Edisi Pertama
Cetakan Pertama, 2009
Sitorus, Marham
SPEKTROSKOPI Elusidasi Struktur Molekul Organik/Marham
Sitorus
- Edisi Pertama-Yogyakarta; Graha Ilmu, 2009
viii + 96 hlm, 1 Jil.: 23 cm.
ISBN: 978-979-756-555-8
1. Kimia I. Judul
Kata Pengantar
1.1 Pendahuluan
Spektroskopi adalah alat analisis yang menggunakan radiasi (si-
nar) sebagai sumber energi. Sinar atau radiasi adalah merupakan ge-
lombang yang mempunyai energi berbanding terbalik dengan panjang
gelombang ) yang mengikuti persamaan.
E = hc/ ............................................................................. 1.1
1
organik karena adanya fenomena isomeri yaitu senyawa yang mem-
punyai rumus molekul sama tetapi berbeda strukturnya. Isomeri juga
masih beragam yaitu isomer struktur, fungsional, geometri dan optik.
Spektroskopi adalah analisis yang didasarkan pada sifat fisika (spektro-
skopik) maka fenomena isomer optik tidak bisa dianalisis perbedaannya
dengan spektroskopi. Isomer optik adalah senyawa yang mempunyai
rumus molekul yang sama hanya pengaturannya dalam ruang yang ber-
beda (putaran optik) dan mempunyai sifat kimia dan fisika yang sama,
sehingga tidak dapat dibedakan dengan cara spektroskopi.
Penentuan rumus molekul (RM) sudah dapat dilakukan orang
sebelum teori struktur molekul organik dikembangkan oleh Kekule,
Lewis dan Linus Pauling. Penentuan rumus molekul ditentukan berda-
sarkan sifat koligatif larutan dengan metode: penurunan tekanan uap
(p), penurunan titik beku (f), kenaikan titik didih (b) dan tekanan
osmosis (). Karena molekul organik tidak mengenal kaedah identitas
(satu RM untuk satu struktur) seperti pada molekul anorganik maka
penentuan (elusidasi) struktur menjadi sangat penting di mana spek-
troskopi sangat berperan dalam hal ini. Beberapa spektroskopi seperti
FTIR (Furier Transformasi Infra Red) bahkan dapat membendakan ben-
tuk isomer geometri Cis-Trans, Z-E, dan juga antara poliena terkonyu-
gasi dan terisolasi.
2
> > n atau E < E < En
Seperti dijelaskan di atas cahaya adalah gelombang elektro-
magnetik yang secara umum digambarkan sebagai berikut.
3
Tabel 1.1 Klasifikasi sinar dan jenis spektroskopi
Pan.gel () Bil. gel. () Jenis Radiasi Jenis Spektro-
cm cm-1 skopi
-11-
3x10 3x 10
-9 10
3,3x10 - 3,3x10
8
Sinar gama Emisi sinar X
-9-
3x10 3x 10
-7 8
3,3x10 - 3,3x10
6
Sinar X Serapan emisi
sinar x
-7-
3x10 3x 10
-5 6
3,3x10 - 3,3x10
4
Ultra Violet (UV) Serapan UV
-5-
3x10 3x 10
-3 4
3,3x10 - 3,3x10
2
Tampak (Vis) Serapan UV-Vis
-3-
3x10 3x 10
-1 2
3,3x10 - 3,3x10
0
Infra Merah (IR) Serapan IR
-1-
3x10 3x 10
1 0
3,3x10 - 3,3x10
-2
Gel. mikro Serapan gel.
mikro
1-
3x10 3x 10
3 -2
3,3x10 - 3,3x10
-4
Gel. radio Resonansi Mag-
net Inti (NMR)
Interaksi antara cahaya dan ikatan pada molekul organik menye-
babkan berbagai macam fenomena sesuai dengan panjang gelombang
(energi) radiasi tersebut. Interaksi akan lebih kuat (dasyat) bila energi
makin besar atau panjang gelombang makin pendek. Sifat interaksi
inilah sebagai dasar pada analisis secara spektroskopi.
Sinar gamma digunakan untuk spektroskopi sinar gamma dalam
menganalisisi bentuk kristal dan karaktesisasi polimer alam ataupun
sintetik. Sinar X yang energinya cukup besar oleh ahli berkebangsaan
Jerman Ronggent digunakan dalam bidang radiologi untuk diagnosa
penyakit pasien di Rumah Sakit. Sinar UV digunakan pada spektro-
skopi UV untuk analisis senyawa yang mengandung gugus kromofor
(diena dan ketene /enon terkonyugasi). Sinar UV akan menyebabkan
transisi elektron dari keadaan bonding ke anti bonding (*). Analog de-
ngan sinar UV maka sinar Tampak digunakan untuk analisis senyawa
berwarna atau dapat dijadikan kompleks berwarna juga menyebabkan
transisi elektronik. Sinar IR menyebabkan vibrasi ikatan untuk anali-
sis gugus fungsional utama senyawa organik. Sedangkan gelombang
radio dalam spektroskopi NMR yang banyak adalah H’- NMR yang
menyebabkan rotasi ikatan adalah untuk mengidentifikasi jumlah dan
jenis proton (lingkungan kimia suatu proton). Spektroskopi Massa ada-
4
lah untuk menetapkan BM atau model pemecahan (fragmentasi) sua-
tu molekul organik. Untuk pelacakan struktur suatu senyawa organik
unknown adalah dengan gabungan dua sampai empat spektroskopi
tersebut di atas sesuai dengan peruntukannya yang satu persatu akan
dibahas berikut ini.
-ooOoo-
5
6
Bab 2
Spektroskopi Ultra
Violet dan Tampak
7
Klasifikasi di atas tidaklah mutlak karena beberapa sumber ke-
mungkinan menggolongkan sinar tampak tidak seperti di atas dan
ada yang pengklasifikasian sinar tampak antara 400-900 nm. Secara
alamiah sinar tampak dapat dilihat dalam bentuk pelangi. Fenome-
na pelangi dijelaskan oleh Newton pada tahun 1672 yaitu dengan
pemecahan radiasi sinar tampak dari mata hari dengan menggunakan
gelas disamping atmosfer yang berair. Dengan menggunakaan serang-
kaian lensa dan prisma maka sinar mata hari dapat terpecah menjadi
beberapa komponen berwarna yang dapat dilihat pada layar. Sumber
sinar tampak pada spektroskopi tampak biasanya adalah filamen tung-
sten yang dialiri arus listrik.
8
Untuk menaikkan elektron ke ES yang lebih tinggi maka dibu-
tuhkan cahaya dengan energi tinggi atau energi dengan panjang ge-
lombang lebih pendek.
9
Gambar 2.2 Skema sel penyerap yang berisi sampel
Intensitas sinar masuk (I0) dan intensitas sinar yang dilewatkan
(It) lewat sampel penyerap yang berisi sampel dengan tebal b, lebar x
dan tinggi y dalam satuan cm. Misalkan segmen yang diamati adalah
setebal db cm maka terdapat sampel sebesar C mmol/cm3 (ml) (M).
Jumlah spesi molekul yang menyerap sinar adalah.
6,02 x 1020 spesi C mmol
N = ----------------------------------- x ------------------- x (db. X . y) ml
mmol ml
= 6,02 x 10 Cxydb spesies ........................................2.1
20
10
-dI = k. I. C. db................................................................... 2.4
dengan k adalah tetapan kesebandingan baru.
Persamaan 2.4 di atas bila disusun akan mendapatkan suatu per-
samaan difrensial berikut.
(-dI)/I) = k. C. db................................................................. 2.5
dengan k dan C adalah suatu konstanta
Penyelesaian persamaan 2. 5 secara integrasi dengan mema-
sukkan batas batas atas dan bawah adalah.
It b
-dI/I = k C db
I0 0
It b
II0 0
11
Besaran (-log T) didefinisikan sebagai absorbansi (A), maka dida-
patkan persamaan matematik Lambert-Beer seperti berikut.
A = . b. C atau A = a. b. C ………………....................... 2.8
Persamaan Lambert-Beer dapat digunakan untuk menentukan
konsentrasi (C) sampel yang diukur dengan cara spektroskopi dengan
dua cara.
12
Gambar 2.3 Menentukan konsentasi dengan kurva baku
Kurva baku dibuat dengan cara mengukur absorbansi bebera-
pa seri larutan standar. Dengan cara intrapolari terhadap kurva baku,
maka dari pengukuran Aspl dapat ditentukan Cspl. Harga atau a juga
dapat ditentukan dengan cara mengukur besarnya sudut karena tg
= atau a. Persamaan kurva baku dapat ditentukan dengan cara
manual atau dengan cara program EXEL , sehingga untuk menghitung
Cspl digunakan persamaan linier yang didapatkan dari entri data A (Ab-
sorbansi) dan C (konsentrasi).
