Self adjoint 151
Set lengkap eigenfungsi 159
Sifat gelombang 2
Sifat komutatif 71
Sifat operator penurun 156,153
Sifat operetor penaik 156
Sommerfeld dan Wilson 31
Spektrum hamburan Compton 26
Spektrum radiasi 29
Sudut azimuth 166
Sudut hamburan 26
236
Superposisi eigenfungsi 159
Syarat kontinyuitas 97,112
Tak terdegenerasi 94
Teorema Ehrenfest 76
Tingkat-tingkat energi 81, 129
Tingkat-tingkat energi elektron 163, 187
Titik balik 141
Titik ordinary 169, 17, 127
Titik regular singular 127, 170, 184
Transformasi Fourier 66, 69
Transmisi 96, 109
Wien 3
237