Contoh Soal:
1. Suatu larutan berwarna dengan konsetrasi 3 x 10-5 M pada
tertentu melewatkan 71,6 % radiasi pada sel setebal 1 cm.
Tentukanlah.
a. Absorbansi larutan.
b. Koefisien ekstingsi molar () larutan tersebut.
Jawab.
a. Jika % T = 71,6, maka T = 0,716
A = log 1/T = log1/0,716 = log 1,396 = 0,145
b. A = . b . C, maka = A/(b. c)
= 0,145/(1 cm x 3 x 10-5 mol L-1)
= 4,83 x 103 L mol-1 cm-1
13
2. Suatu larutan berwarna pada panjang gelombang 450 nm mem-
punyai serapan molar ( ) sebesar 2,45 x 103 L mol-1cm-1. Larutan
tersebut akan menyebabkan penurunan intensitas cahaya sebe-
sar 25%. Hitunglah konsentrasi larutan bila panjang sel yang
digunakan adalah 1 cm.
Jawaban:
Penurunan intensitas cahaya 25 % , maka yang dilewatkan
adalah 75 %, sehingga %T = 75 atau T = 0,75.
Persamaan Lambert-Beer:
Log 1/0,75 = (2,45 x 103 L mol-1 mol-1) x 1 cm x C
0,124 = (2,45 x 103 L mol-1 mol-1) x C
Maka: C = 5,06 x 10-5 mol L-1 (M)
14
dan V (alloy) dan absorbansinya diukur pada 410 dan 460 nm dengan
sel setebal 1 cm, maka diperoleh hasil seperti tabel 2.2.
Ti 0,760 0,513
V 0,185 0,250
Alloy 0,715 0,657
Hitunglah masing-masing persen Ti dan V pada alloy?
Jawaban:
Pada 410 nm maka. ATi = a Ti. b. C
0,760 = aTi x 1 cm x 5 g/L
aTi = 0,152 L g-1 cm-1.
Dengan cara yang sama maka akan diperoleh.
λ 410 nm aV = 0,037 L g-1 cm-1.
λ 460 nm aTi = 0,113 L g-1 cm-1.
λ 410 nm aV = 0,050 L g-1 cm-1.
Maka diperoleh dua persamaan.
λ 410 nm 0,715 = 0,152 CTi + 0,037 Cv
λ 460 nm 0,657 = 0,103 CTi + 0,050 Cv
Dengan metode eliminasi maka akan diperoleh:
CTi = 3 mg/100 ml dan Cv = 7,0 mg/100 ml atau Ti = 30%
dan V = 30 %
16
, ikatan dan pasangan elektron bebas (n) dengan urutan kekuatan
ikatan > > n. Transisi elektronik yang mungkin terjadi secara
teoritis adalah seperti Gambar 2. 4 berikut ini.
17
Gambar 2.5 Penentuan maks suatu sampel.
Tidak semua transisi elektronik dapat diamati pada spektroskopi
UV- Vis (200-800 nm). Bila transisi disebabkan sinar di bawah 200
nm (UV Vacum) maka pada spektrofotometer UV-Vis tidak teramati.
Demikian juga bila terlalu kecil juga tidak akan teramati. Dengan
demikian transisi akan teramati bila maks antara 200-800 nm dan
>10.000 L mol-1 cm-1. Bandingkan tabel 2.5 berikut ini tentang be-
berapa kromofor, transisnya, serta harga maks dan .
18
tidak memenuhi kriteria harga maks harus (200-800 nm) dan >10.
000 L mol-1 cm-1. Gugus kromofor yang memenuhi dua kriteria tersebut
adalah diene terkonyugasi dan alkena yang terkonyugasi dengan kar-
bonil (ketena/enon). Selanjutnya spektroskopi UV-Vis diperuntukkan
19
untuk analisis senyawa dengan gugus kromofor diena dan poliena ser-
ta enon terkonyugasi. Bandingkan harga maks dan kromofor diena
dan enon terkonyugasi pada tabel 2. 6.
20
untuk beberapa diena dan enon serta tambahan panjang gelombang
karena pengaruh substituen. Selanjutnya dalam pengukuran maks maka
panjang gelombang yang dicobakan adalah sekitar 50 nm di atas dan
di bawah hasil perhitungan.
CH = CH-CH = CH
247 18
21
diena namun mempunyai harga dasar yang berbeda. Hal ini adalah
karena perbedaan substituen yang terdapat pada kromofor tersebut.
Berdasarkan kaedah Woodward-Fieser ada dua jenis diena yaitu:
1. Diena heteroanular: Diena bukan siklis dan diena siklis namun
Tabel
ikatan 2.7 Harga
rangkap dasar beberapa
konyugasinya berada kromofor diena
pada cincin yang berbeda.
2. Diena homoanular: Diena yang ikatan rangkap konyugasinya
terdapat pada cincin yang sama
22
Harga dasar kedua diena tersebut di atas dan tambahan harga
dengan beberapa substituen disajikan pada tabel 2.8.
Jawaban:
1. Diena dasar (heteroanular) : 217 nm
2 gugus R ( 2 x 5) : 10 nm
1 ikatan C = C eksosiklis : 5 nm
maks perhitungan : 232 nm
maks pengukuran : 232 nm
2. Diena dasar (heteroanular) : 217 nm
3 gugus R ( 3 x 5 ) : 15 nm
1 ikatan C = C eksosiklis : 5 nm
1 ikatan C = C eksosiklis : 5 nm
23
maks perhitungan : 237 nm
maks pengukuran : 235 nm
3. Diena dasar (homoanular) : 253 nm
4 gugus R ( 4 x 5 ) : 20 nm
maks perhitungan : 273 nm
maks pengukuran : 265 nm
24
Gugus –OAc (asetat), , , 6
Gugus Cl
• Posisi 15
• Posisi 12 1
Gugus Br .
• Posisi 25
• Posisi 30
Gugus-NR2 39
Jawaban:
1. Angka dasar enon bukan siklis : 215 nm
1 substitusi -R : 10 nm
1 substitusi -R : 12 nm
maks perhitungan : 237 nm
maks pengukuran : 232 nm
2. Angka dasar enon siklis -6 : 215 nm
2 substitusi -R ( 2 x 10) : 20 nm
1 C = C eksosiklis : 5 nm
maks perhitungan : 244 nm
maks pengukuran : 245 nm
3. Angka dasar enon siklis -5 : 202 nm
1 substitusi -R : 10 nm
1 substitusi -OH : 35 nm
maks perhitungan : 249 nm
maks pengukuran : 247 nm
25
4. Angka dasar enon siklis-6 : 215 nm
1 substitusi -R : 12 nm
1 substitusi -R : 18 nm
2 tambahan C = C konyugasi (2 x 30) : 30 nm
Tambahan homodiena : 39 nm
1 ikatan C = C eksosiklis : 5 nm
maks perhitungan : 349 nm
maks pengukuran (230, 278 dan 348 nm)
5. Angka dasar enon bukan siklis : 215 nm
11 substitusi -R : 10 nm
1 substitusi -R : 12 nm
1 substitusi -OH : 30 nm
maks perhitungan : 267 nm
maks pengukuran (tidak ada data)
26
• Hiperkromik: Kenaikan intesitas absorbansi pada maks aki-
bat pemekatan.
• Hipokromik: Penurunan intensitas absorbansi pada maks
akibat pengenceran.
Secara grafis keempat fenomena tersebut di atas digambarkan
pada Gambar 2.6 berikut ini.
27
2.4 Peralatan Spekroskopi UV-Tampak.
Peralatan spektrofotometer UV-Vis sangat beragam dari yang
manual seperti spektronik 20 sampai yang telah digital atau dihubung-
kan dengan peralatan komputer (komputerisasi) dari berbagai merek
sesuai dengan Negara produsennya. Biasanya peralatan spektofotome-
ter UV disatukan dengan Tampak (Vis), sehingga pemakaiannya sesuai
peruntukannya. Secara umum komponen-komponen Spektrofotome-
ter baik yang sinar tunggal (single beam) maupun sinar ganda (double
beam) adalah sebagai berikut.
1. Sumber radiasi (sinar).
2. Monokromator.
3. Sel (tempat) sampel.
4. Detektor yang dihubungkan dengan printer (komputerisasi)
Secara skematis peralatan spektrofotometer adalah seperti Gam-
bar 2.7 berikut ini.
28
Komponen-komponen peralatan spektroskopi tersebut dijelas-
kan secara garis besar sebagai berikut.
1. Sumber Cahaya
Secara umum radiasi yang dihasilkan oleh material berupa sum-
ber listrik bertegangan tinggi atau pemanasan listrik. Tegangan listrik
akan menyebabkan eksitasi elektron pada benda dan waktu elektron
kembali ke tingkat energi yang lebih rendah (dasar) akan membe-
baskan radiasi berupa emisi sejumlah energi tertentu (E) tergantung
tingkat eksitasinya dan energi radiasi emisi inilah yang digunakan se-
bagai sumber radiasi. Sebagai sumber radiasi UV digunakan lampu Hi-
drogen (H) atau lampu Deutirium (D). Gas Hidrogen atau Deutirium
diisi ke dalam bola lampu yang dilengkapi dengan elektroda dan bila
diberi tegangan listrik akan mengeksitasi elektron, selanjutnya akan
menghasilkan radiasi emisi cahaya sebagai suber tenaga radiasi. Se-
dangkan sumber radiasi tampak yang juga menghasilkan sinar Infra
Merah (IR) dekat menggunakan lampu filamen tungsten yang dapat
menghasilkan tenaga radiasi 350-3500 nm.
2. Monokromator
Radiasi yang diperoleh dari berbagai sumber radiasi (1) adalah
sinar polikromatis (banyak panjang gelombang). Monokromator ber-
fungsi untuk mengurai sinar tersebut menjadi monokromatis sesuai
yang diinginkan. Monokromator terbuat dari bahan optik yang ber-
bentuk prisma.
3. Tempat Sampel
Dalam bahasa sehari-hari tempat sampel (sel penyerap) dikenal
dengan istilah kuvet. Kuvet ada yang berbentuk tabung (silinder) tapi
ada juga yang berbentuk kotak. Syarat bahan yang dapat dijadikan
kuvet adalah tidak menyerap sinar yang dilewatkan sebagai sumber
radiasi dan tidak bereaksi dengan sapel dan pelarut. Untuk sinar UV
digunakan Quarts, sedangkan untuk sinar tampak dapat digunakan ge-
las biasa namun Quarts lebih baik.
29
4. D etektor
Detektor berfungsi untuk mengubah tenaga radiasi menjadi arus
listrik atau peubah panas lainnya dan biasanya terintegrasi dengan
pencatat (printer). Tenaga cahaya yang diubah menjadi tenaga listrik
akan mencatat secara kuantaitatif tenaga cahaya tersebut . Persyaratan
detektor yang baik adalah: (a). Sensitivitas tinggi (b). Respon pendek
(c) Stabilitas lama dan (d). Sinyal elektronik mudah diperjelas.
30
6. Jelaskan mengapa suatu senyawa dapat mempunyai 2 atau lebih
harga maks melalui pengukuran dan jelaskanlah hal itu dengan
contoh berdasarkan aturan Woodward-Fieser.
7. Tentukan maks senyawa-senyawa berikut ini berdasarkan aturan
Woodward-Fieser.
a. b. c.
d. e.
-ooOoo-
31
Bab 3
Spektroskopi
Infra Merah (IR)
32
......................... 2. 1
.................................................... 2. 3
33
106
v = 4,12 ___________________________
= 1682 cm-1; percobaan = 1650 cm-1
12 x 12/12 + 12
105
v = 4,12 ___________________________
= 3032 cm-1; percobaan = 3000 cm-1
12 x 1 /12 + 1
105
v = 4,12 ___________________________
= 2228 cm-1; percobaan = 2206 cm-1
12 x 2/12 + 2
34
3. Perbedaan massa atom yang terikat (efek massa primer).
C-H C-C C-O C-Cl C-Br C-I
3000 1200 1100 8000 550 500 cm-1
Kenaikan harga massa tereduksi (μ)
4. Perbedaan hibridisasi.
C-H =C-H -C-H
(sp-s) (sp2-s) (sp3-s)
3300 3100 2900 cm-1
Kenaikan krakter s akan menaikkan (k) ikatan
5. Resonansi.
Bilangan gelombang karbonil (C=O) normal adalah 1715 cm1,
sedangkan bila terkonyugasi dengan alkena sebagai ketena
(enon) maka bilangan gelombang turun menjadi sekitar (1675-
1680) cm-1 yang dijelaskan dengan resonansi berikut.
35
3.2 Ragam Vibrasi
Tidak semua molekul memberikan serapan pada interval IR.
Molekul yang memberikan serapan adalah molekul yang tidak sime-
tris. Sebagai contoh molekul CO 2 dengan struktur (O=C=O) yang
simetris tidak akan memberikan serapan pada sinar IR. Ragam vibrasi
tergantung jumlah atom yang menyusun molekul tersebut. Secara teo-
ritis bila suatu molekul terdiri dari n atom, maka jumlah ragam vibrasi
adalah (3n -6). Misalkan untuk metana (CH4) terdapat (3 x 5-6) = 9
ragam vibrasi dan untuk etana (C2H 6) terdapat (3 x 8-6) = 18 ragam vi-
brasi. Namun tidak semua ragam vibrasi tersebut harus ditelaah pada
spektra IR.
Untuk suatu molekul triatom (AX2) misalkan (–CH2 -) maka ter-
dapat (3 x 3 -6) = 3 ragam vibrasi seperti gambar 3.1.
36
Seluruhnya ada tiga ragam vibrasi dengan masing-masing ge-
rakan simetri dan asimetri maka total gerakan menjadi 6. Gerakan da-
lam bidang adalah: (1). rentangan (streaching simetri dan asimetri) dan
(2). Gunting (scissoring) yang simetri dan goyang (rocking) yang tidak
simetri. Sedangkan gerakan yang ke luar bidang adalah Wagging (si-
metri) dan Twisting (asimetri).
Spektra infra merah (IR) adalah gambar antara persen transmi-
tansi (% T) lawan bilangan gelombang . Pada prakteknya spektra IR
menyertakan panjang gelombang dalam cm di absis sebelah atas se-
perti contoh spektra IR 1- propanol pada Gambar 2.3.
37
Tabel 3.1 Beberapa serapan simetri dan anti-simetri untuk triatomik
Jenis triato- Bilangan gelombang spektra IR (cm )
-1
39
sekitar 3400 an cm-1. Berikut adalah beberapa serapan yang spesifik
pada spektra IR berdasarkan gugus fungsional.
1. Aromatik.
Untuk aromatik akan muncul serapan (v) dari ikatan rangkap
C =C pada sekitar 1600 cm-1 dan dari =C-H (Sp2-s) pada
sekitar 3000 cm-1.
2. Alkena dan alkuka.
Alkena pada umumnya mirip dengan aromatik yaitu munculnya
serapan C = C pada sekitar 1600 cm-1 dan serapan =C-H (Sp2-s)
pada sekitar 3000 cm-1. Sedangkan serapan alkuna C = C mun-
cul pada sekitar 2200 cm-1 dan serapan =C-H (sp –s) pada seki-
tar 3300 cm-1.
3. Karbonil.
Ada beberapa senyawa karbonil (C =O) yang akan memunculkan
serapan pada interval v antara 1820-1600 cm-1 sebagai berikut.
• Asam karboksilat akan memunculkan serapan OH pada bi-
langan gelombang 3500-3300 cm-1.
• Amida akan muncul serapan N-H yang medium dan tajam
pada sekitar 3500 cm-1.
• Ester akan memunculkan sepan C-O tajam dan kuat pada
1300-1000 cm-1.
• Anhidrida akan memunculkan serapan C=O kembar 1810
cm-1 dan 1760 cm-1 dan akan lebih spesifik bila menggu-
nakan FTIR.
• Aldehida akan memunculkan C-H aldehida intensitas lemah
tapi tajam pada 2850-2750 cm-1 baik yang simetri maupun
anti-simetri.
• Keton bila semua yang di atas tidak muncul.
4. Alkohol dan Fenol.
Kedua golongan senyawa ini akan memunculkan serapan (O-H)
pada sekitar 3500-3300 cm-1 dengan intensitas kuat dan melebar.
5. Amina
Akan muncul serapan N-H pada sekitar 3500 cm-1 dan biasanya
dikonformasi dengan amida.
40
Kelima golongan senyawa di atas merupakan gugus fungsional
utama dan spesifik. Banyak gugus fungsi lain tapi kurang spesifik se-
perti eter C-O yang juga terdapat pada alkohol dan ester, alkana yaitu
C-C tunggal dan –C-H (sp3-s) yang hampir dimiliki semua senyawa
organik sehingga tidak akan memberikan informasi yang bermanfaat
bila dianalisis dengan spektroskopi IR.
Penggunaan istilah melebar dan tajam adalah mengacu pada
penampilan fisik dari serapan, sedangkan istilah kuat, medium dan le-
mah adalah berhubungan dengan tingginya intensitas (%T) yang dije-
laskan dengan gambar 3.3.
41
kan pada gugus fungsional utama: karbonil (C=O), hidroksil (O-O),
(N-H), alkena (C =C), alkuna (C =C), nitril (C =N), NO2 dan lain-lain.
Serapan C-C tunggal dan-C-H (sp3-s) tidak perlu ditelaah secara men-
dalam karena hampir semua senyawa organik mempunyai serapan
pada daerah tersebut.
Berikut ini adalah langkah-langkah yang merupakan pedoman
dalam menganalisis spektra IR suatu senyawa organik.
1. Apakah ada gugus karbonil?. Gugus C=O terdapat pada dae-
rah 1820-1600 cm-1 dan puncak ini biasanya terkuat dengan
penampilan lebar tajam dan sangat karakteristik.
2. Bila gugus C=O ada maka diuji langkah-langkah berikut. Na-
mun bila tidak ada dilanjutkan pada langkah 3.
a. Asam karboksilat akan memunculkan serapan OH pada bi-
langan gelombang 3500-3300 cm-1.
b. Amida akan muncul serapan N-H yang medium dan tajam
pada sekitar 3500 cm-1.
c. Ester akan memunculkan sepan C-O tajam dan kuat pada
1300-1000 cm-1.
d. Anhidrida akan memunculkan serapan C=O kembar 1810
cm-1 dan 1760 cm-1 dan akan lebih spesifik bila menggu-
nakan FTIR.
e. Aldehida akan memunculkan C-H aldehida intensitas lemah
tapi tajam pada 2850-2750 cm-1 baik yang simetri maupun
anti-simetri.
f. Keton bila semua yang di atas tidak muncul.
3. Bila serapan karbonil tidak ada maka.
a. Ujilah alkohol (-OH).
Serapan melebar pada sekitar 3500-3300 cm-1 (dikonforma-
si dengan asam karboksilat) dan diperkuat dengan serapan
C-O pada sekitar 1300-1000 cm-1.
b. Ujilah amina (N –H).
Serapan medium pada sekitar 3500 cm-1 (dikonformasi de-
ngan amida).
42
c. Ujilah eter (C-O).
Ujilah serapan pada sekitar 1300-1000 cm-1 (dikonformasi
dengan alkohol dan ester).
4. Ikatan C = C alkena dan aromatis.
Untuk alkena serapan pada 1650 cm-1, sedangkan untuk aromatis
sekitar 1650-1450 cm-1 (lebih lemah karena adanya delokalisasi
elektron), atau yang dikenal dengan resonansi. Serapan (C-H)alifatik
(sp2-s) alkena akan muncul di bawah 3000 cm-1, sedangkan
(C-H)vinilik (sp2-s) benzena akan muncul di atas 3000 cm-1.
5. Ikatan C = C alkuna dan C = N nitril.
Gugus C = N akan muncul pada sekitar 2250 cm-1 medium dan
tajam, sedangkan serapan C = C lemah tapi tajam akan muncul
pada sekitar 2150 cm-1. Untuk alkuna juga diuji C-Hasetinilik (sp-s)
atau terminal pada sekitar 3300 cm-1.
6. Gugus nitro NO2.
Serapan kuat pada sekitar 1600-1500 cm-1 dari (N=O)anti-sim. dan
juga pada 1390-1300 cm-1 cm-1 untuk (N=O)simetri.
7. Hidrokarbon jenuh.
Hidrokarbon jenuh baik alkana maupun sikloalkana sebenarnya
tidak mempunyai gugus fungsional yang spesifik. Namun bila
informasi 1 sampai 6 tidak ada maka patut diduga bahwa spek-
tra IR tersebut adalah hidrokarbon jenuh.
Interpretasi terhadap spektra IR biasanya disajikan dalam bentuk
narasi dan analisis yang dimulai dari kiri ke kanan. Analisis difokus-
kan pada gugus-gugus fungsi utama. Daerah sidik jari (finger print)
yaitu daerah dibawah 1000 cm-1 digunakan sebagai konformasi gugus-
gugus fungsi utama (1000-4000 cm-1). Sekali lagi serapan yang kurang
spesifik seperti C-C tunggal dan C-H (sp-3-s) juga digunakan sebagai
pelengkap karena hampir semua senyawa organik mempunyai serap-
an tersebut. Serapan dapat disajikan dalam bentuk interval bilangan
gelombang atau kira-kira (sekitar) ataupun harga tunggal, misalkan se-
perti contoh pada gambar 3.4.
43
Gambar 3.4 Perkiraan serapan (bilangan gelombang)
Serapan pada daerah di atas dapat disajikan dengan sekitar
(a sampai c) cm-1 atau sekitar b an cm-1 atau b cm-1. Penyajian ana-
lisa yang lebih sederhana dapat disajikan dalam bentuk tabel bilangan
gelombang dan gugus fungional atau ikatan. Berikut ini adalah bebe-
rapa contoh spektra IR untuk dipelajari.
Interpretasi:
Pita lebar dan kuat pada sekitar 3500-3200 cm-1 adalah rentang-
an–OH yang diperkuat oleh rentangan C-O pada sekitar 1050 cm1.
Serapan pada sekitar 3000-2700 cm-1 adalah rentangan C-H (sp-3-s)
dari metil dan metilen (CH2).
44
Pelajaran 2: Spektra IR dipropilamina
Interpretasi:
Serapan lemah pada sekitar 3300 cm-1 adalah rentangan N-H
yang telah di spike (ditambah senyawa standar eksternal untuk mem-
perbesar serapan). Serapan pada sekitar 3000-2700 cm-1 adalah ren-
tangan C-H (sp-3-s) dari metil dan metilen (CH2). Sedangkan serapan
kuat pada sekitar 1450 cm-1 kemungkinan adalah rentangan dari C-N.
Interpretasi:
Serapan kuat dan tajam pada 1718 adalah rentangan karbonil
(C =O). Serapan sekitar 3000-2700 cm-1 adalah rentangan C-H (sp-3-s)
45
dari metil dan metilen (CH2). Tidak ada yang informasi lain yang spe-
sifik dalam spektra ini.
Interpretasi:
Serapan kuat dan tajam pada 1720 adalah rentangan karbonil
(C =O) yang diperkuat serapan pada kembar pada 2822 cm-1 dari
C-H aldehid anti-semetri dan 2720 cm-1 dari C-H aldehid simetri.
Serapan pada sekitar 3000-2900 cm-1 adalah rentangan C-H (sp-3-s)
dari metil dan metilen (CH2).
46
Interpretasi:
Serapan kuat dan lebar pada sekitar 3300-2800 cm-1 adalah
rentangan O-H yang berimpit dengan serapan (C-H)str jenuh. Puncak
yang melebar adalah disebabkan adanya ikatan hidrogen pada asam
(bandingkan dengan serapan OH pada spektra 1-butanol yang ikatan
hidrogennya lebih lemah). Serapan pada 1711 cm-1 adalah serapan
(C=O) str.
Interpretasi:
Serapan tajam dan kuat pada 2249 cm-1 adalah rentangan nitril
(C=N). Serapan pada sekitar 3000-2700 adalah rentangan C-H (sp-3-s)
dari metil dan metilen (CH2). Tidak ada informasi lain yang spesifik
dalam spektra ini.
Spektra IR tidak dapat digunakan untuk menentukan struktur
senyawa organik walapun rumus molekulnya diketahui. Untuk senya-
wa murni struktur dapat ditentukan berdasarkan spektra IR dengan
membandingkan dengan spektra IR standar (otentik). Spektra IR dapat
digunakan untuk memperkirakan gugus fungsi (skrining) dari suatu ha-
sil analisis baik metabolit primer terutama metabolit sekunder. Dalam
47
menganalisis spektra IR untuk lebih memastikan gugus fungsinya maka
dirujuk pada data korelasi yang disajikan dalam berbagai bentuk se-
perti Gambar 3.5.
Model 1:
Model 2:
Model 3:
48
3.5 Instrumen Spektroskopi IR
Saat ini ada dua macam yaitu spektroskopi IR dan FTIR (Furier
Transformation Infra Red). FTIR lebih sensitif dan akurat misalkan da-
pat membedakan bentuk cis dan trans, ikatan rangkap terkonyugasi
dan terisolasi dan lain-lain yang dalam spektrofotometer IR tidak dapat
dibedakan. Pada Gambar 3.5 dikemukakan skema peralatan spektro-
fotometer IR dan FTIR.
A. Spektrofotometer IR
B. Spekroskopi FTIR
49
Secara umum baik spektroskopi IR mapun FTIR mempunyai
komponen-komponen sebagai berikut.
1. Sumber cahaya IR
Sumber cahaya yang umum digunakan adalah batang yang di-
panaskan Oleh listrik berupa.
Nerst Glower merupakan campuran logam: Zr, Y, Er dan
lain-lain
Globar merupakan silikon karbida
Berbagai bahan keramik
2. Monokromator
Betuk prisma seperti pada spektroskopi UV-Vis dan grating yang
tebuat dari NaCl murni yang transparan. Karena NaCl bersifat
higroskopis maka untuk lebih memudahkan perawatan diguna-
kan halida logam lainnya seperti CsI atau campuran antara ThBr
dan ThI.
3. Detektor.
Kebanyakan menggunakan Thermofil yaitu dua kawat logam
yang dihubungkan antara kepala dan ekor yang menyebabkan
arus listrik yang sebanding dengan radiasi yang mengenai the-
mofil. Derektor dihubungkan ke recorder yang terintegrasi de-
ngan printer.
50
pel tidak boleh mengandung air. Cairan diteteskan pada pelat
berupa film tipis. Untuk larutan berair dapat dugunakan pelat
CsI atau CaF2. Bila perlu menggunakan pelarut maka pelarutnya
adalah yang tidak mengandung gugus fungsional utama seperti
toluena, heksana kloroform dan lain-lain.
c. Sampel padatan.
Ada tiga cara untuk menangani sampel padatan seperti berikut.
Pelet KBr.
Menumbuk cuplikan (0,1-2,0)% dengan KBr kemudian di-
tekan dengan tekanan tinggi dalam cetakan hingga mem-
bentuk peler KBr yang transparan.
Mull atau pasta.
Mencampur cuplikan dengan minyak pasta kemudian di-
lapiskan pada dua keping NaCl.
Lapisan Tipis.
Padatan dilarutkan dalam pelarut yang volatil (mudah me-
nguap), kemudian diteteskan pada pelat NaCl. Bila pelarut
sudah menguap maka akan diperoleh lapisan tipis pada
pelat.
Perlu ditekankan lagi bahwa spektroskopi IR tidak dapat digu-
nakan untuk elusidasi struktur, kecuali senyawanya murni dan diban-
dingkan dengan spektra IR standar (otentik). Spektra IR biasanya digu-
nakan untuk analisis gugus fungsional utama suatu senyawa organik.
Oleh karena itu spektra IR dapat juga digunakan untuk merunut apakah
suatu reaksi berlangsung karena reaksi senyawa organik adalah trans-
formasi gugus fungsional. Juga umum digunakan untuk mengetahui
(skrining) gugus fungsional senyawa hasil ekstrak bahan alam.
51
2. Jelaskan bagaimana membedakan pasangan senyawa berikut
dengan spektra IR.
a. dan b.
52
B. Spektra 1 –oktuna dan 4 - oktuna
-ooOoo-
53
54
Bab 4
Spektroskopi
Resonansi Magnet Inti
55
Gambar 4.1 Momen magnet inti
Panah melengkung adalah menunjukkan arah putaran inti, se-
dangkan panah ke arah atas menunjukkan vektor magnet inti. Karena
senyawa organik semuanya mengandung Karbon dan Hidrogen, maka
spektroskopi yang ada adalah spektroskopi H1 (Proton)-NMR dan C13
(Karbon)-NMR.
56
Notasi Bo adalah medan magnet yang diberikan pada putaran
spin proton. Kedudukan spin (+1/2) mempunyai tenaga yang lebih
rendah karena searah dengan magnet (Bo) yang diberikan. Sedangkan
spin (-1/2) mempunyai tenaga yang lebih tinggi karena berlawanan
dengan Bo. Keadaan ini diilustrasikan seperti kutub magnet berikut
ini.
Gambar 4.3 Kedudukan spin yang searah dan berlawanan dengan Bo.
Pemberian pengaruh medan magnet (Bo) yang kuat akan menye-
babkan spin pecah menjadi dua (split) dengan tenaga yang sama antara
keduanya dibandingkan dengan spin tanpa pengaruh medan magnet
seperti gambar 4. 4.
57
arah atau orientasi spin dari +1/2 menjadi -1/2 yang digambarkan
sebagai berikut.
58
Tabel 4.1 Hubungan kekuatan medan dengan frekuensi
Kekuatan medan (Bo) Gauss Frekuensi (v) MHz
10. 000 (H )
1
42,6
14. 100 (H )
1
60,0
23. 500 (H )
1
100,0
51. 480 (H )
1
220,0
10. 000 (H )
2
6,5
13
10. 000 (C ) 10,7
19
10. 000 (F ) 40,0
35
10. 000 (Cl ) 4,2
Meskipun banyak inti yang dapat mengalami RMI (NMR), na-
59
Gambar 4.6 Analogi gasingan dengan perubahan orientasi spin
60
Pada gambar A adalah gasingan dalam pengaruh medan gravita-
si bumi, sedangkan gambar B adalah menggambarkan presisi dari inti
yang berputar disebabkan pengaruh medan magnet yang digunakan.
Medan magner (Bo) yang digunakan dianalogikan sebagai gaya gra-
vitasi bumi dimana lambat laun gasingan bergoyang ”Wobble” atau
presisi dan selanjutnya spin akan berubah arah. Bila Bo makin presi-
si (Bo) makin besar, maka perubahan orientasi spin makin cepat atau
disebut frekwensi angular () makin besar. Dari tabel 4.1 contohnya
bila digunakan Bo sebesar 14. 100 Gauss maka frekuensi (v) adalah 60
MHz. Proses penyerapan energi gelombang radio dalam perubahan
spin digambarkan pada gambar 4.7.
61
medan magnet yang digunakan. Kerena setiap atom H (proton) suatu
molekul organik mempunyai lingkungan elektronik (kimia) yang berbe-
da maka akan menyebabkan frekwensi resonansi yang berbeda.
Perbedaan frekwensi tersebut pada kenyataannya sangatlah ke-
cil. Sebagai contoh antara proton (H) dari klorometan (CH2Cl2) dan
fluorometan (CH2F2) hanya berbeda sebesar 72 Hz, bila digunakan
medan magnet (Bo) sebesar 14. 100 Gauss. Untuk merobah orien-
tasi spin dibutuhkan frekwensi sebesar 60 MHz dengan demikian
frekwensi sebesar 72 Hz tidaklah mencukupi. Untuk mengatasi keada-
an tersebut maka dilakukan suatu usaha yaitu dengan menggunakan
senyawa standar yang frekwensinya ditambah dalam senyawa yang
akan diukur, sehingga frekwensi yang diukur adalah harga relatif ter-
hadap standar. Senyawa standar yang umum digunakan adalah Tetra-
metilsilana (TMS) atau disebut juga tetrametilsilikon dengan struktur
Si(CH3)4. Senyawa ini digunakan sebagai standar kerena proton metil
jauh lebih terlindungi (lingkungan makin elektro positif) dibandingkan
proton senyawa organik lainnya. Bila suatu senyawa diukur frekwen-
si protonnya maka artinya adalah seberapa jauh (Hz) proton tersebut
digeser dari TMS.
Bilangan pergeseran (Hz) dari TMS untuk suatu proton tergan-
tung pada medan magnet (Bo) yang digunakan. Resonansi proton de-
ngan Bo sebesar 14.100 Gauss adalah sebesar 60 MHz, sedangkan
bila digunakan Bo sebesar 23.500 Gauss adalah sebesar 100 MHz.
Perbandingan frekuensi resonansi adalah sama dengan perbandingan
Bo seperti berikut ini.
(100 MHz)/(60 MHz) = (23. 500 Gauss)/(14. 100 Gauss) = 5/3
Berdasarkan data di atas artinya adalah pada 100 MHz (23. 500
Gauss) pergeseran dari TMS adalah 5/3 kali lebih besar dibandingkan
jika proton tersebut jika diukur pada 60 MHz (14. 100 Gauss). Hal
ini akan menimbulkan kerancuan karena bila spektroskopi yang digu-
nakan berbeda maka akan diperoleh hasil yang berbeda untuk proton
(H) yang sama.
62
Untuk mengatasi kerancuan ini digunakan parameter baru yang
tidak tergantung dengan Bo. Dalam hal ini digunakan suatu bilang-
an yang diperoleh dari perbandingan harga pergeseran Hz dengan
frekuensi (MHz) untuk suatu proton dari spekroskopi tersebut. Harga
perbandingan ini desebut sebagai pergeseran kimia (chemical shift)
yang dinotasikan sebagai () yang diperoleh dari perbandingan be-
rikut.
= (pergeseran dalam Hz)/(pergeseran dalam MHz)
Pergeseran kimia () adalah menyatakan seberapa jauh (satuan
ppm= part per million) proton tersebut digeser dari proton TMS ( =
0 ppm), terhadap frekwensi spektrometer yang digunakan. Harga
tidak tergantung pada besarnya B0 yang digunakan. Sebagai contoh
pada 60 MHz pergeseran proton metil bromida (CH3Br) adalah 162
Hz dari TMS , sedangkan pada 100 MHz adalah sebesar 270 Hz dima-
na keduanya mempunyai yang sama yaitu 2,70 ppm yang dihitung
dengan persamaan berikut.
= (162 MHz)/(60 MHz) = (270 Hz)/(100 Hz) = 2,7 ppm
Pada skala maka untuk TMS didefinisikan sebagai (0,0 ppm)
dengan skala (0-10) ppm. Beberapa spektroskopi menggunakan skala
Ł (tou) yang besarnya adalah (10-) ppm. Pada spektroskopi H1-NMR ,
maka skala dan Ł dicatat dari kiri ke kanan dan tercatat pada kertas
spektrum seperti berikut.
63
4.2.1 Keekivalenan Proton
Setiap proton atau kelompok proton pada molekul organik
mempunyai lingkungan kimia yang spesifik sehigga harga juga akan
spesifik. Kelompok proton adalah sejumlah proton yang mempunyai
lingkungan kimia yang sama (ekivalen) dan kelompok tersebut mem-
punyai harga yang sama. Bila lingkungan kimianya makin elektro-
positif artinya makin terlindungi (shielding) maka harga akan me-
nuju TMS, sedangkan bila lingkungannya makin elektronegatif artinya
makin tidak terlindungi (deshielding) maka harga makin jauh dari
TMS. Dengan demikian bisa saja terjadi perbedaan harga untuk ke-
lompok (tipe) proton yang sama bila lingkungan kimianya berbeda,
seperti harga untuk proton CH3- pada tabel 4.2.
65
Tabel 4.2 Pengaruh jumlah substituen dan jarak terhadap
Tipe proton Harga (ppm) Jenis pengaruh
CH-Cl3 7,27 3 atom Cl
CH2 -Cl2 5,30 2 atom Cl
CH3 - Cl 3,05 1 atom Cl
CH3 - Br 3,30 Terikat lansung pada Br
CH3-CH2 - Br 1,69 Jarak 1 atom dari Br
CH3- CH2- CH2-Br 1,25 Jarak 2 atom dari Br
Proton yang ekivalen (tipe atau jenis sama) adalah yang mem-
punyai kerapatan elektron yang identik, hingga kita dapat menentukan
jumlah jenis atau tipe proton dan mempekirakan secara kualitatif urut-
an harga seperti kesepakatan di atas.
Contoh:
1. 2.
3. 4.
66
adalah dalam bentuk Gauss atau segitiga. Jumlah puncak yang muncul
adalah sesuai dengan tipe proton pada molekul tersebut. Penampil-
an fisik dari tipe proton yang muncul adalah berupa pemecahan spin
dengan pola (n + 1) dengan n adalah jumlah H pada C yang bertetang-
ga langsung pada proton tersebut.
67
Ketinggian (intensitas) puncak tergantung pada jumlah proton
dan pemecahannnya. Ketinggian puncak adalah mengikuti pola segi-
tiga Pascal dan besarnya puncak adalah proporsional dengan jumlah
proton. Pola pemecahan segitiga Pascal adalah seperti tabel 4.4.
68
Proton a mempunyai tetangga 2 maka maka akan split menjadi
triplet dengan = 1,50 ppm , proton b tidak punya tetangga maka tidak
split (singlet) dengan = 2,60 ppm, sedangkan proton c mempunyai
3 tetangga maka split menjadi quartet dengan = 3,75 ppm. Proton
c lingkungannya lebih elektronegatif dibanding proton b (alkohol), ka-
rena proton c dikelilingi dua gugus yang lingkungannya elektronegatif
yaitu –OH dan CH3 sehingga lebih deshielding.
Untuk puncak yang ideal maka jumlah ketinggian puncak ada-
lah merupakan perbandingan empiris dari setiap tipe proton tersebut.
Sedangkan bila puncak yang diperoleh adalah Gauss maka perban-
dingan empiris dari tipe protonnya adalah jumlah luasan puncak yang
dihitung sebagai luasan segitiga. Untuk mendapatkan perbandingan
jumlah proton yang sebenarnya maka perbandingan empiris diban-
dingkan dengan rumus molekulnya (RM). Peralatan spektroskopi H1-
NMR biasanya sudah komputerisasi maka perhitungan sudah bersifat
integrasi otomatis dan perbandingan empirisnya tercatat secara otoma-
tis seperti sepektra dietil eter berikut ini.
69
Proton a yang berjumlah 6 mempunyai 2 tetangga maka akan
pecah menjadi triplet, sedangkan proton b yang berjumlah 4 mem-
punyai 3 tetangga maka akan pecah menjadi quartet. Perbandingan
empiris proton a: b adalah 3:2 dan jumlah proton pada RM adalah
10 maka proton a = (3/5) x 10 = 6, sedangkan proton b = (2/5) x 10
= 4.
Pada interpretasi spektra H1- NMR , maka untuk memperkirakan
harga dapat dirujuk pada data korelasi pada lampiran 1. Untuk sam-
pel yang menggunakan pelarut maka digunakan pelarut yang tidak
mempunyai proton agar tidak mengganggu interpretasi terhadap pro-
ton. Pelarut yang umum digunakan adalah D2O, CDCl 3, CD3 - CD3
CD3-O- CD3, CD3-SO- CD3 dan lain-lain sesuai kepolaran zat yang di-
larutkan. Bila terpaksa menggunakan pelarut yang mempunyai proton,
maka harus tahu secara pasti kedudukan dari pelarut dan tidak ada
yang berimpit dengan proton dari molekul yang dianalisis.
Berdasarkan penjelasan di atas maka perlu dipahami 4 langkah
dalam menginterpretasi suatu spektra H1- NMR sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi jumlah sinyal: Menjelaskan ada berapa
macam tipe proton yang terdapat dalam suatu molekul.
2. Kedudukan sinyal: Menjelaskan kepada kita tentang ling-
kungan elektronik setiap tipe proton atau secara kuantitaif
mengetahui harga pergeseran kimia ( ppm).
3. Intensitas sinyal: Merupakan perbandingan empiris dari se-
tiap tipe proton.
4. Pemecahan spin (splitting): Menjelaskan suatu tipe proton
pecah menjadi (n + 1), dengan ketinggian tiap pemecahan
sesuai dengan pola segitiga Pascal. Luasan puncak adalah
proporsional dengan dengan jumlah proton (langkah 3).
70
Gambar 4.12 Skema peralatan spektroskopi H1-NMR
Tabung kaca berbentuk silindris berisi sampel yang dilarutkan
dalam pelarut tanpa proton ditambah TMS sebagai standar internal.
Tabung sampel ditempatkan di antara dua kutub magnet kemudian
diputar agar semua bagian sampel dipengaruhi oleh medan magnet
(homogen). Pada celah magnet terdapat kumparan dengan generator
frekuensi (RF), 60 MHz dengan Bo = 14. 100 Gauss atau alat terbaru
100 MHz dengan Bo = 51. 480 Gauss. Kumparan ini akan memberikan
tenaga elektromagnetik yang digunakan untuk mengubah orientasi
spin. Bila sampel menyerap radiasi maka putaran akan menghasilkan
sinyal frekuensi radio pada bidang kumparan detektor dan akan mem-
berikan respon dan mencatatnya sebagai sinyal resonansi magnet inti
(RMI = NMR) berupa puncak. Paduan spektra IR dan H1- NMR sudah
cukup memuaskan untuk menentukan struktur suatu senyawa yang
rumus molekulnya (RM) diketahui.
71
• C10H14 dengan: proton (a): singlet, 9H dan = 1,30 ppm
dan proton (b): singlet , 5H dan = 7,28 ppm.
• C10H14 dengan: proton (a): duplet, 6H dan = 0,88 ppm;
proton (b): multiplet, 1H dan = 1,86 ppm; proton (c): du-
plet, 2H, = 2,45 ppm dan proton (d): singlet, 5H dan =
7,12 ppm.
2. Tentukan jumlah tipe proton , pemecahan (splitting), urutan har-
ga dan gambar spektra H1-NMR secara kualitatif.
a. b.
c. d.
e.
72
4. Tentukan struktur senyawa RM = C3H 6O dengan spektra IR dan
H 1-NMR berikut ini.
-ooOoo-
73
74
Bab 5 Spektroskopi Massa
75
atau ion molekuler dengan notasi (M.+). Selanjutnya ion molekuler
akan pecah menjadi ion-ion anak yang lebih kecil dan seterusnya. Pe-
nulisan ion anak yang umum adalah menggunakan huruf kecil (m)
untuk membedakannya dengan ion molekuler. Secara umum persa-
maannya ditulis seperti berikut
M: + e M.+ m1+ + m2. atau m1+ + m2 ............5. 1
Ada dua kemungkinan jenis pemecahan ion molekuler yaitu
menjadi ion positif dan suatu radikal atau ion positif dengan suatu mo-
lekul netral. Selanjutnya ion-ion anak dapat mengalami pemecahan
lagi menjadi fragmen yang lebih kecil. Walapun secara teoritis suatu
molekul organik dapat pecah hingga menjadi fragmen yang paling ke-
cil (atom) namun pada prakteknya hal itu tidak pernah terjadi dan de-
ngan spektroskopi massa hanya diinterpretasi fragmen-fragmen yang
umum terjadi pada suatu molekul organik yang mempunyai pola yang
spesifik sesuai dengan gugus fungsionalnya. Elektron ditembakkan
pada alat spektroskopi massa dengan skema seperti gambar 5.1.
76
Dalam spektroskopi massa yang terdeteksi adalah fragmen yang
bermuatan pisitif (kation). Spesi ion positif dipisahkan oleh pembelo-
kan dalam medan magnet yang dapat berubah sesuai dengan massa
dan muatannya yang selanjutnya menimbulkan arus ion pada kolek-
tor yang sebanding dengan dengan limpahan relatif (LR) atau relative
abundance (RA) lawan perbandingan massa/muatan (m/e atau m/z)
seperti sepektra MS n-heksana berikut ini.
77
Gambar 5.3 Pola pemecahan spektra MS n- heksana.
Bila molekul organik ditembaki dengan berkas elektron maka
elektron yang terlepas dari molekul tersebut adalah elektron yang
energinya paling tinggi (yang paing tidak stabil) pada molekul terse-
but. Stabilitas elektron tergantung kekuatan ikatan dimana En > E
> E. Dengan demikian urutan elektron yang dilepaskan juga adalah
seperti urutan ini. Berikut ini adalah beberapa contoh ion molekular
senyawa organik setelah ditembaki berkas elektron.
78
5.2 Proses fragmentasi
Dalam mempelajari spektroskopi massa (MS) atau pola fragmen-
tasinya maka perlu deketahui beberapa istilah atau definisi yang akan
membantu kita dalam menginterpretasi data spektra MS sebagai be-
rikut.
1. Daya pisah
Dalam spektroskopi massa ada komponen analiser yang berfung-
si memisahkan ion molekuler (M) dengan (M + M) yang disebut
daya pisah (resolusi = R). Daya pisah atau resolusi (R) didefinisikan
sebagai berikut.
R = M/ M ....................................................................... 5. 2
Besarnya M adalah perbedaan (jarak) antara dua puncak ion
yang dipisahkan. Daya pisah adalah merupakan daya sensivisitas dari
alat spektroskopi massa dalam memisahkan puncak-puncak ion posi-
tif. Alat yang baik adalah bila daya pisahnya (R) = 10. 000-15. 000.
2. Limpahan isotop
Beberapa atom dalam senyawa organik mempunyai isotop yang
radio aktif seperti 1H 2, 1H 3, 6C13, 8O 18 dan juga atom halogen seperti Cl
dan Br. Dengan demikian pada spektra MS akan memunculkan pun-
cak M + 1 dan M + 2 yang limpahan relatifnya terhadap M dihitung
dengan persamaan berikut.
M + 1/M = (1,1 xjumlah C) + (0,37 x jumlah N) dan
M + 2/M = [(1,1 x jumlah C)2/200]/(0,2 x jumlah O) ……. 5. 2
Contoh: anilin dan asetofenon.
1. Anilin (C6H 7N) b. Asetofenon (C8H 8O)
79
Anilin : M + 1/M = (1,1 x 6) + (0,37 x 1) = 7,0 (7%)
M + 2/M = (1,1 x 6)2/200 + 0 = 0,21 (0,21 %)
Asetofenon : M + 1/M = (1,1 x 8) + 0 = 8,8 (8,8%)
M + 2/M = (1,1 x 8)2/200 + (0,2 x 1) = 0.58 (0,58 %).
Untuk anilin maka ketingian puncak (M + 1) adalah 7% diban-
ding M dan ketinggian puncak (M + 2) adalah 0,21 % dibanding M .
Sedangkan untuk asetofenon maka ketinggian puncak (M + 1) adalah
8,8% dibanding M dan ketinggian puncak (M + 2) adalah 0,58 % di-
banding M. Ketinggian relatif ini sebanding dengan kelimpahannya di
alam. Misalkan Cl35: Cl37 = 3: 1 dan Br79: Br81 = 1: 1, sehingga hal ini
merupakan ciri khas dari spektra MS organoklor dan organobrom.
3. Ion metastabil
Dalam spektra massa kadang ditemukan puncak-puncak pe-
cahan seperti: m/e = 60,2 ; 43,4 dan lain-lain. Hal ini disebabkan
bila suatu fragmen yang lebih besar pecah menjadi ion yang lebih
kecil beberapa molekul tidak pecah secara sempurna. Harga (m/e) dari
ion metastabil dilambangkan sebagai (m* ) yang dihitung dengan per-
samaan.
m* = (m2)2/m1.................................................................... 5. 3
Dengan m1 adalah ion induk terhadap m2 dimana harga ini ber-
kisar antara 0,1-0,4. Sebagai contoh spektra toluena terdapat puncak
yang kuat pada m/e = 91 dan m/e = 65 bersama-sama dengan puncak
metastabil dengan m/e = 46,4. Harga ini berasal dari m* = 65 2/91
= 46,4 yang berarti puncak m/e = 91 akan pecah menjadi m/e = 65
dengan melepaskan fragmen lain dengan harga m/e = 26.
4. Jumlah ketidakjenuhan
Ketidakjenuhan didefinisikan sebagai perbedaan jumlah Hidro-
gen (H) dibagi dua dari suatu molekul dibandingkan dengan alkana
normalnya. Sebagai contoh benzena dengan rumus molekul (RM) =
C6H 6 dengan alkana normalnya adalah C6H 14, maka jumlah ketidakje-
80
nuhan (JKJ) = 14-6/3 = 4. Dengan demikian maka ikatan rangkap C
= C, C = O dan C = N adalah satu ketidakjenuhan, ikatan trippel C
= C dan C = N adalah dua ketidakjenuhan dan cincin adalah satu
ketidakjenuhan. Dengan demikian benzena mempunyai 4 ketidakje-
nuhan adalah 3 ikatan rangkap ditambah satu cincin. Jumlah keti-
dakjenuhan suatu molekul organik dapat dihitung dengan persamaan
berikut.
JKJ = Karbon + 1-(Hidrogen/2) + (Halogen/2) + Nitrogen/2......5. 4
Besarnya JKJ ini akan membantu kita dalam elusidasi struktur
dengan spektroskopi karena kita dapan memperkirakan kemungkinan
strukturnya seperti untuk molekul C7H 7NO.
JKJ = 7 + 1-(7/2) + 0 + (1/2) = 5
Maka struktur yang paling mungkin patut diduga adalah cincin
benzena (4 ketidakjenuhan) + karbonil (C=O) satu ketidakjenuhan
sebagai berikut.
5. Hukum Nitrogen
Menyatakan bahwa suatu molekul yang BMnya genap maka
molekul tersebut tidak mengandung Nitrogen atau bila mengandung
Nitrogen maka junlah N adalah genap. Sedangkan bila BMnya adalah
ganjil maka molekul tersebut mengandung Nitrogen ganjil.
81
cah menjadi fragmen genap-genap (ion-molekul netral).
M m1.+ + m2. lebih cenderung M m1+ + m2
Keenam istilah atau definisi di atas akan sangat membantu kita
dalam mengelusidasi struktur berdasarkan interpretasi spektra MS.
Kesimpulan akhir tentu saja harus dikonformasikan pada hasil ana-
lisis spektra IR dan H1-NMR. Spektra MS tidak dapat secara langsung
digunakan untuk elusidasi struktur kecuali bila dibandingkan dengan
spektra MS standar (otentik).
82
Kemungkinan Ion molekulernya
83
Contoh: R - CH2 – O: + e R - H2C+ + .OH
H
84
1. Ketinggian relatif dari ion molekuler adalah terbesar untuk rantai
lurus dan menurun sesuai dengan derajat kenaikan cabang.
2. Ketinggian relatif dari ion molekuler biasanya turun dengan
kenaikan berat molekul dalam serangkaian homolog, kecuali
ester-ester lemak.
3. Pemecahan (cleveage) lebih cenderung pada percabangan atom
karbon yang paling tinggi. Hal ini adalah kerena stabilitas ion
karbonium: tersier > . > sekunder > primer.
4. Ikatan rangkap, struktur siklis terutama cicin aromatis dan he-
teroaromatis akan menstabilkan ion molekuler, sehingga akan
menaikkan keboleh jadiannya (probabilitas lebih tinggi) untuk
muncul.
5. Ikatan rangkap lebih cenderung mengalami pemutusan pada po-
sisi alilik karena stabilitas resonansi.
85
8. Pemutusan ikatan (C-C) dekat hetero atom cederung mening-
galkan muatan pada fragmen yang mengandung hetero atom
khususnya pada elektron (n) yang distabilkan oleh resonansi.
1. A l k a n a
Pada alkana baik yang normal (rantai lurus) maupun yang ber-
cabang mempunyai pola pemecahan yang spesifik dengan munculnya
harga (m/e) alkil CnH 2n + 1. Dengan demikian ciri khas dari alkana akan
memunculkan puncak-puncak alkil dengan m/e = 15, 29, 43, 57 dan
seterusnya. Pemecahan akan cenderung pada percabangan dimana
kecenderungan ini ditunjukkan kemunculannya sebagai puncak da-
sar. Kecendrungan ini disebabkan karena stabilitas ion karbonium
mempunyai urutan: tersier > sekunder >primer (Hukum 3). Sebagai
contoh adalah spektra MS 2-metil pentana berikut.
86
0 SPEKTROSKOPI Elusidasi Struktur Molekul Organik
87
Gambar 5.4 Spektra MS 2-metil heptana
Puncak dasar adalah m/e = 43 yaitu dengan melepaskan frag-
men yang sama yaitu M-43 dengan mekanisme sebagai berikut.
2. Alkena
Ion molekuler alkena akan muncul dengan melepaskan satu
elektron . Pemecahan akan cenderung terjadi pada posisi alilik dari
ion molekuler yang distabilkan oleh resonansi (Hukum 5). Sebagai
contoh adalah spektra MS dari trans 2-heksena. Puncak dasar adalah
m/e (m/z) = 55 dengan mekanisme pemecahannya seperti pada Gam-
bar 5.5 yang distabilkan oleh resonansi.
88
3. A l k u n a
Sama seperti alkena maka ion molekuler dari alkuna adalah de-
ngan melepaskan elektron . Fragmentasi yang umum adalah dengan
melepaskan fragmen alkil CnH 2n + 1, sehingga akan memuncukan pun-
cak-puncak (M-15, M - 29, M - 43 dan seterusnya). Pemecahan lain
yang umum terjadi pada alkuna adalah dengan cara eliminasi alkena
yang akan memunculkan puncak-puncak (M-28/etena), (M-42/prope-
na) dan seterusnya. Untuk 1-butuna dan 2-butuna maka ion molekuler
(M) adalah merupakan puncak dasar, sedangkan ion molekuler alkuna
yang lebih tingga lebih lemah.
4. Seyawa Aromatik
Senyawa aromatik khususnya benzena tersubstitusi alkil akan
cenderung mengalami pemutusan pada (C-C) membentuk ion benzil
yang selanjutnya akan memunculkan puncak dasar m/e = 91 dari ion
tripolium (Hukum 7). Selanjutnya ion tripolium akan pecah dan meng-
eliminasi etuna membentuk ion karbonium cincin anggota 5 dengan
m/e 65 dan kedua puncak ini adalah merupakan ciri khas dari benze-
na tersubstitusi alkil.
89
SPEKTROSKOPI Elusidasi Struktur Molekul Organik
90
lain, akan terbentuk dengan melepas radikal subtituen dengan meka-
nisme umum sebagai berikut.
Ciri khas dari pemecahan ini adalah munculnya ion meta satabil
(m* ) dengan m/e = 33, 8 (512/77).
5. Organo Halogen
Untuk organo halogen (halida) khususnya Cl akan memun-
culkan puncak M: (M = 2) = 3: 1, sedangkan untuk Br = 1: 1. Hal
ini disebabkan kelimpahan isotop Cl35: Cl37 dan Br79: Br81 adalah seper-
ti perbandingan di atas. Pola pemecahan dari organo halogen adalah
dengan melepaskan fragmen radikal halida dan radikal alkil dengan
mekanisme umum sebagai berikut.
Untuk gugus samping R yang bercabang maka kecendrungan
91
B. Spektra MS 2-kloropropan
6. Alkohol
Ion molekuler dari alkohol 1o dan 2o mempunyai intensitas yang
rendah sedangkan untuk alkohol 3o tidak terdeteksi. Pola pemecahan
yang umum adalah pemutusan ikatan (C-C) dekat dengan heteroatom
(Hukum 8).
92
Gambar 5.7 Spektra MS 3-metil -1- butanol
Ion molekuler (M) dengan m/e = 88 tidak muncul dalam spektra
ini. Puncak m/e = 78 muncul dengan melepaskan air dari ion moleku-
ler ( M-18). Selanjutnya puncak m/e = 70, pecah dengan melepaskan
radikal metil akan memunculkan puncak m/e = 55 sebagai pucak da-
sar (based peak). Untuk alkohol aromatik (bukan fenol), maka ikatan
(C-C) posisi benzilik akan cenderung putus dengan muatan pada aril
seperti contoh berikut ini.
7. Senyawa Eter
Pola pemecahan eter adalah pada ikatan C-C dekat atom Oksi-
gen dan menghasilkan ion oksosonium.
93
Bila pada posisi terdapat atom Hidrogen maka akan dapat pe-
cah dengan eliminasi alkena dengan mekanisme sebagai berikut.
8. Senyawa karbonil
Senyawa karbonil yaitu mengandung gugus karbonil (C = O)
adalah aldehid, keton, asam karboksilat, amida, anhidrida dan ester
bila mempunyai hidrogen gamma akan mengalami Mc. Lafferty rea-
regement (lihat proses fragmentasi 4). Senyawa karbonil yang umum
mengalami hal ini adalah aldehid, keton dan ester. Secara umum pola
fragmentasi dari senyawa karbonil adalah sebagai berikut.
94
Untuk golongan ester pemutusan a dan b memunculkan kemung-
kinan empat puncak dengan mekanisme sebagai berikut.
95
Untuk amida maka puncak di atas adalah merupakan puncak
dasar karena stabilisasi resonansi. Untuk amida monosubstituen akan
muncul puncak-puncak dengan m/e = 58, 72, 86 dan seterusnya, se-
dangkan untuk amida disubstitusi maka akan muncul pucak-puncak
dengan m/e = 72, 86, 100 dan seterusnya.
Pola pemecahan di atas adalah yang ideal yang pada prakteknya
dalam kita menganalisis suatu spektra MS dapat terjadi penyimpangan
dari aturan yang telah dikemukakan di atas. Dalam kita menganalisis
suatu spektra MS maka beberapa definisi, aturan (hukum) dan pola
pemecahan berdasarkan gugus fungsi biasanya secara simultan kita
gunakan sebagai pedoman (Guideline). Untuk elusidasi struktur senya-
wa organik unknown, maka berbagai kombinasi spektroskopi UV-Vi,
IR, H 1-NMR dapat kita gunakan tergantung kebutuhannya. Memban-
dingkan dengan spektra standar (otektik) yang ada di bank spektra ada-
lah sesuatu yang umum dilakukan oleh kimiawan organik.
96
Peralatan terdiri dari sebuah ruangan pemboman yang diisi
cuplikan (sampel) dalam bentuk uap (skema Gambar 5.1). Ruangan
dihampakan (vacum) agar tekanan uapnya rendah sehingga sapel pa-
dat dan cairan mudah menguap. Selanjutnya ion molekuler (M) dan
ion-ion anak (pecahan) yang bermuatan positif yang terbentuk akan
dipercepat oleh akselerator (accelerator plate) oleh suatu muatan ne-
gatif yang terdapat diujung lainnya. Selanjutnya ion yang melalui ce-
lah (slits) dilewatkan melalui medan magnet dan dibelokkan sesuai
dengan kecepatan yang tergantung pada perbandingan massa dan
muatan menuju detektor. Selanjutnya recorder mencatat hasil berupa
gambar antara limpahan relatif (LR) /relative abundance (RA) lawan
m/e yang dikenal sebagai spektra MS.
Pada saat ini peralatan MS pada umumnya sudah dipadukan
dengan alat Kromatografi Gas (interface), sehingga setiap puncak yang
terdapat pada kromatogram dapat dibuat data spektra Msnya. Peralat-
an tersebut dikenal sebagai Gas Chromatography-Mass Spektrocopy
(GS - MS) yang skema peralatannya seperti berikut ini.
97
a. C3H 4 b. C8H 8O c. C6H 12 d. H2CO e. C2H 4O 2
f. C7H 6O g. C3H 5N
2. Perkirakan pola pemecahan berdasarkan gugus fungsional , dan
perkirakan fragmen yang menjadi puncak dasar (based peak)
dari senyawa dengan struktur sebagai berikut.
a. CH2 = CH - CH2- CH3 b. CH3- CH - CH - CH3
CH 3 OH
c. CH3- CH2-O- CH- CH3 d. CH3- CH2- CH2- C = O
CH3 H
e. f.
98
b. 2,4 - dimetilpentana
-ooOoo-
99
100
Daftar Pustaka
101
102
Tentang Penulis
103
dan Hibah Fundamental. Menikah dengan Sisilia Siagian Pegawai
Departemen Kesehatan pada tahun 1996 dan dikaruniai tiga orang
anak satu putra dan dua putri.
-ooOoo-
104
105